Anda di halaman 1dari 4

Ananda Najmi Azzahra

NIM : 2100030258

1. Mengapa sebuah negara harus memiliki ideologi?

Ideologi sendiri memiliki fungsi yang sangat sentral bagi suatu negara, di mana fungsi
dari ideologi sendiri adalah sebagai sesuatu yang memperkuat dan memperdalam identitas
rakyatnya (Prof. W. Howard Wriggins). Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa ideologi adalah identitas dari suatu bangsa.
Sama seperti identitas yang dimiliki oleh setiap orang sebagai tanda pengenal, ideologi
dapat dikatakan sebagai tanda pengenal dari suatu bangsa. Selain menjadi identitas, ideologi
juga memiliki fungsi lain yaitu fungsi kognitif dan orientasi dasar. Fungsi kognitif memiliki
artian bahwa ideologi dapat menjadi suatu landasan bagi suatu bangsa dalam memandang
dunia, sedangakan fungsi orientasi dasar berarti ideologi tersebut memberikan wawasan dan
makna bagi rakyat dan juga memberikan tujuan bagi rakyatnya.
Ideologi memiliki posisi yang sangat penting bagi setiap bangsa. Posisi penting ini
dikarenakan ideologi peranan sebagai arah atau pedoman bagi bangsa untuk mencapai
tujuannya masing-masing. Selain itu, peran lain yang dimiliki oleh ideologi adalah sebagai
alat untuk mencegah terjadinya konflik sosial dalam masyarakat agar setiap masyarakat dapat
hidup dalam ketentraman dan juga memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Peranan lain dari
ideologi adalah sebagai alat pemersatu suatu bangsa. Setiap bangsa tentu saja memiliki
keberagaman baik dalam suku,bahasa,adat-istiadat,kebudayaan, dan lain sebagainya.
Ideologi memiliki peran dalam mempersatukan keberagaman yang ada dalam masyarakat
supaya dapat terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Dari paparan
tersebut, maka dapat terlihat betapa pentingnya ideologi bagi setiap bangsa.
Identitas bangsa Indonesia sendiri tertuang kedalam ideologi yang dianut oleh bangsa
Indonesia, yaitu Ideologi Pancasila. (https://binus.ac.id/character-building/2020/10/pancasila-
sebagai-ideologi-negara/)

2. Apa yang menjadikan Ideologi Pancasila berbeda dengan ideologi-ideologi lain?


Secara teknis negara kita menganut sistem demokrasi yang diatur oleh dasar negara kita
sendiri yaitu Pancasila. Demokrasi sendiri dapat diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang
seluruh rakyatnya turut serta dalam memerintah dengan perantaraan wakilnya. Selain
Indonesia, negara lain yang menganut sistem demokrasi adalah Denmark, Swedia, dan
Norwegia. Hal ini dikarenakan negara-negara tersebut mempunyai tingkat partisipasi politik
yang tinggi dan keterlibatan aktif setiap masyarakatnya dalam hidup berdemokrasi.

Selain demokrasi terdapat pula sosialisme, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai
paham kenegaraan dan ekonomi yang berusaha supaya harta benda, industri, dan perusahaan
menjadi milik negara. Sosialisme sendiri terbagi menjadi beberapa cabang, salah satunya
sosialisme versi Marx adalah sebuah fase ekonomi yang terjadi setelah runtuhnya fase
kapitalisme dan merupakan fase perantara sebelum memasuki fase komunisme. Pada
praktiknya gagasan sosialisme versi Marx inilah yang menginspirasi pembentukan negara
komunis seperti Kuba, Uni Soviet, Vietnam, RRC, dll.

Berbeda dengan sosialisme, gagasan Liberalisme merupakan aliran ketatanegaraan dan


ekonomi yang menghendaki kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga (pemerintah
tidak boleh turut ikut campur). Gagasan ini pertama kali dirangkum oleh John Locke, dimana
gagasan utama dari konsep politik liberalisme berfokus pada kebebasan individu. Negara
yang menganut ideologi ini antara lain Amerika Serikat, Argentina, Peru, Uruguay, Panama,
dan sebagainya.

Pancasila sendiri memiliki kelima sila yang setiap silanya mempunyai makna tersendiri.
Jika dilihat dari berbagai ideologi yang dijabarkan diatas, Pancasila menganut ideologi
demokrasi dan sosialisme. Hal tersebut dikarenakan bangsa  Indonesia memiliki nilai
kepedulian yang tinggi untuk kepentingan bersama, dan ingin mewujudkan kesejahteraan
dalam masyaraktnya, tercantum dengan sangat jelas pada sila ke lima "keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia".  Dalam hal ini pemerintah menjadi perwakilan rakyat untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ideologi Pancasila
dengan tegas lebih mengedepankan kepentingan bersama dibanding dengan kepentingan
pribadi. (https://www.kompasiana.com/feliciavlntn/5d0a60b5097f360d493fbe93/pancasila-
dan-ideologi-lainnya)

3. Analisa kasus
a. Contoh kasus Pancasila dijadikan sebagai perekat

Persoalan wilayah perbatasan dinilai menjadi masalah yang sangat krusial dalam
sebuah negara. Hal ini karena dikarenakan menyangkut juga batas wilayah negara. Untuk
negara seperti Indonesia, masalah perbatasan mestinya mendapat perhatian lebih karena
beberapa tahun kemarin kita dikejutkan dengan lepasnya pulau Sipadan-Ligitan ke
pelukan negeri jiran, Malaysia.

Selain karena absennya perhatian pemerintah dalam persoalan perbatasan ini, masalah
kesenjangan struktural dan ketidakmerataan juga menjadi faktor dominan bagi lepasnya
wilayah-wilayah tersebut dari bumi Indonesia. Kasus lepasnya Timor-Timor dari
pangkuan Bumi Pertiwi patut menjadi pelajaran penting agar kasus serupa tidak terjadi di
wilayah lain.

Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa,
adat istiadat, bahasa daerah,   menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas,
maka  tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat.  Tali pengikat itu adalah
cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian 
diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur.

Memang  ada sementara pendapat,  bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa.
Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan,
kebersamaan dan  tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada
kenyataannya, tidak sedikit konflik  yang terjadi antara penganut agama yang berbeda. 
Tidak sedikit orang merasakan  bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu.
Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah  Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum
dan sekaligus menyatukan  pemeluk agama yang berbeda itu.  Mereka yang berbeda-beda
dari berbagai aspeknya itu  dipersatukan  oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa
ialah Pancasila. (https://kostrad.mil.id/post_artikel/pancasila-sebagai-perekat-
kemajemukan-bangsa/)

b. Contoh kasus Pancasila dijadikan alat


Pancasila: Alat Kritik
Sejak kita merdeka, terutama di dalam periode kesejarahan yang saya gambarkan
di atas, posisi Pancasila terutama ditekankan pada dua aspek utama, yaitu Pancasila
sebagai dasar negara dan Pancasila sebagai alat pemersatu. Penekanan terhadap kedua
hal itu tentu saja seharusnya memang begitu. Ir. Soekarno sendiri sebagai perumus
awal dari Pancasila pada 1 Juni 1945, memang bertujuan utama persatuan, sesuai
dengan realitas yang dihadapi untuk menjadi bangsa-negara merdeka. Sebagai dasar
negara dan sebagai alat pemersatu memang telah mengalami pelbagai usaha untuk
digunakan oleh pemerintah-pemerintah yang dibangun sejak periode 1945 - sampai
sekarang. Tetapi sebagai bangsa-negara merdeka tentu kita telah berhadapan dengan
pelbagai kenyataan, baik kenyataan internal kita sendiri, dan terutama juga dengan
penghadapan kita dengan perkembangan arus dari luar, sebutlah apa yang sering
menjadi pembicaraan masyarakat mondial, tentang globalisasi. Persoalannya ialah
apa jawaban dan tindakan kita menghadapi persoalanpersoalan “rumit” yang
dilahirkan oleh kedua hal di atas, persoalan perubahan internal kita dan perubahan
yang terjadi karena globalisasi.
Selama ini kita memahami Pancasila hanya sebagai dasar negara dan alat
pemersatu. Tetapi di dalam menghadapi arus perubahan baik internal maupun
eksternal, kita melupakan salah satu fungsi utama dari Pancasila ialah sebagai alat
kritik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan Balai Pustaka, 1993,
kata Kritik diartikan sebagai kecaman atau tanggapan; selanjutnya dikatakan
“kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik dan buruk terhadap suatu hasil
karya, pendapat” (KBBI, hal. 531). Sebagai bangsa-negara merdeka, kita telah
berhadapan dengan pelbagai persoalan internal kita; juga sekaligus dengan tantangan
arus global yang tidak dapat hanya mengikuti arus yang jika kita tidak hati-hati
menghadapinya, atau kalau kita tidak memiliki alat konseptual untuk menghadapinya,
maka kita akan dihempaskannya dengan sangat keras. (https://psp.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/sites/247/2018/08/Pancasila-alat-kritik.pdf)

Anda mungkin juga menyukai