Anda di halaman 1dari 18

Weiss, J.W. (2014; ch.

1): Business Ethics, the Changing Environment, and Stakeholder


Management

Lingkungan Bisnis

Lingkungan bisnis adalah seluruh kekuatan yang melingkungi dan mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan perusahaan. Kekuatan ini ada yang dapat dikontrol (controllable) dan tidak dapat
dikontrol (uncontrollable) oleh perusahaan. Kekuatan yang dapat dikontrol oleh perusahaan
adalah unsur-unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri, seperti penyediaan faktor produksi
(modal, bahan baku, tenaga kerja dan teknologi yang dipilih) dan aktivitas organisasi (produksi,
personalia, keuangan dan pemasaran). Sedangkan kekuatan yang tidak dapat dikontrol pada
umumnya adalah unsur-unsur yang berada di luar perusahaan, seperti politik negara, persaingan,
agen distribusi, kondisi ekonomi, ketentuan hukum dan perundang-undangan, keuangan
internasional, budaya penduduk dan lain-lain. Dimensi lingkungan yang mempengaruhi industri,
organisasi dan pekerjaan menurut Joseph W. Weiss adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Ekonomi

Kondisi ekonomi makro memberikan refleksi keseluruhan ekonomi dan dapat mempengaruhi
kinerja dan nilai bisnis. Kinerja kebanyakan bisnis sangat tergantung pada tiga faktor ekonomi
yaitu : Pertumbuhan Ekonomi, inflasi, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi.

2. Lingkungan Teknologi

Semua bisnis tentu membutuhkan semua informasi yang sangat aktual, cepat dan dapat
dipercaya, yang mana bisa semua permasalahan tersebut hanya bisa diselesaikan melalui
Teknologi Informasi dan Komunikasi ( ICT ). Ketika perusahaan menggunakan teknologi, maka
kecepatan, skop, skala ekonomi dan efisiensi dapat ditingkatkan. Transaksi melalui teknologi
informasi membuat dunia seolah tanpa batas.

3. Pemerintah dan Lingkungan Bisnis yang Legal

Banyak perusahaan baru yang bermunculan di dunia bisnis. Tetapi tidak semua dari perusahaan
baru tersebut organisasi bisnis yang legal, banyak diantaranya yang didirikan tidak sesuai aturan-
aturan yang sudah ditetapkan. Paradigma inilah yang mendasari pentingnya keberadaan regulasi
mengenai lingkungan legal bisnis yang dapat dijadikan literatur nantinya dalam pengambilan
kebijakaan, baik untuk perusahaan-perusahaan maupun pemerintah dalam pemberian
konsekuensi atas etik yang dilanggar.

4. Perlindungan pemerintah dan regulasi terhadap bisnis. Baik untuk perusahaan, maupun

masyarakat umum.

5. Demografi Penduduk dan Lingkungan Sosial

Lingkungan demografi dan sosial terus berubah sebagai nasional batas mengalami efek
globalisasi dan tenaga kerja menjadi lebih beragam. Ini adalah tantangan bagi perusahaan untuk
mengintegrasikan antara pekerja yang tua dan muda, yang berpendidikan dengan yang tidak,
yang mempunyai skill dalam tekbologi atau yang masih gagap dalam menggunakan teknologi.

Pendekatan Pengelolaan Stakeholder

Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara
keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap
perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai
stakeholder jika memiliki karakteristik yaitu mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan
terhadap perusahaan.

Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas stakeholder dalam membuat
keputusan-keputusan perusahaan dan dalam memecahkan persoalan perusahaan. Sistem bisnis
beroperasi dalam suatu lingkungan dimana perilaku etis, tanggungjawab social, peraturan
pemerintah dan perundangan saling berkaitan satu sama lain.

Stakeholder Etika dalam bisnis diantaranya sebagai berikut:

a. Konsumen

b. Karyawan

c. Investor penanam modal

d. Pemilik dan manajemen


e. Pemasok bahan-bahan

f. Organisasi pekerja

g. Pemerintah yang mengatur kelancaran aktivitas usaha

h. Bank penyandang dana perusahaan atau kreditur

i. Investor penanam modal

j. Masyarakat

k. Kelompok khusus atau mitra usaha

Pendekatan Stakeholder mulai menjawab pertanyaan ini memungkinkan individu dan kelompok
untuk mengartikulasikan strategi kolaboratif, win-win strategi berdasarkan:

1. Mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah, ancaman, atau peluang

2. Pemetaan siapa para pemangku kepentingan

3. Mengidentifikasi taruhannya, kepentingan, dan sumber daya mereka

4. Menunjukkan siapa anggota koalisi berada atau mungkin menjadi

5. Menunjukkan apa yang masing-masing etika yang wajib dimiliki masing-masing stakeholder

6. Mengembangkan strategi kolaboratif dan dialog dari "lebih tinggi tanah "perspektif untuk

memindahkan rencana dan interaksi dengan yang diinginkan penutupan bagi semua pihak

Pengertian Etika Bisnis

Weiss (2003) dalam bukunya yang berjudul “Business Ethics : A Stake Holder And Issues
Management Approach” mengatakan bahwa etika bisnis menyatakan sesuatu itu benar atau
salah, baik atau buruk, keputusan dan aksi yang berbahaya atau yang menguntungkan. Pertama
adalah kata etika, Menurut bahasa Yunani, kata etika berawal dari kata ethos yang memiliki arti
sikap, perasaan, akhlak, kebiasaan, watak. Sedangkan Magnis Suseno berpendapat bahwa etika
merupakan bukan suatu ajaran melainkan suatu ilmu. Kata kedua adalah bisnis, yang diartikan
sebagai suatu usaha. Jika kedua kata tersebut dipadukan, yaitu etika bisnis maka dapat
didefinisikan sebagai suatu tata cara yang dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan
berbisnis. Dimana dalam tata cara tersebut mencakup segala macam aspek, baik dari individu,
institusi, kebijakan, serta perilaku berbisnis.

Mengapa Etika Penting dalam Bisnis?

1. Finansial dan ekonomi "Hal yang benar dilakukan oleh perusahaan perusahaan” yaitu
membayar pajak, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya, serta masyarakat, untuk
perusahaan dan pengusaha, bertindak secara legal dan etis berarti menghemat miliaran dolar
setiap tahun dalam gugatan, permukiman, dan pencurian.

2. Hubungan, Reputasi, Moral, dan Produktivitas biaya untuk bisnis juga mencakup kerusakan
hubungan; merusak reputasi; penurunan produktivitas karyawan, kreativitas, dan loyalitas;
informasi tidak efektif mengalir ke seluruh organisasi; dan absensi. perusahaan yang memiliki
reputasi perilaku tidak etis dan tidak peduli terhadap karyawan akan kesulitan saat merekrut dan
mempertahankan profesionalitasnya.

3. Integritas, Budaya, Komunikasi, dan Kebiasaan yang Baik Untuk bisnis pemimpin dan
manajer, mengelola etis juga berarti mengelola dengan integritas. Integritas dan etika peduli
dengan cara berikut: ada lebih fleksibilitas dan keseimbangan; nilai telah berubah; dan organisasi
yang menghargai karyawan baru lebih karena demografi telah berubah. Perubahan ini dijelaskan
berikutnya.

4. Integritas atau Perilaku Etis

Keterlibatan lebih tinggi di organisasi di mana karyawan merasa mereka berbagi nilai yang sama
seperti majikan mereka. Memiliki tujuan bersama juga dapat meningkatkan komitmen karyawan,
terutama antara pekerja yang lebih tua.

Bekerja untuk Perusahaan Terbaik

Majalah Fortune secara berkala mempublikasikan 100 perusahaan terbaik. Meskipun daftar
perusahaan terus berubah, namun penting bagi perusahaan lain untuk mencontoh karakteristik
perusahaan terbaik tersebut. Paling sering karakteristik yang disebutkan termasuk profit sharing,
bonus, dan moneter penghargaan.

Tingkatan Etika Bisnis

Weiss (1995:9) mengutip pendapat Carroll (1989) membahas lima tingkatan etika bisnis, yaitu:

1. Tingkat individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening


pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima
suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan. Jika masalah etis
hanya terbatas pada tanggung jawab individual, maka seseorang harus memeriksa motif dan
standar etikanya sebelum mengambil keputusan.

2. Tingkat organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan
untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi kepentingan
keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh melakukan perbuatan yang tidak
sah demi keuntungan unit kerjanya.

3. Tingkat asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus melihat
anggaran dasar atau kode etik organisasi profresinya sebagai pedoman sebelum ia memberikan
saran pada kliennya.

4. Tingkat masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat
diterima secara sah. Ketentuan ini tidak mesti berlaku sama di semua negara. Oleh karena itu,
kita perlu berkonsultasi dengan orang atu badan yang dapat dipercaya sebelum melakukan
kegiatan bisnis di negara lain.

5. Tingkat internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena
factor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan. Oleh karena itu, konstitusi,
hukum, dan kebiasaan perlu dipahami dengan baik sebelum seesorang mengambil keputusan.
Lima Mitos dalam Etika Bisnis

Mitos 1: Etika adalah pribadi, urusan pribadi, bukan secara umum dan tidak penting
untuk diperdebatkan

Mitos ini menyatakan bahwa etika individual didasarkan pada keyakinan pribadi atau agama, dan
salah satu yang memutuskan apa yang benar dan salah dalam privasi seseorang hati nurani .
Menyatakan bahwa etika terkait dengan isu-isu bisnis terutama soal pilihan pribadi atau individu
sama saja meremehkan peran, sikap dan perilaku anggota dalam suatu organisasi.

Mitos 2: Bisnis dan Etika Jangan Digabungkan

Mitos yang populer ini menyatakan bahwa praktek bisnis pada dasarnya amoral-tidak tentu
bermoral-karena bisnis beroperasi di pasar bebas. mitos ini juga menegaskan bahwa manajemen
berdasarkan ilmiah, bukan agama atau etika, prinsip-prinsip.

Mitos 3: Etika Bisnis adalah Relatif

Etika tidak hanya didasarkan pada kebenaran yang absolut. Pernyataan ini bertentangan dengan
pengalaman sehari-hari. Misalnya, banyak masyarakat percaya dan dipraktekkan perbudakan;
Namun, pada individu kontemporer 'pengalaman, perbudakan adalah salah secara moral. Pada
akhirnya, logika ini akan menyatakan bahwa tidak ada benar atau salah ada terlepas dari individu
atau prinsip-prinsip masyarakat.

Mitos 4: Bisnis yang baik Berarti Etika yang baik

Intinya adalah bahwa etika bukanlah sesuatu ditambahkan ke operasi bisnis. "Etika yang baik
berarti bisnis yang baik." Ini lebih sejalan dengan pengamatan dari perusahaan sukses yang
beretika pertama dan juga menguntungkan. Akhirnya, "Apa yang terjadi jika etika harus
dipertahankan walaupun bukan yang terbaik untuk perusahaan? Apa yang terjadi ketika etika
yang baik tidak bisnis yang baik? "

Mitos 5: Informasi dan Komputasi Apakah Amoral?

Informasi tentang individu dapat digunakan sebagai Intinya di sini adalah untuk berhatihati sisi
gelap: penyalahgunaan informasi dan komputasi. implikasi etika yang hadir tapi terselubung.
Kebenaran dan akurasi harus dilindungi dan dijaga: "dusta, ketidakakuratan, berbohong, menipu,
disinformasi, informasi yang menyesatkan semua keburukan dan musuh Informasi Usia, karena
mereka merusak itu. Penipuan, keliru, dan kepalsuan adalah bertentangan dengan semua dari
mereka. "

Mengapa Menggunakan Penalaran Etika dalam Bisnis?

Pertimbangan etis diperlukan dalam bisnis untuk setidaknya tiga alasan.

1. Pertama, banyak kali hukum tidak mencakup semua aspek atau "daerah abu-abu" dari
masalah.

2. Kedua, pasar bebas dan diatur-mekanisme pasar tidak efektif menginformasikan pemilik dan
manajer bagaimana menanggapi isu-isu kompleks yang memiliki jauh konsekuensi etis.

3. Argumen ketiga menyatakan bahwa pertimbangan etis diperlukan karena masalah moral yang
kompleks membutuhkan "pemahaman intuitif atau belajar dan kepedulian keadilan, keadilan,
dan proses karena orang, kelompok, dan masyarakat. "

DAPATKAH ETIKA BISNIS DIAJARKAN DAN DILATIH?

Kursus dan pelatihan etika dapat dilakukan dengan cara berikut:

1. Ciptakan kepercayaan perusahaan. Pengusaha menciptakan norma atau kepercayaan dan


tanggung jawab etikanya.

2. Kembangkan kode etik. Membuat pernyataan tertulis mengenai standar prilaku dan prinsip etis
atau di kenal dengan dengan kode etik.

3. Menjalankan kode etik secara adil dan konsisten. Pihak manajemen harus menjalankan
perilaku etis setiap hari dan manajer wajib memberikan hukuman apabila ada yang melanggar
kode etik tersebut.

4. Mempekerjakan orang yang tepat. Perilaku etis yang diharapkan tergantung perseorangan
yang di sertai nilai moral yang tinggi membantu pencapaian perilaku yang etis.
5. Adakan pelatihan etika. Membangun dan mempertahankan standar etika. Program pelatihan
akan menimbulkan kepedulian perilaku etis dan meningkatkan sistem nilai perusahaan.

6. Lakukan audit etika secara periodik. Melakukan penilaian secara periodik terhadap
pelaksanaan etika perusahaan.

7. Pertahankan standar yang tinggi tentang tingkah laku etis

8. Pemimpin memberikan contoh perilaku etis setiap saat sehingga merupakan tolak ukur
perilaku bawahan.

9. Ciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah.

10. Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika. Bawahan dilibatkan dalam
perancangan dan implementasi etika dalam perusahaan. Bawahan diberikan kesempatan untuk
menawarkan umpan balik mengenai standar etika yang ditetapkan.

Weiss, J.W. (2014; ch. 3) : Stakeholder and Issues Management Approaches

3.1 Dilema Etika

Pengertian Etika

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam
pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan
etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik

Dilema etika adalah masalah atau isu yang dihadapi seseorang, kelompok atau organisasi
dan yang membutuhkan keputusan atau pilihan di antara klaim bersaing dan kepentingan, yang
semuanya mungkin tidak etis (yaitu, terhadap prinsip-prinsip semua pihak). Pilihan keputusan
yang disajikan oleh dilema etika biasanya melibatkan solusi yang tidak dapat memuaskan semua
pihak.
Masalah etika dan dilema hasil dari tekanan yang dialami pada empat tingkat. Berbagai
jenis masalah etika dan dilema potensial dapat terjadi pada salah satu atau semua dari empat
tingkat diidentifikasi di sini: (1) tingkat individu, (2) perusahaan atau tingkat organisasi, (3)
tingkat industri, dan (4) sosial, internasional, dan global tingkat. Dijelaskan sebagai berikut :

1. Pada tingkat individu atau profesional: Sebagai contoh pembukaan Louise menggambarkan,
seseorang mengalami tekanan dari konflik tuntutan atau keadaan yang membutuhkan
keputusan. dilema etika pada tingkat ini dapat terjadi sebagai akibat dari tekanan kerja atau
dari keadaan pribadi atau motivasi tidak berhubungan dengan pekerjaan. Tekanan pada
Louise berasal dari tugas seorang supervisor, konsekuensi dari yang dapat mempengaruhi
orang lain dalam organisasi dan mungkin dalam budaya tuan rumah. Apakah Louise
dibohongi? Apakah dia dipaksa untuk mempertaruhkan dirinya integritas dan bahkan
pekerjaan atau karir dengan menerima tugas ini? Perhatikan bahwa apa yang dimulai sebagai
dilema individu atau pribadi dapat meningkat menjadi tingkat organisasi dan lainnya,
mungkin dengan Louise jika masalah tidak diselesaikan.
2. Pada tingkat organisasi: Perusahaan yang terlibat dalam praktik dan kegiatan dipertanyakan
menghadapi kemungkinan dilema dengan para pemangku kepentingan dan atau pemegang
saham mereka.
3. Pada tingkat industri: petugas Perusahaan, manajer, dan profesional dapat dipengaruhi oleh
dan berkontribusi untuk praktek bisnis yang spesifik di industri. Dalam kasus tertentu
preofesional dapat menanyakan tentang praktik negosiasi kontrak dan harapan di industri,
tapi dia masih perlu untuk memeriksa, profesi, dan etika individu organisasinya berkenaan
dengan petunjuk dia telah diberikan. Tidak semua praktek bisnis yang terjadi dalam sebuah
industri yang etis-atau bahkan hukum. Krisis kredit subprime menggambarkan bagaimana
organisasi yang berbeda di seluruh industri melanggar standar etika.
4. The sosial, internasional, dan global tingkat. Industri, organisasi, profesional, dan pribadi
etika mungkin bentrokan di masyarakat, global, dan tingkat internasional.

Kriteria dalam pertimbangan etika

Kriteria berikut dapat digunakan dalam pertimbangan etis. mereka membantu untuk
melakukan sistematisasi dan struktur argumen :
1. Penalaran moral harus logis. asumsi dan bangunan, baik faktual dan disimpulkan, digunakan
untuk
membuat penilaian harus diketahui dan dibuat eksplisit
2. Bukti faktual dikutip untuk mendukung orang penghakiman harus akurat, relevan dan
lengkap
3. Standar etika yang digunakan dalam penalaran harus konsisten. Ketika inkonsistensi
ditemukan dalam standar etika seseorang dalam keputusan, satu atau lebih dari standar harus
dimodifikasi

3.2 Tanggungjawab Moral

Individu secara moral bertanggung jawab untuk efek berbahaya dari tindakan mereka ketika
(1) mereka sadar dan bebas bertindak atau disebabkan tindakan terjadi dan tahu bahwa tindakan
itu salah secara moral atau menyakiti orang lain dan (2) mereka sadar dan bebas gagal bertindak
atau mencegah tindakan berbahaya, dan mereka tahu itu akan menjadi salah secara moral untuk
orang lakukan. Tindakan dan konsekuensi dari suatu tindakan dapat didefinisikan sebagai salah
secara moral jika fisik atau kerugian emosional dilakukan untuk lain sebagai akibat dari tindakan
itu. Dua kondisi yang menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan
cedera atau kerusakan yang kebodohan dan inability. Namun, orang yang dengan sengaja
mencegah diri dari mengetahui bahwa tindakan yang merugikan akan terjadi masih bertanggung
jawab. Orang yang lalai gagal untuk menginformasikan diri mereka tentang masalah yang
berpotensi membahayakan mungkin masih bertanggung jawab untuk tindakan yang dihasilkan.
Lima prinsip etika dasar yang dapat digunakan dalam pertimbangan etis dibahas. Prinsip-prinsip
tersebut adalah: (1) utilitarianisme, (2) universalisme, (3) hak, (4) keadilan, dan (5) kebajikan
etis. Selain itu, empat mode tanggung jawab sosial dan empat gaya individu penalaran etis
disajikan. Akhirnya, beberapa "tes etika cepat" yang disediakan, yang dapat digunakan untuk
memperjelas dilema etika.

3.3 Utilitarianisme
Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873) diakui sebagai pendiri
konsep utilitarianisme. Meskipun berbagai interpretasi dari konsep yang ada, pandangan
utilitarian dasar menyatakan bahwa suatu tindakan dinilai sebagai benar atau baik atas dasar
konsekuensinya. Ujung dari suatu tindakan menghalalkan cara diambil untuk mencapai tujuan-
tujuan. Sebagai prinsip konsekuensialis, otoritas moral yang mendorong utilitarianisme adalah
konsekuensi dihitung, atau hasil, dari suatu tindakan, terlepas dari prinsip-prinsip lain yang
menentukan sarana atau motivasi untuk mengambil tindakan. Utilitarianisme juga mencakup
prinsip berikut:
1. Suatu tindakan yang secara moral benar jika menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah
terbesar orang.
2. Suatu tindakan yang secara moral benar jika keuntungan bersih atas biaya yang terbesar
untuk semua terpengaruh dibandingkan dengan keuntungan bersih dari semua pilihan lain
yang mungkin.
3. Suatu tindakan yang secara moral benar jika manfaatnya yang besar bagi setiap individu dan
jika manfaat lebih besar daripada biaya dan manfaat dari alternatif.

Ada juga dua jenis kriteria yang digunakan dalam utilitarianisme: berbasis Aturan dan
berbasis Tindakan, aturan utilitarianisme berpendapat bahwa prinsip-prinsip umum yang
digunakan sebagai kriteria untuk menentukan manfaat terbesar yang akan dicapai dari bertindak
dengan cara tertentu. Tindakan itu sendiri bukanlah dasar yang digunakan untuk memeriksa
apakah kebaikan terbesar dapat diperoleh. Misalnya, "mencuri itu tidak dapat diterima" bisa
menjadi prinsip bahwa utilitarian berdasarkan aturan-akan mengikuti untuk mendapatkan utilitas
terbesar dari bertindak dengan cara tertentu. "Mencuri tidak dapat diterima" bukan merupakan
prinsip mutlak yang utilitarian berdasarkan aturan-akan mengikuti dalam setiap situasi.
Utilitarian berbasis aturan mungkin memilih prinsip lain lebih "mencuri adalah tidak dapat
diterima" jika prinsip lain yang disediakan kebaikan yang lebih besar. Utilitarian berbasis
tindakan, di sisi lain, menganalisis tindakan atau perilaku tertentu untuk menentukan apakah
utilitas terbesar atau yang baik dapat dicapai. Tindakan berbasis utilitarian juga dapat memilih
tindakan lebih prinsip jika utilitas terbesar dapat diperoleh. Sebagai contoh, seorang karyawan
mungkin alasan bahwa secara ilegal menghapus zat kimia yang belum diuji dari penyimpanan
perusahaan akan menyelamatkan nyawa ratusan bayi di negara kurang diuntungkan karena bahan
kimia yang digunakan dalam formula bayi yang diproduksi di negara itu. karyawan bisa
kehilangan pekerjaannya jika tertangkap; masih ia menghitung bahwa mencuri bahan kimia
dalam situasi ini memberikan utilitas terbesar. konsep utilitarian secara luas dipraktekkan oleh
para pembuat kebijakan pemerintah, ekonom, dan profesional bisnis.
Masalah dengan utilitarianisme meliputi berikut ini:

1. Tidak ada kesepakatan ada tentang definisi "baik" bagi semua pihak. Apakah kebenaran,
kesehatan, kedamaian, keuntungan, kesenangan, pengurangan biaya, atau keamanan
nasional?
2. Tidak ada kesepakatan ada sekitar yang memutuskan. Siapa yang memutuskan apa yang
baik untuk siapa? Yang kepentingannya utama dalam keputusan?
3. Tindakan tidak dihakimi, melainkan konsekuensinya. Bagaimana jika beberapa tindakan
yang salah? Harus pengambil keputusan melanjutkan untuk mengambil tindakan-tindakan
hanya berdasarkan konsekuensinya?
4. Bagaimana biaya dan manfaat dari taruhan nonmoneter, seperti kesehatan, keselamatan, dan
kesejahteraan masyarakat, diukur? Harus nilai moneter ditugaskan untuk manfaat
nonmarketed dan biaya?Bagaimana jika efek yang sebenarnya atau bahkan berpotensi
membahayakan dari suatu tindakan tidak dapat diukur dalam jangka pendek, namun aksi ini
diyakini memiliki efek jangka panjang berpotensi, mengatakan dalam 20 atau 30 tahun?
Harus tindakan yang dipilih?
5. Utilitarianisme tidak mempertimbangkan individu. Ini adalah kolektif untuk siapa kebaikan
terbesar diperkirakan. Apakah contoh ada ketika individu dan kepentingan mereka harus
dihargai dalam keputusan?
6. Prinsip-prinsip keadilan dan hak-hak yang diabaikan dalam utilitarianisme. Prinsip keadilan
yang bersangkutan dengan distribusi yang baik, bukan jumlah total baik dalam keputusan.
Prinsip hak berkaitan dengan hak-hak individu, terlepas dari manfaat kolektif dihitung.

3.4 Universalisme atau Deontologis


Immanuel Kant (1724-1804) dianggap salah satu pendiri terkemuka prinsip universalisme.
Universalisme, yang juga disebut "etika deontologis," menyatakan bahwa ujung tidak
membenarkan sarana tindakan-hal yang benar harus selalu dilakukan, bahkan jika melakukan hal
yang salah akan melakukan yang paling baik untuk kebanyakan orang. Universalisme, oleh
karena itu, juga disebut sebagai etika nonconsequentialist. Istilah "deontologi" berasal dari kata
Yunani deon, atau tugas. Terlepas dari konsekuensi, pendekatan ini didasarkan pada prinsip-
prinsip universal, seperti keadilan, hak, keadilan, kejujuran, dan prinsip kepedulian.
Kant imperatif kategoris, seperti utilitarianisme, menempatkan otoritas moral untuk
mengambil tindakan bertugas individu terhadap individu lain dan "kemanusiaan." imperatif
kategoris terdiri dari dua bagian. Negara-negara bagian pertama bahwa seseorang harus memilih
untuk bertindak jika dan hanya jika ia akan bersedia untuk memiliki setiap orang di bumi, dalam
situasi yang sama, bertindak persis seperti itu. Prinsip ini mutlak dan memungkinkan untuk
kualifikasi di situasi atau keadaan. Bagian kedua dari negara-negara imperatif kategoris bahwa,
dalam dilema etika, seseorang harus bertindak dengan cara yang menghormati dan
memperlakukan semua orang lain yang terlibat sebagai tujuan serta berarti berakhir.
Kelemahan utama dari universalisme dan imperatif kategoris Kant termasuk kritik-kritik ini.
Pertama, prinsip-prinsip ini adalah tidak tepat dan kurang utilitas praktis. Sulit untuk memikirkan
semua umat manusia setiap kali kita harus membuat keputusan dalam dilema etika. Kedua, sulit
untuk menyelesaikan konflik kepentingan bila menggunakan kriteria yang menyatakan bahwa
semua individu harus diperlakukan sama. Derajat perbedaan kepentingan stakeholder 'dan
kekuasaan relatif ada. Namun, Kant akan mengingatkan kita bahwa manusia dan atau manusia
nya harus dipertimbangkan di atas taruhannya, basis kekuasaan, atau konsekuensi dari tindakan
kita. Namun, seringkali tidak praktis untuk tidak mempertimbangkan unsur-unsur lain dalam
dilema. Akhirnya, bagaimana jika tugas seorang pembuat keputusan ini konflik di dilema etika?
Imperatif kategoris tidak memungkinkan untuk memprioritaskan. Tujuan utama dari analisis
pemangku kepentingan adalah untuk memprioritaskan tugas-tugas yang saling bertentangan. Hal
ini, sekali lagi, sulit untuk mengambil posisi mutlak ketika sumber daya yang terbatas dan waktu
dan nilai-nilai yang saling bertentangan merupakan faktor.

3.5 Hak Asasi: Sebuah pendekatan hak berbasis legalitas dan moral
Hak legal adalah hak yang terbatas pada sistem hukum tertentu. Selain hak legal, terdapat
juga hak moral, yaitu hak berdasarkan norma-norma yang berlaku, seperti hak untuk tidak
diperbudak dan hak untuk bekerja. Selanjutnya ada juga hak kontraktual. Hak kontraktual
mengatur tugas-tugas individu dan bersifat saling mengikat berdasarkan hukum. Hak kontraktual
didefinisikan dalam batas-batas aturan moral yang berlaku meliputi:
1. Kontrak tidak seharusnya memaksa pihak tertentu untuk tidak berlaku etis atau
amoral
2. Kedua belah pihak harus secara sukarela melakukan perjanjian
3. Individu tidak seharusnya salah menafsirkan fakta-fakta/ isi perjanjian
4. Setiap individu yang melakukan perjanjian harus memiliki pengetahuan lengkap
tentang sifat dan syarat kontrak.
Selain itu, terdapat Hak Positif dan Negatif. Hak positif yaitu hak untuk membebankan
kewajiban kepada pihak lain untuk mencapai tujuan kita. Contohnya: hak mendapatkan
pendidikan yang layak bagi warga negara dibebankan kepada pemerintah. Hak negatif adalah
hak yang mengacu pada kewajiban pihak lain untuk tidak mengganggu hak seseorang.
Dalam prakteknya, prinsip hak memiliki berbagai keterbatasan diantaranya:
1. Pembenaran bahwa individu berhak menggunakan haknya memanipulasi dan
menyamarkan keegoisan, klaim politik yang tidak adil dan penuh kepentingan.
2. Perlindungan terhadap hak tertentu dapat mengorbankan pihak tertentu.
3. Batasan hak menimbulkan pertanyaan. Sejauh praktik hak dapat bermanfaat bagi
masyarakat, namun mengancam hak-hak tertentu itu diizinkan?

3.6 Prosedur, Kompensasi dan Retribusi


Prinsip keadilan menurut John Rawls yaitu:
1. Setiap orang memiliki kebebasan dasar yang sesuai dengan kebebasan yang dimiliki orang
lain
2. Ketidaksetaraan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa, agar dapat memberikan
keantungan bagi semua orang melaui posisi di perusahaan
Jenis-jenis keadilan menurut Richard De George antara lain:
1. Compensatory Justice (Kompensasi atas ketidakadilan di masa lalu)
2. Retributive justice (Hukuman kepada seseorang karena membahayakan pihak lain)
3. Distributive Justice (Distribusi keutungan dan beban/kerugian yang adil)
4. Procedural justice (merujuk pada keputusan, prosedur dan perjanjian yang adil antar
pihak)
Keadilan, hak dan kekuasaan merupakan tiga unsur yang saling terkait. Menurut T. Mc Mahon,
hak yang diperkuat dengan kekuasaan akan menciptakan sebuah keadilan. Berikut merupakan
langkah-langkah dalam upaya mentransformasikan keadilan yaitu:
 Menyadari hak dan kekuasaan
 Membangun kekuasaan yang sebagai sarana memperoleh dan membangun hak
 Pemahaman akan keterkaitan antara hak, keadilan dan kekuasaan sangat membantu
dalam memahami hubungan antara stakeholders.

3.7 Virtue Ethics : Etika berbasis berbasis kebajikan/moral


Plato dan aristoteles diakui sebagai pencetus etika moral (virtue etihics). Etika moral
berbeda dengan aturan-aturan moral atau konsekuensi dari sebuah tindakan, sehingga dianggap
sebuah kecerobohan besar bila menghubungkan antara kebajikan dengan tindakan tertentu.
Virtue Ethics tidak berfokus pada tindakan tertentu yang harus diambil melainkan berfokus pada
tipe orang yang akan diperlakukan. Sehingga, etika ini pun tidak luput dari kritik diantaranya:
a. Virtue Ethics gagal merespon dilema etika yang timbul dalam paraktik etika
b. Virtue Ethics tidak dapat adil menilai tindakan keji seseorang yang dianggap baik
(sholeh)
c. Beberapa kejahatan yang tidak bisa ditoleransi seperti pembunuhan, harus dimasukkan
dalam daftar khusus, sedangkan Virtue Ethics tidak mengakomodasi hal tersebut
d. Karakter yang selalu berubah, memaksa seseorang untuk terus bertahan dalam praktek
dengan risiko kehilangan kemampuan dalam area tersebut.

3.8 The Common Good


The Common Good, menurut john Rawls adalah kondisi umum tertentu yang memberikan
keuantungan sama bagi semua orang. Kepentingan umum diartikan sebagai akumulasi dari
berbagai kondisi sosial yang memungkinkan seluruh individu dan kelompok sosial untuk
memiliki akses dalam pemenuhan kebutuhannya. Etika Common Good mengindikasikan bahwa
para pembuat keputusan mempertimbangkan tujuan dan dampak darri kebijakan mereka terhadap
masyarakat yang lebih luas. Terdapat empat faktor yang menjadi kendala utama dalam gagasan
Common Good, yaitu:
1. Ide penyatuan semua gagasan yang dibawa oleh Common Good tiidak sesua dengan
masyarakat yang plural
2. Relatedly, dalam masyarakat yang cenderung individual, keberhasilan sseseorang
dihargai karena usahanya sendiri
3. Free rider, menyalahgunakan kepentingan umum untuk mengambil keuntungan pribadi,
sementara dia tidak berkontibusi dalam pemeliharaan fasilitas umum tersebut
4. Membantu membuat dan merawat fasilitas umu, berarti ketidak adilan dalam pembagian
beban , karena tidak semua orang mau berbuat hal tersebut

3.9 Relativisme etis: pendekatan self-interest


Relativisme etika menyatakan bahwa tidak ada standar yang universal atau aturan yang
digunakan untuk menjadikan pedoman atau mengevaluasi moralitas dari suatu tindakan yang kita
lakukan. Pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berhak menetapkan standar moral mereka
sendiri untuk menilai tindakan yang mereka lakukan. Bentuk relativsime juga disebut dengan
relativisme naïf (adalah setiap orang punya standar sendiri bagi setiap tindakan yang
diputuskan).
Logika relativisme etika juga meluas hingga kebudaya. Standar atau aturan moral bervariasi
dari satu budaya ke budaya lain. Relativisme budaya ini berpendapat bahwa perusahaan bisnis
yang melakukan bisnis di negara lain wajib mengikuti aturan maupun hukum yang berlaku
dinegara tersebut.
Manfaat dari relativisme etika ini dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk
mengenali perbedaan antara nilai-nilai individu dan sosial, adat istiadat, dan standar moral yang
berlaku di setiap negara. Namun dari manfaat yang muncul, terdapat beberapa masalah yang
disebabkan oleh relativisme yaitu:
1. Laziness
Maksudnya adalah individu yang membenarkan moralitasnya dari keyakinan dirinya,
tanpa memperimbangkan prinsip-prinsip etika lainnya
2. Bertentangan dari pengalaman sehari-hari
Penilaian moral dianalisis dari percakapan, interaksi, dan argument. Apa yang saya
percaya atau menganggap itu sebagai fakta dalam situasi bisa jadi mungkin tidak akurat.
Bagaimana saya tau itu valid atau tidak ? harus berkomunikasi, berbagi pengalaman dan
terbuka oleh siapapun untuk mengubah persepsi saya yang mungkin itu salah
Sejauh ini tergantung pada tindakan yang kita ambil dan keputusan yang kita buat
berdasarkan standar moral yang kita anut. Tentunya juga sikap toleransi harus ditegakkan karena
mengingat budaya didunia sangat beragam, maka kita harus menghargai perbedaan tersebut.
3.10 Immoral, Amoral, dan Moral Manajemen
Immoral treatment adalah sengaja melawan prinsip-prinsip etika keadilan dan perlakuan
yang adil dan merata dari pemangku kepentingan. Amoral management adalah terjadi ketika
pemilik, supervisor, dan manager memperlakukan shareholder, diluar stakeholder dan karyawan
tanpa memperhatikan atas konsekuensi dari tindakan mereka. Sedangkan Moral manajemen
adalah menempatkan nilai-nilai pada perlakuan yang adil dari pemegang saham, karyawan,
pelanggan, dan stakeholder lainnya. Ketika menetapkan kode etik harus dsegera
dikomunikasikan, bahkan bisa pula dilakukan pelatihan, bagaimana hak seorang karyawan,
memperlakukan karyawan dan stakeholder secara hormat dan percaya. Sehingga manajer dapat
mengambil keputusan dsecara adil.

3.11 Empat peran sosial responsibility

Produktivis (yang memegang etika dlam pasar bebas) melihat tanggung jawab sosial
perusahaan dalam hal kepentingan diri dan pemenuhan langsung dari kepentingan
pemegang saham.
Philantropis (yang memiliki pandangan pemegang saham korporasi, berpendapat bahwa
tanggungjawa sosial dibenarkan dalam hal kewajiban moral, Progresivisme dan idealisme
etika adalah dua mode tanggung jawab sosial dalam model stakeholder, orientasi dominan
lainnya. Progressivists percaya perilaku perusahaan dimotivasi oleh kepentingan diri
sendiri, tetapi mereka juga berpendapat bahwa perusahaan harus mengambil pandangan
yang lebih luas dari tanggung jawab terhadap perubahan sosial.

3.12 Model Pengambilan Keputusan Etika Individual


Terdapat 4 model, yaitu :
1. Individualism
Individualis didorong oleh keadaan natural atau alami yang dialami oleh seseorang.
2. Altruism
perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri.
3. Pragmatism
bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai yang benar
dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
4. And idealism
suatu keyakinan atas suatu hal yang dianggap benar oleh individu yang bersangkutan
dengan bersumber dari pengalaman, pendidikan, kultur budaya dan kebiasaan.

Anda mungkin juga menyukai