DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
KELAS : A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Puji dan syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas
curahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula
saya kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu alaihi
wasallam yang telah membawa kita dari alam gelap gulita ke alam terang-benderang.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas kelompok kami
Mata Kuliah “Sistem Peradilan Pidana”. Selain itu, juga untuk menambah dan memperdalam
pengetahuan kami tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan
rasa terima kasih saya kepada Dosen Sistem Peradilan Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Tadulako, Ibu Andi Afdhalia, S.H., M.H, yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk kelompok kami namun
juga kepada seluruh pembacanya.
(KELOMPOK 2)
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penulisam 4
D. Manfaat Penulisan
BAB IV : PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan uraian-uraian di atas kami tertarik untuk menyusun makalah dengan judul
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PELECEHAN SEKSUAL
DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam
proposal ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual dalam sistem
peradilan pidana anak?
2. Adakah hambatan yang dihadapi dalam proses perlindungan hukum terhadap anak korban
pelecehan seksual dalam sistem peradilan pidana anak?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual dalam
sistem peradilan pidana anak.
2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam proses perlindungan hukum terhadap
anak korban pelecehan seksual dalam sistem peradilan pidana anak.
D. Manfaat Penulisan
Dalam penyusunan tulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Secara umum, penyusunan tulisan ini dapat memberikan sumbangan Ilmu
Pengetahuan mengenai Anak. Sedangkan secara khusus pada Ilmu Hukum, yaitu dapat
memberikan penjelasan mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan
seksual dalam sistem peradilan pidana anak dan hambatan yang dihadapi dalam proses
perlindungan hukum tersebut.
2. Secara Praktis
Penyusunan tulisan ini diharapkan dapat berguna bagi penulis, negara, dan masyarakat
pada umumnya. Penyusunan tulisan ini memberikan data dan informasi mengenai
perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual dalam sistem peradilan
pidana anak dan hambatan yang dihadapi dalam proses perlindungan hukum tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perlindungan Hukum
Kata hukum secara etimologis berasal dari kata law (Inggris), recht (Belanda), loi atau
droit (Prancis), ius (Latin), derecto (Spanyol), dan dirrito (Italia). Dalam bahasa Indonesia,
kata hukum diambil dari bahasa Arab, yaitu hakama yahkumu hukman, yang berarti
memutuskan suatu perkara.
Menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
Dalam KBBI yang dimaksud dengan perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan
melindungi. Sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau yang data
berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (negara).
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukun
dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Adapun pendapat yang dikutip dari bebearpa ahli mengenai perlindungan hukum
sebagai berikut:
1. Menurut Philipus Hardjo, perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang diberikan
oleh Negara kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan
hukum yang dimilikinya dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum.
2. Menurut Satjito Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
B. Perngertian Anak dan Batas Usia Anak
Secara umum menurut para ahli, anak adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa harus dijaga, dibina dengan baik dan penuh kasih sayang, karena anak juga
memiliki harkat, martabat, dan hak yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi, supaya dimasa
mendatang anak tersebut dapat berguna bagi sesama dan bagi bangsa.
Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang
dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang
kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.
Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut
sebagai anak. Pembatasan usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai
wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi
usia dewasa atau menjadi seorang subyek hukum yang dapat bertanggung jawab secara
mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan anak itu.
Ketentuan hukum yang mengatur batas usia maksimum seorang anak adalah beranekaragam,
seperti yang dirumuskan dalam beberapa aturan hukum antara lain:
1. Hukum Pidana
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menurut penjelasan Pasal 45 KUHP
dinyatakan bahwa orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum
umur enam belas tahun. Namun R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 61)
menjelaskan bahwa yang dimaksud “belum dewasa” ialah mereka yang belum berumur 21
tahun dan belum kawin. Jika orang kaawin dan bercerai sebelum 21 tahun, ia tetap
dipandang dengan dewasa.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak Pasal 1 ayat (3), merumuskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang
selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun (dua belas), tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) merumuskan
bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Untuk mendapatkan kesempatan yang seluas –
luasnya dalam tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial ,
maka diperlukan perlindungan akan hak – hak nya dengan tujuan mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan tanpa diskriminatif dan kelak agar anak –
anak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara. Untuk
menjamin usaha tersebut, maka setiap generasi harus dibekali oleh generasi terdahulu
dengan kehendak, kesediaan, kemampuan dan ketrampilan untuk melaksanakan tugas
tersebut. Oleh karenanya perlu diusahakan agar generasi muda memiliki pola perilaku yang
sesuai dengan norma – norma yang berlaku dalam masyarakat. Guna mencapai maksud
tersebut diperlukan usaha – uasaha seperti pembinaan, pemeliharaan dan peningkatan
kesejahteraan anak. Terkait dengan perlindungan anak mengandung beberapa aspek
penting, yaitu : 1. Terjamin dan terpenuhinya hak – hak anak 2. Terpenuhinya harkat dan
martabat kemanusiaan 3. Perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi 4.
Terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera 8 Didasarkan pada
Konstitusi Negara Indonesia, UUD RI 45 sebagai norma hukum tertinggi telah
menggariskan bahwa : “ Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi “.
Dicantumkannya hak anak tersebut dalam batang tubuh konstitusi, maka bisa diartikan
bahwa kedudukan dan perlindungan hak anak merupakan hal penting yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dijalankan dalam kenyataan hidup sehari – hari. Oleh karena itu
perlindungan dan tujuan perlindungan anak sejalan dengan konvensi hak anak dan
perlindungan HAM yang terpatri dalam Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Pasal 22 B ayat (2) Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menegaskan bahwa “
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat
berupa tindakan – tindakan kekerasan ( fisik, mental, seksual ) Berdasarkan atas jenisnya
kekerasan yang dialami oleh anak dapat dibedakan menjadi tiga kategori : 1. Kekerasan
fisik ( di jewer, di cubit, di pukul, di benturkan, di tendang, di suruh lari yang tidak wajar
dll ) 2. Kekerasan mental ( di pelototi, di omeli, di ludahi, di ancam, di usir, di paksa
bersihkan wc, di caci maki dll ) 3. Kekerasan seksual ( di colek, di peluk dengan paksa,
diremas, dipaksa melakukan seks, dirayu dengan tindakan yang kurang baik dll ) 4.
Kekerasan pengabaian fisik / ekonomi ( tidak memperhatikan anak sehingga anak terlihat
kotor, tidak sehat, kurang gizi dll ) Kekerasan seksual menunjuk kepada setiap aktivitas
seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Kategori
penyerangan, menimbulkan penderitaan berupa cedera fisik, kategori kekerasan seksual
tanpa penyerangan menderita trauma emosional. Bentuk – bentuk kekerasan seksual :
dirayu, dicolek, dipeluk dengan paksa, diremas, diperkosa dan sebagainya. Secara umum
masalah pelecehan seksual diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP )
buku kedua tentang kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan ( pasal 281 -303
bis ) dan secara khusus yang berkaitan dengan anak diatur dalam Undang Undang No. 23
Tahun 2002 ( selanjutnya disingkat UU No. 23 / 2002 ) Tentang Perlindungan Anak
khususnya pasal 17 dan Undang Undang No. 11 Tahun 2012 ( selanjutnya disingkat UU
No. 11 / 2012 ) Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta Undang Undang No. 4 Tahun
1979 ( selanjutnya disingkat UU No. 4/ 1979 ) Tentang Kesejahteraan Anak Seks telah
menjelma dalam berbagai bentuk, baik yang dilakukan secara langsung dengan
persetubuhan ( normal ) dan yang dilakukan melalui berbagai media elektronik, walaupun
hingga saat ini jasa pelayanan seks yang diatur dalam peraturan pemerintah dan dilakukan
secara sembunyi sembunyi ( hotel, SPA, salon kecantikan, dirumah dan di tempat – tempat
tertentu ). Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
pelecehan seksual merupakan bentuk perilaku yang dilakukan dengan tidak senonoh dan
dilakukan secara sepihak dan perbuatan tersebut tidak diharapkan oleh orang yang menjadi
korban. Tersinggung, diam, malu, bahkan sampai marah adalah reaksi korban dari
pelecehan seksual yang biasa terjadi. Sedangkan pada kamus besar bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan pelaku pelecehan seksual berarti orang yang suka merendahkan atau
meremehkan orang lain, berkenaan dengan seks ( jenis kelamin ) atau berkenaan dengan
perkara atau masalah persetubuhan antara laki – laki dan perempuan. Pelecehan seksual
adalah perilaku pendekatan – pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan,
termasuk permintaan untuk melakukan seks dan perilaku lainnya yang secara verbal
ataupun fisik merujuk pada seks.9 Adanya kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan
anak – anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan
magis bahwa seseorang untuk membuat awet muda. Kepercayaan itu telah membuat
masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya. Menurut Adrina
menyatakan, bahwa pelecehan seksual adalah sebagai pemberian perhatian seksual baik
scara lisan, tulisan maupun fisik terhadap diri perempuan, di mana hal itu di luar keinginan
perempuan yang bersangkutan namun harus diterimanya sebagai sesuatu yang seolah –
olah “ wajar “ , sebagaimana halnya perkosaan, pornografi, pelacuran dan penganiayaan
terhadap pasangan.10 Berdasarkan pada batasan tentang pelecehan seksual tersebut diatas,
maka dalam kehidupan sehari – hari kaum perempuan yang sering mendapatkan sorotan
sebagai korban pelecehan seksual tanpa dapat berbuat banyak untuk menghindarinya,
namun pelecehan seksual dapat menimpa siapa saja ( dari berbagai golongan usia dan kelas
sosial, begitupun dengan pelakunya ). Korban pelecehan seksual dapat terjadi pada laki
laki ataupun perempuan, dapat juga terjadi pada lawan jenis ataupun berjenis sama.
Pelecehan seksual dapat pula terjadi dimana saja, baik ditempat umum, pasar, sekolah, bis,
kantor maupun tempat pribadi seperti di rumah. Menurut Arist Merdeka ( Ketua Komnas
Perlindungan Anak ) mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual banyak terjadi di
lingkungan terdekat anak, terutama rumah dan sekolah. Selanjutnya beliau menyebutkan
bahwa tidak berlebihan jika hal ini ( pelecehan sesksual ) sudah masuk status darurat
nasional. Terkait dengan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak, maka menurut
Josh McDowell dan Ed Stewart mengatakan, bahwa pelecehan seksual adalah suatu bentuk
tindakan atau percakapan seksual di mana seorang dewasa mencari kepuasan seksual dari
seorang anak.11 Sedangkan Bagong Suyanto mengatakan bahwa tindakan kekerasan pada
anak dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan tidak jarang yang melakukan / pelaku
adalah mereka yang telah dikenal atau saling mengenal.12 Sebagai mahluk yang lemah
maka secara psikhologis dalam posisi yang selalu dikalahkan, sehingga sudah diduga anak
tidak akan dapat berbuat apa – apa meski mereka diperlakukan salah dan menyakitkan.
Demikian pula Stephen J Sossetti mengatakan bahwa dampak pelecehan seksual pada anak
adalah membunuh jiwanya, karena luka pelecehan seksual akan dibawa terus dan menjadi
luka abadi yang sulit dihilangkan, bahkan akan mendapatkan trauma yang hebat. Jadi
secara umum dapat dikatakan bahwa tindakan pelecehan seksual terhadap anak adalah
setiap tindakan yang berdampak pada luka fisik yang paling ringan sampai pada luka fisik
yang berat / serius ( dari luka yang nampak oleh mata telanjang sampai dengan yang dilihat
dari akibatnya terhadap kesejahteraan anak ) dan dapat mengakibatkan luka mental yaitu
taumatik sangat mendalam terhadap pelaku yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan.
Tindakan pelecehan seksual seringan / sekecil apaun tetap akan membunuh masa depan anak –
anak sebagai korbannya.
B. Hambatan yang di hadapi dalam proses tindak pidana pelecehan terhadap anak.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA