Anda di halaman 1dari 17

Tauhid

Tauhid; Hakekat Dan Kedudukannya

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala:


"Aku menciptakan jin dan manusia, tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada-
Ku." (Adz-Dzariat: 56).

Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah Ta'ala dengan mentaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama
Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata-mata
yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri
dan cinta.

Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang
dicintai dan diridhai oleh Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu
ibadah apabila diniati ikhlas, semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk
menyerukan): Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut." (An-Nahl:
36)
 
Thaghut yaitu setiap yang diagungkan -selain Allah- dengan disembah, ditaati, atau
dipatuhi, baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia, ataupun syetan.
Menjauhi thaghut yaitu mengingkari, membencinya, tidak mau menyembah dan
memujanya dalam bentuk dan dengan cara apapun.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya
kepada-Nya, dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai usia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, serta ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua
dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
berdua sebagaimana mereka keduanya telah mendidikku waktu kecil." (Al-Isra':
23-24)

"Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja) dan janganlah berbuat syirik
sedikitpun kepada-Nya." (An-Nisaa': 36)

Syirik yaitu memperlakukan sesuatu -selain Allah- sama dengan Allah dalam hal
yang merupakan hak khusus bagi-Nya.

"Katakanlah (Muhammad): Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu


oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya,
berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-
anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikianlah
yang diwasiatkan Allah kepadamu, supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
ia mencapai kedewasaannya, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan menurut
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diwasiatkan Allah kepadamu, agar kamu ingat. Dan (kubacakan): Sungguh inilah
jalan-Ku, berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu akan menceraiberaikan
kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu agar kamu
bertakwa." (Al An'am: 151-153).
 
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
"Barang siapa yang ingin melihat wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
yang tertera diatasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman
Allah Ta'ala:...(surah Al-An'am 151-153, seperti tersebut di atas)."
 
Mu'adz bin Jabal, radhiyallahu 'anhu, menuturkan:
"Aku pernah diboncengkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di atas seekor keledai.
Lalu beliau bersabda kepadaku: Hai Mu'adz, tahukah kamu apakah hak Allah yang
wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan apa hak para hamba yang pasti dipenuhi
Allah? Aku menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliaupun bersabda:
Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh hamba-Nya adalah supaya mereka beribadah
kepada-Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, sedangkan hak
para hamba yang pasti dipenuhi Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang
yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya. Aku bertanya: Ya Rasulullah,
tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang? Beliau
menjawab: Janganlah kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka,
sehingga mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri." (HR Bukhari dan Muslim
dalam shahih mereka)

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Da'wah Kepada Syahadat "Laa ilaha illa Allah"

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala:


"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) hanya kepada Allah dengan penuh pengertian dan keyakinan.
Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-
Nya)." (Yusuf: 108)

Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi


wa sallam tatkala mengutus Mu'adz ke Yaman, bersabdalah beliau kepadanya:
"Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali
da'wah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaha illa Allah -
dalam riwayat lain disebutkan: "Supaya mereka mentauhidkan Allah" - Jika mereka
telah mematuhi apa yang kamu da'wahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah
mematuhi apa yang kamu sampaikan itu, maka sampaikanlah kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya
diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah
mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan
mereka, dan jagalah dirimu dari do'a orang mazhlum (teraniaya), karena
sesungguhnya tiada suatu tabir penghalang pun antara doanya dan Allah." (H.R.
Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semasa perang Khaibar bersabda:
"Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang) ini besok hari
kepada orang yang mencintai Allah serta Rasul-Nya dan dia dicintai Allah serta
Rasul-Nya; semoga Allah menganugerahkan kemenangan melalui tangannya."
Maka semalam suntuk orang-orang pun memperbincangkan siapakah diantara
mereka yang akan diserahi bendera itu. Pagi harinya mereka mendatangi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masing-masing mengharap untuk diserahi
bendera tersebut. Lalu bersabdalah beliau: "Dimanakah 'Ali bin Abu Thalib?"
Dijawab: "Dia sakit kedua belah matanya." Mereka pun mengutus seorang utusan
kepadanya dan didatangkanlah dia. Lantas Nabi meludah pada kedua belah
matanya dan berdoa untuknya, seketika itu dia sembuh seakan-akan tidak pernah
terkena penyakit. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan
kepadanya bendera dan bersabda: "Melangkahlah ke depan dengan tenang sampai
kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan
sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka
laksanakan. Demi Allah, bahwa Allah memberi petunjuk satu orang lewat dirimu,
benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah."

Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang sangat berharga dan menjadi
kebanggaan orang Arab pada masa itu.

Kandungan dari tulisan ini:

1. Da'wah kepada syahadat "Laa ilaha illa Allah" adalah pandangan hidup bagi
orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Diingatkan supaya ikhlas (dalam berda'wah semata-mata karena Allah),
karena kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran justru ia
mengajak kepada (kepentingan) dirinya sendiri.
3. Mengerti betul dan yakin akan apa yang dida'wahkan adalah termasuk
kewajiban.
4. Termasuk bukti kebaikan tauhid, bahwa tauhid adalah mengagungkan Allah.
5. Dan diantara keburukan syirik, bahwa syirik adalah merendahkan Allah.
6. Termasuk masalah yang sangat penting, bahwa seorang muslim perlu
dijauhkan dari lingkungan orang-orang yang berbuat syirik, supaya nanti
tidak menjadi seperti mereka sekalipun dia belum melakukan perbuatan
syirik.
7. Tauhid adalah kewajiban pertama.
8. Tauhid adalah yang pertama kali harus dida'wahkan sebelum semua
kewajiban yang lain, meskipun kewajiban shalat.
9. Pengertian "Supaya mereka mentauhidkan Allah" adalah pengertian
syahadat.
10. Seseorang bisa jadi termasuk Ahlul Kitab, akan tetapi dia tidak tahu
pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya atau mengetahuinya tetapi
tidak mengamalkannya.
11. Perlu diperhatikan metode pengajaran secara bertahap.
12. Yaitu: dimulai dari masalah yang paling penting, kemudian penting, dan
begitu seterusnya.
13. Salah satu sasaran pembagian zakat ialah orang-orang fakir.
14. Orang yang berilmu supaya menjelaskan sesuatu yang masih diragukan oleh
orang yang sedang belajar.
15. Berkenaan dengan zakat, dilarang untuk mengambil harta pilihan (termahal
harganya).
16. Supaya menjaga diri dari tindakan zhalim terhadap seseorang.
17. Diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa doa orang
mazhlum (teraniaya) dikabulkan Allah.
18. Diantara bukti-bukti tauhid adalah hal-hal yang dialami oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, seperti: kesulitan, kelaparan,
dan wabah penyakit.
19. Sabda Rasulullah: "Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando
perang ini)...dst" adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
20. Sembuhnya kedua belah mata Ali setelah diludahi oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, termasuk pula dari tanda kenabian beliau.
21. Keutamaan 'Ali radhiyallahu 'anhu.
22. Keistimewaan para sahabat (karena hasrat mereka yang besar sekali dalam
kebaikan dan sikap mereka yang senantiasa berlomba-lomba dalam
mengerjakan amal shaleh). Ini dapat dilihat pada perbincangan mereka di
malam menjelang perang Khaibar, tentang siapakah diantara mereka yang
akan diserahi bendera komando perang, masing-masing mereka agar
dirinyalah yang menjadi orang yang memperoleh kehormatan itu.
23. Iman kepada qadar, karena bendera komando tersebut tidak diserahkan
kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang
tidak berusaha untuk memperolehnya.
24. Etika di dalam jihad, sebagaimana terkandung dalam sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam: "Melangkahlah ke depan dengan tenang..."
25. Disyariatkan untuk berda'wah mengajak kepada Islam, sebelum perang.
26. Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah dida'wahi dan
diperangi sebelumnya.
27. Da'wah dengan cara yang bijaksana, sebagaimana disyaratkan dalam sabda
beliau: "...dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam
yang wajib mereka laksanakan."
28. Mengetahui hak Allah dalam Islam seperti shalat, zakat, shiyam, dan
kewajiban-kewajiban lainnya.
29. Kemuliaan da'wah dan pahala bagi seorang da'i yang bisa memasukkan satu
orang saja ke dalam Islam.
30. Boleh bersumpah didalam menyampaikan petunjuk.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Tafsiran "Tauhid" Dan Syahadat "Laa ilaha illa Allah"

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala:


"Orang-orang yang diseru oleh kaum musyrikin itu, mereka sendiri senantiasa
berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka, siapa diantara mereka
yang lebih dekat (kepadaNya), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut
akan siksa-Nya, sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus)
ditakuti." (Al-Isra': 57)

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya; Sesungguhnya
aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan
yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku (kepada
jalan kebenaran)." (Az-Zukhruf: 26-27)

"Mereka, menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-


tuhan selain Allah, dan (mereka mempertuhankan pula) Al-Masih putera Maryam,
padahal mereka itu tiada lain hanyalah diperintahkan untuk beribadah kepada Satu
Sembahan, tiada Sembahan yang haq selain Dia. Maha Suci Allah dari perbuatan
syirik mereka." (At-Taubah: 31)

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan


selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah..." (Al-
Baqarah: 165)

Diriwayatkan dalam Shahih (Muslim), bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam


bersabda:
"Barangsiapa mengucapkan Laa ilaha illa Allah dan mengingkari sesembahan selain
Allah, haramlah harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)nya adalah
terserah kepada Allah 'Azza wa Jalla."

Kandungan dalam tulisan ini:

1. Ayat dalam surah Al-Isra'. Diterangkan dalam ayat ini bantahan terhadap
kaum musyrikin yang menyeru (meminta) kepada orang-orang shaleh.
Maka, ayat ini mengandung sesuatu penjelasan bahwa perbuatan mereka
itu syirik akbar.
2. Ayat dalam surah Bara'ah (At-Taubah). Diterangkan dalam ayat ini bahwa
kaum Ahli Kitab telah menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan diterangkan bahwa mereka tiada lain
hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Satu Sembahan yaitu Allah.
Padahal tafsiran ayat ini, yang jelas dan tidak dipermasalahkan lagi, yaitu
mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang
bertentangan dengan hukum Allah; dan maksudnya bukanlah kaum Ahli
Kitab itu menyembah mereka.
Dapat diambil kesimpulan dari ayat ini bahwa tafsiran "Tauhid" dan
Syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian ketaatan kepada Allah,
dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa
yang diharamkan-Nya.
3. Kata-kata Al-Khalil Ibrahim 'alaihissalam kepada orang-orang kafir:
"Sesungguhnya aku melepaskan diri dari apa yang kamu sembah, kecuali
Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku..."
Disini beliau mengecualikan Allah dari segala sembahan. Pembebasan diri
(dari segala sembahan yang bathil) dan pernyataan setia (kepada
Sembahan yang haq, yaitu Allah) adalah tafsiran yang sebenarnya dari
syahadat "Laa ilaha illa Allah." Allah Ta'ala berfirman: "Dan Ibrahim
menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya,
supaya mereka kembali (kepada jalan kebenaran)." (Az-Zukhruf: 28)
4. Ayat dalam surah Al-Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir,
yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Dan mereka tidak akan dapat
keluar dari neraka."
Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa mereka menyembah tandingan-
tandingan selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecintaan
yang besar kepada Allah, akan tetapi kecintaan mereka itu belum bisa
memasukkan mereka ke dalam Islam.
Dari ayat dalam surah Al-Baqarah ini dapat diambil kesimpulan bahwa
tafsiran "tauhid" dan syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian
kecintaan kepada Allah yang diiringi dengan rasa rendah diri dan
penghambaan hanya kepada-Nya.

Lalu bagaimana dengan orang yang mencintai sembahan-nya lebih besar


daripada kecintaannya kepada Allah? Kemudian, bagaimana dengan orang
yang hanya mencintai sesembahan selain Allah itu saja dan tidak mencintai
Allah?

5. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barang siapa mengucapkan


Laa ilaha illa Allah dan mengingkari sesembahan selain Allah, haramlah
harta dan darahnya, sedang hisab (perhitungan)nya adalah terserah kepada
Allah 'Azza wa Jalla."

Ini adalah termasuk hal terpenting yang menjelaskan pengertian "Laa ilaha
illa Allah". Sebab apa yang dijadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar mengucapkan kalimat
"Laa ilaha illa Allah" itu, bukan pula dengan mengerti makna dan lafadznya,
bukan pula dengan mengakui kebenaran kalimat tersebut, bahkan bukan
juga tidak meminta kecuali kepada Allah saja, yang tiada sekutu bagi-Nya.
Akan tetapi tidaklah haram dan terlindung harta dan darahnya hingga dia
menambahkan kepada pengucapan kalimat "Laa ilaha illa Allah" itu
pengingkaran kepada segala sembahan selain Allah. Jika dia masih ragu
atau bimbang, maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.

Sungguh agung dan penting sekali tafsiran "Tauhid" dan syahadat "Laa ilaha
illa Allah" yang terkandung dalam hadits ini, sangat jelas keterangan yang
dikemukakannya dan sangat meyakinkan argumentasi yang diajukan bagi
orang yang menentang.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Keterangan Bahwa Ada di Kalangan Umat Ini Yang


Menyembah Berhala

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala (artinya):

"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab?


Mereka beriman kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang
kafir (kaum musyrikin Mekkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada
orang-orang yang beriman." (An-Nisa': 51)
Terdapat beberapa tafsiran dari kalangan Salaf tentang makna kata jibt, antara
lain: berhala, sihir, tukang sihir, tukang ramal, Huyai bin Akhthab dan Ka'b bin Al-
Asyraf (kedua orang ini adalah tokoh orang-orang Yahudi di zaman Rasulullah).

Dengan demikian pengertiannya umum mencakup makna itu semua, sebagaimana


dikatakan oleh Al-Jauhari dalam Ash-Shihah: "Jibt adalah kata-kata yang dapat
digunakan untuk berhala, tukang ramal, tukang sihir dan sejenisnya..."

Demikian halnya dengan kata-kata thaghut, terdapat beberapa tafsiran yang


menunjukkan pengertian umum. Antara lain: syaitan, syaitan dalam wujud
manusia, berhala, tukang ramal, Ka'b Al-Asyraf.

Ibnu Jarir Ath-Thabari, dalam menafsirkan ayat ini, setelah menyebutkan beberapa
tafsiran dari ulama Salaf, mengatakan: "... jibt dan thaghut ialah dua sebutan
untuk setiap yang diagungkan dengan disembah selain Allah, atau ditaati, atau
dipatuhi; baik yang diagungkan itu batu, manusia, ataupun syaitan."

"Katakanlah: "Maukah aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih


buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di hadapan Allah, yaitu
orang-orang yang dilaknati dan dimurkai Allah, dan diantara mereka (ada) yang
dijadikan kera dan babi, dan (orang yang) menyembah thaghut." (Al-Maidah: 60)

"... Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sungguh kami akan
mendirikan sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka." (Al-Kahfi: 21)

Dari Abu Sa'id Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

"Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu
bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai
kalaupun mereka masuk ke liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya
pula." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani-
kah?" Beliau menjawab: "Lalu siapa lagi?" (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Muslim meriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah


Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah membentangkan bumi kepadaku sehingga aku dapat


melihat belahan timur dan belahan baratnya. Dan sesungguhnya umatku,
kekuasaannya akan mencapai belahan bumi yang telah dibentangkan kepadaku itu.
Dan aku diberi dua perbendaharaan simpanan: Merah dan Putih (Imperium Persia
dan Romawi). Aku meminta kepada Tuhanku untuk umatku agar mereka jangan
dibinasakan dengan paceklik yang berkepanjangan, dan jangan dikuasakan kepada
musuh selain dari kaum mereka sendiri sehingga musuh itu nantinya akan
merampas seluruh negeri mereka. Lalu Tuhanku berfirman: "Hai Muhammad! Bila
Aku telah menetapkan sesuatu, maka ketetapan itu tidak akan diubah lagi; dan
sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu bahwa Aku tidak
akan membinasakan mereka dengan paceklik yang berkepanjangan; dan tidak
akan menjadikan seorang musuh berkuasa atas mereka selain dari kaum mereka
sendiri, maka nantinya musuh itu tidak akan dapat merampas seluruh negeri
mereka sekalipun manusia yang ada di seluruh belahan bumi berkumpul
menghadapi mereka, sampai (umatmu itu sendiri) sebagian mereka
menghancurkan sebagian yang lain dan sebagian mereka menawan sebagian yang
lain."
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Barqani dalam Shahih-nya dengan tambahan:

"Dan yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang
menyesatkan; dan apabila pertumpahan darah telah menimpa umatku maka tiada
akan berakhir sampai hari kiamat. Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada suatu
kaum dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan beberapa kelompok dari
umatku menyembah berhala. Dan sesungguhnya, akan ada diantara umatku tiga
puluh pendusta yang semua mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup
para nabi tidak ada lagi nabi sesudahku; (sungguhpun demikian) akan tetap ada
dari umatku segolongan yang tegak membela al-haq dan mendapat pertolongan
(dari Allah), mereka tidak tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan
mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta'ala."

Kandungan tulisan ini:

1. Tafsiran ayat dalam surah An-Nisa'. Ayat ini menunjukkan bahwa apabila
orang-orang yang diturunkan kepada mereka Al-Kitab mau beriman kepada
jibt dan thaghut, maka tidak mustahil dan tidak dapat dipungkiri bahwa
umat ini yang diturunkan kepadanya Al-Qur'an akan berbuat pula seperti
yang mereka perbuat, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memberitahukan bahwasanya akan ada diantara umat ini orang-orang yang
berbuat seperti apa yang diperbuat orang Yahudi dan Nasrani.
2. Tafsiran ayat dalam surah Al-Maidah. Ayat ini menunjukkan bahwa akan
terjadi di kalangan umat ini penyembahan thaghut sebagaimana telah
terjadi penyembahan thaghut di kalangan Ahli Kitab.
3. Tafsiran ayat dalam surah Al-Kahfi. Ayat ini menunjukan bahwa ada
diantara umat ini orang yang membangun tempat ibadah di atas atau di
sekitar kuburan, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang sebelum
mereka.
4. Masalah penting sekali, yaitu: apa pengertian iman kepada jibt dan
thaghut disini, apakah sekedar percaya dalam hati, atau mengikuti orang-
orangnya, sekalipun membenci barang-barang tersebut dan mengerti akan
kebatilannya?
5. (Sebagai buktinya) apa yang dikatakan Ahli Kitab kepada orang-orang kafir
(kaum musyrikin Mekkah) bahwa mereka lebih benar jalannya daripada
orang-orang yang beriman.
6. Bahwa beriman kepada jibt dan thaghut mesti akan terjadi di kalangan
umat ini (umat Islam) sebagaimana ditetapkan dalam hadits dari Abu Sa'id.
Dan inilah yang dimaksud dalam bab ini.
7. Dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa akan terjadi
penyembahan berhala di kalangan banyak dari umat ini.
8. Hal yang amat mengherankan: Munculnya orang yang mengaku sebagai
nabi, seperti Al-Mukhtar*; padahal dia mengucapkan dua kalimat
syahadat, menyatakan bahwa dirinya termasuk dalam umat ini, bahwa
Rasulullah benar dan bahwa Al-Qur'an benar, padahal disebutkan dalam Al-
Qur'an bahwa Muhammad adalah penutup para nabi. Namun demikian
pengakuan kenabian Al-Mukhtar dipercayai orang, meskipun jelas
kontradiksinya. Ia muncul pada akhir masa sahabat dan diikuti oleh banyak
orang. (*Al-Mukhtar bin Abu 'Ubaid bin Mas'ud Ats-Tsaqafi. Termasuk
tokoh yang memberontak terhadap kekuasaan Bani Umayyah dan
menonjolkan kecintaan kepada Ahlul Bait. Mengaku bahwa ia adalah nabi
dan menerima wahyu. Dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair pada th. 67
H/687 M).
9. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan kabar gembira
bahwa al-haq (kebenaran Allah dan ajaran-Nya) tidak akan dapat
dilenyapkan sama sekali, sebagaimana telah terjadi pada masa lalu; bahkan
akan tetap ada golongan yang tetap berpegang teguh dan membelanya.
10. Tanda utamanya bahwa mereka sekalipun sedikit jumlahnya, tidak
tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan ataupun menentang
mereka.
11. Bahwa kondisi ini tetap berlangsung sampai hari kiamat.
12. Tanda-tanda besar atas kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang terkandung dalam hadits:
o Beliau memberitahukan bahwa Allah telah membentangkan kepada
beliau belahan timur dan belahan barat, dan beliau menjelaskan
makna hal tersebut; kemudian terjadi seperti yang beliau beritakan,
berlainan halnya dengan belahan selatan dan utara.
o Beliau memberitahukan bahwa beliau diberi dua perbendaharaan
simpanan.
o Beliau memberitakan bahwa doanya untuk umatnya dikabulkan
dalam dua perkara, sedangkan perkara yang ketiga tidak dikabulkan.
o Beliau memberitahukan bahwa akan terjadi pertumpahan darah
diantara umatnya, dan kalau sudah terjadi tidak akan berakhir
sampai hari kiamat.
o Beliau memberitakan bahwa sebagian umat ini akan menghancurkan
sebagian yang lain dan sebagian mereka menawan sebagian yang
lain.
o Beliau memberitakan akan munculnya orang-orang yang mengaku
sebagai nabi pada umat ini.
o Beliau memberitakan bahwa akan tetap ada segolongan yang tegak
membela kebenaran dan mendapat pertolongan dari Allah.

Dan itu semua benar-benar terjadi persis seperti yang beliau beritakan,
padahal masing-masing berita tersebut sangat di luar jangkauan akal.

13. Apa yang beliau khawatirkan terhadap umatnya hanyalah para pemimpin
yang menyesatkan.
14. Perlu diperhatikan makna dari penyembahan berhala.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Keistimewaan Tauhid dan Dosa-dosa yang Diampuni


Karenanya

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Firman Allah Ta'ala:


"Orang-orang yang beriman dan tidak menodai iman mereka dengan kedhaliman
(syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat ketenteraman dan mereka itu
adalah orang-orang yang menepati jalan hidayah." (Al-An'am: 82)

Iman yaitu ucapan hati dan lisan yang disertai dengan perbuatan, diiringi dengan
ketulusan niat Lillah dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Syirik disebut kedhaliman, karena syirik adalah perbuatan menempatkan sesuatu
ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak
menerimanya.

'Ubadah ibn Ash-Shamit radhiyallahu 'anhu, menuturkan: Rasulullah shallallahu


'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa bersyahadat bahwa tidak ada
sesembahan yang hak selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad
adalah Hamba dan Rasul-Nya; dan (bersyahadat) bahwa 'Isa adalah hamba Allah,
Rasul-Nya dan kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh
daripada-Nya; dan (bersyahadat pula bahwa) surga adalah benar adanya dan
neraka-pun benar adanya; maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga
betapapun amal yang diperbuatnya." (HR Bukhari Muslim)

Syahadat ialah persaksian dengan hati dan lisan, dengan mengerti maknanya dan
mengamalkan apa yang menjadi tuntutannya, baik lahir maupun batin.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari 'Itban: "Sesungguhnya Allah
mengharamkan kepada neraka orang yang berkata: Laa ilaha illa Allah (Tiada
sesembahan yang hak selain Allah), dengan ikhlas dari hatinya dan mengharapkan
(pahala melihat) Wajah Allah."

Diriwayatkan dari Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu


'alaihi wa sallam bersabda: "Musa berkata: Ya Tuhanku, ajarkanlah kepadaku
sesuatu untuk berdzikir dan berdo'a kepada-Mu. Allah berfirman: Katakanlah hai
Musa: "Laa ilaha illa Allah". Musa berkata lagi: Ya Tuhanku, semua hamba-Mu
mengucapkan ini. Allah pun berfirman: Hai Musa, andaikata ketujuh langit dan
penghuninya, selain Aku, serta ketujuh bumi diletakkan pada salah satu daun
timbangan, sedang Laa ilaha illa Allah diletakkan pada daun timbangan yang lain,
maka Laa ilaha illa Allah niscaya lebih berat timbangannya." (Hadits riwayat Ibnu
Hibban dan Al-Hakim dengan menyatakan bahwa hadits ini Shahih)

At-Tirmidzi meriwayatkan hadits, yang dinyatakan hasan, dari Anas: Aku


mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah Ta'ala
berfirman: Hai anak Adam, seandainya kamu datang kepada-Ku dengan dosa
sepenuh jagad, sedangkan kamu ketika mati berada dalam keadaan tidak berbuat
syirik sedikitpun kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan kepadamu ampunan
sepenuh jagad pula."

Kandungan dalam tulisan ini:

1. Luasnya karunia Allah Ta'ala.


2. Banyaknya pahala tauhid disisi Allah Ta'ala.
3. Selain itu, tauhid menghapuskan dosa-dosa.
4. Tafsiran surah Al-An'am ayat 82, menunjukkan keistimewaan tauhid dan
keuntungan yang diperoleh darinya dalam kehidupan dunia dan akhirat; dan
menunjukkan pula bahwa syirik adalah perbuatan zhalim yang dapat
membatalkan iman jika syirik itu akbar (besar) atau mengurangi iman jika
syirik itu ashghar (kecil).
5. Perhatikan kelima masalah yang tersebut dalam hadits 'Ubadah.
6. Apabila anda mempertemukan hadits 'Ubadah, hadits 'Itban dan hadits
sesudahnya, akan jelas bagi anda pengertian kalimat "Laa ilaha illa Allah"
dan jelas pula kesalahan orang-orang yang tersesat karena hawa nafsunya.
7. Perlu diingat persyaratan yang dinyatakan di dalam hadits 'Itban yaitu ikhlas
semata-mata karena Allah dan tidak mempersekutukan-Nya.
8. Para nabi perlu diingatkan pula akan keistimewaan "Laa ilaha illa Allah"
9. Bahwa Laa ilaha illa Allah berat timbangannya mengungguli berat
timbangan seluruh makhluk, padahal banyak diantara orang yang
mengucapkan kalimat tersebut ringan timbangannya.
10. Dinyatakan bahwa bumi itu tujuh, seperti halnya langit.
11. Langit dan bumi ada penghuninya.
12. Menetapkan sifat-sifat Allah, berbeda dengan pendapat Asy'ariyah yaitu
salah satu aliran teologis, pengikut Syaikh Abul Hasan Ali bin Ismail Al-
Asy'ary (260-324H = 874-936M). Dan maksud penulis disini ialah
menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an dan
Sunnah. Termasuk sifat yang ditetapkan adalah kebenaran adanya Wajah
bagi Allah, mengikuti cara yang diamalkan kaum Salaf Shaleh dalam
masalah ini, yaitu: mengimani kebenaran sifat-sifat Allah yang dituturkan
oleh Al Qur'an dan Sunnah tanpa tahrif, ta'thil, takyif, dan tamtsil.

Adapun Asy'ariyah dalam masalah sifat yang seperti ini, sebagian mereka
ada yang menta'wilkannya (menafsirinya dengan makna yang menyimpang
dari makna yang sebenarnya) dengan dalih bahwa hal tersebut apabila tidak
dita'wilkan bisa menimbulkan tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk-
Nya.

Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Syaikh Abul Hasan Al Asy'ary sendiri
dalam masalah ini telah menyatakan berpegang teguh dengan madzab salaf
shaleh, sebagaimana beliau nyatakan dalam kitab yang ditulis diakhir masa
hidupnya, yaitu Al-Ibanah 'An Ushulid-Diyanah (editor: Abdul Qadir Al-
Arna'uth, Beirut: Maktabah Dar Al-Bayan, 1401 H), bahkan dalam karyanya
ini beliau mengkritik dan menyanggah tindakan ta'wil yang dilakukan orang-
orang yang menyimpang dari madzhab Salaf.

13. Apabila anda memahami hadits Anas, anda akan tahu bahwa sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits 'Itban maksudnya ialah
dengan tidak melakukan perbuatan syirik sedikitpun, bukan sekedar
mengucapkan kalimat tauhid dengan lisan saja.
14. Perhatikanlah perpaduan sebutan Hamba Allah dan Rasul-Nya dalam pribadi
Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
15. Mengetahui keistimewaan Nabi 'Isa sebagai kalimat Allah, maksudnya yaitu
bahwa Nabi 'Isa diciptakan Allah dengan firman-Nya "Kun" (jadilah) yang
disampaikan-Nya kepada Maryam melalui Malaikat Jibril.
16. Mengetahui bahwa Nabi 'Isa adalah ruh diantara ruh-ruh yang diciptakan-
Nya.
17. Mengetahui keistimewaan iman kepada kebenaran adanya surga dan
neraka.
18. Mengetahui sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "betapapun amal
yang telah diperbuatnya".
19. Mengetahui bahwa timbangan mempunyai dua daun.
20. Mengetahui kebenaran adanya Wajah bagi Allah Ta'ala.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Barang Siapa yang Mengamalkan Tauhid dengan Semurni-


murninya Pasti Masuk Surga Tanpa Hisab

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang menjadi teladan, senantiasa
patuh kepada Allah dan menghadapkan diri (hanya kepada-Nya); dan sama sekali
ia tidak pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada Allah)." (An-
Nahl: 120)

"Dan orang-orang yang mereka itu tidak berbuat syirik (sedikitpun) kepada Tuhan
mereka." (Al- Mu'minun: 59)

Hushain bin 'Abdurrahman menuturkan:


"Suatu ketika aku berada di sisi Sa'id bin Jubair, lalu ia bertanya: Siapakah
diantara kalian melihat bintang yang jatuh semalam? Aku pun menjawab: Aku.
Kemudian kataku: Ketahuilah, sesungguhnya aku ketika itu tidak dalam keadaan
shalat, tetapi terkena sengatan kalajengking. Ia bertanya: Lalu apa yang kamu
perbuat? Jawabku: Aku meminta ruqyah. Ia bertanya lagi: Apakah yang
mendorong dirimu untuk melakukan hal itu? Jawabku: Yaitu: sebuah hadits yang
dituturkan oleh Asy-Sya'bi kepada kami. Ia bertanya lagi: Dan apakah hadits yang
dituturkan kepadamu itu? Kataku: Dia menuturkan kepada kami hadits dari
Buraidah ibn Al-Hushaib: "Tidak boleh ruqyah karena 'ain atau terkena
sengatan..."
Sa'id pun berkata: Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang
telah didengarnya; tetapi Ibnu 'Abbas menuturkan kepada kami hadits Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Telah dipertunjukkan
kepadaku umat-umat. Aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang; dan
seorang nabi, bersamanya satu dan dua orang; serta seorang nabi, dan tak
seorangpun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku suatu jumlah yang
banyak; akupun mengira bahwa mereka itu adalah umatku, tetapi dikatakan
kepadaku: Ini adalah Musa bersama kaumnya. Lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu
jumlah besar pula, maka dikatakan kepadaku: ini adalah umatmu, dan bersama
mereka ada tujuh puluh ribu orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan
tanpa adzab. Kemudian bangkitlah beliau dan segera memasuki rumahnya. Maka
orang-orangpun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Ada diantara
mereka yang berkata: Mungkin saja mereka itu yang menjadi sahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada lagi yang berkata: Mungkin saja mereka itu
orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam, sehingga tidak pernah
mereka berbuat syirik sedikitpun kepada Allah. Dan mereka menyebutkan lagi
beberapa perkara. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, mereka
memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda: Mereka itu
adalah orang-orang yang tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya
ditempel dengan besi yang dipanaskan, tidak melakukan tathayyur dan mereka
pun bertawakkal kepada Tuhan mereka. Lalu berdirilah 'Ukasyah bin Mihshan dan
berkata: Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka. Beliau
menjawab: kamu termasuk golongan mereka. Kemudian berdirilah seorang yang
lain dan berkata: Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan
mereka. Beliau menjawab: Kamu sudah kedahuluan 'Ukasyah." (HR Bukhari dan
Muslim)

Ruqyah, maksudnya disini ialah penyembuhan dengan pembacaan ayat-ayat Al


Qur'an atau do'a-do'a.
'Ain ialah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui
matanya; disebut juga kena mata.
Tathayyur ialah merasa pesimis, merasa bernasib sial, atau beramal nasib buruk,
karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja.
 
Kandungan tulisan ini:
1. Mengetahui adanya tingkatan-tingkatan manusia dalam tauhid.
2. Pengertian mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya.
3. Sanjungan Allah Ta'ala kepada Nabi Ibrahim, karena sama sekali tidak
pernah termasuk orang-orang yang berbuat syirik kepada Allah.
4. Sanjungan Allah kepada para tokoh wali (sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam), karena bersihnya diri mereka dari perbuatan syirik.
5. Tidak meminta ruqyah, tidak meminta supaya lukanya ditempel dengan besi
yang dipanaskan dan tidak melakukan tathayyur adalah termasuk
pengamalan tauhid yang murni.
6. Bahwa tawakkal kepada Allah Ta'ala adalah sifat yang mendasari sikap
tersebut.
7. Dalamnya ilmu para sahabat karena mereka mengetahui bahwa orang-
orang yang dinyatakan dalam hadits tersebut tidak dapat mencapai derajat
dan kedudukan yang demikian itu kecuali dengan amal.
8. Gairah dan semangat para sahabat untuk berlomba-lomba dalam
mengerjakan amal kebaikan.
9. Keistimewaan umat Islam, dengan kuantitas dan kualitas.
10. Keutamaan pengikut Nabi Musa.
11. Umat-umat telah ditampakkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam.
12. Setiap umat dikumpulkan sendiri-sendiri bersama nabinya.
13. Bahwa sedikit orang yang mengikuti seruan para nabi.
14. Nabi yang tidak mempunyai pengikut, datang sendirian pada hari Kiamat.
15. Buah dari pengetahuan ini adalah: tidak silau dengan jumlah yang banyak
dan tidak merasa kecil hati dengan jumlah yang sedikit.
16. Diperbolehkan melakukan ruqyah karena terkena 'ain atau sengatan.
17. Dalamnya pengertian kaum Salaf, dapat dipahami dari kata-kata Sa'id bin
Jubair: "Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang
telah didengarnya; tetapi...dst." Dengan demikian jelaslah bahwa hadits
pertama tidak bertentangan dengan hadits kedua.
18. Kemuliaan sifat kaum Salaf karena ketulusan hati mereka, dan mereka tidak
memuji seseorang dengan pujian yang dibuat-buat.
19. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Kamu termasuk golongan
mereka", adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
20. Keutamaan 'Ukasyah.
21. Penggunaan kata sindiran. Karena beliau bersabda kepada seorang yang
lain: "Kamu sudah kedahuluan 'Ukasyah" dan tidak bersabda kepadanya:
"Kamu tidak pantas untuk dimasukkan ke dalam golongan mereka."
22. Keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Riya Lebih Tersembunyi Daripada Rambatan Semut

Al-Imam Asy-syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy (Ibnu


Qudamah)

Pengantar:
Duhai betapa beruntung pembaca e-mail ini dan betapa rugi penulisnya. Antum mendapatkan air jernih
darinya sementara penulisnya mendapat air keruh. Tapi inilah perdagangan yang saya tawarkan. Bila
hati pembaca lebih bersih maka itulah yang diharapkan, dengan tanpa terkotorinya hati penulis
tentunya. Bila yang terjadi adalah sebaliknya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah tempat meminta
pertolongan, dan segala kebaikan yang ada berasal dari Allah Yang Maha Tunggal semata.
Al-'alamah Ibnu Qudamah memberikan uraian tentang Riya', Hakekat, Pembagian dan Celaannya,
termasuk keterangan riya' yang menggugurkan amal dan yang tidak, obat dan cara mengobati riya' dan
sebagainya. Uraiannya yang berdasar keterangan dari qur'an dan sunnah cukup jelas, dapat membuat
takut orang yang terlalu beharap hingga meremehkan dan memberikan harapan kepada orang yang
terlalu takut. Berikut ini saya kutipkan beberapa paragraf dari nasehat beliau yang bisa di jadikan
perhatian agar kita bisa hati-hati, karena ini masalah hati. (ALS)

Ketahuilah bahwa kata riya' itu berasal dari kata ru'yah (melihat), sedangkan
sum'ah (reputasi) berasal dari kata sami'a (mendengar). Orang yang riya'
menginginkan agar orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya.

Riya' itu ada yang tampak dan ada pula yang tersembunyi. Riya' yang tampak ialah
yang dibangkitkan amal dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu
adalah riya' yang tidak dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan
bagi Allah menjadi ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan
merasa berat melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya
tatkala ada tamu di rumahnya. Yang lebih tersembunyi lagi ialah yang tidak
berpengaruh terhadap amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, tetapi
sekalipun begitu riya' itu tetap ada di dalam hati. Hal ini tidak bisa diketahui secara
pasti kecuali lewat tanda-tanda.

Tanda yang paling jelas adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat
ketaatannya. Berapa banyak orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas
dan tidak bermaksud riya' dan bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya
menjadi sempurna. Tapi jika ada orang-orang yang melihat dia merasa senang dan
bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan ini dinamakan riya' yang
tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak melihatnya, maka dia tidak merasa
senang. Dari sini bisa diketahui bahwa riya' itu tersembunyi di dalam hati, seperti
api yang tersembunyi di dalam batu. Jika orang-orang melihatnya, maka bisa
menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini tidak membawanya kepada hal-hal
yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu
membangkitkannya untuk menampakkan amalnya, secara tidak langsung maupun
secara langsung.

Kesenangan atau riya' ini sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya untuk
mengatakannya, tapi cukup dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat, badan
kurus, suara parau, bibir kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur, yang
menunjukkan bahwa dia banyak shalat malam.

Yang lebih tersembunyi lagi ialah menyembunyikan sesuatu tanpa menginginkan


untuk diketahui orang lain, tetapi jika bertemu dengan orang-orang, maka dia
merasa suka merekalah yang lebih dahulu mengucapkan salam, menerima
kedatangannya dengan muka berseri dan rasa hormat, langsung memenuhi segala
kebutuhannya, menyuruhnya duduk dan memberinya tempat. Jika mereka tidak
berbuat seperti itu, maka ada yang terasa mengganjal di dalam hati.

Orang-orang yang ikhlas senantiasa merasa takut terhadap riya' yang tersembunyi,
yaitu yang berusaha mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga
apa yang disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang
yang menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena
mengharap agar diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat.

Noda-noda riya' yang tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir tidak terhitung
jumlahnya. Selagi seseorang menyadari darinya yang terbagi antara
memperlihatkan ibadahnya kepada orang-orang dan antara tidak
memperlihatkannya, maka di sini sudah ada benih-benih riya'. Tapi tidak setiap
noda itu menggugurkan pahala dan merusak amal. Masalah ini harus dirinci lagi
secara detail.

Telah disebutkan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu Dzarr Radliyallahu Anhu,
dia berkata, "Ada orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat
engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-
orang memujinya?" Beliau menjawab, "Itu merupakan kabar gembira bagi orang
Mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia."
Namun jika dia ta'ajub agar orang-orang tahu kebaikannya dan memuliakannya,
berarti ini adalah riya'.

Ikhlas Tempat Persinggahan Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka


Nasta'in

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah

Pengantar:
Dalam kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menyebutkan tempat-tempat persinggahan
Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in diantaranya adalah ikhlas. Berikut ini saya kutipkan beberapa
penggal alenia yang tercantum dalam pasal ini. Bagi yang menginginkan uraian lebih lanjut saya
persilahkan membaca langsung dari sumbernya. (ALS)

Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam
Al-Qur'an, (artinya):
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al-
Bayyinah: 5)
"Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dengan
(membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)."
(Az-Zumar: 2-3)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara
kalian yang lebih baik amalnya." (Al-Mulk: 2)

Al-Fudhail berkata, "Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang
paling ikhlas dan paling benar."
Orang-orang bertanya, "Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling
benar itu ?"
Dia menjawab, "Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia
tidak diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima,
hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah,
dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah." Kemudian ia membaca
ayat, (artinya): "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." (Al-Kahfi: 110)

Allah juga berfirman, (artinya):


"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?" (An-Nisa': 125)
Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah.
Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam dan Sunnah beliau.

Allah juga berfirman, (artinya):


"Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqan: 23)
Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-
Sunnah atau dimaksudkan bukan karena Allah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
pernah bersabda kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, "Sesungguhnya sekali-kali engkau
tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari Wajah
Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajad dan ketinggian
karenanya."

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, (artinya):
"Tiga perkara, yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya:
Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri
dan mengikuti jama'ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah
belakang mereka." (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang berperang karena


riya', berperang karena keberanian dan berperang karena kesetiaan, manakah
diantaranya yang ada di jalan Allah? Maka beliau menjawab, "Orang yang
berperang agar kalimat Allah lah yang paling tinggi, maka dia berada di jalan Allah.
Beliau juga mengabarkan tiga golongan orang yang pertama-tama diperintahkan
untuk merasakan api neraka, yaitu qari' Al-Qur'an, mujahid dan orang yang
menshadaqahkan hartanya; mereka melakukannya agar dikatakan, "Fulan adalah
qari', fulan adalah pemberani, Fulan adalah orang yang bershadaqah", yang amal-
amal mereka tidak ikhlas karena Allah.

Di dalam hadits qudsi yang shahih disebutkan; "Allah berfirman, 'Aku adalah yang
paling tidak membutuhkan persekutuan dari sekutu-sekutu yang ada. Barangsiapa
mengerjakan suatu amal, yang di dalamnya ia menyekutukan selain-Ku, maka dia
menjadi milik yang dia sekutukan, dan Aku terbebas darinya'." (HR. Muslim)
Di dalam hadits lain disebutkan; "Allah berfirman pada hari kiamat, 'Pergilah lalu
ambillah pahalamu dari orang yang amalanmu kamu tujukan. Kamu tidak
mempunyai pahala di sisi Kami'."

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau


bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh kalian dan tidak pula rupa kalian, tetapi
Dia melihat hati kalian." (HR. Muslim)

Banyak difinisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya
sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan
dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan
dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya
menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya' dan
orang yang shidq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali shidq, dan shidq
tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali
dengan sabar.

Al-Fudhail berkata, "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya', Mengerjakan


amal karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas ialah jika Allah memberikan
anugerah kepadamu untuk meninggalkan keduanya."
Al-Junaid berkata, "Ikhlas merupakan rahasia antara Allah dan hamba, yang tidak
diketahui kecuali oleh malaikat sehingga dia menulis-nya, tidak diketahui syetan
sehingga dia merusaknya dan tidak pula diketahui hawa nafsu sehingga dia
mencondongkannya."
Yusuf bin Al-Husain berkata. "Sesuatu yang paling mulia di dunia adalah ikhlas.
Berapa banyak aku mengenyahkan riya' dari hatiku, tapi seakan-akan ia tumbuh
dalam rupa yang lain."

Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Ikhlas artinya membersihkan amal dari


segala campuran." Dengan kata lain, amal itu tidak dicampuri sesuatu yang
mengotorinya karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin
memperlihatkan amal itu tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak
ingin dicela, mencari pengagungan dan sanjungan, karena ingin mendapatkan
harta dari mereka atau pun alasan-alasan lain yang berupa cela dan cacat, yang
secara keseluruhan dapat disatukan sebagai kehendak untuk selain Allah, apa pun
dan siapa pun."

Dipetik dari: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in,
Edisi Indonesia: Madarijus Salikin Pendakian Menuju Allah." Penerjemah Kathur Suhardi, Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta Timur, Cet. I, 1998, hal. 175 - 178

Anda mungkin juga menyukai