SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
MUHAMMAD MUSTAIN
NIM: 1110011000092
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami konsep ûlû al-
Albâb dalam al-Qur’an al-Karim serta relevansinya dengan pendidikan Islam. Ûlû
al-Albâb merupakan istilah yang disebutkan sebanyak enam belas kali yang
terliput dalam sepuluh surah di dalam al-Qur’an, sembilan di antaranya dalam al-
Qur’an surah-surah Makkiyah, dan tujuh di antaranya dalam al-Qur’an surah-
surah Madaniyah. Di dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa ûlû al-Albâb adalah
kelompok manusia tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT.
Dari hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa: konsep ûlû al-Albâb
dalam al-Quran adalah seseorang yang memiliki wawasan yang luas dan
mempunyai ketajaman dalam menganalisis suatu permasalahan, bahkan ia
menggunakan kelebihan yang dimiliki untuk selalu mendekatkan diri kepada
Allah dengan cara mengingat (dzikr) dan memikirkan (tafakkur) ciptaan-Nya,
sehingga tumbuh rasa takut kepada Allah dan ketakwaan yang kuat dalam dirinya.
Keterkaitan konsep ûlû al-Albâb dengan pendidikan Islam adalah bahwa sosok
ûlû al-Albâb memiliki karakteristik berkepribadian yang dicirikan oleh adanya
spiritualitas, moralitas, intelektualitas dan profesionalitas.
ABSTRACT
Skripsi with the title “Concept Ûlû Al-Albâb in Al-Qur’an Al-Karim and
Relevance to Islamic Education” was written by Muhammad Mustain. The
Supervisor is Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA.
This study aims to know and understand the concept of ûlû al-Albâb in al-
Qur'an al-Karim and its relevance to Islamic education. Ûlû al-Albâb is mentioned
sixteen times that are observed in ten surah in the al-Qur’an, nine ayat from period
Makkiyah, and seven ayat from period Madaniyah. According to the al-Qur’an,
ûlû al-Albâb is a group of people who are given certain privileges by Allah SWT.
The method used by the researchers in interpreting passages of the ûlû al-
Albâb is a method of thematic (maudhu’i). This study is a literature study (library
research), which collects data by finding and studying the qualitative data that
matches the theme of the source of primary data and secondary data. The primary
data used are the verses of the al-Qur’an, books of tafsir al-Maraghi, tafsir Ibnu
Katsir, tafsir Jalalain, and collect other data that has relationship with secondary
data source.
From thise research, the researchers concluded that: The concept of ûlû al-
Albâb in the al-Qur’an is someone who has extensive knowledge and has the
sharpness in analyzing a problem, then he uses the advantages to be closer to God
by remembering (dzikr) and thinking (tafakkur) the creations of God, so there will
be afraid of God and strong piety in him self. The connection between concept of
ûlû al-Albâb with islamic education are figure ûlû al-Albâb has personality
characteristic that is characterized by the presence of spirituality, morality,
intellect and professionalism.
KATA PENGANTAR
Selesainya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan yang telah diberikan
selama masa perkuliahan baik berupa ilmu pengetahuan, tenaga, waktu serta do’a
restu serta motivasi dari berbagai pihak lain, baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu Peneliti mengucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua, yaitu Ayahanda H. Mughni, S.Pd.I. dan Ibunda Hj. Rosyadah yang telah
merawat serta mendidik Peneliti dengan penuh kasih sayang, mendo’akan dan
mencukupi moril dan materil sejak kecil hingga saat ini, Kakak-kakakku yang
selalu memberikan senyum semangat untuk Peneliti, Istriku, Sofia Hasanah
Fitrianur, S.Pd.I., yang selalu mensupport Peneliti, dan menemani disaat suka
maupun duka.
1. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pengetahuan serta
bimbingan yang dapat memotivasi Peneliti.
2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, MA, Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Ibu Marhamah Shaleh, MA. Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang selalu memberikan motivasi
serta nasihat untuk Peneliti.
i
ii
4. Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, MA. sebagai Dosen Pembimbing
skripsi yang sabar, memberi masukan dan meluangkan waktu dalam
proses penyusunan skripsi.
5. Bapak Drs. Rusydi Jamil, M.Ag. Dosen Penasehat Akademik yang telah
membimbing Peneliti selama kurang lebih 4 tahun dalam proses
perkuliahan.
6. Segenap Dosen Pendidikan Agama Islam yang selalu memberikan
motivasi untuk Peneliti.
7. Teman-teman seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam 2010 yang
telah memberikan dukungan, semangat, motivasi, serta bantuannya.
Khususnya teman-teman Molose PAI C 2010 yang selalu menyemangati
serta menjaga kekompakkan untuk bisa lulus dan sarjana, sehingga
Peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak Peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat dan saran untuk penulisan skripsi.
Semoga bantuan dan dorongan yang telah diberikan dapat menjadi amal
baik dan mendapat balasan dari Allah SWT. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi Peneliti khususnya dan umumnya bagi khazanah ilmu
pengetahuan.
Muhammad Mustain
NIM. 1110011000092
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 8
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9
iii
iv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 87
B. Saran ............................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
1
Abuddin Nata, al-Qur‟an dan Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), Cet. I, h.
55.
2
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudhu‟i atas Berbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 1997), Cet. V, h. 8.
1
2
3
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir Ayat At-Tarbawy, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010), Cet. IV, h. 138.
4
Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,
(Jakarta: Paramadina, 1996) Cet. I, h. 558.
5
Miftahul Ulum, “Konsep Ulul Albab Q.S Ali-Imran Ayat 190-195 dan Relevansinya dengan
Tujuan Pendidikan Islam”, Skripsi pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 2011, h. 1,
tidak dipublikasikan.
3
6
Miftahul Jannah, “Penafsiran Ulul Al-Bab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Skripsi pada UIN Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2015, h. 2, tidak dipublikasikan.
7
M. Zainuddin, “Paradigma Pendidikan Terpadu: Menyiapkan Generasi Ûlû al-Albâb”,
(Malang: UIN Malang Press, 2008), Cet. I, h. 100-101.
8
Yusuf Qardhawi, al-Qur‟an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Terj. dari al-Aqlu
wal „ilmu fil Qur‟anil Karim oleh Abdul. H & Irfan. S, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. I,
h. 30.
4
Ketika akal lebih dominan maka tindakan positif yang terjadi, sebaliknya
jika hawa nafsu lebih dominan, maka tindakan negatiflah yang akan muncul.
Hal tersebut pula dapat terjadi karena manusia zaman sekarang shalatnya
jarang, kurang berdzikir juga kurang merenung terhadap ayat-ayat Allah SWT.
sehingga tidak dapat membaca gejala-gejala alam.
Perihal di atas berbanding terbalik dengan kondisi pada masa keemasan
Islam yang telah diletakkan dasarnya oleh Rasulullah SAW. dan dikembangkan
oleh para sahabat dan tabi‟in sehingga melahirkan zaman keemasan pada era
Abbasiyah dan beberapa waktu setelahnya antara tahun 700-1500 M, yang
mana pada masa tersebut telah melahirkan para intelektual muslim yang
mengintegrasikan antara wahyu dan rasionalitas dan mengantarkan Islam pada
masa keemasan.9
Sejalan dengan kelebihan dan keistimewaan akal yang dimiliki oleh
manusia yang dirahmatkan sang Khaliq tersebut, maka manusia harus bisa
memposisikan diri sebagai makhluk yang tidak hanya memikirkan atau peduli
terhadap dirinya sendiri, tetapi harus senantiasa peduli dan peka terhadap
keberadaan sekelilingnya, sehingga potensi fikir dan dzikir senantiasa
menyelimuti aktifitasnya sehari-hari sebagai manusia adalah tidak hanya
sebagai makhluk Allah yang paling sempurna tetapi juga sebagai keharusan
untuk menuju insan kamil yang di dalam Al-Qur‟an sering disebut dengan
istilah ûlû al-albâb.
Untuk melahirkan sosok ûlû al-albâb ini merupakan tugas utama
lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam rangka menciptakan kondisi dan
lingkungan pendidikan yang istimewa, sehingga dapat melahirkan intelektual-
intelektual yang mempunyai pandangan yang tajam dan mempunyai wibawa
secara intelektual dan moral untuk berbicara tentang masalah-masalah besar
yang dihadapi umat manusia.
Pendidikan Islam merupakan salah satu lembaga ajaran agama Islam,
memiliki tujuan mulia yang sesuai dengan aturan dan tuntunan Al-Qur‟an
9
Abdul Basid, Ulul Albab Sebagai Sosok dan Karekter Saintis yang Paripurna, jurnal FKIP
UNS, vol 3, no. 4, 2012, h. 281-282.
5
10
Zakiah Daradjat, dkk., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
cet. II, h. 72.
11
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. V, h. 41.
12
Rahmat Aziz, Kepribadian Ulul Albab, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), cet. I, h. 50
13
Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2006), cet. II, h. 300.
6
pengetahuan melalui sumbernya yang khas Islami, yaitu wahyu (al- Qur‟an dan
hadis), alam semesta, diri sendiri dan sejarah. Sedangkan cara yang
ditempuhnya dengan menggunakan pengetahuan inderawi, pengetahuan akal
dan intuisi (ilham).14
Ûlû al-albâb akan senantiasa mempergunakan akalnya untuk berpikir
tentang segala ciptaan Allah SWT. dan tunduk atas segala ketentuannya.
Mereka akan selalu mengadakan perbaikan dan penyelidikan terhadap
fenomena yang ada karena keistimewaan yang telah diberikan Allah
kepadanya.15
Akan tetapi sebaliknya, kelompok ûlû al-albâb sudah semakin langka di
dunia Islam, pada saat ini yang lebih mendominasi adalah manusia-manusia
yang hanya berpikir untuk kepentingan dirinya sendiri, bukan untuk
kepentingan maslahat umat.
Generasi ûlû al-albâb dituntut untuk selalu memikirkan dan meneliti
serta mengungkapan kebesaran ilmu-ilmu Allah yang masih banyak belum
terungkap untuk diketahui dan diteliti, sebagaimana firman Allah SWT. dalam
QS. Ali Imron (3): 191-192, sebagai berikut:
14
M. Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu Menyiapkan Generasi ûlû al-albâb,
(Malang: UIN Malang, 2008), h. 98.
15
Abu Samsudin, Wawasan Al-Qur‟an tentang Ûlû al-Albâb: Studi Komparasi Terhadap
Pemikiran Wahbah al-Zuhaily dalam Tafsir al-Munir dengan M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-
Misbah, Tesis di Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016, h. 1. tidak dipublikasikan.
7
Konsep ûlû al-albâb yang terdapat dalam surat Âli Imrân ayat 190-191
memberikan penjelasan bahwa orang yang berakal adalah orang yang
melakukan dua hal, yaitu tadzakkur yakni mengingat Allah SWT. dengan
ucapan dan atau hati dalam situasi dan kondisi apapun, dan tafakkur
memikirkan ciptaan Allah SWT. yakni kejadian di alam semesta. Dengan
melakukan dua hal tersebut, seseorang diharapkan sampai kepada hikmah
yang berada di balik proses mengingat dan berpikir, yaitu mengetahui,
memahami, menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu
yang ada di dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, yaitu Allah
SWT.16
Ayat di atas menunjukan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta
pergantian malam dan siang termasuk bagian dari keesaan-Nya dan semua
berada dalam kehendak-Nya. Manusia yang memiliki kelebihan berupa
akal pengetahuan dituntut untuk melakukan penelitian tentang apa yang
diciptakan-Nya, karena semua ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia. Apabila
manusia menyia-nyiakan ciptaan-Nya, maka Allah SWT. akan memberi
balasan yang hina baginya.
Oleh karena itu, penting kiranya untuk meneliti secara komprehensif
bagaimana sesungguhnya konsep ûlû al-albâb dalam al-Qur‟an yang
dikaitkan dengan pendidikan Islam. Berdasarkan latar belakang yang telah
peneliti paparkan di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian dengan judul: “KONSEP ÛLÛ AL-ALBÂB DALAM AL-
QUR’AN AL-KARIM DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN
ISLAM”.
16
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), Cet. X, h. 308-309.
8
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Teknologi mendominasi akal pikiran manusia.
2. Dampak modernitas mempengaruhi gaya dan pola pikir manusia.
3. Pola pikir manusia yang belum maksimal untuk menggunakan akal
pikirannya.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya pembahasan maka diperlukan pembatasan
masalah. Maka peneliti membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini
pada persoalan seputar konsep ûlû al-albâb dalam al-Qur‟an al-Karim.
D. Perumusan Masalah
Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep ûlû al-albâb dalam al-Qur‟an al-Karim?
2. Bagaimana keterkaitan konsep ûlû al-albâb dengan pendidikan Islam?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan di atas,
maka tujuan yang diharapkan tercapai dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep ûlû al-albâb dalam al-
Qur‟an.
2. Untuk mengetahui keterkaitan konsep ûlû al-albâb dengan pendidikan
Islam
9
F. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti
a. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang pendidikan
Islam di dalam al-Qur‟an, khususnya konsep ûlû al-albâb dalam al-
Qur‟an al-Karim;
b. Hasil penelitian ini merupakan modal awal dalam mengkaji konsep
ûlû al-albâb dalam al-Qur‟an al-Karim dan dapat ditindaklanjuti
oleh peneliti selanjutnya.
KAJIAN TEORI
1
Louis Ma‟luf, Al-Munjid fi Al-Lughoh, (Beirut: Daar Al-Masyriq, 1986), h. 22.
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurriyyah,
2009), h. 55.
3
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. XXIV, h.
49.
4
Ali Audah, Konkordansi Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Lentera AntarNusa, 1991), cet. I,h. 688-
689.
5
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur‟an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, (Jakarta: Paramadina, 1996), Cet. I, h. 553.
6
Ahmad Sunarto, Kamus Lengkap Al-Fikr, (Surabaya: Halim Jaya, 2002), cet. I, h. 20.
7
Louis Ma‟luf, op.cit., h. 709.
8
Mahmud Yunus, op.cit., h. 390.
9
M. lutfi Musthofa, dkk. Intelektualisme Islam: Melacak Akar-akar Integrasi Ilmu dan Agama,
(Malang: Lembaga Kajian al-Qur‟an dan Sains (LKQS) UIN Malang, 2007), cet. II, h. 305.
10
11
10
Rahardjo, op.cit., h. 557.
11
M. Dawam Rahardjo, Intelektual Inteligensia dan Prilaku Politik Bangsa, Risalah
Cendikiawan Muslim, (Bandung: Mizan, 1993), h. 76.
12
…
الْعُ ُق ْو ُل التامةُ الّزكِيةُ ال ِِت تُ ْد ِرُك األَ ْشيَاءَ ِِبَ َقائِ َها َعلَى َجلِي ِاِتَا
َولَْي ُس ْوا َكالص ِّم َوالْبُ ْك ِم ال ِذيْ َن ََليَـ ْع ِقلُ ْو َن
"Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang
mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata, dan mereka
bukan seperti orang-orang yang buta dan bisu yang tidak dapat
berfikir.13"
3. Menurut Sayyid Quthb yang tertuang dalam karyanya Tafsir fii
Dzhilaali al-Qur‟an, ûlû al-albâb adalah “Orang yang memiliki
pemikiran dan pemahaman yang benar. Mereka membuka
pandangannya untuk menerima ayat-ayat Allah Swt. pada alam
semesta, tidak memasang penghalang-penghalang, dan tidak menutup
jendela-jendela antara mereka dan ayat-ayat ini. Mereka menghadap
kepada Allah Swt. dengan sepenuh hati sambil berdiri, duduk, dan
berbaring. Maka terbukalah mata (pandangan) mereka, menjadi
lembutlah pengetahuan mereka, berhubungan dengan hakekat alam
semesta yang dititipkan Allah Swt. kepadanya, dan mengerti tujuan
keberadaannya, alasan ditumbuhkannya, dan unsur-unsur yang
menegakkan fitrahnya demi ilham yang menghubungkan antara hati
manusia dan undang-undang alam ini.14
4. Menurut Abuddin Nata dalam karyanya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
bahwa ûlû al-albâb adalah “Orang yang melakukan dua hal, yaitu
tadzakkur yakni mengingat Allah Swt., dan tafakkur yakni
memikirkan (ciptaan Allah).”15
12
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), cet. X, h. 307.
13
„Abdullah Bin Muhammad Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I, (Jakarta: Pustaka Imam
Asy-Syafi‟i, 2009), h. 795.
14
Sayyid Quthb, Tafsir fii Dzhilaali al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), Jilid II, h. 245.
15
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali , 2010), cet. IV, h. 131.
14
16
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif: Ceramah-ceramah di Kampus, (Bandung: Mizan,
1998), Cet. IX, h. 213.
17
Pusat Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003), ed. III. h. 437.
15
18
Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur‟an,op, cit., h. 557.
19
Musthofa, op, cit., h. 307.
20
Ibid., h. 307
16
21
M. Dawam Rahardjo, Enslikopedi al-Qur‟an, op, cit., h. 568.
17
22
Mustofa, op, cit., h. 310.
19
23
Rahmat, op, cit., h. 214.
24
Azizah Herawati. (2015). Kontekstualisasi Konsep Ûlû al-Albâb di Era Sekarang, Jurnal
Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, Vol. 3, No. 1, h.130-136.
20
pengaruh yang besar dalam lingkungan hidupnya atau disebut dengan amal
sholeh.
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, pada intinya ciri-ciri ûlû al-
albâb mengandung tiga unsur, yaitu fikir, dzikir dan amal sholeh. Oleh karena
itu, penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ûlû al-albâb adalah
cendikiawan muslim yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengupayakan dan mengembangkan potensi intelektual yang dimiliki
untuk dapat memahami ayat-ayat Allah.
2. Menjadikan ilmu pengetahuan sebagai rahmatan lil‟alamin bukan
untuk menimbulkan kerusakan dan kebinasaan.
3. Mengamalkan ilmu pengetahuan yang dimiliki semata-mata hanya
untuk membantu dan membimbing masyarakat.
4. Mampu membedakan perbuatan baik dan buruk.
5. Memiliki keimanan yang kuat serta akhlak yang mulia sehingga tidak
mudah terpengaruh oleh material duniawi.
25
Yusuf Qardhawi, al-Qur‟an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, Terj. dari al-
Aqlu wal „ilmu fil Qur‟anil Karim oleh Abdul. H & Irfan. S, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998),
Cet. I, h. 30.
21
26
Yusron Masduki, Kontribusi Keilmuan al-Qur‟an bagi Umat Manusia, Jurnal Studi Islam,
Vol. 14, No. 2, 2016, h. 182.
22
27
Herawati, op, cit., h. 15.
23
2. Rahmat Aziz
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Aziz dalam Jurnal
Psikoislamika tahun 2006 membahas tentang “Alternatif Pengukuran Ûlû
Al-Albâb: Pendekatan Psikometris dalam Mengukur Kepribadian Ûlû Al-
Albâb”, penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan alat ukur
24
3. Miftahul Ulum
Penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Ulum Jurusan Pendidikan
Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang
Program S1. Penelitian tersebut berjudul “Konsep Ûlû Al-Albâb Q.S Ali-
Imran ayat 190-195 dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam”
berdasarkan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwasannya: antara
konsep yang ada pada ûlû al-albâb dengan tujuan pendidikan adalah sama-
sama bertujuan untuk menjadikan siswa sebagai Abdullah yang selalu
tunduk dan menghambakan diri kepada Allah SWT. dengan cara
menjalankan perintah Allah SWT. dan meninggalkan semua larangannya
agar benar-benar tercipta pada diri siswa menjadi manusia yang muttaqin
dan mereka mampu mengaplikasikan ilmu yang mereka miliki untuk
kemaslahatan ummat dan menjadi insan yang sempurna (insan kamil).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian
terdahulu hanya memfokuskan penelitian pada ayat Ûlû Al-Albâb Q.S. Ali-
Imran ayat 190-195. Sedangkan penelitian ini mencoba untuk meneliti
konsep ayat-ayat Ûlû Al-Albâb yang berjumlah 16 ayat dalam al-Qur‟an
dengan surah yang berbeda-beda.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan metode penelitian
kepustakaan (library research)1, yaitu dengan mengumpulkan data atau
bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya,
yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan.
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data utama dari berbagai referensi atau sumber-
sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama.2 Adapun
yang menjadi data primer dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai
berikut:
a. Terjemah Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthafa al-Maraghi
oleh Bahrun Abu Bakar, K. Anshori Umar. S., Hery Noer. A,
(Semarang: Toha Putra).
b. Terjemah Lubaabut Tafsir min Ibni Katsir karya „Abdullah bin
Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh oleh M. Abdul
Ghaffar dan Abu Ihsan al-Atsari (Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i).
c. Terjemah Tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin bin Muhammad
bin Ahmad al-Mahalli dan Imam Jalaluddin bin Abdurrahman bin
1
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset,1999), Jilid I, hal. 9.
2
Saefudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 89
25
26
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-
sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian dan
memberi interpretasi terhadap sumber primer.3
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah buku, jurnal, dan
tesis yang berkaitan dengan variabel penelitian.
Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat
tersebut, melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah
yang ditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah
buku-buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain
yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
D. Fokus Penelitian
Menurut Sugiyono, “batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut
dengan fokus, yang berisi fokus masalah yang masih bersifat umum”.4
Dengan melihat pendapat Sugiyono, maka penulis mencantumkan apa yang
ada dalam batasan masalah menjadi fokus penelitian dalam penulisan ini,
yaitu mengenai tafsir tentang Konsep Ulu al-Albab dalam al-Qur‟an.
Jadi, dalam penelitian ini peneliti bermaksud mengkaji tentang tafsir
Konsep Ulu al-Albab dalam al-Qur‟an yang tertulis di dalam al-Qur‟an
sebanyak 16 kali, dengan mencari data-data dan sumber yang membahas
mengenai ayat tersebut.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan cara memilih tema atau
topik kajian tertentu yang hendak dicari penjelasannya dalam al-Qur‟an yang
lebih dikenal dengan metode maudhu’i. Kemudian dicari keterkaitan antara
3
Ibid., h. 91
4
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),
(Bandung: Alfabeta, 2011), h.287
27
5
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. I,
h. 393.
6
Rachmat Syafe‟i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), Cet. I, h. 295-296.
BAB IV
1
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur‟an (Yogyakarta: LKIS, 2005), h. 156-157
2
Manna‟ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an, Terj. dari Mabaahits Fii „Uluumil
Qur‟an, oleh Mudzakir AS., (Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 1994), Cet. II, h. 109.
82
29
6
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 248.
7
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Terj. dari Tafsir Al-Maraghi oleh
K. Anshori US, dkk, (Semarang: CV. Toha Putra, 1994), Cet. II, Jild. 13, h. 97.
8
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) (Jakarta:
Lentera Abadi, 2010), h. 56.
31
bahwa umat terdahulu ada yang taat dan adapula yang durhaka. Mereka
yang taat mendapat kebahagiaan, kemaslahatan hidup, sedangkan yang
durhaka terjerumus dalam jurang kesempitan dan kehinaan di dunia dan
di akhirat.9
Oleh karena itu, kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu
menjadi „ibroh (pelajaran) bagi ûlû al-Albâb, yaitu orang-orang yang
mempunyai akal dan ingin berpikir, merenung, mengambil pelajaran,
dan mengambil manfaat dari apa yang diketahuinya.
Ada juga yang berpendapat bahwa di dalamnya selain
menceritakan tentang para Nabi, orang-orang saleh, juga menceritakan
tentang halal, haram, sunnah, makruh, dan lain-lain. Seperti
memerintahkan berbagai perbuatan taat wajib dan sunnah dan melarang
berbagai perbuatan haram, dan memberitahukan hal-hal yang nyata dan
10
ghaib dan yang akan datang. Oleh sebab itu, al-Qur‟an datang bagi
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
b. QS. Ar-Ra’d: 19
9
Al-Maraghi, op.cit., h. 101.
10
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, Terj.
dari Lubaabut Tafsir min Ibni Katsiir, oleh M. Abdul Ghofur, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i,
2009), Cet.I, Jild.3, h. 477.
32
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?
hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil
pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan
tidak merusak perjanjian, Dan orang-orang yang menghubungkan
apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka
takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan
orang-orang yang sabar Karena mencari keridhaan Tuhannya,
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan
serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah
yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).11
11
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 252.
12
Al-Maraghi, op.cit., h. 167.
13
Ibid., h. 168.
14
Abdullah, op. cit., h. 501.
33
15
Ibid., h. 501-502.
34
buruk dan memikirkan hisab pada hari Kiamat. Dengan didasari rasa
takut tersebut, mereka ketika di dunia segera menjalankan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan cara
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menegakan amr ma‟ruf nahi
mungkar.
c. QS. Ibrahim: 52
16
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 261.
17
Al-Maraghi, op.cit., h. 325.
35
d. QS. Shad: 29
“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran”.20
e. QS. Shad: 43
“Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka
pula sebagai rahmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai fikiran”.25
22
Ibid., h. 214.
23
Abdullah, op. cit., Jild. 5, h. 312.
24
Al-Maraghi, op., cit., Jild. 23, h. 213.
25
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 456.
37
f. QS. Az-Zumar: 9
dengan أ ََّم ْن ُى َو قنِتdalam ayat ini adalah “Usman bin Affan (yang
selalu bangun malam untuk bersujud kepada Allah SWT.)”.28
Sedangkan riwayat Ibnu Sa‟ad al-Kalbi dari Abi Shalih yang
bersumber dari Ibnu Abbas bersepakat dengan riwayat Juwaibir yang
diperoleh dari Ibnu Abbas yang dikutip oleh Shaleh dkk yang
dimaksud dalam ayat ini adalah “Ammar bin Yasir”.29
Secara garis besar ayat ini menjelaskan tentang perbedaan orang
musyrik dan orang mu‟min. Dalam ayat ini dijelaskan yang menjadi
ciri orang musyrik adalah ketika mereka mengalami kesusahan
mereka kembali kepada Allah SWT. dan ketika mereka mengalami
kesenangan mereka kembali kepada patung-patung.
Sedangkan ciri orang mu‟min dalam ayat ini dijelaskan bahwa
keadaan senang maupun susah mereka tetap saja bersandar kepada
Allah SWT serta selalu mengharap rahmat-Nya dan takut kepada-Nya.
Abdullah menjelaskan bahwasannya dalam melaksakan ibadah
harus memiliki dua perasaan yaitu, “takut dan berharap”.
Sebagaimana Imam „Abd bin Humaid berkata dalam musnadnya
sebagaimana dikutip oleh Abdullah, bahwa Anas bin Malik berkata:
“Rasulullah masuk menemui seseorang yang sedang menghadapi
kematian, lalu beliau bertanya kepadanya: „Bagaimana perasaanmu?‟
laki-laki itu menjawab: „Aku berharap dan takut‟. Maka Rasulullah
bersabda”:
27
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 459
28
Qamaruddin Shaleh, Dahlan & M.D Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis
Turunnya al-Qur‟an, (Bandung: Diponegoro, 1974), h. 416.
29
Ibid., h. 416.
39
ب َعْبد ِِف ِمثْ ِل ى َذا الْ َم ْو ِط ِن إِالَّ أ َْعطَاهُ اهللُ َما يَْر ُجوا
ِ ان ِِف قَ ْلِ ِ
ْ الَ ََْيتَم َع
.ُأ ََمنَوُ ِِمَّا ََيَافُو
“Tidaklah kedua perasaan tersebut bersatu di dalam hati
seseorang di saat seperti ini melainkan Allah SWT. akan
memberikan kepadanya apa yang diharapkannya dan memberikan
keamanan kepadanya dari apa yang ditakutkannya”. (HR. At-
Tirmidzi, an-Nasa‟i dalam al-Yaum wal Lailah dan Ibnu Majah).30
Dalam al-Maraghi dijelaskan“ قُ ْل َى ْل يَ ْستَ ِوى الّ ِذيْ َن يَ ْعلَ ُم ْو َن َوالَّ ِذيْ َن
orang yang berakal yang mampu mengambil i‟tibar dan pelajaran dari
hujjah-hujjah Allah bukan orang-orang yang bodoh dan lalai.31
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dapat memahami pebedaan antara orang yang tahu dan orang yang
tidak tahu hanyalah orang-orang yang mempunyai akal pikiran yang ia
gunakan untuk berpikir.
g. QS. Az-Zumar: 18
30
Abdullah, op. cit., Jilid 5, h. 341.
31
Al-Maraghi, op. cit., Jilid 23, h. 278-279.
40
akal”.32
32
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 460.
33
Shaleh, op, cit., h. 416-417.
34
Ibid., h. 287-288.
41
h. QS. Az-Zumar: 21
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-
sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu
tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi
kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal”.35
35
Departemen Agama, op, cit., h. 460.
36
Abdullah, op.cit., Jild.5, h. 348.
42
i. QS. Al-Mu’min: 54
37
Departemen Agama, op, cit., h. s473
38
Qordhawi, op, cit., h. 38.
43
أَ ْكثُِروا ال َقْت َل لِيَ ِق َّل الْ َقْت َل : perbanyaklah melakukan pembunuhan
agar pembunuh semakin menurun.
39
As-Shiddieqy, op.cit., h. 51.
40
Departemen Agama, op, cit., h. 27.
41
Abdullah, op, cit., Jilid I, h. 337.
44
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa
yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal
42
Al-Maraghi, op,cit., Jilid II, h. 108.
43
Jalaluddin al-Mahalli & Jalaluddin as-Syuyuti, Tafsir Jalalain berikut Asbaabun Nuzuul,
Terj. dari Tafsir Jalalain oleh Bahrun Abu Bakar, (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 1997), Cet.
IV, Jild. 1, h. 94.
45
44
Departemen Agama, op, cit., h. 31.
45
Shaleh, op, cit., h. 62.
46
Al-Maraghi, op, cit., Jild. II, h. 172.
47
Abdullah, op, cit., Jilid I, h. 384.
46
al-Albâb terlihat dari konteks ayat yang berbunyi “األلباب ”واتّقون ياوىل
Allah SWT. memerintahkan kepada ûlû al-Albâb untuk bertakwa
kepada-Nya dengan apa yang telah Allah SWT. wajibkan dan menjauhi
perkara-perkara yang telah Allah haramkan.
48
Jalaluddin, op, cit., Jilid. I, h. 107.
49
Departemen Agama, op, cit., h. 45
47
karunia. Karena itu Allah berfirman, ( ُوِتَ َخْي ًرا َكثِ ًريا
ِ احلِكْمةَ فَ َق ْد أ
َ ْ ت َ ) َوَمن يُ ْؤ:
“Dan barang-siapa yang dianugerahi hikmah, dia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak”. Karena dia telah keluar dari gelap
kebodohan kepada cahaya petunjuk, dari penyimpangan dalam
perkataan dan perbuatan menuju tepat kebenaran padanya, serta
terciptanya kebenaran.
Pada akhir ayat Allah SWT. menyebut hanya orang-orang
berakallah (ûlû al-Albâb) yang dapat mengambil pelajaran. Di sini
Allah SWT. mencoba untuk menegaskan bahwa hanya orang-orang
yang memiliki hati dan akal yang dapat mengambil pelajaran dari suatu
nasihat yang mana ia mampu memahami apa yang sedang dibicarakan
dan makna yang terkandung dalam firman-Nya.
50
Al-Maraghi, op, cit., Jilid. III, h. 74.
51
Abdullah, op, cit., Jilid I, h. 537.
48
52
Departemen Agama, op, cit., h. 50.
53
Al-Maraghi, op.cit., Jilid III, h. 170
49
إِذَا َرأَيْتُ ُم الَّ ِذيْ َن َُيَ ِادلُْو َن فِْي ِو فَ ُه ُم الَّ ِذيْ َن َع ََن اهللُ فَا ْح َذ ُرْوُى ْم
“jika kalian melihat orang-orang yang berbantah-bantahan
tentang al-Qur‟an, maka mereka itulah orang-orang yang
dimaksud Allah, maka waspadalah terhadap mereka”.
54
Abdullah, op, cit., Jilid I, h. 591.
55
Al-Maraghi, op, cit., Jilid III, h. 176.
50
56
Departemen Agama, op, cit., h. 75.
57
Shaleh, op, cit., h. 114-115.
51
g. QS. At-Thalaq: 10
70
Abdullah, op, cit., Jilid VI, h. 335.
56
71
Moh Ali, Kontekstualisasi al-Qur‟an: Studi atas Ayat-ayat Makiyah dan Madaniah melalui
Pendekatan Historis dan Fenomenologis, Jurnal Hunafa, Vol. VII, No. 1, h. 63.
72
Ash-Shiddieqy, op,cit., h. 44.
57
19 Al-Fiil 65 Al-Jatsiah
20 Al-Falaq 66 Al-Ahqof
21 An-Nas 67 Al-Adzariyat
22 Al-Ikhlas 68 Al-Ghosiyah
23 An-Najm 69 Al-Kahfi
24 „Abasa 70 An-Nahl
25 Al-Qodar 71 Nuh
26 Asy-Syams 72 Ibrahim
27 Al-Buruj 73 Al-Anbiya‟
28 At-Tiin 74 Al-Mu‟minun
29 Al-Quroisy 75 As-Sajadah
30 Al-Qori‟ah 76 At-Thur
31 Al-Qiyamah 77 Al-Mulk
32 Al-Humazah 78 Al-Haqqoh
33 Al-Mursalat 79 Al-Ma‟arij
34 Qaf 80 An-Naba‟
35 Al-Balad 81 An-Nazi‟at
36 At-Thoriq 82 Al-Infithor
37 Al-Qomar 83 Al-Insyiqoq
38 Shad 84 Ar-Rum
39 Al-A‟rof 85 Al-Ankabut
40 Jinn 86 Al-Muthoffifin
41 Yasin 87 Al-Zalzalah
42 Al-Furqon 88 Ar-Ro‟d
43 Fathir 89 Ar-Rohman
44 Maryam 90 Al-Insan
45 Thoha 91 Al-Bayyinah
46 Al-Waqiah
sebagai berikut:73
Tabel 4.2
Tertib Nuzul Surah-surah Madaniyah
1 Al-Baqarah 13 Al-Munafiqun
2 Al-Anfal 14 Al-Mujadilah
3 Ali-Imran 15 Al-Hujurat
4 Al-Ahzab 16 At-Tahrim
5 Al-Mumtahanah 17 At-Taghabun
6 An-Nisa‟ 18 As-Shaf
7 Al-Hadid 19 Al-Jumuah
8 Al-Qital (Muhammad) 20 Al-Fath
9 At-Tholaq 21 Al-Maidah
10 Al-Hasr 22 At-Taubah
11 An-Nur 23 An-Nashr
12 Al-Hajj
73
Ibid., h. 46.
59
7 az-Zumar 21 15 at-Thalaq 10
8 al-Mu‟min 54 16 Al-Maidah 100
Dengan melihat susunan tertib nuzul ayat-ayat tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa ayat-ayat al-Qur‟an yang membicarakan tentang ûlû al-
Albâb, hampir secara keseluruhan turun pada periode Makkah atau
Makkiyyah.
Inilah yang dapat dipikirkan oleh Ulul Albab: satu jiwa dibunuh dengan
qishash sehingga dengannya masyarakat terpelihara hidupnya. Karena dengan
hukuman qisash tersebut akan membuat orang takut melakukan kejahatan
pembunuhan, juga untuk menentramkan hati keluarga yang menjadi korban
pembunuhan.
Kedua, Allah SWT. berfirman:
Dalam surat Ali Imran, ûlû al-Albâb disebut sebanyak dua kali.
Pertama, dalam pembicaraan tentang ayat-ayat yang mutasyabihat. Di
sini dijelaskan bahwa ûlû al-Albâb tidak terjerumus dalam kecelakaan seperti
yang terjadi pada orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya, mereka
yang mengikuti apa yang tersamar dari ayat-ayat al-Qur‟an. Kaum ûlû al-
Albâb tersebut mengembalikan ayat-ayat mutasyabihat itu kepada ayat-ayat
muhkamat, yaitu ummul kitab dan sebagian besar al-Qur‟an ini merupakan
buah ketinggian ilmu mereka. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surah
Ali Imron ayat 7, yaitu:
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di
antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-
pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat,
adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
63
Pada surat ar-Ra‟ad, kaum ûlû al-Albâb disebut sebagai kelompok orang
yang mengetahui apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta
mengetahui bahwa yang diturunkan itu adalah benar dan tidak mengandung
kebatilan sedikitpun. Sesuai dengan firman-Nya dalam Surah Ar-Ra‟d ayat
19, yaitu :
74
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta Media,
2005) h. 248.
65
Pada penutup sifat ûlû al-Albâb dan doa-doa mereka pada akhir surat Ali
Imran, Allah SWT berfirman:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-
orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari
kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang
berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan
kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka
ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
(QS. Ali Imron: 195)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa penghuni surga adalah kaum ûlû al-
Albâb atau kaum cerdik cendekia. Penghuni surga bukanlah kelompok orang-
orang bodoh.
Pada penutup surat Ibrahim disebutkan tentang al-Qur‟an dan
kandungannya yang berisikan penyampaian yang jelas bagi manusia,
peringatan bagi mereka dengan al-Qur‟an ini serta penjelasan tentang keesaan
Allah. Untuk tugas inilah Rasul-rasul diutus, kitab-kitab diturunkan, hari
kiamat datang, serta dipancangkan surga dan neraka. Dan akhirnya, agar
dengan al-Qur‟an yang agung ini kaum ûlû al-Albâb dapat mengambilnya
menjadi pengingat dan pemberi pelajaran. Merekalah manusia yang paling
kompeten untuk mendalami kandungan al-Qur‟an tersebut serta menghafal
dan membacanya. Allah SWT. berfirman:
66
“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran”. (QS. Shad: 29)
“Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka
pula sebagai rahmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai fikiran”. (QS. Shad: 43)
Pada surat az-Zumar istilah ûlû al-Albâb disebut sebanyak tiga kali.
Pertama, dalam konteks pembicaraan tentang orang-orang yang
mendirikan malam mereka, berdiri di atas kaki mereka untuk beribadah
kepada Rabb mereka dengan penuh pengharapan. Sementara, manusia-
manusia lain masih tenggelam dalam tidur mereka atau sebagian lagi malah
menghabiskan malam-malam mereka dengan kemaksiatan. Mereka
menyadari betul bahwa mereka adalah orang-orang yang beruntung,
sedangkan golongan yang selain mereka adalah orang-orang yang merugi. Ini
benar-benar sebuah kecerdikan, Allah berfirman:
Selanjutnya Allah SWT memberi sifat kepada mereka dengan tiga hal:
bertauhid atau menjauhi thagut, kembali kepada Allah SWT., atau mengikuti
perkataan yang paling baik (wahyu).
Dan Allah SWT. membalas mereka dengan tiga ganjaran: Mendapatkan
kabar gembira dari Allah SWT., Memasukkan mereka sebagai kelompok
yang mendapatkan hidayah, bahkan Allah SWT. mengatakan bahwa hanya
merekalah yang berada dalam hidayah, termasuk membatasi sifat ûlû al-
Albâb bagi mereka.
Ketiga, yang disebut terakhir dalam surat az-Zumar ayat 21, dalam
konteks membicarakan air yang diturunkan Allah dari langit dan dia
memperjalankannya dalam sumber-sumber mata air di bumi, kemudian
bagaimana Allah SWT. mengeluarkan dengan air itu tumbuh-tumbuhan yang
beragam warnanya. Sampai akhirnya semua itu kembali menjadi kepingan-
69
yang artinya “otak” atau “pikiran” (intelect). Kata al-Albab adalah bentuk
jamak dari kata al-lubb, dengan demikian ûlû al-Albâb adalah orang yang
memiliki otak berlapis-lapis.
Dengan beraneka ragamnya istilah ûlû al-Albâb yang disebut dalam
berbagai ayat tersebut di atas, menjelaskan bahwa hal ini juga berimplikasi
terhadap keanekaragaman karakteristik ûlû al-Albâb antara lain ûlû al-Albâb
merupakan orang yang memiliki akal yang murni, cerdas, selalu dalam
keadaan siap dalam segala hal, selalu ingat kepada Allah, selalu konsen
terhadap kesinambungan pemikiran dan sejarah, memiliki ketajaman hati,
suka merenungkan dan mengkaji ayat-ayat Tuhan, sabar, tidak pernah
membuat onar dan bertaqwa kepada Allah.
Ûlû al-Albâb adalah sosok yang memiliki kualifikasi: beriman,
berpengetahuan tinggi, berakhlak mulia, tekun beribadah, berjiwa sosial dan
bertakwa.
Dari ayat-ayat ûlû al-Albâb tersebut juga dapat diambil kesimpulan
secara ringkas, ûlû al-Albâb bukan hanya mereka yang berfikir tentang alam
fisik, botani dan sejarah. Mereka juga bukan orang-orang yang hanya
memiliki kriteria yang hanya terkait dengan aktifitas pikir, melainkan juga
dengan amal (perbuatan) kongkritnya.
Pada intinya ayat-ayat al-Qur‟an banyak sekali yang memerintahkan
manusia untuk selalu memikirkan hakikat penciptaan makhluk-makhluk
Allah SWT. di alam semesta ini, dengan harapan manusia dapat mensyukuri
nikmat Allah SWT. tersebut sehingga menjadi insan ûlû al-Albâb.
Jadi beberapa pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa ûlû al-
Albâb adalah seorang yang mempunyai otak yang berlapis-lapis dan sekaligus
memiliki perasaan yang peka terhadap sekitarnya, yang dicirikan sebagai
seseorang yang berilmu pengetahuan yang luas, mampu melihat/membaca
fenomena alam dan sosial secara tepat, memiliki otak yang cerdas, berhati
lembut, dan bersemangat juang tinggi karena Allah SWT. sebagai ibadah
amal shaleh.
71
Seorang Siswa harus memotivasi dirinya untuk menjadi sosok ûlû al-
Albâb dengan memperhatikan beberapa karakteristik kepribadian ûlû al-
Albâb di dalam al-Qur‟an, yaitu:
1. Pada Periode Makkiyah
a. Mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa terdahulu.
b. Berakal sehat dan berpikiran lurus.
c. Berpikir cerdik, menghayati dan mengamalkan al-Qur‟an.
d. Mampu melihat kebenaran dan bersikap adil.
e. Mampu melihat anugerah sebagai pelajaran.
f. Mendirikan shalat malam dan mengharap rahmat Allah SWT.
g. Mendengarkan nasihat dengan baik.
h. Menjadikan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. sebagai petunjuk dan
pengingat bagi dirinya
i. Mengharap petunjuk dari Allah SWT.
dirinya akan berusaha agar potensi dasar keagamaan (fitrah) yang dimiliki
dapat tetap terjaga kesuciannya sampai akhir hayatnya. Sehingga, hidup
dalam keadaan beriman dan meninggalnya juga dalam keadaan beriman
(muslim), hal ini juga yang menjadi pokok dari tujuan yang akan dicapai
dari Pendidikan Agama Islam.
hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.:
3. Orang yang tunduk dan memasrahkan jiwa raganya dengan cara beribadah
kepada Allah SWT dengan mengimani dan mentaati seruan dari Allah
SWT. Sebagaimana firman Allah :
75
Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006 ),
h. 41.
77
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah-
nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab
itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, Yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di
antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.
(QS. Az-Zumar: 17-18)
petunjuk dari Allah. Menjadikan manusia yang tidak mudah putus asa
dengan selalu mengharapkan petunjuk tuhannya.
Penjelasan tafsir Al-Qur‟an tentang ayat ini adalah bahwasanya
bersikap kritis dalam menerima pengetahuan atau mendengarkan
pembicaraan orang lain, memiliki kemampuan menimbang ucapan atau
teori. Maksudnya manusia itu diperintahkan oleh Allah SWT. apabila ia
mendapatkan ilmu pengetahuan dan dia mampu memikirkan dan
menganalisa yang mana baik dan buruk.
4. Orang yang selalu ta‟zhim pada guru (pendidik) dengan cara merendahkan
diri dan mengagungkannya.
Pendidikan Islam harus berupaya membangun manusia dan
masyarakat secara utuh dan menyeluruh (insan kamil) dalam semua aspek
kehidupan yang berbudaya dan berperadaban yang tercermin dalam
kehidupan manusia yang bertakwa dan beriman, berpengetahuan dan
berakhlak mulia. Firman Allah SWT.:
“Dan Berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah
Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, Maka kami hisab penduduk negeri itu
dengan hisab yang keras, dan kami azab mereka dengan azab yang
mengerikan. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari
perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar.
Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, Maka bertakwalah
kepada Allah Hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang
yang beriman. Sesungguhnya Allah Telah menurunkan peringatan
kepadamu.” (QS. Ath-Tholaq: 8-10)
80
dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa
kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal”. (QS. Al-Baqoroh: 197)
76
Zamroni, Pendidikan Islam Berorientasi Masa Depan: Konsep Pendidikan Ulul Albab
Perspektif Imam Suprayogo, Jurnal at-turas, vol 1, No. 1, 2014, h. 57.
77
Musthofa, op.cit., h. 308.
78
Ibid., h. 308.
84
79
Ibid., h. 309.
80
Zamroni, op.cit., h. 58.
81
Arniyuzie, Ulasan Sistematik: Program Ûlû Al-Albâb dalam Sistem Pendidikan di Malaysia,
Jurnal Kurikulum dan Pengajaran Asia Pasifik, Bil 3, Isu 4, 2015, h. 24
85
82
Ibid., h. 25.
86
83
Ibid., h. 25.
84
Stemind, Pemeriksaan Ûlû al-Albâb melalui Modul STEM Berpadu Stemind, The Online
Journal of Islamic Education, Issue ICIEd2014, h. 3.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa konsep ûlû al-Albâb yaitu sosok
yang memiliki kualifikasi: berwawasan luas, mempunyai ketajaman dalam
menganalisis suatu permasalahan, beriman, bertakwa, sabar, tidak takut terhadap
apapun kecuali Allah, berakhlak mulia, tekun beribadah, berjiwa sosial dan mampu
menjadi insan terdepan. Dengan kecerdasan dan pengetahuan yang luas, mereka
tidak melalaikan Tuhannya, bahkan mereka menggunakan kelebihan yang dimiliki
untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan cara mengingat (dzikr)
dan memikirkan (tafakkur) semua keindahan dan rahasia-rahasia ciptaan-Nya.
Adapun wujud dari relevansi kandungan ayat-ayat ûlû al-Albâb
terhadap dunia pendidikan Islam, yaitu untuk memperdalam penghayatan
ajaran Islam ke dalam diri siswa agar mereka dapat menjadikan agama Islam
sebagai landasan utama serta mampu membedakan perkara-perkara yang baik
dan buruk, dan dapat menjadikan al-Qur’an sebagai budaya dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran dari peneliti sebagai berikut:
1. Bagi Pendidik
Dari kajian tentang konsep tarbiyah ûlû al-Albâb diharapkan
menjadi wacana baru bagi peningkatan kualitas pendidikan Islam di
Indonesia, hal ini dapat terwujud dengan mensyaratkan pembelajaran
pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada pengetahuan dan
kepandaian dengan menggunakan sistem hafalan, serta ranah kognitif
yang dijadikan acuan dan prioritas, akan tetapi bagaimana proses
pembelajaran pendidikan Islam ini dapat dikembangkan pada nalar
pengetahuan yang dilengkapi dengan nalar moral yang beretika sehingga
87
88
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Terj. dari Tafsir Al-
Maraghi oleh K. Anshori US, dkk, Semarang: CV. Toha Putra, 1994.
Alu Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu
Katsir, Terj. dari Lubaabut Tafsir min Ibni Katsiir, oleh M. Abdul Ghofur,
Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2009.
Amin Suma, Muhammad, Ulumul Qur‟an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2013.
Aziz, Rahmat, Kepribadian Ulul Albab, Malang: UIN Maliki Press, 2011.
Azwar, Saefudin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Basid, Abdul, Ulul Albab Sebagai Sosok dan Karekter Saintis yang Paripurna,
jurnal FKIP UNS, vol 3, no. 4, 2012.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: PT. Syamil Cipta
Media, 2005.
Khalil al-Qattan, Manna’, Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an, Terj. dari Mabaahits Fii
„Uluumil Qur‟an, oleh Mudzakir AS., Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa,
1994.
Quthb, Sayyid, Tafsir fii Dzhilaali al-Qur‟an, Jakarta: Gema Insani, 2008.
Shaleh, Qamaruddin Dahlan & M.D Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang
Historis Turunnya al-Qur‟an, Bandung: Diponegoro, 1974.
Stemind, Pemeriksaan Ûlû al-Albâb melalui Modul STEM Berpadu Stemind, The
Online Journal of Islamic Education, Issue ICIEd, 2014.
Ulum, Miftahul, “Konsep Ulul Albab Q.S Ali-Imran Ayat 190-195 dan
Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam”, Skripsi pada Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 2011.
Pengalaman Organisasi
1. Ketua OSIS MTs. Al-Mukhlishin, Ciseeng (2004-2005)
2. Wakil Ketua ISMI Putra, Daar el-Qolam II (2007-2008)
3. Pengurus HMJ PAI UIN Jakarta (2011-2012)