Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

Gangguan Panik (F41.0)

IDENTITAS PASIEN

Nama :

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat :

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Status Perkawinan : Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2017

Tempat Pemeriksaan :
LAPORAN PSIKIATRI
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Panik dan sesak napas
B. Riwayat gangguan sekarang
Seorang pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang
dialami ±2 minggu terakhir. Keluhan memberat satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Kemudian pasien tiba-tiba panic dan ketakutan saat melihat pria kecuali
pacarnya. Awalnya pasien mempunyai pacar yang dari pemeriksaan didapatkan
bahwa pacar pasien tersebut selingkuh dengan teman satu kelompok pencak
silatnya yang kebetulan adik kelas dari pasien tersebut. Kemudian selang
beberapa minggu pacar pasien tersebut memutuskan hubungannya dengan
pasien dengan alasan bahwa pacarnya akan melanjutkan sekolah di daerah lain.
Merasa tidak terima dengan perlakuan pacarnya akhirnya pasien sering murung,
mengurung diri dan menyendiri. Dari aloanamnesis, ibu pasien mengatakan
bahwa pasien adalah anak yang tertutup. Sejak kejadian tu, pasien sering
mengeluhkan sesak napas bahkan kadang pasien merasa tiba-tiba berdebar-debar
dan keringat dingin apalagi ketika pasien melihat laki-laki tetapi dalam beberapa
hari terkahir pacar pasien dating rumah sakit mengunjungi pasien. Pada keadaan
tu asien terlihat tenang dan tidak ketakutan melihat laki-laki. Pasien juga
mengeluhkan susah tidur dan nafsu makan berkurang.
Serangan lainnya dirasakan kembali oleh pasien yaitu ketika sedang saat
nonton sore, pasien kembali merasa sesak, gemetar dan takut akan dievakuasi
sehingga pasien cepat-cepat masuk kamar dan menenangkan dirinya. Serangan
terakhir yang dirasakan oleh pasien tepatnya 1 hari yang lalu sebelum masuk
UGD, saat itu pasien sedang duduk-duduk dirumahnya setelah membersihkan
rumah, pasien tiba-tiba merasa sesak dan gemetar yang berlangsung sekitar ± 30
menit. Sejak saat itu, pasien mulai berfikir bahwa gejala yang dirasakan
merupakan hal mistis dari temannya, dan orangtua pasien mengusulkan untuk
membawanya ke UGD agar bisa lebih tenang.

 Hendaya disfungsi
Hendaya Sosial (-)

2
Hendaya Pekerjaan (-)
Hendaya Waktu Senggang (-)
 Faktor stressor psikososial
Pasien menyampaikan bahwa gejala-gejala yang ia alami saat ini muncul
setelah terjadi perselisihan dengan pacarnya.
C. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
 Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada
 Riwayat penggunaan zat psikoaktif :
Tidak ada
 Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya:
Pasien tidak mempunyai riwayat gangguan jiwa sebelumnya

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien lahir normal dan cukup bulan. Pasien mendapatkan ASI hingga usia
6 bulan.
2. Riwayat masa kanak awal (usia 1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangannya sama dengan anak seusianya. Pasien
juga memperoleh perhatian yang cukup dari kedua orang tuanya.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya. Pertumbuhan dan perkembangan
baik. Pasien masuk SD saat berusia 6 tahun. Pertumbuhan dan
perkembangannya sama dengan anak seusianya. Namun, pasien terlihat
tertutup dan tidak mempunyai terlalu banyak teman.
4. Riwayat masa kanak akhir dan remaja (usia 12-18 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangannya sama seperti remaja lain. Pada masa
SMP dan SMA, pasien sering mengikuti organisasi-organisasi di sekolah.
5. Riwayat masa dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Setelah tamat SMA, pasien melanjutkan pendidikan ke Universitas.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja

3
c. Riwayat Kehidupan pribadi
Pasien dikenal sebagai seorang yang rajin dan ramah tetapi sangat
tertutup.
d. Riwayat kehidupan keluarga
Pasien sangat tertutup pada keluarga
e. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : (-)
f. Situasi Kehidupan sekarang
Saat ini pasien tinggal di rumahnya dengan kedua orangtuanya
g. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien berharap dapat sembuh seperti semula.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan : Tampak seorang perempuan, wajah sesuai umur, memakai baju
kaos berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam. Penampilan biasa,
perawatan diri cukup.
2. Kesadaran: Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : pasien tampak ketakutan pada saat
pemeriksaan.
4. Pembicaraan : pasien tidak menjawab dengan spontan.
5. Sikap terhadap pemeriksa : Tidak Kooperatif
B. Keadaan afektif
1. Mood : Panik
2. Afek : Panik
3. Empati : Dapat dirabarasakan
C. Fungsi intelektual (kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai taraf
pendidikan
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik

4
4. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik
b. Jangka sedang : Baik
c. Jangka pendek : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Baik

D. Gangguan persepsi
1. Halusinasi :
 Halusinasi auditorik (-)
 Halusinasi visual (-)
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Baik
b. Kontinuitas : Relevan, koheren
c. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : tidak ada
b. Gangguan isi pikir : tidak ada
F. Pengendalian impuls : Baik selama wawancara
G. Daya nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realitas : Baik
H. Tilikan (Insight) : Derajat 6 (sadar kalau dirinya sakit dan perlu
pengobatan)
I. Taraf dapat dipercaya : Dapat dipercaya

III. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

5
1. Seorang perempuan umur 20 tahun, perawatan diri baik.
2. Keluhan utama panik.
3. Gejala-gejala yang dialami oleh pasien yaitu rasa sesak, gemetar, jantung
berdebar, keringat dingin, dan rasa mau mati.
4. Pasien menyampaikan bahwa gejala-gejala yang ia alami saat ini muncul setelah
terjadi perselisihan dengan pacarnya dan pasien merasa terancam dengan
kepergian pacarnya.
5. Dari pemeriksaan status mental didapatkan deskripsi umum baik, afektif : mood
dan afek panik, fungsi kognitif baik, gangguan proses berpikir tidak ada, proses
berfikir, pengendalian diri, dan daya nilai baik, Insight derajat 6 serta dapat
dipercaya.

6
IV. EVALUASI MULTIAKSIAL
A. Aksis I
Dari riwayat penyakit sekarang pasien memiliki keluhan panik dan
cemas, rasa sesak, gemetar, keringat dingin, jantung berdebar-debar, dan rasa
mau mati. Keluhannya tersebut dirasakan ketika serangannya datang.
Diagnosis yang diajukan untuk kasus ini adalah gangguan panik (F41.0).
- Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40)
- Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira 1
bulan:
a. Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya (unpredictable situations).
c. Dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian,
umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik yaitu anxietas yang
terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan
terjadi).
B. Aksis II
Tidak ada (none)
C. Aksis III
Tidak ada (none)
D. Aksis IV
Masalah pekerjaan (perselisihan dengan temannya sesama polisi)
E. Aksis V
GAF Scale sekarang 80-71: gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan
dalam sosial dan pekerjaan.

7
V. DAFTAR PROBLEM
 Organobiologik : Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena
terdapat suatu stressor psikologis yang menyebabkan kelainan neurologis
sehingga memerlukan terapi psikofarmaka
 Psikologik: Tidak ditemukan adanya hendaya dalam menilai realita, namun
terdapat gejala anxietas sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
 Sosiologik : Tidak ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, bidang
pekerjaan maupun waktu senggang.

VI. PROGNOSIS
Dubia et bonam
Faktor pendukung :
 Pasien punya keinginan besar untuk sembuh
 Pasien mau berobat
Faktor penghambat :
Tidak ada
VII. RENCANA TERAPI
 Farmakoterapi :
Alprazolam 0,5 mg 2x1/2 oral
Fluoxetin 20 mg/24jam/oral 1-0-0
 Psikoterapi :
1. Terapi Perilaku dan kognitif
Terapi kognitif dan perilaku adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik.
Dua fokus utama terapi kognitif gangguan panik adalah instruksi mengenai
keyakinan salah pasien dan informasi mengenai serangan panik. Instruksi
mengenai keyakinan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk salah
mengartikan sensasi tubuh ringan sebagai tanda khas akan terjadinya serangan
panik, ajal, atau kematian. Informasi mengenai serangan panik mencakup
penjelasan bahwa, ketika serangan panik terjadi, serangan ini terbatas waktu dan
tidak mengancam nyawa.
Pasien diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif yaitu
membentuk kembali pola perilaku dan pikiran irasional dan menggantinya
dengan pikiran yang rasional. Terapi biasanya berlangsung selama 30-45 menit.

8
Pasien kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, seperti
membuat daftar pengalaman harian dalam menyikapi peristiwa yang dialami
pasien kemudian ketika kunjungan konsultasi selanjutnya, dokter membahas
pekerjaan rumah psien tersebut. Terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan
tergantung pada kondisi individu yang mengalaminya.

2. Aplikasi Relaksasi
Tujuan aplikasi relaksasi adalah memberikan pasien rasa kendali mengenai
tingkat anxietas dan relaksasi. Melalui penggunaan teknik standar relaksasi otot
dan membayangkan situasi yang membuat santai, pasien mempelajari teknik
yang dapat membantu mereka melewati sebuah serangan panik.

3. Pelatihan Pernapasan
Karena hiperventilasi yang berhubungan dengan serangan panik mungkin
berkaitan dengan sejumlah gejala seperti pusing dan pingsan, satu pendekatan
langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien
mengendalikan dorongan untuk melakukan hiperventilasi. Setelah pelatihan
seperti itu, pasien dapat menggunakan teknik untuk membantu mengendalikan
hiperventilasi selama serangan panik.
Terapi ini bermanfaat meredakan secara relative cepat serangan panik dan
menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah terlatih setiap
hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh yang
mensugesti pikiran kearah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam
proses relaksasi biasanya berlangsung 20-30 menit atau lebih lama lagi, setelah
itu pasien diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap hari sehingga bila
serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.

4. Psikodinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar
menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien lebih
banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar, kecuali pada
pasien yang benar-benar pendiam, maka dokter yang harus lebih aktif. Terapi ini

9
memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hal
ini tentu memerlukan kerjasama yang baik antara pasien dengan dokter serta
kesabaran dari keduanya.
 Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya
sehingga tercipta dukungan sosial dengan lingkungan yang kondusif untuk
membantu proses penyembuhan pasien serta melakukan kunjungan berkala.
VIII. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan efektifitas terapi dan efek samping dari obat
yang diberikan.
IX. PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan merujuk pada
kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini dapat didiagnosa sebagai
Gangguan panik (F41.0)
Di dalam klasifikasi ini, suatu serangan panik yang terjadi pada suatu situasi
fobik yang sudah dianggap sebagai ekspresi dari keparahan fobia tersebut. Gangguan
panik baru menjadi diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya salah satu gangguan
fobia seperti yang tercakup dalam F40.
Untuk diagnosis pasti, beberapa serangan berat dari anxietas otonomik harus terjadi
dalam periode kira-kira satu bulan.
a. Pada keadaan di mana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b. Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya.
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara
serangan-serangan panik (meskipun sering terjadi juga anxietas antipatorik).
Menurut DSM-IV:
Kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan adanya serangan
panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten lebih dari 1 bulan terhadap:
1. Serangan panik baru
2. Konsekuensi serangan, atau
3. Terjadi perubahan yang signifikan berhubung dengan serangan
Selain itu mendiagnosis serangan panik kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13
gejala berikut ini:

10
 Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
 Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
 Takut mati
 Leher terasa dicekik
 Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
 Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
 Merasa sesak, nafas pendek
 Mual atau distres abdominal
 Gemetaran
 Berkeringat
 Rasa panas di kulit, menggigil
 Mati rasa, kesemutan
 Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri) selama
serangan panik, pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa ajalnya
hampir menjelang akibat perasaan tercekik dan berdebar-debar.
Gejala lain yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa
dingin, timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan panik terdiri dari penatalaksanaan secara farmakoterapi dan
psikoterapi. Tujuan utama penatalaksanaan gangguan panik adalah untuk mengurangi
atau mengeliminasi gejala serangan panik, mencegah dan mengantisipasi ansietas serta
mengatasi keadaan komorbid yang menyertainya. Penggunaan modalitas terapi harus
diperhatikan dari segi faktor resiko serta keuntungan dari masing-masing terapi sesuai
dengan kebutuhan masing-masing dari penderita.
Alprazolam (Xanax®) dari golongan benzodiazepin dan Fluoxetin dari golongan
Selective Serotonine Reuptake Inhibitor (SSRI) adalah dua obat yang disetujui untuk
terapi gangguan panik. Apabila terapi yang digunakan efektif, terapi dilanjutkan selama
8 sampai 12 bulan. Pada terapi yang tidak memberikan respon harus dikaji ulang adanya
keadaan komorbid seperti depresi, penggunaan alkohol atau penggunaan zat.

11
A. Golongan Obat
SSRI dan Serotonine-nerephinephrine reuptake inhibitor (SNRI) telah disetujui
digunakan pada semua gangguan ansietas utama, seperti gangguan panik.
Benzodiazepin memberikan keringanan yang cepat pada generalized anxiety dan panik
daripada yang dilakukan oleh antidepresan. Namun bagaimanapun juga, antidepresan
paling tidak memperlihatkan sama efektifnya atau mungkin lebih efektif dari
benzodiazepin pada terapi gangguan ansietas jangka panjang. Lagi pula, antidepresan
tidak menyebabkan resiko dependensi dan toleransi seperti yang terjadi dengan
benzodiazepin.
B. Cara penggunaan
1. Pemilihan obat
Semua jenis obat anti panik (Trisiklik, Benzodiazepin, Reversible Inhibitor
of Monoamine Oxydase-A (RIMA), SSRI) sama efektifnya menanggulangi
sindrom panik pada tahap sedang dan pada stadium awal dari gangguan panik.
Bagi mereka yang sensetif terhadap efek samping golongan trisiklik atau adanya
penyakit organik sebagai penyulit, dapat beralih ke golongan SSRI atau RIMA
di mana efek samping relatif lebih ringan. Alprazolam merupakan obat yang
paling kurang toksik dan “onset of action” yang lebih cepat.2

2. Pengaturan dosis
Cara terbaik untuk melihat apakah terdapat keseimbangan antara efek
samping dan khasiat obat adalah dengan meneliti sebaik mungkin antara waktu
pemberian obat dan dosis, dalam hubungan dengan jumlah serangan panik dalam
periode waktu tertentu. Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis
dinaikkan dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan
mencegah terjadinya toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan.
Apabila dosis tidak dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan
merasakan manfaatnya, atau malah akan mundur dari perkembangan yang sudah
mulai membaik pada awal pengobatan dalam beberapa minggu.
Dosis efektif untuk Alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada
beberapa kasus dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan Trisiklik, dosis
efektif biasanya sekitar 150-200 mg/hari. Alprazolam umumnya telah mulai
berkhasiat dalam waktu beberapa hari setelah pemberian obat, sedangkan
Trisiklik/RIMA/ SSRI baru menunjukkan efek setelah pemberian 4-6 minggu.

12
Imipramin atau Clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis
tunggal pada malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/hari dengan selang waktu beberapa hari sampai 1 minggu, hingga tercapai
dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai
sekitar 150-200 mg/hari), dengan efek samping yang dapat ditoleransi oleh
penderita. Dosis efektif dipertahankan sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi
perlahan-lahan sampai 1-2 bulan.
Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya
individual, Imipramin/Clomiperamin sekitar 100-200 mg/hari dan Setraline
sekitar 100 mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun).
3. Lama pemberian
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan
sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila
kondisi penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu
tertentu). Dalam 3 bulan setelah bebas obat sekitar 75% penderita menunjukkan
gejala kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semul
diulangi untuk selama 2 tahun. Setelah itu diboba lagi diberhentikan perlahan-
lahan dalam kurun waktu 3 bulan dan seterusnya. Ada beberapa penderita yang
memerlukan pengonatan bertahun-tahun untuk mempertahankan bebas gejala
dan bebas dari disabilitas.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Binarupa Aksara : Tangerang. 2010.
2. Maslim, Rusdi, (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III dan
DSM IV. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unika Atmajaya.

14

Anda mungkin juga menyukai