Anda di halaman 1dari 76

TUGAS LAPORAN KELOMPOK

MASA AWAL DEWASA


CEREBRAL PALSY

MATA KULIAH: PERKEMBANGAN MANUSIA II

Disusun oleh:
1. Aditya Anggren Prasetyo P27228019110
2. Mahendra Verdi Suseno P27228019134
3. Novera Dwi Hapsari P27228019143
4. Rifdah Arsa Sekar Buana P27228019150
5. Shofiatunnisa’ P27228019153
6. Ziza As Shifa P27228019161

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan


Mata Kuliah Perkembangan Manusia II

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TERAPI OKUPASI


JURUSAN TERAPI OKUPASI
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2020

i
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN................................................................................................1

A. DEFINISI KONDISI KLIEN....................................................................1

B. ETIOLOGI................................................................................................3

C. GAMBARAN KLINIS..............................................................................4

D. PROBLEM OT (BERDASARKAN 9 DOMAIN OT)................................5

E. PROGNOSIS.............................................................................................6

BAB II......................................................................................................................8

LAPORAN KASUS.............................................................................................8

A. DATA SUBJEKTIF..................................................................................8

1. Identitas Pasien......................................................................................8

2. Riwayat Kondisi Sekarang....................................................................8

3. Riwayat Kondisi Dahulu........................................................................8

4. Riwayat Keluarga / Kondisi Sosial........................................................9

B. DATA OBJEKTIF....................................................................................9

1. Screening Dewasa..................................................................................9

2. Pemeriksaan Pendukung......................................................................12

C. PENGKAJIAN DATA............................................................................13

1. Rangkuman Data Subjektif dan Objektif.............................................13

2. Aset......................................................................................................15

3. Limitasi................................................................................................15

ii
4. Prioritas Masalah.................................................................................15

5. Diagnosis OT.......................................................................................16

a. Occupation.......................................................................................16

b. Performance Context.......................................................................16

c. Performance Pattern........................................................................21

d. Performance Skills..............................................................................22

e. Client Factor....................................................................................32

6. TUJUAN TERAPI...............................................................................53

BAB III..................................................................................................................55

PENUTUP..........................................................................................................55

A. KESIMPULAN.......................................................................................55

B. SARAN...................................................................................................56

Daftar Pustaka........................................................................................................57

Lampiran................................................................................................................60

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI KONDISI KLIEN


Cerebral palsy adalah gabungan dari dua kata, yakni cerebral yang
berasal dari kata cerebrum yang dapat diartikan sebagai otak dan palsy berarti
kekakuan. Sehingga dapat diartikan cerebral palsy memiliki arti kekakuan
yang dikarenakan oleh hal-hal yeng terletak di dalam otak. (Abdul Salim,
(2007:170). Berbagai perubahan yang tidak normal di fungsi motorik yang
dikarenakan adanya kerusakan berupa cacat, luka atau penyakit yang terjadi
pada jaringan di dalam rongga tengkorak (A. Salim, 1996: 13). Kerusakan ini
biasa terjadi saat masih bayi atau awal dilahirkan dengan gambaran klinis
yang bisa berubah seperti menunjukan perubahan pada sikap dan pergerakan,
kelainan pada neurologis yang berupa spastis, gangguan pada ganglia basalis
dan kelumpuhan (Ngastiyah, 2000). Hal ini menyebabkan gangguan gerak
dan postur yang muncul pada janin dan anak berusia dini yang sifatnya non
progresif serta menyebabkan terbatasnya aktivitas.
Umumnya penderita cerebral palsy sering mengalami gangguan
motorik, gangguan sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi, perilaku, epilepsi,
dan gnagguan atau masalah pada muskuloskeletal (Rethlefsen, Ryan, & Kay,
2010) kelainan Cerebral palsy umumnya terdapat pada motoriknya terkadang
disertai pula dengan gangguan penyerta seperti gangguan emosi, bicara,
kecerdasan, maupun sensorik (Efendi, 2006: 118). Gangguan pada gerak
tubuh yang berhubungan dengan kerusakan otak yang menetap yang dapat
mengakibatkan otak tidak berkembang tetapi ini tidak termasuk dalam
penyakit yang progresif (Sugiarmin & Ahmad Toha M, 996: 68)
Dalam jurnal Cerebral Palsy Tipe Spastik Quadriplegi Pada Anak
Usia 5 Tahun, (2018) Mayang C.S menyebutkan bahwa Cerebral palsy
diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang dibagi menjadi empat
kategori, yaitu:

1
1. Spastik
Merupakan keadaan dimana penderitanya mengalami bentuk kekakuan
otot ataupun ketegangan otot yang membuat sebagian otot menjadi kaku
serta membuat pergerakan menjadi tidak leluasa, kaku, serta lambat
(Abdul Salim, 2007). Berdasarkan ekstrimitas yang terkena Cerebral
Palsy, spastik dibagi menjadi:
a. Monoplegi
Apabila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya mengenai pada
bagian lengan
b. Diplegia
Apabila menyerang dua ekstrimitas, yang umum terkena dalah
bagian kaki (kedua kaki)
c. Triplegia
Apabila mengenai tiga bagian ekstremitas, umumnya yang paling
banyak yakni kedua kaki dan satu tangan
d. Quadriplegia
Apabila mengenai pada empat ekstrimitas (tangan kanan dan kiri,
kaki kanan dan kiri)
e. Hemiplegia
Mengenai salah satu dari sisi tubuh (kanan atau kiri)
2. Atetoid / Diskinetik
Merupakan bentuk cerebral palsy yang punya karakter yakni gerakan
yang tidak terkontrol dikenal juga dengan istilah diskinetik atau gerak
yang gerakannya sukar terkontrol dan sikapnya abnormal serta bersifat
involunteer (Dorlan, 2005)
3. Ataksia
Merupakan kelainan yang terjadi pada bagian cerebellum, hal ini
mengakibatkan pasien penderita ataksia mengalami gangguan berupa
pengendalian diri terkait keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh
(Azizah, 2005)
4. Campuran

2
Merupakan bentuk campuran dari klasifikasi diatas. Bentuk campuran
yang umumnya dijumpai adalah spastik dan gerakan athetoid tetapi
kombinasi lain masih mungkin dijumpai. (Hendi, 2002)

B. ETIOLOGI
Etiologi pada CP hanya dapat diindentifikasi pada 50% kasus,
terdapat beberapa faktor tertentu yang mengakibatkan peningkatan resiko
terkena CP (Berker dan Yalcin, 2005). Faktor penyebab dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu faktor prenatal, faktor perinatal, dan
faktor post natal (Sulistiawayti dan Mansur, 2019). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami CP adalah kemungkinan ibu
mengalami penyakit TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cito Megalo Virus
(CMV) dan Herpes Simplek), yang mengakibatkan terjadinya infeksi pada
anaknya dan kemudian mengalami CP. (Sulistiawayti dan Mansur, 2019). Hal
ini akan berdampak pada persalinan ataupun janin yang dilahirkan seperti
cerebral palsy, cacat bawaan, terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan (Soetijiningsih, 1995).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati dan Mansur


pada tahun 2019, menujukan bahwa faktor penyebab terjadinya CP pada
faktor prenatal 60% diakibatkan karena penyakit TORCH, tumor otak, pre-
eklamsia dan beberapa infeksi lainnya. Pada faktor kelahiran atau perinatal
menunjukan bahwa 20% lahir secara prematur dan BBLR, kedua hal ini
dikatakan memiliki resiko lebih besar mengalami CP dibandingkan dengan
anak yang lahir aterm dan berat badan lahir normal. Pada faktor setelah
kelahiran atau post natal menujukan bahwa anak terinfeksi penyakit TORCH,
anak dengan hidrocepalus dan anak dengan tumor otak yang mungkin terjadi
akibat riwayat kehamilan ibu. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya CP pada anak (Sulistiawayti dan Mansur, 2019).

3
Menurut Hinchcliffe pada tahun 2007, penyebab CP pada saat masa
pra-kelahiran atau prenatal dapat terjadi kerusakan otak bayi yang disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain adalah ibu dapat mengalami
infeksi pada masa awal kehamilan, penggunaan obat yang dapat
mempengaruhi bayi/janin, plasenta berada di bawah kepala bayi di dalam
rahim, darah ibu dan darah bayi tidak cocok. (Hinchcliffe, 2007). Bayi yang
lahir secara prematur dan berat lahir rendah dapat menyebabkan kerusakan
otak setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah yang ada
di otak (Hinchcliffe, 2007).

C. GAMBARAN KLINIS
Pasien dengan cerebral palsy memiliki gambaran klinis spastik 70%
hingga 80%. Tungkai yang terkena dapat menunjukkan peningkatan refleks
tendon dalam, tremor, hipertonisitas otot, kelemahan, dan gaya berjalan yang
khas. Pasien dengan cerebral palsy juga mengalami gangguan intelektual
yang terjadi pada sekitar dua pertiga pasien cerebral palsy. Sekitar setengah
dari pasien mengalami kejang. Masalah pertumbuhan juga sering terjadi, serta
kelainan neurologis seperti gangguan penglihatan atau pendengaran dan
sentuhan abnormal dan persepsi nyeri (Krigger, 2006).
Menurut Jan (2006), pasien dengan cerebral palsy biasanya hadir
dengan keterlambatan perkembangan dan defisit motorik. Defisit motorik
cerebral palsy meliputi fenomena negatif dan fenomena positif. Fenomena
negatif seperti kelemahan, kelelahan, dan inkoordinasi sedangkan fenomena
positif seperti spastisitas, klonus, rigiditas, dan spasme. Spastisitas adalah
peningkatan tonus otot yang bergantung pada kecepatan dengan
hiperrefleksia akibat hipereksitabilitas refleks regangan. Hal ini dapat
menyebabkan kekakuan otot, gangguan fungsional, dan atrofi. Jika kondisi
tersebut tidak diobati, dapat berkembang menjadi fibrosis otot, kontraktur,
dan deformitas muskuloskeletal berikutnya.

4
D. PROBLEM OT (BERDASARKAN 9 DOMAIN OT)
Berdasarkan proses wawancara dan pengecekan dengan pasien yang
menderita penyakit Cerebral Palsy yang dilakukan pada tanggal 30 Oktober
2020 diperoleh hasil bahwa pasien mengalami gangguan OT dalam area :
1. Occupation
a. Activity Daily Living (ADL)
Pasien mengatakan bahwa beliau ingin kembali melakukan aktivitas
berjalan seperti biasa. Pasien mengatakan bahwa beliau kesulitan
ketika harus melalui jalan yang menanjak dan harus membutuhkan
bantuan orang lain ketika melalui jalanan yang menanjak. Pasien
mengatakan bahwa selama ini beliau berjalan menggunakan alat
bantu berupa walker akan tetapi saat ini tidak bisa melakukan
aktivitas berjalan tersebut karena walkernya sedang rusak. Selain
walker, pasien saat ini juga menggunakan kursi roda sebagai alat
untuk berpindah saat melakukan aktivitasnya.
b. Work
Pasien mengeluhkan ketika sedang berjualan dan barang jualannya
jatuh, pasien merasa kesulitan dengan kondisinya saat ini dengan
menggunakan kursi roda untuk mengambil barang jualannya yang
jatuh terkhususnya pada jarak jatuh yang jauh dari posisi pasien saat
itu.
2. Client Factor
a. Neuromusculoskeletal and movement-related functions
Pasien mengalami kekakuan pada ekstrimitas bawah (tungkai kaki)
yang menyebabkan pasien harus bergantung pada kursi roda ataupun
walker untuk melakukan aktivitas mobilitas berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain dan juga pasien merasa kesulitan ketika
harus melewati jalanan yang menanjak dan memerlukan bantuan
agar bisa melewati jalan tersebut.
b. Muscle functions

5
Ketika dilakukan pemeriksaan kekuatan otot pada regio wrist
ditemukan kelemahan karena pasien hanya memperoleh nilai 2 saja.
Kemudian pada regio ekstrimitas bawah sudah mengalami
kontraktur. Pasien mengatakan masih memerlukan bantuan ketika
harus melewati jalanan yang menanjak karena pasien merasa
kesulitan dalam melalui jalanan yang menanjak tersebut.
c. Sensory functions
Pada saat dilakukan pemeriksaan sterognosis, form perception dan
pengetesan dengan menggunakan dua titik, pasien mengalami
kesalahan pada saat mengidentifikasi benda atau media pada saat
pengetesan.
3. Performance Skills
a. Motor Skills
Pasien dalam aktivitas transport sehari-hari harus menggunakan
kursi roda agar dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kemudian, pasien mengatakan bahwa ketika barang jualannya
terjatuh, pasien merasa kesulitan dalam mengambil barang jualannya
tersebut apalagi jika jarak barang yang jatuh tersebut jauh. Selain itu
juga, pasien mengatakan masih memerlukan bantuan ketika melalui
jalanan yang menanjak agar dapat melewati jalanan tersebut ketika
menggunakan kursi roda.

E. PROGNOSIS
CP adalah istilah umum yang diberikan untuk berbagai penyakit
nonprogresif dan patologi yang menyebabkan gangguan gerakan dan
keseimbangan pada anak. Gambaran klinis berkisar dari sangat ringan hingga
sangat parah tergantung pada luasnya lesi pada sistem saraf pusat (CNS).
Temuan klinis ini berspektrum luas dan sulit untuk memprediksi prognosis
(Berker & Serlim, 2005). Prognosis penderita CP tergantung juga pada
penyakit penyerta yang dialami seperti retardasi mental, epilepsy, gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran), pada anak yang mengalami gejala

6
motorik ringan memiliki prognosis yang cukup baik, namun semakin banyak
penyakit penyerta akan semakin buruk prognosis pada anak tersebut (Staf
Pengajar IKA FKUI, 2007). 5-10% anak-anak dengan CP meninggal di masa
kanak-kanak, terutama di mana kejang dan cacat intelektual juga
mempengaruhi anak tersebut (Trabacca, et al., 2016).
Sebuah tinjauan tahun 2013 menyatakan bahwa hasil untuk orang
dewasa dengan cerebral palsy tanpa cacat intelektual pada tahun 2000-an
adalah bahwa "60–80% menyelesaikan sekolah menengah atas, 14–25%
menyelesaikan perguruan tinggi, hingga 61% hidup mandiri dalam
masyarakat, 25–55% dipekerjakan secara kompetitif, dan 14-28% terlibat
dalam hubungan jangka panjang dengan pasangan atau telah membentuk
keluarga " (Frisch & Msall, 2013).
Pada kegiatan sehari hari bagi mereka yang hidup dengan CP,
gangguan fungsi ekstremitas atas memengaruhi hampir 50% anak-anak dan
dianggap sebagai faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan
aktivitas dan partisipasi (Nieuwenhuijsen, et al., 2009). Dibandingkan dengan
disabilitas lainnya, penderita cerebral palsy umumnya membutuhkan lebih
banyak bantuan dalam melakukan tugas sehari-hari (AIHW, 2006). 25% atau
lebih orang dewasa dengan cerebral palsy yang dapat berjalan mengalami
peningkatan kesulitan berjalan seiring bertambahnya usia (Morgan, P. &
McGinley, 2013)

7
BAB II
LAPORAN KASUS

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas Pasien
Pasien berinisial AP berumur 20 tahun. pasien tinggal di
Kebondalem, Pemalang, Jawa Tengah. Klien merupakan seorang pelajar
SMA dan klien juga seorang pedagang. Menurut klien, walaupun ia
memiliki kondisi yang berbeda dari orang lain, dia harus mampu
menunjukkkan kepada yang lain bahwa dia bisa dan klien ingin
memanfaatkan waktu remaja untuk hal – hal yang berguna bagi masa
depanya. Klien merupakan individu dengan kondisi Cerbral Palsy Spastic
Triplegia. Klien mengalami kondisi ini sejak kecil. Menurut penuturan
klien, ketika lahir ia merupakan bayi prematur. Klien pernah
mendapatkan penanganan fisioterapi pada tahun 2007 hingga 2014,
Setelah itu, klien pindah di SLB Pemalang. Diagnosis OT pada kondisi
klien adalah occupation, client factor dan performance skill.
2. Riwayat Kondisi Sekarang
Berdasarkan pemaparan klien, kondisi klien sekarang jauh lebih
baik dibandingkan yang dahulu. Klien berpendapat hal ini dikarenakan
klien mendapatkan penanganan fisioterapi dan juga klien belajar di
sekolah yang menangani individu seperti dirinya. Pada saat ini, klien
tidak merasakan nyeri, tetapi memang ada keterbatasan dalam lingkup
gerak sendiri dan kekuatan ototnya. Klien sudah mampu melakukan
Activity of Daily Living (ADL) secara mandiri seperti mencuci baju,
makan, minum dan mandi.
3. Riwayat Kondisi Dahulu
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, diabetes
ataupun stroke tetapi klien mempunyai riwayat hipertensi. Walaupun
begitu, klien tetap menjaga pola makannya. Hal tersebut karena ayah

8
klien mengalami kondisi yang sama dengan klien. Klien dahulu
mengalami kondisi yang lebih parah dibandingkan dengan sekarang.
Dahulu klien sempat mencoba menggunakan walker baik yang beroda
atau tidak. Ketika klien menggunakan walker yang beroda klien mampu
sedangkan jika menggunakan walker yang tidak beroda klien mampu
tetapi mengalami hambatan yang besar. Klien memutuskan
menggunakan kursi roda karena walker klien rusak.
4. Riwayat Keluarga / Kondisi Sosial
Kondisi riwayat keluarga klien, klien kurang mengetahui apakah
ayah dan ibu klien mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi atau
diabtes tetapi klien mengetahui bahwa ayah klien mempunyai riwayat
hipertensi, keluarga yang lain tidak mempunyai kondisi yang sama
dengan klien. Lingkungan sosial klien yang sekarang tidak ada yang
mengalami kondisi yang sama dengan klien, tetapi dahulu klien sempat
tinggal di panti SLB banyak yang mengalami kondisi yang sama dengan
klien. Klien tidak mengkonsumsi minuman berakhol ataupun merokok
karena menurut agama yang dianut minuman berakohol tidak
memperbolehkanya.
B. DATA OBJEKTIF
1. Screening Dewasa
Berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan pada hari Jumat, 30
Oktober 2020 pasien berinisial AP dengan umur 20 tahun. Tn. AP
merupakan individu dengan kondisi Cerbral Palsy Spastic Triplegia.
Tekanan darah Tn. AP pada hari Jumat, 30 November 2020
120/80mmHg. Untuk Lingkup Gerak Sendi (LGS) klien mendapatkan
nilai yang berbeda – beda, misalnya pada area wrist untuk gerakan fleksi
mendapatkan 60o dari 80°, sedangkan untuk ekstensi lingkup gerak sendi
Tn. AP normal, yaitu 70°. Untuk radial deviation mendapatkan 10° dari
20° dan ulnar deviation 10° dari 30°.
Pada pemeriksaan otot, tonus otot Tn. AP terdapat spastisitas pada
kedua ekstremitas bawah. Hasil pemeriksaan menggunakan skala

9
Asworth untuk tingkat spastisitas menunjukkan nilai yang berarti ada
sedikit peningkatan tonus otot yang ditandai adanya “catch and release”
atau tahanan minimal pada akhir LGS saat bagian yang terkena atau
bagian-bagiannya digerakkan fleksi atau ekstensi.. Pada pemeriksaan
tonus otot dilakukan pada area wrist atau pergelangan tangan.
Berdasarkan pemeriksaan tonus metode Brennan didapatkan hasil klien
masih ada spastik ringan. Untuk reflek patologis pada aera kaki
kelompok kami tidak melakukan pemeriksaan tersebut karena adanya
kontraktur yang dialami oleh Tn. AP. Kekuatan otot pada area tangan Tn.
AP secara umum bernilai 3. Pada perut otot (Muscle Bulk) Tn. AP tidak
terdapat atropi yang signifikan.
Wajah TN. AP simetris.Tn. AP memiliki luka fisik berupa luka
bekas terkena knalpot dan ada kapalan (bekas). Tn. AP juga memiliki
kontraktur pada kedua ekstremitas bawah. Sampai saat ini, Tn. AP
menggunakan alat bantu walker beroda, kursi roda, dan tongkat. Namun,
saat ini Tn. SM lebih banyak menggunakan kursi roda karena walker
berodanya rusak.
Untuk pemeriksaan menggunakan brunnstrom stage dilakukan
evaluasi pada aera tangan dan lengan, pada aera tangan klien
memperoleh level V dan pada area lengan juga memperoleh level 5. Pada
area kaki memang tidak dilakukan pemeriksaan hal tersebut dikarenakan
terdapatnya kontraktur pada esktremitas bawah klien. Pada pemeriksaan
evaluasi tangan, Tn. AP tangkas saat menggunakan tangan kanan
maupun kiri. Kekuatan grip Tn. AP bagus, terlihat saat kami instruksikan
untuk memegang botol minuman baik menggunakan tangan kanan
ataupun kiri. Kekuatan pinch Tn. AP juga bagus saat kami instruksikan
untuk melakukan gerakan seperti mencubit jari terapis menggunakan
tangan kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan pola prehension kasar, Tn. AP mampu memulai,
mempertahankan serta menggunakan tanpa kesulitan saat kami
instruksikan untuk memegang benda berbentuk silindris, bola, dan

10
berbentuk kati. Pada pemeriksaan prehension halus seperti pad to pad,
lateral, tripod, tip to tip, dan opposition Tn. AP juga mampu memulai,
mempetahankan, serta menggunakan tanpa kesulitan.
Pada pemeriksaan dexterity, Tn. AP mampu melakukannya dengan
baik. Terlihat pada saat dia memindahkan manik manik dari kotak ke
meja. Koordinasi meraih, menggenggam, dan melepas Tn. AP pada
ekstremitas atas kanan maupun kiri juga bagus. Untuk koordinasi lengan,
mata, dan tangan kami menginstruksikan pasien untuk memindahkan
botol dari bagian tengah meja ke ujung meja. Dan hasilnya bagus.
Disdiadochokinesia Tn. AP juga bagus saat kami instruksikan untuk
melakukan gerakan mengepal dan membuka kepalan tangan tersebut
secara bergantian, klien mampu melaksanakan test tersebut dengan
benar.
Sensori Tn. AP normal, terlihata pada saat terapis mengusap
bagian kulit pasien, pasien mengatakan bagin kulit yang diusap terasa
baik sisi kanan maupun sisi kiri.Untuk visual Tn. AP juga normal baik
sisi kanan maupun kiri. Auditori Tn. AP juga bagus baik sisi kanan
maupun kiri. Pada taktil protophatic seperti nyeri superfisial, sentuhan
lembut, dan tekanan pasien pada kedua sisi juga normal. Untuk Epicritic
taktil pada lokalisasi sentuhan normal pada kedua sisi, namun untuk
stereognosis dan diskriminasi dua titik Tn. AP terdapat gangguan pada
sisi kanan maupun kiri.
Untuk pemeriksaan perceptual, dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti pemeriksan mengetai body image, body scheme, kinesteshia,
depth perception, form perception dan figure ground perception klien
mmempunyai tu semua sehingga dapat diasumsikan klien dalam kondisi
yang baik. Klien tidak mempunyai masalah sperti apraksia, agnosia
karena klien mampu memperagakan gerakan yang di intrusksikan dengan
benar dan mampu mengenali orang – orang disekitarnya. Tn. AP mampu
mengatakan saat itu adalah hari Jumat pagi, sedang berada di rumah, dan
sebelum dilakukan pemeriksaan Tn. AP ingat kemarin sore makan

11
dengan lauk apa. Tn. AP dapat menunjukkan anggota tubuh dengan
benar. Pada pemeriksaan kinestesia, Tn. AP dapat mengatakan arah
gerakan dengan baik saat mata tertutup. Pada pemeriksaan form
perception, Tn. AP dapat menunjukkan benda segitiga, segiempat,
lingkaran, dan segi enam. Tn. AP juga mampu mencocokkan gambar
yang sama bentuknya.
Untuk keterampilan kognitif seperti orientasi, memori, pemikiran
abstrak, dan pembuatan keputusan Tn. AP tergolong bagus. Tn AP
mampu mengkomprehensikan intruksi baik verbal maupun
demonstrasi.Afek Tn. AP juga normal. Tn. AP tidak memiliki defisit
dalam berbicara. Tn. AP juga dapat berbicara menggunakan bahasa
Indonesia dan paham saat diajak untuk berkomunikasi.
Pada evaluasi psikososial, Tn. AP adalah seorang warga Negara
Indonesia. Tn. AP belum menikah dan pendidikan terakhirnya adalah
SMP. Tn. AP adalah serang pedangan dan pelajar di SLB Pemalang. Tn.
AP memiliki hobi membaca Al-Quran dan pemahaman atas disfungsi
fisiknya baik. Sikap terhadap rehabilitasi juga terbuka. Tn. AP adalah
seorang penderita Cerebral Palsy Spastik Triplegia yang memiliki
harapan untuk dapat berjalan kembali.

2. Pemeriksaan Pendukung
The Functional Independence Measure (FIM) adalah alat
pengukuran 18 item yang mengeksplorasi fungsi fisik, psikologis, dan
sosial individu. (Linacre, et al., 1995) Alat tersebut digunakan untuk
menilai tingkat kecacatan pasien serta perubahan status pasien sebagai
respons terhadap rehabilitasi atau intervensi medis. (Heinemann, et al.,
1993).
Pada pemeriksaan yang kami lakukan menggunakan blanko FIM
mendapatkan nilai 118 dan masuk pada kategori mandiri penuh/complete
independence dalam melakukan aktivitas. Pada self-care seperti makan,
merias diri, mandi, berpakaian untuk tubuh bagaian atas, berpakaian

12
untuk tubuh bagian bawah, dan toileting Tn. AP mendapatkan nilai 7
yang berarti mandiri tanpa alat bantu. Manajemen bladder dan bowel
pasien juga bagus. Tn. AP melakukan mobilitas menggunakan kursi roda
secara mandiri. Untuk naik turun tangga Tn. AP perlu bantuan maksimal.
Untuk komunikasi dan kognitif sosial dalam social interaksi,
memecahkan persoalan, dan daya ingat juga bagus.

13
C. PENGKAJIAN DATA
1. Rangkuman Data Subjektif dan Objektif
Berdasarkan interview yang dilakukan pada tanggal 30 Oktober
2020 diperoleh data pasien yang berinisial Tn.AP , berjenis kelamin pria ,
berumur 20 tahun dan bertempat tinggal di Pemalang, Jateng. Tn. AP di
diagnonis oleh dokter menderita penyakit Cerebral Palsy dimana terjadi
sudah sejak kelahiran secara prematur. Tn.AP mengatakan bahwa sudah
pernah mendapatkan treatment dari Fisioterapi selama kurang lebih tujuh
tahun dari tahun 2007 hingga 2014 dan sekarang tidak mendapatkan
treatment lagi dikarenakan masalah ekonomi. Untuk kondisi sekarang
pasien merasakan lebih bisa melakukan segala aktivitas kesehariannya
walaupun kadang masih memerlukan mantuan minimal . Pasien sendiri
menuturkan bahwa kehidupannya sekarang justru lebih baik
dibandingkan dengan kehidupannya yang dahulu. Tn.AP dahulu
menggunakan alat bantu berupa walker untuk melakukan aktivitas
berjalan, akan tetapi untuk saat ini sudah tidak digunakan lagi
dikarenakan rusak dan Tn.AP sekarang cenderung menggunakan alat
bantu berupa kursi roda untuk mobilitas kesehariannya dalam berdagang.
Tn.AP sendiri menuturkan bahwa memiliki riwayat hipertensi yang
diwariskan dari Ayah kandungnya yang menderita penyakit hipertesi ,
Tn.AP sendiri tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan rokok dan lebih
cenderung suka melakukan hal-hal yang agamawi seperti membaca al-
quran , membaca hadist dan mengikuti pengajian.

14
Berdasarkan pemeriksaan yang juga dilakukan pada tanggal 30
Oktober 2020 di dapatkan hasil bahwa tekanan darah Tn.AP adalah
120/mmHg . Untuk LGS klien mendapatkan hasil yang berbeda-beda ,
untuk regio wrist pada gerakan fleksi mendapatkan 60 0 dari 80 0 , untuk
0
gerakan ekstensi mendapatkan hasil 70 . Untuk gerakan radial deviasi
dan ulnar deviasi mendapatkan nilai 10 0 . Untuk pemeriksaan pada regio
tungkai bawah tidak dilakukan dikarenakan pada kedua ekstrimitas regio
bawah pada pasien terdapat spastisitas . Untuk regio tangan , Tn.AP
sendiri mendapatkan hasil berupa nilai 3 , sementara pada regio perut
tidak dilakukan karena terdapat atrofi yang signifikan. Pada wajah Tn.AP
sendiri simestris , pada regio kaki Tn.AP terdapat luka yang
meninggalkan bekas berupa bekas kenalpot dan bekas kapalan , selain
bekas luka terdapat pula kontraktur pada ekstrimitas bawah Tn.AP yang
membuat Tn.AP harus beraktivitas menggunakan kursi roda atau alat
bantu berupa walker yang memiliki roda dan tongkat. Pada saat
pemeriksaan dengan menggunakan brunnstrom stage pada area lengan di
dapatkan hasilnya berada di level V dan begitu pula pada area tangan ,
area kaki tidak dilakukan pemeriksaan karena terdapat kontraktur.
Untuk pemeriksaan sensori pada Tn.AP dikategorikan normal, hal
tersebut dapat terlihat ketika terapis mengusap bagian kulitnya masih
terasa dikedua sisi tangan pasien. Dalam hal visual, Tn.AP juga masih
tergolong baik, begitu pula dalam pemeriksaan auditori. Ketika dilakukan
pemeriksaan taktil protophatic, Tn.AP masih dapat merasakannya,
namun pada saat pemeriksaan dengan sterognosis dan dua titik, terdapat
gangguan pada sisi kanan dan kiri. Untuk pemeriksaan perceptual pada
Tn.AP masih sangat bagus karena pasien masih mampu memahami body
image, body scheme, kineshtesia, depth perception, form perception dan
figure ground. Klien tidak mempunyai masalah sperti apraksia, agnosia
karena klien mampu memperagakan gerakan yang di intrusksikan dengan
benar dan mampu mengenali orang – orang disekitarnya. Tn. AP mampu
mengatakan saat itu adalah hari Jumat pagi, sedang berada di rumah, dan

15
sebelum dilakukan pemeriksaan Tn. AP ingat kemarin sore makan
dengan lauk apa. Tn. AP dapat menunjukkan anggota tubuh dengan
benar. Pada pemeriksaan kinestesia, Tn. AP dapat mengatakan arah
gerakan dengan baik saat mata tertutup. Pada pemeriksaan form
perception, Tn. AP dapat menunjukkan benda segitiga, segiempat,
lingkaran, dan segi enam. Tn. AP juga mampu mencocokkan gambar
yang sama bentuknya. Untuk keterampilan kognitif seperti orientasi,
memori, pemikiran abstrak, dan pembuatan keputusan Tn. AP tergolong
bagus. Tn AP mampu mengkomprehensikan intruksi baik verbal maupun
demonstrasi.Afek Tn. AP juga normal. Tn. AP tidak memiliki defisit
dalam berbicara. Tn. AP juga dapat berbicara menggunakan bahasa
Indonesia dan paham saat diajak untuk berkomunikasi. Pada evaluasi
psikososial, Tn. AP adalah seorang warga Negara Indonesia. Tn. AP
belum menikah dan pendidikan terakhirnya adalah SMP. Tn. AP adalah
serang pedangan dan pelajar di SLB Pemalang. Tn. AP memiliki hobi
membaca Al-Quran dan pemahaman atas disfungsi fisiknya baik. Sikap
terhadap rehabilitasi juga terbuka. Tn. AP adalah seorang penderita
Cerebral Palsy Spastik Triplegia yang memiliki harapan untuk dapat
berjalan kembali.
2. Aset
Tn. AP memiliki kemampuan kognitif yang bagus, masih mampu
berkomunikasi dua arah dengan baik serta memberikan respon sesuai
dengan apa yang ditanyakan. Selain itu, Tn.AP juga memiliki semangat
hidup yang tinggi dan keinginan untuk bisa berjalan kembali walaupun
tidak seperti orang normal pada umumnya.
3. Limitasi
Tn.AP memliki hambatan dalam melakukan aktivitas berjalan,
dimana pada regio kaki Tn.AP sudah mengalami kontraktur yang disertai
spastik ringan yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas
berjalan.

16
4. Prioritas Masalah
Tn.AP menginginkan untuk dapat melakukan aktivitas berjalan lagi
walaupun tidak bisa berjalan seperti orang normal pada umumnya.
5. Diagnosis OT
Berdasarkan proses wawancara dan pengecekan dengan pasien
yang menderita penyakit Cerebral Palsy yang dilakukan pada tanggal 30
Oktober 2020 diperoleh hasil bahwa pasien mengalami gangguan OT
dalam area :
a.Occupation
1) Activity Daily Living (ADL)
Pasien mengatakan bahwa beliau ingin kembali melakukan
aktivitas berjalan seperti biasa. Pasien mengatakan bahwa beliau
kesulitan ketika harus melalui jalan yang menanjak dan harus
membutuhkan batuan orang lain ketika melalui jalanan yang
menanjak tersebut. Pasien mengatakan bahwa selama ini beliau
berjalan menggunakan alat bantu berupa walker akan tetapi saat
ini tidak bisa melakukan aktivitas berjalan tersebut karena
walker-nya sedang rusak. Selain walker, pasien saat ini juga
menggunakan kursi roda sebagai alat untuk berpindah saat
melakukan aktivitasnya.
2) Work
Pasien mengeluhkan ketika sedang berjualan dan barang
jualannya jatuh, pasien merasa kesulitan dengan kondisinya saat
ini dengan menggunakan kursi roda untuk mengambil barang
jualannya yang jatuh terkhususnya pada jarak jatuh yang jauh dari
posisi pasien saat itu.
b. Performance Context
1) Environmental Factor
Merupakan aspek lingkungan fisik, sosial, dan sikap tempat orang
hidup dan melakukan kehidupannya.
Environmenta Komponen Keterangan

17
l Factor
Lingkungan Population : Klien memilki
alam dan sekelompok orang kegiatan rutin seperti
perubahan yang tinggal di mengikuti kajian
yang lingkungan tertentu kelompok ataupun
dilakukan yang memiliki pola umum dan remaja di
manusia adaptasi lingkungan lingkungan
terhadap yang sama sekitarnya
lingkungan:
Unsur hidup Sound and Klien dapat
dan mati dari vibration: fenomena mendengar suara
lingkungan yang didengar atau dari luarseperti
alam atau fisik dirasakan yang bunyi klakson motor
dan komponen mungkin memberikan dan getaran seperti
lingkungan informasi yang dering dari
yang telah berguna atau handphone serta
dimodifikasi mengganggu tentang dapat mendengarkan
oleh manusia, dunia instruksi dari terapis
serta dengan sangat baik.
karakteristik
populasi Air quality: kualtitas Berdasarkan
manusia di udara di sekitar observasi udara di
dalam lingkungan tempat sekitar tempat
lingkungan tinggal tinggal klien
tersebut. tergolong bagus,
tidak tercemar polusi
industry maupun
asap rokok. Karena
klien mengatkaan
bahwa beliau bukan
perokok
Products and Peralatan mobilitas Berdasarkan dari

18
technology: dan transportasi hasil wawancara
Produk atau pribadi dalam dan dengan klien untuk
sistem alami luar ruangan mobility beliau
atau buatan menggunakan kursi
manusia dari roda dan juga
produk, mempunyai wheleed
peralatan, dan walker.
teknologi yang
dikumpulkan,
dibuat,
diproduksi,
atau diproduksi

Communication: Sesuai dengan


kegiatan yang pemeriksaan dan
melibatkan wawancara bahwa
pengiriman dan klien mampu
penerimaan informasi menjawab
pertanyaan terapis
dengan tepat dan
mampu mengikuti
instruksi terapis
dengan baik. Hal ini
membuktikan bahwa
communication klien
baik dan tidak
memiliki gangguan.
Selain itu klien juga
pernah di minta
menjawab
pertanyaan oleh

19
orang orang dimana
hal tersebut direkam
dan dimasukan ke
jejaring social
seperti youtube
mengoperasikan
handphone sebagia
media komunikasi
Education: proses Berdasarkan dari
dan metode untuk hasil wawancara
memperoleh dengan klien beliau
pengetahuan, mengatakan sering
keahlian, atau mendengarkan
keterampilan pengajian dan
tausiyah tausiyah
dan belajar al-quran
serta hadist
Employment : Berdasarkan dari
aktivitas berupa hasil wawancara
pekerjaan yang dengan klien beliau
menghasilkan uang berjualan barang
barang, seperti
masker, gunting di
pinggir jalan serta
klien juga berjualan
pulsa
Practice of religion Dalam kondisi
and spirituality : cerebral palsy yang
kegiatan yang terkait dideritanya, klien
dengan keagamaan taat beribadah
dan spiritualitas dengan
menyesuaikan

20
posisinya
Klien juga
mendengarkan
tausiah dari media
elektronik
Virtual Klien dapat
environments : berkomunikasi
komunikasi yang dengan handphone
terjadi secara real baik itu dengan
time, waktu dekat dan fiture message
tanpa kontak fisik ataupun call
Support and Immediate and Berdasarkan dari
relationships: extended family hasil wawancara
orang yang dengan klien beliau
memberikan sekarang tinggal
dukungan fisik sendirian di kost dan
atau emosional klien juga pernah
praktis, ditempatkan di SLB
pengasuhan, pada tahun 2014.
perlindungan, Keluarga dari klien
bantuan, dan memberikan
hubungan dukungan sejak kecil
dengan orang seperti membawa
lain di rumah, klien untuk therapy
tempat kerja, rutin.
atau sekolah
atau saat
bermain atau
dalam aspek
lain dari
kegiatan sehari-

21
hari mereka

colleagues, Berdasarkan dari


neighbors, and hasil wawancara
community klien mengikuti
members kegiatan seperti
kajian, baik itu
kajian kelompok,
gelombang maupun
kajian remaja

2) Personal Factor
Merupakan latar belakang tertentu dari kehidupan dan kehidupan
seseorang dan terdiri dari ciri-ciri unik orang tersebut yang bukan
merupakan bagian dari kondisi kesehatan atau keadaan kesehatan.
Personal Factor Keterangan
Age 20 tahun
Sexual Orientation Tertarik pada perempuan
Gender Identity Laki laki
Race and ethnicity Jawa
Habits and past and Habits dari klien yakni membaca al-
current behavioral quran dan hadis serta sering
patterns mendengarkan tausiyah
Education Pendidikan terakhir dari klien adalah
Sekolah Menengah Pertama ( SMP )
Individual Klien memiliki semangat untuk bekerja,
psychological dibuktikan dengan berjualan barang dan
assets, including pulsa. Klien memiliki asset berupa
temperament, psikologi yang sehat.optimis ada
character traits, and kemauan untuk bekerja. Keramahan dari
coping styles, for pasien juga ditunjukan saat sesi
handling wawancara. Serta klien mau untuk
responsibilities, terbuka dalam menceritakan keadaannya.
stress, crises, and

22
other psychological
demands
Profession and Klien bekerja sebagai pedagang
professional
identity
Other health Klien mempunyai riwayat hipertensi.
conditions and
fitness

c.Performance Pattern
1) Habits
Dalam Occupational Therapy Practice Framework:
Domain and Process, 3rd edition dijelaskan bahwa kebiasaan
mengacu pada perilaku spesifik dan otomatis. Kebiasaan mungkin
berguna, mendominasi, atau impoverished (Boyt Schell, Gillen, &
Scaffa, 2014b; Clark, 2000; Dunn, 2000). Dalam hal ini pasien
memiliki kesenangan yaitu belajar al-quran dan hadis. Pasien juga
senang mendengarkan tausiyah.

2) Routines
Rutinitas adalah urutan pekerjaan atau aktivitas yang
ditetapkan serta menyediakan struktur untuk kehidupan sehari-
hari. Rutinitas juga dapat meningkatkan atau merusak kesehatan
(Fiese, 2007; Koome, Hocking, & Sutton, 2012; Segal, 2004).
Dalam hal ini pasien memiliki rutinitas yaitu mengikuti kajian
kelompok, kajian umum maupun kajian remaja. Pasien juga rutin
melakukan aktivitas untuk melatih kakinya agar tidak lebih kaku.
3) Roles
Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan oleh
masyarakat dan dibentuk oleh budaya dan konteks. Peran
selanjutnya dapat dikonseptualisasikan dan ditentukan oleh klien
(orang, kelompok, atau populasi). Peran yang dimiliki pasien

23
yaitu sebagai anak dari kedua orang tuanya, sebagai murid
disekolahnya, dan sebagai anggota kelompok dalam komunitas
pengajiannya.
4) Rituals
Ritual adalah tindakan simbolis dengan makna spiritual,
budaya, atau sosial. Ritual berkontribusi pada identitas klien dan
memperkuat nilai-nilai dan keyakinan klien (Fiese, 2007; Segal,
2004). Dalam hal ini pasien selalu berdoa sebelum dan setelah
melaksanakan aktivitas. Hal tersebut pasien lakukan sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME karena telah memberikan
kesempatan bagi pasien untuk melaksanakan aktivitas.
d. Performance Skills
5) Motor Skills
Motor Skills adalah kemampuan seseorang untuk
menggerakan diri atau berinteraksi dengan benda, yang meliputi
posisi tubuh, kemampuan memegang benda atau objek,
menggerakan tubuh dan benda atau ojek, dan mampu
mempertahankan kinerja tersebut.
Pasien tidak memiliki hambatan pada ekstremitas atas untuk
melakukan aktivitas. Pasien dapat mengambil, memegang dan
mempertahankan benda menggunakan kedua tangannya.
Walaupun pasien tidak merasakan nyeri pada kedua tangannya,
namun pada bagian tangan kiri pasien masih kaku dan terkadang
muncul tremor.
Pada ekstremitas bawah, pasien mengalami hambatan untuk
berjalan dan tidak dapat meluruskan kedua kakinya. Pasien dapat
berdiri namun memerlukan bantuan dari orang lain maupun
bantuan dari alat. Ketika berdiri, kedua kaki pasien tidak dapat
lurus secara sempura akibat adanya kontraktur. Namun, kedua
kaki pasien tidak mengalami kaku karena pasien pernah menjalani
proses terapi sebelumnya.

24
Dalam mobilitas sehari-hari pasien harus menggunakan kursi
roda agar dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kemudian, pasien mengatakan bahwa ketika barang jualannya
terjatuh, pasien merasa kesulitan dalam mengambil barang
jualannya tersebut apalagi jika jarak barang yang jatuh tersebut
jauh. Hal ini disebabkan karena posisi duduk di kursi roda
sehingga pasien mengalami kesulitan. Selain itu, pasien
mengatakan masih memerlukan bantuan ketika melalui jalanan
yang menanjak agar dapat melewati jalanan tersebut ketika
menggunakan kursi roda. Namun, pasien juga dapat
melakukannya secara mandiri dengan cara pasien harus turun
terlebih dahulu dari kursi rodanya, kemudian menaikan kursi roda
ke bagian yang lebih tinggi (tangga) dan setelah itu baru pasien
kembali menaiki kursi roda untuk duduk.
Skills Activity
Aligns Pasien dapat memindahkan barang dari satu sisi
ke sisi lainnya dengan baik dan tanpa penyangga
Stabilizes Pasien dapat mengambil dan memegang benda
dengan stabil dalam waktu yang lama. Selain itu,
pasien juga dapat duduk dengan postur tubuh
yang baik dan bagian punggung tidak bertumpu
pada kursi roda.
Positions Pasien dapat memposisikan tubuhnya dengan
baik saat akan mengambil benda atau barang
dagangannya dalam posisi duduk di atas kursi
roda ataupun dalam posisi duduk di lantai.

Reaches Pasien dapat menggapai barang dagangannya


secara mandiri dan dapat membungkukkan
badannya untuk mengambil barang yang
terjatuh. Akan tetapi, saat pasien duduk di atas
kursi roda, ia tidak dapat menggapai benda yang
terjatuh ke bawah karena posisinya yang duduk

25
di atas kursi roda sehingga terdapat limitasi
jangkauan pada tubuhnya.
Bends Pasien dapat membungkukan tubuhnya atau
memfleksikan trunknya ketika hendak
menggapai benda yang terjatuh atau ketika
pasien melakukan aktivitas shalat (ruku’ atau
sujud)
Grips Pasien dapat melakukan aktivitas makan,
menulis, mencuci baju, dan aktivitas lainnnya
yang membutuhkan genggaman secara mandiri.
Akan tetapi, pada bagian tangan kiri pasien
masih terlihat sedikit kaku dan terkadang
mengalami tremor
Manipulates Pasien dapat menggunakan pakaiannya secara
mandiri tanpa bantuan orang lain, selain itu ia
juga dapat mengancingkan kemeja, celana, atau
pakaian berkancing secara mandiri
Coordinates Pasien dapat melakukan aktivitas mencuci piring
secara mandiri, yang mana aktivitas ini
memerlukan koordinasi antara mata dan kedua
tangan.
Moves Pasien dapat membuka dan menutup pintu
secara mandiri, selain itu pasien juga dapat
menggunakan kursi roda tanpa bantuan orang
lain dengan cara memutar bagian roda pada
kursi roda. Sebelumnya, pasien juga dapat
menggunakan walker yang memiliki roda pada
bagian bawahnya secara mandiri.
Lifts Pasien dapat mengangkat barang dagangannya
untuk diserahkan kepada pembeli, pasien juga
dapat mengangkat peralatan makan, al-quran,
dan pakaian dengan mudah serta tanpa
merasakan beban yang berarti.

26
Walks Pasien tidak dapat menggunakan kakinya untuk
berjalan akibat kondisinya dan adanya kontraktur
pada bagian kaki.
Transports Pasien dapat membawa dan memindahkan benda
saat berada di atas kursi roda atau pada saat
duduk di lantai.
Calibrates Pasien dapat menutup pintu tanpa
membantingnya, selain itu pasien dapat mengatur
dan menentukan kekuatan yang dibutuhkan
untuk setiap aktivitas.
Flows Pasien dapat menggunakan tangannya untuk
aktivitas menulis dan makan.
Endures Pasien dapat melakukan aktivitas mencuci piring
atau mencuci baju, yang mana kedua aktivitas
itu memerlukan waktu yang cukup lama. Selain
itu pasien juga dapat melakukan aktivitas
berjualan arau berdagang dalam waktu yang
cukup lama.
Paces Pasien dapat mempertahankan laju atau tempo
kinerja yang konsisten pada saat melakukan
aktivitas, contohnya seperti pada aktivitas
mencuci dan aktivitas berdagang.

6) Process Skills
Process Skills adalah kemampuan seseorang untuk
mengatur objek, waktu dan ruang. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan untuk mempertahankan kinerja, mengatur waktu,
mengatur ruang dan objek, penggunaan kognitif, dan
mengadaptasi kinerja aktivitas.
Secara keseluruhan pasien dapat melakukan kemampuan ini
dengan baik, karena pasien dapat membedakan hal yang benar
dan salah. Sehingga tidak ada masalah yang berarti pada process
Skills yang dimiliki oleh pasien.

27
Skills Activity
Paces Pasien dapat mempertahankan laju atau
tempo kinerja yang konsisten pada saat
melakukan aktivitas, contohnya seperti pada
aktivitas mencuci dan aktivitas berdagang.
Attends Pasien dapat melakukan aktivitas hingga
selesai, tanpa terganggu oleh lingkungan
sekitarnya. Contohnya adalah pada saat
aktivitas menulis, berdagang, membaca al-
quran, beribadah, dan lain sebagainya.
Heeds Pasien dapat melakukan wawancara,
pemeriksaan, dan beberapa tes yang diberikan
oleh terapis sampai selesai seperti yang telah
disampaikan oleh terapis sebelum memulai
sesi wawancara ataupun pemeriksaan.
Chooses Pasien dapat memilih dan menentukan
pakaian apa yang akan digunakannya, barang
apa yang akan ia jual, serta dapat menentukan
aktivitas yang akan ia lakukan.
Uses Pasien dapat menggunakan pakaian sesuai
dengan fungsinya, selain itu pasien juga dapat
menggunakan alat yang menunjang
kehidupan sehari-hari sesuai dengan
fungsinya, beberapa alat tersebut adalah alat
makan, alat cuci, dan alat berdagang.
Handles Pasien dapat memegang dan memastikan
bahwa benda yang ia pegang tidak terjatuh.
Contohnya adalah memegang sendok pada
aktivitas makan, memegang alat tulis pada
aktivitas menulis, memegang uang atau
barang jualan saat berdagang, dan lain
sebagainya.
Initiates Pasien melakukan aktivitas dengan yakin

28
tanpa ragu-ragu. Contohnya pada saat
melakukan aktivitas berdagang, pasien dapat
menanyakan barang apa yang ingin dibeli
oleh pembelinya tanpa ragu-ragu. Selain itu,
pasien dapat melakukan aktivitas beribadah
tanpa ragu apakah sudah masuk waktu
beribadah atau belum, karena pasien sudah
tahu kapan saja waktu beribadah.
Continues Pasien dapat melakukan aktivitas berdagang
sampai barang yang ia jual terjual dan dapat
memberikan uang kembalian jika nominal
uang yang diberikan oleh pembeli lebih besar
daripada harga barangnya. Selain itu, pasien
juga dapat melakukan aktivitas beribadah
yang biasanya dilanjutkan dengan aktivitas
membaca al-quran.
Sequences Pasien dapat melakukan aktivitas beribadah
sesuai urutan yang benar dan tepat. Selain itu,
pasien dapat melakukan aktivitas lainnya
dengan tahapan yang sesuai dan benar.
Contohnya pada aktivitas memakai baju,
mandi, mencuci piring, mencuci baju, dan
lain sebagainya.
Terminates Pasien dapat melakukan aktivitas berdagang
hingga selesai. Selain aktivitas beribadah,
makan, memakai baju, dan mencuci hingga
selesai.
Searches/locates Pasien dapat mencari dan menempatkan
kembali barang yang akan ia jual ataupun
mencari dan menempatkan pakaian yang ia
pakai.
Restores Pasien dapat menaruh kembali peralatan

29
makan yang telat ia cuci ke tempat semula.
Selain itu, pasien juga dapat menaruh al-
quran dan peralatan ibadah ke tempatnya
semula.

Navigates Pasien dapat mengarahkan kursi rodanya


dengan baik sehingga tidak menabrak benda
di sekitarnya. Selain itu, pasien juga dapat
menggerakan tangannya sesuai dengan yang
ia inginkan.
Notices/respond Pada saat berjualan, pasien dapat berpindah
s tempat yang lebih teduh apabila tempat
berjualannya terlalu panas akibat sinar
matahari.

Adjusts Pasien dapat membawa barang dagangannya


ke tempat berjualan. Sebelum pandemi kliem
mampu pergi ke SLB secara mandiri, mandiri
disini artinya klien pergi ke sekolah tanpa
diantar oleh orang lain.
Accommodates Pasien dapat melakukan aktivitas berjualan
atau berdagang dengan baik tanpa melakukan
aktivitas yang dapat menghambat aktivitas
berdagangnya.
Benefits Pasien dapat melakukan aktivitas berdagang
sesuai jadwal, aktivitas beribadah tepat waktu
dan mengikuti kajian serta pengajian sesuai
jadwal.

7) Social Interaction Skills


Social Interaction Skills merupakan kemampuan seseorang
dalam menggunakan keterampilan verbal maupun keterampilan
non-verbal untuk berkomunikasi dengan orang lain.

30
Secara keseuluruhan pasien dapat berkomunikasi dan
berinteraksi sosial secara aktif. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
aktivitas yang dilakukan rutin oleh pasien, seperti aktivitas
berdagang dan mengikuti kajian atau pengajian.
Skills Activity
Approaches/starts Pasien dapat memulai interaksi dengan
pembelinya ketika melakukan aktivitas
berdagang.
Concludes/disengage Pasien dapat mengakhiri percakapan
s ketika proses jual-beli sudah selesai.
Produces speech Pasien dapat mempromosikan barang
dagangannya dengan cukup jelas dan
dapat didengar serta dipahami oleh
orang mendengarnya.
Gesticulates Ketika berbicara, pasien seringkali
menggunakan bahasa non-verbal atau
gestur untuk mendukung pesan yang
akan disampaikan.
Speaks fluently Pasien dapat berbicara secara jelas dan
dapat dipahami. Namun, apabila
berbicara terlalu lama ucapan pasien
akan sedikit kurang jelas dan
membutuhkan tenang yang lebih besar
daripada saat awal berbicara.
Turns toward Pasien dapat menghadapkan wajah dan
badannya ke arah lawan bicara.
Looks Pasien dapat melakukan kontak mata
dengan lawan bicara.
Places self Pasien dapat memposisikan dirinya dan
jarak yang tidak canggung dengan lawan
bicaranya
Regulates Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai
pada waktunya. Seperti pada saat waktu
berdagang pasien dapat melakukan

31
aktivitas berdagang dan jual-beli, lalu
pada aktivitas beribadah pasien
melakukan aktivitas beribadah sesuai
dengan kaidah.
Questions Klien mampu mengajukan kepada
konsumen yang akan membeli baramg
daganganya tanpa rasa ragu. Ketika
dilakukan pemeriksaan dan observasi
klien mampu mengajukan pertanyaan
kepada terapis seperti dimana terapis
berkuliah, apakah rumah terapis jauh
atau tidak, hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan infromasi.

Replies Pada saat sesi wawancara, pasien dapat


menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh terapis, dan jawaban yang diberikan
tidak melenceng dari pertanyaan.
Discloses Pasien dapat mengungkapan informasi
tentang dirinya kepada terapis pada saat
sesi wawancara.

Expresses emotion Pasien dapat mengatur emosinya ketika


berdagang, berbicara dengan orang lain,
dan lain sebagainya.
Time response Pasien tidak memotong pembicaraan
terapis pada saat dilakukan wawancara.
Selain itu, ketika mengikuti kajian pasien
juga tahu kapan waktu ia harus merespon
sehingga tidak memotong pembicaran
pemateri kajian.
Takes turn Ketika sesi wawancara, pasien dapat
memberikan waktu kepada terapis untuk

32
bertanya lebih lanjut.
Matches language Pasien menggunakan nada suara, logat,
dan tingkat bahasa yang disesuaikan
dengan lawan bicaranya.
Clarifies Pasien dapat menjelaskan ulang
kronologis yang diminta oleh terapis
dengan jelas.
Empathizes Klien mampu menunjukan empati
dengan mengungkapkan pengaalamanya.
Ketika wawancara berlangsung klien
memahami bahwa memang menimba
ilmu itu tidak mudah apalagi di masa
pandemic seperti ini diminta untuk
mencari pasien untuk tugas olehkarena
itu klien mau menjadi pasien dalam tugas
perkembangan manusia ini
Accommodates Pasien dapat mencegah interaksi sosial
yang tidak efektif atau tidak pantas
secara sosial.
Benefits Pasien dpat mencegah masalah dengan
melakukan interaksi yang diperlukan
saja dan tidak melakukan hal-hal yang
akan menghambat pekerjaan.

e. Client Factor
1) Values, Belief, Spirituality
Values adalah sebuah prinsip – prinsip, standard dan
kualitas yang dianggap berharga yang dianut oleh klien. Values
juga dapat berarti sebuah keyakinan dan komitmen yang berasal
dari budaya, dianggap baik benar dan penting untuk dilakukan
(Keilhofner,2008). Beberapa contoh mengenai values yaitu jujur
terhadap diri sendiri, komitmen terhadap keluarga,mendaptkan

33
kesempatan yang sama , mendapatkan keadilan, mendapatkan
kebebasan dalam berbicara dan bertoleransi terhadap orang tua.
Berdasrakan pemaparan mengenai values diatas jika melihat dari
kondisi klien, klien mempunyai values yang bagus hall tersebut
terihat bahwa klien sudah mampu jujur terhadap diri sendiri klien,
klien sudah mampu menerima dirinya sendiri, klien mempunyai
komitmen yang kuat terhadap keluarganya , klien juga telah
mendapatkan kesempatan yang sa,a dengan yang lain ini terlihat
dengan klien mendapatkan skesempatan untuk bersekolah dan klien
diterim baik dil lingkungan sosialnya.
Belief adalah suatu keyakinan yang dianggap benar oleh
klien (Moyers & Dale,2007). Beberapa contoh Belief misalnya
menyakinii bahwa beberapa hak manusia patut atau layak untuk
diperjuangkan, bekerja keras maka kamu akan mendapatkan hasil
yang sesuai. Belief yang ada pada diri klien yaitu klien mau
berkerja keras seperti berdagang, walaupun dalam kondisi yang
terbatas, menurut klien walaupun kita dalam kondisi terbatas kita
haru tetap berusaha dan tidak boleh mengemis, selagi masih
diberikan waktu oleh Tuhan YME
Spirituality adalah suatu aspek kemanusiaan yang terkait
dengan bagaimana individu mencari dan mengungkapkan
mengenai maknda dan tujuan serta cara yang mempunyai
keterkaitan dengan peristiwa diri sendiri, orang lain dan alam
serta keterkaitan dengan hal yang sacral (Puchalski et al.,
2009 )
2) Body Functions
Body functions adalah fungsi fisiologis dari tubuh
manusia (WHO,2001). Contoh yang termasuk kedalam Body
functions antara lain yaitu sensori,kardiovaskular, mental dan
sistem endokrin.

34
Kategori Deskripsi
MENTAL FUNCTION
Afektif Pasien dapat melakukan setiap aktivitas
dengan cukup baik dan mengerjakannya
hingga selesai. Selain itu, pasien juga cukup
aktif bersosialisasi dengan orang lain dan
dapat mengatur emosinya dengan sangat baik.
Kognitif Saat diberikan instruksi oleh terapis, pasien
dapat memahami dan mengerti dengan jelas
serta secara tidak langsung juga akan
melibatkan proses berpikir. Selain itu, pasien
juga dapat melakukan proses jual-beli ketika
berdagang
Perseptual Ketika diberikan instruksi oleh terapis, pasien
dapat menangkap dengan baik dan mengerti
dengan jelas setiap instruksi. Menganalisis
apakah nominal uang yang diberikan oleh
pembeli sudah sesuai, kurang, atau lebih
dibandingkan dari harga jual barang.
SPESIFIC MENTAL FUNCTIONS
Kognitif tingkat 1. Judgement
tinggi Pasien memiliki pertimbangan bahwa
aktivitas berdagang dan membaca al-quran
dapat menjadi aktivitas produktif yang
dipilih oleh pasien dan sesuai dengan minat
dan kemampuannya; memperhatikan waktu
ketika melakukan aktivitas seperti
berdagang, mandi, makan, dan lain
sebagainya secara efektif dan efisien.;
memahami dan mengerti mengenai proses
jual-beli saat berdagang, menjaga
kebugaran tubuh (makan terlebih dahulu

35
sebelum bekerja dan beristirahat jika sudah
lelah) dan cuaca (tidak keluar rumah pada
saat hujan).
2. Formasi Konsep Praksis
Pasien dapat memahami aktivitas
berdagang dengan baik, mulai dari
menentukan harga, mempromosikan
dagangan, mengembalikan uang kembalian
apabila nominal uang pembeli lebih besar
dari pada harga barang.
3. Fleksibilitas Kognitif
Ketika pasien kesulitan untuk melewati
jalan dengan anak tangga, pasien akan
turun dari kursi rodanya dan kemudian
menaikkan atau menurunkan kursi roda
secara perlahan dan satu persatu anak
tangga. Apabila tidak ada wastafel, pasien
memutuskan untuk bertayamum sebagai
pengganti wudhu.

Atensi 1. Sustained attention & concentration


Pada saat membaca al-quran, pasien
membutuhkan konsentrasi agar bacaan ayat
tidak salah.
Memori 1. Ingatan Jangka Pendek
Pasien dapat mengingat nama terapis yang
akan melakukan wawancara dan
pemeriksaan. Selain itu, pasien dapat
mengingat pertanyaan dan instruksi yang

36
diberikan.
2. Ingatan Jangka Panjang
Pasien dapat mengingat langkah-langkah
shalat dan wudhu. Selain itu pasien juga
dapat mengingat surah-surah yang berada
dalam al-quran.
Persepsi 1. Diskriminasi Sensasi
a. Auditori : Pasien dapat mengenali dan
membedakan suara orang lain yang ia
kenal, pasien juga dapat mengenali
suara hujan atau suara kendaraan.
b. Taktil : berkaitan dengan
sentuhan/rabaan
Dapat merasakan apakah terasa atau
tidak saat disentuh oleh terapis.
c. Visual : Pasien dapat mengetahui dan
membedakan nominal uang dengan
cara melihatnya. Selain itu, pasien juga
dapat membedakan barang yang akan
dibeli oleh pembeli.
d. Vestibular : Pasien dapat duduk
dengan seimbang saat duduk di atas
kursi roda ataupun pada saat duduk di
lantai, walaupun postur tubuh pasien
sedikit miring ke kiri.
e. Proprioseptif : Pasien dapat
mengetahui apakah dirinya sedang
duduk atau berbaring. Pada saat pasien
masih menggunakan walker, pasien
dapat merasakan kelelahan apabila
menggunakan walker terlalu lama.

37
Thought 1. Kontrol dan Isi Pemikiran
(Pemikiran) Pasien dapat menentukan apakah ia harus
melakukan aktivitas beribadah, aktivitas
berjualan atau aktivitas yang lainnya.
Selain itu pasien juga dapat menentukan
berapa uang kembalian yang akan
diberikan kepada pembeli jika nominal
uang dari pembeli terlalu besar jika
dibandingkan dengan harga jual barang
dagangannya.
2. Pemikiran Yang Logis Dan Koheren
Memahami setiap proses pekerjaan yang
dilakukan dan memahami alasan harus
menggunakan cara-cara tertentu dalam
setiap prosesnya. Misalnya, pada saat ada
pembeli yang ingin membeli barang
dagangannya, Tn.AP bisa mengambil
benda jualannya tersebut
Sekuensis 1. Kecepatan dan respon
Gerakan Kesadaran yang terjadi pada seseorang
Kompleks dalam menanggapi sesuatu secara cepat.
Ketika dilakukan tes stereognosis , Tn.AP
mampu mengenali benda yang diberikan
oleh terapis.
2. Kualitas dan Lama Waktu
Memproduksi Ketika klien
memindahkan kelereng keluar wadah,
klien memegang kelereng tersebut
dengan hati hati dan menempatkannya
di luar wadah dengan perlahan agar
kelereng tersebut tidak memantul atau

38
menggelinding karena gerakan yang
terlalu cepat
Emosi Saat berjualan, pasien dapat mengatur
emosinya untuk menarik hati para pembeli.
Pengalaman 1. Identitas diri : Pasien dapat mengetahui
diri dan waktu pandangan dan sikap terhadap diri sendiri
2. Body image : Pasien mengetahui mengenai
gambaran mental seseorang terhadap
bentuk dan ukuran tubuhnya. Contohnya,
pasien dapat mengetahui bahwa bagian
tangan kirinya tampak kaku dan
mengetahui terdapat kontraktur pada kedua
kakinya sehingga ia tidak dapat berjalan.
3. Posisi diri terhadap lingkungan dan waktu:
Pasien dapat menempatkan sejauh mana
keahliannya dalam melakukan aktivitas
(dipengaruhi pengalaman).
FUNGSI MENTAL GLOBAL
Orientasi Orientasi terhadap orang : Pasien dapat
mendengarkan terapis dengan baik dan
mengikuti instruksi yang diberikan oleh
terapis.
Orientasi terhadap tempat : kemampuan
menentukan sikap terhadap di mana kita
berada.
Mencari tempat yang teduh agar nyaman saat
melakukan pekerjaan dan mencari tempat
yang tepat agar tidak menganggu kerja
kelompok yang lain sehingga semua dapat
fokus melakukan pekerjaan masing-masing.
Orientasi terhadap waktu : Pasien mampu
menentukan sikap terhadap dimensi waktu

39
dalam suatu peristiwa. Contohnya adalah
pasien dapat menentukan kapan ia akan
mengakhiri aktivitas berdagangnya
Orientasi suasana : Pasien dapat menentukan
sikap terhadap keadaan lingkungan sekitar.
Contohnya adalah ketika pasien mengikuti
kajian atau pengajian, ia dapat menentukan
sikapnya untuk tenang dan mengikuti kajian
atau pengajian dari awal sampai akhir
Temperament Extroversi (dalam hal ini berarti keterbukaan
dan personality terhadap lingkungan luar)
Klien mengutarakan bahwa beliau mengikuti
kegiatan di luar seperti kajian kajian, baik itu
kajian kelompok. Kajian gelombang maupun
kajian remaja di lingkungannya.
Introversi : dalam hal ini berarti melakukan
pengkajian dan refleksi terhadap diri sendiri.
Sebelum bertemu dengan terapis, klien terlihat
telah mempersiapkan diri seperti memakai
baju yang rapi serta mental untuk berbagi
pengalaman dengan kondisi yang dialaminya
dan siap untuk pemeriksaan
Kestabilan emosi : dapat mengelola emosi
dengan baik.
Ketika sesi wawancara dan pemeriksaan, klien
menunjukan kesabaran yang bagus. Karena
bisa mengikuti dan menyelesaikan sesi
wawancara ataupun pemeriksaan.
Keterbukaan terhadap pengalaman
Dalam sesi wawancara, klien menunjukan
sikap keterbukaan dalam pengalaman yang

40
dialami klien dan bersedia untuk
menceritakan pengalamannya dan yang
menyangkut tentang kondisi cerebral palsy
yang dialaminya
Kontrol diri : kemampuan individu untuk
menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang
dianggap diterima secara sosial.
Ketika melakukan sesi pemeriksaan dan tidak
sesuai dengan yang diinstruksikan oleh terapis
dan akhirnya dibenarkan oleh terapis, klien
tidak merasa marah ataupun menyalahkan
terapis dan dapat menyesuaikan dengan baik
tanpa ada masalah.
Ekspresi diri : respon diri terhadap suatu
rangsangan tubuh termasuk mimik wajah.
Klien mampu menunjukan respon dan ekspresi
wajah dalam pemeriksaan, sebagaimana
contohnya klien memberikan respon saat
dilakukan test two point discrimination dengan
mengatakan berapa titik dirasakan klien sesuai
dengan test yang diberikan oleh terapis. Klien
juga merespon candaan dari terapis dengan
menunjukan ekspersi wajah seperti tertawa.
Kepercayaan diri : kondisi mental atau
psikologis yang ada pada diri individu yang
memberi keyakinan kuat bahwa dirinya dapat
melakukan suatu tindakan dengan baik.
Klien memiliki keyakinan bahwa walau
dengan kondisi cerebral palsy yang
dideritanya beliau tetap harus bekerja dan

41
tidak sekadar diam dirumah dengan kondisnya

FUNGSI SENSORI
Fungsi Visual Ketika membaca al-quran pasien dapat melihat
secara jelas huruf perhuruf serta tajwid yang
ada, agar tidak salah ketika membaca al-quran.
Selain itu pasien dapat membedakan nominal
uang yang digunakan pada aktivitas jual-beli.
Fungsi Deteksi dan diskriminasi suara :
Pendengaran kemampuan menemukan dan membedakan
suara.
Pasien mempunyai kemampuan mendeteksi
dan mendiskriminasi suara dengan baik, hal
ini ditujunkan ketika dilakukan wawancara
dan pemeriksaan lingkungan tidak terlalu
tenang namun klien tetap bisa fokus dengan
pemeriksaan dan pertanyaan pada wawancara.
Kemampuan mendeteksi an mendiskrimiasi
suara baik dibuktikan ketika klien berjualan
klien mampu mendengar suara konsumen
ketika memanggilnya walaupun suara dijalan
cukup ramai. Pada pemeriksaan auditori klien
didapatkan hasil bahwa pasien mampu
mengetahui suara berada di sisi kanan atau sisi
kiri pasien.
Sentuhan/Touc Sentuhan
h Klien mampu menyadari bebrapa sentuhan
seperti dketika disentuh dengan tekanan yang
cukup dlam, ketika bersinggungan dengan

42
jaruh lalu ketika bersinggungan dengan kapas

Proprioseptif Kesadaran posisi tubuh : sadar letak setiap


bagian tubuh kita terhadap lingkungan.
Klien mengetahui letak bagian setiap anggota
tubuh diri sendiri. Hal ini terbukti ketika
dilakukan observasi mengenai propioseftif
klien mampu melaksanakn dengan benar.
Pemeriksaan dilaksankaan dengan cara klien
diminta untuk menutup mana lalu anggota
gerak digerakan oleh terapis, kemudia sisi
anggota gerak yang lainya diminta mengikuti
gerakanya.
FUNGSI MUSKULOSKELETAL DAN FUNGSI YANG
BERHUBUNGAN DENGAN GERAKAN
Mobilitas Lingkup gerak sendi
persendian Lingkup gerak sendi adalah besarnya suatu
gerakan pada suatu sendi. Pada klien
dilakukan observasi pada area wrist dan hand
sisi bagian kiri dan kanan dari pemeriksaan
tersebut didapatkan hasil bahwa pada sisi
bagian kiri klien belum mampu melakukan
full ROM, berbeda dengan sisi sebelah kanan
klien mampu melakukanya dengan full ROM.
Pengkuran lingkup gerak sendi sangat penting
dilakukan karena dari pengukuran tersebut kita
dapat menentukan asset dan limitasi klien.
Asset dan limitasi dapat dijadikan acuan
terapis dalam membuat tujuan terapi dan
pemberian tindakan.
FUNGSI OTOT
Kekuatan otot Kekuatan otot  adalah tenaga yang

43
dikeluarkan otot atau sekelompok otot untuk
berkontraksi pada saat menahan beban
maksimal.
Kekuatan otot merupakan hal yang penting
untuk dapat melakukan aktivitas dengan baik.
Pada pengukuran kekuatan otot terdapat nilai
0 – 5. Pada observasi klien didapatkan
kekuatan otot rata – rata ekstremitas atas klien
yaitu 3. Nilai tiga berarti klien mampu
melakukan gerakan dan melawan gravitasi
tetapi belum mampu menahan tahanan yang
diberikan.
Derajat tonus Derajat tonus otot adalah ukuran ketegangan
otot atau kekakuan otot pada saat melakukan
aktivitas
Ketika dilakukan observasi pada area
esktremitas atas klien, didapatkan data bahwa
kloen memiliki tonus otot dengan spastik
ringan, dan nilai asworth 1. Pengukurkan
tonus otot menggunakan metode brenann.
Dalam metode brennan pengukuran tonus
sama seperti pengukuran LGS tetapi dilakukan
sebanyak tiga kali
FUNGSI GERAKAN
Kontrol Koordinasi mata dan tangan : kerjasama
Gerakan atau koordinasi antara mata dan tangan klien.
Volunter Dalam melakukan observaasi mahasiswa
mengecek koordinasi mata dan tangan klien.
Pengetestan ini dilakukan dengan klien
diminta untuk mengambil benda di sisi lain
klien, dan klien mampu melakukanya dengan
baik. Kemampuan ini sangat diperlukan klien

44
untuk melakukan aktivitas sehari – hari seperti
makan, minum, dan berpakaian
Kontrol motorik kasar dan halus adalah
kemampuan menggunakan otot besar dan kecil
untuk melakukan gerakan.
kontrol motorik kasar dan halus sangat
diperlukan dalam melakukan aktivitas sehari –
hari. Motorik kasar diperankan oleh otot – otot
besar misalnya otot latissimus dorsi dan tensor
fasciaelatae. Motorik halus diperankan oleh
otot – otot kecil yaitu otot pada tangan,
aktivitas yang membutuhkan kemampuan
control motoric halus misalnya ketika makan
menggunakan sendok,mandi, mencuci baju,
bekerja bekerja disini maksudnya
berdagang,menulis maka diperlukan control
motorik halus yang bagus. Aktivitas yang
membutuhkan kontrol motoric kasar yaitu
pada aktivitas sholat, berjalan dan duduk.
Berdasarkan obesrvasi yang sudah dilakukan
klien mempunyai kontrol motoric halus pada
ekstremitas atas sisi kanan yang lebih bagus
dibandingkan sisi yang kiri hal ini merupakan
akibat dari kekauan yang ada pada ekstremitas
atas sisi kiri. Ketika dilakukan pengecekan
tonus didapatkan hasil bahwa masih ada
kekakuan atau spastik ringan pada ekstremitas
atas sisi kiri. Ketika dilakukan pengecekan
kekuatan grips dan pinch klien juga sudah
mampu dan memang lebih bagus sisi sebelah
kanan. Walaupun demikian klien sudah

45
mampu melakukan berbagai aktivitas seperti
menggengam dan melepas. Hal ini dapat
dijadikan asset dalam pemberian intervensi
Pola jalan (gait) Gait atau pola jalan dan moblitas adalah salah
satu hal yang diperhatikan ketika akan
melakukan aktivitas, karena hal ini sangat
mempengaruhi kemampuan aktivitas
seseorang. Misalnya pola berjalan, gangguan
pola jalan, gaya berjalan asimetris dan gaya
berjalan yang kaku. Pada cerebral palsy
spastik terdapat pola berjalan yang khusus
yaitu gait gunting atau scissors gait. Pada
scissors gait terdapat base yang sempit dengan
ekstremitas bawah yang abduksi. Berdasarkan
kondisi klien terdapat pola jalan scissors gait
sehingga terjadi hambatan untuk melakukan
aktivitas berjalan. Klien mampu berjalan
dengan bantuan sepenuhnya, harus ada sesuatu
yang mampu menopang tubuh klien. Misalnya
klien hendak berjalan kelien harus
berpengangan pada meja, atau menggunakan
walker yang beroda. Hal tersebut karena kedua
ektremitas bawah klien mengalami kelemahan
selain itu pada kedua ekstremitas bawah
terdapat kontraktur. Lemahnya kedua
ekstremitas bawah juga menyebabkan
keseimbangan klien berkurang.
FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULAR, HEMATOLOGIS,
IMUNOLOGIS, DAN RESPIRATORI
Sistem Tekanan darah : Tekanan daraha adalah
kardiovaskular seuatu energi yang diperlukan tubuh untuk
mengalirkan darah di pembuluh darah dan

46
untu mengedarkan darah keseluruh jaringan
tubuh manusia. Besar atau kecilnya tekanan
darah tegantung pada kemampuan jantung
dalam memompa darah. Tekanan darah
dibagi menjadi sistol dan diastol. Tekanan
sistol terjadi ketika ventrikel jantung
berelaksasi sedangan tekanan diastole adalah
tekanan ketika ventrikel berkontraksi.
Normalnya tekanan darah yaitu 120/80
mmHg.Klien mempunyai riwayat ipertensi,
orang tua klien juga memilki hipertensi juga.
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana
tekanan darah diastol lebih dari 90 mmHg dan
tekanan sistol lebih dari 140mmHg.
Oengukuran tekanan darah sistolik menjadi
pengukuran utama dalam menentukan
diagnosa hipertensi. Bertambahnya usia juga
dapat menjadi pemicu terjadinya hipertensi,
semakin tua makan maka tinggi pula
resikonya. K Riwayat hipertensi ini harus
diperhatikan oleh terapis dalam memberikan
terapi selain itu terapis juga dapat memberikan
edukasi kepada klien agar menerapkan pola
hidup yang sesuai agar tidak memperparah
kondisi klien. Ketika dilakukan pengecekan
tekanan darah didapatkan hasil yang normal
yaitu 120/80 mmHg. Klien bersikap kooperatif
ketika pengecekan tekanan darah, dalam artian
tidak ada penolakan dari klien ketika
melakukan pengecekkan dan terapis tidak
memaksa. Pengecekan darah merupakan hal

47
yang penting untuk dilakukan karena tekanan
darah merupakan bagian dari tanda – tanda
vital tubuh.
Sistem Ketika melakukan observasi dan melakukan
hematologi dan wawancara ini dilakukan dimasa pandemic
imunologis covid-19 sehingga klien harus mempunyai
sistem imun yang bagus. Jika klien memiliki
sistem imun yang bagus maka klien akan tidak
mudah sakit dan klien mampu bersekolah dan
bekerja dengan baik. Dalam pemberan
intervensi juga harus memperhatikan hal ini.
Terapis harus memperhatikan apakah benda –
benda – benda yang digunakan berbahaya bagi
klien atau tidak.

Sistem Kecepatan, ritme respirasi dan kedalaman


respiratori respirasi : cepat lambatnya serta kedalaman
pernfasan individu

Ketika melakukan aktivitas hal ini menjadi


sangat penting karena apabila kecepatan,ritme
dan kedalaman respirasi bagus maka klien
lebih rileks, hal tersebut sangat
menguntungkan terutama ketika dalam
pemerian intervensi klien dalam kondisi rileks
maka otot – otot dalam kondisi rileks sehingga
tidak memperparah tingkat spastik yang
dimiliki klien.
Fungsi Ketahanan fisik dan Stamina: kemampuan
tambahan pada fisik untuk melakukan aktivitas dalam waktu
sistem yang lama tanpa merasakan kelelahan yang
kardiovaskular berati. (1048)

48
dan respirasi Kapasitas aerobik : kebugaran suatu tubuh
dan kemampuan badan untuk melakukan
pekerjaan yang bersifat aerobik yang
membutuhkan oksigen untuk menghasilakn
energy dalam melakukan aktivitas (1048)
Kelelahan : Kelelahan adalah kondisi yang
disertai dengan penurunan efisiensi dan
kebutuhan dalam bekerja, (Mauludi, M. (2010).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan pada
pekerja di proses produksi kantong semen PBD (paper
bag division) Pt. Indocement tunggal prakarsa TBK
Citeureup-Bogor tahun 2010.)
Ketika melakukan observasi dan wawancar
didapatkan hasil bahwa klien mempunyai
stamina yang bagus hal ini dapat dilihat klien
mampu berdagang keliling menggunakan
kursi rodanya, selain itu klien juga harus
bersekolah karena klien seorang pelajar.
Ketika dilakukan observasi klien juga
semangat mengerjakan tugas – tugas walaupun
sehabis pulang dari masjid setelah melakukan
sholat jumat. Ketika melakukan wawancara
klien juga semangat padahal klien baru saja
mencuci baju dan menjemurnya hal ini
menunjukan bahwa klien mempunyai stamina
yang bagus. Klien mengetahui apa yang harus
dilakukkanya ketika klien mengalami
kelelahan hal tersebut sangat penting bagi
individu. Kemampuan ketahanan fisik,
stamina yang bagus, tingkat kelelahan yang
rendah membantu klien dalam melakukan
aktivitasnya secara maksimal selain itu hal

49
tersebut juga menjadi pertimbangan dalam
memberikan intervensi hal ini dilakukan agar
intervensi yang diberikan tepat dan tidak
mengakibatkan cidera.
SUARA DAN FUNGSI BICARA; DIGESTIF,
METABOLISME DAN SISTEM ENDOKRIN; SISTEM
GENITOURINARI DAN REPRODUKSI
Ritme dan : Suatu kemampuan untuk berbiacara sesuai
kelancaran dengan irama dan lancer dalam mengucapkan
kata – kata dan mengekspresikan emosi ketika
beriteraksi. Klien mempu mengucapkan dan
mengekspresikan dengan baik walaupun
ketika dilakukan evaluasi dan interview mata
klien tidak menatap mahasiswa tetapi klien
lancer, lanvar dalam artian jika diajak
berbicara menjawab dengan tepat dan tidak
terbelit – belit. Klien juga berbicara tidak
terlalu cepat atau terlalu lambat
Digestif, Klien tidak mengalami gangguan pada sistem
Metabolisme dan
digestif, metabolism ataupun sistem endokrin
Sistem Endokrin
hal yang menganggu aktivitas klien sehari –
hari. hal ini merupakan factor penting karena
jika mengalami gangguan maka klien tidak
dapat bekerja secara maksimal.
FUNGSI KULIT DAN STRUKTUR YANG TERKAIT
Fungsi kulit Proteksi adalah sutau perlindungan terhadap
objek yang bisa melukai kulit.
Kondisi kulit pasien bisa dikatakan bagus
tidak terdapat luka terbuka atau tertutup hanya
saja terdapat beberapa bekas luka di
esktremitas bawah klien yang diakibatkan
terkena mesin motor sewaktu diboncengkan

50
oleh saudaranya

3) Body Structure

Body Structure adalah bagian anatomi dari tubuh seperti


organ, anggota badan atau komponen lainya yang mendukung
fungsi tubuh (WHO,2001).

Kategori Komponen yang terlibat


Struktur mata, Struktur mata :
telinga, dan struktur Mata terdiri dari beberapa bagian,
terkait berikut adalah bagian – bagian dari
mata dari luar hingga dalam yaitu,
sclera,kornea, pupil, iris,lensa, retina.
Di dalam retina bayangan cahaya akan
diubah menjadi impuls listrik dan
diteruskan ke otak. Jika melihat
kondisi klien berdasarkan wawancara
dan pemeriksaan klien tidak memiliki
adanya gangguan pada struktur seperti
penyakit asigmatisme.
Struktur telinga :
1. Bagian luar auricula (daun telinga)
dan saluran telinga luar (external
acoustic maetus), helix, concha
2. Bagian tengah : membran
timpani, saluran eustachius,
tulang pendengaran (malleus,
incus, stapes)
3. Bagian dalam : koklea,
vestibular nerve, cochlear

51
nerve, semicircular canalis.
Struktur yang Struktur mulut : langit-langit mulut,
terlibat dalam proses lidah, bibir, kelenjar ludah
suara dan bicara Struktur faring: nasofaring,
laringofaring, orofaring
Struktur laring : vocal folds.
Struktur otak : area otak yang terlibat
dalam proses suara dan bicara yaitu
broca dan wernick, apabila kedua area
tersebut mengalami gangguan dalam
memahami kata dan mengekspesikan
diri

Secara keseluruhan, pasien tidak


memiliki gangguan atau kelainan pada
struktur yang terlibat pada proses
bicara dan suara, hal ini ditunjukan
oleh pasien yang dapat berbicara
dengan normal dan jelas. Namun,
apabila berbicara dengan kalimat yang
panjang, ucapan yang akan diucapkan
sedikit kurang jelas namun masih dapat
dipahami.
Struktur Jantung, pembuluh darah (arteri, vena,
kardiovaskular kapiler). Walaupun pasien memiliki
riwayat tekanan darah tinggi atau
hipertensi, pasien memiliki struktur
kardiovaskular yang cukup baik dan
normal, hal ini dilihat dari riwayat
penyakit yang pasien miliki.
Struktur sistem imun Sel darah putih (limfosit, monosit,
eosinofil, basofil, netrofil) & trombosit.

52
limpa, cairan limfe, timus. Pasien
memiliki struktur sistem imun yang
cukup baik dan normal, hal ini dilihat
dari riwayat penyakit yang pasien
miliki.
Struktur sistem Paru (bronkus, bronkiolus,alveolus),
pernapasan trakea, diafragma. pasien memiliki
struktur sistem pernafasan yang cukup
baik dan normal, hal ini dilihat dari
riwayat penyakit yang pasien miliki.
Pasien juga tidak terlihat terengah-
engah atau kesulitan pada saat
mengambil nafas
Struktur yang Otot : otot adalah suatu jaringan
berhubungan dengan didalam tubuh yang serabutnya
gerakan mampu melakukan kontraksi dan
realaksasi.

Tulang : tulang adalah sebuah jaringan


penghubung. Tulang memiliki
beberapa fungsi seperti untuk gerakan
dan tempat melekatnya otot,melindungi
organ vital, dan sebagai cadangan
kalsium danfosfat

Tulang, persendian dan otot pada regio


shoulder, tulang dan otot pada lengan
atas, otot pada region lengan bawah.
tulang, persendian dan otot pada regio
wrist and hand, persendian CMC,
MCP, PIP dan IP; tulang, persendian,
dan otot punggung seperti trapezeus,
rhomboid. Pada bagian ekstremitas

53
atas, tangan kiri pasien terlihat sedikit
kaku dan terkadang mengalami tremor.
Akan tetapi, kedua tangannya dapat
digunakan untuk beraktivitas secara
mandiri. Pada bagian ekstremitas
bawah, terdapat kontraktur pada bagian
kaki, sehingga pasien tidak mampu
berdiri dan berjalan secara mandiri.
Kulit dan struktur Area kulit: ekstremitas
yang terkait atas,ekstremitas bawah.
Struktur kelenjar kulit: kelenjar
keringat dan kelenjar minyak.
Secara keseluruhan pasien tidak
mengalami gangguan atau kelainan
pada struktur kulit, hal ini dilihat dari
kulit pasien yang berwarna normal dan
tidak ada gejala seperti albino, vitiligo
atau kelainan kulit lainnya. Pasien juga
terlihat dapat berkeringat yang berarti
kelenjar kulit dapat berfungsi dengan
baik

6. TUJUAN TERAPI
Agar Tn.AP bisa berjalan menggunakan alat bantu walker kembali.
LTG : Bisa menggunakan kembali alat bantu walker untuk bisa berjalan
kembali dalam 12 kali sesi terapi.
a. STG 1 : Pasien harus bisa memposisikan tubuhnya dengan baik saat
berdiri dengan pegangan besi di dinding selama 2 kali sesi terapi.
b. STG 2 : Pasien harus bisa menggerakkan kaki dalam aktivitas berjalan
dengan bertumpuh pada besi dikedua tangannya selama 6 kali sesi terapi

54
c. STG 3 : Pasien bisa berjalan menggunakan alat bantu walker yang
memiliki roda secara mandiri selama 4 kali sesi terapi.

55
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Cerebral palsy adalah gabungan dari dua kata, yakni cerebral yang
berasal dari kata cerebrum yang dapat diartikan sebagai otak dan palsy
berarti kekakuan. Sehingga dapat diartikan cerebral palsy memiliki arti
kekakuan yang dikarenakan oleh hal-hal yeng terletak di dalam otak.
(Abdul Salim, (2007:170). Berbagai perubahan yang tidak normal di
fungsi motorik yang dikarenakan adanya kerusakan berupa cacat, luka atau
penyakit yang terjadi pada jaringan di dalam rongga tengkorak (A. Salim,
1996: 13). Kerusakan ini biasa terjadi saat masih bayi atau awal dilahirkan
dengan gambaran klinis yang bisa berubah seperti menunjukan perubahan
pada sikap dan pergerakan, kelainan pada neurologis yang berupa spastis,
gangguan pada ganglia basalis dan kelumpuhan (Ngastiyah, 2000). Hal ini
menyebabkan gangguan gerak dan postur yang muncul pada janin dan
anak berusia dini yang sifatnya non progresif serta menyebabkan
terbatasnya aktivitas.
Berdasarkan Interview dan pengetesan terstandar yang dilaksanakan pada
hari Jumat ,tanggal 30 Oktober 2020 , diketahui bahwa pasien dengan
inisial Tn.AP berumur 20 tahun , berdomisili di Pemalang ,Jateng
diketahui mengalami penyakit Cerebral Palsy yang dialami sejak lahir .
Tn.AP mengatakan bahwa sudah mendapatkan intervensi selama kurang
lebih tujuh tahun dari fisioterapis dari tahun 2007 hingga 2014. Ketika
dilakukan pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) umumnya
mendapatkan hasil yang termasuk dalam kategori normal sedangkan untuk
pemeriksaan Kekuatan Otot (KO) rata-rata mendapatkan nilai 3 .
Sementara ketika dilakukan pemeriksaan stereognosis dan diskriminasi
dua titik terdapatnya gangguan dikedua sisi , untuk pemeriksaan lainnya
masih dikategorikan normal .

56
B. SARAN
Ada baiknya Tn.AP harus mendapatkan kembali treatment dari
profesi fisioterapi dan okupasi terapi untuk mengurangi spastik yang
dialaminya. Tn.AP harus sering melakukan aktivitas agar terhindar dari
terjadinya spastik yang tidak diharapkan.

57
Daftar Pustaka

American Occupational Therapy Association. (2014). Occupational Therapy Practice


Framework: Domain and Process (3rd ed.). American Journal of Occupational
Therapy, 68 (Suppl. 1), S8.

Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) (2006). Therapy and


equipment needs of people with cerebral palsy and like disabilities in
Australia. Canberra: AIHW.
Baron R, 2006. Anatomy and Ultrasructur of Bone Histogenesis, Growth and
Remodeling
Berker dan Yalcin (2005). The HELP Guide to Cerebral Palsy. Istanbul: Avrupa
Medical Bookshop Co. Ltd & Global-HELP Organization.
Dorlan, 2005. Kamus Kedokteran; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Frisch, D. & Msall, ME. (2013). "Health, functioning, and participation of
adolescents and adults with cerebral palsy: A review of outcomes research".
Developmental Disabilities Research Reviews. 18 (1): 84–94.
Hinchcliffe, Archie. 2007. Children with cerebral palsy: a manual for therapists,
parents and community workers. Sage Publications.
Heinemann AW, Linacre JM, Wright BD, Hamilton BB, Granger C. (1993).
Relationships between impairment and physical disability as measured by
the functional independence measure. Arch Phys Med Rehabil. 74: 566-573.
Jan, Mohammed M. S. (2006). Cerebral Palsy: Comprehensive Review and
Update. Ann Saudi Med; 26 (2): 123-132.
Krigger, Karen W. (2006). Cerebral Palsy: An Overview. American Family
Physician. Louisville; 73 (1).
Linacre JM, Heinemann JW, Wright BD, Granger CV, Hamilton BB (1994). The
structure and stability of the functional independence measure. Arch Phys
Med Rehabil. 75: 127-132.

57
Morgan, P.; McGinley, J. (2013). "Gait function and decline in adults with
cerebral palsy: a systematic review". Disability and Rehabilitation. 36 (1):
1–9.
Ngastiyah (2000). Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Nieuwenhuijsen, C., Donkervoort, M., Nieuwstraten, W., Stam, H.J., Roebroeck,
M.E. (2009). Transition Research Group South West Netherlands
"Experienced problems of young adults with cerebral palsy: targets for
rehabilitation care". Archives of Physical Medicine and Rehabilitation. 90
(11): 1891–1897.
Nur Azizah (2005) Meningkatkan kemampuan berkomunikasi anak cerebral
palsy. Jurnal Pendidikan Khusus Vol 1 : Yogyakarta.
Rethlefsen, S.A. Ryan, D.D. & Ray, R.M. (2010). Clasification System in
Cerebral Palsy. Orthopedic Clinics of Na, 41(4). 457-467
Salim, A. (2007). Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat
Ketenagaan.
Salim, A. (1996). Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud
Dirjen Dikti.
Sary, M. N. “SKELETAL MUSCLE: STRUCTURE AND FUNCTION"(OTOT
RANGKA: STRUKTUR DAN FUNGSI).
Soetjiningsih, dr DSAK. 1995. Tumbuh Kembang Anak; Editor IG.N Gde Ranuh.
Jakarta : ECG
Soetjiningsih, Hendy. Palsi serebral . Dalam: Tumbuh Kembang Anak Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2012.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak (IKA) FKUI. 2007. Buku kuliah ilmu
kesehatan anak 2. Jakarta : Infomedika Jakarta
Sulistiawati dan Mansur. 2019. IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB DAN
TANDA GEJALA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY. Jurnal
Kesehatan Karya Husada/Vol.7, No. 1 Tahun 2019
Sugiarmin & Ahmad Toha M (1996). Ortopedi Dalam Pendidikan Anak Trabacca,
A., Vespino, T., Di Liddo, A., Russo, L. (2016). "Multidisciplinary

58
rehabilitation for patients with cerebral palsy: improving long-term care".
Journal of Multidisciplinary Healthcare. 9: 455–462.Tunadaksa. Jakarta:
Dirjen Pendidikan Tinggi.
Sherwood L, 2004. Human Physiology From Cellls to Systems. Australia:
Thomson pp:769

59
LAMPIRAN

60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
Link Vidio Kelompok 6

1. https://youtu.be/Ml31lwqWPmI : Wawancara
2. https://youtu.be/Yuo13Q645jA : Pemeriksaan KO
3. https://youtu.be/55HZlhTmXBM : Pemeriksaan #2
4. https://youtu.be/Xz_BezrxjNo : Pemeriksaan #3
5. https://youtu.be/26V1AlwLTUI : Pemeriksaan #4

71

Anda mungkin juga menyukai