Anda di halaman 1dari 8

JAWABAN NO.

1. Aspek Yuridis dan politis


Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang
berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan
Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/di tetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila -sila Pancasila yang
tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis
berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai
Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah,
kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat. 
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, digunakan
sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pasal 39 ayat (2) menyebutkan, bahwa
isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) Pendidikan
Pancasila, (b) Pendidikan Agama, (c) Pendidikan Kewarganegaraan. Didalam
operasionalnya, ketiga mata kuliah wajib dari kurikulum tersebut, dijadikan bagian dari
kurikulum berlaku secara nasional.
Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1999, Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 1990 menetapkan status pendidikan Pancasila
dalam kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi
dan bersifat nasional. Silabus pendidikan pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun
1999, telah banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
yang berlaku dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang berlangsung cepat, serta
kebutuhan untuk mengantisipasi tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat
pesat disertai dengan pola kehidupan mengglobal. Perubahan dari silabus pancasila
adalah dengan keluarnya keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Nomor:
265/Dikti/Kep/2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti mata kuliah pengembangan
kepribadian pendidikan pancasila pada perguruan tinggi Indonesia. Dalam kepurusan ini
dinyatakan, bahwa mata kuliah pendidikan pancasila yang mencakup unsur filsafat
pancasila, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok
mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) pada susunan kurikulum inti perguruan
tinggi di Indonesia mata kuliah pendidikan pancasila adalah mata kuliah wajib untuk
diambil oleh setiap mahasiswa pada perguruan tinggi untuk program diploma/politeknik
dan program sarjana. Pendidikan pancasila dirancang dengan maksud untuk memberikan
pengertian kepada mahasiswa tentang pancasila sebagai filsafat atau tata nilai bangsa,
dasar negara, dan ideologi nasional dengan segala implikasinya. 

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.


22/UU/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan penilaian
hasil belajar mahasiswa, telah ditetapkan bahwa pendidikan agama, pendidikan pancasila,
dan kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi. Oleh karena
itu, untuk melaksanakan ketentuan di atas, maka Direktur Jendral Pendidikan Tinggi
Depdiknas mengeluarkan Surat Keputusan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
perguruan tinggi. Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan, maka,
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi mengeluarkan surat keputusan No.
43/Dikti/Kep./2006 tentang kampus-kampus pelaksanaan kelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian di perguruan tinggi, SK ini adalah penyempurnaan dari SK
yang lalu. 

Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi 


Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat
tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji,
menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara
dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik
Indonesia. 
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk
mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada
merupakan rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan
nasional yang diamanatkan Undang -Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi pun merupakan bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Aspek Sosiologis 

Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila
karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil,
formal, dan fungsional) yang ada dalam mas yarakat Ind onesia. Kenyataan objektif ini
menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada
nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-
undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat,
kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama,
ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa
diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada
upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-
nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu
kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan
upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya
hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. 

Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu


Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi
untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan
khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai
Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpadu. 
3. Aspek sejarah
 Zaman Orde Lama
Pada masa Orde Lama misalnya, Pancasila menjadi ideologi murni . Pancasila lebih
banyak berada dalam ranah idealisasi. Artinya pemikiran Pancasila lebih ke ide, gagasan,
konsep yang dijadikan pegangan seluruh aspek kehidupan Pancasila seakan-akan ada di
awan – awan karena hanya berupa dogma yang sulit diterjemahkan.

 Pelanggaran pada orde lama :


1. Penyimpangan ideologis, konsepsi Pancasila berubah menjadi NASAKOM
(nasionalis, agama, komunis)
Pada masa demokrasi terpimping pemerintah mengambil langkah
untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama
dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa. Selain
NASAKOM pemerintah juga membentuk RESOPIM (Revolusi,
Sosialisme Indonesia dan Pimpinan Nasional. RESOPIM untuk
memperkuat kedudukan Presiden Soekarno. Ajaran RESOPIM
diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke-16.

2. Kaburnya politik luar negeri yang bebas aktif menjadi "politik poros-
porosan" (mengakibatkan indonesia keluar dari PBB)
Landasan operasional dari politik luar negeri indonesia yang bebas
aktif sebagaian besar dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato
Presiden Soekarno, yang tertuang pada Maklumat Politik pemerintah
tanggal 1 November 1945, yang diantaranya memuat hal-hal sebagai
berikut:
1.      Politik damain dan hidup berdampingan secara damai;
2.      politik tidak campur tangan dalam negeri negara lain;
3.      politik bertetangga baik dan kerjasama dengan semua negara
dibidang ekonomi, politk dan lain-lain;
4.      politik berdasarkan piangam PBB
 Zaman Orde Baru
Pada zaman ini bangsa Indonesia masih bisa mempertahankan Pancasila sebagai dasar
negara karena Pancasila dianggap sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Tetapi
lebih jauh dipertandingkan dan digunakan untuk menekan perbedaan. Ia menjadi alat
represi ideologi politik dan memberangus lawan politik di pentas publik. Skrining
ideologi mulai dari partai politik, organisasi massa, hingga ke urusan pribadi menjadi
fenomena yang mencolok selama kekuasaan Orde Baru, terlebih lagi setelah pada tahun
1978 Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan ketetapan tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Tetapi sebagian masyarakat Indonesia telah menyalahgunakan nilai-nilai Pancasila dan
terjadilah KKN. Sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis terutama dibidang
ekonomi.
Dan juga Pada masa Orde Baru penguasa menjadikan Pancasila sebagai Ideologi politik,
hal ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan
keharusan elemen masyarakat (orpol dan kemasyarakatan serta seluruh sendi kehidupan
masyarakat ) yang harus berasaskan Pancasila.
Berbeda dengan saat era orde baru yang didominasi karismatik Bung Karno. Pada era
orde Baru Pancasila harus diterima masyarakat melalui indomtrinasi dan pemaksaan
dalam sistem pendidikan nasional yang membuat Pancasila melekat erat dalam kehidupan
bangsa.
Era orde baru itu pemerintah menggunakan Pancasila sebagai “alat” untuk melegitimasi
berbagai produk kebijakan. Dengan berjalannya waktu muncul persoalan yaitu
infrastruktur politik terlalu larut dalam mengaktualisasi nilai dasar, sehingga mulai
muncul wacana adanya berbagai kesenjangan di tengah masyarakat .
Kondisi ini ditambah dengan bergulirnya globalisasi yang menjadikan tidak adanya lagi
sekat-sekat pemisah antarnegara sehingga pembahasan dan wacana yang mengaitkan
Pancasila dengan ideologi atau pemahaman liberalisasi, kapitalisasi dan sosialisasi tak
terelakkan lagi. Dibandingkan dengan ideologi liberal misalnya maka pemecahan
persoalan yang terjadi akan mudah karena ideologi liberal mempunyai konsep jelas
( kebebasan di bidang ekonomi, ketatanegaraan, agama) demikian juga jika ideologi
sosialis (komunis) menjawab persoalan pasti rumusnya juga jelas yaitu dengan pemusatan
pengaturan untuk kepentingan kebersamaan. Pada pertengahan Orba mulai banyak
wacana yang menginginkan agar Pancasila nampak dalam kehidupan nyata, konkret,
tidak angan-angan semata ( utopia ). Itu berarti Pancasila menjadi ideologi praktis.
Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan
penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.
Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan
dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen
politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi
ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai
trauma sejarah yang harus dilupakan.

 Zaman Orde Reformasi


Eksistensi pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang
substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung dengan
baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya.
Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami makna
sesungguhnya.
Pada masa reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi.Yaitu Pancasila harus selalu di
interprestasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterprestasikannya harus relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau sesuai
dengan kenyataan pada zaman saat itu.
Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak masalah
sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasi
pun dipertanyakan. Pancasila di masa reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di
masa orde lama dan orde baru. Karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya
Pancasila dijadikan ideologi masih kerap terjadi. Pancasila seakan tidak memiliki
kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti
pada masa lalu.Pancasila banyak diselewengkan dianggap sebagai bagian dari
pengalaman buruk di masa lalu dan bahkan ikut disalahkan dan menjadi sebab
kehancuran.
Pancasila pada masa reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa orde
baru dan orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu adalah
KKN yang merupakan masalah yang sangat besar dan sulit untuk di tuntaskan. Pada masa
ini korupsi benar-benar merajalela. Para pejabat negara yang melakukan korupsi sudah
tidak malu lagi. Mereka justru merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari
gedung KPK dengan melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru
terkenal. Selain KKN, globalisasi menjadi racun bagi bangsa Indonesia Karen semakin
lama ideologI Pancasila tergerus oleh ideologI liberal dan kapitalis. Apalagi tantangan
pada masa ini bersifat terbuka, lebih bebas, dan nyata.
dan terjadi penyimpangan Etika pada masa Reformasi seperti berikut :
1. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi tanpa memperhatikan kerelevannya.
2. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna
meraih kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi
perbenturan kepentingan politik.
3. Pemerintah kurang konsisten dalam menegakkan hukum.
4. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan yang ditandai dengan adanya konflik di
beberapa daerah.
5. Pergantian presiden secara singkat di era reformasi.

JAWABAN NO. 2

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu pengetahuan, menciptakan,


perimbanganantara rasional dan irrasional antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila
pertamaini iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi
juga mempertimbangkan maksud dan akibatnya kepada kerugian dan keuntungan manusia dan
sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan pelstarian. Sila pertama menempatkan menusia si alam
semesta bukan sebagai sentral melainkan sebagai bagian yang sistematika dari alam yang
diolahnya.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasr moralitas bahwa manusia
dalam mengembangkan iptek haruslah secara beradab. Iptek adalah bagian dari proses budaya
manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu, pembangunan iptek harus berdasarkan
kepada usaha-usaha mencapai kesejahteraan umat manusia. Iptek harus dapat diabadikan untuk
peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang
angkuh dan sombong akibat dari penggunaan iptek.

Sila persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek persatuan dan
kesatuan abngsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan pesahabatan antar daerah di
berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari factor kemajuan iptek. Oleh sebab itu, iptek harus
dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya
dapat dikembangkan dalam hubungan manusia Indonesia dengan masyarakat internasional.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan


perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Artinya, setiap ilmuwan
haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek. Selain itu dalam pengembangan
iptek setiap ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus
memilki sikap yang tebuka artinya terbuka untuk dikritik/dikajiulang maupun dibandingkan
dengan penemuan teori lainnya.

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengimplementasikan pengembangan


iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu
keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya,
manusia dengan manusia lain, manusia dengan msyarakat bangsa dan negara serta manusia
dengan alam lingkungannya. (T. Jacob, 1986).

Anda mungkin juga menyukai