Anda di halaman 1dari 36

PERLAKUAN AKUNTANSI

UNTUK AKAD-AKAD

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Analisis Laporan Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Eni Kusrini,S.EI.,ME

Disusun Oleh:

Kelompok 4 – C6AKR

1. Ainun Hasanah (1820610003)

2. M. Asrul Ahwan (1820610102)

3. Luluk Fitria Hanifah (1820610108)

4. M. Taufiqur Rahman (1820610112)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi di Indonesia semakin tumbuh pesat, baik secara


lokal maupun nasional. Saat ini banyak lembaga keuangan syariah yang
berkembang hampir di setiap daerah dan menawarkan produknya yang bermacam-
macam kepada masyarakat. Namun kebanyakan masyarakat belum mengetahui
produk-produk yang di tawarkan oleh bank yang berbasis syariah ini.

Perkembangan lembaga keuangan syariah membawa dampak untuk


perkembangan akuntansi syariah.Saat ini yang sangat diperlukan untuk
mendukung perkembangan lembaga keuangan syariah adalah akuntansi yang
aplikatif,sedangkan akuntansi syariah pada tataran normative,tataran akademik
perlu terus dikembangkan untuk penyempurnaan akuntansi syariah yang saat ini
ada. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadist
membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan
dengan pengakuan,pengukuran dan pencatatan dan pengungkapan hak-hak dan
kewajiban secara adil. Hak dan kewajiban ini bisa terjadi karena manusia diutus
oleh Allah SWT untuk mengelola dan menjaga bumi secara amanah.

Akuntansi Syariah tidak saja sebagai bentuk akuntabilitas manajemen


terhadap pemilik perusahaan(stockholder),tetapi juga sebagai akuntabilitas
kepada stackeholder dan Tuhan.

Pada kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan


paragraph 12 dan 13 IAI,transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar
bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanat(kepercayaan ilahi) dan
sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk menciptakan
kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual(al-falah).Paradigma dasar ini
menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai
illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik
dan buruk,benar dan salahnya aktivitas usaha.Paradigma ini akan membentuk
tanggung jawab manajemen untuk memberikan perhatian khusus yang dapat
menginformasikan kearah pertanggungjawaban kepada Tuhan,social,dan
mengarahkan pada perilaku menuju etika bisnis Islami.

Standar akuntansi yang berdasarkan prinsip syariah merupakan kunci


sukses bagi bank/lembaga keuangan syariah untuk menjalankan sistemnya dalam
rangka melayani masyarakat. Standar akuntansi tersebut akan terefleksi dalam
sistem akuntansi yang digunakan sebagai dasar pembuatan sistem laporan
keuangan. Perkembangan dibidang akuntansi untuk entitas syariah tak pernah
berhenti baik dalam hal penyempurnaan PSAK yang menyesuaikan dengan
prinsip syariah maupun dalam praktik penerapannya.

Dalam makalah ini akan difokuskan dengan penjelasan perlakuan


akuntansi untuk akad-
akad(Mudharabah,Musyarakah,Murabahah,Salam,Istishna’,Ijarah,Sharf,Wadiah,
Al-Kafalah,Qardhul Hasan,Hiwalah,Rahn)

Rumusan Masalah

1. Bagaimana dan apa yang termasuk dalam akuntansi transaksi syariah?


2. Bagaimana ilustrasi dan pencataan dalam akuntansi transaksi syariah?

Tujuan Makalah

1. Mengetahuai Apa saja akad-akad yang ada dalam akuntansi syariah


2. Mengetahui ilustrasi dan pencataan dalam akuntansi transaksi syariah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Akuntansi Transaksi Syariah

Pada periode ini, PSAK Syariah yang merupakan perubahan PSAK 59


tentang Akuntansi Perbankan Syariah sudah dapat disahkan oleh DSAK dan
dapat diterapkan suatu keharusan melaksanakan mulai tahun buku 2008. PSAK
Syariah yang disahkan tahun 2007 dan berlaku tahun buku 2008 adalah:
PSAK 101 – Penyajian Penyusunan Laporan keuangan Syariah
PSAK 102 – Akuntansi Murabahah
PSAK 103 – Akuntansi Salam
PSAK 104 – Akuntansi Istishna’
PSAK 105 – Akuntansi Mudharabah
PSAK 106 – Akuntansi Musyarakah
Jadi pada periode ini acuan akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah,
khususnya Perbankan Syariah mempergunakan PSAK 59 tentang akuntansi
syariah dan PSAK yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah. Sedangkan untuk Lembaga Keuangan Syariah selain
perbankan masih mempergunakan PSAK industri masing-masing. Mulai tahun
buku 2008 akuntansi menunjukkan kemajuan yang luar biasa, karena Dewan
Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK – IAI)
dapat mengesahkan PSAK Syariah yaitu PSAK 101 sampai dengan PSAK
106 dan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan
Syariah (KDPPLKS) yang terpisah dengan PSAK dan Kerangka Dasar
Akuntansi Non Syariah.
Mulai tahun buku 2008 acuan akuntansi dipisahkan menjadi PSAK
Syariah dan PSAK non Syariah, sebagai berikut:
Akuntansi non syariah Akuntansi syariah
Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian
Kerangka Dasar Penyusunan dan
Laporan keuangan (KDPPLK) Penyajian Laporan keuangan Syariah
(KDPPLKS)
PSAK 01 s/d PSAK 99 – untuk Transaksi PSAK 101 s/d PSAK 199 – untuk
Non Syariah Transaksi Syariah
Dalam PSAK Syariah yang baru pada dasarnya dilakukan mengacu pada
prinsip syariah yang dipergunakan, seperti 102 tentang Akuntansi Murabahah,
103 tentang Akuntansi Salam, 104 tentang Akuntansi Istishna’, 105 tentang
Akuntansi Mudharabah dan seterusnya.
Pada periode ini telah terbit PSAK Syariah lain (Exposure Draft) yang
diharapkan dapat dilaksanakan mulai tahun buku 2009 seperti:
PSAK 107-ED – Akuntansi Ijarah (disahkan 2009 dengan nomor PSAK
107)
PSAK 108-ED – Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah
Bermasalah
PSAK 109-ED – Akuntansi Zakat, Infaq dan Shadaqah
PSAK 110-ED – Akuntansi Asuransi Hawalah
PSAK 111-ED – Akuntansi Asuransi Syariah (disahkan 2009 dengan
nomor PSAK 108)
Dari PSAK yang telah diserahkan bahwa PSAK 101 sampai dengan
PSAK 107 dipergunakan secara umum oleh seluruh entitas yang melaksanakan
transaksi syariah, seperti Bank Syariah, Asuransi Syariah, Lembaga
Pembiayaan Syariah, Koperasi Syariah dan sejenisnya termasuk pihak-pihak
yang terkait. Disisi lain terdapat PSAK yang hanya dipergunakan oleh industri
khusus, karena memiliki karakter khusus yang tidak dapat disampaikan dengan
entitas yang lain seperti misalnya asuransi syariah, oleh karena itu dalam
melaksanakan akuntansinya industri khusus ini harus menerapkan PSAK yang
berlaku umum dan juga PSAK khusus tersebut.
Oleh karena cakupan yang sangat luas, maka pembahasan akuntansi
syariah dapat dilakukan dengan pola pemikiran sebagaimana dalam gambar
sebagai berikut:1
1. PSAK 102 – Akuntansi Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK
102 paragraf 5). Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah tidak
harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga
dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan
mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan
membayar sekaligus di kemudian hari (PSAK 102 paragraf 8).2
Jual beli spesifik yang diperuntukkan bagi skema pembayaran
ditangguhkan biasa disebut dengan Ba'i Bithaman 'Ajil atau disingkat
dengan BBA. Kendati menggunakan istilah berbeda, dalam praktiknya
kedua istilah pada dasarnya mengacu pada transaksi yang sama, yaitu jual
beli dengan pembayaran ditangguhkan. Transaksi murabahah, kendati
memiliku fleksibilitas dalam hal waktu pembayaran, dalam praktik
perbankan di Indonesia adalah tidak umjn menggunakan skema pembayaran

1
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, (Jakarta: IAI, 2011), hlm.36-37
2
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Toeri dan Praktik Kontemporer Edisi 2,
(Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm 168
langsung setelah barang diterima oleh pembeli (nasabah). Praktik yang
paling banyak digunakan adalah skema pembayaran dengan mencicil setelah
menerima barang. Adapun praktik dengan pembayaran sekaligus setelah
ditangguhkan beberapa lama, diterpakan secara selektif pada nasabah
pembiayaan dengan karakteristik penerimaan pendapatan musiman, seperti
nasabah yang memiliki usaha pemasok barang dengan pembeli yang
membayar secara periodik.3

Karakteristik Murabahah adalah bahwa “penjual harus memberi tahu


pembeli mengenai harga perolehan produk dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut”. Sedangkan
syarat-syarat Murabahah secara umum adalah (aaoifi, 2000) sebagai berikut:
a. Bank syariah harus memberitahukan tentang biaya (cost) atau modal
yang dikeluarkan (capital outlay).atas barang tersebut kepada nasabah.
b. Akad pertama harus sah
c. Akad tersebut harus bebas dari riba
d. Bank Islam harus mengungkapkan tentang cidera janji/ wanprestasi yang
terjadi setelah pembelian dan harus diungkapkan dengan jelas dan rinci.
e. Bank Islam harus mengungkapkan tentang syarat-syarat yang diminta
dari harga pembelian kepada nasabah, misalnya pembelian berdasarkan
kredit (angsuran)
f. Jika salah satu syarat-syarat a, d, atau e tidak terpenuhi, maka pembeli
harus mempunyai pilihan untuk:
1) Melakukan pembayaran penjualan tersebut sebagaimana adanya;
2) Menghubungi penjual atas perbedaan (kekurangan ) yang terjadi
atau
3) Membatalkan akad.4
2. PSAK 103 – Akuntansi Salam
Bai’as salam, atau biasa disebut dengan salam, merupakan pembelian
barang yang pembayaranya dilunasi di muka, sedangkan penyerahan barang
dilakukan di kemudian hari. Akad salam ini digunakan untuk memfasilitasi
pembelian suatu barang (biasanya barang hasil pertanian) yang memerlukan
waktu untuk memproduksinya. Adapun salam paralel merupakan jual beli
barang yang melibatkan dua transaksi salam, dalam hal ini transaksi salam
pertama dilakukan antara nasabah dengan bank, sedang transaksi salam
kedua dilakukan antara bank dengan petani atau pemasok. Penerapan
transaksi salam dalam dunia perbankan masih sangat minim, bahkan
sebagian besar bank syariah tidak menawarkan skema transaksi ini. Hal ini
3
ibid, hlm 160
4
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: LPFE Usakti, 2009), hlm182-183
dapat dipahami karena persepsi masyarakat yang sangat kuat bahwa bank,
termasuk bank syariah, merupakan institusi untuk membantu masyarakat
jika mengalami kendala likuiditas. Dengan demikian, ketentuan salam yang
mensyaratkan pembayaran di muka merupakan suatu hal yang masih sulit
untuk diaplikasikan.5
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 05/DSN- MUI/IV/2000
Tentang Jual Beli Salam mengatur tentang barang pesanan salam sebagai
berikut:
a. Ketentuan tentang Barang:
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3) Penyerahannya dilakukan kemudian.
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai
kesepakatan.
b. Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan
kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,
penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah,
dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut
pengurangan harga (diskon).
4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan
kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
i. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
ii. menunggu sampai barang tersedia.6

3. PSAK 104 – Akuntansi Istishna’

5
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, hlm 214
6
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, hlm. 242-243
Bai’ al istishna’ atau biasa disebut dengan istishna’ merupakan
kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Transaksi istishna’
memiliki kemiripan dengan transaksi salam, dalam hal barang yang dibeli
belum ada pada saat transaksi melainkan harus dilunasi terlebih dahulu.
Berbeda dengan transaksi salam yang barangnya adalah hasil pertanian,
pada transaksi istishna’, barang yang diperjualbelikan biasanya adalah
barang manufaktur. Adapun dalam hal pembayaran, transaksi istishna’ dapat
dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu
pada masa yang akan datang.7

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 06/DSN MUI/IV/2000


Tentang Jual Beli Istishna diatur sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
b. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
c. Penyerahannya dilakukan kemudian.
d. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
e. Pembeli (pembeli, mustashni’) tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya.
f. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
g. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
4. PSAK 105 – Akuntansi Mudharabah
Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan
di mana pemilik modal ( shahibul maal ) menyetorkan modalnya kepada
seorang pengusaha yang sering disebut dengan ( mudharib ), untuk
diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat kerugian akan
ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan jika
7
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, hlm 234
disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola modal yang harus
menanggung kerugian tersebut.
Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk
kerja sama antara shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari
shohibul maal. Sedangkan mudhorib hanya sebagai pengelola yang
keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati
di awal.8

Menurut PSAK 105, kontrak mudharabah dapat dibagi atas tiga jenis,
yaitu mudharabah muqayyadah, mudharabah muthlaqah, dan mudharabah
musytarakah.
a. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara pemilik
dana dan pengelola, dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan
oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, dan/atau objek investasi.
Dalam transaksi mudharabah muqayyadah, bank syariah bersifat sebagai
agen yang menghubungkan shahibul maal dengan mudharib. Peran agen
yang dilakukan oleh bank syariah mirip dengan peran manajer investasi
pada perusahaan sekuritas. Imbalan yang diterima oleh bank sebagai
agen dinamakan fee dan bersifat tetap tanpa dipengaruhi oleh tingkat
keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib. Fee yang diterima oleh bank
dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai pendapatan operasi lainnya.
Mudharabah muqayyadah biasa disebut dengan mudharabah terikat
(restricted mudharabah). Dalam praktik perbankan, mudharabah
muqayyadah terdiri atas dua jenis, yaitu mudharabah muqayyadah
executing dan mudharabah muqayyadah channeling. Pada mudharabah
muqayyadah executing, bank syariah sebagai pengelola menerima dana
dari pemilik dana dengan pembatasan dalam hal tempat, cara, dan/ atau
objek investasi. Akan tetapi, bank syariah memiliki kebebasan dalam
melakukan seleksi terhadap calon mudharib yang layak mengelola dana
tersebut. Sementara itu pada mudharabah muqayyadah channeling, bank
syariah tidak memiliki kewenangan dalam menyeleksi calon mudharib
yang akan mengelola dana tersebut.9
b. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemilik
dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam
hal tempat, cara, maupun objek investasi. Dalam hal ini, pemilik dana
memberi kewenangan yang sangat luas kepada mudharib untuk

8
ibid, hlm 110
9
ibid, hlm. 116
menggunakan dana yang diinvestasikan. Kontrak Mudharabah
Muthlaqah dalam perbankan syariah digunakan untuk tabungan maupun
pembiayaan. Pada tabungan mudharabah, penabung berperan sebagai
pemilik dana, sedangkan bank berperan sebagai pengelola yang
mengkontribusikan keahliannya dalam mengelola dana penabung.
Adapun pada pembiayaan mudharabah, bank berperan sebagai pemilik
dana yang menginvestasikan dana yang ada padanya kepada pihak lain
yang memerlukan dana untuk keperluan usahanya. Pihak lain yang
memerlukan dan mengelola dana tersebut biasa disebut dengan nasabah
pembiayaan. Dana yang diterima oleh bank dari penabung dilaporkan
dalam neraca dibagian dana syirkah, sedangkan dana yang disalurkan
oleh bank kepada nasabah pembiayaan melalui akad
mudharabahdilaporkan dalam neraca pada bagian aset lancar. Adapun
bagian bank dari keuntungan yang dihasilkan oleh mudharib dari
kegiatan investasi yang dilakukan dilaporkan dalam laporan laba rugi
sebagai salah satu unsur pendapatan operasi utama bank. Mudhrabah
Muthlaqah biasa juga disebut dengan mudharabah mutlak atau
mudharabah tidak terikat (unrestricted mudharabah).10

c. Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah di mana
pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama
investasi. Akad musyatarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam
perjalanan usaha, pengelola dana memiliki modal yang dapat
dikontribusikan dalam investasi, sedang di lain sisi, adanya penambahan
modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan investasi. Akad
musytarakah ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara akad
mudharabah dan akad musyarakah. Dalam mudharabah musyatarakah,
pengelola dana berdasarkan akad (mudharabah) menyertakan juga
dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah).
Setelah penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha antara
pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil
usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik
dana musyarakah.11
Dalam Mudharabah kedua pihak yang mengadakan kontrak - pemilik
dana dan Pengelola Dana akan menentukan kapasitas baik sebagai nasabah
maupun pemilik. Di dalam akad yang tercantum kata - penawaran dan
penerimaan - merupakan pernyataan yang harus dilakukan dua belah pihak

10
ibid, hlm. 111
11
ibid, hlm 117
yang mengadakan kontrak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Di dalam perjanjian tersebut harus dinyatakan secara tersurat maupun
tersirat mengenai tujuan dari kontrak .
b. Penawaran dan Penerimaan harus disepakati kedua belah pihak di dalam
kontrak tersebut.
c. Maksud Penawaran dan Penerimaan merupakan suatu kesatuan infromasi
yang sama penjelasannya. Perjanjian bisa saja berlangsung melalui
proposal tertulis dan langsung di tandatangani, melainkan bisa juga
dilakukan melalui surat menyurat/korespondensi dengan menggunakan
alat Fax atau Komputer, dan telah disahkan oleh Cendekiawan Fiqih
Islam, Organisasi Konferensi Islam.12
5. PSAK 106 – Akuntansi Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syirkah. Syirkah atrinya pencampuran
atau interaksi. Seacar terminology, syirkah adalah persekutuan usaha untuk
mengambil hak atau untuk beroperasi. IAI dalam PSAK 106 mendefinisikan
musyarakah sebagai akad kerja sama atara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Seperti halnya
transaksi mudharabah, transaksi ini merupakan salah satu bentuk transaksi
dengan skema investasi. Dengan demikian transaksi ini memiliki banyak
kesamaan dengan transaksi mudharabah. Beberapa kesamaan transaksi
musyarakah dengan transaksi mudharabah adalah pembiayaan hanya
diberikan untuk mendanai usaha yang bersifat produktif dan keuntungan
yang diperoleh berasal dari bagi hasil atas usaha yang didanai.13
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 08/DSN- MUI/IV/2000
tentang Musyarakah tertanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006), menjelaskan
ketentuan yang berkaitan dengan musyarakah.14

6. PSAK 107 – Akuntansi Ijarah


Ikatan Akuntan Indonesia (1:2009) Ijarah adalah akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa (ijrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Sedangkan
ijarah muntahiyya bittamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpidahan
kepemilikan aset yang di ijarahkan pada saat tertentu.15
12
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, hlm. 331
13
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, hlm. 136
14
ibid, hlm. 300
15
Falahuddin, dan Icut Aprilia, Analisis Penerapan Akuntansi Pembiayaan Ijarah
Berdasarkan PSAK Nomor 107 Pada PT Bank Rakyat Indonesia
Syariah Cabang Lhokseumawe: Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 5, Nomor 2, Agustus
Ketentuan syar’i transaksi ijarah diatur dalam fatwa DSN Nomor 09
Tahun 2000. Adapun ketentuan syar’i transaksi ijarah untuk penggunaan
jasa diatur dalam fatwa DSN Nomor 44 tahun 2004. Sedangkan ketentuan
syar’i IMBT diatur dalam fatwa DSN Nomor 27 Tahun 2000. Secara
detail, fatwa DSN tentang transaksi ijarah dan IMBT dibahas dalam bagian
rukun transaksi ijarah, multijasa, dan IMBT berikut.
Rukun transaksi ijarah meliputi (a) transaktor, yakni penyewa dan
pemberi sewa, (b) objek ijarah, yakni fasilitas dan uang sewa; dan (c) ijab
dan kabul yang menunjukkan serah terima, baik berupa ucapan atau
perbuatan.16
Ketentuan akuntansi untuk transaksi ijarah diatur dalam PSAK No.
107 yang berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan mulai
pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009. Standar ini memuat tentang
mekanisme transaksi dan ketentuan tentang pengakuan dan pengukuran
transaksi yang terdapat dalam skema ijarah baik untuk pemberi sewa
maupun penyewa. Beberapa hal dicakup dalam standar ini adalah
pengakuan dan pengukuran biaya perolehan, penyusutan, pendapatan, beban
dan perpindahan kepemilikan.17
7. Akad Lainya
a. Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak
lain, baik individu maupun badan hokum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penyimpan menghendakinya. Tujuan dari
perjanjian tersebut adalah untuk menjaga keselamatan barang itu dari
kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud
dengan “barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, barang,
dokumen, surat berharga, barang lain yang berharga disisi Islam.

Adapun rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan prinsip


wadiah adalah:

1) Barang yang dititipkan


2) Orang yang menitipkan/penitip
3) Orang yang menerima titipan/ penerima titipan
4) Ijab Qobul.18

b. Sharf

2017, hlm. 71-90


16
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, hlm 262-263
17
ibid, hlm 266
18
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, hlm 118
Yaitu berpisahnya dua pelaku sharf secara fisik dari tempat
transaksi, seorang menuju ke satu arah dan yang lain kea rah lain. Atau
salah satunya pergi sementara yang lain tetap di tempat transaksi. Jika
keduanya tetap berada di tempat, maka perpisahan itu belum terjadi,
meskipun keberadaan di tempat transaksi mereka berlangsung sangat
lama disebabkan tidak adanya perpisahan secara fisik. Perpisahan juga
belum terwujud manakala kedua pelaku tidur atau pingsan di tempat
transaksi, atau keduanya meninggalkan tempat transaksi bersama-sama
melalui jalan yang sama, meskipun telah menempuh 1 mil atau lebih.
Karena yang menjadi patokan adalah perpisahan secara fisik, dan itu
belum terwujud.

Ash shaft adalah jual beli mata uang. Asalnya mata uang hanya
emas dan perak, uang emas disebut dinar dan uang perak disebut Dirham.
Mata uang dari kedua jenis itu disebut mata uang intrinsic. Zaman
sekarang, mata uang juga terbentuk nikel, tembaga dan kertas yang dibeli
nilai tertentu. mata uang dari jenis-jenis tersebut disebut mata uang
menurut nominal.

Rukun dari shaft adalah:

1) Penjual (Ba’i)
2) Membeli (Musytari)
3) Mata uang yang diperjual belikan (Sharf)
4) Nilai tukar (Si’rus Sharf)
5) Ijab Qabul ( Sighat).19

c. Qardhul-Hassan
Ada satu jenis qardh yang disebut qardh ul-hassan atau qardh
hassan, yaitu perjanjian qardh yang khusus untuk tujuan sosial. Qardh
hassan adalah suatu interest free financing. Kata “hassan” adalah kata
bahasa Arab “ihsan” yang berarti kebaikan kepada orang lain. Qardh
Hassan (atau qardh ul-hassan) berarti beneficial loan atau benevolent
loan, yaitu pinjaman yang diberikan kepada pihak yang sangat
memerlukan untuk jangka waktu tertentu tanpa harus membayar bunga
atau keuntungan. Penerima qardh hassan hanya  diharuskan untuk
melunasi jumlah pinjaman semula tanpa diharuskan memberikan
tambahan apapun.
Qardhul Hasan adalah pinjaman tanpa imbalan yang
memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut selama
jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada
19
Ibid, hlm 420
akhir periode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian bukan
karena kelalaiannya, maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah
pinjaman. Qardhul  hasan merupakan fungsi sosial pada perbankan
syariah di mana dananya diambil dari dana kebajikan. Al Qardul Hasan
adalah sebuah jawaban yang tepat untuk mengatasi dan sebagai sebuah
solusi alternatif dari masalah hutang yang menimpa saudara-saudara kita
tersebut. Program Al Qardul Hasan bersumber utama dari infaq dan
shadaqah yang telah diberikan oleh Anda yang telah dititipi harta yang
lebih dari Allah SWT. Karena memang di sebagian harta yang kita miliki
itu, adalah terdapat hak orang lain yang membutuhkannya.
Qardhul Hasan menurut Sri Nurhayati dan Wasilah adalah
pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok
hutangnya), pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan ketentuan
syariah (tidak ada riba), karena kalau meminjamkan uang maka ia tidak
boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang
diberikan.20
Qardhul Hasan  menurut Ahmad Ifham Sholihin dalam Buku Pintar
Ekonomi Syariah menyebutnya sebagai Qardh al-Hasan atau Pinjaman
Kebijakan adalah yang pertama, pinjaman dengan kewajiban
pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.
Yang kedua,  suatu akad pinjam meminjam dengan ketentuan pihak yang
menerima pinjaman tidak wajib mengembalikan dana apabila
terjadi force majeure.
Jadi, Qardhul Hassan adalah utang yang dapat diberikan baik
dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang yang dipinjam, seperti
mobil, laptop, motor atau lainnya, dengan syarat bahwa penerima
pinjaman harus mengembalikan barang tersebut kepada pemilik dalam
keadaan semula tanpa ada bagian yang terambil atau tanpa ada tambahan
apapun pada barang tersebut.21

d. Hawalah
Secara etimologi, al Hawalah berarti pengalihan, pemindahan,
perubahan warna kulit, memikul sesuatu diatas pundak. Sedangkan
secara terminologi al hawalah didefinisikan dengan: Pemindahan
kewajiban membayar hutang dari orang membayar hutang (al Muhil)
kepada orang yang berhutang lainya (al muhtal alaih).

20
Zuhaili Wahbah, Dkk, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah, (Beirut : Daar al-Fikr, 1999),
hlm. 76
21
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, hlm. 108.
 Menurut Ibrahim al-bajuri berpendapat bahwa Hawalah adalah:
“Pemindahan kewajiban dari beban yang memindahkan menjadi
beban yang menerima pemindahan” .
 Menurut Idris Ahmad, Hawalah adalah “Semacam akad (ijab qobul)
pemindahan utang dari tanggungan seseorang yang berutang kepada
orang lain, dimana orang lain itu mempunyai utang pula kepada yang
memindahkan.
 Sedangkan menurut Fuqaha bahwa Hawalah (perpindahan utang)
merupakan suatu muamalah yang memandang persetujuan dari kedua
belah pihak.22
e. Al-Kafalah
Al-kafalah berasal dari kata ‫ل ــُـ‬NNN‫كف‬  (menanggung) merupakan
jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang
lain sebagai penjamin. Pada dasarnya akad kafalah merupakan bentuk
pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan.23
f. Rahn (gadai)
Arti harfiah rahn  adalah tetap, kekal, dan jaminan. Rahn
merupakan perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dan
fasilitas pembiayaan yang diberikan.Hal yang paling penting
diperhatikan adalah metode penentuan biaya pemeliharaan dan sewa
tempat penyimpanan barang jaminan, dimana biaya tersebut tidak
dibenarkan menggunakan sistem bunga yang didasarkan pada nilai
pinjaman.
Menurut syara’ adalah menahan sesuatu dengan cara yang
dibenarkan yang memungkinkan untuk ditarik kembali. Yaitu
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta yang menurut pandangan
syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh
mengambil hutang semuanya atau sebagian. 24
Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai
pihak yang berutang. Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian
pada hakekatnya adalah kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin).
Namun dapat juga dilakukan oleh pihak yang menerima barang gadai

22
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, hlm 423-424
23
Adiwarman A. Karim. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2000), hlm. 89
24
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), hlm. 78
(murtahin) dan biayannya harus ditanggung rahin. Besarnya biaya ini
tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqih. Ulama
Mazhab Maliki mendefiniskan rahn sebagai harta yang oleh pemiliknya
dijadikan jaminan utang yang bersifat mengikat.
Ulama Mazhab Hanafi mendefiniskan rahn dengan, “ Menjadikan
sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin
dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhya
maupun sebagiannya. Sedangkan ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab
Hanbali  mendefinisakn rahn dalam arti akad , yaitu “Menjadikan materi
(barang) sebagai jaminan uang yang dapat dijadikan pembayar utang
apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.”25

B. Ilustrasi dan Pencatatan Akuntansi Transaksi Syariah

Dalam PSAK 59 tentang akutansi perbankan syariah hanya dibahas


ketentuan-ketentuan akuntansi, seperti pengukuran, pengakuan, pengungkapan
maupun penyajian transaksi yang dilaksanakan oleh bank umum syariah, BPR
syariah maupun cabang syariah dari bank konvensional. Jadi titik pandang
akuntansi dalam PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syariah hanya untuk
bank26

Dengan telah diterbitkanya PSAK nomor 59 tentang Akuntansi Bank


Syariah ini maka bagi bank syariah, hal ini merupakan suatu kemajuan yang
sangat luar biasa, karena denagan dikeluarkanya PSAK tersebut bank syariah
telah mempunyai acuan yang baku dalam membukukan transaksinya. Hal ini
sangatlah berbeda dengan dikeluarkanya PSAK tersebut,diman dalam
pencatatan transaksinya belum tentu segaram, pernyataan yang tidak tertulis
adalah dalam melakukan pencatatan pendapatan bank syarih yaitu
mepergunakan konsep dasar kas (cash basis), sedangkan untuk membukukan
beban yang dikeluarkan memperhunakan knsep dasar akrual (accrual basis).
Yang mendasari hal tersebut adalah adanya “kepastian”, bagi bank syariah saat
itu dalam membukukan pendapatan mempergunakan konsep dasar kas, karena
pendapatan tersebut telah benar-benar diterima, yang mana hal ini sejalan
dengan QS Luqman ayat 34 yang mengatakan “…….Dan tiada seorang
mengetahui apa yang akan dikerjakan besok……dst”. Sedangkan untuk beban
yang telah dikeluarkan mempergunakan konsep dasar akrual, karena jelas

25
Nurul Huda, dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta: KENCANA,
2013), hlm. 99
26
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4,(Jakarta: LPFE Usakti, 2010), hlm 51
beban tersebut telah pasti dikeluarkan, sehingga bank syariah dapat mengatur
beban tersebut sesuai dengan manfaatnya. Berikut penerapan dan ilustrasinya:27

1. PSAK 102 – Akuntansi Murabahah


Perbedaan cakupan akuntansi Murabahah dalam PSAK 102 dengan
Akuntansi Murabahah dalam PSAK 59 adalah dalam PSAK 59 hanya
membahas akuntansi murabahah dari pihak Bank Syariah sebagai penjual
dan akuntansi pada pihak pembeli (nasabah) tidak dibahas dalam PSAK 59
tersebut. Sedangkan dalam PSAK 102 diatur akuntansi murabahah dari
pihak penjual dan akuntansi murabahah dari pembeli. PSAK 102 tentang
akuntansi murabahah hanya membahas akuntansi dari penjual dan pembeli
atas barang dagangan yang siap untuk dijual (bukan barang yang dalam
proses pembuatan) oleh karena itu dalam PSAK 102 tidak membahas
akuntansi pada sisi pemasok yang pengadaan barang dilakukan dengan
proses dibuat sendiri.
Jika dilihat dari proses terjadinya transaksi murabahah, khususnya
murabahah berdasarkan pesanan, maka penggunaan akuntansi penjual dan
akuntansi pembeli dalam transaksi murabahah dapat dilihat dalam gambar
sebagai berikut:

Penggunaan akuntansi murabahah


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Pada saat Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan proses pengadaan
barang, maka kedudukan Lembaga Keungan Syariah sebagai pembeli

27
Ibid, hlm. 53
sedangkan pemasok sebagai penjual. Oleh karena itu Lembaga Keuangan
Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan pemasok menerapkan
Akuntansi Penjual (kecuali jika pemasok memproduksi sendiri barang
dagangannya yang menerapkan akuntansi pabrikan bukan akuntansi
penjual sebagaimana dalam PSAK tersebut.
2. Pada saat Lembaga Keuangan Syariah melakukan proses jual beli
murabahah dengan nasabah, maka kedudukan Lembaga Keuangan
Syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Oleh karena itu
Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Penjual dan Nasabah
menerapkan Akuntansi Pembeli.
Sesuai dengan pembahasan akuntansi murabahah yang akan dilakukan
difokuskan pada akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah, namun demikian juga dibahas akuntansi yang dilakukan oleh
pembeli atau pihak-pihak terkait yaitu nasabah sebagai pembeli.28
Sehubungan transaksi murabahah ini, dalam PSAK 14 tentang
persediaan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan persediaan adalah
aktiva tersedia untuk di jual dalam kegiatan usaha nrmla. Persediaan harus
diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah
(the lower of cost and net realizable value). Sedangkan Biaya Perediaan
harus meliputi semua biaya pembeliaan, biaya konversi dan biaya-biaya lain
yangn timbul sampai persediaan berada dalam kondisi siap untuk dijual
(present locatin and conditin). Adapum yang termasuk biaya pembelian
meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainya (kecuali yang
kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), dan
biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung
dapat distribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa.
Contoh : (pembelian barang)
Tanggal 1 April 2008 atas pesanan pembelian barang dari Tuan
Abdullah, Bank Syariah “Amanah Ummat” membeli sebuah mobil Antik
dari PT Oto-Mobil, seharga Rp. 110.000.000,- (seratus tujuh belas juta
rupiah).

Atas pembelian mobil antik tersebut jurnal yang dilakukan oleh Bank
Syariah Amanah Ummat adalah sebagai berikut:
Dr. Aset/ Persediaan Murabahah Rp. 110.000.000,-
Cr. Kas / Rekening PT Oto-Mobil Rp. 110.000.000,-
Atas pembelian mobil antik tersebut saldo perkiraan persediaan adalah
sebagai berikut:
28
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, hlm.79-80
BUKU BESAR
Aset/Persediaan Murabahah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/04 Harga barang 110.000.000
Saldo 110.000.000
110.000;000 110.000.000

NERACA
Per 1 April 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persd/Aset Murabahah 110.000.000

Dapat diperlakukan sebagai harga pokok barang, antara lain beban


tambahan yang dikeluarkan sampai aset tersebut siap untuk dipergunakan
atau dijual.29
2. PSAK 103 – Akuntansi Salam
Yang harus menerapkan akuntansi Salam dalam PSAK 103 ini lebih
luas dibandingkan dengan PSAK 59 yang hanya diperuntukkan perbankan
saja. Dalam PSAK 103 tersebut harus diterapkan Lembaga Keuangan
Syariah dalam arti luas seperti perbankan syariah, asuransi syariah, lembaga
pembiayaan syariah dan lainnya. Disisi lain ketentuan PSAK 103 membahas
ketentuan akuntansi dari penjual dan akuntansi pembeli tidak membedakan
siapa pelakunya, sedangkan dalam PSAK 59 dibahas ketentuan akuntansi
tentang Bank Syariah sebagai penjual dan Bank Syariah sebagai pembeli..
Penggunaan akuntansi penjual atau akuntansi pembeli dalam
akuntansi salam dapat dilihat dapat gambar sebagai berikut:

Penggunaan akuntansi salam

29
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4, hlm. 124-125
Dalam gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam transaksi salam, Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak
sebagai pembuat atau produsen atau penjual dan pemesan sebagai
pembeli. Oleh karena itu dalam transaksi salam ini Lembaga Keungan
Syariah menerapkan Akuntansi Penjual dan pemesan sebagai pembeli
menerapkan Akuntansi Pembeli
2. Transaksi salam yang lain Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak
sebagai pemesan atau pembeli sedangkan nasabah sebagai pembuat atau
produsen atau penjual. Oleh karena itu dalam transaksi salam ini
Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan
Nasabah sebagai produsen menerapkan Akuntansi Penjual.
3. Jika Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi Salam Paralel,
maka Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Penjual (akad
salam pertama) dan juga menerapkan Akuntansi Pembeli (akad salam
kedua)30
Untuk memberi gambaran akuntansi bank syariah sebagai penjual
dapat diberikan ilutrasi sebagai berikut:
Pada tanggal 12Agustus 2008, Bank syariah memperoleh kepercayaan
dari Bulog untuk melakukan pembelian “tepung tapioka”, dengan data-
data sebagai berikut :
Nama barang pesanan: Tepung Tapioka (tepung dari ketela pohon)
Jenis barang pesanan : Kualitas A, kering gudang
Jumlah : 100 ton
Harga : Rp. 100.000.000,- (Rp. 1 juta per ton)
Jangka waktu penyerahan : 6 bulan
Syarat pembayaran : Dilunasi pada saat akad ditanda tangani
Pada tanggal 15 September 2004 dapat memenuhi kewajibanya untuk
menyerahkan barang yang dipesan oleh Bulog yaitu 100 ton tepung
Tapioka type A
Penerimaan Modal salam (bank sebagai penjual)

Dalam contoh, pada tanggal 12 Agustus 2008 diatas penerimaan dana


dari Bulog dijurnal oleh bank syariah sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Bulog Rp. 100.000.000,--
Cr. Hutang salam Rp. 100.000.000,-
(100 ton tepung tapioka, kualitas A kering gudang)

Dalam transaksi salam ini, kewajiban salam adalah “jumlah barang


dengan specifikasi yang telah disepakati” yang dalam pembukukan
30
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, hlm. 166-167
diadministrasikan nilai rupiahnya dan kewajiaban salam ini tidak terait
dengan dipenuhinya pesanan dari petani atau tidak.
Dari jurnal tersebut perubahan dalam buku besar dan perubahan
laporan posisi keuangan (neraca) bank syariah adalah :
BUKU BESAR
Hutang Salam
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
12/08 100 ton tapioka A 100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000;000 100.000.000

NERACA
Per 12 Agustus 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Salam 100.000.000

Penyerahan barang dari bank syariah kepada Bulog

Untuk memenuhi kebutuhan barang yang dipesan oleh Bulog, Bank


syariah dapat memproduksi sendiri atau memesan kepada pihak lain.
Pada saat penyerahan barang pesanan kepada Bulog, pada tanggal 15
September 2008 jurnal yang dilakukan oleh Bank Syariah adalah sebagai
berikut:
Dr. Hutang salam Rp. 100.000.000,--
(100 ton tepung tapioka, kualitas A kering gudang)

Cr. Persediaan Rp. 100.000.000,--


Dari jurnal tersebut perubahan posisi buku besar, dan perubahan
laporan posisi keuangan (neraca) bank syariah adalah sebagai berikut:

BUKU BESAR
Hutang Salam
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/09 100 ton tapioka 100.000.000 12/08 100ton tapioka A 100.000.000
Saldo 00
100.000;000 100.000.000

NERACA
Per 15 September 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Salam 00
31

3. PSAK 104 – Akuntansi Istishna’


PSAK 104 ini lebih jelas dari pada PSAK 59 misalnya dalam hal
pemahaman tentang transaksi istishna’ yang pembayarannya dilakukan
31
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4, hlm. 173-175
dengan tangguh. Dalam PSAK 104 ini dibahas tentang penyatuan dan
segmentasi akad, dan tambahan yang dapat dilaksanakan dalam transaksi
istishna’.Untuk mengetahui kapan akuntansi pembeli dan akuntansi penjual
dalam transaksi istishna’ dilaksanakan dapat dilihat dalam gambar berikut
ini:

Penggunaan akuntansi istishna’


Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam transaksi Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak
sebagai pembuat atau produsen atau penjual atau kontraktor dan
bertindak sebagai pemesan atau nasabah pembeli akhir. Oleh karena itu
dalam transaksi istishna’ ini Lembaga Keuangan Syariah sebagai
kontraktor menerapkan Akuntansi Penjual dan Nasabah sebagai pembeli
akhir menerapkan Akuntansi Pembeli
2. Disisi lain dalam transaksi istishna’ Lembaga Keuangan Syariah dapat
bertindak sebagai pemesan atau pembeli dan nasabah bertindak sebagai
penjual atau sebagai kontraktor. Oleh karena itu dalam transaksi istishna’
ini Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan
nasabah sebagai kontraktor menerapkan Akuntansi Penjual.
3. Dalam hal Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi istishna’
paralel, maka Lembaga Keuangan Syariah sebagai kontraktor (akad
istishna’ pertama) menerapkan Akuntansi Penjual dan sebagai pembeli
(akad istishna’ kedua) menerapkan Akuntansi Pembeli.32

32
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, hlm. 207
Salah satu cara pembayaran dalam istishna adalah dilakukan dimuka
pada saat akad, pembayaran harga barang yang dipesan dilakukan pada saat
akad seluruh harga barangya, sehingga karakteristik ini sama dengan
karakteristik salam.

Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang akuntansi Istishna


dengan cara pembayaran dimuka dapat diberikan contoh sbb:
Bank Dunia akan memberi bantuan kepada para nelayan, berupa 100
rumah tinggal nelayan , seharga Rp. 10.000.000,--dengan data-data sebagai
berikut:
Luas tanah : 60 M
Luas Bangunan : 36 M
Bahan bangunan : bataco /kayu mranti
Listrik : 450 W
Pompa air : pampa tangan
Atas maksud tersebut Bank Dunia menghubungi Bank Syariah Baitul
Amanah dan melakukan kesepakatan untuk memesan pembuatan rumah
tersebut. Pada tanggal 10 Maret 2008 menyerahkan seluruh dana kepada
Bank Syariah Baitul Amanah di Jakarta sebesar: 100 x Rp.10.000.000,-- =
Rp.1.000.000.000,-- (satu milyard).
Atas amanah pesanan dari Bank Dunia itu, Bank Syariah Baitul
Amanah melakukan kontrak dengan PT Anugrah untuk membeli lahan dan
membangun rumah dengan data-data yang sama dengan harga per unit Rp.
9.500.000,-- Pada tanggal 15 April 2008 diserahkan dana atas pesanan rumah
tersebut sebesar : 100 x Rp. 9.500.000,-- = Rp.950.000.000,-- (sembilan ratus
lima puluh juta rupiah).

Dari contoh tersebut, jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah Baitul
Amanah, sesuai urutan aluran transaksi adalah sebagai berikut:
1. Pada tanggal 10 Maret 2008 pada saat Bank Syariah Baitul Amanah
menerima dana dari Bank Dunia sebesar Rp.1.000.000.000,--, jurnal yang
dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Amanah adalah :
Dr. Hutang Istishna Rp. 1.000.000.000,-
(100 unit rumah specifikasi tsb diatas)

Cr. Kas / Bank Indonesia Rp. 1.000.000.000,--


Mutasi pada perkiraan yang berkaitan dengan transaksi istishna tersebut
dan posisi neraca Bank Syariah Baitul Amanah adalah :

BUKU BESAR
Hutang Istishna
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/3 100 unit rmh 1.000.000.000
Saldo 1.000.000.000
1.000.000;000 1.000.000.000

NERACA
Per 10 Maret 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Istishna 1.000.000.000


2. Pada tanggal 15 April 2008 Bank Syariah Baitul Amanah menyerahkan
dana kepada PT Anugrah sebesar Rp.950.000.000,--, jurnal yang
dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Amanah adalah :
Dr. Aktiva Istishna Dlm Penyelesaian Rp. 950.000.000,-
(100 unit rumah specifikasi tsb diatas)
Cr. Kas / Bank Indonesia Rp. 950.000.000,-
(100 unit rumah specifikasi tsb diatas)
Atas jurnal tersebut, mutasi perkiraan yang berkaitan dengan transaksi
istishna tersebut dan posisi neraca Bank Syariah Baitul Amanah adalah :
BUKU BESAR
Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/04 100 unit rumah 950.000.000
Saldo 950.000.000
950.000;000 950.000.000

NERACA
Per 15 April 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Akt Istishna Dalam Penyelesaian 950.000.000 Hutang Istishna 1.000.000.000

33

4. PSAK 105 – Akuntansi Mudharabah


Jadi cakupan akuntansi mudharabah mengatur tentang akuntansi pada
pemilik dana (shahibul maal) dan akuntansi pada pengelola dana
(mudharib). Cakupan Akuntansi mudharabah pada pemilik dana atau
pengelola dana dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

33
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4, hlm. 212-215
Penggunaan akuntansi mudharabah
Dalam gambar di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Dalam penghimpunan dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah, maka sebagai pemilik dana/pemodal (shahibul maal) adalah Siti
Aminah (sering disebut dengan deposan) sedangkan LKS “Amal
Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu
penerapan Akuntansi Mudharabah adalah Siti Aminah sebagai pemilik
dana (shahibul maal) menerapkan “Akuntansi Pemilik Dana” dan LKS
“Amal Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib) menerapkan
“Akuntansi Pengelola Dana”. dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah
2. Dalam penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah, maka sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah LKS “Amal
Sejahtera” sedangkan sebagai pengelola (mudharib) adalah Zainudin atau
nasabah yang sering disebut dengan debitur. Oleh karena itu penerapan
Akuntansi Mudharabah adalah LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik
dana (shahibul maal) menerapkan “Akuntansi Pemilik Dana” dan
Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) menerapkan “Akuntansi
Pengelola Dana” dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah
Dalam melaksanakan transaksi mudharabah kedudukan Lembaga
Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pemilik dana, dapat pula
bertindak sebagai pengelola dana dan dapat juga bertindak sebagai pihak
yang menyalurkan dana (agen) saja. Hal ini mempengaruhi akun yang akan
dipergunakan. Untuk memberikan gambaran penggunaan akun oleh
Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat pada gambar berikut:
Penggunaan Akun
Akun-akun yang dipergunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pemilik dana atau sebagai pengelola dana secara rinci dapat dilihat
pada akuntansi pemilik dana dan akuntansi pengelola dana pada butir
berikutnya.34
Bank-bank Syariah menggunakan prinsip Mudharabah dengan para
pemegang rekening investasi (deposan/penabung) dalam penghimpunan
dana, dan bisa juga melaksanakan pemberian pembiayaan Mudharabah,
dimana dalam dalam perlakuan akuntansinya sangat berbeda.
Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudarabah35

Contoh :
Pada tangg 10 Januari 2008 Bank Syariah setujui memberikan modal
pembiayaan mudharabah kepada Tuan Achmad sebesar Rp. 1.000.000,--
dengan nisbah yang disepakati 60 untuk bank dan 40 untuk mudharib.
Pada tanggal 15 Januari 2008 dilakuakn pembayaran tunai modal
mudharabah tahap pertama sebesar Rp. 600.000,-- dan Pada tanggal 20
Januari 2008 dilakukan pembayaran modal mudharabah tahap kedua
sebesar Rp. 400.000,--
Pada saat pembiayaan mudharabah disetujui, dicatat sebagai
komitment bank syariah sebesar pembiayaan yang disetujui dengan jurnal :
Dr. Kontra komitem Investasi Mudharabah Rp. 1.000.000,--

Cr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah `Rp. 1.000.000,--

Dengan adanya persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut, buku


besar komitmen (rekening administratif) bank syariah menunjukkan sebagai
berikut:
34
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, hlm. 334-335
35
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4, hlm 298
BUKU BESAR
Komitmen Investasi Mudharabah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Tn Ahmad 1.000.000
Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

Pada tanggal 15 Januari 2008 dilakukan jurnal pembayaran tahap


pertama adalah :
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 600.000,--

Cr. Rekening Mudharib Rp. 600.000,--

Dr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah Rp. 600.000,--

Cr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 600.000,--

Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan


posisi buku besar dan neraca sebagai berikut:
BUKU BESAR

Komitmen Investasi Mudharabah

Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Penyerahan Saldo 600.000 10/01 Tn Ahmad 1.000.000
400.000
1.000.000 1.000.000

BUKU BESAR

Investasi Mudharabah

Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Tuan Ahmad 600.000
Saldo 600.000
600.000 600.000

NERACA

Per 15 Januari 2XXX

Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Mudharabah 600.000

Pada tanggal 20 Januari 2008 dilakukan jurnal pembayaran tahap


kedua sebesar Rp. 400.000,--, maka oleh bank syariah dilakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp. 400.000,--

Cr. Rekening Mudharib Rp. 400.000,-

Dr. Kewajiban Komitmen Ivestasi Mdbh Rp. 400.000,--

Cr. Kontra Komitmen Investasi Mudharabah Rp. 400.000,--

Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi


buku besar dan neraca sebagai berikut:
BUKU BESAR

Komitmen Investasi Mudharabah

Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Penyerahan modal 600.000 10/01 Tn Ahmad 1.000.000
20/01 Penyerahan modal 400.000
Saldo 0
1.000.000 1.000.000

BUKU BESAR

Investasi Mudharabah

Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Tuan Ahmad 600.000
20/01 Tuan Ahmad 400.000 Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

NERACA

Per 15 Januari 2XXX

Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Mudharabah 1.000.000

Seperti dijelaskan terdahulu, pembiayaan mudharabah penyerahannya


dapat dilakukan dengan aktiva non kas. Jika hal ini dilakukan maka
pembiayaan mudharabah diakui saat penyerahan aktiva non kas, dan diukur
sebesar nilai wajar aktiva non-kas yang bersangkutan pada saat penyerahan
bagi bank selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva nonn kas diakui
sebagai kentungan atau kerugian bank. Pembiayaan diberikan dalam bentuk
non-kas maka kegiatan usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak
barang tersebut siterima oleh mudharib dalam kondisi siap dipergunakan,
apabila barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah
barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha maka rugi tersebut
tidak langsung mengurangi jumlah pembiayaan namun diperhitungkan pada
saat pembagian bagi hasil.36
5. PSAK 106 – Akuntansi Musyarakah
Dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah hanya dibahas
ketentuan pengkuran, pengakuan dan penyajian transaksi musyarakah yang
dilakukan oleh Bank Syariah. Sedangkan dalam PSAK 106 tentang dibahas
pengakuan dan pengukuran yang dilakukan oleh mitra pasif yaitu mitra
yang hanya melakukan penyetoran modal musyarakah saja, maupun mitra
aktif yaitu mitra yang selain memberikan kontribusi modal juga sekaligus
mengelola usaha syirkah. Penggunaan akuntansi mitra aktif atau akuntansi
mitra pasif dalam akuntansi musyarakah dapat dilihat dalam gambar berikut:

Penggunaan akuntansi musyarakah


Masing-masing pihak dalam transaksi musyarakah ini mempunyai
kontribusi modal/dana dan bersama-sama mengelola usaha, sehingga
penggunaan akuntansi musyarakah dapat dijelaskan sebagai berikut:

36
Ibid, hlm. 301-303
1 Jika Lembaga Keuangan Syariah (LKS Anugrah Gusti) hanya
memberikan kontribusi modal saja dan tidak ikut serta dalam mengelola
usaha atau yang disebut dengan mitra pasif, maka LKS harus
menerapkan Akuntansi Mitra Pasif.
2. Mitra lain (Amirullah) selain memberikan kontribusi modal juga
mengelola usaha musyarakah disebut dengan mitra aktif. Oleh karena itu
mitra aktif memiliki dua peran yaitu (1) sebagai menyetor modal dan (2)
sebagai pengelola usaha. Mitra aktif sebagai penyetor modal menerapkan
Akuntansi Mitra Aktif untuk paragraf-paragraf yang mengatur tentang
penyetoran modal, sedangkan sebagai mitra yang mengelola usaha
musyarakah menerapkan Akuntansi Mitra Aktif untuk paragraf- paragraf
yang berkaitan dengan pengelola usaha. Dalam PSAK 106 hanya
mengatur ketentuan mitra aktif, tidak membedakan ketentuan tentang
mitra aktif sebagai penyetor modal atau mitra aktif sebagai pengelola
usaha. Oleh karena itu harus dipahami betul paragraf-paragraf yang
berkaitan dengan penyetor modal dan paragraf-paragraf yang berkaitan
dengan pengelola usaha.
3. Sesuai ketentuan dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, mitra
aktif pengelola usaha harus membuat catatan yang terpisah dari catatan
usahanya, karena usaha musyarakah ini merupakan usaha milik bersama
para mitra usaha.37
Dalam ketentuan PSAK 106, jelas bahwa pembiayaan musyarakah
atau modal syirkah yang diserahkan oleh bank syariah tidak hanya dalam
bentuk uang tunai saja tetapi dapat juga dalam bentuk non-kas atau aktiva
yang sejalan dengan usaha yang akan dilaksanakan. Begitu juga penyerahan
modal musyarakah dalam dilakukan secara bertahap atau secara sekaligus.
Untuk memberikan gambaraan yang jelas atas transaksi modalmusyarakah
tersebut dapat dijelaskan dalam contoh berikut:

Contoh :
Pada tanggal 01 Agustus Bank Syariah memberikan fasilitas pembiayaan
musyarakah kepada Tuan Abdullah dalam usaha pabrik pengelolaan
kelapa sawit dan telah disepakati dengan data-data sebagai berikut:
1. Tanggal 05 Agustus dibayar beban pra akad, seperti pembuatan studi
kelayakan proyek, penelitian kelayakan proyek sebesar Rp. 1.000.000,--
2. Modal syirkah keseluruhan sebesar Rp. 150.000.000,- dimana bank
syariah mendapatkan porsi modal sebesar Rp. 70.000.000,-- dan prosi
modal untuk Tuan Abdullah sebesar Rp. 80.000.000,-- dengan nisbah
keuntungan , untuk bank sebesar 40 dan untuk Tuan Abdullah sebesar

37
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, hlm. 398-39
60.

Atas transaksi tersebut diatas dilakukan jurnal dan penjelasan sebagai berikut:
1. Tanggal 01 Agustus pada saat pembiayaan musyarakah dan disepakati
oleh Tuang Abullah, bank syariah mempunyai kewajiban yang berupa
komitmen atas pembiayaan musyarakah sebesar Rp. 70.000.000,-- Jurnal
komitmen (rekening administratif) :
Dr.Kontra komitmen Invest Musy Rp.70.000.000,-

Cr.Komitmen Investasi Musyarakah Rp. 70.000.000,-

Dengan adanya persetujuan pembiayaan mudharabah tersebut, buku besar


komitmen (rekening administratif) bank syariah menunjukkan sebagai
berikut:
BUKU BESAR
Komitmen Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Tn Abdullah 70.000.000
Saldo 70.000.000
70.000.000 70.000.000

2. Tanggal 15 Agustus, bank syariah menyerahkan modal dalam bentuk


uang tunai kepada syirkah sebesar Rp. 20.000.000,--
Db. Investasi musyarakah Rp. 20.000.000,--

Cr. Kas/Rekening syirkah/Kliring Rp. 20.000.000,--

Db. Komitmen Invest Musy Rp. 20.000.000,-

Cr. Kontra komitmen Invest Musyarakah Rp.20.000.000,--


Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan
posisi buku besar dan neraca sebagai berikut:
BUKU BESAR (Adm)
Komitmen Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan modal 20.000.000 01/08 Tn Abdullah 70.000.000
Saldo 50.000.000
70.000.000 70.000.000

BUKU BESAR (Neraca)


Investasi Musyarakah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Tuan Abdullah 20.000.000
Saldo 20.000.000
20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 15 Agustus 2XXX
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah 20.000.000

38

6. PSAK 107 – Akuntansi Ijarah


Akuntansi Ijarah yang dibahas dalam PSAK 107 tersebut lebih luas
dibandingkan dengan Akuntansi Ijarah yang tercantum dalam PSAK 59
diantaranya dalam PSAK 107 dipergunakan untuk Akuntansi Multijasa
yang mempergunakan prinsip Ijarah. Untuk memberikan gambaran
perbedaan segi akuntansi Ijarah Muntahia Bittamlik dengan Sewa Beli
(finance lease).39
Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dianggap sebagai salah
satu instrumen keuangan yang digunakan oleh bank syariah, dimana bank
syariah berbeda di dalam memperlakukan pengukuran dan pengungkapan
assets yang disewakan, dan di dalam akuntansi bagi bagian bank syariah
pada biaya langsung awal dan perbaikan assets yang disewakan. Mereka
juga berbeda mengenai pengakuan pendapatan Ijarah (hampir separuh bank-
bank syariah yang berpartisipasi mengakui pendapatan Ijarah ketika cicilan
sewa jatuh tempo, separuh yang lain mengakui pendapatan sewa pada
berbagai waktu). Disamping itu, menunjukkan bahwa bank syariah juga
berbeda di dalam pengungkapan kebijakan akuntansi mengenai Ijarah dan
Ijarah Muntahia Bittamlik. Perbedaan tersebut di dalam perlakuan akuntansi
dan pengungkapan cendrung mempunyai berbagai effek. Adalah sulit untuk
membandingkan keuntungan yang diperoleh oleh sebuah bank syariah
dengan yang diperoleh oleh bank syariah lain. Ini akan mengurangi
kegunaan informasi kepada para pemakai laporan keuangan bank syariah.
Juga, perbedaan tersebut bisa mempengaruhi alokasi hasil-hasil transaksi
investasi bersama baik keuntungan atau kerugian antara para pemilik
rekening investasi tidak terbatas dan para pemilik equity di satu sisi dan
alokasi hasil-hasil transaksi baik keuntungan maupun kerugian diantara para
pemilik rekening (tidak terbatas dan terbatas) di sisi lain.Tetapi, standarisasi
perlakuan akuntansi pengakuan keuntungan transaksi Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik dan pengungkapannya, sesuai dengan ketentuan-
ketentuan kerangka dasar seperti “Penentuan hak-hak dan kewajiban semua
pihak terkait, termasuk hak-hak yang berasal dari transaksi yang tidak
selesai dan kejadian kejadian lain sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah

38
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4, hlm. 333-335
39
Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, hlm. 458
Islam dan konsep keadilannya, charity dan kepatuhan terhadap etika bisnis
Islam, dan memberikan informasi yang berguna bagi para pemakai laporan
keuangan bank syariah untuk memungkinkan mereka mengambil keputusan
yang sah di dalam mu’amalah mereka dengan bank syariah”.40
Untuk memberikan gambaran yang jelas terhadap perlakukan
akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik, akan diberikan dalam
bentuk contoh kasus sebagai berikut:
Contoh: (Transaksi Ijarah)
Pada tanggal 10 Maret 2008, Bank syariah melakukan transaksi Ijarah
dengan data-data sebagai berikut:
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp. 120.000.000,--
Uang muka sewa : Rp. 12.000.000,--
Total pembayaran sewa : Rp. 157.981.360,--
Nilai sisa / residual value : Rp. 12.000.000,--
Harga sewa per bulan: Rp. 4.170.896,--/bulan
Jangka waktu sewa : 36 bulan (3 tahun)
Waktu pembelian barang : Bulan ke 36
Biaya administrasi : Rp. 300.000,--
Pengikatan : Notariil
Atas transaksi Ijarah tersebut, bank syariah pada tanggal 10 Maret
2008 melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aktiva Diperoleh untuk Ijarah Rp. 120.000.000,--
Cr. Persediaan Ijarah Rp. 120.000.000,--
Atas transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku
besar dan neraca sebagai berikut:
BUKU BESAR
Persediaan Ijarah
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/03 Kijang Inova 120.000.000 10/03 Akt Ijarah Saldo 120.000.000
0
120.000.000 120.000.000

BUKU BESAR
Aktiva Diperoleh UntukIjarah (Aktiva Ijarah)
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/03/04 Kijang Inova 120.000.000
Saldo 120.000.000
120.000.000 120.000.000

NERACA
Per 10 Maret 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

40
Ibid, hlm. 459
Persediaan 00

Aktiva Diperoleh unt Ijarah 120.000.000

Dalam transaksi Ijarah penyewa dapatmembayar sewa lebih dahulu


untuk beberapa bulan kedepan. Sewa Diterima Dimuka oleh pemilik obyek
ijarah (lessor) tidak dapat diperlakukan sebagai uang muka seperti dalam
murabahah. Sewa yang dibayar oleh penyewa lebih dahulu tidak berbeda
dengan sewa diterima dimuka pada umumnya.41

41
Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4, hlm. 269-270
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A. Akuntansi Transaksi Syariah

Pada periode ini, PSAK Syariah yang merupakan perubahan PSAK 59


tentang Akuntansi Perbankan Syariah sudah dapat disahkan oleh DSAK
dan dapat diterapkan suatu keharusan melaksanakan mulai tahun buku
2008. PSAK Syariah yang disahkan tahun 2007 dan berlaku tahun buku
2008 adalah:
PSAK 101 – Penyajian Penyusunan Laporan keuangan Syariah
PSAK 102 – Akuntansi Murabahah
PSAK 103 – Akuntansi Salam
PSAK 104 – Akuntansi Istishna’
PSAK 105 – Akuntansi Mudharabah
PSAK 106 – Akuntansi Musyarakah

Mulai tahun buku 2008 acuan akuntansi dipisahkan menjadi PSAK


Syariah dan PSAK non Syariah, sebagai berikut:
Akuntansi non syariah Akuntansi syariah
Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian
Kerangka Dasar Penyusunan dan
Laporan keuangan (KDPPLK) Penyajian Laporan keuangan Syariah
(KDPPLKS)
PSAK 01 s/d PSAK 99 – untuk Transaksi PSAK 101 s/d PSAK 199 – untuk
Non Syariah Transaksi Syariah
Dalam PSAK Syariah yang baru pada dasarnya dilakukan mengacu pada
prinsip syariah yang dipergunakan, seperti 102 tentang Akuntansi Murabahah,
103 tentang Akuntansi Salam, 104 tentang Akuntansi Istishna’, 105 tentang
Akuntansi Mudharabah dan seterusnya.

B. Ilustrasi dan Pencatatan Akuntansi Transaksi Syariah

Dalam PSAK 59 tentang akutansi perbankan syariah hanya dibahas ketentuan-


ketentuan akuntansi, seperti pengukuran, pengakuan, pengungkapan maupun
penyajian transaksi yang dilaksanakan oleh bank umum syariah, BPR syariah
maupun cabang syariah dari bank konvensional. Jadi titik pandang akuntansi
dalam PSAK 59 tentang akuntansi perbankan syariah hanya untuk bank.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta:


Gema Insani Press, 2000). Nurul Huda, dan Mohamad Heykal, Lembaga
Keuangan Islam, (Jakarta: KENCANA, 2013).

Falahuddin, dan Icut Aprilia, Analisis Penerapan Akuntansi Pembiayaan Ijarah


Berdasarkan PSAK Nomor 107 Pada PT Bank Rakyat Indonesia
Syariah Cabang Lhokseumawe: Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 5,
Nomor 2, Agustus 2017.

Nurul Huda, dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:


KENCANA, 2013).
Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer
Edisi 2,(Jakarta: Salemba Empat, 2014).

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007).

Wiroso, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Edisi 4,(Jakarta: LPFE Usakti, 2010).

Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, (Jakarta: IAI, 2011).

Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta: LPFE Usakti, 2009).

Anda mungkin juga menyukai