Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah yang membahas tentang

”ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS APENDISITIS” dapat selesai

tepat pada waktunya sebagai salah satu pelengkap tugas profesi ners yaitu seminar

kasus.

Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dari harapan pembaca yang

mana di dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan

maupun isi. Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun sehingga dalam makalah berikutnya dapat diperbaiki serta

ditingkatkan kualitasnya.

Kelompok menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Solok, November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

I. KATA PENGANTAR
II. DAFTARISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………...2
C. Tujuan………………………………………………………………….... 2
D. Manfaat…………………………………………………………………...3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi fisiologis……………………………………………………..4
B. Definisi………………………………………………………………...6
C. Epidemiologi…………………………………………………………..6
D. Etiologi ………………………………………………………………..7
E. Patofisiologi……………………………………………………………7
F. Manifestasi Klinis ……………………………………………………..8
G. Pemeriksaan penunjang……………………………………………… 9
H. Penatalaksaan…………………………………………………………10
I. Komplikasi……………………………………………………………..10
J. Pathway/woc …………………………………………………………. 11

BAB III ASKEP KASUS

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks vermiformis.
Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15 cm
dan merupakan penyebab tersering nyeri abdomen akut dan memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya,
sedangkan batasan apendisitis akut adalah apendisitis yang terjadi secara akut
yang memerlukan intervensi bedah, biasanya memiliki durasi tidak lebih dari
48 jam, ditandai dengan nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan nyeri
tekan lokal dan nyeri alih, nyeri otot yang ada diatasnya, dan hiperestesia kulit.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya terjadi pada
dewasa dan remaja muda, yaitu pada umur 10-30 tahun dan insiden tertinggi
pada kelompok umur 20-30 tahun. Apendisitis akut sama-sama dapat terjadi
pada laki-laki maupun perempuan, tetapi insidensi pada laki-laki umumnya
lebih banyak dari perempuan terutama pada usia 20-30 tahun. Apendisitis akut
merupakan salah satu kasus tersering dalam bidang bedah abdomen.
Menurut WHO (World Health Organization), insidensi apendisitis di Asia
pada tahun 2004 adalah 4,8% penduduk dari total populasi. Menurut
Departemen Kesehatan RI di Indonesia pada tahun 2006, apendisitis
menduduki urutan keempat penyakit terbanyak setelah dispepsia, gastritis, dan
duodenitis dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040. Selain itu, pada
tahun 2008, insidensi apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di
antar kasus kegawatan abdomen lainnya.
Dalam mendiagnosis apendisitis, sering terjadi kesulitan dikarenakan
adanya beberapa pasien yang menunjukkan gejala dan tanda yang tidak khas,
sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis dan
meningkatkan terjadinya perforasi dan angka morbiditas sehingga dapat
memperburuk prognosis dari penyakit itu sendiri. Dalam mendiagnosis
apendisitis, anamnesis dan pemeriksaan memegang peranan utama dengan
2

akurasi 76-80%, tetapi dalam mencegah pasien agar tidak terjadi perforasi
tidaklah cukup hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dalam menegakkan diagnosis pada pasien dengan gejala yang tidak khas,
dokter perlu melakukan pemeriksaan penunjang, salah satunya adalah
pemeriksaan hitung jumlah leukosit. Jumlah leukosit pada apendisitis akut
umumnya meningkat yaitu sekitar 10.000-18.000μl. Pada umumnya, jumlah
leukosit lebih dari 18.000μl menunjukkan telah terjadi perforasi dan peritonitis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok tertarik untuk merumuskan
masalah terkait asuhan keperawatan pada klien dengan Apendisitis di ruang
Bedah RSUD M.NATSIR KOTA SOLOK.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan Apendisitis di ruang Bedah RSUD M.NATSIR KOTA
SOLOK.
2. Tujuan Khusus
a. Menyusun konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
Apendisitis di ruang Bedah RSUD M.NATSIR KOTA SOLOK.
b. Melaksanakan pengkajian dan mengidentifikasi data dalam
menunjang asuhan keperawatan Apendisitis di ruang Bedah RSUD
M.NATSIR KOTA SOLOK .
c. Menentukan diagnosa keperawatan pada asuhan keperawatan klien
dengan Apendisitis di Ruang Bedah RSUD M.NATSIR KOTA
SOLOK
d. Menentukan perencanaan asuhan keperawatan pada klien dengan
Apendisitis di ruang Bedah RSUD M.NATSIR KOTA SOLOK
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada asuhan
keperawatan
3

klien denganApendisitis di ruang Bedah RSUD M.NATSIR KOTA


SOLOK
f. Mampu melaksanakan evaluasi pada asuhan keperawatan klien dengan
Apendisitis di ruang Bedah RSUD M.NATSIR KOTA SOLOK

D. Manfaat Penulis
a. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi
penulis dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien
dengan Apendisitis.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi institusi dalam memahami asuhan
keperawatan klien dengan Apendisitis, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan acuan dalam memahami asuhan keperawatan klien dengan
Apendisitis.
c. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan laporan dalam bentuk dokumentasi asuhan
keperawatan kepada tim kesehatan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan klien Apendisitis.
4

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Kolon

Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileosekal, yaitu tempat sisa
makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon
gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas
empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding
berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang.
Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki vili.
Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium
silinder yang memuat sela cangkir.
5

Usus besar terdiri dari :


a. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup
ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit, berisi
jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu :
c. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati sebelah kanan dan membalik
secara horizontal pada fleksura hepatika.
d. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada fleksura splenik
e. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
berbentuk S yang bermuara di rektum.
f. Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12
sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.

2. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina
serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila
letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
6

n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks
akan mengalami gangren.
3. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka
apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.

B. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup
tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat setiap tahunnya terdapat 250.000 kasus apendisitis. Insiden
apendisitis paling tinggi pada usia 10-30 tahun, dan jarang ditemukan pada anak usia
kurang dari 2 tahun. Setelah usia 30 tahun insiden apendisitis menurun, tapi apendisitis
bisa terjadi pada setiap umur individu. Pada remaja dan dewasa muda rasio perbandingan
7

antara laki-laki dan perempuan sekitar 3 : 2. Setelah usia 25 tahun, rasionya menurun
sampai pada usia pertengahan 30 tahun menjadi seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Sekitar 20-30% kasus apendisitis perforasi terjadi di Afrika, sedangkan di Amerika
sebanyak 38,7% insidensi apendisitis perforasi terjadi pada laki-laki dan 23,5% pada
wanita.

C. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut.

D. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh
feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan pengamatan epidemiologi
bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.
8

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Apendiks vermiformis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Sehingga suatu saat, organ ini
dapat mengalami peradangan akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

E. Manifestasi Klinis
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis. Perlu diingat bahwa nyeri perut bisa
terjadi akibat penyakit – penyakit dari hampir semua organ tubuh. Tidak ada yang
sederhana maupun begitu sulit untuk mendiagnosis apendistis. Gejala klasik apendisitis
adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
sekitar umbilikus. Nyeri perut ini sering disertai mual serta satu atau lebih episode muntah
dengan rasa sakit, dan setelah beberapa jam, nyeri akan beralih ke perut kanan bawah pada
titik McBurney. Umumnya nafsu makan akan menurun. Rasa sakit menjadi terus menerus
dan lebih tajam serta lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat,
akibatnya pasien menemukan gerakan tidak nyaman dan ingin berbaring diam, dan sering
dengan kaki tertekuk. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Hal ini sangat berbahaya karena
dapat mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya
penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
9

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam mendiagnosis
apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan diagnosis lain. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dilakukan adalah jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit
darah biasanya meningkat pada kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah
merupakan pemeriksaan yang mudah dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan
terbaik.Apabila jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.
b. Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan
penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut. Meskipun proses inflamasi
apendisitis akut dapat menyebabkan piuria, hematuria, atau bakteriuria sebanyak
40% pasien, jumlah eritrosit pada urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan
pandang atau jumlah leukosit yang melebihi 20 sel per lapangan pandang
menunjukkan terdapatnya gangguan saluran kemih.
c. Radiografi Konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai bagian dari
pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut.
d. Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab nyeri
abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa ovarium.
Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis apendisitis perforasi
dengan adanya abses. Apendisitis akut ditandai dengan: adanya perbedaan densitas
pada lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan normal (target sign),
penebalan dinding apendiks vermiformis; hilangnya kompresibilitas dari apendiks
vermiformis peningkatan ekogenitas lemak sekitar, serta adanya penimbunan
cairan.
10

E. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan
cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak

F. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi,
baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan
letak usus halus. Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.
11

G. WOC
12

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Pengkajian:
1. Anamnesa
a. Identitas pasien
1) Inisial nama : Ny. T
2) Umur : 38 tahun
3) Jenis kelamin : perempuan
4) Agama : Islam
5) Suku : minang
6) Pendidikan : SMA
7) Status Perkawinan : Kawin
8) Ruang Rawat : Bedah
9) No rekam medik : 220582
10) Tgl/jam masuk : 31 oktober 2021/14.30
11) Tgl/jam pengkajian: 01 november 2021/13.00
12) Diagnosa medis: apendisitis (post apendiktomy)
13) Informan: pasien

2. Fisiologis
a. Oksigenasi dan sirkulasi
1) Data subjektif
a) Pernafasan : normal
b) Sirkulasi : normal
2) Data objektif
a) Pernafasan : frekuensi: 22 kali/menit
b) Sirkulasi : Nadi: 85 kali/ menit, suhu: 37 derajat celcius,
b. Makanan dan cairan
Pasien mengatakan tidak ada selera makan karena mual, pasien mengatakan tiap kali
makan dan minum muat pasien muntah
c. Eliminasi
Pasien mengeluh tidak ada BAB selama masuk rumah sakit, pasien terpasang kateter,
pasien mengeluh tidak nyaman menggunakan kateter.
13

d. Aktivitas dan istirahat


Pasien mengeluh kesulitan bergerak karena post operasi appendiktomy, ADL dibantu,
pasien mengeluh kesulitan tidur karena nyeri. Pasien mengeluh sering terjaga tengah malam
Pasien mengeluh tidak puas tidur , Pasien mengeluh istirahat tidak cukup, Pasien mengeluh
pola tidur berubah

e. Proteksi
Pasien ada bekas luka operasi di abdomen kuadran bawah
f. Indera/sense
Tidak ada keluhan, penglihatan normal, pendengaran normal, penghidu normal,
pengecapan normal, peraba normal
g. Neurologi
Tidak ada keluhan atau masalah pada sistem neurologi
h. Seksualitas
Tidak ada keluhan pada pengkajian seksualitas
i. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri post operasi appendiktomy, skala nyeri 5

3. Penatalaksanaan
Injeksi cefotaxime
Injeksi ranitidine
Paracetamol
Domporidon
Infuse RL

4. DATA FOKUS
DS : pasien mengatakan nyeri di bagian bekas operasi
Pasien mengatakan kesulitan tidur karena nyeri
Pasien mengatakan mual
Pasien mengatakan tidak nafsu makan
Pasien mengeluh sering terjaga tengah malam
Pasien mengeluh tidak puas tidur
Pasien mengeluh istirahat tidak cukup
Pasien mengeluh pola tidur berubah
14

DO: pasien tampak lemah


ADL dibantu
Pasien tampak meringis
Pasien tampak gelisah, dan menjaga daerah yang nyeri
Skala nyeri 5
Pasien tampak memuntahkan kembali makanan yang dimakan
Td: 120/80 mmHg, RR: 22 kali/menit, S: 37 derajat celcius, N: 85 kali/ menit
Laboratorium: leukosit: 15,3, hb: 14,2

Analisa data

Data Etiologi Masalah keperawatan

DS: Agen pencedera fisik Nyeri akut


- pasien mengatakan (pembedahan)
nyeri di bagian bekas
operasi
- Pasien mengatakan
kesulitan tidur karena
nyeri
- Pasien mengatakan
tidak nafsu makan
DO:
- pasien tampak lemah
- ADL dibantu
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah,
dan menjaga daerah
yang nyeri
- Skala nyeri 5
- Td: 120/80 mmHg, RR:
22 kali/menit, S: 37
derajat celcius, N: 85
15

kali/ menit

DS: Nyeri Gangguan pola tidur


- Pasien mengatakan
nyeri dibekas operasi
- Pasien mengatakan
sulit tidur karena nyeri
Pasien mengeluh sering
terjaga tengah malam
Pasien mengeluh tidak
puas tidur
Pasien mengeluh
istirahat tidak cukup
Pasien mengeluh pola
tidur berubah
-
DO:
- pasien tampak lemas

DS: pasien mengatakan nyeri Post pembedahan Resiko infeksi


bekas luka operasi appendiktomy
DO: pasien post pembedaan
appendiktomy
Leukosit: 15,4
Suhu: 38 derajat celcius
Nadi : 85 kali/menit
TD: 120/80 mmHg
RR: 24 kali/menit
16

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik ( prosedur pembedahan)


2. gangguan pola tidur b.d nyeri
3. Risiko Infeksi b.d post pembedahan appendiktomy

INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
1 Nyeri akut Tujuan : Pain Management
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 3 a. Identifikasi lokasi,
agens pencedera fisik x 24 jam maka nyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
(prosedur Dengan kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
pembedahan) - Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun c. Identifikasi respons nyeri non
- Gelisah menurun verbal
- Tekanan darah membaik d. Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, kopres hangat/dingin ,
terapi bermain).
e. . Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
f. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
g. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan pola tidur setelah dilakukan Memfasilitasi siklus tidur
b.d nyeri intervensi 3 kali 24 dan terjaga yang teratur
jam diharapkan pasien - Identifikasi pola aktivitas dan
tidak mengalami tidur
17

gangguan pola tidur - Identifikasi faktor pengganggu


dengan kriteria hasil tidur (fisik/psikologis)
- Keluhan sulit tidur - Ajarkan relaksasi otot
menurun autogenic atau secara non
- Keluhan sering terjaga farmakologis
menurun
- Keluhan tidak puas tidur
menurun
- Keluhan pola tidur
berubah menurun
- Keluhan istirahat tidak
cukup menurun
3. Resiko Infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan a. Kontrol infeksi : intraoperasi
keperawatan selama 3 x 24
kerusakan integritas b. Perlindungan infeksi : perawatan
jam :
kulit KH : luka
- Pemulihan
c. Monitor tanda –tanda vital
pembedahan :
penyembuhan d.Jaga kebrsihan lingkungan pasien
- Pemulihan
e. Pertahankan lingkungan yang
pembedahan : segera
setelah operasi. aseptic
18

BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan didapat kantiga diagnose yaitu Nyeri
akut berhubungan dengan agens cidera fisik (mis, Abses, amputasi, lukabakar,
terpotong, mengangkat berat, trauma, prosedur pembedahan, olah raga berlebihan)
defisit nutrisi b,d mual, muntah Risiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit

B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dalam penerapan proses asuhan
keperawatan pada pasien Apendisitis. Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai
masukan dalam pengembangan studi kasus berikutnya, dan dapat menambah
keterampilan dan kemampuan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien Apendisitis.
2. Bagi rumah sakit
Untuk menambah pengetahuan tentang Apendisitis dan sebagai bahan masukan dalam
memberikan asuhan keperawatan terutama ruangan Bedah RSUD M.NATSIR Kota
Solok.
3. Bagi pasien
Untuk mengetahui cara yang bisa dilakukan untuk tidak terjadi komplikasi dari
Apendisitis dan menjaga kesehatan tentang asupan makanan yang dimakan.
19

DAFTAR PUSTAKA

Apendisitis. 2011. Available from: https://Repository.usu.ac.id


Apendisitis. Available from: https://digilib.unimus.ac.id
Sibuea, Siti. 2011.Anatomi apendiks vermiformis. Available from:
https://eprints.undip.ac.id
Wiyono, Mellisa Handoko. 2011. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis. Available from: htpps://download.portalgaruda.org
Eylin. 2009. Apendisitis. Available from: htpps://lib.ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai