Anda di halaman 1dari 28

STABILISASI EVAKUASIDAN TRANSPORTASI PASIEN SAAT BENCANA

Dissun Oeh :

Yosua Adipati Paraso

1814201268

FAKULTAS KEPERAWATAN

PRODI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

MANADO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Stabilisasi evakuasi dan

transportasi pasien saat bencana” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam penyelesaian

makalah ini ada beberapa kesulitan yang penulis temukan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan

dan pengalaman penulis. Untuk itu, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan penulis

mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan anugrah-Nya kepada pihak yang telah membantu

penyelesaian makalah ini dan semoga makalah ini dapat berguna untuk memberikan kontribusi dalam

mata kuliah Keperawatan Kedaruratan. Di samping itu penulis menyadari makalah ini jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat penulis

harapkan demi kesempurnaannya.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik factor alam

maupun faktor non alam, maupun factor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban

jiwa manusia,kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,dan dampak psikologi. (Suratman

Woro Suprojo, Prosiding pengindraan jauh dan system informasi geografi.2012)

Jalur evakuasi adalah jalur yang ditujukan untuk membuat orang agar dapat

menyikapi saat terjadi bencana dan tidak (berhamburan saat terjadi bencana) panik saat terjadi

bencana melainkan dapat memposisikan apa yang akan mereka lakukan dengan melihat arah

panah maupun tanda lain demi menekan jumlah korban yang disebabkan oleh kepanikan saat

terjadi bencana. Seperti gunung meletus, banjir maupun gempa bumi. Peran siswa yang juga

adalah sebagai masyarakat sekolah yang menempati aspek penting dalam ikut campur

(partisipasi) dalam pembuatan jalur evakuasi, membutuhkan peran dari masyarakat sekolah

pengetahuan terhadap mengenai resiko bencana juga sangat penting, upaya tersebut juga

dituangkan dalam hyogo frame work for action Tahun 2005 dimana salah satu butirnya

memprioritaskan tentang pendidikan mitigasi bencana.(prosding spatial thinking).

Penentuan titik jalur evakusi serta tempat berkumpul (assemble Point) merupakan

Perancangan peta evakuasi dengan caramenentukan lintasan terpendek menuju titik

berkumpul (assembly point). Penentuan lintasan terpendek memperhatikan alternative jalur-

jalur yang dapat dilalui menuju titik berkumpul 2 (assembly point). Jarak yang terpendek

merupakan jalur tercepat menuju titik berkumpul (assembly point).

Pada saat terjadi bencana sebagian besar berlarian menyelamatkan diri tanpa arah

atau pedoman baik penghuni bangunan yang ada di bagian tengah maupun belakang

semuanya berlarian menuju jalan keluar tanpa memperhatikan jalur yang ditempuh dan titik
berkumpul (assembly point) yang aman, hal ini juga menyebabkan timbulnya korban,

banyaknya sekolah yang belum menggunakan jalur evakuasi juga menyababkan kendala

tersendiri dalam hal pelaksanaan sekolah yang aman terhadap bencana.

Adanya peta evakuasi, berupa arah panah evakuasi menuju tempat (arrow) yang telah

ditentukan. Model simulasi juga akan dilakukan untuk mengevaluasi arah jalur dalam peta

evakuasi yang diterapkan. Perancangan peta evakuasi dengan cara menentukan lintasan.

Peta jalur evakuasi dibuat menggunakan Software Arc Gis dengan extension oleh

google sketchup dengan memperhatikan georeferensing sehingga dapat melihat kerugian yang

ditimbulkan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian evakuasi dan transportasi pada pasien ?

2. Apa saja persiapan transportasi ?

3. Bagaimana teknik pemindahan pada pasien ?

4. Bagaimana prinsip dasar pemindahan penderita gawat darurat ?

5. Bagaimana Jenis-jenis transportasi pasien ?

6. Apa yang dimaksud dengan transportasi pasien rujukan dengan trauma servikal ?

7. Apa yang dimaksud dengan transportasi pasien rujukan ?

8. Apa saja syarat alat transportasi yang diperlukan ?

9. Bagaimana cara transportasinya?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian evakuasi dan transportasi pada pasien

2. Untuk mengetahui persiapan transportasi

3. Untuk mengetahui teknik pemindahan pada pasien

4. Untuk memahami prinsip dasar pemindahan penderita gawat darurat


5. Untuk mengetahui Jenis-jenis transportasi pasien

6. Untuk mengetahui transportasi pasien rujukan dengan trauma servikal

7. Untuk mengetahui transportasi pasien rujukan

8. Untuk mengetahui syarat alat transportasi yang diperlukan

9. Untuk memahami cara transportasinya

D. MANFAAT PENULISAN

1. Manfaat Umum Memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya wawasan dan

pengetahuan tentang materi

2. Manfaat Khusus

a. Bagi pembaca Makalah ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam

memahami materi yang di sajikan. Selain itu pembaca makalah ini

diharapkan mampu menerima semua materi yang disampaikan.

b. Bagi penulis Dapat memperluas kaidah-kaidah pengetahuan serta sumber ajar

yang berguna dalam proses pembelajaran khususnya pada materi .


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN STABILISASI EVAKUASI DAN TRANSPORTASI PASIEN

Evakuasi merupakan pemindahkan korban ke lingkungan yang lebih aman dan

nyaman untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut dengan caracara yang sederhana

di lakukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Cara

pengangkutan korban:

1. Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual

 Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan

 Dianjurkan pengangkatan korban maksimal 4 orang

2. Pengangkutan dengan alat (tandu)

 Tandu permanen

 Tandu darurat

 Kain keras / ponco / jaket lengan panjang

 Tali / webbing

Rangkaian pemindahan korban:

 Persiapan

 Pengangkatan korban ke atas tandu

 Pemberian selimut pada korban

 Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera

a. Tanpa alat ( Manual ) Proses pemindahan di lakukan oleh satu penolong,dua penolong

atau lebih tanpa menggunakan alat-alat bantu.

1) Satu Penolong :

 Human crutch : di papah dengan di rangkul dari samping.

 Drag : di seret.
 Cradle : di bopong

 Pick-A-back : di gendong, ngamplok dipunggung. 6

2) Dua Penolong :

 Cara The two-handed seat : ditandu dengan kedua lengan penolong.

 Cara The fore and aft carry.

Proses pemindahan korban tanpa alat bantuan dengan satu atau dua penolong dapat

dilakukan dengan catatan memperhatikan kondisi korban. Kondisi korban, yaitu :

1) Sadar mampu berjalan.

 Satu penolong : Human crutch.

 Dua penolong : Two-handed seat.

2) Sadar tidak mampu berjalan.

 Satu penolong : Cradle,pick-a-back.

 Dua penolong : Two-hand seat dan The fore and aft carry.

3) Tidak sadar :

 Satu penolong : Cradle,drag.

 Dua penolong : Fore-and-aft carry.

b. Dengan Bantuan Alat

Proses pemindahan dapat dilakukan oleh dua-empat penolong dengan menggunakan

alat-alat bantu.

 Dengan menggunakan kursi kayu.

 Dengan menggunakan tandu/usungan.

 Dapat menggunakan kendaraan.

1) Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:


 Pengangkatan korban, harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok,

yaitu gunakan alat tubuh (paha, bahu, panggul) dan beban serapat mungkin dengan

tubuh korban.

 Sikap mengangkat, usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari

cedera.

 Posisi siap angkat dan jalan, biasanya posisi kaki korban berada di depan dan kepala

lebih tinggi dari kaki, kecuali :

 Menaik, bila tungkai tidak cedera

 Menurun, bila tungkai luka atau hipotermia 7

 Mengangkut ke samping

 Memasukan ke ambulan kecuali dalam keadaan tertentu

 Kaki lebih tinggi dalam keadaan shock.

Beberapa Aturan Dalam Penanganan Dan Pemindahan Korban, yaitu :

 Diperlukan dan tidak membahayakan penolong

 Jelaskan pada korban apa yang harus dilakukan (kooperatif).

 Libatkan penolong lain

 Pemindahan korban di bawah satu komando

 Cara mengangkat korban dengan cara yang benar

Adapu hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

 Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkanpenilaian

kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah tulang dan angguan

persendian

 Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi

 Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut

 Memilih alat
 Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan penderita

yang tidak dalam posisi benar.

Transportasi merupakan suatu proses usaha untuk memindahkan korban dari

tempat darurat ke tempat yang aman tanpa atau menggunakan alat. Tergantung situasi

dan kondisi lapangan. Transportasi merupakan kegiatan pemindahan korban dari

tempat darurat ke tempat yang fasilitas perawatannya lebih baik, seperti rumah sakit.

Seperti contohnya alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan

korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya. Pada

setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi (bila

memungkinkan ada 1 orang dokter).

Prosedur untuk transport pasien antara lain yaitu:

1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa

bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak

sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas (airway).

2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa pasien

dalam posisi aman selama perjalanan ke rumah sakit.

3. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans, pasien

harus diamankan dengan kuat ke usungan.

4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan

digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan

kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.

5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika kondisi

pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board

pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan.

6. Melonggarkan pakaian yang ketat. 7

7. Periksa perbannya.

8. Periksa bidainya.
9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien

10. Naikkan barang-barang pribadi.

11. Tenangkan pasien

B. PERSIAPAN TRANSPORTASI

1. Penderita Seorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderita

tersebut siap (memenuhi syarat) untuk ditransportasikan, yaitu:

 Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi – resusitasi :

bila diperlukan

 Perdarahan dihentikan 9

 Luka ditutup

 Patah tulang di fiksasi

2. Tempat Tujuan Tempat dan tujuannya sudah jelas.

3. Sarana Alat

4. Personil

5. Penilaian Layak Pindah Pada saat kondisi stabil.

a. A – Airway (jalan napas)

Jalan udara penderita haruslah terbuka dan lancer

untuk mempermudah pemulihan pernapasn. Harus dipastikan

jalan napas benar-benar lancar. Pengelolaan simple untuk

mempertahankan airway penderita adalah dengan metode

chin lift dan jaw thrust.

Langkah-langkah mempertahankan airway penderita :

1) Penderita diterlentangkan ditempat yang datar. Jikan

masih bayi, tangan kita dapat digunakan menjadi alas.

2) Segera bersihkan mulut penderita dan jalan napas dengan

menggunakan jari.
3) Bebaskan jalan napas dengan menggunakan metode chin

lift atau jaw thrust :

Chin lift :

 Letakkan tangan pada dahi pasien/korban

 Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan

telapak tangan penolong.

 Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah

bagian ujung tulang rahang pasien/korban

 Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi

pasien/korban secara bersamaan sampai kepala

pasien/korban pada posisi ekstensi.

Jaw thrust :

 Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan

posisi pasien/korban 10

 Kedua tangan memegang sisi kepala

pasien/korban

 Penolong memegang kedua sisi rahang

 Kedua tangan penolong menggerakkan rahang

keposisi depan secara perlahan

 Pertahankan posisi mulut pasien/korban tetap

terbuka

b. B – Breathing (pernapasan)

Terdiri dari 2 tahap :

1) Memastikan pasien/korban tidak bernafas Dengan

cara melihat pergerakan naik turunya dada,

mendengar bunyi nafas dan merasakan hembusan

nafas, dengan tehnik penolong mendekatkan telinga


diatas mulut dan hidung pasien/korban sambil tetap

mempertahankan jalan nafas tetap terbuka.

Dilakukan tidak lebih dari 10 detik

2) Memberikan bantuan nafas Bantuan nafas dapat

dilakukan melalui mulut ke mulut, bantuan nafas

diberikan sebanyak 2 kali hembusan, waktu tiap kali

hembusan 1,5 – 2 detik. Perhatikan respon pasien.

Cara memberikan bantuan pernafasan :

 Mulut ke mulut

Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada

saat memberikan penolong tarik nafas dan

mulut penolong menutup seluruhnya mulut

pasien/korban dan hidung pasien/korban

harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari

penolong.Volume udara yang berlebihan

dapat menyebabkan udara masuk ke

lambung.

c. C – Circulation (aliran darah)

Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban,

ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher

pasien/korban dengan cara dua atau tiga jari penolong

meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian

digeser ke arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan

lembut selam 5 – 10 detik. Bila teraba penolong harus

memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan

nafas 12 kali/menit. Bila ada nafas pertahankan airway

pasien/korban.

d. D – Disability (kesadaran) Kondisi “Stabil”


C. TEKNIK PEMINDAHAN PADA PASIEN

Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan

pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance,

dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.

1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar Memindahkan klien dri tempat tidur

ke brankar oleh perawat membutuhkan bantuan klien. Pada pemindahan klien ke

brankar menggunakan penarik atau kain yang ditarik untuk memindahkan klien dari

tempat tidur ke branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan berdampingan

sehingga klien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan

kain pengangkat. Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang pengangkat

2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi Perawat menjelaskan prosedur terlebih

dahulu pada klien sebelum pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur

dengan punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat tidur. Pemindahan yang

aman adalah prioritas pertama, ketika memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi

roda perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat.

3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur

a. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan.

b. Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan yang

jauh ari perawat, sedikit kedapan badan pasien

c. Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat menyilang di atas kaki yang

terdekat

d. Tempatkan diri perawat sedekat mungkin dengan pasien

e. Tempatkan tangan perawat di bokong dan bantu pasien

f. Tarik badan pasien

g. Beri bantal pada tempat yang diperlukan.

D. PRINSIP DASAR PEMINDAHAN PENDERITA GAWAT DARURAT

Ada banyak prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam perawatan pra rumah sakit,

namun aspek yang utama adalah “DO NOT FURTHER HARM” atau “JANGAN
MEMBUAT CEDERA SEMAKIN PARAH” dicetuskan oleh Hypocrates dan dijadikan

panduan mulai dari penyakit sampai ke ruang operasi (ruang perawatan) hingga pasien

pulang.

Syarat utama dalam mengangkat penderita tentulah fisik yang prima, yang juga

terlatih dan dijaga dengan baik. Jika anda melakukan pengangkatan dan pemindhan dengan

tidak benar, maka ini dapat mengakibatkan cedera pada penolong. Apabila anda melakukan

cara pengangkatan yang tidak benar ini setiap hari, mungkin akan timbul penyakit yang

menetap. Penyakit yang umum adalah nyeri pinggang bagian bawah ( low back pain), dan ini

dapat timbul pada usia yang lebih lanjut.

1. Posisi tulang punggung lurus / tetap tegak Bayangkan bahwa tubuh anda

adalah sebuah menara, tentu saja dengan dasar yang lebih lebar daripada

bagian atas. Semakin miring menara itu, semakin mudah runtuh. Karena itu

berusahalah untuk senatiasa dalam posisi tegak, jangan membungkuk ataupun

miring.

2. Gunakan otot paha untuk mengangkat, bukan punggung Untuk memindahkan

sebuah benda yang berat, gunakan otot dari tungkai, pinggul dan bokong,

serta ditambah dengan kontraksi otot dari perut karena beban tambahan pada

otot-otot ini adalah lebih aman. Jadi saat mengangkat jangan dalak keadaan

membungkuk. Punggun harus lurus.

3. Gunakan Otot fleksor ( otot untuk menekuk, bukan otot untuk meluruskan )

Otot Fleksor lengan maupun tungkai lebih kuat daripada otot Ekstensor.

Karena itu saat mengangkat dengan lengan, usahakan telapak tangan

menghadap kearah depan.

4. Jarak antara kedua lengan dan tungkai selebar bahu Saat berdiri sebaiknya

kedua kaki agak terpisah, selebar bahu. Apabila cara berdiri kedua kaki

jaraknya terlalu lebar akan mengurangi tenaga, apabila terlalu rapat akan

mengurangi stabilitas. Jarak kedua tangan dalam memegang saat mengangkat

(misalnya saat mengangkat tandu ), adalah juga 13 selebar bahu. Jarak kedua
tangan yang terlalu rapat akan mengurangi stabilitas benda yang akan

diangkat, jarak terlalu lebar akan mengurangi tenaga mengangkat.

5. Dekatkan Beban dengan Badan Usakan sedapat mungkin agar titik berat

beban sedekat mungkin dengan tubuh anda. Cedera punggung mungkin

terjadi ketika anda menggapai dengan jarak jaun untuk mengangkat sebuah

benda.

E. JENIS-JENIS DARI TRANSPORTASI PASIEN

Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi gawat darurat dan kritis .

1. Transportasi Gawat Darurat : Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long

Spine Board bila diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah

sakit. Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.

a. Mekanikan saat mengangkat tubuh gawat darurat Tulang yang paling kuat ditubuh

manusia adalah tulang panjang dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha

(femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang tersebut juga paling kuat. Dengan

demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama pada paha dan

bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha, bukan dengan punggung.

b. Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat

 Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang

akan

 Diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan

 Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit

sebelahnya

 Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat

 Tangan yang memegang menghadap kedepan 14

 Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak

maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm

 Jangan memutar tubuh saat mengangkat


 Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita

2. Transportasi Pasien Kritis : Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau

gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan

monitoring dan terapi.

a. Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:

1) Koordinasi sebelum transport

Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap

untuk menerima pasien tersebut serta membuat rencana terap.

 Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar

dokter dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien

 Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama

transport dan evaluasi kondisi pasien

2) Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau

perawat) harus menemani pasien dalam kondisi serius.

 Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan

pengalaman CPR atau khusus terlatih pada transport pasien kondisi

kritis

 Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus

menemani pasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang

membutuhkan urgent action

3) Peralatan untuk menunjang pasien

 Transport monitor

 Blood presure reader

 Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan

tambahan cadangan30 menit 15


 Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan

volume/menit, pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection

alarm and high airway pressure alarm.

 Mesin suction dengan kateter suction

 Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium

bicarbonat

 Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus

dengan baterai

 Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut

4) Monitoring selama transport.Tingkat monitoring dibagi sebagai

berikut: Level 1=wajib,level 2=Rekomendasi kuat, level 3=ideal

 Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1)

 Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi , respiratory rate (level

1 pada pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain).

F. SYARAT ALAT TRANSPORTASI UNTUK PEMINDAHAN PASIEN

Syarat alat transportasi yang dimaksud disini adalah :

1. Kendaraannya Transportasi dalam hal ini dapat berupa kendaraan :

 Laut

 Udara : pesawat terbang, helikopter

 Darat : ambulance, pick up, truck, gerobak, dan lain-lain.

Yang terpenting disini adalah :

 Penderita dapat terlentang

 Cukup luas untuk paling sedikit 2 penderita dan petugas dapat bergerak leluasa

 Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan

 Dapat melakukan komunikasi ke sentral komunikasi dan rumah sakit

 Identitas yang jelas sehingga mudah dibedakan dari ambulan lain


2. Alat-alat medis

Alat – alat medis yang diperlukan adalah :

 Resusitasi : - manual - otomatik - laringgoskop - pipa endo / nasotracheal

 O2

 Alat hisap

 Obat-obat, infus, untuk resusitasi-stabilisasi

 Balut, bidai

 Tandu (vakum matras)

 “ ECG transmitter ”

 Incubator, untuk bayi

 Alat-alat untuk persalinan

Alat-alat medis ini dapat disederhanakan sesuai dengan kondisi local. Tiap

ambulan 118 dapat berfungsi untuk penderita gawat daryrat 27 sehari-hari maupun

sebagai RS lapangan dalam keadaan bencana, karena diperlengkapi dengan:

 Tenda sehingga dapat menampung 8 – 10 penderita

 Alat hisap : – 1 manual - 1 otomatik – dengan O2 - 1 dengan mesin

 Botol infus sehingga kalau ada 10 ambulan 118, 200 penderita dapat segera

dipasang infus. Dan 2 x 10 – 20 tenaga perawat “ CCN “

3. Personal

Personal dalam ambulan 118 cukup 2 orang perawat yang dapat mengemudi

dan telah mendapat pendidikan tambahan dalam “ critical care nursing “ (CCN). Dan

sebaiknya mereka di asramakan sehingga kalau ada bencana maka mudah untuk

mobilisasinya. Bagi kota-kota besar ambulanambulan ini sebaiknya di sebar

sedemikian rupa sehingga tiap ambulan dapat mencapai dalam 5 menit, sehingga

dapat melakukan resusitasi dengan sukses.

G. CARA TRANSPORTASI PASIEN GAWAT DARURAT


Sebagian besar penderita gawat darurat di bawa ke rumah sakit dengan menggunakan

kendaraan darat yaitu ambulan. Tujuan dari transportasi ini adalah memindahkan penderita

dengan cepat tetapi aman, sehingga tidak menimbulkan perlukaan tambahan ataupun syock

pada penderita. Jadi semua kendaraan yang membawa penderita gawat darurat harus berjalan

perlahan-lahan dan mentaati semua peraturan lalu lintas.

Bagi petugas ambulan 118 berlaku :

a. Waktu berangkat mengambil penderita, ambulan jalan paling cepat 60

km/jam. Lampu merah (rorator) dinyalakan, “ sirine “ kalau perlu di

bunyikan

b. Waktu kembali kecepatan maksimum 40 km/jam, lampu merah (rorator)

dinyalakan dan “ sirine “ tidak boleh dibunyikan

c. Semua peraturan lalu lintas tidak boleh dilanggar


BAB III

PENETUP

A. SIMPULAN

Evakuasi merupakan pemindahkan korban ke lingkungan yang lebih aman dan

nyaman untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut dengan caracara yang sederhana

di lakukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat.

Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut

penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa

memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.

Transportasi pasien dapat dibedakan menjadi dua, transport pasien untuk gawat

darurat dan kritis.

B. SARAN

Evakuasi dan Transport pasien sangat penting bagi prioritas keselamatan pasien

menuju rumah sakit atau sarana yang lebih memadai. Oleh karena itu evakuasi dan transport

pasien berperan penting dalam mengutamakan keselamatan pasien.


REFERENSI

Perry & Potter . 2006 . Fundamental Keperawatan Volume II . Indonesia : Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Suparmi Yulia, dkk . 2008 . Panduan Praktik Keperawatan . Indonesia : PT Citra Aji Parama

Perry, Petterson, Potter . 2005 . Keterampilan Prosedur Dasar . Indonesia : Penerbit Buku Kedokteran

EGC

John A. Boswick, Ir., MD . Perawatan Gawat Darurat . Indonesia : Penerbit Buku Kedokteran EGC
JURNAL TERBARU

TEKNIK EVAKUASI CEDERA KEPALA PASCA BENCANA KETEPATAN TEKNIK


EVAKUASI PADA KORBAN CEDERA KEPALA DALAM MENGURANGI KEJADIAN
CEDERA SEKUNDER

Abstrak

Evakuasi adalah upaya untuk mempekerjakan kembali para korban dari daerah yang terkena
dampak ke daerah yang lebih aman untuk mendapatkan pertolongan. Saat ini kurangnya transfer yang
memadai untuk mengevakuasi korban bencana adalah fenomena yang terjadi dalam kasus sosial
khususnya petugas kesehatan yang mendapatkan potensi tinggi untuk meningkatkan terjadinya cedera
sekunder pada korban. rasio hasil penelitian kesehatan pada 2007 dan 2013, menunjukkan
peningkatan prevalensi cedera kepala dari 7,5% menjadi 8,2% dan salah satu rumah sakit di Indonesia
telah memegang data yang dibuat menjadi titik vokal menyatakan bahwa kasus cedera kepala dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tujuan dari tinjauan literatur ini adalah untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas cedera kepala yang meningkat setiap tahun dan mendukung petugas
kesehatan untuk mempermudah dalam melakukan evakuasi untuk mencegah cedera sekunder.
Tinjauan pustaka ini dilakukan dengan mencari jurnal basis data elektronik dengan menggunakan kata
kunci yang sesuai. Hasil penelitian ini mendalilkan korban luka-luka terutama pasca bencana
membutuhkan evakuasi yang cepat dan tepat, penilaian dan teknik manajemen untuk menyelamatkan
hidup penderita. Perawatan yang dilakukan ketika mendapat cedera kepala adalah menjaga jalan
napas pasien, mengawasi perdarahan dan mencegah syok, melumpuhkan pasien, mencegah
komplikasi dan cedera sekunder setiap keadaan yang melibatkan abnormal dan berbahaya harus
diberikan resusitasi. Penanganan dilakukan mengacu pada perlunya metode ABCDE dengan
menggunakan metode START dan mantain stabilisasi teknik serviks menggunakan teknik log roll.
Kata

kunci: Evakuasi, cedera kepala, cedera sekunder, bencana.

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang
memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun
faktor manusia yang menyebabkan timbulnya cedera hingga korban jiwa.

Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008 cedera merupakan penyebab kematian utama
keempat (6,5%) untuk semua umur setelah Stroke, TB, dan Hipertensi. Pada pola 10 penyakit
penyebab kematian terbanyak di rumah sakit pada pasien rawat jalan cedera menempati urutan
keenam, sedangkan pada pasien rawat inap menempati urutan keempat.1

Di Indonesia data epidemiologi tentang cedera kepala hingga saat ini belum tersedia,namun
salah satu data rumah sakit di Indonesia menjelaskan bahwa kasus cedera kepala dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Data cedera kepala di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar
pada tahun 2005 berjumlah 861 kasus, tahun 2006 berjumlah 817, dan tahun 2007 berjumlah 1.078
kasus.2

Dari perbandingan hasil riset kesehatan dasar 2007 dan 2013, menunjukkan peningkatan
prevalensi cedera kepala dari 7,5% menjadi 8,2% dan salah satu data rumah sakit di Indonesia
menjelaskan bahwa kasus cedera kepala dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. 3

Penderita cedera kepala sering kali mengalami edema serebri yaitu akumulasi kelebihan
cairan intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang mengakibatkan
meningkatnya tekanan intrakranial4

METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah literature review. Yaitu sebuah
pencarian literatur baik internasional maupun nasional yang dilakukan dengan menggunakan database
WHO, NCBI, Pubmed, Google Scholar dan ScienceDirect. Pada tahap awal pencarian artikel jurnal
diperoleh 539 artikel dari tahun 2009 sampai 2019 menggunakan kata kunci "teknik evakuasi cedera
kepala pasca bencana", “teknik evakuasi cedera kepala”, head injury dan “evacuation techniques head
injury”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evakuasi merupakan upaya untuk memindahkan korban dari lokasi yang tertimpa bencana ke
wilayah yang lebih aman untuk mendapatkan pertolongan.

Korban cedera khususnya pasca bencana memerlukan teknik evakuasi, penilaian dan
pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Evakuasi medik mempunyai
ruang lingkup meliputi:

evakuasi di lapangan (dari lokasi kejadian ke fasilitas kesehatan), evakuasi pelayanan


(puskesmas ke rumah sakit, antar RS), evakuasi medik didalam RS (antar unit kerja terlibat). Teknik
evakuasi medik untuk korban gawat darurat harus selalu disertai petugas medis menggunakan sarana
transportasi yang memenuhi persyaratan pelayanan gawat darurat dengan memperhatikan tujuan
evakuasi berdasarkan hasil triage (seleksi korban berdasarkan tingkat kegawatdaruratanya untuk
memberikan prioritas pelayanan.

Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan nafas penderita,
mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi
dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera diberikan
tindakan resusitasi pada saat itu juga. Berkaitan dengan cedera kepala, maka sangat penting sekali
dalam melakukan penanganan yang cepat dan tepat
Pertimbangan paling penting dari cedera kepala adalah apakah otak telah mengalami cedera
atau tidak dimana otak merupakan organ vital pengendali.

Proses awal dikenal dengan Initial assessment (penilaian awal). Penilaian awal meliputi:

1. Persiapan

2. Triase

3. Primary survey (ABCDE)

4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi

6. Secondary survey

7. Tambahan terhadap secondary survey

8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan

9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik.

Persiapan

Dalam proses persiapan terdapat fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Fase pra rumah
sakit meliputi koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan. Dan sebaiknya
terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian.
Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab
kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat penderita. Sedangkan fase rumah sakit mengenai
perencanaan sebelum penderita tiba, perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan
di tempat yang mudah dijangkau. Kemudian cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan
diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan
radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. Dan pemakaian alat-alat proteksi diri

Langkah-langkah dasar dalam melakukan pertolongan pertama gawat darurat ada 4, yaitu D-
R-C-A-B. D (Dangerous) dengan mengamankan korban dari lingkungan yang membahayakan bagi
keselamatan korban. R (Respon) memastikan korban dalam sadar atau tidak. C (Circulation), periksa
sirkulasi nafas survei awal. A (Airways) dengan membuka jalan napas. B (Breathing) dengan
memeriksa nafas. Evakuasi korban dapat dilakukan apabila DRCAB aman, patah tulang dan
perdarahan sudah tertangan, perhatikan cedera leher/ cervical dan tulang punggung, rute aman bagi
penolong dan korban

Sebagai tenaga medis dalam mengevakuasi korban perlu dilakukan berbagai teknik sebagai
berikut:

Pertolongan pertama

Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas Pemadam Kebakaran, Polisi,
Tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga Perawat Gawat Darurat Terlatih.
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut: 1) Lokasi bencana, sebelum korban
dipindahkan. 2) Tempat penampungan sementara. 3) Pada "tempat hijau''' dari pos medis lanjutan. 4)
Dalam ambulans saat korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan

Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa kontrol jalan napas, fungsi
penapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol pendarahan, imobilisasi fraktur,
pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman. Harus selalu diingat
bahwa, bila korban masih berada di lokasi yang paling penting adalah memindahkan korban sesegera
mungkin, membawa korban gawat darurat ke pos medis lanjutan atau pos komando sambil melakukan
usaha pertolongan pertama utama, seperti mempertahankan jalan napas, dan kontrol pendarahan.
Resusitasi kardiopulmoner tidak boleh dilakukan di lokasi kecelakaan pada bencana massal karena
membutuhkan waktu dan tenaga.

Pos medis lanjutan

Pos medis lanjutan dilakukan untuk menurunkan jumlah kematian dengan memberikan
perawatan efektif (stabilisasi) terhadap korban secepat mungkin. Upaya stabilisasi korban mencakup
intubasi, trakeostomi, pemasangan drain thoraks, pemasangan ventilator, penatalaksanaan syok secara
medikamentosa, analgesia, pemberian infus, fasiotomi, imobilisasi fraktur, pembalutan luka,
pencucian luka bakar. Fungsi pos medis lanjutan ini dapat disingkat menjadi"Three "T"rule" (Tag,
Treat, Transfer) atau hukum tiga (label, rawat, evakuasi). Lokasi pendirian pos medis lanjutan
sebaiknya yang cukup dekat untuk ditempuh dengan berjalan kaki dari lokasi bencana (50-100 meter)
dan daerah tersebut harus: 1. Termasuk daerah yang aman 2. Memiliki akses langsung ke jalan raya
tempat evakuasi dilakukan 3. Berada di dekat dengan pos komando 4. Berada dalam jangkauan
komunikasi radio

Teknik evakuasi korban cedera kepala menggunakan teknik Log Roll agar badan korban
setiap saat dijaga pada posisi lurus sejajar (seperti sebuah batang kayu). Teknik ini membutuhkan 2-5
tenaga medis. Untuk korban yang mengalami cedera servikal, harus mempertahankan kepala dan
leher korban tetap sejajar (Suarningsih, 2017).

TRIASE

Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang mebutuhkan stabilisasi
segera (perawatan di lapangan) mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat (life-saving surgery).

Terapi didasarkan pada kebutuhan ABCDE, dengan mengunakan metode START (Simple
treatment and Rapid Treatment). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai
kode identifikasi korban, seperti berikut:

 Merah Sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang
mengalami: Syok oleh berbagai kausa, gangguan pernapasan, trauma kepala dengan pupil
anisokor, perdarahan eksternal massif. Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi
korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan
dilapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah Sakit, dan
lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif.Triase ini korban dapat
dikategorisasikan kembali dari status "merah" menjadi "kuning" (misalnya korban dengan
tension pneumothorax yang telah dipasang drain thoraks (WSD)
 Kuning Sebagai penanda korbanyang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat
ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini: Korban dengan risiko syok (korban dengan
gangguan jantung, trauma abdomen), frakturmultipel, fraktur femur/pelvis, lukabakar luas,
gangguan kesadaran/trauma kepala. Pada korban dengan status yang tidak jelas harus
diberikan infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan
diberikan perawatan sesegera mungkin
 Hijau Sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalam fraktur minor, lukaminor, luka
bakar minor. Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai
dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan. Korban dengan prognosis infaust, jika masih
hidup pada akhir operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan
 Hitam Sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia

Primary survey

 Airway dengan kontrol servikal Penilaian dengan mengenal patensi airway (inspeksi,
auskultasi, palpasi). Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi. Pengelolaan
airway dan melakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid.
Dan pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal dan airway definitif sesuai indikasi. Fiksasi
leher dan anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi
trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula. Kemudian
evaluasi.
 Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi Lakukan penilaian dan buka leher dan dada penderita,
dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi. Mentukan laju dan
dalamnya pernapasan.
 Circulation dengan kontrol perdarahan Penilaian dengan mengetahui perdarahan eksternal
yang fatal dan sumber. Pengelolaan, penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal.
Dan mengenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan
cross-match serta Analisis Das Darah (BGA). Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan
dengan tetesan cepat. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-
pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. Cegah hipotermia dan evaluasi
 Disability Pertama tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS. Nilai pupil berupa
besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi. Evaluasi dan
Reevaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation
 Exposure/Environment Buka pakaian penderita cegah hipotermia, beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

Resusitasi

Resusitasi sebagai upaya pertolongan pada korban dengan memberikan bantuan hidup dasar
untuk menyelaatkan jiwa korban. Pertama dengan re-evaluasi ABCDE. Dosis awal pemberian cairan
kristaloid adalah 10002000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat. Lakukan
evaluasi resusitasi cairan. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian
cairan awal. Menilai keadaan respon cepat, respon sementara, dan tanpa respon.
Resusitasi jantung paru harus dilakukan secara tepat guna menghindari komplikasi yang
mungkin terjadi setelah cedera pada tulang iga, fraktur sternum atas, dan klavikula, ruptur diafragma,
hepar, lien dan distensi lambung serta infeksi.

Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM
(Sumber Daya Manusia) maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk
dirujuk. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta
komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju. Transfer dilakukan dengan
memperhatikan prinsip ABCDE dan menjaga stabilisasi agar tidak terjadi cedera sekunder

Peralatan yang diperlukan untuk stabilisasi transportasi dalam evakuasi.

 Cervical collar/penyangga leher Digunakan untuk melakukan imobilisasi tulang leher


untuk mencegah gerkan leher yang berlebihan.
 Short spine/ penyangga tulang belakang pendek Untuk memfiksasi bagian tubuh
tertentu seperti kepala, dada dan perut
 Long spine board/ penyangga tulang belakang panjang. Untuk membawa korban
dengan posisi netral sehingga menghindari kerusakan tulang belakang
 Wheeled stretcher Tandu yang ada rodanya, biasanya untuk membawa korban dari
lokasi kejadian ke rumah sakit.
 Scoop stretcher Untuk kasus-kasus cedera tulang kecuali cedera tulang belakang.

Arus Pemindahan

Korban yang telah diberi tanda dengan kartu berwarna merah, kuning, hijau atau hitam sesuai
dengan kondisi mereka, dilakukan registrasi secara bersamaan dan korban langsung dipindahkan ke
tempat perawatan yang sesuai dengan kartu yang diberikan hingga keadaannya stabil. Setelah stabil
korban akan dipindahkan ke tempat evakuasi dimana registrasi mereka akan dilengkapi sebelum
dipindahkanke fasilitas lain

Apabila terpaksa memindahkan korban, angkat korban secara perlahan-lahan tanpa


merenggutnya. Pemindahan dapat menggunakan tandu dengan bagian tengah keras untuk membawa
korban yang dicurigai menderita cedera di kepala atau tulang belakang

KESIMPULAN

Cedera kepala memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi di dunia. Oleh karena itu,
berdasarkan hasil diskusi dari tinjauan literatur ini, teknik evakuasi cedera kepala pada korban
bencana harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Evakuasi dilakukan dengan memindahkan korban ke
tempat yang lebih aman, yaitu dari lokasi kejadian ke pos lanjutan dan dari pos lanjutan ke rumah
sakit. Pemindahan tersebut merupakan prioritas penting setelah melakukan tindakan-tindakan
pencegahan kematian seperti pemeriksaan tanda-tanda vital dan pada kondisi yang lebih lanjut dengan
resusitasi.

Alur evakusi korban cedera kepala dimulai dari persiapan di area bencana dengan prinsip
DRCAB, dan pemindahan korban menggunakan tandu keras serta menjaga stabilisasi cervical.
Penanganannya berdasarkan identifikasi triase dengan memperhatikan ABCDE menggunakan metode
START
Pada evakuasi korban dengan cedera kepala tetap memperhatikan dan menjaga patensi
airway, serta memonitor breathing dan sirkulasi. Dengan demikian cedera otak sekunder dapat
dicegah selama proses evakuasi.

Anda mungkin juga menyukai