Anda di halaman 1dari 6

100 Tahun Indonesia: Menuju Generasi Emas yang Sehat Mental

Oleh : Alphindo Muhamad Firdaus Winasis

Kesehatan manusia meliputi kesehatan jiwa dan kesehatan raga atau fisik.
Kedua kesehatan tersebut sangat penting bagi manusia dan harus selalu dijaga.
Namun terkadang manusia hanya menjaga kesehatan raga, dan lupa menjaga
kesehatan jiwa atau kesehatan mentalnya.

Bangsa Indonesia akan menuju kebangkitan kedua, yaitu 100 tahun


Indonesia merdeka pada tahun 2045. Inilah yang melatarbelakangi kebangkitan
generasi emas. Saat ini merupakan waktu yang tepat bagi berbagai bidang
termasuk bidang kesehatan untuk menciptakan generasi emas Indonesia. Ini
adalah momentum yang sangat tepat bagi pemerintah, dan tenaga kesehatan untuk
menata dengan sebaik-baiknya sistem kesehatan di Indonesia, termasuk kesehatan
mental.

Kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam


mewujudkan kesehatan secar menyeluruh. Kesehatan mental merupakan hal
penting yang harus diperhatikan selayaknya pada kesehatan fisik. Kesehatan
mental merupakan komponen mendasar dari definisi kesehatan. Kesehatan jiwa
atau kesehatan mental yang baik memungkinkan individu untuk menyadari
potensi -potensi yang dimilikinya, dapat mengatasi tekanan dalam kehidupan,
beraktivitas secara produktif, bersosialisasi atau bermasyarakat.

Gangguan kesehatan mental tidak bisa dianggap remeh, karena saa ini,
perkiraan jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah sekitar 450 juta jiwa
termasuk skizofrenia (WHO, 2017). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskedas) menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 per
mil, yang artinya 1-2 orang dari 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan
jiwa (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Setiap tahun terjadi peningkatan pada
penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia dan di dunia.

Dengan meningkatnya angka penderita gangguan mental setiap tahunnya


maka seharusnya perawatan atau pengobatan yang ditawarkan juga semakin
beragam, namun sayangnya hal ini tidak berlaku di negara Indonesia dimana
penderita gangguan kesehatan mental masih dianggap sebagai sesuatu yang aneh
dan penderitanya harus dikucilkan. Berbagai stigma diberikan pada penderita
gangguan kesehatan mental sehingga untuk keluarga penderitapun lebih memilih
menutupi kondisi anggota keluarganya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan atau pemahaman masyarakat tentang kesehatan mental.

Hal ini sangat disayangkan mengingat di zaman sekarang ini masyarakat


diberikan berbagai opsi untuk pengobatan penderita gangguan kesehatan mental
namun lebih memilih untuk berobat ke dukun atau orang pintar karena masih
beranggapan bahwa orang dengan penderita gangguan jiwa atau mental itu
dikarenakan adanya gangguan makhluk halus atau sebagainya. Oleh karena itu,
sudah seharusnya masyarakat diedukasi tentang kesehatan mental, dan bagaimana
cara penanganannya, agar penderita dapat diminimalisir kondisi buruk mentalnya
dan masyarakat akan menghilangkan pandangan-pandangan yang tidak sesuai
terhadap para penderita gangguan kesehatan mental. Hal ini juga dilakukan untuk
mewujudkan generasi emas Indonesia tahun 2045 yang sehat mental.

Definisi kesehatan mental menurut WHO (2013) adalah kondisi


kesejahteraan (well-being) seorang individu yang menyadari kemampuannya
sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara
produktif dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Di Indonesia
sendiri, berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa,
kesehatan jiwa didefinisikan sebagai kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Mayoritas masyarakat Indonesia kalau mendengar kata gangguan mental,


yang muncul di pemikirannya adalah orang gila atau orang dengan penderita
gangguan jiwa. Gangguan kesehatan mental terdiri dari berbagai masalah, dan
dengan berbagai gejala. Namun, mereka umumnya dicirikan oleh beberapa
kombinasi abnormal pada pikiran, emosi, perilaku dan hubungan dengan orang
lain. Contohnya adalah skizofrenia, depresi, cacat intelektual dan gangguan karena
penyalahgunaan narkoba, gangguan afektif bipolar, demensia, cacat intelektual
dan gangguan perkembangan termasuk autism (WHO, 2017).

Di negara kita ini masih banyak orang – orang yang salah dalam
menangani orang yang menderita gangguan jiwa, khususnya gangguan jiwa berat,
penanganannya seperti pemasungan serta perlakuan salah lainnya. Gangguan jiwa
berat yang biasa diberlakukan pemasungan adalah orang dengan gangguan jiwa,
seperti halnya yang terjadi didaerah penulis. Proporsi rumah tangga yang pernah
memasung anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3%,
terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%) serta pada kelompok
kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%) (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Tindakan – tindakan seperti ini merupakan salah satu pelanggaran hak


asasi manusia. Hal ini masih terjadi karena pengobatan dan akses ke pelayanan
kesehatan yang belum memadai, seperti halnya pada penelitian di Surabaya
disebutkan bahwa keluarga mengalami hambatan ke pelayanan kesehatan mental
(Tristiana., dkk, 2018). Selain itu juga karena kurangnya pemahaman masyarakat
Indonesia tentang gangguan kesehatan mental, dan juga stigma yang buruk pada
penderita gangguan kesehatan mental.

Konsep upaya kesehatan mental di Indonesia yaitu kegiatan untuk


mewujudkan derajat kesehatan mental yang optimal bagi setiap individu, keluarga
dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, dan kuratif, yang
diselenggarakan secara menyeluruh oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah
hingga masyarakat itu sendiri. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi penderita
gangguan jiwa atau gangguan kesehatan mental, dan dapat mewujudkan generasi
emas pada tahun 2045.

Upaya promotif dilaksanakan di lingkungan keluarga, lembaga


pendidikan, tempat kerja, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, media massa,
lembaga keagamaan dan tempat ibadah, serta lembaga pemasyarakatan dan rumah
tahanan. Upaya ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi
didalam bidang tersebut, seperti psikolog, dan tenaga kesehatan lainnya. Contoh
upaya ini dengan membuat sebuah edukasi tentang kesehatan mental.
Upaya preventif pada kesehatan mental bertujuan untuk mencegah
terjadinya masalah kesehatan mental, mengurangi faktor risiko akibat gangguan
kesehatan mental pada masyarakat, dan mencegah timbulnya dampak masalah
psikososial di masyarakat. Upaya preventif ini dilakukan dengan berbagai cara
seperti dilakukannya sebuah kegiatan, yaitu gerakan sehat mental, dimana
didalam gerakan tersebut berisi berbagai macam informasi tentang kesehatan
mental, penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental, jenis-jenis gangguan
kesehatan mental, dan bagaimana cara penanganannya.

Upaya kuratif dilaksanakan melalui kegiatan pemberian pelayanan


kesehatan terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang mencakup proses
diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi secara
wajar di lingkungan keluarga, lembaga dan masyarakat. Tujuan upaya kuratif
berdasarkan UU Nomer 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa adalah untuk
penyembuhan dan pemulihan, pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas,
dan pengendalian gejala penyakit. Kegiatan penatalaksanaan kondisi kejiwaan
pada ODGJ dilaksanakan di fasilitas pelayanan bidang kesehatan jiwa.

Setiap negara, termasuk negara Indonesia dituntut agar memiliki kepekaan


dan memprioritaskan kesehatan mental. Selain itu juga perlu adanya peraturan
tentang kesehatan mental yang dapat meningkatkan akses melalui pendanaan
layanan kesehatan mental yang setara dengan layanan kesehatan fisik, atau dengan
menetapkan bahwa layanan perlu disediakan melalui rumah sakit umum, maupun
puskesmas. Contohnya seperti UU Nomer 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa.

Dari uraian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masih


terdapat banyak orang yang menderita gangguan mental di masyarakat di
Indonesia. Hingga saat ini, orang dengan gangguan jiwa berat di Indonesia masih
mengalami penanganan serta perlakuan yang salah. Hal ini terjadi karena adanya
stigma yang keliru, kurang pemahaman mengenai kesehatan mental sehingga
perlu intervensi pendekatan kesehatan masyarakat. Program pencegahan atau
upaya preventif lebih cost-effective untuk menurunkan risiko gangguan kesehatan
mental, terutama untuk hasil jangka panjang. Program-program tersebut
menggunakan berbagi macam pendekatan seperti pendekatan promotif, preventif,
dan kuratif. Rekomendasi bagi Pemerintah agar melakukan upaya
penanggulangan yang menyeluruh, dimulai dengan adanya peraturan kebijakan
yang menjadi dasar dukungan pendanaan dan akses ke pelayanan kesehatan
mental serta didukung pendekatan berbasis komunitas. Sehingga nantinya pada
tahun 2045 dapat mewujudkan generasi emas Indonesia yang sehat mental.

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan, Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013, Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta

Tristiana RD, Yusuf A, Fitryasari R, Wahyuni SD, Nihayati HE 2018, ‘Perceived


barriers on mental health services by the family of patients with mental
illness’, International Journal of Nursing Sciences, 5(1): 63-7.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa,  07 Agustus 2014,


Lembaran Negara No. 185, Jakarta.

WHO 2013, Mental Health Action Plan 2013 – 2020, Geneva, World Health
Organization

WHO 2017, Mental disorders fact sheets, World Health Organization,


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/ Diakses pada
tanggal 23 November 2020
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai