Ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Analisis Kebijakan, Hukum, dan
Perlindungan Anak
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
1. Latar Belakang.............................................................................................................4
2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5
1. Kebijakan hukum (teori-teori kebijakan hukum: pengertian, tujuan, asas,
prinsip-prinsip, manfaat)...................................................................................................5
2. Dasar Hukum (UU perlindungan anak, hukum pidana, hukum perdata, dan
hukum internasional tentang perlindungan anak)......................................................5
3. Strategi pencegahan dan penanganan pelanggaran HAM pada anak..........12
4. Tugas-tugas lembaga negara dalam menangani kasus-kasus perlindungan
anak (MA, Kejagung, Kepolisian, Kemenkumham, Kemensos, kemenagPP,
KOMNAS Anak dan KPAI)...............................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kebijakan Hukum (Teori-Teori Kebijakan Hukum: Pengertian,
Tujuan, Asas, Prinsip-Prinsip, Manfaat)
5
Selanjutnya, diubah menjadi Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
6
a. Anak dalam situasi darurat ;
b. Anak yang berhadapan dengan hokum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak korban jaringan terorisme;
f. Anak penyandang disabilitas;
g. Anak korban perlakuan sosial menyimpang;
h. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait
dengan kondisi orang tuanya;
Pelaksanaan perlindungan terhadap anak tersebut harus
didasarkan pada prinsip hak asasi manusia yaitu penghormatan,
pemenuhan dan perlindungan atas hak anak. Adapun fokus kajian ini
adalah perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan
hokum yang biasa disebut dengan ABH. Sedangkan, yang dimaksud
dengan anak yang berhadapan dengan hukum yaitu anak yang
berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (Harun & Wati, 2021).
Indonesia sebagai negara yang telah ikut meratifikasi Konvensi
Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) mempunyai
kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak
yang berhadapan dengan hokum. Perlakuam khusus tersebut
terdapat dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang Perlindungan Anak, dilakukan dengan cara manusiawi dan
disesuaikan dengan kebutuhannya antara lain pemberian pendidikan,
kesehatan, advokasi sosial, bantuan hokum, keadilan yang obyektif
tidak memihak dan dilakukan dalam sidang yang tertutup,
penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat (Harun
& Wati, 2021).
2.2 Hukum Perdata
Hukum perdata, diberi arti: mengatur kepentingan/perlindungan
antara orang yang satu dengan orang yang lain. hukum perdata
adalah keseluruhan kaidah? kaidah hukum yang mengatur hubungan
antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain
dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan Masyarakat
(Djaja S. Meliala, 2007). Anak menurut Kitab Udang –Undang Hukum
perdata Di jelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang
belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
Jadi anak adalah setiap orang yang belum berusia 21 tahun dan
belum meniakah. Seandainya seorang anak telah menikah sebalum
umur 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya
7
sebelum genap umur 21 tahun, maka ia tetap dianggap sebagai
orang yang telah dewasa bukan anak-anak.
8
sebagai kebiasaan internasional (Internasional Custom), prinsip-
prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab atau
Asas-Asas Hukum Yang Diakui Oleh Bangsa-bangsa Beradab dan
keputusan atau resolusi organisasi internasional (vide Pasal 38 Ayat
1 Statuta Mahkamah Agung Internasional). PBB yang khususnya
mengatur mengenai persoalan anak di seluruh dunia, KHA adalah
merupakan konvensi PBB dimana konvensi ini menjadi konpensi
paling komplit dalam menjabarkan serta memberikan pengakuan
mengenai instrumen-instrumen HAM dilihat dari awal mula
perkembangan organisasi Perserikatan tersebut (Ikhsan, 2002). Yang
dapat dilihat dalam Konvensi Hak Anak mengenai hak anak terdapat
pada Asas 1, Asas 2, serta Asas 9 yang menyatakan bahwa
a. Asas 1 ; “children should enjoy all the rights set forth in this
declaration. Every child, without any exception, shall receive these
rights, without distinction or discrimination of race, colour, sex,
language, religion, political or other opinion, national or social
origin, property, birth or other social status. , both himself and his
family”. Maksud dari asas yakni setiap negara harus menjamin
semua hak- hak yang dimiliki oleh setiap anak tanpa harus
melihat dari suku mana anak itu berasal, artinya semua anak
memperoleh hak yang sama dengan tidak membedakan RAS
mereka.
b. Asas 2 ; “Children must enjoy special protection and must be
given opportunities and facilities, by law or other regulations, to
enable them to grow physically, spiritually, mentally, mentally and
socially in a healthy and normal condition in conditions of freedom
and dignity. In establishing laws for this purpose, the best concern
is when the child should be the first consideration.” Asas ini
menjelaskan bahwa negara harus mampu memberikan
kesempatan bagi semua anak agar dapat menikmati semua
fasilitas yang dimana hal tersebut dapat membantu para anak-
anak untuk dapat berkembang dengan sehat secara fisik maupun
mental sesuai dengan apa yang telah kita harapkan bersama.
c. Asas 9, “Children must be protected from all forms of neglect,
cruelty and exploitation. Children should not be the target of
trafficking in all its forms. Maksud dari asas ini semua orang harus
mampu meberikan perlindungan kepada anak- anak dari semua
aspek kezaliman. Dan anak-anak juga tidak boleh dijual10 (Child,
1989).
Kovensi Hak Anak juga membenani kewajiban-kewajiban tertentu
bagi negara di seluruh dunia. Dan hal ini bisa dilihal didalam
Konvensi Hak Anak pada Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi “The
participating countries recognize that every child has an inherent right
to life” yang dimana hal ini memiliki makna bahwa anak itu “melekat”
9
atas kehidupan yang dimana hak tersebut bukanlah pemberian
negara melainkan hak itu adalah merupakan bagian dari anak itu
sendiri. Selain itu disebutkan juga pada Pasal 27 Ayat (1) yang
berbunyi “ negara-negara peserta mengakui setiap anak atas taraf
hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental,spiritual, moral
dan sosial anak”. Selanjutnya, mengenai Pasal 28 Ayat 1
menyatakan bahwa negara-negara peserta mengakui hak anak atas
pendidikan dan untuk mewujudkan hak ini maka secara bertahap dan
berdasarkan kesempatan yang sama, maka dengan hal ini negara
seharusnya dapat menjamin setiap hak dasar anak seperti hak untuk
pendidikan dasar, hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak.
Selain itu untuk dapat menjamin setiap hak anak tersebut, negara
juga bisa memberikan atau menyediakan agar anak- anak dapat
mengambil langkah-langkah yang baik. Negara juga bisa melakukan
hal seperti memberikan bantuan pendidikan bagi anak yang kurang
mampu dalam meraih pendidikan. Anak-anak juga harusnya terbebas
dari pekerjaan usia dini yang tidak seharusnya mereka dapatkan. Hal
tersebut dapat merenggut hak mereka untuk berpendidikan. Negara
juga harus menjamin kalau anak-anak harus bebas dari perdagangan
anak, karena sekarang dalam zaman ini banyak oknum-oknum yang
menggunakan anak sebagai tempat untuk mencari penghasilan
dengan cara dijual. Perlindungan mengenai hak anak juga terdapat
didalam Konvensi Internasional Labour Organization (ILO). Dimana
Internasional Labour Organization juga menghsilkan konvensi yang
mengatur mengenai perlindungan pekerja anak. Dimana hal ini
berkaitan dengan hal diperbolehkanya mempekerjakan anak atau
tidak. Didalam konvensi Internasional Labour Organization Nomor
138 Tahun 1973 menganai Usia Minumum untuk diperbolehkan
Bekerja. Dalam konvensi ini negara-negara didorong untuk
menetapkan kebijakan nasional untuk menghapus praktek
mempekerjakan anak dan meningkatkan usia bekerja minum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Konvensi ILO tersebut maka
negara diseluruh dunia harus meningkatkan usia bekerja minumum.
Seperti contohnya negara Indonesia, berdasarkan Konvensi ILO
tersebut Indonesia telah mendekarasikan usia minumum bekerja
adalam 15 Tahun, hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1999 yang meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973
(Ni Ketut Suriati et al., 2022).
Permasalahan anak yang bermasalah dengan hukum, baik dalam
posisi sebagai objek (viktim) maupun anak sebagai subjek (pelaku)
tindak pidana, merupakan permasalahan yang dihadapi semua
negara. Atas dasar hal tersebut, Masyarakat internasional melalui
lembaga-lembaga yang berada di bawah United Nation telah
10
mengeluarkan berbagai instrument perlindungan terhadap anak yang
harus dijadikan acuan oleh seluruh negara (Pangemanan, 2015).
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa
Dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak
Anak terdapat dokumen inovatif, konsesus hukum dan politik
internasional pendapat mengenai hak-hak yang anak-anak harus
harapkan untuk diakui oleh pemerintah nasional mereka. Sampai
Konvensi dibuka dan ditandatangani, para pembela hak-hak anak
telah menyalurkan tuntutan untuk anak-anak di bawah umur melalui
konvensi-konvensi lain dan perjanjian seperti Kovenan Internasional
mengenai Sipil dan Politik Hak. Sekarang ini banyak perjanjian
internasional yang berfokus pada hak-hak asasi manusia di hukum
internasional, dan implikasinya yang mecakup perlindungan hak anak
di bawah hukum internasional. Dalam piagam PBB salah satu
tujuannya untuk menegaskan kembali kepercayaan pada manusia
fundamental hak, dalam martabat dan nilai pribadi manusia dalam
persamaan hak antara anak laki- laki dan perempuan baik dalam
bangsa-bangsa besar maupun kecil. Selain itu pada Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia juga mencerminkan bahwa konsensus
internasional mengenai hak-hak dasar manusia dan yang
menandakan dimulainya perjuangan untuk menciptakan norma-
norma internasional yang dapat ditegakkan (Ni Ketut Suriati et al.,
2022).
Organisasi PBB yang mensponsori terciptanya konvensi yang
terkait dengan hak-hak asasi anak adalah Majelis Umum (MU).
Melaui forum MU, masyarakat internasional berhasil membentuk
KHA. Berdasarkan konvensi ini yang dimaksud dengan anak adalah
setiap manusia di bawah umur delapan belas tahun kecuali menurut
undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih
awal (Bahter, 2020).
b. Unicef
Pengaturan Hak-Hak Anak dalam Konvensi Hak Anak
(Convention of the Right of the Child), disahkan oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 dan mulai berlaku
pada 2 September 1990. Konvensi Hak Anak ini merupakan
instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip universal dan norma
hukum mengenai kedudukan anak, dan merupakan sebuah
perjanjian internasional hak asasi manusia (Bahter, 2020).
Konvensi Hak Anak dianggap sebagai perjanjian hak asasi
manusia yang paling maju (progresif), terperinci yang pernah
disepakati oleh negara-negara peserta. Dalam substansi atau
materi Konvensi Hak Anak dideskripsikan secara rinci dan
lengkap apa yang menjadi hak-hak anak. Negara anggota
mempunyai kewajiban membuat laporan (country report) kepada
11
UNICEF yang dilaksanakan setelah 2 tahun negara yang
bersangkutan meratifikasi Konvensi Hak Anak, laporan rutin
setelah hal itu dalam periode 5 tahun sekali (Bahter, 2020).
Peran UNICEF untuk memberi perlindungan terhadap hak-
hak asasi anak, termasuk hak kelangsungan hidup, hak
keamanan, hak pengembangan diri, dan hak berpartisipasi dan
menyatakan pendapat. Keterlibatan anak-anak dalam konflik
bersenjata merupakan pelanggaran hak asasi anak. Sebagai
organisasi internasional, UNICEF memiliki tanggung jawab besar
tidak hanya memonitor permasalahan tentara anak tetapi juga
untuk menyelesaikan kemudian mencegah kembali perekrutan
tentara anak di berbagai negara. Upaya UNICEF dalam masalah
tentara anak menentukan prospek kehidupan yang bersifat
humanis dan manusiawi bagi anak di bawah umur (Bahter, 2020).
Jika diklasifikasikan, terdapat empat macam bentuk kekerasan terhadap anak. Keempat
bentuk tersebut adalah kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasanseksual, dan
kekerasan sosial atau penelantaran. Secara sekilas, penjelasan keempat bentuk tersebut
sebagai berikut.
a. Kekerasan Fisik. Pengertian dari kekerasan fisik adalah apabila anak disiksa
secara fisik dan terdapat cedera pada badan akibat dari kekerasan tersebut.
Banyak bentuk kekerasan fisik terhadap anak ini, contohnya adalah penyiksaan,
pemukulan, ditampar, ditendang, diinjak, disetrika, dengan atau tanpa
12
menggunakan benda tertentu yang menimbulkan luka fisik atau kematian pada
anak.
b. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis adalah adanya perasaan tidak aman dan
nyaman yang dialami oleh anak. Kekerasan psikis ini dapat berbentuk dihina,
dicaci maki, diejek, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak diinginkan dan
sebagainya. Kekerasan psikis ini dapat juga berupa penurunan harga diri serta
martabat, berkata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di
depan orang lain, melontarkan ancaman dengan kata kasar.
c. Kekerasan Seksual Keterlibatan anak dalam aktifitas seksual di mana ia tidak
sepenuhnya dipahami, tidak disetujui, atau secara perkembangan belum
waktunya dimengerti oleh anak. Bentuk kekerasan seksual ini meliputi disiksa
atau diperlakukan secara seksual dan juga terlibat bagian atau melihat aktivitas
yang bersifat seks dengan tujuan pornografi, gerakan badan, film, atau sesuatu
yang bertujuan mengekploitasi seks dimana seseorang memuaskan nafsu
seksnya kepada orang lain.
d. Kekerasan Sosial (Penelantaran dan Eskploitasi) Kekerasan sosial pada anak ini
ada dua macam, yaitu penelantaran dan eksploitasi pada anak. Penelantaran
adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang
layak terhadap proses tumbuh kembang anak, seperti dikucilkan, diasingkan dari
keluarga, tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak.
Sedangkan eksploitasi adalah sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-
wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat, seperti
memaksa anak melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau
politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan,
dipaksa untuk bekerja dipabrik yang membahayakan.
2. Ruang Lingkup Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak
Pada dasarnya, kekerasan terhadap anak ini dapat terjadi di mana saja. Hampir tidak
ada tempat yang tidak pernah tidak terjadi tempat terjadinya tindak kekerasan
terhadap anak. Tempat terjadinya kekerasan terhadap anak secara garis besar dapat
terjadi di beberapa tempat sebagai berikut.
13
a. Rumah Tangga, Rumah tangga merupakan lingkup dimana anak mengalami
tindakan kekerasan dalam lingkup keluarga dan kekerasan tersebut dilakukan
oleh anggota keluarganya sendiri.
b. Lingkungan Pemukiman, Anak juga sering mengalami tindak kekerasan
dilingkungan tempat tinggalnya oleh orang lain dengan bentuk tindak kekerasan
seperti diskriminasi, pencabulan, pemerasan, ataupun penculikan.
c. Lingkungan Sekolah atau Lembaga Pendidikan, Tanpa disadari, dilingkungan
sekolah atau lembaga pendidikan baik itu formil atau nom formil juga sering
terjadi tindakan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh oknum pendidik
di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan itu sendiri. Tindakan kekerasan
tersebut dianggap sebagai salah satu cara untuk membentuk sikap dan perilaku
agar anak lebih menurut.
d. Lingkungan Pelayanan Kesehatan, Karena anak belum bisa mengungkapkan
apa yang dirasakannya, seringkali anak pasrah akan menerima berbagai
perlakuan yang diterima yang disebabkan perlakuan diskriminasi dilingkungan
pelayanan kesehatan, seperti perlakuan malpraktik.
e. Sarana atau Fasilitas Umum, Fasilitas atau sarana umum seperti terminal,
bandara, pelabuhan, tempat rekreasi, pasar, mall, atau tempat keramaian lainnya
juga kerap jadi tempat terjadinya tindak kekerasan terhadap anak. Tindak
kekerasan yang sering terjadi adalah penculikan, pelecehan, maupun tindak
kekerasan fisik lainnya.
f. Daerah Konflik, Sering terjadi keterlibatan anak dalam tindak kekerasan di
daerah yang sedang berkonflik, baik itu konflik senjata ataupun konflik sosial.
g. Daerah Bencana, Seringkali kebutuhan anak disamakan dengan kebutuhan orang
dewasa ketika terjadi bencana, padah tidak seharusnya demikian, kebutuhan
anak dan orang dewasa jelas berbeda. Dan hanya sedikit pihak yang
mempertimbangkan kebutuhan psikis anak abag segera pulih setelah
adanyabencana. Ini merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dihadapi anak.
Didaerah bencana juga kerap terjadi adalah perdagangan anak yang dilakukan
oleh orang yang mengaku akan mengangkat anak korban bencana, tetepi
kenyataannya adalah anak tersebut diperdagangkan ke luar daerah.
14
h. Kegiatan Ekonomi, Seringkali anak mengalami tindak kekerasan dikarenakan
dijadikan alat untuk pemenuhan ekonomi keuarga oleh pelaku. Anak disuruh
untuk bekerja atau dipekerjakan dalam berbagai pekerjaan, termasuk pekerjaan
yang buruk, misalnya dipekerjakan dalam pertambangan, dijermal,
diperkebunan, dipabrik-pabrik yang mengandung bahan kimia berbahaya, dan
dijalanan.
i. Kegiatan Politik, Orang tua masih banyak yang memanfaatkan anak untuk
berbagai kepentingan politik, seperti unjuk rasa atau demonstrasi, kampanye
partai politik dalam pemilu dan kegiatan lainnya yang tidak berpihak pada
kepentingan terbaik untuk anak.
15
ketika dewasa, anak tidak mampu membangun hubungan atau relasi intim dan
sehat.
b. Munculnya sikap depresif. Hal ini dikarenakan adanya masalah yang selama ini
sulit dihilangkan, seperti selalu murung, mudah menangis. Walaupun dalam
keadaan yang menyenangkan, anak akan ketakutan terhadap obyek yang tidak
jelas. Anak bahkan akan mengalami trauma pada hal-hal yang berhubungan
dengan pelaku atau otoritas.
c. Munculnya sikap agresif. Melalui siikap agresif ini, si anak akan mencoba
untuk menunjukan bahwa dirinya kuat dan memiliki kekuasaan. Anak akan
memberontak namun tidak mampu melawan kepada pelaku. Akibatnya, anak
akan menunjukan perilaku buruk, seperti merokok, minum alkohol,
menggunakan narkoba, dan sex bebas. Hal ini menunjukan adanya
ketidakpercayaan diri yang berlebihan, pengendalian emosi yang buruk, dan
akan berlanjut kesulitan beradaptasi dan bahkan akan mengalami masalah
psikologis yang lainnya.
d. Munculnya sikap destruktif. Anak tidak mampu membela diri atau mencari
pertolongan. Anak mempunyai kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri,
bahkan akan melakukan percobaan bunuh diri. Berawal dari beban pikiran dan
stres yang tidak memperoleh penyelesaian, menimbulkan perasaan kesal dan
putus asa pada anak dan ujungan akan mengalihkan perilakunya pada hal-hal
lain agar mendapat perhatian.
5. Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak
Pendekatan kepada sasaran diseminasi ini ada dua metode, yaitu dengan pendekatan
kelompok, dan pendekatan massal melalui media cetak atau elektronik. Terdapat tiga
16
macam fungsi dari pencegahan ini, pertama, mencegah timbulnya masalah kekerasan
terhadap anak. Kedua, mencegah berkembang dan meluasnya masalah kekerasan
terhadap anak dalam masyarakat. Ketiga, mencegah timbulnya atau kembalinya
permasalahan kekerasan terhadap anak. Sementara itu, strategi yang dapat dilakukan
yaitu dengan melalui tindakan pencegahan.
17
anggota keluarga kembali terjalin. Penggunaan pendekatan ini tidak mudah
sebab kehidupan, adat kebiasaan, dan kondisi keluarga yang berbeda-beda.
Bentuk pembinaan dalam metode ini cenderung subyektif dan individualistik.
Tujuan utama dari pendekatan tertier adalah mencegah dan memutus tindakan
kekerasan kepada anak. Selain kesadaran dari para orang tua, pelibatan para
Pencegahan dan penanganan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada anak
merupakan komitmen penting dalam melindungi anak-anak dari situasi yang merugikan
dan memastikan bahwa hak-hak mereka dihormati dan dijaga. Berikut adalah beberapa
strategi yang dapat diterapkan dalam upaya ini:
18
2) Ajarkan mereka tentang hak-hak mereka dan bagaimana
mengkomunikasikan ketidaknyamanan atau masalah kepada orang dewasa
yang mereka percayai.
f. Perlindungan Anak dalam Konflik dan Krisis:
1) Pastikan anak-anak yang terlibat dalam konflik atau krisis menerima
perlindungan dan perawatan yang memadai.
2) Dukung upaya kemanusiaan yang melibatkan penyediaan akses ke
pendidikan, perlindungan, dan perawatan medis bagi anak-anak yang
terkena dampak konflik atau krisis.
19
Kerja sama dengan LSM dan masyarakat sipil yang peduli terhadap HAM
untuk memastikan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM anak-anak tidak
diabaikan dan mendapatkan perhatian yang layak.
Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menangani anak yang
mengalami kekerasan:
20
mengalami kekerasan. Mereka dapat memberikan bimbingan dan dukungan
yang diperlukan.
i. Sarana Perawatan Kesehatan Mental: Berikan anak akses ke layanan
perawatan kesehatan mental jika diperlukan. Terapi dan konseling dapat
membantu anak mengatasi dampak psikologis dari kekerasan.
j. Lindungi identitas: Jika diperlukan, lindungi identitas anak yang menjadi
korban kekerasan untuk mencegah mereka dari retaliasi atau lebih banyak
tekanan.
k. Konsultasi dengan Keluarga dan Orang Tua: Jika kekerasan melibatkan
keluarga atau orang tua, pertimbangkan konsultasi dengan pekerja sosial atau
ahli yang berpengalaman dalam bidang hubungan keluarga.
5 Analisis Video
Kasus Tanggal Kronologis Penyelesaian
Kejadian
Kasus pencabulan Rusunawa Ibu korban yang bernama Ida pun membawa
di Rusunawa Marunda, Ida (31) melaporkan anaknya untuk
MarundaAnak Jakarta Utara, dugaan pencabulan melaporkan
Berusia 3 Tahun Kamis terhadap anaknya ke kejadian itu kepada
Diduga Jadi (12/1/2023) Polres Metro Jakarta Utara pihak kepolisian.
Korban Pencabulan usai mendengar sang anak Bersama penyidik,
di Jakarta Utara, mengeluh kesakitan di Ida menuju ke
Mengeluh Sakit di kemaluannya. Pada Rumah Sakit Cipto
Bagian Kemalua kondisi yang bersamaan Mangunkusumo
usai AN menghilang dari (RSCM) untuk
kediaman mereka di melakukan visum
Rusunawa Marunda, untuk memperjelas
Cilincing, Jakarta Utara, indikasi dugaan
Ida pun menaruh perhatian pencabulan itu.
penuh terhadap apa yang Sosok pelaku
diucapkan anaknya itu. pencabulan balita
Tidak berapa lama dicari, AN dikenali oleh
AN ditemukan di korban. Warga dan
jembatan arah Si Pitung, orangtua korban
Jakarta Utara, sekitar memperlihatkan
21
pukul 15.24 WIB. sejumlah foto yang
diduga sebagai
pelaku. Dari
beberapa foto itu,
AN menunjuk
sosok B yang
mencabulinya.
Pelaku pun
diamankan oleh
polisi setempat
22
Kasus KDRT di Februari 2023 rumah tangga (KDRT) di mengajukan
Depok, Disebut Depok, Jawa Barat, yang restorative justice
Nilai Akademik melibatkan pasangan (RJ) ke Polda Metro
Menurun hingga suami istri, BI dan PB, Jaya sejak Senin
Gagal Jadi Ketua disebut berdampak (19/6/2023).
OSIS terhadap anak mereka.
"Dengan kejadian sejak 25
Februari malam tersebut
sampai dengan hari ini, itu
sangat berdampak sekali
terhadap tumbuh kembang
anak. Di mana sang anak
tidak dapat belajar secara
tatap muka. Sekolah
mengeluarkan kebijakan
untuk online," kata Eka
saat menggelar jumpa pers
di kawasan Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan,
Kamis (22/6/2023).
"Anak pertama yang
memang diagendakan
menjadi ketua OSIS,
kandidat ya, pupus dan
kandas akibat berlarut-
larutnya persoalan ini.
Saya juga sudah
komunikasi dengan pihak
guru bahwa memang guru
juga menyatakan ini anak
cerdas. Sayang sekali
dengan kejadian ini, cita-
cita anak menjadi ketua
OSIS pupus hanya karena
persoalan ini,"
23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Ratna Sari, Soni Akhmad Nulhaqim, dan Maulana Irfan, “Pelecehan Seksual Terhadap
Anak,” Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 2.1 (2015),
hal. 15–16 ; Kurniasari, hal. 18
Kurniasari, hal. 19; Ahmad Sofian, “Terminologi Hukum ‘Kekerasan dan Eksploitasi
Anak,’” 2018 [diakses 4 Juli 2021].
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), hal. 100–
106.
25