Anda di halaman 1dari 21

HUKUM DAN PERUNDAG-UNDANGAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah


PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN HAK ANAK
Dosen: Herlinawati, M. Pd

Disusun Oleh :
1. Aenah 19.03.00.002
2. Ruhaeni 19.03.00.012
3. Tutiek Arisanti 22.03.00.003

PROGAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD) STAI


AL-HIKMAH JAKARTA
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL
MAHBUBIYAH 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Dalam kesempatan ini penulis membuat makalah sebagai salah satu tugas
kelompok dari mata kuliah Perlindungan dan Pemberdayaan Hak anakdengan
judul “Hukum dan Perundang-undangan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan memberikan dukungan kepada kami dalam menulis makalah ini.
Terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Bermain dan permainan Paud, Ibu
Herlinawati, M. Pd.

Penulis menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Di


dalamnya masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya
penulis dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 23 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Pengertian Hukum dan Perundang-undangan.........................................................3
B. Ilmu Perundang-undangan......................................................................................5
C. Hukum perundang-undangan.................................................................................6
D. Perundang-undangan..............................................................................................6
E. Peraturan perundang-undangan..............................................................................7
F. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan........................................................8
G. Teori Legislasi perihal Pembentukan Peraturan Perundang- undangan..................9
H. Kedudukan Pancasila dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.......10
I. Kedudukan UUD 1945 dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.....11
J. Landasan Keabsahan Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan.................15
PENUTUP.......................................................................................................................17
A. Kesimpulan..........................................................................................................17
B. Saran....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iv

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua,
keluarga, maupun masyarakat sekitarnya. Perlindungan yang diberikan pada
anak merupakan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak
untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan juga dapat bersosialisasi di
lingkungan sekitarnya. Anak merupakan anugerah sekaligus amanah dari
Tuhan Yang Maha Esa yang seharusnya kita jaga dan lindungi. Anak sangat
rentan atau rawan menjadi korban tindak pidana kekerasan fisik yang mana
anak merupakan manusia yang sangat lemah dan masih membutuhkan
perlindungan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya. Anak adalah pewaris
dan pelanjut masa depan suatu bangsa.1 Perlindungan terhadap anak
merupakan suatu usaha untuk mengadakan kondisi untuk melindungi anak
dapat melaksanakan hak dan kewajiban. Melindungi anak adalah melindungi
manusia seutuhnya.2
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan secara tegas. Pada tahun
2002 pemerintah telah mengeluarkan hukum dan perundang-undanan tentang
perlindungan anak yang berisi tentang ketentuan bahwa: perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
Dengan demikian, dalam makalah ini penulis akan menjabarkan
tentang Hukum dan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
Perlindungan dan pemberdayaan hak anak.

1
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, 2012),
hlm. 21.
2
Shanty Dellyana, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1988),
hlm. 37.

1
B. Rumusan Masalah
dari penjelasan diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Hukum dan perundang-undangan?


2. Apa yang dimaksud dengan Perlindungan dan Pemberdayaan Hak anak?
3. Bagaimana bentuk Hukum dan Perundang-undangan tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan Hak anak?.

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah selain untuk memenuhi
tugas kelompok pada mata kuliah Perlindungan dan Pemberdayaan Hak
Anak, juga untuk dapat memberi manfaat serta menjadi referensi bagi
pembaca khususnya segenap civitas akademika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum dan Perundang-undangan


Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi
tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum
adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk
mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum
adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.3

Peraturan perundang-undangan dimaknai sebagai peraturan tertulis


yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.4

Menurut Prof. Bagir Manan, Peraturan perundang-undangan adalah


setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga
dan atau Pejabat Negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif
sesuai dengan tata cara yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
pengertian peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat
secara umum, adapun unsur-unsurnya yaitu:5

3
https://fh.unikama.ac.id/id/2017/05/24/pengertian-hukum/ Online, diakses pada tanggal 23
Oktober 2022
4
BAB I Ketentuan Umum, Bagian Kedua, Pasal1 ayat 2Undang-UndangNomor12Tahun
2011, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
5
Bagir Manan, PerananPeraturanPerundang-undanganDalamPembinaanhukum Nasional,
(Armico, Bandung, 1987), hlm. 13

3
1. Peraturan Tertulis
Apa yang dimaksud dengan peraturan tertulis sampai saat ini belum
ada definisi yang pasti. Peraturan yang tertulis tidak sama dengan
peraturan yang ditulis. Yurisprudensi misalnya, adalah bukan peraturan
tertulis, walaupun bentuk fisiknya ditulis. Peraturan tertulis mengandung
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah segala
peraturan yang tercantum di dalam Pasal 7 ayat (1) mengenai jenis
dan hierarki perundang-undangan yakni Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesiua Tahun 1945, Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah.
b. Peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat
negara yang berwenang.
c. Pembuatan peraturannya melalui prosedur tentu.
d. Apabila dicermati maka baik Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesiua Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
maupun Peraturan Presiden tersebut ditempatkan di dalam
lembaran negara, dan Peraturan Daerah ditempatkan dalam
lembaran daerah. Dengan demikian peraturan tersebut ditempatkan
di lembaran resmi.
2. Dibentuk Oleh Lembaga Negara Atau Pejabat Negara
Peraturan perundang-undang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat negara. Hal ini berbeda dengan norma agama misalnya, yang
merupakan wahyu dari Allah swt. Disamping dibentuk oleh lembaga
negara atau pejabat negara, peraturan perundang-undangan juga dapat
memuat sanksi bagi pelanggarnya, dan sanksi tersebut dapat dipaksakan
pelaksanaannya oleh alat negara. Dengan demikian kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan datangnya dari luar, yakni dipaksakan

4
dengan sanksi. Sedangkan kepatuhan terhadap norma agama datangnya
dari dalam, yakni kesadaran diri sendiri untuk mematuhinya. Pengertian
peraturan perundang-undangan di dalam UU PPP (uu no.12 tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan) dirumuskan secara
lebih utuh, memuat norma hukum yang mengikat, dan terintegrasi
dengan sistem perencanaan maupun prosedur pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Dari penjabaran diatas dapat kita simpulkan bahwa hukum adalah
suatu sistem yang di buat manusia untuk membatasi tingkah laku
manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol. Sedangkan
perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat,
ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang
mempunyai fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Dengan adanya hukum dan perundang-undangan manusia akan
bisa hidup dengan tertib dbandingkan tanpa adanya hukum dan
perundang-undangan. Ibarat hukum dan undang-undang itu adalah
rambu-rambu lalu lintas, bagi siapa saja yang mematuhinya tentunya
keselamatan berkendara akan lebih terjamin. Namun jika semua rambu-
rambu itu diterobos maka tentulah kecelakaan yang akan terjadi. Dan
dampak dari kecelakaan itu sudah pasti mengakibatkan kerugian yang
besar bagi si pelaku maupun orang lain.

B. Ilmu Perundang-undangan
Ilmu Perundang-undangan, science of legislation
(wetgevingswetenschap), diturunkan dari Ilmu Pengetahuan Perundang-
undangan (Gesetzgebungswissenschaft). Ilmu Pengetahuan Perundang-
undangan merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari tentang
pembentukan peraturan negara. Istilah Ilmu Pengetahuan Perundang-
undangan, di Indonesia diajukan oleh A. Hamid S. Attamimi pada tahun
1975, melahirkan istilah Ilmu Perundang-undangan yang sekarang banyak

5
digunakan dalam ilmu hukum.6 Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan
merupakan ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan
sosiologi, secara garis besar dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yakni:

1. Teori Perundang-undangan, yang berorientasi pada mencari kejelasan


dan kejernihan makna atau pengertian-pengertian, dan bersifat kognitif.
2. Ilmu Perundang-undangan, yang berorientasi pada melakukan
perbuatan dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan, dan
bersifat normatif.

Ilmu Perundang-undangan yang berorientasi kepada melakukan


perbuatan pembentukan peraturan perundang-undangan dan bersifat normatif
mengikuti ketentuan-ketentuan hukum tata negara dan hukum administrasi,
sedangkan Teori Perundang-undangan berorientasi kepada membentuk
pengertian-pengertian dan menjernihkannya serta bersifat kognitif
menyangkut dasar-dasar bagi hukum di bidang perundang-undangan positif.7

C. Hukum perundang-undangan
Hukum Perundang-undangan sebagai bidang kajian ilmu hokum
dimaknai sebagai cabang ilmu hukum yang mempelajari proses pembuatan
peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan sebagai
hasil dari proses tersebut.8

D. Perundang-undangan
Khasanah hukum mengenal kata/istilah “peraturan perundang-
undangan” merupakan terminologi hukum yang terkait dengan istilah
“wetgeving” atau “wettelijke regelingen”. Menurut A. Hamid S Attamimi,
yang mengutip dari Kamus Hukum Fockema Andreae, kata “wetgeving”
diartikan dengan:

6
Gede Marhaendra Wija Atmaja, Ilmu perundang-undangan, (Denpasar: Universita
Udayana, 2016)
7
Ibid
8
Ibid

6
perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau
tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan.

Keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat


daerah. Inilah yang dimaksud dengan “Peraturan Perundang- undangan”.
Dengan perkataan lain, wetgeving atau perundang-undangan mempunyai dua
pengertian:

Dari segi proses, perundang-undangan adalah perbuatan membentuk


peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau tingkat daerah.

Dari segi produk, perundang-undangan adalah keseluruhan peraturan-


peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah. Sedangkan kata
“wettelijkeregeling” diartikan sebagai peraturan- peraturan yang bersifat
perundang-undangan, yang lazim diterjemahkan sebagai “Peraturan
Perundang-undangan”.9

E. Peraturan perundang-undangan
Ilmu Hukum membedakan antara undang-undang dalam arti materiil
(wet in materiele zin) dan undang-undang dalam arti formal (wet in formele
zin). Dalam arti materiil, undang-undang adalah setiap keputusan tertulis
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah
laku yang bersifat atau mengikat secara umum. Inilah yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan menurut Bagr Manan.10 Menurutd Jimly
Asshiddiqie alam arti formal, undang-undang adalah keputusan tertulis yang
ditetapkan oleh pemerintah bersama parlemen sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dalam UUD.11

Secara otentik Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan


tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang

9
Ibid
10
Op-Cit
11
Op-Cit

7
melalui prosedur yang telah ditetapkan (Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun
2011). Peraturan perundang-undangan (wet in materiele zin) mengandung
tiga unsur:

1. norma hukum (rechtsnormen)


2. berlaku ke luar (naar buiten werken)
3. bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin)

Dengan demikian unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian


peraturan perundang-undangan yaitu: Bentuknya, yakni peraturan tertulis
(untuk membedakan dengan peraturan yang tidak tertulis), Pembentuknya,
ialah lembaga negara atau pejabat yang berwenang di bidang perundang-
undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, Sifat mengikatnya,
yakni mengikat secara umum. Dimaksud dengan ”yang berwenang di bidang
perundang-undangan” adalah baik berwenang secara atribusi maupun
berwenang secara delegasi. Lebih lanjut dikemukakan pada uraian
berikutnya. Dimaksud dengan ”mengikat secara umum” berkenaan dengan
norma hukum yang terkandung di dalamnya, yakni norma hukum bersifat
umum dalam arti luas dan berlaku ke luar. Norma hukum yang bersifat
umum, dari segi subyeknya adalah norma hukum yang dialamatkan
(ditujukan) kepada setiap orang atau orang-orang bukan tertentu, dan dari segi
obyeknya adalah norma hukum mengenai peristiwa yang terjadi berulang atau
peristiwa yang bukan tertentu.

F. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pada hakekatnya
ialah pembentukan norma-norma hukum yang berlaku ke luar dan yang
bersifat umum dalam arti yang luas. Pembentukan peraturan perundang-
undangan meliputi dua hal pokok, yaitu kegiatan pembentukan isi peraturan
di satu pihak, dan kegiatan yang menyangkut pemenuhan bentuk peraturan,
metoda pembentukan peraturan, dan proses serta prosedur pembentukan
peraturan di lain pihak.

8
Secara otentik, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah
pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan (Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011). Berdasarkan
pemahaman pada peraturan perundang-undangan dan pembentukan peraturan
perundang-undangan, maka dapat dirumuskan kembali definisi opersional
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam unsur-unsur berikut:

1. Pembuatan peraturan tertulis yang berisi: norma-norma hukum, yang


berlaku ke luar, dan yang bersifat umum dalam arti yang luas atau
mengikat secara umum.
2. Dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang yang
tahapannya terdiri dari: perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Dimaksud dengan ”yang
berwenang di bidang perundang-undangan” adalah baik berwenang
secara atribusi maupun berwenang secara delegasi. Lebih lanjut
dikemukakan pada uraian berikutnya.

G. Teori Legislasi perihal Pembentukan Peraturan Perundang- undangan


Menurut teori legislasi yang diperkenalkan oleh Seidman, ada dua
pihak yang dituju oleh suatu undang-undang, yakni pemegang peran dan agen
pelaksana. Selain itu, ada subjek lain, yakni pembuat undang-undang.
Keterkaitan antara ketiga subjek itu dengan undang-undang (dalam
pengertian luas), merupakan karakter dari Model Sistem Hukum yang
dikembangkan Seidman, sebagaimana tampak dalam bagan/gambar berikut:

9
Model tersebut menunjukan pembuatan undang-undang oleh lembaga
yang berwenang dipengaruhi oleh orang-orang dan kelompok-kelompok yang
bertindak berdasarkan pilihan yang ada sesuai dengan batasan sumber daya,
lingkungan sosial-politik, ekonomi dan fisik mereka, yang dalam Model
tersebut tampak pada ”aneka pilihan”. Demikian pula dipengaruhi oleh
umpan-balik Lembaga Pelaksana dan Pemegang Peran yang juga dipengaruhi
oleh ”aneka pilihan”.

H. Kedudukan Pancasila dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan
Pasal 2 UU 12/2011 menentukan, Pancasila merupakan sumber segala
sumber hukum negara. Penjelasan Pasal 2 UU 12/2011:

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber


hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta


sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan

1
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Urgensi kedudukan Pancasila dalam Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan adalah memberikan arahan dalam pembuatan peraturan
perundang-undangan harus mengandung koherensi dengan nilai- nilai yang
terkandung dalam Pancasila, Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Nilai Persatuan Indonesia, Nilai
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Nilai-nilai Pancasila sebagai arahan dalam pembentukan peraturan
perundang-undanan telah dijabarkan dalam UUD 1945 dan dalam Undang-
Undang, terutama dalam pasal-pasal mengenai hak asasi manusia, hak-hak
dasar warga negara, dan sebagai sebagai hak konstitusional dan hak legal.
Juga telah dijabarkan sebagai kebijakan tematik, seperti kebijakan
perekonomian dan pendidikan di dalam UUD 1945.

Maknanya, pembentukan Undang-Undang misalnya, haruslah


bersumberkan dan berdasarkan pada ketentuan konstitusional dalam batang
tubuh UUD 1945, dan jika terjadi pelanggaran dapat diajukan pengujian
Undang-Undang ke hadapan Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C ayat (1) UUD
1945). Demikian juga, dengan pembentukan peraturan perundang-undangan
di bawah Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang,
dan terbuka diajukan pengujian ke hadapan Mahkamah Agung (Pasal 24A
ayat (1) UUD 1945).

I. Kedudukan UUD 1945 dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan
Pasal 3 ayat (1) UU 12/2011 menentukan, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam
Peraturan Perundang-undangan. Penjelasan Pasal 3 Ayat (1) UU 12/2011
menjelaskan:

1
Yang dimaksud dengan “hukum dasar” adalah norma dasar bagi
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang merupakan sumber
hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemahaman tentang konstitusi, atau yang tertulis disebut undang-


undang dasar, adalah konstitusi atau undang-undang dasar sebagai aturan
dasar atau peraturan dasar.

Istilah “hukum dasar” mencakup hukum dasar yang tertulis dan


hukum dasar yang tidak tertulis, yang lazim disebut konvensi konstitusi atau
konvensi ketatanegaraan.

Konsep yang masih memerlukan penjelasan adalah “hukum dasar


adalah norma dasar”, dalam rangkaian kata “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar” dan “hukum dasar
adalah norma dasar”. Jadi, UUD 1945 merupakan norma dasar. Ini yang
memerlukan penjelasan, yang lebih panjang, mengingat pemahaman bahwa
UUD 1945 merupakan hukum dasar atau aturan dasar.

Untuk keperluan ersebut, yang memahami rangkaian kata “Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum
dasar” dan “hukum dasar adalah norma dasar”, perlu mengkonfirmasi
pemahaman teoritik di bawah ini:12

1. Konstitusi adalah hukum dasar, norma dasar, dan sekaligus paling tinggi
kedudukannya dalam sistem bernegara. Namun, sebagai hukum,
konstitusi itu sendiri tidak selalu bersifat tertulis (schreven constitutie
atau written constitution).
2. Konstitusi yang bersifat tertulis biasa disebut undang-undang dasar
sebagai konstitusi dalam arti sempit, sedangkan yang tidak tertulis
merupakan konstitusi dalam arti yang luas.

12
OP-Cit

1
3. Menurut Hans Kelsen, gerund norm atau norma dasar itulah yang disebut
konstitusi. Gerund norm itu dijabarkan lebih lanjut menjadi abstract
norms yang selanjutnya dioperasionalkan dengan general norms yang
untuk seterusnya dilaksanakan dengan keputusan- keputusan yang berisi
concrete and individual norms. Bagi Hans Kelsen, peraturan perundang-
undangan berisi general and abstract norms yang tertuang dalam bentuk
formal, sedangkan gerund norms tercakup dalam rumusan pengertian
konstitusi dalam arti materiel. Konstitusi dalam arti materiel inilah yang
disebut Kelsen dengan the first constitution yang mendahului the
(second) constitution atau konstitusi dalam bentuknya yang formal
tersebut.
4. Sementara itu, Hans Nawiasky, salah seorang murid Hans Kelsen,
menyebut gerund norms itu dengan istilah staatsfundamentalnorms yang
juga dibedakannya dari konstitusi. Tidak semua nilai-nilai yang terdapat
dalam konstitusi merupakan staatsfundamental norms. Nilai-nilai yang
termasuk staatsfundamentalnorm menurutnya hanya spirit nilai-nilai
yang terkandung di dalam konstitusi itu, sedangkan norma-norma yang
tertulis di dalam pasal-pasal undang-undang dasar termasuk kategori
abstract norms.
5. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan sistem konstitusi Republik
Indonesia, dapat dibedakan antara Pembukaan UUD 1945 dengan pasal-
pasal UUD 1945. Pokok pikiran yang melandasi pandangan demikian
tidak lain adalah stuffenbau theorie menurut versi Hans Nawiasky
tersebut di atas, yang sangat berbeda dari stuffenbau theorie menurut
versi Hans Kelsen. Bagi Kelsen, gerund norm itulah konstitusi,
sedangkan peraturan perundang-undangan berisi general and abstract
norms, sehingga Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dilihat
sebagai sesuatu yang terpisah dari pasal-pasal UUD 1945 itu sendiri.
Keduanya tercakup dalam pengertian UUD 1945 sebagai konstitusi yang
tertulis yang berisi gerund norms.

1
6. Tentu saja, di samping UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis, ada pula
konstitusi yang tidak tertulis yang hidup dalam kesadaran hukum dan
praktik penyelenggaraan negara yang diidealkan sebagai bagian dari
pengertian konstitusi dalam arti luas dan oleh karena ituadalah juga
norma-norma dasar atau gerund norms yang mengikat sebagai bagian
dari konstitusi

Tampaknya konsep hukum dasar adalah norma dasar dalam


Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU 12/2011 mendapat pengaruh dari pemikiran
Hans Kelsen, bahwa gerund norm itulah konstitusi, sedangkan peraturan
perundang-undangan berisi general and abstract norms, sehingga enurut Jimly
Asshiddiqie, Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dilihat sebagai
sesuatu yang terpisah dari pasal-pasal UUD 1945 itu sendiri. Keduanya
tercakup dalam pengertian UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis yang
berisi gerund norms.

Pemahaman konstitusi sebagai norma dasar (gerund norm),


interpretasi yang dapat disampaikan adalah Pembukaan UUD 1945 sebagai
bagian dari konstitusi Indonesia itulah yang merupakan norma dasar (gerund
norm), yang mengandung nilai-nilai Pancasila. Jika demikian, bagaimana
dengan batang tubuh UUD 1945 dalam kedudukannya sebagai hukum dasar
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan menyisakan problem
teoritik maupun problem normatif. Oleh karena itu, tidak perlu memberikan
penjelasan bahwa hukum dasar merupakan norma dasar, akan tetapi penting
menormakan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pada penjelasan dijelaskan, yang dimaksud dengan “hukum dasar” adalah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
sumber hukum yang tertinggi bagi Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

1
J. Landasan Keabsahan Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan
Keabsahan atau validitas, sebagaimana dimaksudkan oleh Hans
Kelsen, adalah eksistensi spesifik dari norma-norma. Mengatakan suatu
norma adalah valid, sama halnya mengakui eksistensinya atau menganggap
norma itu mengandung “kekuatan mengikat” bagi mereka yang perbuatannya
diatur oleh peraturan tersebut.

Validitas hukum adalah suatu kualitas hukum, yang menyatakan


norma- norma hukum itu mengikat dan mengharuskan orang berbuat sesuai
dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum. Suatu norma hanya
dianggap valid berdasarkan kondisi bahwa norma tersebut termasuk ke dalam
suatu sistem norma.

Berkenaan dengan validitas, Satjipto Rahardjo dengan mendasarkan


pada pandangan Gustav Radbruch mengungkapkan, bahwa validitas adalah
kesahan berlaku hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum.
Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya dan oleh
Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar dari hukum, yakni keadilan,
kegunaan, dan kepastian hukum.

Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan antara validitas hukum


dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum didasarkan pada
keberlakuan filsafati supaya hukum mencerminkan nilai keadilan, didasarkan
pada keberlakuan sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan,
dan didasarkan pada keberlakuan yuridis supaya hukum mencerminkan nilai
kepastian hukum.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut sebagai (1)
muatan menimbang, yang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran
yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang–
undangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis;

1
dan (2) harus juga ada dalam naskah akademis rancangan peraturan
perundang-undangan.

Pada Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (TP3)


Nomor 19 menetukan, pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota memuat
unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari
filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk


mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber
dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk


untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk


mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

1
PENUTUP

A. Kesimpulan
hukum adalah suatu sistem yang di buat manusia untuk membatasi
tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol. Sedangkan
perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan
dan dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang mempunyai
fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Dalam pembuatannya, Peraturan perundang-undangan (wet in
materiele zin) mengandung tiga unsur:

1. norma hukum (rechtsnormen)


2. berlaku ke luar (naar buiten werken)
3. bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruime zin)

B. Saran
Penulis meyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
melakukan kesalahan. Dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat menulis makalah dengan lebih baik lagi.

1
DAFTAR PUSTAKA

Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, (Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia,


2012), hlm. 21.

Shanty Dellyana, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, (Yogyakarta: Penerbit


Liberty, 1988), hlm. 37.

https://fh.unikama.ac.id/id/2017/05/24/pengertian-hukum/ Online, diakses pada


tanggal 23 Oktober 2022

BAB I Ketentuan Umum, Bagian Kedua, Pasal1 ayat 2Undang-


UndangNomor12Tahun 2011, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

Bagir Manan, PerananPeraturanPerundang-undanganDalamPembinaanhukum


Nasional, (Armico, Bandung, 1987), hlm. 13

Gede Marhaendra Wija Atmaja, Ilmu perundang-undangan, (Denpasar: Universita


Udayana, 2016), hlm. 1

Anda mungkin juga menyukai