Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah Ta'ala dengan mentaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama
Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata-mata
yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri
dan cinta.
Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang
dicintai dan diridhai oleh Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu
ibadah apabila diniati ikhlas, semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk
menyerukan): Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut." (An-Nahl:
36)
Thaghut yaitu setiap yang diagungkan -selain Allah- dengan disembah, ditaati, atau
dipatuhi, baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia, ataupun syetan.
Menjauhi thaghut yaitu mengingkari, membencinya, tidak mau menyembah dan
memujanya dalam bentuk dan dengan cara apapun.
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya
kepada-Nya, dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya mencapai usia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, serta ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu kepada mereka berdua
dengan penuh kasih sayang, dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
berdua sebagaimana mereka keduanya telah mendidikku waktu kecil." (Al-Isra':
23-24)
"Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja) dan janganlah berbuat syirik
sedikitpun kepada-Nya." (An-Nisaa': 36)
Syirik yaitu memperlakukan sesuatu -selain Allah- sama dengan Allah dalam hal
yang merupakan hak khusus bagi-Nya.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu,
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semasa perang Khaibar bersabda:
"Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang) ini besok hari
kepada orang yang mencintai Allah serta Rasul-Nya dan dia dicintai Allah serta
Rasul-Nya; semoga Allah menganugerahkan kemenangan melalui tangannya."
Maka semalam suntuk orang-orang pun memperbincangkan siapakah diantara
mereka yang akan diserahi bendera itu. Pagi harinya mereka mendatangi
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masing-masing mengharap untuk diserahi
bendera tersebut. Lalu bersabdalah beliau: "Dimanakah 'Ali bin Abu Thalib?"
Dijawab: "Dia sakit kedua belah matanya." Mereka pun mengutus seorang utusan
kepadanya dan didatangkanlah dia. Lantas Nabi meludah pada kedua belah
matanya dan berdoa untuknya, seketika itu dia sembuh seakan-akan tidak pernah
terkena penyakit. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan
kepadanya bendera dan bersabda: "Melangkahlah ke depan dengan tenang sampai
kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan
sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka
laksanakan. Demi Allah, bahwa Allah memberi petunjuk satu orang lewat dirimu,
benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah."
Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang sangat berharga dan menjadi
kebanggaan orang Arab pada masa itu.
1. Da'wah kepada syahadat "Laa ilaha illa Allah" adalah pandangan hidup bagi
orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
2. Diingatkan supaya ikhlas (dalam berda'wah semata-mata karena Allah),
karena kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran justru ia
mengajak kepada (kepentingan) dirinya sendiri.
3. Mengerti betul dan yakin akan apa yang dida'wahkan adalah termasuk
kewajiban.
4. Termasuk bukti kebaikan tauhid, bahwa tauhid adalah mengagungkan Allah.
5. Dan diantara keburukan syirik, bahwa syirik adalah merendahkan Allah.
6. Termasuk masalah yang sangat penting, bahwa seorang muslim perlu
dijauhkan dari lingkungan orang-orang yang berbuat syirik, supaya nanti
tidak menjadi seperti mereka sekalipun dia belum melakukan perbuatan
syirik.
7. Tauhid adalah kewajiban pertama.
8. Tauhid adalah yang pertama kali harus dida'wahkan sebelum semua
kewajiban yang lain, meskipun kewajiban shalat.
9. Pengertian "Supaya mereka mentauhidkan Allah" adalah pengertian
syahadat.
10. Seseorang bisa jadi termasuk Ahlul Kitab, akan tetapi dia tidak tahu
pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya atau mengetahuinya tetapi
tidak mengamalkannya.
11. Perlu diperhatikan metode pengajaran secara bertahap.
12. Yaitu: dimulai dari masalah yang paling penting, kemudian penting, dan
begitu seterusnya.
13. Salah satu sasaran pembagian zakat ialah orang-orang fakir.
14. Orang yang berilmu supaya menjelaskan sesuatu yang masih diragukan oleh
orang yang sedang belajar.
15. Berkenaan dengan zakat, dilarang untuk mengambil harta pilihan (termahal
harganya).
16. Supaya menjaga diri dari tindakan zhalim terhadap seseorang.
17. Diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa doa orang
mazhlum (teraniaya) dikabulkan Allah.
18. Diantara bukti-bukti tauhid adalah hal-hal yang dialami oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, seperti: kesulitan, kelaparan,
dan wabah penyakit.
19. Sabda Rasulullah: "Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando
perang ini)...dst" adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.
20. Sembuhnya kedua belah mata Ali setelah diludahi oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, termasuk pula dari tanda kenabian beliau.
21. Keutamaan 'Ali radhiyallahu 'anhu.
22. Keistimewaan para sahabat (karena hasrat mereka yang besar sekali dalam
kebaikan dan sikap mereka yang senantiasa berlomba-lomba dalam
mengerjakan amal shaleh). Ini dapat dilihat pada perbincangan mereka di
malam menjelang perang Khaibar, tentang siapakah diantara mereka yang
akan diserahi bendera komando perang, masing-masing mereka agar
dirinyalah yang menjadi orang yang memperoleh kehormatan itu.
23. Iman kepada qadar, karena bendera komando tersebut tidak diserahkan
kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang
tidak berusaha untuk memperolehnya.
24. Etika di dalam jihad, sebagaimana terkandung dalam sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam: "Melangkahlah ke depan dengan tenang..."
25. Disyariatkan untuk berda'wah mengajak kepada Islam, sebelum perang.
26. Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah dida'wahi dan
diperangi sebelumnya.
27. Da'wah dengan cara yang bijaksana, sebagaimana disyaratkan dalam sabda
beliau: "...dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam
yang wajib mereka laksanakan."
28. Mengetahui hak Allah dalam Islam seperti shalat, zakat, shiyam, dan
kewajiban-kewajiban lainnya.
29. Kemuliaan da'wah dan pahala bagi seorang da'i yang bisa memasukkan satu
orang saja ke dalam Islam.
30. Boleh bersumpah didalam menyampaikan petunjuk.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya; Sesungguhnya
aku melepaskan diri dari segala apa yang kamu sembah, kecuali Allah saja Tuhan
yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukiku (kepada
jalan kebenaran)." (Az-Zukhruf: 26-27)
1. Ayat dalam surah Al-Isra'. Diterangkan dalam ayat ini bantahan terhadap
kaum musyrikin yang menyeru (meminta) kepada orang-orang shaleh.
Maka, ayat ini mengandung sesuatu penjelasan bahwa perbuatan mereka
itu syirik akbar.
2. Ayat dalam surah Bara'ah (At-Taubah). Diterangkan dalam ayat ini bahwa
kaum Ahli Kitab telah menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan diterangkan bahwa mereka tiada lain
hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Satu Sembahan yaitu Allah.
Padahal tafsiran ayat ini, yang jelas dan tidak dipermasalahkan lagi, yaitu
mematuhi orang-orang alim dan rahib-rahib dalam tindakan mereka yang
bertentangan dengan hukum Allah; dan maksudnya bukanlah kaum Ahli
Kitab itu menyembah mereka.
Dapat diambil kesimpulan dari ayat ini bahwa tafsiran "Tauhid" dan
Syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian ketaatan kepada Allah,
dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan apa
yang diharamkan-Nya.
3. Kata-kata Al-Khalil Ibrahim 'alaihissalam kepada orang-orang kafir:
"Sesungguhnya aku melepaskan diri dari apa yang kamu sembah, kecuali
Allah saja Tuhan yang telah menciptakan aku..."
Disini beliau mengecualikan Allah dari segala sembahan. Pembebasan diri
(dari segala sembahan yang bathil) dan pernyataan setia (kepada
Sembahan yang haq, yaitu Allah) adalah tafsiran yang sebenarnya dari
syahadat "Laa ilaha illa Allah." Allah Ta'ala berfirman: "Dan Ibrahim
menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya,
supaya mereka kembali (kepada jalan kebenaran)." (Az-Zukhruf: 28)
4. Ayat dalam surah Al-Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir,
yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya: "Dan mereka tidak akan dapat
keluar dari neraka."
Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa mereka menyembah tandingan-
tandingan selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecintaan
yang besar kepada Allah, akan tetapi kecintaan mereka itu belum bisa
memasukkan mereka ke dalam Islam.
Dari ayat dalam surah Al-Baqarah ini dapat diambil kesimpulan bahwa
tafsiran "tauhid" dan syahadat "Laa ilaha illa Allah" yaitu: pemurnian
kecintaan kepada Allah yang diiringi dengan rasa rendah diri dan
penghambaan hanya kepada-Nya.
Ini adalah termasuk hal terpenting yang menjelaskan pengertian "Laa ilaha
illa Allah". Sebab apa yang dijadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekedar mengucapkan kalimat
"Laa ilaha illa Allah" itu, bukan pula dengan mengerti makna dan lafadznya,
bukan pula dengan mengakui kebenaran kalimat tersebut, bahkan bukan
juga tidak meminta kecuali kepada Allah saja, yang tiada sekutu bagi-Nya.
Akan tetapi tidaklah haram dan terlindung harta dan darahnya hingga dia
menambahkan kepada pengucapan kalimat "Laa ilaha illa Allah" itu
pengingkaran kepada segala sembahan selain Allah. Jika dia masih ragu
atau bimbang, maka belumlah haram dan terlindung harta dan darahnya.
Sungguh agung dan penting sekali tafsiran "Tauhid" dan syahadat "Laa ilaha
illa Allah" yang terkandung dalam hadits ini, sangat jelas keterangan yang
dikemukakannya dan sangat meyakinkan argumentasi yang diajukan bagi
orang yang menentang.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Ibnu Jarir Ath-Thabari, dalam menafsirkan ayat ini, setelah menyebutkan beberapa
tafsiran dari ulama Salaf, mengatakan: "... jibt dan thaghut ialah dua sebutan
untuk setiap yang diagungkan dengan disembah selain Allah, atau ditaati, atau
dipatuhi; baik yang diagungkan itu batu, manusia, ataupun syaitan."
"... Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sungguh kami akan
mendirikan sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka." (Al-Kahfi: 21)
Dari Abu Sa'id Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu
bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai
kalaupun mereka masuk ke liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya
pula." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani-
kah?" Beliau menjawab: "Lalu siapa lagi?" (HR Al-Bukhari dan Muslim)
"Dan yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang
menyesatkan; dan apabila pertumpahan darah telah menimpa umatku maka tiada
akan berakhir sampai hari kiamat. Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada suatu
kaum dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan beberapa kelompok dari
umatku menyembah berhala. Dan sesungguhnya, akan ada diantara umatku tiga
puluh pendusta yang semua mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup
para nabi tidak ada lagi nabi sesudahku; (sungguhpun demikian) akan tetap ada
dari umatku segolongan yang tegak membela al-haq dan mendapat pertolongan
(dari Allah), mereka tidak tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan
mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta'ala."
1. Tafsiran ayat dalam surah An-Nisa'. Ayat ini menunjukkan bahwa apabila
orang-orang yang diturunkan kepada mereka Al-Kitab mau beriman kepada
jibt dan thaghut, maka tidak mustahil dan tidak dapat dipungkiri bahwa
umat ini yang diturunkan kepadanya Al-Qur'an akan berbuat pula seperti
yang mereka perbuat, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memberitahukan bahwasanya akan ada diantara umat ini orang-orang yang
berbuat seperti apa yang diperbuat orang Yahudi dan Nasrani.
2. Tafsiran ayat dalam surah Al-Maidah. Ayat ini menunjukkan bahwa akan
terjadi di kalangan umat ini penyembahan thaghut sebagaimana telah
terjadi penyembahan thaghut di kalangan Ahli Kitab.
3. Tafsiran ayat dalam surah Al-Kahfi. Ayat ini menunjukan bahwa ada
diantara umat ini orang yang membangun tempat ibadah di atas atau di
sekitar kuburan, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang sebelum
mereka.
4. Masalah penting sekali, yaitu: apa pengertian iman kepada jibt dan
thaghut disini, apakah sekedar percaya dalam hati, atau mengikuti orang-
orangnya, sekalipun membenci barang-barang tersebut dan mengerti akan
kebatilannya?
5. (Sebagai buktinya) apa yang dikatakan Ahli Kitab kepada orang-orang kafir
(kaum musyrikin Mekkah) bahwa mereka lebih benar jalannya daripada
orang-orang yang beriman.
6. Bahwa beriman kepada jibt dan thaghut mesti akan terjadi di kalangan
umat ini (umat Islam) sebagaimana ditetapkan dalam hadits dari Abu Sa'id.
Dan inilah yang dimaksud dalam bab ini.
7. Dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa akan terjadi
penyembahan berhala di kalangan banyak dari umat ini.
8. Hal yang amat mengherankan: Munculnya orang yang mengaku sebagai
nabi, seperti Al-Mukhtar*; padahal dia mengucapkan dua kalimat
syahadat, menyatakan bahwa dirinya termasuk dalam umat ini, bahwa
Rasulullah benar dan bahwa Al-Qur'an benar, padahal disebutkan dalam Al-
Qur'an bahwa Muhammad adalah penutup para nabi. Namun demikian
pengakuan kenabian Al-Mukhtar dipercayai orang, meskipun jelas
kontradiksinya. Ia muncul pada akhir masa sahabat dan diikuti oleh banyak
orang. (*Al-Mukhtar bin Abu 'Ubaid bin Mas'ud Ats-Tsaqafi. Termasuk
tokoh yang memberontak terhadap kekuasaan Bani Umayyah dan
menonjolkan kecintaan kepada Ahlul Bait. Mengaku bahwa ia adalah nabi
dan menerima wahyu. Dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair pada th. 67
H/687 M).
9. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan kabar gembira
bahwa al-haq (kebenaran Allah dan ajaran-Nya) tidak akan dapat
dilenyapkan sama sekali, sebagaimana telah terjadi pada masa lalu; bahkan
akan tetap ada golongan yang tetap berpegang teguh dan membelanya.
10. Tanda utamanya bahwa mereka sekalipun sedikit jumlahnya, tidak
tergoyahkan oleh orang-orang yang menghinakan ataupun menentang
mereka.
11. Bahwa kondisi ini tetap berlangsung sampai hari kiamat.
12. Tanda-tanda besar atas kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang terkandung dalam hadits:
o Beliau memberitahukan bahwa Allah telah membentangkan kepada
beliau belahan timur dan belahan barat, dan beliau menjelaskan
makna hal tersebut; kemudian terjadi seperti yang beliau beritakan,
berlainan halnya dengan belahan selatan dan utara.
o Beliau memberitahukan bahwa beliau diberi dua perbendaharaan
simpanan.
o Beliau memberitakan bahwa doanya untuk umatnya dikabulkan
dalam dua perkara, sedangkan perkara yang ketiga tidak dikabulkan.
o Beliau memberitahukan bahwa akan terjadi pertumpahan darah
diantara umatnya, dan kalau sudah terjadi tidak akan berakhir
sampai hari kiamat.
o Beliau memberitakan bahwa sebagian umat ini akan menghancurkan
sebagian yang lain dan sebagian mereka menawan sebagian yang
lain.
o Beliau memberitakan akan munculnya orang-orang yang mengaku
sebagai nabi pada umat ini.
o Beliau memberitakan bahwa akan tetap ada segolongan yang tegak
membela kebenaran dan mendapat pertolongan dari Allah.
Dan itu semua benar-benar terjadi persis seperti yang beliau beritakan,
padahal masing-masing berita tersebut sangat di luar jangkauan akal.
13. Apa yang beliau khawatirkan terhadap umatnya hanyalah para pemimpin
yang menyesatkan.
14. Perlu diperhatikan makna dari penyembahan berhala.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Iman yaitu ucapan hati dan lisan yang disertai dengan perbuatan, diiringi dengan
ketulusan niat Lillah dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Syirik disebut kedhaliman, karena syirik adalah perbuatan menempatkan sesuatu
ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak
menerimanya.
Syahadat ialah persaksian dengan hati dan lisan, dengan mengerti maknanya dan
mengamalkan apa yang menjadi tuntutannya, baik lahir maupun batin.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari 'Itban: "Sesungguhnya Allah
mengharamkan kepada neraka orang yang berkata: Laa ilaha illa Allah (Tiada
sesembahan yang hak selain Allah), dengan ikhlas dari hatinya dan mengharapkan
(pahala melihat) Wajah Allah."
Adapun Asy'ariyah dalam masalah sifat yang seperti ini, sebagian mereka
ada yang menta'wilkannya (menafsirinya dengan makna yang menyimpang
dari makna yang sebenarnya) dengan dalih bahwa hal tersebut apabila tidak
dita'wilkan bisa menimbulkan tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhluk-
Nya.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Syaikh Abul Hasan Al Asy'ary sendiri
dalam masalah ini telah menyatakan berpegang teguh dengan madzab salaf
shaleh, sebagaimana beliau nyatakan dalam kitab yang ditulis diakhir masa
hidupnya, yaitu Al-Ibanah 'An Ushulid-Diyanah (editor: Abdul Qadir Al-
Arna'uth, Beirut: Maktabah Dar Al-Bayan, 1401 H), bahkan dalam karyanya
ini beliau mengkritik dan menyanggah tindakan ta'wil yang dilakukan orang-
orang yang menyimpang dari madzhab Salaf.
13. Apabila anda memahami hadits Anas, anda akan tahu bahwa sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits 'Itban maksudnya ialah
dengan tidak melakukan perbuatan syirik sedikitpun, bukan sekedar
mengucapkan kalimat tauhid dengan lisan saja.
14. Perhatikanlah perpaduan sebutan Hamba Allah dan Rasul-Nya dalam pribadi
Nabi 'Isa dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
15. Mengetahui keistimewaan Nabi 'Isa sebagai kalimat Allah, maksudnya yaitu
bahwa Nabi 'Isa diciptakan Allah dengan firman-Nya "Kun" (jadilah) yang
disampaikan-Nya kepada Maryam melalui Malaikat Jibril.
16. Mengetahui bahwa Nabi 'Isa adalah ruh diantara ruh-ruh yang diciptakan-
Nya.
17. Mengetahui keistimewaan iman kepada kebenaran adanya surga dan
neraka.
18. Mengetahui sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "betapapun amal
yang telah diperbuatnya".
19. Mengetahui bahwa timbangan mempunyai dua daun.
20. Mengetahui kebenaran adanya Wajah bagi Allah Ta'ala.
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
"Dan orang-orang yang mereka itu tidak berbuat syirik (sedikitpun) kepada Tuhan
mereka." (Al- Mu'minun: 59)
Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.
Pengantar:
Duhai betapa beruntung pembaca e-mail ini dan betapa rugi penulisnya. Antum mendapatkan air jernih
darinya sementara penulisnya mendapat air keruh. Tapi inilah perdagangan yang saya tawarkan. Bila
hati pembaca lebih bersih maka itulah yang diharapkan, dengan tanpa terkotorinya hati penulis
tentunya. Bila yang terjadi adalah sebaliknya maka Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah tempat meminta
pertolongan, dan segala kebaikan yang ada berasal dari Allah Yang Maha Tunggal semata.
Al-'alamah Ibnu Qudamah memberikan uraian tentang Riya', Hakekat, Pembagian dan Celaannya,
termasuk keterangan riya' yang menggugurkan amal dan yang tidak, obat dan cara mengobati riya' dan
sebagainya. Uraiannya yang berdasar keterangan dari qur'an dan sunnah cukup jelas, dapat membuat
takut orang yang terlalu beharap hingga meremehkan dan memberikan harapan kepada orang yang
terlalu takut. Berikut ini saya kutipkan beberapa paragraf dari nasehat beliau yang bisa di jadikan
perhatian agar kita bisa hati-hati, karena ini masalah hati. (ALS)
Ketahuilah bahwa kata riya' itu berasal dari kata ru'yah (melihat), sedangkan
sum'ah (reputasi) berasal dari kata sami'a (mendengar). Orang yang riya'
menginginkan agar orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya.
Riya' itu ada yang tampak dan ada pula yang tersembunyi. Riya' yang tampak ialah
yang dibangkitkan amal dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu
adalah riya' yang tidak dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan
bagi Allah menjadi ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan
merasa berat melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya
tatkala ada tamu di rumahnya. Yang lebih tersembunyi lagi ialah yang tidak
berpengaruh terhadap amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, tetapi
sekalipun begitu riya' itu tetap ada di dalam hati. Hal ini tidak bisa diketahui secara
pasti kecuali lewat tanda-tanda.
Tanda yang paling jelas adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat
ketaatannya. Berapa banyak orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas
dan tidak bermaksud riya' dan bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya
menjadi sempurna. Tapi jika ada orang-orang yang melihat dia merasa senang dan
bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan ini dinamakan riya' yang
tersembunyi. Andaikan orang-orang tidak melihatnya, maka dia tidak merasa
senang. Dari sini bisa diketahui bahwa riya' itu tersembunyi di dalam hati, seperti
api yang tersembunyi di dalam batu. Jika orang-orang melihatnya, maka bisa
menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini tidak membawanya kepada hal-hal
yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan gerakan yang sangat halus, lalu
membangkitkannya untuk menampakkan amalnya, secara tidak langsung maupun
secara langsung.
Kesenangan atau riya' ini sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya untuk
mengatakannya, tapi cukup dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat, badan
kurus, suara parau, bibir kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur, yang
menunjukkan bahwa dia banyak shalat malam.
Orang-orang yang ikhlas senantiasa merasa takut terhadap riya' yang tersembunyi,
yaitu yang berusaha mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga
apa yang disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang
yang menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena
mengharap agar diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat.
Noda-noda riya' yang tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir tidak terhitung
jumlahnya. Selagi seseorang menyadari darinya yang terbagi antara
memperlihatkan ibadahnya kepada orang-orang dan antara tidak
memperlihatkannya, maka di sini sudah ada benih-benih riya'. Tapi tidak setiap
noda itu menggugurkan pahala dan merusak amal. Masalah ini harus dirinci lagi
secara detail.
Telah disebutkan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu Dzarr Radliyallahu Anhu,
dia berkata, "Ada orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat
engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-
orang memujinya?" Beliau menjawab, "Itu merupakan kabar gembira bagi orang
Mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia."
Namun jika dia ta'ajub agar orang-orang tahu kebaikannya dan memuliakannya,
berarti ini adalah riya'.
Pengantar:
Dalam kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menyebutkan tempat-tempat persinggahan
Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in diantaranya adalah ikhlas. Berikut ini saya kutipkan beberapa
penggal alenia yang tercantum dalam pasal ini. Bagi yang menginginkan uraian lebih lanjut saya
persilahkan membaca langsung dari sumbernya. (ALS)
Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam
Al-Qur'an, (artinya):
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al-
Bayyinah: 5)
"Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dengan
(membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)."
(Az-Zumar: 2-3)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara
kalian yang lebih baik amalnya." (Al-Mulk: 2)
Al-Fudhail berkata, "Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang
paling ikhlas dan paling benar."
Orang-orang bertanya, "Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling
benar itu ?"
Dia menjawab, "Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia
tidak diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima,
hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah,
dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah." Kemudian ia membaca
ayat, (artinya): "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." (Al-Kahfi: 110)
Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia
berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, (artinya):
"Tiga perkara, yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya:
Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri
dan mengikuti jama'ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah
belakang mereka." (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)
Di dalam hadits qudsi yang shahih disebutkan; "Allah berfirman, 'Aku adalah yang
paling tidak membutuhkan persekutuan dari sekutu-sekutu yang ada. Barangsiapa
mengerjakan suatu amal, yang di dalamnya ia menyekutukan selain-Ku, maka dia
menjadi milik yang dia sekutukan, dan Aku terbebas darinya'." (HR. Muslim)
Di dalam hadits lain disebutkan; "Allah berfirman pada hari kiamat, 'Pergilah lalu
ambillah pahalamu dari orang yang amalanmu kamu tujukan. Kamu tidak
mempunyai pahala di sisi Kami'."
Banyak difinisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya
sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan
dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan
dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya
menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya' dan
orang yang shidq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali shidq, dan shidq
tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali
dengan sabar.
Dipetik dari: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, "Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in,
Edisi Indonesia: Madarijus Salikin Pendakian Menuju Allah." Penerjemah Kathur Suhardi, Pustaka Al-
Kautsar, Jakarta Timur, Cet. I, 1998, hal. 175 - 178