Anda di halaman 1dari 24

ANALISA HUKUM TENTANG KONTRAK JASA KONSTRUKSI

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penulisan Skripsi Jenjang Strata Satu (S1)
Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Tadulako

Disusun Oleh:
AYUANDANI
D101 18 127

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ayuandani
Stambuk : D101 18 127
Bagian : Hukum Perdata
Judul : Analisa Hukum Tentang Kontrak Jasa Konstruksi Menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017

Palu, 2021
Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Diseminarkan Pada Seminar Proposal.

PEMBIMBING:
Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Nurul Miqat, S.H., M.Kn. Ratu Ratna Korompot, S.H., M.Hum.
NIP. 197812052005012002 NIP. 197408252008012012

Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Tadulako

Dr. H. Sulbadana, S.H., M.H.


NIP. 19620505 198803 1 002
i

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
D. Kegunaan Penelitian ................................................................... 3
E. Metode Penelitian ....................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Kontrak Konstruksi ................................................... 7
B. Pihak-pihak dalam Kontrak Jasa Konstruksi .............................. 8
C. Prinsip Dasar Berkontrak ............................................................ 8
D. Pengertian Tenaga Kerja ............................................................. 14
E. Hak-hak Tenaga Kerja pada Perusahaan .................................... 15
F. Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi ........................................... 18
DAFTAR RUJUKAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi


memuat beberapa materi yang mengubah, menambah dan
menyempurnakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi, antara lain: cakupan Jasa Konstruksi,
kualifikasi usaha Jasa Konstruksi, pengembangan layanan usaha Jasa
Konstruksi, pembagian tanggung jawab dan kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penguatan Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi, pengaturan tenaga kerja konstruksi yang komprehensif baik
tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing, dibentuknya sistem
informasi Jasa Konstruksi yang terintegrasi, dan perubahan paradigma
kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi
dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta penghapusan ketentuan
pidana dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek
keperdataan dalam hal terjadinya sengketa antar para pihak. 1 Dari segi isi
dan kandungan makna. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang

Jasa Konstruksi ini lebih komprehensif dan luas dibandingkan


UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.

Meski demikian masih terdapat hal yang tidak sejalan antara


peraturan dalam ayat di Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang

1 Penjelasan Umum Paragraf 5, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

1
Jasa Konstruksi dengan fakta yang terjadi di lapangan. Seperti pengaturan
mengenai cakupan kontrak kerja konstruksi dalam pasal 47 ayat 1 huruf e
yang berbunyi : “penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat
kewajiban mempekerjakan tenaga kerja konstruksi bersertifikat”.
Sedangkan Keberadaan dan eksistensi tenaga kerja yang tidak
bersertifikat pada proyek konstruksi sangat nyata. Bahkan lebih dari
delapan puluh persen tenaga kerja konstruksi yang ada di indonesia
didominasi oleh pekerja yang tidak bersertifikat. Data yang didapat dari
Badan Pusat Statistik (BPS, 2018) diketahui bahwa tenaga kerja
konstruksi yang ada di Indonsia saat ini berjumlah 8,3 juta. Dari jumlah
tersebut, tenaga kerja bersertifikat hanya sebesar 7,4% saja, sedangkan
tenaga kerja tidak bersertifikat sebesar 92,6% (data LPJKN, Januari
2019).2

Ironisnya lagi dari 106 pasal yang ada pada Undang-Undang


Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi tidak ada satupun pasal
yang secara spesifik membahas mengenai tenaga kerja yang tidak
bersertifikat. Keadaan seperti ini sangat rancu dan dilematis bagi industri
konstruksi. Disatu sisi keterbatasan tenaga kerja yang memiliki sertifikat,
disisi lain industri konstruksi ini tetap berjalan bahkan sangat dinamis
baik dengan tersedianya tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat
maupun tidak. Dinamisnya industri konstruksi ini akhirnya memaksa
penggunaan tenaga kerja konstruksi yang tidak bersertifikasi menjadi
sebuah keadaan yang tidak dapat dipungkiri.

2 Amri Gunasti,” PENERAPAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PADA TENAGA


KERJA KONSTRUKSI YANG TIDAK BERSERTIFIKAT”: Jurnal Inovasi Penelitian Vol.1 No.5
Oktober 2020, hlm 1

2
B . Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut :

Apakah Tenaga Kerja Konstruksi Yang Tidak Bersertifikat


Dilindungi Oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang
Jasa Konstruksi ?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk Mengetahui Apakah Tenaga Kerja Konstruksi Yang Tidak


Bersertifikat Dilindungi Oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 Tentang Jasa Konstruksi.

D. Kegunaan penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan yang bersifat teoritis :


a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, dan
memperkaya pengetahuan sehingga menjadi bahan kajian
ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam rangka

3
memberikan penjelasan mengenai permasalahan kontark
jasa konstruksi tentang tenaga kerja konstruksi yang tidak
bersertifikat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan


penulis tentang kontrak jasa konstruksi khususnya
mengenai permasalahan tenaga kerja konstruksi yang tidak
bersertifikat.

2. Kegunaan yang bersifat praktis :


Sebagai wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan
hukum kepada masyarakat umum tentang kontrak jasa
konstruksi khususnya mengenai pengaturan tenaga kerja
konstruksi yang tidak bersertifikat.

E. Metode penelitian

a. Jenis Penelitian

Metode penelitian merupakan proses, prinsip-prinsip, dan


prosedur yang digunakan untuk menelaah dan mencari jawaban
atas sebuah permasalahan. Adapun metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.

Metode penelitian hukum normatif yaitu bentuk penulisan


hukum yang mendasarkan penelitian pada karakteristik ilmu
hukum yang normatif yang dilakukan atau ditujukan hanya pada

4
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum lainnya.
Dalam penelitian ini, penulis akan mengumpulkan dan
menganalisis berbagai peraturan tertulis maupun bahan hukum
lainnya dengan tujuan menemukan jawaban dan menjelaskan
apakah tenaga kerja konstruksi yang tak bersertifikat dilindungi
oleh undang undang.

b. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder


yaitu data yang diperoleh atau bersumber dari bahan-bahan
pustaka.

Data sekunder yang dimaksudkan dalam penelitian hukum


normatif bersumber pada :

1. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan,


yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang
berwenang.

2. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku, karya ilmiah, hasil


penelitian dan rancangan undang-undang

3. Bahan hukum tersier, ensiklopedia, bahan dari internet.


c. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan bahan dari hasil penelitian
kepustakaan, yaitu meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier.

5
d. Metode Analisa Data
Pengolahan analisis bahan hukum pada hakekatnya
merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap
permasalahan yang akan dibahas.

Analisis data yang dilakukan sebagai berikut :


1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan
permasalahan baik dari bahan primer, sekunder dan tersier.

2. Menganalisis seluruh materi kemudian menarik kesimpulan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kontrak Konstruksi


Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari
construction contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang
dikenal dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan
oleh Pemerintah maupun pihak swasta. Menurut Pasal 1 Ayat 8 Undang
– Undang Jasa Konstruksi , Kontrak kerja kostruksi merupakan:
Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna
jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.3

Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga


disebut dengan perjanjian pemborongan. Istilah pemborongan dan
konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan
memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini
disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang
dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat juga
berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum
kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah
hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam
hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya
yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya
dalam pelaksanaan pembangunan.4

B. Pihak-pihak dalam Kontrak Jasa Konstruksi


3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 8
4 Munir Fuady. Kontrak Pemborongan Mega Proyek (Bandung:Citra Adtya Kartini,1998). hal 12

7
Dengan adanya kontrak konstruksi selalu ada pihak-pihak
yang terikat dalam kontrak konstruksi. Adapun pihak-pihak yang
terlibat dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang jasa
konstruksi yakni : 1. Pengguna Jasa

Bahwa dalam ketentuan umum yang dimaksud dengan


pengguna jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang
menggunakan layanan jasa konstruksi.5

2. Penyedia Jasa
Penyedia Jasa dalam ketentuan umum adalah pemberi layanan
jasa konstruksi.6

3. Subpenyedia jasa
Bahwa dalam ketentuan umum yang dimaksud subpeyedia jasa
adalah pemberi layanan jasa konstruksi kepada penyedia jasa.7

C. Prinsip Dasar Berkontrak


Berbagai prinsip dasar dalam berkontrak sehingga kontrak
konstruksi menjadi sah secara hukum, yaitu :

1. Asas Kebebasan Berkontrak


Di Indonesia berlaku sebuah asas yang memberikan
kebebasan para pihak untuk menentukan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang akan berlaku dan mengikat bagi
para pihak yang membuatnya, yang disebut sebagai

5 Pasal 1 ayat 5, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi


6 Pasal 1 ayat 6
7 Pasal 1 ayat 7

8
asas “kebebasan berkontrak” asas ini diatur dalam pasal 1338
KUHPerdata yang berbunyi:

1) Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan


undangundang yang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.

2) Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain


dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang

3) Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik

Asas kebebasan berkontrak memiliki arti bahwa masyarakat


mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian sesuai
dengan kepentingan masing-masing. Kebebasan tersebut
meliputi:

1) Kebebasan para pihak untuk memutuskan akan membuat


perjanjian atau tidak

2) Kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat


perjanjian

3) Kebebasan dalam menentukan bentuk perjanjian


4) Kebebasan dalam menentukan isi perjanjian

5) Kebebasan dalam menentukan cara pembuatan perjanjian

9
Asas kebebasan berkontrak tetap memiliki batasan-batasan,
yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, maupun kesusilaan

3. Validasi Kontrak
Seacara umum elemen-elemen yang menjadikan sebuah
kontrak sah atau tidak adalah sebagai berikut:

1) Konsiderasi/pertimbangan
2) Kompetensi/kecakapan
3) Tidak cacat (not void)
4) Kehendak bebas (dibuat dengan kesadaran dan tanpa
paksaan)

5) Dibuat dengan maksud untuk melakukan perikatan secara


hukum

Sedangkan menurut KUHPerdata Pasal 1320, supaya terjadi


persetujuan yang sah, maka sebuah perjanjian harus memenuhi
4 syarat:

1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya


2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3) Suatu pokok persoalan tertentu
4) Suatu sebab yang tidak terlarang
Consensus ad idem (meeting of the minds) merupakan sebuah
istilah yang sering digunakan dalam hukum perjanjian untuk menyatakan

10
niat dari kedua belah pihak untuk membuat sebuah kontrak yang
mengikat. Poin penting dalam istilah ini adalah bahwa kedua belah pihak
saling memahami maksud dari apa yang diperjanjikan

4. Komunikasi Kontrak
Komunikasi kontrak merupakan cara berkomunikasi antara pihak yang
berkontrak. Dalam industri konstruksi, komunikasi kontrak secara umum
diawali dengan penerbitan undangan untuk tender oleh pihak pengguna
jasa. Undangan ini biasanya diumumkan di media massa seperti Koran
maupun secara online. Para kontraktor dan penyedia jasa yang
tertarik kemudian memasukkan penawaran. Dilanjutkan proses tender
oleh tim tender yang akan menunjuk pemenangnya. Pihak pengguna jasa
kemudian akan menerbitkan sebuah letter of intent yang diberikan kepada
pemenang tender. Setelah semua proses penyusunan draft kontrak selesai
dinegosiasikan oleh para pihak, pengguna jasa akan menerbitkan “surat
perintah mulai kerja” dan “surat perjanjian” untuk kemudian ditanda
tangani oleh kedua belah pihak.

5. Pembentukan Kontrak
Sebuah perjanjian dapat terbentuk apabila terjadi sebuah
penawaran (offer) yang diberikan oleh satu pihak dan kemudian diterima

(acceptance) oleh pihak lainnya. Tetapi agar perjanjian itu memiliki


kekuatan hukum, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat
sah nya perjanjian. Penawaran dibuat dengan kehendak bahwa penawaran
tersebut akan menjadi terikat setelah diterima oleh pihak yang menerima
penawaran. Bentuk penawaran secara umum dapat dibedakan menjadi 2

11
yaitu penawaran yang bersifat spesifik dan penawaran yang bersifat
umum (terbuka). Penawaran spesifik berarti bahwa penawaran tersebut
ditujukan khusus untuk pihak tertentu yang diharapkan bisa
memenuhi dan menerima tawaran tersebut.
Penerimaan (acceptance) merupakan sebuah ekspresi penerimaan
atas penawaran yang diberikan oleh salah satu pihak. Dengan
diterimanya sebuah penawaran, berarti penawaran sudah tidak lagi
tersedia bagi pihak lainnya.

6. Kejelasan Dalam Sebuah Kontrak


Kontrak harus dibuat dengan sejelas-jelasnya meskipun secara
umum ketentuan-ketentuan dalam kontrak dapat dibedakan menjadi dua
yaitu ketentuan yang tertulis dan ketentuan yang tersirat. Agar sebuah
ketentuan dianggap tersirat maka beberapa kondisi berikut harus
terpenuhi:

1) Ketentuan tersebut haruslah masuk akal dan adil


2) Ketentuan tersebut diperlukan untuk memberikan keberhasilan bisnis
kedalam kontrak. Dengan demikian tidak ada ketentuan tersirat apabila
sebuah kontrak sudah efektif tanpa adanya ketentuan tersirat itu.
3) Ketentuan tersebut sudah sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan
lagi

4) Ketentuan tersebut harus dapat memberikan ungkapan sedekat


mungkin

5) Ketentuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan tertulis


apa pun di dalam kontrak

12
Istilah-istilah dan bahasa yang digunakan dalam kontrak tidak
boleh ambigu atau memiliki makna ganda. Apabila bahasa dan istilah
dalam kontrak ambigu, maka perlu dilakukan penafsiran kontrak.

6. Istilah Kontrak (Terms, Condition, dan Warranties)


Dalam kontrak konstruksi Internasional, terdapat 3 istilah
mendasar terkait esensi kontrak konstruksi yang harus dipahami, yaitu
ketentuan kontrak (terms of the contract), kondisi kontrak (condition),
dan jaminan kontrak (warranties)

Ketentuan kontrak (terms of the contract) adalah


ketentuanketentuan didalam kontrak yang menjelaskan berbagai aspek
dari perjanjian. Secara umum ketentuan-ketentuan dalam kontrak
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: conditions dan warranties.

Kondisi kontrak (conditions) adalah ketentuan-ketentuan di dalam


kontrak yang bersifat fundamental secara keseluruhan. Hal ini berbeda
dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang kurang fundamental yang
disebut warranties. Perbedaan diantara kedunya terletak pada
konsekuensi ketika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan kontrak.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap kondisi kontrak oleh salah satu
pihak, maka pihak lain berhak untuk mengakhiri kontrak tersebut dan
menuntut ganti rugi. Dengan demikian pelanggaran terhadap kondisi
kontrak menyebabkan berakhirnya sebuah kontrak. Sedangkan warranties
adalah ketentuan-ketentuan tambahan di dalam kontrak, yang mana

13
pelanggaran terhadap warranties menyebabkan pihak lain berhak
menerima ganti rugi tetapi tidak mengakhiri sebuah kontrak konstruksi.8

D. Pengertian Tenaga Kerja


Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan memberikan pengertian tenaga kerja atau buruh adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk apapun. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas
karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik
perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja
sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah
tenaga kerja dihitung dari penduduk usia produktif (umur 15 thn–65 thn)
yang masuk kategori angkatan kerja (labourforce). Kondisi di negara
berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran yang jauh
lebih tinggi dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini
terjadi karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah
satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik. Sektor informal
tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran.9

Tenaga kerja konstruksi yaitu setiap orang yang bekerja dengan


menerima upah dibidang pembangunan proyek Konstruksi.
8 http://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/5206 diakses pada tanggal 22 oktober 2021, pukul
14.46 WITA

9 E.St. Harahap, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 854

14
E. Hak-Hak Tenaga Kerja Pada Perusahaan
a. Pengupahan Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para
pekerja, Serikat Pekerja memperjuangkan adanya perbaikan
syaratsyarat kerja melalui penyempurnaan pengupahan, di mana
Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Propinsi
(UMP) ditetapkan secara bertahap agar setara dengan kebutuhan
hidup minimum (KHM).

b. Kesepakatan Kerja Bersama Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)


di perusahaan merupakan kesepakatan antara pekerja dan
pengusaha yang dilakukan secara musyawarah dan mufakat, yang
berorientasi pada usaha-usaha untuk mengembangkan keserasian
hubungan kerja, usaha dan kesejahteraan bersama, melalui
penegasan hak dan kewajiban masing-masing secara konkrit dan
jelas.

c. Perlindungan Para pekerja Perlindungan dan Pengawasan Para


pekerja. Perlindungan dan pengawasan para pekerja, antara lain
diupayakan melalui penerapan seluruh aspek ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan norma kerja, baik
melalui penyuluhan secara massal maupun pembinaan langsung
keperusahaan. Untuk meningkatkan efektifitas pengawasan norma
kerja, diupayakan dengan meningkatkan kemampuan pengawas
Ketenagakerjaan. Perlindungan bagi para pekerja wanita terus
ditingkatkan dan dilaksanakan dengan memperluas jangkauan ke
sektor informal, khususnya di unit-unit produksi industri rumah

15
tangga, dalam bidang hiperkes, ergonomi, keselamatan dan
kesehatan kerja. Upaya memberikan perlindungan bagi para
pekerja wanita dilaksanakan dengan melibatkan peran masyarakat,
khususnya organisasi wanita untuk melaksanakan kegiatan
penyuluhan dan pelatihan. Perlindungan dan pengawasan terhadap
hal yang membahayakan keselamatan dan masa depan anak yang
terpaksa bekerja terus ditingkatkan. Upaya perlindungan dilakukan
melalui penerapan norma kerja, yang mencakup peningkatan
penegakan hukum (law enforcement) terhadap ketentuan-ketentuan
dasar bagi anak yang terpaksa bekerja, antara lain berupa
pembatasan jam kerja tidak lebih dari 4 jam sehari, tidak
mempekerjakan pada malam hari, pemberian waktu dan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan, dan pelaksanaan
pemberian upah sesuai dengan Upah Minimum Propinsi (UMP).
d. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Upaya perlindungan pekerja
dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan dan penerapan norma
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta pembudayaan K3 di
perusahaan. Pengawasan atas pelaksanaan norma K3 di
perusahaan, meliputi pengawasan teknis terhadap bahaya
penggunaan alat mekanik, proses produksi, bahaya penggunaan
listrik, dan lingkungan kerja. Penyebarluasan dan penerapan K3,
dilaksanakan melalui pengembangan dan pembentukan panitia
pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3).

e. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Program Jaminan Sosial Tenaga


Kerja (Jamsostek) merupakan upaya pula untuk memberikan
perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja.

16
f. Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Tenaga Kerja
Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Tenaga Kerja
bertujuan meningkatkan produktivitas dan sekaligus kemampuan,
keahlian dan keterampilan para pekerja.

g. Program Penelitian dan Pengembangan Tenaga Kerja Program


penelitian dan pengembangan tenaga kerja ditujukan bagi
penelitian masalahmasalah ketenaga kerjaan yang bersifat
operasional dan strategik kebijaksanaan, pengembangan ketenaga
kerjaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hasilhasil
penelitian akan dipergunakan sebagai bahan pendukung
pelaksanaan programprogram ketenaga kerjaan dan perencanaan
para pekerja nasional.10

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa


tenaga kerja pada dasarnya merupakan pelaku pembangunan.
Berhasil tidaknya pembangunan teletak pada kemampuan, dan
kualitas pekerja. Apabila kemampuan pekerja (tenaga kerja) tinggi
maka produktifitas akan tinggi pula, yang dapat mengakibatkan
kesejahteraan meningkat. Tenaga kerja menduduki posisi yang
strategis untuk meningkatkan produktifitas nasional dan
kesejahteraan masyarakat.

10 S. Endang Prasetyawati, “PENGATURAN KEPEMILIKAN SERTIFIKASI KOMPETENSI BAGI


TENAGA KERJA PROFESIONAL, Jurnal Keadilan Progresif, Vol 11 No. 1 Bandar Lampung, Maret
2020. hlm 53

17
F. Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi

Sertifikasi adalah “ proses penilaian” mendapatkan pengakuan


terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas “kompetensi tenaga kerja” dan

“kemampuan usaha” di bidang jasa konstruksi.


Registrasi adalah “ proses menentukan” kompetensi orang
perseorangan dan kemampuan badan usaha jasa konstruksi sesuai
klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat.

Dasar Hukum Terkait Dengan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi


1. UU 18/1999 tentang Jasa Konstruksi
2. PP 28/2000 jo PP 04/2010 tentang Perubahan PP 28/2000 tentang Usaha
dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi

3. Permen PU 14/2009 Tentang Pedoman Teknis Penyusunan Bakuan


Kompetensi Jakon

4. Permen PU 10/2010 jo Permen PU 24/2010 tentang Perubahan Permen


PU 10/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Masa
Bakti,Tugas Pokok, dan Fungsi serta Mekanisme Kerja LPJK

5. Permen PU 08/2012 Tentang Petunjuk Teknis Pembentukan US dan


Pemberian Lisensi

6. Perlem No. 4/2011 jo Perlem No. 8/2014 tentang Perubahan Keempat


Perlem No. 4/2011 tentang Tata Cara Registrasi Ulang, Perpanjangan

18
Masa Berlaku, dan Permohonan Baru Sertifikat Tenaga Kerja Ahli
Konstruksi

7. Perlem No. 5/2011 jo Perlem No. 7/2013 tentang Perubahan Ketiga


Perlem No. 5/2011 tentang Tata Cara Registrasi Ulang, Perpanjangan
Masa Berlaku, dan Permohonan Baru Sertifikat Tenaga Kerja Terampil
Konstruksi

8. Perlem No. 09/2012 tentang Pembentukan Unit Sertifikasi Tenaga Kerja


9. Perlem No. 07/2012 tentang Komite Lisensi Unit Sert dan Tata Cara
Pemberian Lisensi11

10.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
Munir Fuady. 1998. Kontrak Pemborongan Mega Proyek.
Bandung: Citra Adtya Kartini.
E.St. Harahap. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.

B. Undang-undang
Undang-undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi

11 https://bsn.go.id/uploads/download/Sistem_sertifikasi_TK_Konstr_041020161.pdf diakses pada


tanggal 22 oktober 2021, pukul 15.30 WITA

19
C. Jurnal
Amri Gunasti, “PENERAPAN MANAJEMEN SUMBER
DAYA MANUSIA PADA TENAGA KERJA

KONSTRUKSI YANG TIDAK BERSERTIFIKAT”,


Jurnal Inovasi Penelitian, Vol.1 No.5 Oktober 2020
S. Endang Prasetyawati, “PENGATURAN KEPEMILIKAN
SERTIFIKASI KOMPETENSI BAGI TENAGA

KERJA PROFESIONAL, Jurnal Keadilan Progresif,


Vol 11 No. 1 Bandar Lampung, Maret 2020

D. Internet http://repository.uhn.ac.id/handle/123456789/5206
diakses pada tanggal 22 oktober 2021, pukul 14.46 WITA
https://bsn.go.id/uploads/download/Sistem_sertifikasi_TK_
Konstr_041020161.pdf diakses pada tanggal 22 oktober

2021, pukul 15.30 WITA

20

Anda mungkin juga menyukai