Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


4.1.1 Hasil Praktikum Kelas C
Panjang gelombang maksimum parasetamol adalah 250 nm.
Konsentrasi Absorbansi
2 0,17
6 0,426
8 0,609
Kurva kalibrasi Parasetamol

4.1.2 Hasil Praktikum Kelas A


Panjang gelombang maksimum parasetamol adalah 257-258 nm.

Konsentrasi Absorbansi
4 0,287
6 0,44
8 0,587
10 0,733
Kurva kalibrasi Parasetamol
4.1.3 Hasil Praktikum Kelas D

Konsentrasi Absorbansi
8 0,254
10 0,331
12 0,398
14 0,482
Kurva kalibrasi Parasetamol

4.1.4 Hasil Praktikum Kelas B

Konsentrasi Absorbansi
6 0,212
8 0,278
10 0,330
12 0,414
14 0,512
Kurva kalibrasi Parasetamol
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini mengenai pembuatan kurva standar parasetamol
(C8H9NO2). Parasetamol merupakan serbuk hablur putih, tidak berbau, rasanya pahit
dan memiliki BM 151.16. Memiliki kelarutan dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol
(95%), 13 bagian aseton, 40 bagaian gliserol, 9 bagian propilenglikol dan larut
dalam larutan alkalihidroksida. Berfungsi sebagai analgetik antipiretik (FI III, 1979).

Natrium hidroksida (NaOH) berbentuk batang, butiran, massa hablur atau


keping, kering, keras, rapuh, dan menunjukkansususnan hablur, putih, mudah
meleleh, sangat alkalis dan korosif. Kelarutannya sangat mudah larut dalam air dan
dalam etanol (95%) (FI III, 1979). Berfungsi sebgai agen pengalkali dan agen buffer
(Pharmaceutical excipient 6th edition).

Penentuan operating time, tujuannya adalah untuk mengetahui waktu


pengukuran yang stabil yaitu saat sampel bereaksi sempurna dengan reagen warna.
Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran
dengan absorbansi larutan. Namun, dalam pengujian kami tidak melakukan
penentuan operating time melainkan langsung menentukan panjang gelombang
maksimum parasetamol.

Untuk membuat kurva kalibrasi parasetamol, langkah pertama yang harus


dilakukan adalah membuat larutan NaOH 0.1 M.

Dengan cara menimbang 2 gram , kemudian dilarutkan ke dalam labu 500 ml.

Setelah itu membuat larutan induk parasetamol dengan konsentrasi 500 ppm.
Cara membuatnya yaitu dengan melarutkan 125 mg parasetamol ke dalam labu 250
ml NaOH. Setelah itu, di buat seri konsentrasi 1, 2, 4, 6, dan 8 alasan memilih
konsentrasi tersebut adalah ketika mengukur larutan dengan konsentrasi 12 ppm
absorbansi yang didapatkan adalah 1.504. hasil yang diperoleh jauh dari rentang
absorbansi yang ditetapkan berdasarkan hukum Lambert-Beer yaitu 0.2-0.8 nm.
Oleh karena itu dipilih seri konsentrasi di bawah 12 ppm.

Selanjutnya larutan yang sudah dibuat dilakukan pengujian panjang


gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 200-400 nm untuk mengukur jumlah cahaya yang diabsorpsi atau
ditransmisikan oleh molekul-molekul dalam larutan, ketika panjang gelombang
cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya tersebut akan diserap,
dan panjang gelombang yang dihasilkan adalah 250 nm. Panjang gelombang
tersebut tidak sesuai dengan panjang gelombang parasetamol menurut literatur yaitu
257 nm. Alasan dipergunakan panjang gelombang maksimum dalam pemeriksaan
spektrofotometri adalah karena pada panjang gelombang maksimum bentuk kurva
absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer. Hal yang perlu dipehatikan pada
penentuan panjang gelombang maksimum adalah absorban yang terbaca pada
spektrofotometer hendaknya antara 0.2-0.8.

Seri konsentrasi yang sudah dibuat kemudian diukur menggunakan


spektrofotometer UV-Vis. Pada saat pengukuran konsentrasi 1 ppm menghasilkan
absorbansi 0.1 dan pada konsentrasi 4 ppm menghasilkan absorbansi 0.508
sedangkan pada konsentrasi 6 ppm absorbansinya 0.426. Sehingga kurva kalibrasi
yang diperoleh tidak linear. Karena data absorbansi yang dihasilkan mengalami
peningkatan pada konsentrasi 4 ppm, penurunan di 6 ppm dan meningkat kembali
pada konsentrasi 8 ppm. Oleh karena itu pembuatan kurva kalibrasinya hanya
menggunakan 3 titik, yaitu pada konsentrasi 2 ppm, 6 ppm dan 8 ppm untuk
menghasilkan kurva yang linear dengan nilai R2 0.9911. Sebaiknya dalam
pembuatan kurva kalibrasi menggunakan minimal 5 tiitk seri konsentrasi supaya
mendapatkan data yang lebih akurat. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang
seharusnya dan perlu dilakukan pengulangan. Namun, karena keterbatasan waktu
dan larutan uji yang digunakan sudah habis, maka tidak bisa dilakukan pengulangan.

Hasil yang tidak sesuai dengan literatur ini dikarenakan adanya kesalahan
dalam pengerjaan. Menurut Miller and Miller tahun 2001 menyatakan bahwa tipe
kesalahan dalam pengukuran analitik dibagi menjadi tiga, yaitu kesalahan serius
(gross error), tipe kesalahan ini sangat mempengaruhi panjang gelombang,
sehingga konsekuensinya adalah pengukuran harus diulangi. Contoh dari kesalahan
ini adalah kontaminasi reagen yang digunakan, peralatan dan sampel yang terbuang.
Kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak
memberikan pola hasil yang jelas dan tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah.
Kesalahan acak (random error), golongan kesalahan ini merupakan bentuk
kesalahan yang menyebabkan hasil dari perulangan menjadi relatif berbeda satu
sama lain, dimana hasil secara individual berada disekitar harga rata-rata. Kesalahan
ini memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang
(reprodusibilitas). Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa
direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi dalam bekerja. Kesalahan sistematik
(systematic error), merupakan kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah
dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan standarisasi prosedur,
standarisasi bahan dan kalibrasi instrumen.

Berdasarkan pemaparan kesalahan pengukuran analitik diatas, kesalahan yang


dilakukan pada waktu pengerjaan adalah termasuk kedalam kesalahan gross error,
yaitu waktu pengerjaan sampel parasetamol sedikit terbuang karena terhempas oleh
angin. Hal inilah yang menyebabkan hasil pengukurannya tidak sesuai dengan yang
seharusnya.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Kalibrasi yaitu kurva antara absorbansi dengan panjang gelombang.
2. Tujuan kalibrasi adalah untuk mencapai ketelusuran pengukuran.
3. Panjang gelombang maksimum parasetamol 10 ppm setelah diplotkan serapan
yang terbaca (sumbu y) vs panjang gelombang (sumbu x) adalah 250 nm.
Sedangkan panjang gelombang larutan parasetamol berdasarkan literatur adalah
257 nm.
4. Pada saat pengukuran konsentrasi 1 ppm menghasilkan absorbansi 0.1 dan pada
konsentrasi 4 ppm menghasilkan absorbansi 0.508 sedangkan pada konsentrasi 6
ppm absorbansinya 0.426. Sehingga kurva kalibrasi yang diperoleh tidak linear.
Karena data absorbansi yang dihasilkan mengalami peningkatan pada konsentrasi 4
ppm, penurunan di 6 ppm dan meningkat kembali pada konsentrasi 8 ppm. Oleh
karena itu pembuatan kurva kalibrasinya hanya menggunakan 3 titik, yaitu pada
konsentrasi 2 ppm, 6 ppm dan 8 ppm untuk menghasilkan kurva yang linear
dengan nilai R2 0.9911.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengulangan percobaan agar dapat memperoleh kurva kalibrasi
yang sesuai dengan standarnya yaitu memiliki minimal 5 titik.
2. Perlu dilakukan breafing lebih lanjut mengenai Standard Operating Procedure
(SOP) sebelum percobaan dimulai agar dapat meminimalkan kesalahan pada saat
melakukan analisa.
5.3 Daftar Pustaka
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Raymon C Rowe, dkk. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
Edition. London. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association

Anda mungkin juga menyukai