Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MAKALAH

PENERAPAN MODEL BERFIKIR KRITIS DI RUMAH SAKIT

DI SUSUN OLEH KELOMPOK V


ADELIA AURLIA PUTRI
EKA MEILANI KUBELA
IIN SYANE TUHUMURY
IRVAN TUHUTERU
WEHELMINA FENINLAMBIR
WENDELINA KALABAY

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES GRAHA EDUKASI
MAKASSAR
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa, yang
telah memberikan anugerah kepada penyusun untuk dapat menyusun
makalah yang berjudul PENERAPAN MODEL BERFIKIR KRITIS DI RUMAH
SAKIT
Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa
Internet dan media cetak. Ucapan terima kasih kepada pembaca yang telah
memberikan partisipasinya dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam
menambah pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan. kami sadar
makalah ini belumlah sempurna maka dari itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi sempurna.

MAKASSAR,20 MARET 2019

Daftar Isi
Bab I Pendahuluan...........................................................1
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan

Bab II Pembahasan...........................................................2
2.1.1 Konsep Berpikir Kritis
2.1.2 Hak dan Kewajiban Perawat
Bab III Penutup................................................................3
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
4.3 Daftar pustaka

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Kemampuan berpikir kritis dalam keperawatan merupakan kemampuan yang


sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam
semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan
pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat
tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir
ini (Patrick, 2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.

Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang


berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak mengajarkan
atau melakukan penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali
pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun
kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan
berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran
ketrampilan berpikir pada berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar
dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa strategi pengajaran seperti
strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang menggunakan pendekatan
pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan pertanyaan yang
memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan
waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi
tersebut, yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi.
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan
berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan
berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan berpikir jika penerapannya
tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan
administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai
dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).

Strategi pengajaran berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang


dilakukan di Melaka Manipal Medical College India adalah dengan
memberikan penilaian menggunakan pertanyaan yang memerlukan
ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar
menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah yang sudah terintegrasi
menggunakan blok yang berbasis pada sistem organ. Setelah kuliah
pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta sejumlah pertanyaan
yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban
didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan a danya
kesalahan konsep dan memperjelas materi yang belum dipahami oleh
mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada program
tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan soal-soal
hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah
yang lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar (Abraham RR.,
et al., 2004)

1.2 Rumusan masalah

Apakah definisi dari berfikir kritis?


Bagaimana komponen, indikator, dan pengukuran dari berfikir kritis?
Apa saja model berpikir kritis dalam keperawatan?
Bagaimana analisa berpikir kritis?
Apa saja hak dan kewajiban perawat?
Apa saja hak dan wewenang dokter?
Apakah definisi tekanan darah?
Bagaimana kolaborasi antara perawat dan dokter?
Apa contoh kasus yang menerapkan berpikir kritis?
Bagaimana pembahasan mengenai kasus tersebut?

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui definisi dari berfikir kritis


Mengetahui komponen,indikator,dan pengukuran dari berfikir kritis
Mengetahui model berpikir kritis dalam keperawatan
Mengetahui analisa berpikir kritis
Mengetahui hak dan kewajiban perawat
Mengetahui hak dan wewenang dokter
Mengetahui definisi tekanan darah
Mengetahui kolaborasi antara perawat dan dokter
Mengetahui contoh kasus yang menerapkan berpikir kritis
Mengetahui pembahasan mengenai kasus tersebut

1.4 Manfaat

Dapat mengetahui dan memberikan contoh berpikir kritis dalam keperawatan.

Bab II

Pembahasan

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Konsep Berpikir Kritis

Definisi berpikir kritis cukup bervariasi, beberapa ahli seperti Paul, Bandman,
Stander mempunyai rumusan berpikir kritis masing–masing. Menurut Paul
(2005) berpikir kritis adalah suatu seni berpikir yang berdampak pada
intelektualitas seseorang, sehingga bagi orang yang mempunyai kemampuan
berpikir kritis yang baik, akan mempunyai kemampuan intelektualitas yang
lebih dibandingkan dengan orang yang mempunyai kemampuan berpikir yang
rendah. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara
rasional terhadap ide–ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah,
kepercayaan dan tindakan. Stander (1992) berpendapat bahwa berpikir kritis
adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang
kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterpretasikannya serta
mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu
kesimpulan tentang adanya perspektif atau pandangan baru. Paul (2005)
mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan dasar untuk mempelajari
setiap disiplin ilmu. Suatu disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan sistem
yang tidak terpisah sehingga untuk mempelajarinya membutuhkan suatu
ketrampilan berpikir tertentu.

Menurut para ahli (Pery dan Potter,2005), berpikir kritis adalah suatu proses
dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau
mengefaluasi informasi untuk membuat sebuah penilain atau keputusan
berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional
terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,masalah,
kepercayaan, dan tindakan. Menutut Strader (1992), berpikir kritis adalah
suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat atau fakta yang
mutahir dan menginterfensikan serta mengefaluasikan pendapat-pendapat
tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif
pandangan baru.

Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan


tujuannya adalah membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang
diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir pada tingkat yang lebih
tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan
merupakan control aktif yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful
thinking.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan
kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki,
kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat
kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah
proses berpikir dan belajar.

Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara
umum berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan
menggabungkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir untuk
mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga bentuk
ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–
masing disiplin ilmu.

Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep
berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri
sebagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berpikir
kritis dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari krakteristik, sikap dan
standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan
kreatifitas dalam berpikir kritis.

Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya


paham atau tahu dari komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen
berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi, sikap
dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir kritis.

Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi


memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi,
tantangan dan dukungan.

Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks, yang berdasarkan


pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominatur
umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin
dan mandiri.

A. Komponen berpikir kritis

Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam
berpikir kritis dan elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir
kritis mencakup aspek kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi,
kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran. sedangkan menurut Paul dan
Elder (2002) selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh Bassham
perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari
berpikir kritis.

Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para ahli
membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi,
analisi, evaluasi, inference, explanation dan self regulation (APPA, 1990).

Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :

1) interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud


suatu pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa, keputusan,
konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria.

2) Analysis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang


benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi
atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk manyatakan kepercayaan,
keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.

3) evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian


lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman,
situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan
inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara
pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk representasi yang lain.

4) inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur


yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk
membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan.

5) explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning


seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar
bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang
masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang
berupa argumentasi yang meyakinkan.

6) Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi


dirinya, elemen–elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang
dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam
menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil
kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).

B. Pengukuran berpikir kritis

Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu


mengukur komponen–komponen berpikir kritis yang akan diukur,
penggabungan metode merupakan cara terbaik untuk mendapatkan
gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari seseorang
individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus
diperhatikan ketika memilih alat ukur yang mencakup content validity,
concurrent validity, reliabilitas dan fairness.

Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan


cara observasi kinerja seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan
dengan mengacu pada komponen berpikir kritis yang akan diukur, kemudian
observer menyimpulkan bagaimana tingkat berpikir kritis individu yang
diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari komponen-
komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan mengajukan
pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan
keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen berpikir kritis yang
akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan outcome suatu
komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis lainnya. Tidak ada
petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting adalah
menentukan apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu menggali
komponen berpikir kritis yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah dengan
menggunakan penggabungan berbagai metode sehingga gambaran
kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).

Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster
Critical Thinking Aprasial (WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah
sebuah contoh alat yang menggunakan metode mengukur outcome berpikir
kritis dari komponen atau stimulus yang diberikan. Elemen berpikir kritis yang
dinilai dalam alat ukur ini adalah inference, pengenalan asumsi, deduksi,
interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan format
terbaru yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara 2
sampai 5. Responden disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih
kemungkinan penyelesaian dari data–data yang ada. Skor penilaian dalam
tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang merupakan penjumlahan dari
semua skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun dengan
pendekatan deduktif, dalam penyusunan instrument tersebut juga telah diuji
validitas dan reliabilitasnya (Gadzella, 1994).

Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical


Thinking Skill Test (CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir
induktif dan deduktif sehingga lebih lengkap dibandingkan dengan WGCTA.
CCTST telah diuji validitas dan realibilitasnya. Instrumen ini disusun atas 34
pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir kritis yaitu
thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning.
Gambaran berpikir kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal
yang tersedia dan tingkat kemampuan seseorang untuk masing–masing
elemen diperoleh dari skor untuk masing-masing elemen tersebut (Facione,
2000).

Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric
(HCTSR) yang lebih fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai
kegiatan belajar seperti penulisan esai, presentasi dan kegiatan pembelajaran
di klinik. Elemen yang diukur dalam instrument ini adalah interpretasi, analisis,
evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation. Hasil buah pikiran
seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar
yang lain, dinilai dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti
critical thinking. Proses penilaian dilakukan 2 orang atau lebih untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
1.Berpikir kritis perlu bagi perawat

Penerapan profesionalisme.
Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan askep.
Seorang pemikir yang baik tentu juga seorang perawat yang baik.Diperlukan
perawat, karena:
a) perawat setiap hari mengambil keputusan

b) perawat menggunakan keterampilan berfikir :

menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dan lingkungannya


menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan
penting membuat keputusan.

2.Argumentasi dalam keperawatan

Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk


menenukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan
penjelasan,mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan. Argumentasi
Badman and Badman (1988) terkait dg .konsep berfikir dalam keperawatan :

1. Berhubungan dengan situasi perdebatan.

2. Debat tentang suatu isu

3. Upaya untuk mempengaruhi individu/kelompok

4. Penjelasan yang rasional

3.Pengambilan keputusan dalam keperawatan

Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.

4.Penerapan Proses Keperawatan

Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan.Pengkajian :


mengumpulkan data dan validasi
Perawat melakukan observasi berfikir kritis dalam pengumpulan data.
Mengelola dan menggunakan ilmu-ilmu lain yang terkait.
Perumusan diagnosa keperawatan : Tahap pengambilan keputusan yang
paling kritis.
Menentukan masalah dan argumen secara rasional
Lebih terlatih, lebih tajam dalam masalahc. Perencanaan keperawatan :
pembuatan keputusan.Critical thinking à Investigasi terhadap tujuan
gunamengeksplorasi situasi, phenomena, pertanyaan, ataumasalah untuk
menuju pada hipotesa atau keputusan secaraterintegrasi.Critical thinking :
Pengujian yang rasional terhadap ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip,
argumen, kesimpulan-kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan
aktifitas (Bandman and Bandman, 1988). Pengujian berdasarkan alasan
ilmiah, pengembilan keputusandan kreatifitas

C. Elemen berpikir kritis

Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen,


pemecahan masalah, keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan
komponen keterampilan dan sikap berpikir kritis.

Elemen berpikir kritis antara lain:

Menentukan tujuan
Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
Menujukan bukti
Menganalisis konsep
Asumsi
D. Indikator Berpikir Kritis

Adapun indicator dan sub-indikator menurut kesepakatan secara internasional


dari para pakar mengenai berpikir kritis (Anderson, 2003) adalah :

a. Interpretasi (interpretation)

1) Pengkategorian

2) Mengkodekan/membuat makna kalimat

3) Pengklasifikasian makna

b. Analisis (analysis)
1) Menguji dan memeriksa ide-ide

2) Mengidentifikasi argument

3) Menganalisis argumen

c. Evaluasi (evaluation)

1) Mengevaluasi dan memepertimbangkan klain/pernyataan

2) Mengevaluasi dan mempertimbangkan argumen

d. Penarikan kesimpulan (inference)

1) Menyangsikan fakta atau data

2) Membuat berbagai alternative konjektur

3) Menjelaskan kesimpulan

e. Penjelasan (explanation)

1) Menuliskan hasil

2) Mempertimbangkan prosedur

3) Menghadirkan argument

f. Kemandirian (self-regulation)

1) Melakukan pengujian secara mandiri

2) Melakukan koreksi secara mandiri

Sedangkan indicator berpikir kritis yang berkaitan pembelajaran di dalam


kelas menurut Ennis (Innabi, 2003) adalah :

Indikator umum :

a. Kemampuan (abilities)

1) Fokus pada suatu isu spesifik


2) Menyimpan tujuan umum dalam pikiran

3) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi

4) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelas

5) Memperhatikan pendapat siswa, salah maupun benar kemudian


mendiskusikannya
6) Mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang
baru

7) Secara tepat menggunakan pernyataan atau symbol

8) Menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis

9) Kekonsistenan dalam pernyataan-pernyataan

b. Pengaturan (dispositions)

1) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan dan apa yang


seharusnya dikerjakan sebelum menjawab

2) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi yang diberikan


sebelum menjawab

3) Mendorong siswa untuk mencari informasi yang diperlukan

4) Mendorong siswa untuk menguji solusi uang diperoleh

5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan informasi


dengan menggunakan table, grafik, dan lain-lain.

Indikator-indikator yang berkaitan dengan isi (konten) :

a. Konsep (concept)

1) Mengidentifikasi karakteristik konsep

2) Membandingkan konsep dengan konsep lain

3) Mengidentifikasi contoh konsep dengan jastifikasi yang diberikan

4) Mengidentifikasi kontra contoh konsep yang diberikan


b. Generalisasi (generalization)

1) Menentukan konsep-konsep yang termuat dalam generalisasi dan


keterkaitannya
2) Menentukan kondisi-kondisi dalam menerapkan generalisasi

3) Menetukan rumusan-rumusan yang berbeda dari generalisasi (situasi


khusus)

4) Menyediakan bukti pendukung untuk generalisasi

c. Algoritma dan keterampilan (algoritms and skills)

1) Mengklarifikasi dasar konseptual dari keterampilan

2) Membandingkan performan siswa dengan performan yang patut dicontoh

d. Pemecahan masalah (problem solving)

1) Merancang bentuk umum untuk tujuan penyelesaian

2) Menentukan informasi yang diberikan

3) Menentukan relevansi dan tidak relevansinya suatu informasi

4) Memilih dan menjastifikasi suautu strategi untuk memecahkan masalah

5) Menentukan dan mendeduksi sub-tujuan yang mengarah pada tujuan

6) Menyarankan metode alternative untuk memecahkan masalah


7) Menentukan keserupaan dan perbedaan suatu masalah yang diberikan
dan masalah lain.

E. Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan

Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis di pendidikan keperawatan,


dapat digunakan tiga model, yaitu: feeling, vision model, dan examine model
yaitu sebagai berikut:

1. Feling Model

Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan.
Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan
pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan dan
perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital, perawat
merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada pernyataan serta pikiran
klien.

2. Vision model

Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan


menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan
ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien, beberapa kritis ini
digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai
pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.

3. Exsamine model

Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat
menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk
mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, meguji, melihat konfirmasi,
kolaborasi, menjelaskan dan menentukan sesuatu yang berkaitan dengan ide.

Model berfikir kritis dalam keperawatan menurut para ahli:

a.Costa and colleagues (1985)

Menurut costa and colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai ‘the six Rs”
yaitu:

1. Remembering ( mengingat)

2. Repeating (mengulang)

3. Reasoning (memberi alasan)


4. Reorganizing (reorganisasi)

5. Relating (berhubungan)

6. Reflecting (merenungkan)

b.Lima model berpikir kritis

1. Total recall

2. Habits ( kebiasaan)

3. Inquiry ( penyelidikan / menanyakan keterangan )


4. New ideas and creativity

5. Knowing how you think (mengetahui apa yang kamu pikirkan)

Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas


informal, aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam
tentang defenisi tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk mengenalisis
penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan, dan ketegasan
asumsi, kuatnya bukti-bukti,menilai kesimpulan, membedakan antara baik
dan buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil
yang diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.

F.Analisa berpikir kritis

Analisis kritis merupakan suatu cara untuk mencoba memahami kenyataan


kejadian atau peristiwa dan pernyataan yang ada dibalik makna yang jelas
atau makana langsung. Analisis kritis mempersaratkan sikap untuk berani
menentang apa yang dikatakan atau dikemukaan oleh pihak-pihak yang
berkuasa
Analisis kritis merupakan suatu kapesitas potensi yang dimiliki oleh semua
orang demikian analisis kritis tetap akan tumpul dan tidak berkembang
apabila tidak di asa atau dipraktekan
Analisis kritis merupakan upaya peribadi atau upaya kolektif
Analisis kritis menentukan kemungkinan sesuatu kesempatan yang lebih baik
ke arah langka untuk memperbaiki kenyataan atau situasi yang telah
dianalisis.
Peran terpenting untuk melaksanakan analisis kritis bukanlah serangkaian
langkah atau pertanyaan yang berangkat dari ketidak tahuan menuju
kepencerahan.
Analisis kritis juga mencoba memahami riwayat pernyataan situasi atau
masalah yang perlu dipahami. Analisis kritis mengkaji situasi atau peristiwa
yang tengah dalam proses perubahan.

2.1.2 Hak dan Kewajiban Perawat

Hak Perawat

Perawat berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan


tugas sesuai dengan profesinya.
Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisasi
sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan serta setandar dan kode etik profesi.
Perawat berhak mendapatkan informasi lengkap dari klien atau keluarganya
tentang keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang
diberikan.
Perawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan
/kesehatan secara terus menerus.
Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi
pelayanan maupun oleh klien.
Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko kerja
yang dapat menimbulkan bahayaa baik secara fisik maupun stres emosional.
Perawat berhak diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan
kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan oleh klien dan / keluarganya serta tenaga kesehatan lainnya.
Perawat berhak untuk menolak dipindahkan ke tempat tugas lain, baik melalui
anjuran maupun pengumuman tertulis karena diperlukan, untuk melakukan
tindakan yang bertentangan dengan standar profesi atau kode etik
leperawatan atau aturan perundang-undangan lainnya.
Perawat berhak untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan yang
layak atas jasa profesi yang diberikannya atas dasar perjanjian atau
ketentuan yang berlaku di institusi pelayanan yang bersangkutan.
Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
karier sesuai dengan bidang profesinya.
Hak Perawat menurut Claire Fagin (1975)

Hak untuk memperoleh martabat dalam rangka mengekspresikan dan


meningkatkan dirinya melalui penggunaan kemampuan khususnya dan latar
belakang pendidikannya.
Hak untuk memperoleh pengakuaan sehubungan dengan kontribusinya
melalui ketetapan yang diberikan lingkungan untuk praktik yang dijalankan,
serta imbalan ekonomi sehubungan dengan profesinya.
Hak untuk mendapatkan lingkungan kerja dengan stres fisik dan
emosional,serta resiko kerja yang seminimal mungkin.
Hak untuk melakukan praktik profesi dalam batas- batas hukum yang berlaku
Hak untuk menetapkan standar yang bermutu dalam perawatan yang
dilakukan.
Hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berpengaruh
terhadap keperawatan.
Hak untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan politik yang mewakili
perawat dalam meningkatkan asuhan kesehatan.
Kewajiban Perawat

Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan.


Perawat wajib memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai
dengan standar profesi dan batas kegunaannya.
Perawat wajib menghormati hak klien.
Perawat wajib merujuk klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain
yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik bila yang
bersangkutan tidak dapat mengatasinya.
Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk berhubungan
dengan keluarganya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan atau
standar profesi yang ada.
Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk menjalankan
ibadahnya sesuai dengan agama atau kepercayaan masing- masing selama
tidak mengganggu klien yang lainnya.
Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga
kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan
keperawatan kepada klien.
Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien/klien dan atau keluarganya
sesuai dengan batas kemampuannya.
Perawat wajin meningkatkan mutu pelayanan keperawatannya sesuai
denga standar profesi keperawatan demi kepuasan pasien/klien.
Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan
berkesinambungan.
Perawat wajib mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan atau
kesehatan secara terus menerus.
Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan
sesuai dengan batas kewenangannya.
Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
klien , kecuali jika diminta keterangan oleh pihak yang berwenang.
Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang
telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.

2.1.3 Hak dan Wewenang Dokter

Ditinjau dari sudut pandang sosiologi hukum, maka dokter yang melakukan
hubungan medis atau transaksi terapeutik terhadap pasien, masing-masing
mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan merupakan wadah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban, sedangkan peranan tidak lain merupakan
pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak
tersebut. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa, hak
merupakan kewenangan dokter dan pasien untuk berbuat atau tidak berbuat,
sedangkan kewajiban tidak lain merupakan beban atau tugas yang harus
dilaksanakan, sehingga hak dan kewajiban merupakan pasangan, oleh
karena di mana ada hak, disitulah ada kewajiban dan begitu sebaliknya.
Berkaitan dengan hal di atas, Alexandra Indriyanti Dewimengemukakan
beberapa hak dan kewajiban dokter dalam pelayanan kesehatan. Adapun
hak-hak dokter yang dimaksud berupa :

a) Hak untuk melakukan praktik kedokteran setelah memperoleh surat izin


dokter dan surat izin praktik;

b) Hak untuk memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari


pasiennya tentang penyakitnya;

c) Hak untuk bekerja sesuai dengan standar profesinya;

d) Hak untuk menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan


dengan etika, hukum, agama dan hati nuraninya;

e) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut


penilaiannya kerja sama dengan pasiennya tidak ada gunanya lagi kecuali
dalam keadaan darurat;

f) Hak atas privasi dokter dalam kehidupan pribadinya;

g) Hak untuk memperoleh ketenteraman bekerja dengan jaminan yang


layak di dalam memberikan kenyamanan dan suasana kerja yang baik;

h) Hak untuk mengeluarkan surat-surat keterangan dokter;

i) Hak untuk menerima imbalan jasa;

j) Hak untuk menjadi anggota perhimpunan profesi

k) Hak untuk membela diri


Hak-hak dokter yang dapat dinikmati dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana diuraikan di atas, diatur lebih tegas dalam ketentuan
Pasal 50 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
yang menyatakan antara lain sebagai berikut :

“Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai


hak :

a) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas


sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar


prosedur operasional;

c) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau


keluarganya; dan

d) Menerima imbalan jasa”.

Dari hak-hak dokter sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 di atas,


nampak bahwa dokter berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari
tindakan medis yang telah dilakukan, sepanjang apa yang telah dilakukan
dokter atau dokter gigi sesuai standar profesi dan standar prosedur
operasional. Dengan kata lain, bilamana dokter atau dokter gigi telah
melakukan tindakan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur
operasional tidak dapat dituntut secara hukum di persidangan lembaga
peradilan.

Di samping hak-hak tersebut di atas, dokter sebagai pengemban profesi


dalam pelayanan kesehatan, dibebani pula dengan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dikemukakan oleh Alexandra Indriyanti Dewiantara lain sebagai
berikut :

a) Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


sumpah kedokteran;

b) Setiap dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran


tertinggi;

c) Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, dokter tidak boleh


dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi;

d) Setiap dokter wajib melindungi makhluk insani;


e) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenarnya;

f) Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan segala


ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita;

g) Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya


tentang seorang penderita, bahkan setelah penderita meninggal dunia;
h) Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas
kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya;

i) Setiap dokter tidak diperbolehkan mengambil alih penderita dari


teman sejawatnya tanpa persetujuannya.

2.1.4 Tekanan Darah

a. Pengertian Tekanan Darah


Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan
puncakterjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik.
Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung
beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar
dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
(Smeltzer & Bare, 2001).

Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam


pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan
untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang
elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan
bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).

b. Pengukuran Tekanan Darah


Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan
darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri
dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi
metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah
kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001). Menurut Nursecerdas (2009),
bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri
inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena tertekuknya kateter,
perdarahan : ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan
pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan
sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun atas
manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang
berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian
rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan
tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis
(Smeltzer & Bare, 2001). Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai
dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas
dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai
denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan
bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah
tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik
hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan
dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita
hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita
dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer
& Bare, 2001).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk


corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan
siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul
diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2
sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi
berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal
sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan
akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun
di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang
(Smeltzer & Bare, 2001). Adapun prosedur pengukuran tekanan darah dapat
dilihat pada lampiran 4.

c. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg
(Smeltzer & Bare, 2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi
merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan
di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat diartikan sebagai peningkatan
secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan
satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003).

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu


hipertensi esensial (primer) dan hipertensi skunder. Hipertensi esensial
(primer) merupakan tipe yang hampir sering terjadi 95 persen dari kasus
terjadinya hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi
faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan.
Sedangkan hipertensi sekunder berkisar 5 persen dari kasus hipertensi.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit
jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (Palmer, 2007).

Bahaya Hipertensi

Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat


menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang
mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens,
2003). Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi adalah stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Ina, 2008).

Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di


seluruh dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et
al., 2003 dalam Kaplan, 2006). Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi
adalah salah satu penyebab kematian nomor satu, secara global. Komplikasi
pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan
kerusakan jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang
tinggi. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif
pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.

d. Hipotensi
Tekanan darah rendah atau hipotensi terjadi bila tekanan darah lebih rendah
dari biasanya, yang berarti jantung, otak dan bagian tubuh lain tidak
mendapatkan cukup darah.

Biasanya, seseorang disebut menderita hipotensi bila tekanan darahnya di


bawah 90/60 mmHg . Namun hal itu tidak berlaku bagi setiap orang. Ada
orang yang tekanan darah normalnya selalu rendah dan tidak merasakan
gangguan. Sementara, ada orang yang bertekanan darah di atas angka
tersebut dan mengalami masalah hipotensi. Faktor yang paling penting
adalah adanya perubahan tekanan darah dari kondisi normal. Tekanan darah
normal manusia berada pada kisaran 90/60 sampai 130/80 mm Hg, namun
penurunan yang signifikan, bahkan hanya 20 mm Hg, dapat menyebabkan
masalah bagi sebagian orang.

Jenis-Jenis Hipotensi

Ada tiga jenis utama hipotensi:

Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik disebabkan oleh perubahan tiba-tiba


posisi tubuh, biasanya ketika beralih dari berbaring ke berdiri, dan biasanya
hanya berlangsung beberapa detik atau menit. Hipotensi jenis ini juga dapat
terjadi setelah makan dan sering diderita oleh orang tua, orang dengan
tekanan darah tinggi dan orang dengan penyakit Parkinson.
Hipotensi Dimediasi Neural (NMH dalam singkatan bahasa Inggris). NMH
paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan anak-anak dan terjadi
ketika seseorang telah berdiri untuk waktu yang lama.
Hipotensi akut akibat kehilangan darah tiba-tiba (syok)
Gejala Hipotensi

Gejala tekanan darah rendah antara lain:

Penglihatan kabur
Kebingungan
Pingsan
Pusing
Kantuk
Lemas
Penyebab hipotensi

Penyebab hipotensi bervariasi antara lain karena:

Dehidrasi.
Efek samping obat seperti alkohol, anxiolytic, beberapa antidepresan,
diuretik, obat-obatan untuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner,
analgesik.
Masalah jantung seperti perubahan irama jantung (aritmia), serangan jantung,
gagal jantung.
Kejutan emosional, misalnya syok yang disebabkan oleh infeksi yang parah,
stroke, anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa dan trauma hebat.
Perdarahan, dll. Anda sangat disarankan berkonsultasi dengan dokter atau
spesialis jika sering pingsan atau hipotensi mengganggu kualitas hidup Anda.
Diabetes tingkat lanjut
Pengobatan

Hipotensi pada orang sehat yang tidak menimbulkan masalah biasanya tidak
memerlukan perawatan.
Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala tekanan darah rendah, Anda
mungkin memerlukan pengobatan, yang tergantung pada penyebabnya.
Jika hipotensi ortostatik disebabkan oleh obat-obatan, dokter Anda dapat
mengubah dosis atau memberikan obat yang berbeda. Jangan berhenti
minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter. Pengobatan lain untuk
hipotensi ortostatik termasuk penambahan cairan untuk mengobati dehidrasi
atau memakai selang elastis untuk meningkatkan tekanan darah di bagian
bawah tubuh.
Mereka yang menderita hipotensi jenis NMH harus menghindari pemicu,
seperti berdiri untuk waktu yang lama. Pengobatan lain melibatkan banyak
minum cairan dan meningkatkan jumlah garam dalam makanan. (Pengobatan
ini harus atas rekomendasi dokter karena terlalu banyak garam juga dapat
berbahaya bagi kesehatan).
Hipotensi akut yang disebabkan oleh syok adalah kedaruratan medis. Anda
mungkin akan diberi transfusi darah intravena, obat-obatan untuk
meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung, serta obat lainnya seperti
antibiotik.

2.1.5 Kolaborasi Antara Perawat dan Dokter

TREND DAN ISSUE YANG TERJADI

Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah


cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif
yang berbeda dalam memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan
munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi.
Kendalap sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat


timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American
Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah
Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin
dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer
dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara
kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan
pasien.

Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat


profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi
dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka
terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi
kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan
pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan
meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara
penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit Pemerintah dan swasta,
mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat sebagai
asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.

Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional


dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta menghambat
upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

PEMAHAMAN KOLABORASI

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika


hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses
kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus
disikapi.bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus
dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.

Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa


diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya.Sudah dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika,pencatatan riwayat
medis,pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien.Mahasiswa
kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial
perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan-
pasien.Selama periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para
perawat,pekerja sosial atau profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi
memang mereka berbagi linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka
tidak dididik untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.

Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini?


Bagaimana pasien menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan
apa yang dapat diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk mampu
menilai status kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan
rencana, mgevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu
yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.

Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan


pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat.
Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk
belajar merawat,menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.

Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering


pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung
jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat
dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi
nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

2.2 Kasus

AKAN MENGAMBIL TINDAKAN NAMUN TERHALANG OTORITAS

Seorang perawat berada dalam situasi ketika pasien mengalami hipotensi


dan dia ingin menolong pasien. Tetapi, dia tidak bisa melakukan itu tanpa
perintah dokter. Karena itu adalah kewenangan dokter. Sementara dokter
tidak ada di tempat.

2.3 Pembahasan

Rumusan Masalah
Apakah perawat harus mengambil tindakan untuk menolong pasien
menormalkan tekanan darahnya atau tidak?

Argumen
Hipotensi merupakan penyakit tekanan darah rendah yang biasanya ditandai
dengan kondisi pasien yang melemah, kepala pusing dan pembuluh darah
pasien biasanya mengendur.

Perawat harus melakukan tindakan dasar atau melakukan pertolongan


pertama pada pasien agar kondisi pasien tidak menjadi lebih parah. Jika tidak
segera ditolong bisa menyebabkan kondisi yang lebih parah dan bisa
berakibat fatal. Kemudian setelah itu perawat sesegera mungkin
menghubungi dokter agar mendapatkan perintah untuk melakukan proses
penanganan pasien selanjutnya.

Deduksi
Pada pasien yang menderita hipotensi, sebaiknya perawat melakukan
memberikan pertolongan dasar yaitu, pemeriksaan fisik pasien (suhu,
tekanan darah, umur, dan denyut nadi), pasien diberi minum air, pasien
ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah misalnya dengan tidak diberi
bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar, dan setelah melakukan
pertolongan dasar kepada pasien perawat segera menghubungi (menelepon)
dokter.

Induksi
Pertolongan dasar seperti pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah,
dan denyut nadi), pasien diberi minum air, dan pasien ditidurkan dengan
posisi kepala lebih rendah misalnya dengan tidak diberi bantal agar suplai
oksigen ke otak lebih lancar, harus dilakukan oleh perawat jika menghadapi
pasien dengan keadaan hipotensi serta tak lupa segera menghubungi
(menelepon) dokter jika dokter tidak ada di tempat setelah melakukan
pertolongan dasar.

Evaluasi
– Melakukan pertolongan dasar tanpa menelepon dokter

Positif :

Kondisi pasien akan lebih cepat membaik dan hipotensi yang diderita pasien
tidak akan bertambah parah
Kelancaran suplai oksigen pada otak pasien dapat teratasi dengan cepat dan
tepat
Tidak akan membahayakan jiwa pasien
Negatif :

Pasien tidak tertangani dengan sempurna karena penanganan yang


dilakukan masih sangat dasar (setengah-setengah)
– Melakukan pertolongan dasar kemudian segera menelepon dokter
Positif :

Dokter dapat langsung memberikan perintah untuk menginjeksi pada pasien


Waktu dan tenaga yang dibutuhkan lebih efisien, karena penanganan yang
dilakukan tidak harus menunggu kedatangan dokter melainkan melalui
perintah dokter lewat telepon
Pasien dapat langsung diinjeksi atau diberi obat atau ditolong atau ditangani
tanpa harus menunggu kedatangan dokter
Mempercepat memulihkan kondisi pasien
Negatif :

Jika kasus tersebut terjadi pada daerah terpencil yang alat komunikasi masih
minim atau sulit, maka penanganan pasien dapat tertunda
Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter
– Menelepon Dokter untuk mendapat perintah penanganan pasien

Positif :

Dokter dapat memberikan perintah untuk menangani pasien meski itu melalui
telepon
Negatif :

Waktu dan tindakan kurang efisien karena tindakan dasar belum dilakukan
perawat pada pasien tersebut
Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter
– Menunggu kedatangan dokter

Positif :

Penanganan pasien dapat lebih intensif dan akurat


Ketika dokter datang, dapat langsung dilakukan injeksi obat-obatan untuk
mengatasi hipotensi yang dialami pasien
Negatif :

Bila dokter berada dalam jarak yang jauh dan tidak segera datang, maka
kondisi pasien dapat menjadi lebih parah karena tidak segera ditangani
Membahayakan jiwa pasien karena dapat berakibat fatal (pasien tidak
tertolong) jika masih menunggu dokter
– Melakukan injeksi secara langsung tanpa menunggu dokter

Positif :

Pasien tertangani dengan baik


Suplai injeksi obat-obatan dapat membantu mengurangi hipotensi yang terjadi
pada pasien
Negatif :

Perawat dapat disalahkan atau ditegor karena melakukan injeksi tanpa


menunggu dokter
Perawat tidak menghargai wewenang dokter
Perawat melanggar undang-undang
Keputusan
Perawat harus melakukan pertolongan dasar pada pasien, yaitu dengan
pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah, dan denyut nadi), lalu pasien
diberi air minum, dan pasien ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah
misalnya dengan tidak diberi bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar.
Kemudian, setelah melakukan pertolongan dasar kepada pasien perawat
segera menghubungi (menelepon) dokter yang bersangkutan sehingga
perawat tersebut dapat segera menerima perintah dari dokter untuk
melakukan injeksi obat-obatan atau penanganan yang lain.

Bab III

Penutup
3.1 Kesimpulan

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial


untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek
kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam
pendidikan sejak 1942. Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir
kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang,
oposisi, tantangan dan dukungan.

Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, kita dituntut untuk selalu berpikir
kritis untuk menangani pSebagai perawat atau tenaga kesehatan, kita dituntut
untuk selalu berpikir kritis untuk menangani pasien. Dalam hal ini, kritis yang
dimaksud harus tetap berada dalam jalur yang ada sesuai dengan tugas dan
peran perawat. Selain itu, tugas dan peran perawat juga harus
diseimbangkan dengan tenaga medis lain, misalnya dengan tugas dan
wewenang dokter.

Seorang perawat tidak memiliki wewenang menginjeksikan obat-obatan


kepada pasien tanpa melalui perintah dokter. Bila hal ini terjadi, perawat
tersebut dapat dituntut pidana karena melanggar undang-undang. Di zaman
yang serba canggih ini, perintah penanganan atau penginjeksian pasien tidak
harus dilakukan dokter ketika bertatap muka saja. Tetapi, dapat melalui
telepon. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi terhadap waktu dan tenaga
yang dibutuhkan.

3.2 Saran

Saran penulis, sebagai tenaga kesehatan, perawat sedapat mungkin harus


selalu berpikir kritis dalam penanganan pasien tentunya tetap beracuan pada
tugas dan peran perawat itu sendiri.

Daftar Pustaka

Sumijatun. 2011.  n. Jakarta : Salemba Medika.

http://chayyoyoulii.blogspot.com/2010/10/Penerapanmodelberfikirkritis -keputusan-
secara-legal-etik.htmldiunduh pada tanggal 09 Januari 2013 pukul 13.55

Anda mungkin juga menyukai