Disusun oleh:
Kelompok 6
Fahira Ichlasul Shifa P27228018128
Jihan Ashiilah Muthia P27228018137
Nadia Marselina D.S P27228018144
Rohmad Noor Fitria P27228018157
Sri Aswintiana P27228018162
Halaman Judul…......................................................................................................i
Daftar Isi….............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan…............................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB IV Solusi......................................................................................................13
Daftar Pustaka........................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kampus merupakan tempat yang selalu dituju oleh sivitas akademika untuk
kegiatan belajar mengajar dan melakukan banyak aktivitas beragam, sehingga
kampus harus memenuhi fasilitas yang memadai untuk menjamin kualitas hidup
mereka. Kebutuhan ini tidak terbatas hanya pada ruangan tertutup, namun juga
ruangan terbuka seperti ruang terbuka hijau (RTH). Berdasarkan Peraturan
Menteri Nomor 5 Tahun 2008, secara fisik RTH terbagi menjadi RTH alami
berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman-taman nasional, serta RTH
nonalami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga berumput yang dapat
menyerap air, pemakaman, dan jalur hijau jalan. RTH seperti taman dibutuhkan
untuk memfasilitasi berbagai aktivitas di kampus yang tidak hanya digunakan
untuk sivitas akademika yaitu kegiatan belajar, rapat organisasi, tempat istirahat,
interaksi sosial, dan makan, namun juga digunakan oleh umum untuk suatu
keperluan. Sehingga, kita tidak bisa memprediksi orang yang akan mengunjungi
taman kampus merupakan seseorang yang sehat fisiknya atau seorang penyandang
disabilitas. Oleh karena itu, atribut RTH yang perlu diperhatikan yaitu
ketersediaan dan kondisi fasilitas, aksesibilitas, dan keamanan (Lee, 2010).
Terdapat sebuah RTH di lingkungan Kampus 2 Poltekkes Kemenkes
Surakarta, salah satunya adalah taman kecil yang berada di depan ruang agenda
atau biasa disebut “Taman Meja Petak”. Taman tersebut hanya memiliki fasilitas
dua meja panjang dengan empat kursi yang terbuat dari semen dan dilapisi
keramik. Tidak terdapat tempat khusus untuk penyandang disabilitas dan lantai
pemandu tunanetra di taman, akses jalannya pun tidak terlalu lebar, serta jarak
antara kursi dan meja tampak kurang ergonomis karena lumayan berjarak. Maka
dari itu, secara keseluruhan muncul pertanyaan yaitu “Apakah taman di Kampus 2
Poltekkes Kemenkes Surakarta sudah aksesibel?”. Laporan ini akan
mengobservasi dan menganalisis lebih lanjut terkait aksesibilitas taman tersebut
1
sehingga dapat memberikan solusi dengan memperhatikan asas aksesibilitas,
prinsip desain universal, ilmu ergonomi, dan data antropometri yang benar.
1. 2 Tinjauan Pustaka
A. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, Ruang Terbuka
Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
B. Fasilitas
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas
pada Bangunan Gedung Negara, fasilitas adalah semua atau sebagian
dari kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung dan
lingkungannya agar dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang
termasuk penyandang cacat dan lansia.
C. Aksesibilitas
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas
pada Bangunan Gedung Negara, aksesibilitas adalah kemudahan yang
disediakan bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia
guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan.
D. Penyandang Disabilitas
Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2006, penyandang disabilitas adalah
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental,
dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak.
E. Asas Fasilitas dan Aksesibilitas
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui aksesibilitas fasilitas taman di Kampus 2 Poltekkes
Kemenkes Surakarta.
2. Untuk menemukan solusi yang tepat bila terdapat fasilitas yang tidak
aksesibel.
BAB II
HASIL OBSERVARSI
BAGIAN HASIL
NO ANALISIS
TAMAN ANALISIS
1. Akses jalan Poin a,b,c sesuai, a. Bidang miring di akses jalan, setelah
poin d belum diukur menghasilkan tinggi 1,5 cm dan
sesuai panjang 30 cm. Yang berarti ukuran ini
sudah aksesibel.
b. Lebar jalan 1, ukuran lebar jalan 185
cm dimana ukuran ini sudah sesuai
dengan ukuran lebar yang telah
ditetapkan oleh Permen PU yang
menyebutkan lebar untuk akses 1 arah
120 cm dan akses 2 arah 160 cm.
Dimana ukuran ini sudah aksesibel.
c. Lebar jalan 2, ukuran lebar jalan 217
cm dimana ukuran ini sudah sesuai
dengan ukuran lebar yang telah
ditetapkan oleh Permen PU dimana
maksimal lebar untuk akses 1 arah 120
cm dan akses 2 arah 160 cm. Dimana
ukuran ini sudah aksesibel.
d. Lebar jalan 3, ukuran jalan 120 cm
dimana ukuran ini tidak sesuai untuk
akses 2 arah. Dimana ukuran ini tidak
aksesibel.
e. Akses jalan di dalam taman belum
memiliki ubin difabel/guiding block,
dimana ubin ini dikhususkan untuk
penyandang tunanetra.
2. Drainase Belum sesuai Terdapat drainase di pinggir taman dan di
tengah pintu masuk, kedalaman drainase
36 cm dan lebarnya 16 cm. Sesuai dengan
Permen PU kedalaman drainase maksimal
1,5 cm, mudah dibersihkan dan perletakan
lubang dijauhkan dari tepi jalur pedestrian.
Sehingga untuk ukuran drainase ini tidak
sesuai dengan Permen PU.
3. Wastafel Poin a sesuai, Terdapat banyak wastafel di area taman
poin c,d,e belum namun tidak ada satupun yang ramah
sesuai disabilitas.
a. Tinggi wastafel menurut Permen PU
adalah maksimal 85 cm, sedangkan
hasil dari pengukuran adalah 80 cm.
Hal ini menunjukkan bahwa tinggi
wastafel sudah sesuai.
b. Tinggi kran setelah diukur
mendapatkan hasil 22 cm.
c. Jarak kran ke tepi wastafel
mendapatkan hasil 19 cm, namun
menurut Permen PU ukuran yang pas
adalah maksimal 5-7 cm. Hal ini
menyatakan bahwa jarak kran ke tepi
wastafel tidak aksesibel.
d. Tinggi tiang wastafel 74 namun
menurut Permen PU maksimal 63 cm.
Hal ini tidak aksesibel karena ukuran
melebihi ukuran yang ditetapkan oleh
Permen PU.
e. Tempat sabun terlalu tinggi yaitu 60
cm, hal ini akan sulit diakses oleh
pengguna kursi roda karena letaknya
yang terlalu tinggi.
4. Akses Belum sesuai a. Akses masuk dan keluar belum diberi
masuk- tanda dan ukurannya belum sesuai
keluar taman untuk pengguna satu kursi roda karena
lebarnya hanya 95 cm, 100 cm, dan
160 cm. Sedangkan ukuran yang sudah
ditetapkan oleh Permen PU adalah 120
cm dimana ukuran ini untuk akses satu
kursi roda.
b. Akses masuk-keluar taman belum
memiliki ubin difabel/guiding block,
dimana ubin ini dikhususkan untuk
penyandang tunanetra.
5. Akses jalan Belum sesuai a. Lebar jalan 342 cm, dimana ukuran ini
di dalam sudah sesuai dengan Permen PU.
Taman b. Adapun ukuran jarak kursi panjang ke
tepi taman yaitu 50 cm. Namun ini
tidak aksesibel, karena menurut
Permen PU ukuran untuk akses satu
kursi roda adalah 120 cm.
c. Jarak kursi pendek ke tepi taman 80
cm. Ukuran ini tidak aksesibel, karena
menurut Permen PU ukuran untuk
akses satu kursi roda adalah 120 cm.
d. Akses jalan di dalam taman belum
memiliki ubin difabel/guiding block
yang dikhususkan untuk penyandang
tunanetra.
6. Meja Sesuai Tinggi meja taman sudah sesuai untuk
pengguna kursi roda karena memiliki
tinggi 72 cm dan tebal meja 10 cm,
sehingga tinggi total meja 82 cm. Dimana
tinggi meja maksimal untuk pengguna
kursi roda adalah 86 cm. Ukuran ini sudah
sesuai dengan Permen PU. Sedangkan
tinggi kursi roda menurut Organisasi
Standar Internasional (ISO) adalah 70 cm.
Sehingga ukuran meja tersebut sudah
aksesibel untuk pengguna kursi roda.
Antropometri tinggi meja minimal 76 cm
dan lebar meja minimal 92 cm. Ujung
masih lancip, sehingga hal ini dapat
membahayakan orang yang
menggunakannya.
6. Kursi Belum sesuai Panjang kursi 150, lebar kursi 40 cm,
tinggi kursi 51 cm. Antropometri panjang
kursi minimal 115 cm, lebar kursi
maksimal 40 cm dan tinggi kursi minimal
46 cm. Ukuran kursi sudah aksesibel,
namun kursi belum memiliki sandaran.
Ujung masih lancip, sehingga hal ini dapat
membahayakan orang yang
menggunakannya.
8. Jarak meja Belum sesuai Jarak meja ke kursi 25 cm, ukuran ini
ke kursi belum sesuai dan belum nyaman
digunakan.
BAB IV
SOLUSI
Solusi ini kami sarankan sebagaimana yang telah diatur menurut Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan. Setelah
dilakukan observasi dan analisis pada taman di depan ruang agenda didapatkan
bahwa taman ini belum dapat dijangkau oleh berbagai kalangan dan belum
aksesibel. Adapun gambaran denah sebelum dan sesudah kami redesign:
- Sebelum - Setelah
Selain itu, kami memiliki beberapa solusi agar lebih aksesibel yang akan
dibahas pada table dibawah ini:
NO GAMBAR SOLUSI
1. Akses jalan (dilampirkan pada a. Bidang miring pada akses jalan sudah
denah redesign di atas) sesuai namun permukaan semen perlu
diratakan kembali karena masih ada
beberapa yang belum rata. Kemudian
dilebarkan dari sisi kiri ke kanan di awal
jalan masuk. Selain itu, perlu
ditambahkan anti slip pada bidang miring
agar tidak licin.
b. Lebar jalan masuk 3 perlu ditambah agar
dapat diakses 2 kursi roda. Ukuran awal
120 cm diubah menjadi 160 cm dengan
mengambil lahan wastafel.
c. Akses jalan di dalam taman belum
memiliki ubin difabel/guiding block.
Sehingga harus ditambahkan agar
memudahkan penyandang tunanetra
untuk mengakses jalan menuju taman.
2 Drainase (dilampirkan pada Terdapat drainase di pinggir taman dan di
denah redesign di atas) tengah pintu masuk, hal ini
mengakibatkan terhambatnya akses jalan
menuju taman karena letaknya yang tidak
sesuai. Sehingga letak drainase harus
dipindahkan di samping jalan.
3 Wastafel Kami membuat area khusus untuk wastafel
ramah disabilitas, dengan detail sebagai
berikut:
a. Jarak kran ke tepi wastafel mendapatkan
hasil 19 cm, hal ini tidak sesuai dengan
Permen PU. Sehingga posisi kran perlu
dirubah dengan jarak kran ke tepi
wastafel 5-7 cm.
b. Tinggi tiang wastafel 74 namun menurut
Permen PU maksimal 63 cm. Sehingga
perlu diubah ketinggiannya agar
pengguna kursi roda bisa mengaksesnya.
c. Untuk tinggi total maksimal 85 cm,
sehingga perlu diubah ketinggiannya agar
tangan pengguna dapat menjangkau
keran.
d. Tempat sabun terlalu tinggi yaitu 60 cm,
hal ini akan sulit diakses oleh pengguna
kursi roda karena letaknya yang terlalu
tinggi. Sehingga tempat sabun perlu
dipindahkan ke samping kran.
e. Memberikan ruang gerak pada wastafel
minimal 120 cm dan lebar 80 cm
f. Diberi handrail pada sisi kanan dan kiri
wastafel dengan tinggi 60 cm
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan observasi dan analisis, didapatkan bahwa Taman
Meja Petak yang berada di Kampus 2 Poltekkes Kemenkes Surakarta
belum aksisibel. Maka dari itu kami memberikan solusi berupa perbaikan
pada akses, menambah lebar jalan, memberikan ubin difabel/guiding
block, pada drainase yaitu harus dipindahkan ke area pinggir taman,
menyediakan wastafel ramah disabilitas, memperlebar akses masuk dan
keluar serta area di dalam taman, menutup drainase yang berada di depan
pintu masuk, merubah ujung meja dan kursi menjadi tumpul,
menghilangkan 1 kursi untuk pengguna kursi roda, dan menambah
panjang meja sepanjang 30 cm untuk papan slorokan di bawah meja untuk
pengguna kursi roda, kemudian menambah sandaran pada kursi dengan,
serta merubah jarak meja ke kursi agar lebih ergonomis. Solusi-solusi ini
diberikan sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada
bangunan gedung dan lingkungan.
B. Saran
Kami sarankan kepada pihak Kampus 2 Poltekkes Kemenkes
Surakarta agar melakukan renovasi pada beberapa bagian taman agar dapat
digunakan oleh semua orang termasuk disabilitas yang menggunakan kursi
roda ataupun tunanetra sesuai dengan peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriani, I. N., & Susanti, R. (2020). Persepsi Mahasiswa terhadap Ruang Terbuka
Hijau Ideal di Kampus Undip Tembalang. Teknik PWK (Perencanaan
Wilayah Kota), 9(3).
Amiany, R. S. S., & Virgiyanti, L. (2014). KARAKTERISTIK ARSITEKTURAL
RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PALANGKA RAYA. Jurnal
Perspektif Arsitektur│ Volume, 9(1).
Suripto, S., Melatifani, M., & Pratama, M. I. (2019). TINJAUAN RUANG
TERBUKA HIJAU DI KAMPUS POLITEKNIK NEGERI JAKARTA.
Construction and Material Journal, 1(2), 201-210.
Nofirza, N., & Infi, Z. (2011). PERANCANGAN ALAT BELAJAR DAN
BERMAIN YANG ERGONOMIS DI TAMAN KANAK-KANAK
ISLAM PERMATA SELAT PANJANG. Jurnal Ilmiah Teknik Industri,
10(1), 48-58.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman
Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor : 14/PRT/M/2017 Tentang Persyaratan Kemudahan Banguna
Gedung