Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan
masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh
peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak.
Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan
sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung
terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah institusi pokok atau
lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian
sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat. 
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum
Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda
(Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia
menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan
budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan” baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain adakalanya
hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus seperti yang
diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Sebagai contoh
sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali menimbulkan
permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya perkawinan
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam hukum
perdata.
Upaya untuk menekan kejahatan secara garis besar dapat dilalui dengan 2 (dua)
cara yaitu, upaya penal (hukum pidana) dan non penal (di luar hukum pidana).
Penanggulangan kejahatan melalui jalur penal, lebih menitik beratkan pada sifat represif

1
(merupakan tindakan yang diambil setelah kejahatan terjadi). Pada upaya non penal
menitik beratkan pada sifat preventif (menciptakan kebijaksanaan sebelum terjadinya
tindak pidana).1 Setiap tindak pidana menitikberatkan pada pelaku kejahatan atau pelaku
tindak pidana, sedangkan korban kejahatan seolah terlupakan dalam sistem peradilan
pidana. Jika dilihat dari aspek kerugian, korban tindak pidana biasanya mengalami
penderitaan fisik (mental), ekonomi, sosial dan yang lainnya. Kerugian yang diderita oleh
korban tindak pidana ini dapat berlangsung sangat lama di antaranya mengalami sebuah
trauma, hal tersebut juga dirasakan oleh pihak keluarga korban. Kedudukan korban dalam
Sistem Peradilan Pidana (SPP) saat ini belum diberikan kedudukan yang adil sehingga
keadaan ini menimbulkan 2 (dua) hal yang fundamental, yaitu tiadanya perlindungan
hukum bagi korban dan putusan hakim yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban,
pelaku maupun masyarakat luas. Kedudukan korban yang demikian oleh para viktimolog
memiliki beberapa istilah di antaranya forgotten man (manusia yang dilupakan), forgotten
person, invisible (orang yang dilupakan, tidak kelihatan), a second class citizen, a second
victimization (sebagai Warga Negara Kedua, jadi korban kedua setelah yang pertama) dan
double victimization. Apa itu hukum perdata dan apa itu hukum perdata ? pertanyaan ini
awalnya sangat sulit untuk dijawab, mengingat hukum perdata mempunyai banyak segi,
mempunyai arti sendiri. Penerapan hukum perdata berkaitan dengan ruang lingkup hukum
perdata itu sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Dalam hukum perdata
dapat melihat seberapa jauh seseorang bergaul didalam masyarakat dan apa saja
dilakukan orang tersebut di dalam masyarakat. Tindak pidana merupakan suatu bentuk
perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada setiap bentuk masyarakat, dalam
arti bahwa tindak pidana akan selalu ada seperti penyakit dan kematian yang selalu
berulang seperti halnya dengan musim yang selalu berganti dari tahun ke tahun.2 Hukum
pidana sebagai alat atau sarana bagi penyelesaian terhadap problematika ini diharapkan
mampu memberikan solusi yang tepat. Karena itu, pembangunan hukum dan hukum
pidana pada khususnya, perlu lebih ditingkatkan dan diupayakan secara terarah dan
terpadu, antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta
penyusunan perundangundangan baru yang sangat dibutuhkan guna menjawab semua
tantangan dari semakin meningkatnya kejahatan dan perkembangan tindak pidana. Hukum
Pidana, juga sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik. Yang merupakan
salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum

2
ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari
ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga
moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang
sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.
Dan pada makalah ini akan mulai membahas tentang apa itu hukum, dan apakah
hukum perdata dan pidana mulai dari penjelasan sampai dengan tujuan-tujuannya .

3
2. Rumusan Masalah

a. Pengertian Hukum !
b. Ciri-ciri negara hukum !
c. Asas hukum dan tujuan hukum !
d.  Apa pengertian hukum perdata, baik dalam arti luas maupun arti sempit ?
e. Apa maksud dari hukum perdata material dan hukum perdata formal ?
f. Apa sumber hukum perdata ?
g. Apa asas-asas hukum perdata ?
h. Apa pengertian hukum pidana ?
i. Apa sajakah macam-macam pidana ?
j. Apa tujuan pemberian pidana ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

a.    Pengertian Hukum
a.    Prof. E. M Meyers
Hukum adalah aturan yang mengadung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada
tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa Negara
dalam melakukan tugasnya.
b.    Drs. E. Utrres, S.H.
Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata
tertib masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat
c.    J. C. T. Simorangkir
Hukum adalah peraturan – peraturan yang bersifat memeaksa yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi
yang berwajib dan pelanggaran terhadap pereturan tadi berakibat diambilnya tindakan
dengan hukum tertentu.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hokum adalah “ sekumpulan peraturan yang
terdiri dari perintah dan larangan yang bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai
sangsi bagi pelanggarnya.
b.    Ciri – Ciri Negara Hukum
a. Fridrich Julius Sthal
1.    Adanya hak asasi manusia
2.    Adanya trias politika
3.    Pemerintahan berdasarkan peraturan – peraturan.
b. A. V. Dicey
1.    Supremasi hokum dalam arti tidak boleh ada kesewenang – wenangan sehingga
seseorang bisa dihukum jika melanggar hukum.
2.    Kedudukan yang sama di depan hokum baik bagi masyarakat biasa ataupun pejabat.
3.    Terjaminya hak – hak manusia oleh undang – undang dan keputusan – keputusan
pengadilan.
c.     Asas Hukum & Tujuan Hukum
asas hukum :

5
a.    Asas Hukum Umum
Asas Hukum Umum Adalah Asas yang berlaku pada seluruh bidang hukum, Misalnya :
1.    Asas lex spesialis derogate generalis
2.    Asas lex superior gerogat legi inferior
3.     Asas lex posteriore derogate lex priori
4.     Asas restitio in tintegrum
Seholten berpendapat mengenai lima asas hukum umum yang berlaku universal pada
seluruh system hukum yaitu asas kepribadian
b.     Asas Hukum Khusus
Hukum khusus adalah hukum yang hanya berlaku pada lapangan hukum
tertentu,misalnya:
1.    Asas Pacta Sunt Servanda, abus de droit, dan konsesualisme, berlaku pada hukum
perdata.
2.    Asas praduga tak bersalah dean nebis in idem berlaku pada hukum pidana.
Seorang ahli filsafat Jerman bernama Gustav Radbruch mengemukakan bahwa suatu
hukum memiliki ide dasar hukum yang mencakup unsure keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian.
Tujuan hukum :
a.    Prof . Soebekti, S. H. Tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban
untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
b.     Prof. I. J. Apeldron Hukum bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup secara damai.
c.    Prof. Notohamidjoyo Hukum memiliki tiga tujuan yaitu :
1.    Mendatangkan tata dan damai dalam masyarakat
2.    Mewujutkan keadilan
3.     Menjaga agar manusia diperlakukan, sebagai manusia.
Tujuan yang penting dan hakiki dari hukum adalah memamusiakan manusia, dalam
hukum terdapat teori tujuan hukum sebagai berikut :
a.    Teori Etis, meneurut teori ini tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan.
b.    Teori Utilitas, menurut teori ini tujuan hukum adalah memberikan faedah sebanyak –
banyaknya bagi masyarakat.
c.    Campuran dari teori etis dan utilitas, menerut teori ini hukum bertujuan untuk memjaga
ketertiban dan untuk mencapai keadilan dalam masyarakat.

6
d.    Pengertian Hukum Perdata Arti Luas dan Sempit
1.    Pengertian hukum perdata
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai
terjemahan dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht Wetboek (B.W)  pada masa
pendudukan Jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata
adalah civielrecht dan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan
hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan
individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum
publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“Aturan-aturan atau  norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya
memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat
antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu
masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para
ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang
satu dengan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya
orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih
sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang
mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
2.    Arti luas
Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan perseorangan, dan juga Kitab Undang-Undang hukum dagang Wetboek van
Koophandel (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang
tambahan lainnya seperti peraturan yang ada dalam KUHPerdata, KUHD, serta sejumlah
undang-undang tambahan (UU pasar modal, UU tentang PT dan sebagainya)).
3.    Arti sempit

7
Hukum perdata dalam arti sempit yaitu hukum perdata sebagaimana yang terdapat dalam
KUHPerdata saja.
e.     Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal
1.    Hukum  Perdata Material
Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang
dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil
menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam
pengertian hukum materil perhatian ditujukan kepada isi peraturan.
2.    Hukum Perdata Formal
Pengertian hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau
menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu
menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula hukum
Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/
melaksanakan isi peraturan.
f.    Sumber Hukum Perdata
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan
timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum perdata adalah asal mula hukum
perdata atau tempat dimana hukum perdata di temukan.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata
,traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi
dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan
sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata
yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di
dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata
tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber
tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:

1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang

8
4. UU No 1 Tahun 1974
5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
g.       Asas-asas Hukum Perdata
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam Hukum
Perdata adalah: 
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian
apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur
dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
2.      Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal
tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3.      Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan
perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.
4.      Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya
mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya
hanya mengikat.
5.      Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan
perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka
tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda
warna kulit, agama, dan ras.
6.      Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan
melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika

9
diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur
memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
7.      Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan
asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. 
8.      Asas Moral 
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang
tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini
terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela
(moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang
bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral)
sebagai panggilan hati nuraninya.
9.       Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus
dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur
karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar
pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam
kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas
diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan
terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
10.  Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan ketentuan
mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
11.  Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt. 

10
12.  Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu
pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
h. pengertian hukum pidana
hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan
apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa
yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

Menurut Prof. Moeljatno, S. H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum


yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk 

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang


dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur
tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut
diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.

Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan


sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya
norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.

i.macam-macam pidana

Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah
melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10
KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:

Hukuman-Hukuman Pokok
11
1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah
menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri
hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman walaupun
masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.
2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara
seumur hidup dan penjara sementara. Hukuman penjara sementara minimal 1
tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa
hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara
dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.
3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan
dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran. Biasanya
terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya
hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan
terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau
sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana saja, pekerjaan
paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan
pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan
mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman
penjara tidak demikian.
4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan
kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik
terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman penjara oleh KUHP. Hukuman tutupan ini merupakan penambahan pidana
ke dalam KUHP berdasarkan ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun
1946 tentang Hukuman Tutupan.

Hukuman Tambahan

Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan
pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain:

1. Pencabutan hak-hak tertentu.

12
2. Penyitaan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.

j. tujuan pemberian pidana

a. Pembalasan
Bertujuan terhadap :

1. Subyek, kesalahan si pelaku,


2. Obyek, perbuatan pelaku.

b. Preventif (pencegahan)
Bertujuan untuk mempertahankan ketertiban masyarakat :

1. Umum (generale preventie), pencegahan terhadap masyarakat agar tidak melanggar


ketertiban dengan cara memenjarakan agar takut. Menurut Anselm von Feuerbach,
Psychologische zwang, pidana membuat menimbulkan paksaan atau tekanan
psikologis adanya ancaman yang berat, dan
2. Khusus (speciale preventie), pencegahan agar si penjahat tidak mengulangi
kejahatan.

c. Respresif (medidik) atau perbaikan (verbetering)


Bertujuan untuk mendidik seseorang yang pernah melakukan perbuatan tidak baik
menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat.

d. Tidak berdaya (onschadelijk)


Bertujuan terhadap penjahat yang tidak dapat diperbaiki lagi maka pidananya dapat
bertujuan untuk menyingkirkan.

e. Memperbaiki kerugian masyarakat


Bertujuan bahwa pidana untuk memperbaiki kerugian masyarakat pada masa yang lalu
sebagai akibat perbuatan jahat.

f. Gabungan
Bertujuan agar pidana membuat pembalasan dan mempertahankan ketertiban.

13
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan yang
bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sanksi bagi pelanggarnya yang bertujuan
untuk mengatur ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk mencapai
ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat dibutuhkan sikap masyarakat yang sadar
hokum. Selain masyarakat pemerintahpun juga harus sadar hokum. Maka tercapailah
ketentraman dan ketertiban itu. Untuk mengantisipasi berbagai pelanggaran hokum yang
terjadi maka di Indonesia telah ada berbagai macam Pengadilan. Dari yang mengadili
masyarakat sampai dengan pemerintah dan para pejaba
Yang dimaksud Peradilan Agama adalah pengadilan agama Islam. Pengadilan
Agama terdapat di setiap ibu kota Kabupaten. Pengadilan TInggi Agama berkedudukan di
setiap ibu kota Propinsi. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim, Hakim
Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita. Sedangkan susunan PENGADILAN Tinggi
Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Tugas dan
wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. Sengketa tata usaha
negara adalah sengketa yang timbul dalam tata usaha negara antara orang /badan hukum
perdata dengan badan / pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun daerah. Dan yang
dimaksud dengan tata usaha
Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah.Pengadilan tata
usaha Negara merupakan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi tata usaha
negara merupakan pengadilan tingkat banding.
Pidana merupakan suatau tindakan yang melanggar aturan atau ketetapan yang
berlaku, sehingga bagi pelakunya akan dikenai hukum pidana. Sedangkan perbuatan

14
pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut,
dan macam-macam hukum pidana dibagi menjadi dua yaitu yang pertama, pidana pokok
yaitu seperti pidana mati, pidana penjara dan pidana kurungan. Dan yang kedua adalah
pidana tambahan seperti pencabutan hak-hak tertentu. Perampasan barang-barang
tertentu, pengumuman putusan hakim. Tujuan pemindaan dapat kita cari melalui dasar
pembenaran adanya hukuman atau penjatuhan pidana itu.

B.   Saran-Saran.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat
menambah pengetahuan dalam hal ini system hokum dan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
Dan juga penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran yang bersifat
membangun guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih sempurnah lagi.

15

Anda mungkin juga menyukai