Anda di halaman 1dari 12

TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA

(Studi Kasus Desa Pasir putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten


Aceh Timur, Provinsi Aceh)
“Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah PENDIDKAN BUDAYA ANTI

KORUPSI”

Dosen pengampu :
Hesti Ratna sari Ns.,M.Kep

Disusun oleh :
Maya Kusmayanti
3B
8801190038

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021/2022.
KATA PENGANTAR

‫يم‬
ِ ‫الر ِح‬
َّ ‫من‬
ِ ْ‫الرح‬
َّ ‫س ِم اهل ِل‬
ْ ‫ِب‬

‫ ًََ نَ ُعَ َْذُ ب‬، ‫ست َ ْغ ِف ُر ُه‬


ْ َ‫ستَ ِع ْي ُن ُو ًََ ن‬
ْ ‫ َنـحْ َم ُد ُه ًََ َن‬، ‫ت َِ ِإ ِّنَ الـ َح ْم َد هل ِل‬ ِ ‫س ِيئ َب‬َ ‫س َنب ًََ ِم ْن‬ِ ُ‫بهل ِل ِم ْن ش ُُرًَ َْ ِر أ َ ْنف‬
َ َ
‫ َم ْن يَ ْي ِد ِه‬، ‫ ًََ أشْي أ ْع َمب ِلنَب‬، ‫ِي ل ُو‬ َ َ َ
َ ‫ض ِل ْل فلب ىَبد‬ ِّ َ
ْ ُ‫ ًََ َم ْن ي‬، ‫ض َل ل ُو‬ ِّ ِ ‫ُد أَّ ْن لَب إِلَ َو إِلَب ََاهل ُل فلب ُم‬
َ َ
‫ش َي ُد أَّنَ ُمـ َح َمدًا ع‬ ْ َ ‫ ًََ أ‬، ‫سَ َْلُ ُو ََاهل ُل ًََ حْ َدهُ لَب ش َِر ْيكَ لَ ُو‬ ُ ‫ْب ُدهُ ًََ َر‬

Alhamdulillahi Rabbil‟alamiin penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allat SWT


yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tindak Pidana Korupsi Dana Desa (Studi Kasus Di
Desa Pasir putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh)”
dengan halangan-halangan yang insya allah dapat di lewati. Shalawat beriring salam penulis
hadiahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, semoga syafa‟atnya dapat menolong kita
semua di yaumul akhir nanti, Aamiin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................................................................................. 6
B. Pengelolaan Keuangan Desa ....................................................................................................... 6
C. Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa ..................................................... 6
D. Kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Desa .................................................................................. 7
E. Dampak Akibat Korupsi ............................................................................................................. 9
F. Cara Pencegahan Korupsi Terkait Kasus .................................................................................. 10
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 11
B. Saran ......................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi merupakan fenomena yang masih memerlukan perhatian lebih karena
merupakan kejahatan luar biasa yang dampaknya sangat merugikan masyarakat. Menurut
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana korupsi tidak hanya
merugikan keungan negara, tetapi juga pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat secara luas.
Dewasa ini kasus korupsi sudah terjadi dihampir semua kalangan pemerintahan baik
ditingkat pusat sampai ke desa. Segala upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya
tindak pidana korupsi tetapi belum menunjukan tanda-tanda keberhasilannya. Dengan
pengalokasian pemerintah terhadap Dana Desa, tidak menutup kemungkinan terjadinya
penyalagunaan Dana Desa oleh Aparatur pemerintahan desa.
Keberadaan Desa secara yuridis formal diakui dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Berdasarkan ketentuan tersebut Desa diartikan sebagai desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pemahaman Desa diatas menempatkan Desa sebagai suatu organisasi pemerintahan
yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengurus dan mengatur warga atau
komunitasnya. Dengan posisi tersebut desa memiliki peran yang sangat penting dalam
menunjang kesuksesan pemerintahan nasional dan pembangunan nasional secara luas. Desa
menjadi garda terdepan dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program-
program dari pemerintah.
Kelonggaran yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah desa untuk mengelola Dana
Desa membawa banyak manfaat, terutama dalam pembangunan di desa. Namun demikian,
wewenang tersebut jika tak diimbangi dengan sadar hukum justru akan membawa kesulitan
bagi aparat desa, juga menimbulkan kerugian bagi warga desa. Padahal desa merupakan cikal
bakal terbentuknya masyarakat dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum bangsa-negara
modern terbentuk, kelompok sejenis desa atau masyarakat adat dan lain sebagainya, telah
menjadi bagian penting dalam suatu tatanan negara.
Pemerintah Nasional dalam hal ini turut membantu dalam menggelontarkan sejumlah
dana dalam jumlah besar untuk pengembangan desa tersebut. Seiring dengan peningkatan dana
desa dalam periode 2015- 2018 rata-rata dana yang di terima perdesa juga meningkat, yaitu
dari Rp280,3 juta untuk setiap desa menjadi Rp800,4 juta. Jumlah dana yang besar menjadikan
pengelolaan kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena ketidaktahuan dalam
pengelolaan atau rancangan penggunaan dana desa yang dibuat tidak berdasar perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota. Hal ini dapat menjadikan dana desa yang ada tidak
termanfaatkan secara optimal. Sesuai ketentuan Pasal 72 Undang-undang Nomor 6 Tahun

ii
2

2014 tentang Desa, pendapatan desa yang bersumber dari APBN atau Dana Desa yang
bersumber dari belanja pusat digunakan untuk melakukan program dan kegiatan yang
berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi kenyataannya tidak sedikit
Dana Desa yang disalahgunakan oleh oknum Kepala Desa. Penyalahgunaan ini bukan karena
ketidak tahuan terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta
peraturan perlaksanaanya, tetapi tindak pidana korupsi ini terkait juga dengan masalah sikap
moral, pola hidup dan budaya sosial, kebutuhan dan sistem ekonomi, lingkungan sosial
ekonomi, budaya politik, kesempatan yang ada serta pengaruh keluarga.
Terkait urusan dana desa yang saat ini selalu menjadi topic menarik di berbagai
kalangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan sejumlah persoalan dalam
pengelolaan dana desa. Persoalan-persoalan itu harus dipahami sebaik-baiknya karena
menyimpan berbagai potensi penyimpangan.
Korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi dalam tataran pemerintah pusat dan daerah
saja, korupsi saat ini mulai masuk kepada lini terkecil pemerintahan lokal. Sektor proyek
pembangunan menjadi salah satu langganan koruptor untuk menggerus kekayaan negara,
padahal pemerintah pusat begitu sangat optimis untuk melakukan pembangunan di berbagai
bidang terutama pembangunan di tingkat desa. Munculnya Dana Desa (DD) menjadi bahan
„empuk‟ para pemburu rente untuk mengais kekayaan negara. Dengan minimnya pengawasan
yang dilakukan pemerintah pusat terhadap desa membuat aliran Dana Desa semakin besar
untuk disalahgunakan oleh beberapa oknum pejabat desa.5
Salah satunya tindak pidana korupsi yang terjadi ialah di Desa Pasir putih, Kecamatan
Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka
penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan judul: TINDAK
PIDANA KORUPSI DANA DESA (STUDI KASUS DI DESA PASIR PUTIH,
KECAMATAN PAUREULAK, KABUPATEN ACEH TIMUR, PROVINSI ACEH).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penanganan/penyelesaian kasus korupsi keuangan desa di Desa Pasir putih,
Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.?
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui penanganan/penyelesaian kasus korupsi keuangan desa di Desa
Pasir putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi merupakan segala tindakan yang dapat merugikan keuangan
maupun perekonomian negara. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi dijelaskan dalam
13 buah pasal dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian sudah mencakup pada setiap pasal dari
pasal 1 sampai pasal 13. Sedangkan pasal 21 sampai 24 dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan tentang
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
B. Pengelolaan Keuangan Desa
Desa merupakan pemerintahan terkecil dalam wilayah, dimana pemerintah desa
sekarang sudah berada dibawah naungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi. Sejak adanya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sekarang desa menjadi
prioritas dalam pembangunan nasional. Dimana dalam hal ini sudah terbukti telah
dikucurkannya dana ke setiap desa yang tersebar di seluruh nusantara. Tercatat dalam APBN-
P telah dialokasikan dana desa sebesar ± Rp. 20,776 triliun kepada seluruh desa yang tersebar
di Indonesia. Jumlah desa yang ada saat ini sesuai Permendagri 39 Tahun 2015 sebanyak
74.093 desa (BPKP, 2015).
Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat (UU
Nomor 60 tahun 2014). Sedangkan pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri Nomor
113 tahun 2014 yaitu, keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Kepala Desa sebagai
pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa mewakili pemerintah desa, sehingga setiap
kepala desa berhak untuk mengelola dan menggunakan dana desa dalam program maupun
kegiatan yang bertujuan membangun dan mengembangkan desanya masing-masing.
Pengelolaan keuangan desa harus transparan, akuntanbel, partisipatif dan dijalankan
dengan tertip dan disiplin sesuai aturan yang berlaku. Menurut BPKP (2015), Transparan yaitu
prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses
informasi seluas-luasnya tetang keuangan desa. Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengikutsertakan kelembagaan
desa dan unsur masyarakat desa. Tertip dan disiplin anggaran yaitu pengeloaan keuangan desa
harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.
C. Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Desa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya baik tentang tindakan pidana korupsi maupun
tentang pengelolaan keuangan desa. Sehingga dapat diartikan bahwa tindak pidana korupsi
dalam pengelolaan keuangan desa adalah segala tindakan yang dapat merugikan keuangan

3
4

maupun perekonomian negara maupun desa. Sehingga segala tindakan yang dilakukan dapat
merugikan masyarakat desa, pemerintah desa dan semua lapisan.
Sama halnya dengan tindakan pidana korupsi secara umum, namun bedanya tindakan
dilakukan oleh para oknum yang berkecimpung secara langsung dalam pengelolaan keuangan
desa seperti kepala desa, Kepala Urusan Keuangan, dan oknum lainnya. Tindakan pidana
korupsi yang sangat jelas dalam pengelolaan keuangan desa misalnya, adanya suap menyuap
di lingkungan pemerintah desa, adanya gratifikasi yang diterima oleh oknum desa, penggelapan
dana desa, dan tindakan lainnya yang dapat merugikan desa, daerah, dan negara. Namun bukan
berarti karena faktor secara sengaja, melainkan tindakan tanpa sengaja pun bisa juga menyeret
para aparatur desa untuk mendekap dibalik jeruji sebagai tahanan.
Berikut adalah jenis dan penyebab penyelahgunaan dana desa yang dikemukakan oleh
Sukasmanto (2014) :
 Kesalahan karena ketidaktahuan (mekanisme)
 Tidak sesuai rencana -> tidak jelas peruntukannya/tidak sesuai spesifikasI
 Tidak sesuai pedoman, Juklak (Petunjuk Pelaksanaan), Juknis (Petunjuk Teknis) ->
khususnya pengadaan barang dan jasa
 Pengadministrasian laporan keuangan: Mark-up dan Mark-down, double counting
 Pengurangan Alokasi Dana Desa, misalnya dana desa dijadikan “pundi-pundi” kepala
desa dan perangkat untuk kepentingan pribadi
 Tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan
 Penyelewengan aset desa: penjualan atau tukar guling Tanah Kas Desa (Bengkok);
penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya untuk perumahan
bisnis properti; penyalahgunaan Dana Hasil Pelepasan TKD
Sedangkan untuk potensi penyebab penyalahgunaan Dana Desa akan terjadi apabila
beberapa unsur berikut masih belum kuat:
 Menkanisme koordinasi dan pengawasan
 Sistem pengelolaan keuangan
 Kualitas SDM masih rendah dan belum merata
 Motif kepentingan politik tertentu
 Sistem perencanaan di pusat, daerah, dan desa
 Sistem pengadaan dan pengelolaan aset di desa
 Bimbingan teknis dan pendampingan
 Penerapan prinsip kehati-hatian
 Sistem sanksi administratif dan hukum
 Fungsi kontrol di desa (BPD dan Masyarakat)
D. Kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Desa
Sampai sekarang korupsi masih menjadi boomerang untuk negara ini. Kasus korupsi
yang menjerat para menteri dan pejabat lainnya merupakan contoh bentuk banyaknya sisi
kelemahan yang perlu diperbaiki oleh pemerintah. Korupsi tidak hanya melekat pada mereka
yang berada di jabatan atas. Melainkan korupsi juga terjadi di ranah kecil bagian bawah. Kasus
korupsi yang dibahas dalam makalah ini terkait pengelolaan keuangan desa.
5

Keuangan desa yang ada di Desa Pasir putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh
Timur, Provinsi Aceh. Pengertian keuangan desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 pasal 1 (10) yaitu “Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat
dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.” Unsur keuangan desa di Desa Pasir Putih ini memiliki
permasalahan yakni permasalahan korupsi di desa seperti yang termuat dalam media berita
online Lintas Aceh sebagai berikut.
Terbukti melakukan korupsi dana bantuan desa (fresh money) Desa Pasir putih,
Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh tahun 2009 sebesar Rp 50 juta.
Kepala Desa (Kades) Pasir Putih, Kecamatan Peureulak, Sanusi oleh majelis hakim pengadilan
tipikor Pengadilan Negeri (PN) Aceh Timur, Kamis (10/03), divonis 1 tahun potongan masa
tahanan dengan jenis tahanan kota . Dalam diang yang diketuai hakim Sumartono,dengan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) Jonathan, selain pidana hukuman, terdakwa yang ditahan dengan jenis
tahanan kota sejak 25 Januari 2017 ini juga didenda sebesar Rp 50 juta dan jika tidak bisa
membayar denda dihukum kurungan selama 1 bulan. Akan tetapi, terdakwa tidak dibebani
biaya ganti rugi oleh majelis hakim dalam perkara itu. Dalam tuntutan JPU, terdakwa dituntut
1 tahun, denda Rp 50 juta subsider 3 bulan dan harus ditahan.
Dalam amar putusannya,majelis hakim menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar dakwaan subsider sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Pasal 3 jo pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hakim juga menjelaskan, karena perkara ini disusun berdasarkan dakwaan subsideritas.
Maka, lanjutnya, jika salah satu unsur dalam dakwaan itu terbukti maka tidak perlu lagi
membuktikan dakwaan lainnya, begitu juga selanjutnya,serta semua unsur-unsur dalam
dakwaan subsider terpenuhi. Terdakwa, kata hakim, sebagai kades Alang-alang berdasarkan
SK bupati Serang diangkat sebagai ketua tim pelaksana teknis kegiatan tida bisa
mempertanggungjawabkan bantuan alokasi desa tahun 2014 sebesar Rp 50 juta bantuan dari
provinsi karena tidak sesuai dengan proposal pengajuan. "Terdakwa tidak menyalurkan ke
lembaga karang taruna dan LPM langsung setelah dana cair, tapi disalurkan tahun 2015 setelah
adanya laporan ke polisi sehingga dapat digunakan sendiri. Dengan demikian dalam selang
waktu tersebut dapat dimanfaatkan terdakwa," kata Sumartono.
Dikatakan, dana bantuan untuk karang taruna sebesar Rp 2,5 juta, baru diserahkan Rp
500 ribu pada 2014. Dana sebesar Rp 2 juta sisanya baru diberikan setelah diperiksa polisi.
"Sisa bantuan ke LPM juga baru diserahkan Desember 2015," katanya. Selain itu, kata
Sumartono, dalam semenisasi jalan lingkungan terdakwa juga memborongkan kepada
seseorang, sehingga pengerjaannya tidak profesional karena hanya memperkirakan jarak tiang
listrik sebagai acuannya. "Padahal setelah dihitung jaraknya hanya 210 meter, seharusnya 270
meter. Jadi ada kekurangan 60 meter. Kemudian terdakwa setelah diperiksa polisi ditambah
sehingga panjang semenisasi itu bertambah 80 meter sehingga menjadi 290 meter," jelasnya
seraya mengungkapkan bahwa bukti kuitansi pembelian material dalam proyek itu juga palsu.
Korupsi yang sudah memasuki stadium hypercorruption membawa implikasi
berbahaya. Korupsi inilah yang biasanya ditemui dalam lingkup pemerintahan daerah (desa) di
berbagai negara. Korupsi sistematis menimbulkan kerugian ekonomi karena mengacaukan
insentif; kerugian politik karena meremehkan lembaga-lembaga pemerintahan; kerugian sosial
6

karena kekayaan dan kekuasaan jatuh ke tangan orang yang tidak berhak. Apabila korupsi telah
berkembang secara mengakar sedemikian rupa sehingga hak milik tidak lagi dihormati, aturan
hukum dianggap remeh, dan insentif untuk investasi kacau, maka akibatnya pembangunan
ekonomi dan politikan mengalami kemandegan.
Adapun modus-modus terjadinya korupsi di tingkat desa antara lain:
1. Pengurangan alokasi Alokasi Dana Desa (ADD), misalnya, dana ADD dijadikan “kue”
pegawai desa untuk kepentingan pribadi.
2. Pemotongan alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT), misalnya, pemotongan tersebut
karena azas pemerataan, keadilan untuk didistribusikan keluarga miskin yang tidak
terdaftar. Namun yang jamak terjadi bahwa pemotongan BLT lebih banyak
disalahgunakanpengurusnya di tingkat desa.
3. Pengurangan jatah beras untuk rakyat miskin (raskin), misalnya, pemotongan 1-2 kg
per Kepala Keluarga (KK). Apabila dikalkulasikan maka akan menghasilkan jumlah
yang besar yang kemudian hasilnya dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
4. Penjualan Tanah Kas Desa (Bengkok).
5. Penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) yang bukan haknya, misalnya, TKD untuk
perumahan.
6. Pungutan liar suatu program padahal program tersebut seharusnya gratis, misalnya,
sertifikasi (pemutihan) tanah, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP).
7. Memalsukan proposal bantuan sosial, misalnya, menyelewengkan bantuan.
E. Dampak Akibat Korupsi
Kerusakan mental dimulai dari mengambil atau mencuri sesuatu (uang) yang bukan
miliknya. Bagi negara berkembang, korupsi menjadi penghambat yang serius. Pelbagai sektor
pembangunan akan terganggu bahkan lumpuh. Menurut Gunnar Myrdal menjelaskan bahwa
daya rusak korupsi sebagai berikut:
 Korupsi menciptakan dan memperbesar masalah-masalah yang disebabkan oleh
berkurangnya hasrat untuk terjun ke sektor usaha dan pasar nasional yang mengalami
kelesuan.
 Permasalahan masyarakat yang majemuk semakin dipertajam oleh korupsi dan
bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Martabat pemerintah menurun
maka korupsi juga bertendensi turut membahayakan stabilitas politik.
 Adanya kesenjangan di antara para pejabat untuk menerima suap dan
menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) yang mereka miliki, maka disiplin
sosial menjadi kendur sementara efisiensi akan merosot. Implementasi rencana-
rencana pembangunan yang telah dirumuskan akan dipersulit dan diperlambat karena
alasan-alasan yang sama. Korupsi dalam hal ini sama sekali tidak berfungsi sebagai
semir atau pelicin bagi proses pembangunan. Justru sebaliknya, korupsi dapat menjadi
penghambat (bottleneck) bagi proses pembangunan yang direncanakan.
7

F. Cara Pencegahan Korupsi Terkait Kasus


Dari data di atas, bisa kita analisis bahwa keuangan di desa rawan dengan praktik
korupsi. Dan yang lebih parah, praktik ini dilakukan oleh aparatur desa. Aparatur desa
merupakan salah satu bagian terpenting dari desa yang seharusnya memajukan
masyarakatnya melalui pembangunan dan pemberdayaan, akan tetapi karena keuangan desa
maka memunculkan potensi bagi mereka untuk melakukan korupsi di desa.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka
potensi korupsi menjadi semakin besar seiring dengan transfer anggaran kurang lebih 1
Milyar ke desa. Diperkirakan tahun 2014 ini total transfer ke desa mencapai sekitar Rp 59
triliun.
Melihat fakta ini, kita bisa membayangkan seberapa besar potensi korupsi yang akan
terjadi di desa. Berangkat dari hal ini, maka solusi yang bisa penulis berikan adalah sebagai
berikut.
 Pemerintah harus mempunyai konsep dan desain transfer dana ke desa.
 Memperbanyak sosialisasi kepada aparatur desa dan masyarakat tentang pengelolaan
dana.
 Meningkatkan pengawasan untuk mencegah potensi korupsi di desa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Unsur keuangan desa di Desa Desa Pasir putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh
Timur, Provinsi Aceh menimbulkan potensi korupsi. Hal ini terbukti dengan kasus
tertangkapnya Sanusi, Kepala Desa Pasir putih, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur,
Provinsi Aceh. Seiring dengan berlakunya UU Nomor 6 Tahun 2014 dengan transfer dana 1
milyar kepada masing – masing desa, kasus tersebut menambah rumit permasalahan dan sangat
memperluas potensi korupsi di desa.
B. Saran
Solusi yang bisa dilakukan salah satunha adalah pemerintah harus mempunyai konsep
dan desain transfer dana ke desa, memperbanyak sosialisasi kepada aparatur desa dan
masyarakat tentang pengelolaan dana desa yang ada, dan lebih meningkatkan pengawasan
untuk mencegah terjadinya potensi korupsi di desa.

8
DAFTAR PUSTAKA
[1] Widjaja, Otonomi Desa, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2012.

[2] D. d. Agus, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press, 2008.

[3] Berita Online Lintas Aceh, “Lintas Aceh News,” 2015. [Online]. Available:
https://www.facebook.com/notes/Lintas-Aceh-news/terbukti-korupsi-dana-bantuan desa-
kades-peukanbiluy-divonis-1-tahun-tahanan-kota.html.

Anda mungkin juga menyukai