Anda di halaman 1dari 14

Accelerat ing t he world's research.

Gerakan Islam Modern di Indonesia


Alvin Q O D R I Lazuardy, Alvin Qodri L A Z U A R D Y (alfuwisdoms)

Makalah Politik

Cite this paper Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PENDIRI PONDOK MODERN DARUSSALAM GONT OR


M Ihsan Dacholfany

PERSPEKT IF K.H. IMAM ZARKASYI MENGENAI KESAT UAN ILMU PENGETAHUAN


Ahmad Choirul Rofiq

T OKOH PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA DAN PEMIKIRANNYA


zainal muhibbin
Gerakan Islam Modern di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Dalam panggung sejarah Politik Islam di Indonesia, perjuangan umat Islam


bisa dikategorikan kedalam dua bentuk. Pertama adalah perjuangan melalui fisik
dan kedua, adalah perjuangan dalam pemikiran. Perjuangan dalam bentuk fisilk
adalah perjuangan yang diikuti dengan perlawanan senjata. Adapun perjuangan
dalam bentuk pemikiran adalah perjuangan dengan cara mencari alternatif-
alternatif baru untuk mewujudkan tegaknya sebuah masyarakat yang menjamin
aspirasi-aspirasi umat Islam1.

Dalam pembahasan ini pemakalah ingin mengungkap secara singkat dan padat
tentang dinamika potilik indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Ada beberapa
pembahasan dalam makalah ini diantaranya; Islam di Era Modern, gerakan
modern Islam, Organisasi sosial Islam, Politik Islam pasca kemerdekaan dan
peradaban Islam di Indonesia. Berikutnya akan difokuskan dengan pertanyaan-
pertanyaan yang akan dibahas di rumusan masalah.

B. Rumusan Masalah

Dalam rumusan masalah, pemakalah setidaknya akan mefokuskan pada tiga


perntanyaan besar yang akan dijawab dalam bab selanjutnya, berikut ini
pertanyaanya;pertama, bagaimana peran dan posisi Islam di era modern?,
kemudian siapakah tokoh-tokoh dalam gerakan modern Islam? dan apa tujuan
mereka mendirikan Organisasi Sosial Islam Dari pernyaan-pertanyaan diatas
pemakalah akan melanjutkan penulisan ini dalam bab selanjutnya yaitu bab
pembahasan.

1
Tsani Iskandar, Transformasi Pemikiran Politik di Indonesia, (IAIN Kediri Press: 2009,
Kediri), 1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tokoh-tokoh Modernis dan Gerakan Islam era Modern di Indonesia


1. H.O.S Cokro Aminoto (Ponorogo, 16 Agustus 1882- Yogyakarta 17
Desember 1934) dan Sarekat Islam

Bagi Tjokro, Islam adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan


dipersatukan, sebagai dasar kebangsaan yang hendak diproses menuju Indonesia.
Tipikal Tjokro, identik dengan Al-Afghani yang juga merupakan tokoh politik
Pan-Islamisme (kebangkitan Islam). Tjokro dan Afghani juga sama-sama
mengalami kegagalan dalam perjuangan Pan-Islamismenya. Namun, arti penting
keduanya bukan pada kemenangan atau kekalahan. Keduanya menjadi penting
karena menggulirkan momentum perubahan pemikiran dalam Islam. Keduanya
juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan politik Islam.2

Selanjutnya sebagai bukti kecenderungan pemahaman Islam sebagai


sebuah ideologi, juga diarahkan secara politik. Sejak 1922 hingga 1924,
Tjokro bahkan aktif menjadi pemimpin dari kongres Al-Islam yang
disponsori kaum modernis (diantaranya Agus Salim dan tokoh-tokoh
Muhammadiyah dan Al-Irsyad). Tjokro amat bersemangat dalam menanggapi
isu kekhalifahan Islam.3
Tahun 1924 di Mataram, HOS Tjokroaminoto seorang pendiri dan
sekaligus ketua Serikat Islam (SI) menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Buku
tersebut ditulis oleh Tjokro, di samping karena pada waktu itu tengah terjadi
pemilihan-pemilihan ideologi bangsa, juga lantaran pada waktu itu paham
ideologi yang digagas para tokoh dunia sedang digandrungi oleh kalangan pelajar
Indonesia, di antaranya sosialisme, Islamisme, kapitalisme dan liberalisme. Buku

2
Herdi Sahrasad & Al Chaidar, Satu Guru, Tiga Ideologi Pergulatan Ideologi HOS
Tjokroaminoto dan Tiga Muridnya: Soekarno, Musso dan Kartosoewirjo, ( Freedom Foundation-
CSS-UI, Jakarta: 2017), 78
3
Ibid., 67
Tjokro ini diterbitkan kembali oleh penerbit TriDe tahun 2003, yang meskipun
merupakan pikiran lama, tetapi menjadi penting bagi generasi muda sekarang
untuk memberikan inspirasi bagi pemikiran-pemikiran ke depan,
pemikiranpemikiran mendasar, untuk membangun pondasi kokoh bagi kemajuan
Indonesia. Memuat tentang pemahaman arti sosialisme, sosialisme dalam Islam,
sosialisme Nabi Muhammad serta sahabat-sahabat nabi yang berjiwa sosialis dan
komparasi-komparasi sosialisme ala Barat dengan sosialisme ala Islam. “Bagi
kita, orang Islam, tak ada sosialisme atau rupa-rupa“isme” lain-lainnya, yang
lebih baik, lebih elok dan lebih mulia, melainkan sosialisme yang berdasar Islam,
itu saja” ungkap Tjokro dalam suatu kesempatan. Dasar Sosialisme Islam menurut
Tjokro berpijak pada firman Allah, “Kaanannasu ummatan wahidatan (Peri-
kemanusiaanadalah satu persatuan).” 4

Lebih jauh Tjokro mengutip ayat al-Qur’an, bahwa “kita ini telah
dijadikan dari seorang-orang laki-laki dan seorang-orang perempuan” dan “bahwa
Tuhan telah memisah-misahkan kita menjadi golongan-golongan dan suku-suku,
agar supaya kita mengetahui satu sama lain”. Nabi Muhammad saw telah
bersabda, bahwa “Tuhan telah menghilangkan kecongkakan dan kesombongan di
atas asal turunan yang tinggi. Seorang Arab tidak mempunyai ketinggian atau
kebesaran yang melebihi seorang asing, melainkan barang apa yang telah yakin
bagi dia karena takut dan baktinya kepada Tuhan”. Bersabda pula Nabi Muham-
mad saw bahwa, “Allah itu hanyalah satu saja, dan asalnya sekalian manusia itu
hanyalah satu, mereka pengampunanagama hanyalah satu juga”.5
Berdasarkan firman Allah dan sabda Nabi tersebut, nyatalah, bahwa
sekalian anak Adam itu laksana anggota tubuh yang beraturan (organich lichaam),
karena mereka itu telah dijadikan dari pada satu asal. Apabila salah satu anggota
tubuh merasa sakit, maka kesakitan itu akan membuat anggota tubuh lainnya tak
nyaman. Apa yang telah diuraikan tersebut, menurut Tjokro, adalah dasar

4
Ibid., 79

5
Ibid., 80
sosialisme yang sejati, yaitu sosialisme cara Islam (bukan sosialisme cara Barat).
Dengan demikian, Islam merupakan ajaran menuju perdamaian dan keselamatan.
Tjokro menguaraikan makna Islam sebagai berikut: Islam –menurut pokok kata
“Aslama” –maknanya: mematuhi Allah dan utusanNya dan kepada pemerintahan
yang dijadikan dari pada umat Islam. (Ya ayyuhalladzina aamanu athi’ulloha
wa’athi urrosula wa ulil amri minkum).6
Islam –menurut pokok kata “Salima” –maknanya: selamat. Artinya, orang
yang sungguh-sungguh menjalankan perintahperintah agama, maka ia akan
mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Karenanya, seorang muslim harus
bertabi’at selamat. Sabda Nabi Mohammad s.a.w.: Afdhalul mukminina islaman
man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi, artinya: orang mukmin yang
paling utama keislamannya, ialah mereka yang menyelamatkan kaum muslimin
dari bicaranya (yangmenyakitkan) dan (kejahatan) tangannya.7

2. KH. Ahmad Dahlan (Yogyakarta, 1 Agustus 1868 - 23 Februari 1923)


Yogyakarta dan Muhammadiyah
Kyai Haji Ahmad Dahlan yang pada waktu kecilnya bernama Muhammad
Darwis, lahir pada tahun 1868 dari pernikahn Kyai Haji Abu Bakar dengan Siti
Aminah. KH Abu Bakar adalah seorang khatib di Masjid Agung Kesultanan
Yogyakarta, sedangkan ayah dari ibunya yaitu Siti Aminah adalah penghulu besar
di Yogyakarta.8

Dalam silsilah keturunannya terdapat nama Maulana Ibrahim, dengan


demikian dapat disimpulkan bahwsanya dalam garis keturunannya Muhammad
Darwis (KH Ahmad Dahlan) lahir dalam lingkungan keislaman yang kokoh,
mengingat peranan Maulana Malik Ibrahimsebagai salah satu dari Wali Songo
sangat besar 17 M. dalam upaya islamisasi di Pulau Jawa. KH Ahmad Dahlan

6
Ibid., 80

7
Ibid., 81

8
M. Yusron Asrofi, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya
(Yogyakarta: Yogyakarta Offset, 1983), 21
lahir dan dibesarkan dalam suatu daerah di Yogyakarta, yang dikenal dengan
nama Kampung Kauman. Nama ini berasal dari kata qaum yang mengandunga
makna pejabat keagamaan. Kampung kauman merupakan sebuah kampung yang
seperti terdapat dalam lukisan di kota Sultan Yogyakarta. Selain itu
berkembangangnya kampung ini bersamaan fungsinya dengan Masjid Agung
Kesultanan Yogyakarta.9

Sejarah mengatakan bahwasanya Yogyakarta menduduki Kerajaan


Mataram, yang mana kerajaan ini merupakan kerajaan terbesar pada zamannya,
hal ini terjadi akibat atau setelah kerajaan tersebut berada di bawah kontrol
kekuasaan atau mengalami keruntuhan.10 Dalam kesehariannya beliau mempunyai
suatu kebiasaan yang tidak hanya belajar saja, tapi disisi lain beliau juga
mempunya kebiasaan kegiatan berupa olahraga, seperti bermain sepak bola,
latihan pencak silat, adapun dalam hal ekonomi beliau disibukkan dengan
berdagang kain batik.11

Suasana kampung ini juga sangat anti dengan penjajah, hal ini tidak
memunginkan KH Ahmad Dahlan dimasa kecilnya untuk memasuki sekolah yang
dikelola oleh pemerintah jajahan. Oleh karenanya, untuk masalah
pendidikan,khususnya pendidikan agama, beliau mendapatkannya secara langsung
dari ayahnya. Setelah beranjak dewasa dan dirasa cukup memiliki pemahaman
tentang keislaman, ayahnya mengirimkannya kepada guruguru untuk
memperdalam dan menuntut ilmu pada abad ke19.12

9
Weinata Sairin, Gerakan pembaruan Muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995), 38.

10
Alfian, Muhammadiyah: The Political Behavior of a Muslim Modernist Organization
Under Dutch Kolonialism (Yogyakarta: Gajah Mada Univerity Press, 1989), 136

11
M. Yunan Yusuf, dkk. Ensiklopedi Muhammadiyah, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005), 74.

12
Ibid., 39
Pada tahun 1889 KH Ahmad Dahlan menikah dengan Siti Walidah, yang
kemudian hari terkenal dengan sebutan Nyai Dahlan. Dari pernikahannya ini
beliau dikaruniai 4 orang putri dan 2 orang putra.Walaupun KH Ahmad Dahlan
pernah menikah dengan 4 orang wanita lainnya yaitu Nyai Abdullah, Nyai Rum,
Nyai Aisyah, Nyai Solihan, namun pernikahannya dengan Siti Walidah inilah
pernikahan yang paling lama, bahkan Siti Walidah menjadi pendamping KH
Ahmad Dahlan hingga wafatnya.13 Pada tahun 1890 Muhammad Darwis
menunaikan ibadah haji ke Mekah serta memperdalam pengetahuan agama Islam.
Dalam kesempatan itu seorang gurunya yang bernama Sayyid Bakri Syatha
memberikan nama yang baru bagi Muhammad Darwis, yaitu Ahmad Dahlan,
sebagai tradisi bagi seorang yang telah berhasil menyelesaikan ibadah haji. 14

Sesudah menunaikan ibadah hajidan kembali ke Kauman Yogyakarta. Ia


membantu pekerjaan ayahnya mengajar pada pengajian anakanak, terkadang
mewakili ayahnya memberi pelajaran kepada orangorang dewasa yang usianya
lebih tua darinya. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat semakin yakin akan
kesalehan Ahmad Dahlan, sebab itu masyarakat kemudian menyebut Ahmad
Dahlan dengan sebutan Kyai. Sesudah ayahnya wafat, tahun 1890, maka Ahmad
Dahlan ditetapkan sebagai pengganti kedudukan dari ayahnya, yaitu sebagai
Khotib di Masjid Agung Kauman Yogyakarta. Penetapan ini bukan sematamata
karena alasan konvensional, tapi karena memang Ahmad Dahlan memiliki
wawasan keagamaan yang kuas yang dibutuhkan sebagai seorang Khotib.
Pelaksanaan sebagai khotib ini dimanfaatkan oleh beliau untuk menyebarluaskan
pemikirannya kepada masyarakat. Dalam perjalanan hidupnya Ahmad Dahlan
pernah juga menjadi guru agama di sekolahsekolah Kweekschool Yogyakarta dan
berbagai sekolah lainnya, sebelum ia aktif dalam gerakan Muhammadiyah.

13
Junus Salam, Riwayat Hidup KH Ahmad Dahlan (Jakarta: Depot Pengajaran
Muhammadiyah, 1982), hlm. 9.

14
M.T. Arifin, .... 79
Pada tahun 1909 ia memasuki Budi Utomo dengan maksud untuk
memberikan pelajaran agama kepada anggotanya, sehingga para anggota Budi
Utomo meyarankan untuk agar dibuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi
dan didukung oleh oleh organisasi yang permanen untuk menghindarkan nasib
kebanyakan pesantren tradisional yang tetrpaksa ditutup karena apabila kyai yang
bersangkutan wafat. Pada tahun 1903 KH Ahmad Dahlan pergi ke Mekah untuk
yang kedua kalinya dalam rangka keikutsertaannya dalam berbagai organisasi.
Disana beliau bejumpa dengan berbagai tokoh yang memberikannya pengaruh
yang sangat kuat dalam merealisasikan citacita pembaruannya. Pada tahun 1911
KH Ahmad Dahlan memasuki organisasi Sarekat Islam, disamping itu beliau juga
pernah menjadi anggota Panitia Tentara Pembela Kanjeng Nabi Muhammad,
sebuah organisasi yang didirikan di Sala untuk menghadapi golongan yang
menghina Rasulullah SAW. Penting sekali untuk dicatat bahwasanya dalam
kepergiannya yang kedua kali ke Mekah ini, Ahmad Dahlan sempat berjumpa
dengan Rasyid Rida, Tokoh pembaruan Islam dari Mesir.

Perjumapaan dan dialognya dengan Rasyid Rida ini memberikan pengaruh


yang kuat terhadap pemikiran Ahmad Dahlan. Selain pertemuannya yang sangat
bermanfaat dengan tokoh Rasyid Rida, selama bermukim KH Ahmad Dahlan
menelaah berbagai buku dan memperdalam pemikiran Muhammad Abduh serta
Ibnu Taimiyah yang dipublikasikan oleh majalah Al‘Urwatul Wustqa (Tali yang
kuat) dan AlMannar (Mercu Suar). Selama satu setengah tahun ia bermukim di
Mekah, kemudian kembali lagi ke Yogyakarta untuk menunaikan tugasnya
sebagai Khotib dan meneruskan pengkajiannya terhadap ilmu keagamaan dengan
membaca berbagai huku.

Sehingga pada akhirnya pada tanggal 18 November 1912 beliau


mendirikan organisasi yang bernama Muhammadiyah, Organisasi ini merupakan
suatu organisasi pembaruan Islam yang terbesar dan terkenal di Indonesia pada
zamannya. Bukan hanya itu, jumlah anggota organisasi ini pun justru diluar
dugaan, yakni hingga menembus mancanegara, seperti Singapura, Malaysia, dan
lainlain. Gerakan ini oleh sebagian penulis juga disebut sebagai Gerakan Modern
atau Gerakan Reformasi adalah suatu gerakan yang dilakukan untuk
menyesuiakan pahampaham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang
diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.15

Dengan upaya itu para pemimpin Islam berharap agar umat Islam dapat
terbebas dari ketertinggalannya, bahkan dapat mencapai kemajuan setaraf dengan
bangsa 28 Weinata Sairin, 10 bangsa lain. Disisi lain KH> Ahmad Dahlan juga
mendapat julukan sebagai man of action karena tidak memiliki warisan pemikiran
atau keilmuan tertulis, 29 namun dengan amal usaha yang dimiliki
Muhammadiyah saat ini, tidak sedikit pesan yang dapat diamalkan kembali oleh
Muhammadiyah. KH Ahmad Dahlan wafat pada tanggal 23 Februari 1923, 30 di
Kauman Yogyakarta, sesudah menderita sakit beberapa waktu lamanya. 31
Hingga akhir hayatnya, semangat serta dinamikanyadalam membangun umat
sangatlah kuat dan tak pernah padam sekalipun, seampaisampai ia melupakan
kondisi kesehatannya sendiri. Pada tanggal 27 Desember 1961 beliau resmi diakui
sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah pada masa Presiden Ir. Soekarno
berdasarkan Surat Keputusan No. 675 tahun 1961, karna jasanya yang sangat
besar diberbagai bidang dan upayanya untuk perkembangan Indonesia.

B. Peradaban Islam di Indonesia

Lahirnya Pondok Pesantren Modern di Indonesia

Tonggak berdirinya Pesantren di Abad 15-18 Masehi dengan


kemandirianya mampu memberi perubahan kesadaran masyarakat Nusantara akan
betapa pentingnya Agama dan Pendidikan. Dari perubahan tersebut bertujuan
untuk memberikan rasa yang mendalam untuk menyelami samudra Agama Islam
yang luas dan menjadikan Pesantren sebagai basis Kaderisasi para Ulama dari
sinilah ada istilah “Pesantren dadi Pakune Agomo”. Dalam pesantren pasti ada
Kiyai yang menjadi figur utama karena itulah mulai lunturnya figur kaum Politik

15
Gerakan pembaruan Muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995), 18.
Kolonial (tokoh yang mempunyai kekuasaan pada saat itu) dan beralih
memfigurkan para Kiayi. Kemudian berkembang secara pesat Pondok Pesantren
di abad ke 19 – 20 Masehi, berbeda dengan abad sebelumya dimana pesantren
hanya sebagai komunitas orang-orang yang ingin belajar agama tetapi di abad 19-
20 masehi Pesantren berkembang menjadi Lembaga Pendidikan yang berbasis
Islam dan kemasyarakatan, misalnya Pesantren Tegalsari Ponorogo 16, Pesantren
Jatisobo Surakarta, Pesantren Karang Banten, pesantren-pesantren tersebut adalah
Pesantren yang pernah memiliki ribuan santri dieranya.17
Pada Akhirnya madrasah-madrasah diniyah berubah statusnya menjadi
Pesantren dan sekaligus sebagai momentum pemantapan peneguhan identitas
pesantren sebagai Sub-kultur dalam masyarakat Modern.18
Dalam penjelasan sejarah Pesantren kali ini penulis ingin mengupas
sedikit pergerakan salah satu Pondok Pesantren yang sangat berpengaruh di
Nusantara yaitu Tegalsari sampai menjadi Pondok Pesantren Modern Darussalam
Gontor. Di tahun 1740-an semasa itu berdiri pesantren Tegalsari (Gontor lama),
dengan pimpinannya beliau Kiyai Cholifah dan Kiyai Sulaiman Djamaluddin 19
yang bernasab keturunan ke-4 Kerajaan Cirebon. Kiyai Sulaiman Djamaluddin
adalah menantu dari Kiyai Cholifah di Tegalsari. Pasca pernikahan dengan putri
Kiyai Cholifah beliau mempunyai anak yaitu Kiyai Santoso Anom Besari dan

16
Tegalsari (1742) adalah asal mula dari berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor
di Pondok Pesantren tersebut lahir tokoh-tokoh besar seperti sang-Pujangga besar Ronggowarsito,
Haji Oemar Said Cokroaminoto sang Pendiri Sarekat Islam(Lihat: Trimurti menelusuri Jejak,
Sintesa dan Genealogi Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, hal 36)
17
Mastuki dan M. Ishom El-saha, Inteelektualitas Pesantren Potret Toko dan Cakrawala
Pemikiran di Era Perkembangan Pesantren, (Diva Pustaka, Jakarta: 2004), 1

18
Ibid, 7
19
Beliau adalah ketururan dari Sunan Gunung Jati yang merupakan cucu Prabu Siliwangi
dan menikah dengan putri dari Kiyai Cholifah dan mempunyai anak yaitu Kiyai Santoso Anom
Besari. Lalu Kiayi Anom menikah dengan Bu Nyai Sudarmi Santoso Anom Besari dari pasangan
tersebut lahirlah 7 anak yang 3 diantaranya adalah Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor
(Trimurti). (Lihat: Trimurti menelusuri Jejak, Sintesa dan Genealogi Berdirinya Pondok Modern
Darussalam Gontor, hal 45-46)
Kiyai Anom menikah dengan Nyai Sudarmi Anom Besari kemudian lahirlah
Trimurti pendiri PMDG.20
Pada 12 Rabiul Awwal 1345 H/1926 M lahirlah Pondok Pesantren Modern
Darussalam Gontor, Ponorogo. Dengan tekad 3 saudara Ahmad Sahal, Zainuddin
Fananie, dan Imam Zarkasyi21, hingga saat ini PMDG telah memberikan peran
yang sangat signifikan dalam memperjuangkan Islam dan NKRI, dimasa sekarang
dibawah Pimpinan Kiayi Hasan Abdullah Sahal, Kiayi Abdullah Syukri Zarkasyi
dan Syamsul Hadi Abdan sudah melambung tinggi sebagai “Kawah
Condrodimuko” yang melahirkan Alumni - alumni yang militan dan tangguh
dalam bergerak di masyarakat Indonesia khususnya.
Lalu mengapa PMDG sangat gemilang dalam memberikan kontribusi yang
tak terhitung untuk bangsa ini?, Apa orientasi utama dalam Pendidikannya dengan
melahirkan para Alumninya yang sangat berperan dalam masyarakat bawah
menengah bahkan di kancah Parlementer (Pemerintahan). Pembahasan
selanjutnya akan mengupas Orientasi Utama dalam pendidikan Pesantren.
Orientasi Utama dalam Pendidikan Pesantren, Rasanya sangat kurang
jika menyelami samudra pendidikan di Indonesia tanpa membahas Pondok
Pesantren sitem pendidikan warisan para Ulama terdahulu yang luhur nilai-nilai
“adab”nya. Seiring waktu berjalan dengan perjuangan para Syuhada, Pondok
Pesantren muncul sebagai Sistem Pendidikan yang menjadi gerakan kebangkitan
Moral, Ahklaq dan Adab dikala carut marut Dunia ini. Lalu apakah itu definisi
Pondok Pesantren secara garis umum. Marilah memulai perbincangan ini dengan
sepenuh hati.
Dilihat dari sejarah, pesantren muncul sebagai mediator dakwah dan
modernisasi islam di Indonesia dalam arti yang sangat luas,salah satunya adalah
sebagai benteng perlawanan Kolonial.Pesantren adalah lembaga pendidikan
berasal dari masyarakat dan dikelola oleh masyarakat kemudian berkiprah untuk

20
Muhammad Hussein Sanusi dkk, Trimurti menelusuri Jejak, Sintesa dan Genealogi
Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, (Ettifaq Production, Bantul: 2016),
21
Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah 1 Mahakarya Perjuangan Santri dalam
menegakkan NKRI,( Surya Dinasti, Bandung: 2015), 479-450
masyarakat.Dimana didalamnya terdapat kyai yang berperan sebagai figur utama
dan uswah hasanah bagi muridnya (santri).22
Hal-hal yang unik dalam pesantren dengan pendidikan lainnya adalah
terdapat pendidikan karakter mental, pendidikan jiwa, falsafah
hidup,kemasyarakatan dan penyatuan antara materi umum dan materi Agama
semuanya diajarkan secara seimbang meskipun banyak kekurangannya.23
Dalam sebuah pendidikan diharuskan ada Orientasi atau pandangan utama
agar berjalan sesuai cita-cita yang diinginkan, di Pondok Pesantren Modern
Darussalam Gontor ada empat Orientasi utama dalam memfokuskan arah pondok
akan lari kemana diantaranya sebagai berikut.
Pertama, Kemasyarakatan yaitu segala totalitas kehidupan yang ada dalam
pondok pesantren berbasis sosial interaktif (kemajemukan yang saling
berkomunikasi), dengan harapan ketika dimasyarakat kelak santri-santri tidak
canggung dalam memainkan perannya sebagai pengembali “Adab” dengan
wasilah seperti menjadi Guru mengaji di Surau kecil, menjadi Imam di Masjid
terdekat, menjadi Guru di Sekolah berbasis Islam maupun di sekolahan
umum.Kedua, Hidup Sederhana, sederhana bukan berarti miskin, dan tidak berarti
mendidik atau mengajarkan miskin, makna sederhana adalah penghidupan yang
cukup, bersih, dan jujur. Sebaliknya hidup mewah tetapi kurang bersyukur tidak
bersih dalam kehidupannya. Dengan tegas Kiyai Imam Zarkasyi menyampaikan
dengan bahasa yang indah: “Biasakanlah hidup sederhana, niscaya kita akan
hidup bahagia, dan dapat mengahadapi masa depan dengan kepala tegak, tidak
ada rasa cemas atau takut.” (Disampaikan dalam Seminar Pondok Modern
seluruh Indonesia di Yogyakarta, pada tanggal 4-7 july 1965). Maka dari
penyampain beliau dapat diresapi bahwa kesederhaan adalah sifat wajib bagi
santri agar hidupnya tenang dan tentram ketika mengabdi di masyarakat.Ketiga,
Tidak berpartai, Pelajaran dan Pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor

22
Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok Modern Gontor,
(Trimurti Press, Ponorogo: 2005) 31-32
23
Ibid, 33-34
sama sekali tidak ada hubungannya dengan suatu golongan atau partai, dengan
motto “Pondok berdiri diatas dan untuk semua golongan”, untuk semua golongan
bukan berarti tanpa prinsip yang kuat, melainkan harapanya jika santri sudah
menjadi Alumni mampu menjadi Perekat Umat bukan pemecah Umat.Keempat
adalah Tujuan utama santri ke Pondok adalah untuk “Tholabul-l-ilmi” bukan
menjadi Pegawai,24 dapat diresapi perkataan Kiyai Imam Zarkasyi bahwasanya
santri datang ke pondok bukan memikirkan setelah lulus akan menjadi apa, dapat
pekerjaan apa dll dalam urusan dunia, tetapi memasuki Pondok secara “Kaffah”
dengan niat menuntut Ilmu lillahi ta’ala, pasti akan diarahkan oleh jalan Allah
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak jika sungguh-sungguh dalammenuntut
Ilmu. Tidak seperti pemikiran di zaman sekarang sekolah hanya untuk menggapai
pekerjaan yang diingankan tanpa memulai niat dengan Tholabul-l-Ilmi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pergolakan Politik Islam di Indonesi sangatlah dinamis dan fasenya


berjenjang terus menerus dan kesemaangatan para Mujahidin Islam di Indonesia
tidak pernah padam dalam segi Politik, Gerakan, dan Pendidikan terus diupayakan
untuk menjaga Islam dan mejunjung tinggi kalimat Allah dan Muhammad
Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam. Wallahu ‘Alam Bishowwab.

B. Saran

Dalam pembahasan ini sangatlah sempit dan masih banyak kekurangan,


maka pemakalah memohon dalam penyajian makalah ini jika kurang berkenan
dan kurang lengkap. Semoga bernmanfaat.

24
K.H. Imam Zarkasyi, Diktat dalam Perkenalan di Kulliyatu Muallimin Al-Islamiyah
sejak tahun 1939, ( Darussalam Press, Ponorogo, Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor),
15-20
DAFTAR PUSTAKA

Tsani Iskandar, Transformasi Pemikiran Politik di Indonesia, IAIN Kediri


Press: 2009, Kediri

K.H. Imam Zarkasyi, Diktat dalam Perkenalan di Kulliyatu Muallimin Al-


Islamiyah sejak tahun 1939, Darussalam Press, Ponorogo, Pondok Pesantren
Modern Darussalam Gontor

Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren Pengalaman Pondok


Modern Gontor, Trimurti Press, Ponorogo: 2005

Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah 1 Mahakarya Perjuangan


Santri dalam menegakkan NKRI, Surya Dinasti, Bandung: 2015

Muhammad Hussein Sanusi dkk, Trimurti menelusuri Jejak, Sintesa dan


Genealogi Berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, Ettifaq Production,
Bantul: 2016

Mastuki dan M. Ishom El-saha, Inteelektualitas Pesantren Potret Toko


dan Cakrawala Pemikiran di Era Perkembangan Pesantren, Diva Pustaka,
Jakarta: 2004

Gerakan pembaruan Muhammadiyah Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,


1995

Junus Salam, Riwayat Hidup KH Ahmad Dahlan Jakarta: Depot


Pengajaran Muhammadiyah, 1982

M. Yunan Yusuf, dkk. Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2005
Herdi Sahrasad & Al Chaidar, Satu Guru, Tiga Ideologi Pergulatan
Ideologi HOS Tjokroaminoto dan Tiga Muridnya: Soekarno, Musso dan
Kartosoewirjo, Freedom Foundation-CSS-UI, Jakarta: 2017

Anda mungkin juga menyukai