Anda di halaman 1dari 16

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

Sejarah Perkembangan
Teori REBT dikembangkan oleh Albert Ellis pertama kalinya pada tahun 1955, seorang
psikoterapis yang terinspirasi oleh ajaran-ajaran filsuf Asia, Yunani, Romawi dan modern
yang lebih mengarah pada teori belajar kognitif (Ellis, 1950). Asal-usul terapi rasional-emotif
dapat ditelusuri dengan filosofi dari Stoicisme di Yunani kuno yang membedakan tindakan
dari interpretasinya. Epictetus dan Marcus Aurelius dalam bukunya “The Enchiridion”,
menyatakan bahwa manusia tidak begitu banyak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada
dirinya, melainkan bagaimana manusia memandang/menafsirkan apa yang terjadi pada
dirinya (People are not disturbed by things, but by the view they take of them) (Komalasari,
2011).
Secara khusus pendekatan terapi rasional emotif behavior berasumsi bahwa individu
memiliki karakteristik sebagai berikut: Individu memiliki potensi yang unik untuk berfikir
rasional dan irasional, pikiran irasional berasal dari proses belajar yang irasional yang didapat
dari orang tua dan budayanya, manusia adalah makhluk verbal dan berfikir melalui simbol
dan bahasa, gangguan emosional yang disebabkan oleh verbalisasi diri (self verbalizing) yang
terus menerus dan persepsi serta sikap terhadap kejadian merupakan akar permasalahan,
bukan karena kejadian itu sendiri, individu memiliki potensi untuk mengubah arah hidup
personal dan sosialnya, serta pikiran dan perasaan yang negatif dan merusak diri dapat
diserang dengan mengorganisasikan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis
dan rasional.
Landasan filosofi Terapi Rasional emotif Behavior tentang manusia tergambar dalam
quotation dari Epictetus yang dikutip oleh Ellis, yaitu “Manusia terganggu bukan karena
sesuatu tapi karena pandangan tentang sesuatu”.
Ellis mengusulkan tiga hipotesis yang fundamental dalam makalah yang berjudul
“psikoterapi rasional”. Pertama, pikiran dan emosi saling berkaitan erat. Kedua, pikiran dan
emosi saling berkaitan sehingga biasanya keduanya saling menyertai satu sama lain, dan hal-
hal tertentu pada dasarnya sama, sehingga pikiran seseorang menjadi emosinya dan emosinya
menjadi pikirannya. Ketiga, pikiran dan emosi cenderung berbentuk self-talk atau kalimat-
kalimat yang diinternalisasikan dan untuk semua maksud praktis, kalimat yang selalu
dikatakan orang kepada dirinya akan menjadi pikiran emosinya (Ray Colledge, 2002).
Pengertian dan Tujuan
Pendekatan yang digunakan dalam REBT adalah psiko-pendidikan, yang pada asasnya
berbentuk aktif-direktif (mengarah atau membimbing) serta didaktif (mengajar). Fokus terapi
REBT adalah kepada pemikiran, emosi dan tindakan. la dilihat sebagai proses pembelajaran
(Corey, 2013). Menurut pandangan Ellis, Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah
system psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan
yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai peristiwa kehidupan ( Ellis, 1998). Menurut
Ws. Winkel (1991) dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan”
mengatakan bahwa terapi rasional emotif adalah corak konseling yang menekankan
kebersamaan dan interaksi antara berfikir dengan akal sehat (Rational Thinking), berperasaan
(Emoting), dan berperilaku (acting), sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang
mendalam dalam cara berfikir dan berperasaan dapat mengakibatkan perubahan yang berarti
dalam cara berperasaan dan berperilaku. REBT menurut beberapa pengertian di atas adalah
konselor membantu konseli mengenal secara pasti pandangan atau kepercayaan yang
irasional menjadi rasional, serta mendorong konseli untuk mengubah pandangan ke arah yang
lebih mendorong dan membantu diri.
Tujuan rational emotive behavior therapy menurut Ellis, yakni membantu klien untuk
memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik. Sedangkan Tujuan dari Rational Emotive
Behavior Therapy menurut Mohammad Surya sebagai berikut:
1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku dan pola fikir yang irasional dan tidak
logis menjadi rasional dan lebih logis agar klien dapat mengembangkan dirinya.
2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.
3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty,
Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
Konsep Dasar
Untuk memahami dinamika kepribadian dalam pandangan terapi rasional emotif perlu
memahami konsep-konsep dasar yang dikemukakan Ellis (1994), ada tiga hal yang terkait
dengan perilaku, yaitu Activating Event (A), Belief (B), dan Consequence (C), yang kemudian
dikenal dengan konsep A-B-C. Setelah A-B-C menyusul Disputing (D) dan Effective new
philosophy of life (E) untuk memasukkan perubahan dan hasil yang diharapkan dari
perubahan. Selain itu, huruf Goal (G) dapat diletakkan terlebih dahulu untuk memberikan
konteks bagi ABC seseorang (dalam Richar Nelson, 2011).
1. Antecedent Event (A) merupakan segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku,atau sikap
orang lain. Pada terapi REBT therapist mendorong konseli untuk berasumsi bahwa
critical A adalah benar meskipun kenyataannya dengan itu konseli menderita. Kondisi
ini dimaksudkan agar therapist dapat mengidentifikasi penyebab dari konseli memiliki
critical A dan mendorong konseli untuk merasa ada masalah dengan pikirannya itu
sehingga pemaknaan kembali terhadap situasi A dapat dilakukan.
2. Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional(rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan rasional merupakan cara berfikir atau sistem yang tepat, masuk
akal, bijaksana, dan produktif. Sedangkan keyakinan yang irasional merupakan cara
berfikir atau sistem yang salah, tidak masuk akal, emosional dan karena itu tidak
produktif.
3. Emotional Consequenee (C) adalah konsekuensi atau reaksi emosional seseorang
sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi
dalam hubungannya dengan (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari
(A) tapi disebabkan oleh keyakinan individu (B) baik yang rasional atau yang irasional.
Setelah ABC menyusul Desputing (D) merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmiah
untuk membantu konseli menantang keyakinan-keyakinan irasionalnya. Desputing
merupakan implementasi dari proses terapi yang dijalankan oleh konselor dan konseli melalui
proses belajar mengajar, dimana konselor menunjukkan berbagai prinsip prinsip logika dan
dapat diuji kebenarannya untuk menyanggah keyakinan irrasional konseli. (Namora, 2013).
Hasil akhir dariproses A-B-CD berupa Effect (E) perilaku kognitif dan emotif.
Bilamana A-B-C-D berlangsung dalam proses berpikir yang rasional maka hasil akhirnya
berupa perilaku positif, sebaliknya jika proses berpikir yang irasional maka hasil akhirnya
berupa tingkah laku negatif.
Proses Terapi
Untuk mencapai tujuan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) konselor melakukan
langkah-langkah konseling antara lainnya :
1. Langkah pertama Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan
dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien
mengembangkan nilai-nilai sikapnya yang menunjukkan secara kognitif bahwa klien
telah memasukkan banyak keharusan, sebaiknya dan semestinya klien harus belajar
memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dan keyakinan irasional, agar klien
mencapai kesadaran.
2. Langkah kedua Membawa klien ketahapan kesadaran dengan menunjukan bahwa dia
sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya untuk tetap aktif dengan
terus menerus berfikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ulang dengan kalimat-
kalimat yang mengalahkan diri dan mengabadikan masa kanak-kanak, terapi tidak
cukup hanya menunjukkan pada klien bahwa klien memiliki proses-proses yang tidak
logis.
3. Langkah ketiga Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan
gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien dapat berubah fikiran yang
jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi yang masuk akal.
4. Langkah keempat adalah menantang klien untuk mengembangkan filosofis
kehidupanya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional. Maksudnya adalah
mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk masuk dalam dirinya.
Teknik Terapi
Rational Emotive Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat kognitif,
afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. teknik-teknik Rational Emotive
Behavior Therapy sebagai berikut :
1. Teknik-Teknik Kognitif
Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketut
menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
a. Tahap Pengajaran
Dalam REBT, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Tahap ini
memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan
sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidak logikaan berfikir
itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Tahap Persuasif
Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang ia
kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba meyakinkan, berbagai
argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak
benar.
c. Tahap Konfrontasi
Konselor mengubah ketidak logikaan berfikir klien dan membawa klien ke arah
berfikir yang lebih logika.
d. Tahap Pemberian Tugas
Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu
dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota
masyarakat kalau mereka merasa dikucilkan dari pergaulan atau membaca buku
untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
2. Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien.
Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan klien itu
melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b. Teknik Self Modelling
Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan
perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c. Teknik Assertive Training
Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola
perilaku tertentu yang diinginkannya.
3. Teknik-Teknik Behaviouristik Terapi
Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama dalam hal upaya
modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-akar keyakinannya yang tidak
rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang tergolong behavioristik adalah:
a. Teknik reinforcement (penguatan), yaitu: untuk mendorong klien ke arah tingkah
laku yang lebih rasional dan logis denagn jalan memberikan pujian verbal (reward)
ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar
sistem nilai-nilai dan keyakinan yang irasional pada klien dan menggantinya
dengan sistem nilai yang lebih positif.
b. Teknik social modeling (pemodelan sosial) yaitu: teknik untuk membentuk
perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup
dalam suatu model sosial ang diharapkan dengan cara mutasi (meniru),
mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma
dalam sistem model sosial dengan maslah tertentu yang telah disiapkan konselor.
c. Teknik live models (mode kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan untuk
menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi interpersonal
yang kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial, interaksi dengan
memecahkan maslah-masalah.
Studi Kasus
Terapi Rasional Emotif Behavior dalam mengatasi siswa egois: studi kasus terhadap siswa X
di SMP Wachid Hasyim 4 Surabaya
1. Data- data yang diperoleh tentang diri klien adalah sebagai berikut
a. Kondisi Keluarga
Ayah X bernama HB, bekerja di pelabuhan, berangkat jam setengah enam
pagi pulang jam 4 sore. ibunya hanya ibu rumah tangga biasa yang tidak mempunyai
penghasilan, setahun terakhir ibunya menderita komplikasi, jantung bocor, liver,
kencing manis. 6X masuk rumah sakit, kontrol setiap 2x dalam seminggu harus
kontrol. Selama ini yang selalu mengantarkan Ibunya ke rumah sakit adalah X karena
saudara yang lain berhalangan. Anak pertama laki-laki bekerja di luar kota, anak
kedua perempuan sudah menikah dan berjualan di kantin sekolah sehingga harus
berangkat pagi-pagi, anak ketiga laki-laki tinggal di asrama. Hal itulah yang selalu
membuatnya jarang masuk sekolah.
b. Kondisi Ekonomi
Kondisi perekonomian konseli cukup baik karena Ayah telah bekerja dengan
sejumlah gaji. Meskipun ibunya tinggal di rumah saja. Dengan uang sejumlah itu
maka kedua orang tuanya mampu untuk menyekolahkan keempat anaknya. Namun,
kini yang masih sekolah hanya tinggal kakak ketiga X dan X sendiri.
c. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan di daerah sekitar rumah sangat baik. Karena tinggal di
daerah perkampungan maka antara tetangga yang satu dan yang lain saling mengenal.
tidak begitu jauh dari jalan raya yang memudahkan untuk transportasi termasuk
berangkat ke sekolah. Sedangkan kondisi di lingkungan sekolah konseli juga sangat
baik karena didukung dengan sarana dan prasarana yang ada, kemudian untuk tenaga
pengajar juga sudah berkompeten di bidangnya masing-masing. Dari data klien
tersebut, peneliti memberikan suatu tes tentang kepribadian yang mana dari hasil
tersebut diperoleh gejala sementara bahwa klien memiliki kebiasaan yang selalu
berdiam diri di dalam kelas, jarang bergaul dengan teman-temannya, sering
membantah dan mau menang sendiri. Sehingga ia dijauhi oleh teman-temannya. Dari
hasil wawancara teman X, dapat diketahui mengapa X selalu terlihat jarang bergaul
dengan tema-teman di kelasnya selain D&A, juga karena X pernah mengalami
trauma. X pernah dikhianati oleh teman sebangkunya di SD. Namun di lingkungan
keluarga dia tampak biasa saja. Dia memang jarang berkumpul dengan teman-
temannya di rumah karena dia selalu menjaga ibunya yang sakit.
2. Diagnosis
Pada langkah ini yang dilakukan adalah menetapkan masalah berdasarkan analisis
latar belakang penyebab timbulnya masalah. Dalam langkah ini dilakukan pengumpulan
data mengenai berbagai hal yang menjadi latar belakang atau yang melatar belakangi
masalah. Ternyata siswa X tidak mau berkumpul dengan teman-temannya, dan tidak
menyukai suasana keramaian, selalu berdiam diri di kelas, mau menang sendiri dan tidak
suka diatur. Penyebab dari sifar X tersebut antara lain dari faktor internal dia merasa
trauma karena pernah dihianati oleh teman sebangkunya yang menceritakan rahasianya
pada teman-teman sekelas sehingga dia di ejek teman-teman sekelasnya. Di berpikiran
jika temantemannya sekarang akan seperti itu juga. Karena aktivitasnya selalu di dalam
rumah menjaga Ibunya sehingga ia jarang berinteraksi di luar rumah dengan teman-
temnnya.
3. Prognosis
Langkah yang menetapkan jenis bantuan yang akan dilaksanakan untuk membimbing
anak. Langkah prognosis ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah
diagnosis. Sedangkan untuk konseling yang telah dilaksanakan di sekolah ini hanya
untuk siswa X adalah konseling individu, yang mana dalam konseling individu ini
pemberian bantuan diberikan secara perseorangan dan secara langsung. Dalam hal ini
diharapkan siswa tersebut mampu untuk mengenali dirinya dengan cara mengoptimalkan
kemampuan yang ada. Maka siswa diajarkan untuk dapat mandiri dan pemberian
motivasi kepada siswa X namun tidak berhasil. Sehingga peneliti sekaligus konselor
akan mencoba untuk memberikan konseling dengan menggunakan terapi Rasional
Emotif Behavior kepada siswa X karena dengan pemberian terapi ini maka konselor
bertujuan untuk mengubah cara pandang, berpikir, sikap dan keyakinan yang tidak logis,
rasa takut, rasa cemas yang berlebihan mengubahnya menjadi logi dan rasional.
Sehingga menjadikan siswa X dapat mengenal dirinya, sebagaimana sifat siswa X yang
tidak sesuai untuk membangun kemampuan yang bermanfaat dan merubah perilaku yang
tidak sesuai dengan harapan, dengan menggunakan teknik-tekhnik yang ada di dalam
terapi Rasional emotif behavior yang sesuai dengan masalah yang dialami konseli. Sebab
dengan menggunakan tekhnik-tekhnik terapi rasional emotif behavior sehingga dapat
mengembangkan dan meningkatkan self Actualization-nya seoptimal mungkin melalui
tingkah laku yang baik, serta mengatasi gangguan-gangguan emosionalnya.
4. langkah-langkah dalam Terapi Rasional Emotif Behavior adalah
a. Konselor menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan
dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya. Menunjukkan bagaimana klien
mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikapnya. Dan menunjukkan secara kognitif
bahwa klien telah melakukan banyak “keharusan”, “sebaliknya”, dan “semestinya”.
Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dan
keyakinankeyakinan yang irasional, konselor juga menunjukkan hubungan
ganggguan irasional itu dengan gangguan emosional yang dialami.
b. Konselor membawa klien ke tahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa klien
mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya untuk tetap aktif dengan terus
menerus berpikir secara irasional dan dengan mengulang-ulang kalimat-kalimat
yang mengalahkan diri. Dalam hal ini konselor membantu klien meyakini bahwa
berpikir dapat ditantang dan diubah.
c. Konselor berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan
gagasan-gagasan irasionalnya. Terapi rasional emotif behavior berasumsi bahwa
keyakinan-keyakinan yang irasional itu berakar sehingga biasanya klien tidak
bersedia mengubahnya. Konselor membantu klien untuk memahami hubungan
antara gagasan-gagasan yang mengalahkan diri dan filsafat-filsafatnya yang tidak
realistik yang menjurus pada proses penyesalan diri.
Dalam teori kepribadian Ellis dapat dijelaskan:
A (Antecedent Event) adalah penghianatan
B (Belief) adalah penolakan, di ejek, dijauhi, kehilangan sahabat karib
C (Emotional Consequence) adalah Siswa X yang egois.
D (Disputing) adalah Pemberian Terapi Rasional Emotif Behavior
E (Effect) adalah Siswa dapat bergaul dengan teman-temannya tanpa rasa takut dan
khawatir diejek dan dijauhi. Sebenarnya yang menyebabkan siswa X egois
bukanlah penghianatan yang dilakukan oleh temannya saat di SD, tetapi lebih pada
keyakinannya bahwa dirinya telah di ejek, dijauhi teman-temannya, kehilangan
sahabat karibnya. Sehingga menyebabkan anak itu egois agar dirinya tidak perlu
mengalami kehilangan dan penolakan lagi. Setelah Konselor memberikan Terapi
Rasional Emotif Behavior diharapkan siswa X yang Egois bisa bergaul dengan
teman-temannya tanpa rasa khawatir dan takut yang berlebihan karena apa yang
ditakutkannya belum tentu akan terjadi.
d. Dari tahapan terapi di atas, peneliti mencoba menemui siswa X untuk melakukan
wawancara. Proses Bimbingan dan Konseling dalam Layanan Konseling Individu
dengan menggunakan Terapi Rasional Emotif dalam teknik kognitif (Assertive)
Konselor : Assalamu’alaikum
Klien : Wa’alaikum salam. Konselor : Bagaimana kabarnya, dik?
Klien : Baik bu. (mulai menunjukkan raut muka enggan)
Konselor : Ibu, mau tanya hari rabu kemaren kamu kenapa kok nggak masuk
sekolah?
Klien : Ya, Bu. Kemaren saya mengantarkan Ibu kontrol ke rumah sakit.
Konselor : memangnya Ibumu sakit apa?
Klien : komplikasi Bu. Diabetes, liver dan jantungnya bocor.
Konselor : Kenapa nggak ngirim surat ke sekolah kalau tidak masuk?
Klien : nggak bu. Saya berangkatnya pagi sekali setengah enam.
Konselor :Kenapa nggak meminta teman-temanmu untuk ngasih tahu sekolah?
Klien : nggak bu. Saya sungkan. Saya sudah sering merepotkan D&A.
Konselor : Kamu kan bisa menghubungi teman-teman yang lain?
Klien : Tidak Bu. Saya tidak pernah minta tolong pada teman-teman. Lagi pula
saya tidak mau merepotkan mereka.
Konselor : Sepertinya mereka akan senang membantumu. Apalagi kamu kan izin
ada alasannya.
Klien : nggak bu. (klien mulai merasa enggan untuk melanjutkan pembicaraan)
Konselor : kenapa? Ada yang kamu sembunyikan? Kamu ceritakan aja ke ibu,
siapa tahu Ibu bisa membantumu.
Klien : (klien masih terlihat ragu untuk mengungkapkannya sehingga terdiam agak
lama).
Konselor : tidak perlu takut. Ibu tidak akan menceritakannya kepada orang lain.
Tapi, kamu ceritakan dulu kalau memang ada masalah.
Klien : teman-teman banyak yang tidak menyukai saya.
Konselor : Menurut kamu. Apa yang membuat mereka tidak menyukaimu.
Klien : Saya tidak tahu kenapa mereka tidak menyukai saya. Tapi di kelas saya
memang jarang berkumpul dengan teman-teman.
Konselor : kenapa kamu jarang berkumpul?
Klien : saya tidak suka keramaian. Lagi pula mereka sering ngomongin saya.
Ngapain saya ngumpul dengan orang yang tidak menyukai saya.
Konselor : bukannya kamu yang tidak menyukai mereka?
Klien : ya gitu juga sih bu.
Konselor : gitu gimana? setiap sesuatu kan pasti ada sebabnya. Mereka ngomongin
kamu dan kamu kenapa tidak menyukai mereka. Pasti ada alasannya kan?
Klien : di kelas saya memang jarang ngobrol dengan siapa saja, kecuali dengan
D&A. Karena waktu SD saya pernah dikhianati oleh teman akrab saya. Dia
menceritakan rahasia saya pada teman-teman yang lain akhirnya saya di ejek.
Sejak itu saya merasa benci padanya. Dan saya berpikir bahwa teman-teman yang
lain pasti akan seperti itu.
Konselor : Sebenarnya kamu tidak perlu berprasangka seburuk itu. Karena tidak
semua teman-teman kelasmu akan menghianatimu. Kamu tidak perlu menjauhi
mereka karena yang rugi itu kamu. Kamu tidak akan punya teman kecuali D&A,
kamu akan selalu sendirian. Apa kamu merasa nyaman dengan kesendirianmu?
Kamu jadikan saja mereka teman biasa ngobrol, diskusi, tidak perlu curhat kalau
kamu memang belum benar-benar yakin pada mereka. Yang penting kamu
mengenal mereka dan mereka mengenalmu.
Klien : saya tidak tahu bu. Bingung. Mereka suka ngomongin saya, mereka juga
terkesan menghindari saya. Mungkin juga karena saya memang jarang merespon
saat mereka mencoba ngobrol, saya juga suka membantah saat dinasehati, karena
saya tidak suka digurui, tidak suka kehidupan saya diatur oleh orang lain keuali
orang tua saya.
Konselor : kalau kamu berpikiran seperti itu, kamu akan benar-benar dihindari
teman-temanmu. Mereka menasehatimu bukan untuk mengatur tapi untuk
menunjukkan sesuatu yang benar karena mereka sayang sama kamu.
Klien : saya tidak tahu bu. Saya hanya terlalu kecewa, dan takut sakit hati lagi.
Konselor : kamu tidak bisa selamanya hidup dalam bayang-bayang kekecewaan
dan rasa sakit hati terus-menerus. Kamu tidak selamanya mengharapkan apa yang
kamu butuhkan informasi dan lainnya hanya dari D&A. Kamu membutuhkan
orang lain. Mungkin tidak sebagai teman curhat, tapi sebagai teman ngobrol, untuk
saling membantu, saling menasehati saat kita salah, atau seperti saat ini nilaimu
banyak yang rendah karena sering bolos, jarang ngumpulkan PR, bisa menitipkan
surat. Setidaknya kamu harus sadar bahwa kamu tidak bisa hidup sendirian hanya
mengandalkan 2 temanmu.
Klien : Iya, bu. Saya juga merasa tidak nyaman dengan kondisi seperti ini. Selalu
dijauhi teman-teman, telat dapet informasi, sering diomongin. Sebenarnya saya
memang tiak suka keramaian, tapi jika melihat teman-teman yang lain ngumpul
dan ketawa saya sering merasa iri. Kenapa saya tidak bisa seperti mereka.
Konselor : kamu sudah menyadari bahwa sebenarnya cara berpikirmu salah,
sekarang kamu tinggal berusaha untuk membuat dirimu merasa nyaman bersama
mereka. Kamu harus mulai bergabung dengan mereka.
Klien : tapi saya takut bu. Mereka pasti akan merasa aneh dengan peubahan saya,
mereka juga tidak akan mudah menerima saya.
Konselor : kenapa harus takut untuk sesuatu yang baik. Tentu saja mereka akan
aneh dengan perubahanmu, tapi lambat laun kalau kamu benar-benar mengubah
sikapmu yang suka membantah dan mau menang sendiri lambat laun mereka akan
merasa keanehan itu sebagai sesuatu yang baik. Ingat perubahan itu harus dimulai
dengan dirimu sendiri. Jangan berharap mereka mendekatimu karen selama ini
kamulah yang menghindarinya. Sekarang giliran kamu yang mendekati mereka,
saat kamu ditolak, kamu resapi bagaimana dulu perasaan mereka saat kamu
menolaknya. Awalnya memang akan terlihat sulit, tapi ibu yakin kamu bisa
mengatasi kesulitan itu. Kamu harus terus mencoba, bersabar untuk sesuatu yang
mendatangkan kebaikan untukmu.
Klien : Iya bu. Saya akan berusaha untuk mendekati mereka. Doakan saya ya bu.
Mudah-mudahan prosesnya lancar. Amien
Konselor : amien. Ibu akan selalu mendoakanmu semoga semuanya berjalan
dengan baik dan sesuai yang diharapkan. Kalau ada masalah jangan sungkan untuk
cerita ke ibu. Ibu akan membantumu sebisanya.
Klien : terima kasih bu. Saya merasa lega sekarang. Kalau begitu saya pamit dulu,
setelah ini ada pelajaran kesukaan saya bahasa indonesia.
Konselor : Baiklah.
Klien : Assalamualaikum
Konselor : Waalaikum salam wr.wb
Setelah melaksanakan wawancara dengan anaknya peneliti menemui Guru
BK, ternyata menurut Guru BK anak tersebut memang pendiam, jarang beragaul,
pernah berantem dengan teman sebangkunya gara-gara temannya ngasih tahu tapi
tidak digubris. Setelah itu temannya pindah ke bangku lain dan dia makin jarang
terlihat bergaul dengan teman-temannya. Dia juga sering bolos alasannya ngantar
ibunya. Teman-temannya lebih suka menghindarinya.

Proses Bimbingan dan Konseling dalam Layanan Konseling Individu dengan


menggunakan Terapi Rasional Emotif dalam teknik kognitif (Assertive Adaptive)
Beberapa minggu kemudian peneliti mewawancarai siswa X di ruang BK.
Klien : Assalamualaikum
Konselor : Waalaikum salam, silakan duduk . . .
Klien : Terima kasih bu . . .
Konselor : apa kabarnya?
Klien : Alhamdulillah baik bu . . .
Konselor : Bagaimana apa ada perkembangan yang baik?
Klien :Alhamdulillah, semua saya jalanin sesuai petunjuk ibu. Awalnya memang
terasa aneh tidak hanya menurut orang lain, tapi saya sendiri juga sedikit risih.
Tapi, lama kelamaan temateman sudah mau mengajak saya ngobrol. Tapi, itu
hanya sedikit. Masih lebih banyak yang masih acuh sama saya bu. Saya sampek
bingung mau ngadepin gimana. (raut muka sedikit sedih). Apalagi saya dikatain
sok tahu, sok baik, kalau sudah gitu saya jadi males ngedeketin mereka.
Konselor : kamu nggak usah bingung. Itu hanya sandungan kecil untuk nguji
keseriusanmu berubah. Kalau penyakitmu kumat lagi itu artinya mereka akan
mengira bahwa kamu ada maunya atau dikira gak niat berubah. Kamu harus
banyak bersabar. Niatmu tidak boleh bergeser atau berubah. Gak usah pedulikan
yang penting kamu benar-benar mencoba untuk baik. Omongan kayak gitu hanya
akan membuatmu mundur, jadi anggap saja itu sebagai masukan kamu harus bisa
meyakinkan mereka.
Klien : Iya bu. Saya kadang udah pengen mundur terus, nggak tahan diomongin
kayak gitu. Pengen kayak dulu lagi aja.
Konselor : jangan terburu-buru berpikir seperti itu, seperti halnya kamu yang masih
beradaptasi dengan teman-teman kamu, teman- teman kamu juga perlu
menyesuaikan diri dengan kamu, karena selama ini kamu sendiri yang yang
menjauhi mereka.
Klien : ya bu...saya sendiri juga masih suka risih ada ditengah-tengah mereka,
bercanda, tertawa, ngobrol, atau meminta penjelasan untuk pelajaran yang tidak
saya kuasai. Tapi kadang ada rasa takut mereka tidak suka atau enggan. Saya selalu
ragu apa saya harus berubah atau membiarkan semuanya berjalan seperti dulu.
Konselor :kamu harus selalu ingat bahwa sebuah kebaikan akan mendatangkan
rintangan yang lebih berat dari pada keburukan. Dulu saja kamu bisa bertahan saat
teman-temanmu ngomongin kamu, nyuekin kamu. Masak sekarang saat kamu
dicuekin mereka kamu harus mundur. Jalani dulu semampumu. Yang penting tetap
semangat.
Klien : ya bu, saya akan berusaha dan bersabar. Mohon bantuannya?
Konselor :tentu saja. Baiklah kamu tinggal melanjutkan atau membiasakan untuk
menyapa atau bertanya pada teman atau guru. Kamu harus terus bisa menunjukkan
perubahanmu yang lebih positif.
Klien : terima kasih bu, sepertinya saran ibu cukup membantu saya. Saya akan
mencobanya. Saya harap teman-teman bisa berteman baik dengan saya. Dan saya
bisa menghilangkan perasaan egois saya.
Konselor : tentu saja. Baiklah selamat mencoba kamu harus terus mencoba. Jangan
pernah menyerah. Kamu pasti bisa bertahan, ibu sja yakin kamu bisa masak kamu
nggak bisa.
Klien : terima kasih ibu. Konselor :Baiklah, kamu bisa kembali ke kelas kamu.
Jangan lupa untuk melatih diri merubah sikapmu.
Klien : baik bu. Assalamualaikum.
Konselor : wa’alaikum salam.
Untuk mengetahui perubahannya secara langsung konselor memantau saat
guru matematika. Di kelas saat di beri tugas kelompok siswa X sudah mau bekerja
sama dengan teman lainnya, bahkan saat ini dia tidak sendirian lagi di bangkunya.
Dia meminta penjelasan pada teman di belakang bangkunya. Sesekali terlihat siswa
X ngobrol dan bercanda. Hal ini menunjukkan bahwa siswa X sudah mulai
bergabung dan disukai teman-temannya karena merubah sikap egoisnya.
Daftar Pustaka

Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung: PT. Eresco, 1988)
Natawidjaya, Rochman, Konseling Kelompok Konsep Dasar & Pendekatan (Bandung: Rizqi
Press, 2009)
Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Teori Konseling (Ghalia Indonesia: Jakarta, 1985)
Surya, Mohammad, Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori) (Kota kembang)
Surya, Muhammad, Teori-teori Konseling (Bandung Pustaka Bani Quraisy, 2003)
Winkel, W.S., Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT. Gramedia,
2007)

Anda mungkin juga menyukai