Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH SISTEM PERADILAN PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PELECEHAN SEKSUAL


DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

SITTI AISAH D10118357 HILDITA SMARAYOVA D10118372

SITTI KHADIJAH D10118278 MOHAMAD FAREL MA’RUF D10118293

D1011 MUH. HAFIZ TJAERAH D10119736

D1011 TRISNO FALDY S. MASANANG D10118455

ABDULLAH LAMATO D10118478

KELAS : A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Puji dan syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas
curahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa pula
saya kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu alaihi
wasallam yang telah membawa kita dari alam gelap gulita ke alam terang-benderang.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas kelompok kami
Mata Kuliah “Sistem Peradilan Pidana”. Selain itu, juga untuk menambah dan memperdalam
pengetahuan kami tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan
rasa terima kasih saya kepada Dosen Sistem Peradilan Pidana, Fakultas Hukum Universitas
Tadulako, Ibu Andi Afdhalia, S.H., M.H, yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk kelompok kami namun
juga kepada seluruh pembacanya.

Palu, 19 November 2021

(KELOMPOK 2)
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penulisam 4
D. Manfaat Penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Perlindungan Hukum
B. Pengertian Anak Dan Batas Umur Anak
C. Pengertian Korban
D. Pengertian Pelecehan Seksual
E. Sistem Peradilan Pidana Anak

BAB III : PEMBAHASAN


A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual Dalam
Sistem Peradilan Pidana Anak

B. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Proses Perlindungan Hukum


Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak

BAB IV : PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas kami tertarik untuk menyusun makalah dengan judul
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PELECEHAN SEKSUAL
DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam
proposal ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual dalam sistem
peradilan pidana anak?
2. Adakah hambatan yang dihadapi dalam proses perlindungan hukum terhadap anak korban
pelecehan seksual dalam sistem peradilan pidana anak?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual dalam
sistem peradilan pidana anak.
2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi dalam proses perlindungan hukum terhadap
anak korban pelecehan seksual dalam sistem peradilan pidana anak.

D. Manfaat Penulisan
Dalam penyusunan tulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Secara umum, penyusunan tulisan ini dapat memberikan sumbangan Ilmu
Pengetahuan mengenai Anak. Sedangkan secara khusus pada Ilmu Hukum, yaitu dapat
memberikan penjelasan mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan
seksual dalam sistem peradilan pidana anak dan hambatan yang dihadapi dalam proses
perlindungan hukum tersebut.
2. Secara Praktis
Penyusunan tulisan ini diharapkan dapat berguna bagi penulis, negara, dan masyarakat
pada umumnya. Penyusunan tulisan ini memberikan data dan informasi mengenai
perlindungan hukum terhadap anak korban pelecehan seksual dalam sistem peradilan
pidana anak dan hambatan yang dihadapi dalam proses perlindungan hukum tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perlindungan Hukum
Kata hukum secara etimologis berasal dari kata law (Inggris), recht (Belanda), loi atau
droit (Prancis), ius (Latin), derecto (Spanyol), dan dirrito (Italia). Dalam bahasa Indonesia,
kata hukum diambil dari bahasa Arab, yaitu hakama yahkumu hukman, yang berarti
memutuskan suatu perkara.
Menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah peraturan-
peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap
peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
Dalam KBBI yang dimaksud dengan perlindungan adalah cara, proses, dan perbuatan
melindungi. Sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau yang data
berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (negara).
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukun
dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Adapun pendapat yang dikutip dari bebearpa ahli mengenai perlindungan hukum
sebagai berikut:
1. Menurut Philipus Hardjo, perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang diberikan
oleh Negara kepada semua pihak untuk dapat melaksanakan hak dan kepentingan
hukum yang dimilikinya dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum.
2. Menurut Satjito Rahardjo, perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.
B. Perngertian Anak dan Batas Usia Anak
Secara umum menurut para ahli, anak adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa harus dijaga, dibina dengan baik dan penuh kasih sayang, karena anak juga
memiliki harkat, martabat, dan hak yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi, supaya dimasa
mendatang anak tersebut dapat berguna bagi sesama dan bagi bangsa.
Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang
dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang
kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.
Batas usia anak memberikan pengelompokan terhadap seseorang untuk dapat disebut
sebagai anak. Pembatasan usia anak merupakan pengelompokan usia maksimum sebagai
wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi
usia dewasa atau menjadi seorang subyek hukum yang dapat bertanggung jawab secara
mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan anak itu.
Ketentuan hukum yang mengatur batas usia maksimum seorang anak adalah beranekaragam,
seperti yang dirumuskan dalam beberapa aturan hukum antara lain:

1. Hukum Pidana
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menurut penjelasan Pasal 45 KUHP
dinyatakan bahwa orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum
umur enam belas tahun. Namun R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 61)
menjelaskan bahwa yang dimaksud “belum dewasa” ialah mereka yang belum berumur 21
tahun dan belum kawin. Jika orang kaawin dan bercerai sebelum 21 tahun, ia tetap
dipandang dengan dewasa.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak Pasal 1 ayat (3), merumuskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang
selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun (dua belas), tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) merumuskan
bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.

C. Pengertian Korban Kekerasan


Menurut “The Declaration of Basic Prinsiples of Justice for Victims of Crime and
Abuse of Power”, perserikatan bangsa-bangsa (1985) yang dimaksud dengan korban (Victim)
adalah orang-orang yang secara individual atau kolektif telah mengalami penderitaan,
meliputi penderitaan fisik atau mental, penderitaan ekonomis atau pengurangan substansial
hak-hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran-pembiaran (omissions) yang
melanggar hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota yang meliputi juga peraturan
hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasan.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mendefinisikan korban dalam
Pasal 1 ayat (3), adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh pelaku tindak pidana.
D. Pengertian Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan
untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat
seksual, atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa
tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi dimana reaksi seperti itu adalah masuk akal
dalam situasi dan kondisi yang ada, dan tindakan tersebut mengganggu kerja, dijadikan
persyaratan kerja atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, bermusuhan atau
tidak sopan.

Dengan kata lain pelecehan seksual adalah

● Penyalahgunaan perilaku seksual,


● Permintaan untuk melakukan perbuatan seksual (undangan untuk melakukan perbuatan
seksual, permintaan untuk berkencan)
● Pernyataan lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan seksual,
(pesan yang menampilkan konten seksual eksplisit dalam bentuk cetak atau bentuk
elektronik (SMS, Email, Layar, Poster, CD, dll)
● Tindakan kearah seksual yang tidak diinginkan
● Perilaku fisik (seperti menyentuh, mencium, menepuk, mencubit, atau kekerasan fisik
seperti perkosaan dll)
● Sikap seksual yang merendahkan (seperti melirik atau menatap bagian tubuh seseorang).

Adakah Undang-Undang di Indonesia yang mengatur mengenai pelecehan di tempat


kerja?
Indonesia mempunyai peraturan Undang-Undang yang mengatur perihal masalah
pelecehan seksual di tempat kerja secara umum. Namun, tidak ada ketentuan yang secara
spesifik mengatur mengenai bentuk-bentuk pelecehan seksual, sanksi maupun cara untuk
menanggulangi pelecehan seksual khususnya di tempat kerja.Dalam UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan bagi tenaga kerja yaitu dalam Pasal 86 ayat
(1) yang isinya adalah : setiap buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
(a) keselamatan dan kesehatan; (b) moral dan kesusilaan; dan (c) perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.Unsur penting dari pelecehan
seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian
yang bersifat seksual. Apabila perbuatan tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan
tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual sebagaimana diatur
dalam pasal percabulan. Kitab Undang-Undang Hukum.Pidana (KUHP) secara umum (Lex
Generalis) juga dapat dijadikan landasan dengan ancaman hukuman seperti yang diatur
dalam Pasal pencabulan 289-299. Mengenai perbuatan cabul di tempat kerja, terutama bila
dilakukan oleh atasan dapat kita temui ketentuannya dalam Pasal 294 ayat 2 angka 1 KUHP
yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun pejabat yang melakukan
perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang
yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
E. Sistem Peradilan Pidana Anak
Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang
berhadapan hukum mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani proses
pidana yang berdasarkan perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak,
penghargaan terhadap anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, proporsional, perampasan
kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran balasan (vide Pasal 1 angka 1 dan
Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Dalam sistem
peradilan pidana anak bahwa terhadap anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang
menjadi korban dan anak yang menjadi saksi dalam tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan
hukum adalah anak yang yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga
melakukan tindak pidana; Anak yang menjadi korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan
belas tahun) yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan
tindak pidana; Anak yang menjadi saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang
dapat memberikan keterangan guna kepentingan proses hukum mulai tingkat penyidikan, penuntutan dan
sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan atau dialami;Dalam hal tindak
pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah
anak melampaui batas umur 18 tahun tetapi belum mencapai umur 21 tahun anak tetap diajukan ke sidang
anak (Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
BAB III
PEMBAHASAN
A.Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pelecehan Seksual Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan
keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Untuk mendapatkan kesempatan yang seluas –
luasnya dalam tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial ,
maka diperlukan perlindungan akan hak – hak nya dengan tujuan mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan tanpa diskriminatif dan kelak agar anak –
anak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara. Untuk
menjamin usaha tersebut, maka setiap generasi harus dibekali oleh generasi terdahulu
dengan kehendak, kesediaan, kemampuan dan ketrampilan untuk melaksanakan tugas
tersebut. Oleh karenanya perlu diusahakan agar generasi muda memiliki pola perilaku yang
sesuai dengan norma – norma yang berlaku dalam masyarakat. Guna mencapai maksud
tersebut diperlukan usaha – uasaha seperti pembinaan, pemeliharaan dan peningkatan
kesejahteraan anak. Terkait dengan perlindungan anak mengandung beberapa aspek
penting, yaitu : 1. Terjamin dan terpenuhinya hak – hak anak 2. Terpenuhinya harkat dan
martabat kemanusiaan 3. Perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi 4.
Terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera 8 Didasarkan pada
Konstitusi Negara Indonesia, UUD RI 45 sebagai norma hukum tertinggi telah
menggariskan bahwa : “ Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi “.
Dicantumkannya hak anak tersebut dalam batang tubuh konstitusi, maka bisa diartikan
bahwa kedudukan dan perlindungan hak anak merupakan hal penting yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dijalankan dalam kenyataan hidup sehari – hari. Oleh karena itu
perlindungan dan tujuan perlindungan anak sejalan dengan konvensi hak anak dan
perlindungan HAM yang terpatri dalam Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Pasal 22 B ayat (2) Undang Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 menegaskan bahwa “
setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat
berupa tindakan – tindakan kekerasan ( fisik, mental, seksual ) Berdasarkan atas jenisnya
kekerasan yang dialami oleh anak dapat dibedakan menjadi tiga kategori : 1. Kekerasan
fisik ( di jewer, di cubit, di pukul, di benturkan, di tendang, di suruh lari yang tidak wajar
dll ) 2. Kekerasan mental ( di pelototi, di omeli, di ludahi, di ancam, di usir, di paksa
bersihkan wc, di caci maki dll ) 3. Kekerasan seksual ( di colek, di peluk dengan paksa,
diremas, dipaksa melakukan seks, dirayu dengan tindakan yang kurang baik dll ) 4.
Kekerasan pengabaian fisik / ekonomi ( tidak memperhatikan anak sehingga anak terlihat
kotor, tidak sehat, kurang gizi dll ) Kekerasan seksual menunjuk kepada setiap aktivitas
seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Kategori
penyerangan, menimbulkan penderitaan berupa cedera fisik, kategori kekerasan seksual
tanpa penyerangan menderita trauma emosional. Bentuk – bentuk kekerasan seksual :
dirayu, dicolek, dipeluk dengan paksa, diremas, diperkosa dan sebagainya. Secara umum
masalah pelecehan seksual diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP )
buku kedua tentang kejahatan, Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan ( pasal 281 -303
bis ) dan secara khusus yang berkaitan dengan anak diatur dalam Undang Undang No. 23
Tahun 2002 ( selanjutnya disingkat UU No. 23 / 2002 ) Tentang Perlindungan Anak
khususnya pasal 17 dan Undang Undang No. 11 Tahun 2012 ( selanjutnya disingkat UU
No. 11 / 2012 ) Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta Undang Undang No. 4 Tahun
1979 ( selanjutnya disingkat UU No. 4/ 1979 ) Tentang Kesejahteraan Anak Seks telah
menjelma dalam berbagai bentuk, baik yang dilakukan secara langsung dengan
persetubuhan ( normal ) dan yang dilakukan melalui berbagai media elektronik, walaupun
hingga saat ini jasa pelayanan seks yang diatur dalam peraturan pemerintah dan dilakukan
secara sembunyi sembunyi ( hotel, SPA, salon kecantikan, dirumah dan di tempat – tempat
tertentu ). Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
pelecehan seksual merupakan bentuk perilaku yang dilakukan dengan tidak senonoh dan
dilakukan secara sepihak dan perbuatan tersebut tidak diharapkan oleh orang yang menjadi
korban. Tersinggung, diam, malu, bahkan sampai marah adalah reaksi korban dari
pelecehan seksual yang biasa terjadi. Sedangkan pada kamus besar bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan pelaku pelecehan seksual berarti orang yang suka merendahkan atau
meremehkan orang lain, berkenaan dengan seks ( jenis kelamin ) atau berkenaan dengan
perkara atau masalah persetubuhan antara laki – laki dan perempuan. Pelecehan seksual
adalah perilaku pendekatan – pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan,
termasuk permintaan untuk melakukan seks dan perilaku lainnya yang secara verbal
ataupun fisik merujuk pada seks.9 Adanya kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan
anak – anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan
magis bahwa seseorang untuk membuat awet muda. Kepercayaan itu telah membuat
masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya. Menurut Adrina
menyatakan, bahwa pelecehan seksual adalah sebagai pemberian perhatian seksual baik
scara lisan, tulisan maupun fisik terhadap diri perempuan, di mana hal itu di luar keinginan
perempuan yang bersangkutan namun harus diterimanya sebagai sesuatu yang seolah –
olah “ wajar “ , sebagaimana halnya perkosaan, pornografi, pelacuran dan penganiayaan
terhadap pasangan.10 Berdasarkan pada batasan tentang pelecehan seksual tersebut diatas,
maka dalam kehidupan sehari – hari kaum perempuan yang sering mendapatkan sorotan
sebagai korban pelecehan seksual tanpa dapat berbuat banyak untuk menghindarinya,
namun pelecehan seksual dapat menimpa siapa saja ( dari berbagai golongan usia dan kelas
sosial, begitupun dengan pelakunya ). Korban pelecehan seksual dapat terjadi pada laki
laki ataupun perempuan, dapat juga terjadi pada lawan jenis ataupun berjenis sama.
Pelecehan seksual dapat pula terjadi dimana saja, baik ditempat umum, pasar, sekolah, bis,
kantor maupun tempat pribadi seperti di rumah. Menurut Arist Merdeka ( Ketua Komnas
Perlindungan Anak ) mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual banyak terjadi di
lingkungan terdekat anak, terutama rumah dan sekolah. Selanjutnya beliau menyebutkan
bahwa tidak berlebihan jika hal ini ( pelecehan sesksual ) sudah masuk status darurat
nasional. Terkait dengan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak, maka menurut
Josh McDowell dan Ed Stewart mengatakan, bahwa pelecehan seksual adalah suatu bentuk
tindakan atau percakapan seksual di mana seorang dewasa mencari kepuasan seksual dari
seorang anak.11 Sedangkan Bagong Suyanto mengatakan bahwa tindakan kekerasan pada
anak dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan tidak jarang yang melakukan / pelaku
adalah mereka yang telah dikenal atau saling mengenal.12 Sebagai mahluk yang lemah
maka secara psikhologis dalam posisi yang selalu dikalahkan, sehingga sudah diduga anak
tidak akan dapat berbuat apa – apa meski mereka diperlakukan salah dan menyakitkan.
Demikian pula Stephen J Sossetti mengatakan bahwa dampak pelecehan seksual pada anak
adalah membunuh jiwanya, karena luka pelecehan seksual akan dibawa terus dan menjadi
luka abadi yang sulit dihilangkan, bahkan akan mendapatkan trauma yang hebat. Jadi
secara umum dapat dikatakan bahwa tindakan pelecehan seksual terhadap anak adalah
setiap tindakan yang berdampak pada luka fisik yang paling ringan sampai pada luka fisik
yang berat / serius ( dari luka yang nampak oleh mata telanjang sampai dengan yang dilihat
dari akibatnya terhadap kesejahteraan anak ) dan dapat mengakibatkan luka mental yaitu
taumatik sangat mendalam terhadap pelaku yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan.
Tindakan pelecehan seksual seringan / sekecil apaun tetap akan membunuh masa depan anak –
anak sebagai korbannya.

B. Hambatan yang di hadapi dalam proses tindak pidana pelecehan terhadap anak.

Banyaknya kekurangan didalam peraturan


Perundang– undangan yang secara terpisah mengatur tentang perlindungan saksi
dan Korban yang seharusnya secara hukum banyak pihak yang dijadikan saksi
engan untuk menjadi saksi. Hal ini karena merasa terancam jiwa dan keluarganya
terhadap apa yang disampaikan,baik ditingkat penyidikan sampai di
Pengadilan.Bahkan yang semulanya menjadi saksi akan
tetapi akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Oleh karena itu, baik saksi korban dan
pelapor dalam perkara anak mesti mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum.
Implementasi Undang Undang Perlindungan Anak (UUPA) di Indonesia dirasa
masih sangat sulit diberlakukan secara sungguh-sungguh dan masih menjadi
kendala. Penyebabnya tidak laindari banyaknya yang turut menjadi konsumen atau
pengguna jasa pekerja seks anak.
Selanjutnya Satjipto Raharjo
mendeskripsikan bahwa lemahnya penegakan hukum pada hakikatnya merupakan
penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan,kebenaran, kemanfaatan
sosial. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dari konsep-
konsep yang menjadi kenyataan.
Penegakan hukum dan penggunaan hukum adalah dua hal yang berbeda. Seseorang
dapat menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi seseorang juga dapat
menegakkan hukum untuk digunakan bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain,
menegakkan hukum tidak persis sama dengan
menggunakan hukum.
Menurut Black’s Law Dictionary, penegakan hukum merupakan usaha untuk
menegakkan norma-norma dari kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada
di belakangnya.
aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit)
yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai
dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan (law making
process).
Mengingat kasus kekerasan pada anak
biasanya lebih banyak terjadi pada anak dari kalangan bawah, sebagai contoh, pihak
kepolisian umumnya akan malas menanganinya.
Karenanya, kasus-kasus anak itu tidak bisa dijadikan lahan memperoleh uang.
Sebaliknya,kalau pelaku kekerasan berasal dari golongan kaya, yang mampu
membayar polisi, jaksa dan
hakim, pelaku akan dibebaskan dengan mudah,dan layak.
Dalam konteks Negara Indonesia, keadilan yang hendak diwujudkan sesuai dengan
yang tertuang dalam
sila ke 3 Pancasila. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian,
sistem tidak hanya untuk memidana pelaku tetapi mewujudkan keadilan bagi korban
kejahatan dan memanusiakan manusia yang sesuai dengan tujuan hukum progresif.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai