Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila
karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil,
formal, dan fungsional) yang ada dalam mas yarakat Ind onesia. Kenyataan objektif ini
menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada
nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-
undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat,
kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana agama,
ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa
diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada
upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka nilai-
nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan kembali. Begitu
kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan
upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya
hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
2. Kaburnya politik luar negeri yang bebas aktif menjadi "politik poros-
porosan" (mengakibatkan indonesia keluar dari PBB)
Landasan operasional dari politik luar negeri indonesia yang bebas
aktif sebagaian besar dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato
Presiden Soekarno, yang tertuang pada Maklumat Politik pemerintah
tanggal 1 November 1945, yang diantaranya memuat hal-hal sebagai
berikut:
1. Politik damain dan hidup berdampingan secara damai;
2. politik tidak campur tangan dalam negeri negara lain;
3. politik bertetangga baik dan kerjasama dengan semua negara
dibidang ekonomi, politk dan lain-lain;
4. politik berdasarkan piangam PBB
Zaman Orde Baru
Pada zaman ini bangsa Indonesia masih bisa mempertahankan Pancasila sebagai dasar
negara karena Pancasila dianggap sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Tetapi
lebih jauh dipertandingkan dan digunakan untuk menekan perbedaan. Ia menjadi alat
represi ideologi politik dan memberangus lawan politik di pentas publik. Skrining
ideologi mulai dari partai politik, organisasi massa, hingga ke urusan pribadi menjadi
fenomena yang mencolok selama kekuasaan Orde Baru, terlebih lagi setelah pada tahun
1978 Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan ketetapan tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Tetapi sebagian masyarakat Indonesia telah menyalahgunakan nilai-nilai Pancasila dan
terjadilah KKN. Sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis terutama dibidang
ekonomi.
Dan juga Pada masa Orde Baru penguasa menjadikan Pancasila sebagai Ideologi politik,
hal ini bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan
keharusan elemen masyarakat (orpol dan kemasyarakatan serta seluruh sendi kehidupan
masyarakat ) yang harus berasaskan Pancasila.
Berbeda dengan saat era orde baru yang didominasi karismatik Bung Karno. Pada era
orde Baru Pancasila harus diterima masyarakat melalui indomtrinasi dan pemaksaan
dalam sistem pendidikan nasional yang membuat Pancasila melekat erat dalam kehidupan
bangsa.
Era orde baru itu pemerintah menggunakan Pancasila sebagai “alat” untuk melegitimasi
berbagai produk kebijakan. Dengan berjalannya waktu muncul persoalan yaitu
infrastruktur politik terlalu larut dalam mengaktualisasi nilai dasar, sehingga mulai
muncul wacana adanya berbagai kesenjangan di tengah masyarakat .
Kondisi ini ditambah dengan bergulirnya globalisasi yang menjadikan tidak adanya lagi
sekat-sekat pemisah antarnegara sehingga pembahasan dan wacana yang mengaitkan
Pancasila dengan ideologi atau pemahaman liberalisasi, kapitalisasi dan sosialisasi tak
terelakkan lagi. Dibandingkan dengan ideologi liberal misalnya maka pemecahan
persoalan yang terjadi akan mudah karena ideologi liberal mempunyai konsep jelas
( kebebasan di bidang ekonomi, ketatanegaraan, agama) demikian juga jika ideologi
sosialis (komunis) menjawab persoalan pasti rumusnya juga jelas yaitu dengan pemusatan
pengaturan untuk kepentingan kebersamaan. Pada pertengahan Orba mulai banyak
wacana yang menginginkan agar Pancasila nampak dalam kehidupan nyata, konkret,
tidak angan-angan semata ( utopia ). Itu berarti Pancasila menjadi ideologi praktis.
Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan
penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.
Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan
dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen
politik rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi
ornamen sistem politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai
trauma sejarah yang harus dilupakan.
JAWABAN NO. 2
Sila persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa
nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek persatuan dan
kesatuan abngsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan pesahabatan antar daerah di
berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari factor kemajuan iptek. Oleh sebab itu, iptek harus
dapat dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan selanjutnya
dapat dikembangkan dalam hubungan manusia Indonesia dengan masyarakat internasional.