Anda di halaman 1dari 4

Nama : Fardil khairlla (C017191020)

Prodi : DIII Vokasi Asmat

Tugas resum : Komunikasi dalam Psatient safety

KOMUNIKASI DALAM PATIENT SAFETY

Komunikasi adalah bagian esensial dalam pelayanan kesehatan, dan juga esensial untuk patient safety.
Komunikasi bisa mengancam pasien tetapi juga bisa mencegah pasien dari ancaman kesehatan. Dalam
pelayanan kesehatan, komunikasi menjadi dasar untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan proses
perawatan yang terbaik, menjelaskan tujuan pengobatan dan mendiskusikan proses perawatan pasien
dengan professional lain yang terlibat. Seringkali komunikasi berlangsung dalam situasi yang tingkat
stressnya tinggi dan harus dilakukan segera. Tetapi komunikasi juga menjadi sarana untuk mengatasi
situasi tersebut, dengan komunikasi yang baik bisa terjalin kolaborasi tim yang baik pula.

Table 1. Komunikasi dengan pasien dan kemungkinan klaim malpraktek

Dokter yang tidak dituntut….[4] Pasien yang menuntut dokternya….[5]


- bertanya pada pasien - tidak mendapatkan penjelasan
- menjelaskan proses pengobatan selama konsultasi - merasa diabaikan
- dianggap oleh pasien telah meluangkan cukup - merasa hanya sedikit waktu yang diluangkan
banyak waktu dokter
- tertawa - merasa diburu-buru

Kedua hal ini akan meningkatkan patient safety dan mengurangi kemungkinan adanya komplain dari
pasien. Lama waktu konsultasi diketahui berhubungan dengan penurunan resiko klaim malpraktek, tetapi
bukanlah lama waktunya itu sendiri yang penting, tetapi efektifitas komunikasi.

Tabel 2. Tanda-tanda perilaku dalam berkomunikasi yang tidak sehat[6]


- penggunaan kata-kata yang kasar atau tidak sopan
- sikap yang tidak menghargai atau menyerang lawan bicaranya
- komentar yang bermakna seksual
- tidak bisa mengontrol emosinya
- mengkritik staf didepan pasien atau staf lainnya
- memberikan komentar negatif mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan pihak lain
- komentar yang tidak konstruktif pada diskusi kasus pasien
- tidak jujur, kurang melakukan kritik terhadap diri sendiri, dan menutupi kesalahan yang dibuat.

Tabel 3. Checklist identifikasi masalah komunikasi yang menyebabkan error[7]


- Faktor pasien
o Apakah ada barrier komunikasi (bahasa, pemahaman, perhatian)?
o Apakah ada ketegangan dalam hubungan dokter-pasien?
- Faktor tindakan/pekerjaan
o Apakah hasil laborat telah dikomunikasikan dengan tepat dan dapat dipahami penerimanya?
o Apakah ada protocol atau prosedur untuk serah terima tugas?
- Faktor individu staf
o Apakah staf pernah dilatih komunikasi
- Faktor tim
o Apakah komunikasi antar staf dalam tim berjalan efektif
o Apakah ada masalah dengan komunikasi tertulis (formal)? Misalnya mudah dipahami, atau mudah
dibaca.
- Faktor tempat kerja
o Apakah ada masalah beban kerja, stress, kelelahan, dan interupsi yang terlalu sering?
- Faktor organisasi dan management
o Apakah ada budaya safety
o Apakah ada komitmen dari top level management untuk memastikan bahwa komunikasi dengan pasien
dan antar staf berlangsung secara adekuat?

MELIBATKAN PASIEN DAN KELUARGA DALAM PROSES TERAPI

Memberikan informed consent

Proses consent adalah barometer untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan pasien dalam proses terapi.
Informed consent tidak hanya sebatas tanda tangan pasien dan keluarganya, tetapi merupakan suatu
proses untuk memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk mempertimbangkan semua
pilihan dan resiko yang terkait dengan pengobatan pasien.

Ada dua bagian utama dari informed consent, yaitu:

1. Bagian yang menginformasikan pasien mengenai:

a. Pemberian informasi oleh praktisi kesehatan

b. Penangkapan informasi oleh pasien.

2. Bagian yang memungkinkan pasien mengambil keputusan:

a. Pengambilan keputusan oleh pasien dengan bebas dan tidak terpaksa

b. Kompetensi cultural.

Informasi yang harus diberikan pada pasien antara lain:


1. Diagnosis
2. Tingkat kepastian diagnosis
3. Resiko terapi
4. Manfaat terapi dan resiko jika tidak dilakukan terapi
5. Perkiraan waktu pemulihan
6. Nama, jabatan, kualifikasi, dan pengalaman tenaga kesehatan yang memberikan terapi dan
perawatan
7. Ketersediaan dan biaya perawatan setelah keluar dari rumah sakit

Cultural Competence
Menurut Australian Patient Safety Education Framework (APSEF), kompetensi budaya adalah
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pengetahuan, keahlian, dan sikap yang harus
dimiliki semua tenaga kesehatan supaya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dan
adekuat pada semua orang dengan tetap menghargai budaya lokal. Tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi budaya mampu untuk:
- memahami dan menerima perbedaan budaya
- memahami nilai budaya yang dipercaya seseorang
- memahami bahwa individu dengan latar belakang budaya yang berbeda akan berkomunikasi,
berperilaku, menginterpretasi masalah dan memecahkan masalah dengan cara yang berbeda pula.
- Memahami bahwa kepercayaan terhadap budaya tertentu akan mempengaruhi pasien dalam
menilai kesehatannya, mencari kesehatan, berinteraksi dengan tenaga kesehatan dan kepatuhan
terhadap pengobatan.
- Menyesuaikan cara bekerja dengan budaya setempat, sehingga bisa diterima oleh pasien dan
masyarakat setempat.

MENYAMPAIKAN INSIDEN PADA PASIEN (Open disclosure)

Setelah terjadi adverse events pasien selalu ingin mendapatkan penjelasan mengenai terjadinya
event tersebut, yang antara lain mencakup:
- penjelasan mengenai apa yang telah terjadi
- pernyataan akan bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi
- permintaan maaf
- memastikan bahwa akan mencegah kejadian yang sama terulang lagi
- pada beberapa kasus, hukuman dan kompensasi.

Ada 8 prinsip pemberian informasi insiden menurut Australian Commision for Safety and Quality
in
Health Care.[10]
1. Komunikasi yang terbuka setiap saat
2. Pengakuan
3. Mengekspresikan penyesalan/meminta maaf
4. Memahami keinginan pasien dan keluarganya
5. Dukungan dari staff medis
6. Manajemen resiko yang terintegrasi dan perbaikan system
7. Good Governance
8. Kerahasiaan (confidentiality)

Pentingnya membuat dokumentasi untuk membuat prosesnya menjadi lebih transparant juga
ditekankan pada pedoman dari Harvard ini. Kerangka pedomannya sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Mereview fakta yang ada
b. Mengidentifikasi dan melibatkan partisipan yang berkepentingan
c. Mempersiapkan setting tempat pembicaraan yang sesuai.
2. Memulai pembicaraan
a. Menilai kesiapan pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam proses ini
b. Menilai kemampuan pasien dan keluarganya untuk memahami informasiinformasi
yang terkait dengan medis
c. Menentukan tingkat pemahaman pasien dan keluarganya mengenai masalah medis
secara umum
3. Menyampaikan fakta
a. Menyampaikan deskripsi apa yang telah terjadi secara sederhana, tanpa menggunakan
jargon-jargon medis, berbicara dengan lambat, sambil memperhatikan bahasa tubuh pasien.
b. Jangan memberikan informasi yang berlebihan, tetapi juga jangan terlalu
menyederhanakannya
c. Menjelaskan outcome apa yang sudah diketahui pada saat itu
d. Menjelaskan langkah yang akan diambil selanjutnya
e. Dengan tulus memahami kesedihan yang dirasakan pasien dan keluarganya.
4. Mendengarkan secara aktif
a. Memberikan waktu yang cukup untuk pasien bertanya
b. Tidak memonopoli pembicaraan
5. Mengakui apa yang sudah didengar
6. Merespon semua pertanyaan
7. Menyimpulkan hasil pembicaraan
a. Merangkum hasil pembicaraan
b. Mengulangi pertanyaan kunci yang diajukan
c. Menetapkan rencana follow-up

8. Mendokumentasikan

a. Menjelaskan event yang terjadi


b. Menjelaskan hasil diskusi

Anda mungkin juga menyukai