Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya tanpa
menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di kalangan remaja. Dalam
berbagai acara liputan kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita
mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena
ini terus berkembang di masyarakat. 
Tentu saja tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi, mulai dari
tawuran antarsekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian, hingga pemerkosaan. Tindak
kriminalitas yang terjadi di kalangan remaja dianggap kian meresahkan publik. Tindak
kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah
terorganisir. Hal ini bahkan diperparah dengan tidak mampunya institusi sekolah dan
kepolisian untuk mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja tersebut. 

Sebelumnya akan saya paparkan contoh beberapa tindak kriminal yang dilakukan oleh pelajar
yang di muat di harian Kompas (2009-2011):
1. Pencabulan yang dilakukan oleh seorang yang masih berusia 18 tahun terhadap korbannya
yang masih berusia dibawah umur  di Probolinngo Jawa Timur.
2. Tawuran antarpelajar Sekolah Menengah Pertama yang terjadi di Jakarta menelan korban
jiwa karen para pelaar membawa senjata tajam.
3. Tiga pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kediri membobol gedung sekolah, saat di
tangkap oleh polisi, ketiga pelajar tersebut kedapatan telah mengambil beberapa handphone
yang berada di gedung sekolah tersebut.
4. Di Serang, seorang pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mendalangi perampasan motor
serta pencurian di tempat parkir. Setelah diintrogasi oleh polisi, ternyata aksi tersebut sudah
dilakukan sebanyak  sembilan kali.
Beberapa contoh diatas telah sedikit memberikan gambaran kepada kita tentang fenomena
yang terjadi di sekitar kita. Kita sendiri mungkin masih menyangsikan bahwa perbuatan
kriminalitas tersebut di lakukan oleh kalangan pelajar. Karena sejatinya pelajar tugasnya
hanyalah belajar dan tetap berapa di lingkungan yang kondusif dan sehat, bukan lingkungan
yang buruk penuh dengan hal-hal yang mengarah kepada tindakan kriminalitas. 
B . Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat luas umumnya
tentang fenomena yang baru-baru ini terjadi di sekitar kita.
2. Memberikan gambaran kepada para generasi muda (pelajar) tentang kriminalitas itu sendiri
serta tentang akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.
C. Ruang Lingkup
Adapun penulisan makalah ini mencakup pengertian tindakan kriminal dan perbuatan yang
termasuk didalamnya, jenis-jenis penjahat (orang melakukan perbuatan kriminal), faktor
pendorong perbuatan kriminal, bahaya dari perbuatan kriminal, serta cara agar tidak
terjerumus dan melakukan perbuatan kriminal.
D . Perumusan Masalah
1. Apa pengertian tindakan kriminal? 
2. Apa saja perbuatan yang termasuk tindakan kriminal?
3. Bagaimana pembagian kejahatan menurut jenis penjahat (orang melakukan tindakan
kriminal)?
4. Apa faktor pendorong tindakan kriminal?
5. Apa akibat  yang ditimbukan  dari tindakan kriminal?
6. Bagaimana agar tidak terjerumus dalam tindakan kriminal (tindakan previntif)?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kriminalitas
Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak
kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang dianggap kriminal
adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok dan juga teroris. Meskipun
kategori terakhir ini agak berbeda karena seorang teroris berbeda dengan seorang kriminal,
melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham. 
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini
disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang
tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti.
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir,
warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminalitas itu bisa
dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria; dapat berlangsung pada usia anak,
dewasa ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar misalnya,
didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang
sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. Kejahatan bisa juga dilakukan
secara tidak sadar sama sekali. Misalnya, karena terppaksa untuk mempertahankan hidupnya,
seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa
pembunuhan. (Kartini Kartono, 2005:139)
B. Perbuatan Yang Termasuk Tindakan Kriminal
Beberapa perbuatan yang tergolong dalam perbuatan kriminal antara lain:
1. Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati.
2. Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan,
3. Pelanggaran seks dan pemerkosaan.
4. Maling, mencuri.
5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan.
6. Pemalsuan, penggelapan, fraude.
7. Korupsi, penyogokan, penyuapan.
8. Pelanggaran ekonomi.
9. Penggunaan senjata api dan perdagangan gelap senjata-senjata api. 
10. Pelanggaran sumpah.
11. Bigami yaitu kawin rangkap satu saat.
12. Kejahatan-kejahatan politik.
13. Penculikan.
14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.

C. Pembagian Kejahatan Menurut Tipe Penjahat


Pembagian kejahatan menurut tipe penjahat, yang dilakukan oleh Cecaro Lambroso, ialah
sebagai  berikut :
1. Penjahat sejak lahir dengan sifat-sifat herediter (born criminals) dengan kelainan-kelainan
bentuk jasmani, bagian-bagian badan yang abnormal, stigmata atau noda fisik, anomali cacat
dan kekuangan jasmaniah. Misalnya bentuk tengkorak yang luar biasa, dengan keanehan-
keanehan susunan otak mirip binatang. Wajah yang sangat buruk, rahang melebar, hidung
yang miring, tulang dahi yang masuk melengkung ke belakang, dan lain-lain.
2. Penjahat dengan kelainan jiwa, misalnya:gila, setengah gila, idiot, debil, imbesil,
dihinggapi histeria, melankoli, epilepsi atau ayan, dementia yaitu lemah pikiran, dementia
praecox atau lemah pikiran yang sangat dini, dan lainlain.
3. Penjahat dirangsang oleh dorongan libido seksualis atau nafsu-nafsu seks.
4. Penjahat karena kesempatan. Misalnya terpaksa melakukan kejahatan karena keadaan yang
luar biasa, dalam bentuk pelanggaran-pelanggaran kecil. Fia membaginya dalam pseudo-
criminals (pura-pura) dan criminaloids.
5. Penjahat dengan organ-organ jasmani yang normal, namun mempunyai kebiasaan yang
buruk, asosiasi sosial yang abnormal atau menyimpang dari pola kelakuan umum, sehingga
sering melanggar undang-undang dan norma sosial, lalu banyak melakukan kejahatan. 
D. Faktor Pendorong Tindakan Kriminalitas
Menurut Kartini Kartono (2005) ada tiga faktor penting yang memainkan peranan besar
dalam membentuk pola kriminal, yaitu sebagai berikut :
1. Jenis makanan memberikan efek dietetis, yang memberikan pengaruh terhadap agresivitas
terhadap manusia. Individu-individu dan kelompok suku bangsa pemakan daging yang
intensif, pada umumnya lebih agresif dan lebih ganas daripada mereka pemakan bahan
tumbuh-tumbuhan. Maka, kecenderungan berbuat kriminal itu lebih banyak terdapat pada
kelompok-kelompok pemakan daging.
2. Lingkungan alam yang teduh dan damai di daerah-daerah pedesaan dan pegunungan yang
subur memberikan pengaruh yang menenangkan. Sedang daerah-daerah kota dan industri
yang penuh padat dan bising penuh hiruk-pikuk yang memekakkan, memberikan pengaruh
membingungkan, mengacau menekan/mencekam dan menstimulasi penduduknya menjadi
kanibal-kanibal (kejam, bengis, mendekati kebiadaban), dan jahat.
3. Masyaraka primitif dan masyarakat desa dengan kelompok-kelompok “face to face” yang
masih intim memberikan kontrol sosial dan sanksi-sanksi sosial lebih ketat kepada segenap
warga masyarakatnya. Sedang masyarakat urban yang kompleks, sangat heterogin dan
atomistik itu membuat norma-norma soaial dan sanksi-sanksi sosial menjadi sangat longgar,
sehingga orang cenderung bertingkah laku semau sendiri yang menjurus kepada pola-pola
yang kriminal. 
Sementara menurut Rauf (2002) perilaku yang menyimpang (tindakan kriminalitas) dapat
dipengaruhi oleh tiga kutub, yaitu:
1. Kutub keluarga (rumah tangga), dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan
dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang
kurang sehat/disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan
kepribadian menjadi kepribadian antisoasial dan berperilaku menyimpang, lebih besar
dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis
(sakinah). Kriteria kondisi keluarga kurang sehat tersebut menurut para ahli adalah, antara
lain :
• Keluarga tidaak utuh (broken home by death, separation, divorce)
• Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah.
• Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk).
• Substitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi daripada
kejiwaan (psikologis).
Selain daripada kondisi keluarga tersebut diatas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang
merupakan sumber stres pada anak dan remaja :
• Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
• Terdapat gangguan fisik atau mental dalam keluarga
• Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau oleh kakek/nenek
• Campur tangan tau perhatian yang berlebihan dari orang rua kepada anak
• Sikap orang tua yang dingin dan tak acuh terhadap anak
• Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
• Kurang stimuli kognitif atau sosial
• Lain-lain misalnya menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan
sebagainya.
2. Kutub sekolah, kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu belajar-mengajar anak
didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada anak didik untuk berperilaku
menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain:
• Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
• Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
• Kuantitas dan kualitas noonguru yang tidak memadai
• Kesejahteraan guru yang tidak memadai
• Kurikulum sekolah yang perlu ditinjau kembali
• Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya
3. Kutub masyarakat (kondisi lingkungan sosial), faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak
sehat atau rawan dapat menjadi faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku
menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi  dalam dua bagian, yaitu faktor
kerawanan msyarakat dan faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua
faktor tersebut antara lain :
• Faktor kerawanan masyarakat (lingkungan)
 Tempat-tempat hiburan yang dibuka hingga larut malam bahkan sampai dini hari
 Peredaran alkohol, narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya
 Pengangguran
 Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
 Wanita tuna susila (Wts)
 Beredarnya bacaan, tontonan dan lain-lain yang sifatnya pornografis
 Perumahan kumuh dan padat
 Pencemaran lingkungan
 Kesenjangan sosial
 Tindak kekerasan dan kriminalitas
• Daerah rawan (rawan kamtibmas)
 Penyalahgunaan alkohol, narkotika, dan zat adiktif lainnya
 Perkelahian perorangan atau kelompok/masal
 Kebut-kebutan
 Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
 Perkosaan
 Pembunuhan
 Tindak kekerasan lain
 Pengrusakan
 Corat-coret
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki
aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan
kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang
menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan
begitu pula sebaliknya. Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa
remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai
kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan
disekitarnya (Hurlock, 1973). 
Selanjutnya Tallent (1978) menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik
di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat
anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal dari keluarga yang harmonis
akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin
sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan
begitu juga sebaliknya jika anak mempersepsi keluarganya berantakan atau kurang harmonis
maka ia akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut. 
Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi perilaku kenakalan pada remaja adalah konsep diri
yang merupakan pandangan atau keyakinan diri terhadap keseluruhan diri, baik yang
menyangkut kelebihan maupun kekurangan diri, sehingga mempunyai pengaruh yang besar
terhadap keseluruhan perilaku yang ditampilkan. Shavelson & Roger (1982) menyatakan
bahwa konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari
lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan tingkah laku dirinya. Bagimana orang lain
memperlakukan individu dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan dijadikan
acuan untuk menilai dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979).
 Masa remaja merupakan saat individu mengalami kesadaran akan dirinya tentang bagaiman
pendapat orang lain tentang dirinya (Rosenberg dalam Demo & Seven-Williams, 1984). Pada
masa tersebut kemampuan kognitif remaja sudah mulai berkembang, sehingga remaja tidak
hanya mampu membentuk pengertian mengenai apa yang ada dalam pikirannya, namun
remaja akan berusaha pula untuk mengetahui pikiran orang lain tentang tentang dirinya
( Conger, 1977).
 Oleh karena itu tanggapan dan penilaian orang lain tentang diri individu akan dapat
berpengaruh pada bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Conger ( dalam Mönks dkk,
1982) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen
terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang.
Sifat–sifat tersebut mendukung perkembangan konsep diri yang negatif. Rais (dalam
Gunarsa, 1983) mengatakan bahwa remaja yang didefinisikan sebagai anak nakal biasanya
mempunyai konsep diri lebih negatif dibandingkan dengan anak yang tidak bermasalah. 
Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan
memiliki konsep diri negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi
remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis dan memiliki
konsep diri positif.
E. Akibat Dari Melakukan Tindakan Kriminal
Sebenarnya ada banyak akibat yang ditimbukan dari hal tersebut, diantaranya:
1. Berurusan dengan hukum, dihukum sesuai dengan perbuatannya.
2. Terkena sanksi sosial dari masyarakat mulai dari dikucilkan sampai diasingkan.
3. Terancam dikeluarkan dari bangku sekolah, dan sebagainya

F. Upaya Mencegah Tindakan Kriminalitas


Upaya preventif (pencegahan) hendaknya dilakukan di tiga kutub (kutub keluarga, kutub
sekolah dan kutub masyarakat/sosial).
1. Di rumah/keluarga
Hendaknya semua orang tua mampu menciptakan kondisi keluarga/rumah tangga yang
kondusif bagi perkembangan sehat anak/remaja, dan kriteria keluarga sehat adalah:
• Kehidupan beragama dalam keluarga
• Mempunyai waktu bersama dalam keluarga
• Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga
• Saling menghargai antar anggota keluarga
• Mampu menjaga kesatuan dan keutuhan keluarga
• Mempnyai kemampuan untuk menyelesaikan krisis keluarga secara positif dan konstruktif
2. Di sekolah
Hendaknya pengelola sekolah mampu menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi
proses belajar mengajar anak didik. Kondisi sekolah yang kondusif bagi proses belajar
mengajar diantaranya:
• Sarana dan prasarana sekolah yang memadai
• Kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru
• Kuantitas dan kualitas tenaga non guru yang memadai
• Kesejahteraan guru (kondisi sosial-ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas rangkap guru
antar sekolah sebaiknya dihindarkan
• Kurikulum sekolah yang terlalu padat/banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau
kembali. Di sekolah bukan semata-mata perkembangan mental-intelektual (kognitif) anak
didik yang diutamakan, melainkan juga perkembangan mental-emosional dan mental-sosial
jangan sampai tidak diperhatikan.
• Lokasi sekolah hendaknya tidak berada di daerah rawan, jauh dari daerah perbelanjaan,
pusat-pusat hiburan/keramaian.
3. Di masyarakat/lingkungan sosial
Hendaknya para pamong, aparat kamtibmas, tokoh/pemuka masyarakat mampu menciptakan
kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman dan tentram, bebas dari segala
bentuk kerawanan, misalnya:
• Tempat pemukiman tidak bercampur dengan pusat-pusat perbelanjaan, hiburan dan
sebangsanya.
• Tempat pemukiman bebas wts
• Tempat pemukiman bebas dari tempat-tempat penjualan/peredaran alkohol, narkotika, dan
obat-obat terlarang lainnya (drug fre environment)
• Tempat pemukiman hendaknya bebas polusi, tidak kumuh dan tidak padat
• Tempat pemukiman bebas dari anak-anak jalanan, pengangguran dan bergadang hingga
larut malam, mabuk-mabukan dan tindak menyimpang lainnya yang dapat mengganggu
lingkungan.
• Tempat pemkiman tidak terlalu mencolok satu dengan yang lain agar kesenjangan sosial
dihindari.


BAB III
KESIMPULAN

Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak
kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Sementara itu, kriminalitas yang
akhir-akhir ini marak dilakukan oleh pelajar merupakan suatu fenomena yang membuat hati
kita miris.
Para pelajar yang masih tergolong anak dibawah umur tersebut telah berani melakukan
tindakan yang sangat tidak terpuji. Mereka mencuri, merusak, memperkosa bahkan
membunuh. Tindakan mereka ini sudah merupakan hal yang melanggar hukum.
Segala penyimpangan yang terjadi ini sebenarnya diakibatkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah faktor internal dalam keluarga, selanjutnya yaitu faktor dari sekolahnya
sendiri yang kurang kondusif, serta yang terakhir adalah faktor dari masyarakat/lingkungan
sosialnya.
Untuk itu peranan orang tua dan lingkungan sekitar harus memberikan contoh-contoh yang
baik sebagai kepribadian yang terbentuk akan baik pula.

DAFTAR PUSTAKA
Kartini, Kartono. Patologo Sosial. Jakarta: Pt RajaGrafindo.2005
Rauf, dkk. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Remaja Dan Kamtibmas. Jakarta:
Bp. Dharma Bhakti. 2002
http://www.kompas.com
http://www.scribd.com/doc/6241288/KRIMINALITAS-REMAJA

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang atas rahmat
dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk belajar dan
mempelajari lebih lanjut tentang topik kenakalan remaja berikut solusi pencegahan dan
pemecahannya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar
mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat optimal
sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui
tentang berbagai penyebab kenakalan remaja serta dapat membentengi diri dan lingkungan
pergaulannya dari terjerumus ke dalam berbagai bentuk kenakalan remaja tersebut.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar
untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah dan
juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam belajar
pada masa mendatang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kenakalan Remaja


Akhir-akhir ini di beberapa media masa sering kita membaca tentang perbuatan kriminalitas
yang terjadi di negeri yang kita cintai ini. Ada anak remaja yang meniduri ibu kandungnya
sendiri, perkelahian antar pelajar, tawuran, penyalahgunaan narkoba dan minum-minuman
keras dan masih banyak lagi kriminalitas yang terjadi di negeri ini. Kerusakan moral sudah
merebak di seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa serta
orang yang sudah lanjut usia.
Termasuk yang tidak luput dari kerusakan moral ini adalah remaja. Para ahli pendidikan
sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut,
seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk
dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi dan pencarian jati diri, yang karenanya
sering melakukan perbuatan-perbuatan yang dikenal dengan istilah kenakalan remaja.
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum
pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan
orang-orang di sekitarnya. Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat
secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899
di Illinois, Amerika Serikat. Beberapa ahli mendefinisikan kenakalan remaja ini sebagai
berikut:
1.  Kartono, ilmuwan sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency
merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang".
2. Santrock "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang
tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."

2.2. Penyebab Kenakalan Remaja


Ulah para remaja yang masih dalam tarap pencarian jati diri sering sekali mengusik
ketenangan orang lain. Kenakalan-kenakalan ringan yang mengganggu ketentraman
lingkungan sekitar seperti sering keluar malam dan menghabiskan waktunya hanya untuk
hura-hura seperti minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, berkelahi,
berjudi, dan lain-lainnya itu akan merugikan dirinya sendiri, keluarga, dan orang lain yang
ada disekitarnya.
Cukup banyak faktor yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai faktor
yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Berikut
ini penjelasannya secara ringkas:

Anda mungkin juga menyukai