Anda di halaman 1dari 15

PERMASALAHAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Multikultural
Dosen Pengampu : Aang Solahudin Anwar, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Anita Putri Pratiwi (NIM : 19416286206026)
2. Aprilia Kartini (NIM : 19416286206034)
3. Intan Apriyani (NIM : 19416286206090)
4. Mila Nurjamilah (NIM : 19416286206024)
5. Ria Pratiwi (NIM : 19416286206029
6. Tri Wahyuni Purwaningsih (NIM : 19416286206111)

SD19C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkanrahmat dan hidayah-Nya kapada kelompok kami, sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Permasalahan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pendidikan
Multikultural Di Indonesia”.
Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, terutama Yth. Bapak Aang Solahudin Anwar, S.Pd., M.Pd selaku
Dosen Mata Kuliah Pendidikan Multikultural. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan, penyajian maupun isi.
Oleh karena itu kami selaku penyaji mengharapkan adanya kritik ataupun saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga dikesempatan mendatang kami dapat menyajikan
makalah yang jauh lebih baik daripada ini. Semoga makalah ini dapat menjadi sarana
pembelajaran yang baik dalam mata kuliah Pendidikan Multikutural.

Penulis

Karawang, 17 November 2021

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 3


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Makalah ...................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 4

2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural ....................................................... 4

2.2 Tujuan Pendidikan Multikultural ............................................................. 5

2.3 Permasalahan Pendidikan Multikultural .................................................. 6

2.4 Kelebihan, Kekurangan dan Solusi Pendidikan Multikultural .............. 10

BAB III PENUTUP .................................................................................... 13

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 13

3.2 Saran ...................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sedikitnya selama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat
terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan,
membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional
dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di
berbagai kawasan di Indonesia menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun
dalam Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling
pengertian antar kelompok. Konteks global setelah tragedi September 11 dan invasi Amerika
Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam era reformasi menambah kompleknya
persoalan keragaman dan antar kelompok di Indonesia.
Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan
penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar
antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit
7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat
sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia,
Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India
hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga
agama.
Merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara
sederhana dapat disebut sebagai masyarakat "multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas
"multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali
"kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi "integrating force" yang mengikat seluruh
keragaman etnis dan budaya tersebut.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan pengertian pendidikan multikultural?
2. Apa tujuan pendidikan multikultural?
3. Apa saja masalah pendidikan multikultural di Indonesia?
4. Sebutkan Kelebihan, Kekurangan dan solusinya dalam pendidikan multikultural di
Indonesia!
1.3 TUJUAN MAALAH
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan multikultural
2. Untuk mengetahui tujuan dari pendidikan multikultural
3. Untuk mengetahui masalah dari pendidikan multikultural
4. Untuk mengetahui kelebihan, kekurangan dan solusinya dalam pendidikan multikultural

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan Multikultural
Secara sederhana multikulturalisme bisa dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah
Negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Atau dapat pula diartikan sebagai
kepercayaan kepada normalitas dan penerimaan keragaman menurut Azyumardi Azra
dalam Zakiyuddin Baidhawy (2005).
Pengertian tentang multikulturalisme setidaknya mengandung dua pengertian yang sangat
kompleks yaitu multi yang berarti plural, kulturalisme berisi pengertian kultur atau budaya.
Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan berarti seekedar
pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis, namun pengakuan yang memiliki implikasi-
implikasi politis, sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme bersangkutan dengan prinsip-
prinsip demokrasi H.A.R. Tilaar (2004).
Pendidikan multikultural adalah merupakan suatu wacana yang lintas batas, karena
terkait dengan masalah-masalah keadilan sosial (social justice), demokarasi dan hak asasi
manusia. tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural.
Pendidikan multikultural pada intinya adalah pendidikan yang memberikan penekanan
terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang
tinggi. Dengan model pendidikan ini, diharapkan masyarakat Indonesia mampu menerima,
menolerir, dan menghargai keragaman yang ada di Indonesia. Dalam dunia pendidikan
multikultural, seorang pendidik seharusnya tidak saja profesional dalam bidang akademik, tetapi
juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural itu, yakni
demokrasi, humanisme, dan pluralisme.
Pendidikan multikultural diharapkan mampu menjawab tantangan zaman di masa
globalisasi ini. Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur dan standar mengenai seberapa jauh
suatu negara mampu bersaing di dunia internasional. Semakin baik mutu pendidikan suatu
negara, maka negara itu semakin siap dalam menghadapi persaingan global.
Multikulturalisme berasal dari kata “multi” yang berarti plural, “kultural” yang berarti
kultur atau budaya, dan “isme” yang berarti paham atau aliran. Dalam perkembangannya,
multikulturalisme tidak lebih dari sebuah istilah yang menyempurnakan gagasan sebelumnya
yaitu pluralisme.
Multikulturalisme adalah respon terhadap realitas, dimana masyarakat selalu menjadi
plural (jamak) dan tidak monolitik. Keanekaragaman membawa perbedaan dan dapat berujung
pada konflik. Namun bukan berarti konflik selalu disebabkan oleh perbedaan. Dari sudut
pandang agama, keragaman keyakinan, budaya, dan pandangan hidup penting untuk diangkat

4
kembali mengingat penganut agama-agama di Indonesia masih awam, sehingga sangat rawan
dengan konflik dan kekerasan.
James A. Banks memberikan pengertian tentang Pendidikan Multikultural sebagai
konsep, ide, atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan
yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya
hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu,
kelompok maupun negara. Pendidikan multikultural juga dapat diartikan sebagai sebuah gerakan
reformasi yang dirancang untuk menghasilkan sebuah transformasi di sekolah, sehingga peserta
didik baik dari kelompok gender maupun dari kelompok budaya dan etnik yang berbeda
akan mendapat kesempatan yang sama untuk menyelesaikan sekolah.
Menurut Paul Gorski pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif untuk
mengubah pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan memusatkan perhatian pada
kelemahan, kegagalan, dan praktek diskriminatif di dalam pendidikan. Keadilan sosial,
persamaan pendidikan, dan dedikasi melandasi pemberian kemudahan pengalaman pendidikan
dalam mewujudkan semua potensinya secara penuh dan mewujudkan manusia yang sadar dan
aktif secara lokal, nasional, dan global.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan pada tingkat deskriptif dan normative,
yang menggambarkan isu-isu dan masalah- masalah pendidikan berkaitan dengan masyarakat
multikultural. Labih jauh lagi mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-
kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks
deskriptif ini, maka kurikulum pendidikan multkultural harus mencakup subjek-subjek seperti :
toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural, dan agama; bahaya diskriminasi;
penyelesaian konflik dan mediasi; HAM; demokrasi dan pluralitas; kemanusiaan universal dan
subjek-subjek lain yang relevan Said (2004).
2.2 Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal
merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan
akhirnya tercapai dengan baik.
Pada dasarnya tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana pendidikan,
pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan ataupun
mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan
multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu untuk menjadi transormator
pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan
demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya.
Sedangkan tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak hanya mampu
memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi diharapakan juga
bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis,
pluralis dan humanis. Karena tiga hal tersebut adalah ruh pendidikan multikultural Ainul Yaqin
(2005).

5
2.3 Masalah Pendidikan Multikultural
Penerapan pendidikan multikultural di Indonesia masih mengalami berbagai hambatan
atau problem. Problem pendidikan multikultural di Indonesia memiliki keunikan yang tidak sama
dengan problem yang dihadapi oleh negara lain. Keunikan faktor-faktor geografis, demografi,
sejarah dan kemajuan sosial ekonomi dapat menjadi pemicu munculnya problem pendidikan
multikultural di Indonesia. Problem pendidikan multikultural di Indonesia secara garis besar
dapat dipetakan menjadi dua hal, yaitu : problem kemasyarakatan pendidikan multikultural dan
problem pembelajaran pendidikan multikultural.
1. Problem Kemasyarakatan Pendidikan Multikultural Di Indonesia
Dalam studi sosial, ajakan agar selalu hidup berdampingan secara damai (koeksistensi damai)
ini merupakan bentuk sosialisasi nilai yang terkandung dalam multikulturalisme. Kesadaran akan
pentingnya kemajemukan mulai muncul seiring gagalnya upaya nasionalisme negara, yang
dikritik karena dianggap menekankan kesatuan daripada keragaman. Bertolak dari kenyataan ini,
kini dirasakan semakin perlunya kebijakan multikultural yang memihak keragaman. Tetapi,
dalam implementasinya pendidikan multikultural berhadapan dengan beragam problem di
masyarakat, yang menghambat penerapan pendidikan multikultural di dalam ranah pendidikan.
Problem-problem tersebut antara lain :
a) Keragaman identitas budaya daerah
Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang
memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia
yang multikultural. Namun kondisi neka-budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan
menjadi lahan subur bagi konflik dan kecembururuan sosial. Masalah ini muncul jika tidak ada
komunikasi antar budaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai
kelompok budaya lain justru dapat menjadi konflik dan menghambat proses pendidikan
multikultural.
Dalam mengantisipasi hal ini, keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu yang
mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya diperlukan suatu manajemen konflik
agar potensi konflik dapat terkoreksi secara dini untuk ditempuh langkah-langkah
pemecahannya, termasuk di dalamnya melalui pendidikan multikultural. Dengan adanya
pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah tertentu bisa saling
mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling berkomunikasi.
b) Pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah
Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, Indonesia dihadapkan para beragam
tantangan baru yang sangat kompleks. Salah satu di antaranya yang paling menonjol adalah
persoalan budaya. Dalam arena budaya, terjadinya pergeseran kekuatan dari pusat ke daerah
membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Bila pada masa
Orba, kebijakan yang terkait dengan kebudayaan masih tersentralisasi, maka kini tidak lagi.
Kebudayaan, sebagai sebuah kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh kebijakan pusat,
melainkan dikembangkan dalam konteks budaya lokal masing-masing. Ketika sesuatu

6
bersentuhan dengan kekuasaan maka berbagai hal dapat dimanfaatkan untuk merebut kekuasaan
ataupun melanggengkan kekuasaan itu, termasuk di dalamnya isu kedaerahan.
Konsep “putra daerah” untuk menduduki pos-pos penting dalam pemerintahan sekalipun
memang merupakan tuntutan yang demi pemerataan kemampuan namun tidak perlu
diungkapkan menjadi sebuah ideologi. Tampilnya putra daerah dalam pos-pos penting memang
diperlukan agar agar putra-putra daerah itu ikut memikirkan dan berpartisipasi aktif dalam
membangun daerahnya. Harapannya tentu adalah asas kesetaraan dan persamaan. Namun bila isu
ini terus dihembuskan justru akan membuat orang terkotak oleh isu kedaerahan yang sempit.
Oleh karena itu, pendidikan multikultural merupakan sesuatu yang urgen untuk mengurai
pandangan-pandangan yang sempit mengenai isu kedaerahan sehingga timbul toleransi dan
harmonisasi.
c) Kurang kokohnya nasionalisme
Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan (integrating force)
seluruh pluraritas negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional
dan ideologi negara berfungsi sebagai integrating force. Saat ini Pancasila kurang mendapat
perhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu kedaerahan semakin semarak. Persepsi
sederhana dan keliru banyak dilakukan orang dengan menyamakan antara Pancasila dengan
ideologi Orde Baru yang harus ditinggalkan. Tidak semua hal yang ada pada Orde Baru jelek,
sebagaimana halnya tidak semuanya baik. Ada hal-hal yang perlu dikembangkan.
Nasionalisme perlu ditegakkan namun dengan cara-cara yang edukatif, persusif dan
manusiawi bukan dengan pengerahan kekuatan. Sejarah telah menunjukkan peraran Pancasila
yang kokoh untuk menyatukan kedaerahan ini. Kita sangat membutuhkan semangat nasionalisme
yang kokoh untuk meredam dan menghilangkan isu yag dapat memecah persatuan dan kesatuan
bangsa. Oleh karena itu pendidikan multikultural dapat menjadi jalan untuk memperkokoh
nasionalisme dalam koridor keragaman bangsa yang majemuk ini.
d) Fanatisme sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah fanatisme sempit,
yang menganggap bahwa kelompoknya yang paling benar, paling baik dan kelompok lain harus
dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di
masyarakat. Gejala bonek (bondo nekat) di kalangan supporter sepak bola nampak menggejala di
tanah air. Kecintaan pada klub sepak bola daerah memang baik, tetapi kecintaan yang berlebihan
terhadap kelompoknya dan memusuhi kelompok lain secara membabi buta maka hal ini tidak
sehat. Apalagi bila fanatisme ini berbaur dengan isu agama (misalnya di Ambon, Maluku dan
Poso, Sulawesi Tengah) maka akan dapat menimbulkan gejala ke arah disintegrasi bangsa. Di
sini pendidikan multikultural memiliki peran yang penting sebagai wahana peredam fanatisme
sempit. Karena di dalam pendidikan multikultural terkandung ajaran untuk menghargai
seseorang atau kelompok lain walaupun berbeda suku, agama, rasa atau golongan.

7
e) Konflik kesatuan nasional dan multikultural
Ada tarik menarik antara kepentingan kesatuan nasional dengan gerakan multikultural. Di
satu sisi ingin mempertahankan kesatuan bangsa dengan berorientasi pada stabilitas nasional.
Namun dalam penerapannya, bangsa Indonesia pernah mengalami konsep stabilitas nasional ini
dimanipulasi untuk mencapai kepentingan-kepentingan politik tertentu. Adanya Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dapat menjadi contoh ketika kebijakan penjagaan stabilitas nasional ini berubah
menjadi tekanan dan pengerahan kekuatan bersenjata. Hal ini justru menimbulkan perasaan
antipasti terhadap kekuasaan pusat yang tentunya hal ini bisa menjadi ancaman bagi integrasi
bangsa.
Di sisi multikultural, kita melihat adanya upaya yang ingin memisahkan diri dari
kekuasaan pusat dengan dasar pembenaran budaya yang berbeda dengan pemerintah pusat yang
ada di Jawa ini. Contohnya adalah gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua. Oleh
karena itu pendidikan multikultural diharapkan dapat menjembatani berbagai perbedaan ini agar
tidak terjadi benturan antara kesatuan nasional dan multikultural.
f) Kesejahteraan ekonomi yang tidak merata di antara kelompok budaya
Kejadian yang nampak bernuansa SARA seperti Sampit beberapa tahun yang lalu setelah
diselidiki ternyata berangkat dari kecemburuan sosial yang melihat warga pendatang memiliki
kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dari warga asli. Jadi beberapa peristiwa di tanah air
yang bernuansa konflik budaya ternyata dipicu oleh persoalan kesejahteraan ekonomi.
Orang akan dengan mudah terintimidasi untuk melakukan tindakan yang anarkis ketika
himpitan ekonomi mendera mereka. Mereka akan menumpahkan kekesalan mereka pada
kelompok-kelompok mapan dan dianggap menikmati kekayaan yang dia tidak mampu
meraihnya. Jadi, adanya tekanan ekonomi memaksa orang untuk bertindak destruktif. Berangkat
dari hal ini, pendidikan multikultural diharapkan dapat mendidik seseorang untuk berperilaku
menurut aturan yang berlaku. Selain itu, pendidikan multikultural diharapkan dapat mengajarkan
perbedaan-perbedaan yang dijumpai di masyarakat karena di masyarakat terdiri dari beragam
lapisan, seperti si kaya dan si miskin atau golongan borjuis dan proletar. Untuk itu pendidikan
multikultural perlu diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain, tidak
peduli dari lapisan mana seseorang itu berasal.

2. Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural di Indonesia


Pendidikan multikultural yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan ternyata tidak
terlepas dari berbagai problem yang menghambatnya. Selain problem kemasyarakatan,
pendidikan multikultural juga tidak lepas dari problem dalam proses pembelajarannya. Dalam
kerangka strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis budaya dapat mendorong terjadinya
proses imajinatif, metaforik, berpikir kreatif, dan sadar budaya. Namun demikian, penggunaan
budaya lokal (etnis) dalam pembelajaran berbasis budaya tidak terlepas dari berbagai
permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen pembelajaran, sejak persiapan awal dan
implementasinya.

8
Beberapa permasalahan awal pembelajaran berbasis budaya (multikultural) pada tahap
persiapan awal, antara lain :
1) Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik.
2) Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama
dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya.
3) Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang
minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-
masing dalam konteks budaya masing-masing serta dalam dimensi pengalaman belajar
yang diperoleh.
Pada kenyataannya berbagai dimensi dari keberagaman budaya Indonesia dapat menimbulkan
masalah dalam proses pembelajaran, terutama dalam kelas yang budaya etnis peserta didiknya
sangat beragam, antara lain :
a) Masalah seleksi dan integrasi isi (content selection and integration) mata pelajaran
Implementasi pendidikan mutikultural dapat terhambat oleh problem seleksi dan integrasi isi
mata pelajaran yang akan diajarkan. Masalah yang muncul dapat berupa ketidakmampuan guru
memilih aspek dan unsur budaya yang relevan dengan isi dan topik mata pelajaran. Selain itu
masih banyak guru yang belum dapat mengintegrasikan budaya lokal dalam mata pelajaran yang
diajarkan, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi peserta didik.
Untuk mengatasi problem di atas, guru harus memiliki pengetahuan budaya yang memadai.
selain itu diperlukan sikap dan keterampilan yang bijaksana dalam memilih metode atau materi
pelajaran yang mengandung sensivitas budaya, misalnya materi tentang perbedaan etnis atau
agama. Guru juga dapat memberikan sentuhan warisan budaya sehingga dapat memotivasi
peserta didik mendalami akar budayanya sendiri dan akan menghasilkan pembelajaran yang kuat
bagi peserta didik. Guru juga dapat menggunakan teknik belajar kooperatif dan kerja kelompok
untuk meningkatkan integrasi ras dan etnis di sekolah dan di kelas.
b) Masalah “proses mengkonstrusikan pengetahuan” (the knowledge construction process)
Selain masalah seleksi dan integrasi isi mata pelajaran, masalah proses mengkonstruksi
sebuah pengetahuan dapat menjadi problem bagi pendidikan mutikultural. Jika peserta didik
terdiri dari berbagai budaya, etnis, agama, dan golongan dapat memunculkan kesulitan tersendiri
untuk menyusun sebuah bangunan pengetahuan yang berlandaskan atas dasar perbedaan dan
keragaman budaya. Seringkali muncul kesulitan dalam menentukan aspek budaya mana yang
dapat dipilih untuk membantu peserta didik memahami konsep kunci secara tepat.
Selain itu, guru juga masih banyak yang belum dapat menggunakan frame of reference dari
budaya tertentu dan mengembangkannya dari perspektif ilmiah. Hal ini terkait kurangnya
pengetahuan dari guru tentang keragaman budaya. Problem lain yang dapat muncul adalah
munculnya bias dalam mengembangkan perspektif multikultur untuk mengkonstruksi
pengetahuan. Kekhawatiran yang muncul adalah munculnya diskriminasi dalam pemberian
materi pelajaran sehingga hanya memunculkan satu kelompok atau golongan tertentu yang
menjadi pokok bahasan pembelajaran.

9
c) Masalah mengurangi prasangka (prejudice reduction)
Salah satu masalah lain yang muncul dalam pembelajaran mutikultural adalah adanya
prasangka dari peserta didik terhadap guru bahwa guru tertentu cenderung mengutamakan unsur
budaya kelompok tertentu. Selain itu, guru belum dapat mengusahakan kerjasama (cooperation)
dan pengertian bahwa strategi pemakaian budaya tertentu bukan merupakan kompetisi, tetapi
sebuah kebersamaan. Oleh karena itu guru harus mengusahakan bagaimana agar peserta didik
yang belum mengenal budaya yang dijadikan media pembelajaran menjadi tidak
berprasangka bahwa guru cenderung mengutamakan budaya tertentu. Contoh, jika guru memilih
Bagong (tokoh wayang di Jawa Tengah) untuk pembelajaran, maka guru harus menjelaskan
siapa Bagong dan mampu mengidentifikasi tokoh serupa seperti Cepot (Jawa Barat), Sangut
(Bali), Dawala dan Bawok (pesisir utara Jawa).
Dengan mengambil contoh yang sepadan, guru dapat menghindari prasangka bahwa dia
mengutamakan unsur budaya tertentu. Situasi tersebut mendorong kebersamaan antar peserta
didik dan saling memperkaya unsur budaya masing-masing.
d) Masalah kesetaraan paedagogi (equity paedagogy)
Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok
tertentu dan (secara tidak sadar) menafikan budaya kelompok lain. Untuk mempersiapkan atau
memilih unsur budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi dari berbagai sumber dan
pustaka sehingga guru dapat melaksanakan kesetaraan paedagogi. Guru harus memiliki
“khasanah budaya” mengenai berbagai unsur budaya dalam tema tertentu. Misalnya jika
menerangkan tentang kesenian teater, guru dapat menyebutkan dan mengidentifikasi beragam
kesenian dari berbagai daerah seperti Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah),
Lenong (Betawi), dan Ketoprak (Yogyakarta).
Konklusinya, penerapan pendidikan mutikultural di Indonesia masih mengalami berbagai
problem atau masalah, yang dapat diidentifikasi menjadi dua problem utama yaitu problem
kemasyarakatan dan problem pembelajaran pendidikan mutikultural.

2.4 Kelebihan, Kekurangan dan Solusinya dalam Pendidikan Multikultural


1. Kelebihan Pendidikan Multikultural
Dalam pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus diperhatikan. Menurut James
Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan multikultural yang saling berkaitan, yaitu sebagai
berikut :
a. Mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep
mendasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran.
b. Membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
c. Menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi
prestasi akademik.
d. Mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajarannya.

10
e. Melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan
seluruh siswa dan staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya akademik.

2. Kekurangan Pendidikan Multikultural dan Solusinya


Mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah mungkin saja akan mengalami
hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian
dan sejak awal perlu diantisipasi antara lain sebagai berikut:
a. Perbedaan Pemaknaan terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam mengimplementasikannya.
Multikultural sering dimaknai orang hanya sebagai multi etnis sehingga bila di sekolah mereka
ternyata siswanya homogen etnisnya, maka dirasa tidak perlu memberikan pendidikan
multikultural pada mereka. Padahal pengertian pendidikan multikultural lebih luas dari itu.
H.A.R. Tilaar (2002) mengatakan bahwa pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata
terfokus pada perbedaan etnis yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih
luas dari itu. Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap toleransi,
menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi, tidak sekadar mengetahui tata cara
hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu.
b. Munculnya Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan
sering terjadi diskontinuitas nilai budaya. Peserta didik memiliki latar belakang sosiokultural di
masyarakatnya sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah sehingga mereka mendapat
kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan sekolah. Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup
berat. Di antaranya adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan
memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk itu, berbagai
unsur pelaku pendidikan di sekolah, baik itu guru, kepala sekolah, staf, bahkan orangtua dan
tokoh masyarakat perlu memahami secara seksama tentang latar belakang sosiokultural peserta
didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan kemampuan menghayati sesuatu dari
lingkungan yang ada pada peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan
untuk masuk ke jalur kontinuitas.
c. Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang komprehensif sehingga menuntut
komitmen yang kuat dari berbagai komponen pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk
dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut. Berhasilnya
implementasi pendidikan multikultural sangat bergantung pada seberapa besar keinginan dan
kepedulian masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru.
Arah kebijakan pendidikan di Indonesia di masa mendatang menghendaki terwujudnya
masyarakat madani, yaitu masyarakat yang lebih demokratis, egaliter, menghargai nilai-nilai
kemanusiaan dan persamaan, serta menghormati perbedaan.

11
d. Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan Keseragaman
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang terkait dengan kepentingan pendidikan
selalu diseragamkan, baik yang berwujud benda maupun konsep-konsep. Dengan adanya kondisi
ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada keseragaman dan sulit menghargai
perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada
sistem perilaku dan tindakan orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit
menghargai dan mengakui keragaman dan perbedaan.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan multikultural adalah suatu penedekatan progresif untuk melakukan
transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar kekurangan, kegagalan dan
praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan.
Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan keadilan sosial dan persamaan hak
dalam pendidikan. Sedangkan dalam doktrin Islam sebenarnya tidak membeda-bedakan etnik,
ras dan lain sebagainya dalam pendidikan. Manusia semuanya adalah sama, yang
membedakannya adalah ketakwaan mereka kepada Allah SWT. Dalam Islam, pendidikan
multikultural mencerminkan bagaimana tingginya penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan
dan tidak ada perbedaan di antara manusia dalam bidang ilmu.
Pendidikan multikultural seharusnya memfasilitasi proses belajar mengajar yang
mengubah perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke
perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan sikap terbuka.
Perubahan paradigma semacam ini menuntut transformasi yang tidak terbatas pada dimensi
kognitif belaka.

3.2 Saran
Dari hasil pembahasan makalah diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu
pengetahuan yang terkait dengan pengertian pengertian pendidikan multikultural , serta
pengetahuan tentang masalah pendidikan multikultural di Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA
http://gears99.blogspot.com/2012/04/pendidikan-multikultural.html?m=1
https://sosiohistori.blogspot.com/2013/01/pendidikan-multikultural-dan-problemnya.html?m=1

14

Anda mungkin juga menyukai