Anda di halaman 1dari 8

O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol.

9, No 3, 2017, 213-220

PERBAIKAN WAKTU SET-UP DENGAN MENGGUNAKAN METODE SMED


PADA MESIN FILLING KRIM
Feby Nurhadiyanto Arief
Production Dept. PT Guardian Pharmatama
Corresponding author: febyurhadiyantoarief@gmail.com

Abstract
PT. GP is a pharmaceutical company producing pharmaceuticals in solid, semi-solid and liquid form such as
creams and ointments. PT GF has problem in set up time and stop by touble machine during the process
running caused inefficien time. This problem need improvement action so that company could go running
more effecient. The purpose of this research is to get appropriate action and method for reducing the set up
time by SMED (Single Minute Exchange of Dies mehod). SMED applied by separating the activity set up into
two stages of the internal set up and external set up. SMED succesfully decrease in set up time of 26%.

Keywords: eksternal set up, internal set up, metode SMED.

1 Pendahuluan
Perkembangan industri farmasi secara khusus dan dunia industri secara umum memaksa industri untuk
menerapkan kaidah - kaidah efisensi produksi. Produk - produk farmasi tidak lagi selalu produk yang bersifat
mass production tetapi banyak yang kemudian mengalami kustomisasi menjadi produk yang lebih personal.
Banyak perusahaan sekarang mempertimbangkan untuk beralih dari produksi massal ke kustomisasi massal.
Kustomisasi massal adalah strategi untuk menawarkan produk dan jasa sesuai dengan keingingan individu
dalam skala besar (Pine, Victor, & Boynton, 1993) mengatakan bahwa kustomisasi akan memberikan
pelayanan yang lebih relevan terhadap keinginan dan kebutuhan pembeli dan membedakan penawaran
dari pesaing, sehingga akan meningkatkan nilai penawaran.

Karena berbagai permintaan konsumen maka produk krim mengalami kustomisasi kemasan pada bagian
pengemasan primer dan sekunder untuk memenuhi permintaan pasar. Hal ini mengakibatkan adanya
proses change over dan perubahan penomoran lot selama proses produksi berlangsung yang menyebabkan
perlunya perbaikan waktu set up dan change over yang efektif. Proses SMED atau adalah kunci dalam
mengurangi besar volume lot dan akan mengurangi besar volume lot yang akhirnya akan meningkatkan
flow proses produksi (Dave & Sohani, 2012) Banyak problem yang terjadi di lantai produksi seperti tingginya
reject proses (44 %), tingginya over time (26 %), output proses di bawah standar (15%). Perbaikan mesin
yang tidak direncanakan (12 %), lain-lain (3 %). Ada tiga alasan utama untuk pengurangan waktu set up
menurut (Raikar, 2015).

a. Flexibilty, Untuk dapat merespon dengan cepat terhadap perubahan permintaan pasar, fasilitas
produksi harus bisa menghasilkan produk dengan variasi pada ukuran atau jenis dengan cara yang
ekonomis.
b. Bottleneck Capacity, mengurangi waktu set up meningkatkan kapasitas yang tersedia dan dapat di
lihat sebagai cara alternatif bila dibandingkan dengan membeli peralatan baru.
c. Reduce Cost, terutama pada proses keterlambatan dan biaya produksi yang langsung berhubungan
dengan kinerja mesin.

Diharapkan dengan penerapan SMED waktu set up dan change over dari proses kemas primer pada mesin
filling krim dapat menjadi lebih cepat. Dalam penelitian ini istilah waktu set up dan change over dibedakan
untuk mengidentifikasi waktu penggunaanya secara mudah dimana istilah set up digunakan untuk proses
set up pada saat awal proses sedangkan change over dilakukan ditengah proses produksi berlangsung.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan waktu set up dan change over yang lebih baik dengan metoda
SMED (Single Minute Exhchange Dies). Proses set up adalah proses persiapan mesin dimana didalamnya

213
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

ada proses pemasangan change part yang sesuai dan proses setting hingga menghasilkan produk yang
sesuai standar. Menurut (Marchwinski & Shook, 2003) waktu setup adalah suatu proses perubahandari
suatu produk ke produk lainya pada suatu mesin atau deretan mesin yang berhubungan dengan merubah
suku cadang, cetakan atau fungsi lainnnya. Waktu change over di hitung dari waktu produk yang baik di
hasilkan hingga produk baru yang dihasilkan dari suatu mesin setelah proses change over (Zandin, 2004).

Kata Single Minute dalam singkatan SMED tidak berarti merubah waktu setup hanya satu menit akan tetapi
menjadikanya digit tunggal sehingga diartikan bahwa setup harus diusahakan dibawah 10 menit. (Shingo,
1981) Waktu set up pada kasus ini mengambil bagian cukup besar dari total waktu penyelesaian proses
pengemasan primer bulk krim. Dampak dari lamanya dari waktu set up ini berupa menimbulkan bahaya
kerusakan bulk krim akibat terlalu lama terpapar panas dalam hopper selama proses pengemasan primer .
Untuk melihat bagaimana keadaan diruang produksi dan bagaimana cara melakukan perbaikan diperlukan
suatu pendekatan sistematis yang diperlukan. Lean manufacture merupakan suatu pendekatan sistematis
yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan (waste) melalui aktivitas perbaikan
secara terus menerus. Penelitian-penelitian mengenai cara memperbaiki waktu set up dan mengurangi
waktu menunggu telah banyak diterapkan, antara lain dengan menggunakan metode SMED dan
Standardization Work. Dalam penerapan lean manufacturing metoda ini tidak hanya akan berdiri sendiri
tetapi berjalan sinergi dengan metode-metode lain dalam lean manufacturing lain.

Tahapan yang dilakukan untuk menerapkan SMED adalah (Shingo, 1985) dikutip oleh Suhardi &
Satwikaningrum (2015) dan Mulyana & Hasibuan (2017):

a. Langkah pendahuluan
b. Melakukan beberapa pendekaan untuk menyatakan kondisi nyata dari sistem produksi yang ada,
yaitu dengan cara :
1. Melakukan wawancara dengan pekerja, umtuk mengetahui tahapan proses set up
2. Mendokumentasikan proses kerja yang dilakukan oleh operator mesin
3. Tidak membedakan antara internal dan eksternal set up
4. Menganalisis proses set up menggunakan stopwatch dan proses produksi.
c. Langkah pertama
d. Memisahkan internal set up dan eksternal set up. Internal set up merupakan proses set up pada
saat mesin berhenti beroperasi, sedangkan eksternal set up merupakan proses set up saat mesin
sedang dalam proses beroperasi. Gunakan checklist untuk semua komponen dari setiap langkah
dalam proses produksi.
e. Langkah kedua
f. Mengubah internal set up menjadi eksternal set up. Cara mengubah internal set up menjadi
eksternal set up sebagai berikut:
1. Lakukan langkah pemeriksaan kembali pada setiap operasi untuk melihat apakah ada
langkah yang salah sehingga diasumsikan sebagai internal set up.
2. Temukan cara untuk mengubah langkah tersebut menjadi eksternal set up.
g. Langkah ketiga
h. Merampingan semua aspek proses, dengan cara melakukan perbaikan internal set up dengan cara
perbaikan berkelanjutan dengan tujuan untuk meminimalkan waktu set up internal sehingga waktu
berhenti mesin dapat dikurangi.

2 Metode
Proses Produksi krim

Proses produksi dilakukan melalui 2 tahap yaitu: proses pembuatan bulk krim dan proses pengemasan.
Setelah proses pembuatan bulk krim, bulk krim disimpan dalam WIP dan menunggu proses analisa Quality
Control Departement. Setelah mendapatkan status release produk maka bulk disiapkan untuk proses
pengemasan. Proses pengemasan dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Pengemasan primer yang dilakukan di ruang kelas E (ruang produksi) dimana bulk dimasukkan ke
dalam tube alumunium dengan ukuran 5 gram, 10 gram, dan 15 gram tergantung kebutuhan

214
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

konsumen. Pengemasan primer dilakukan dengan mesin filling krim. Proses pengemasan primer ini
yang akan dilakukan optimasi waktu set up melalui metode SMED.
b. Pengemasan sekunder dilakukan di ruang kelas F (ruang pengemasan) dimana tube alumunium
yang telah berisi krim dimasukkan ke dalam box karton dan dikemas untuk didistribusikan ke
konsumen. Pengemasan sekunder dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia.

Kegiatan Set Up sebelum penerapan metode SMED

Pada proses pengemasan primer bulk krim yang telah siap dilakukan proses pengemasan primer
dimasukkan ke dalam hopper dan kemudian kemasan primer berupa tube 5 gram, 10 gram atau 15 gram
diletakkan secara manual menggunakan tangan ke dalam tube holder yang berada pada rotary pan untuk
kemudian tube alumunium diisi bulk krim oleh dosing pump hingga seluruh bulk krim di dalam hopper bulk
habis.

Gambar 1 Mesin Filling Krim.

Berikut kegiatan set up sebelum penerapan SMED di mesin filling krim sebelum dilakukan penyederhanaan
dari kegiatan internal set up menjadi external set up proses. Kegiatan tersebut secara garis besar adalah:

1. Persiapan proses
Proses ini mencakup dokumentasi produk, label release produk, dokumentasi mesin ruang dan
operator
2. Set up tube holder, mencopot tube holder, kemudian memasang kembali dies dengan ukuran yang
sesuai.
3. Set up filling rig adalah bagian mesin yang melakukan proses sealing mekanik (mekanisme cramping)
pada tube alumunium setelah bulk krim di masukkan ke dalam tube alumunium oleh dosing pump.
4. Set up dosing pump melakukan proses pengisian bulk ke dalam tube alumunium sesuai dengan
ukuran bobot yang diinginkan.

Langkah kerja tersebut kemudian diamati tanpa membedakan apakah internal atau eksternal setup, lalu
diukur waktu yang di gunakan, seperti disajikan pada Tabel 1.

215
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

Table 1 Proses Set Up penerapan sebelum proses SMED

3 Hasil
Dari hasil pengamatan pertama terjadi 1 kali change over dan 15 kali stop selama 6 jam operasional mesin
dengan reject 211 (4400) tube 5 gram dan 127 (2200) tube 10 gram dalam total waktu operasional mesin.
Untuk proses change over semua langkah diatas dilakukan kembali kecuali langkah 2 dan 3 karena pada
langkah no.2 hopper bulk telah terpasang dan pada langkah no.3 bulk krim belum tentu ditambahkan.
Proses terhentinya mesin di catat dan di dokumentasikan penyebab dan lamanya seperti terlihat pada Tabel
2.
Table 2 Small Stops selama proses Pengemasan Primer

Bila dikalkulasikan secara seksama maka dari total operasional mesin selama 6 jam dari setup hingga proses
pengemasan primer selesai hanya sekitar 62% (136/360) yang di gunakan untuk proses pengemasan primer
224 menit dan sisanya 136 menit digunakan untuk proses set up dan change over dan small stop. Berikut
tabel penyebab dari small stop selama proses pengemasan primer tersebut.

Kegiatan set up setelah penerapan metode SMED

Pada tahap ini dilakukan brainstorming dan identifikasi proses apa saja yang bisa di jadikan proses eksternal
dan juga di diskusikan penyebab dari banyaknya small stop serta tidak adanya dokumentasi yang

216
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

menyertainya. Pada kesempatan berikutnya proses set up di ulang dengan tambahan 1 orang asisten
operator yang melakukan kegiatan eksternal sehingga waktu proses set up dapat dipersingkat.

Table 3 Pareto Penyebab stop

Table 4 Proses Set Up setelah penerapan proses SMED

Pencegahan terhentinya proses (small stop)

Untuk menunjang pelaksanaan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dan untuk mencegah
banyaknya proses stop yang terjadi selama pengemasan primer tersebut maka dilakukan diskusi serta
brainstorming dengan para operator dan dari hasil proses brainstorming maka di buatlah diagram fishbone
untuk mengklasifikasi penyebab dan melakukan tindakan sesuai dari hasil temuan.

Gambar 2. Fishbone Diagram

217
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

Table 5.Rincian penyebab stop

Pada tabel diatas diapatkan usulan ataupun modifikasi yang harus dilakukan untuk memperbaiki proses
setup juga untuk mencegah terulangnya small stop yang terjadi dalam proses pengemasan primer. Proses
kemudian dilakukan untuk batch berikutnya dengan beberapa improvement yang telah di lakukan.
menghasilkan waktu set up total hanya 45 menit.

Table 6. Proses Set Up setelah proses improvement dilakukan

218
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

Proses Improvement juga berhasil dilakukan setelah penerapan SMED dengan total small stop selama
proses 6 jam terjadi sebanyak 6 kali. pada tahap ini terjadi penurunan waktu stop sebanyak 9 kali atau
terjadi penurunan sebanyak 60%

Table 7. Small Stops selama proses Pengemasan Primer setelah proses improvement

4 Pembahasan
Sebelum penerapan SMED kegiatan set up yang dilakukan oleh satu operator pada satu mesin,
mengakibatkan operator melakukan kegiatan set up pada saat mesin berhenti. Hal ini juga mengakibatkan
waktu set up menjadi lebih lama. Karena operator harus melakukan sendiri kegiatan set up dalam satu
mesin dan kegiatan tersebut dilakukan secara internal set up. Setelah penerapan SMED, kegiatan set up
dalam proses pengemasan primer dilakukan oleh operator dan asisten. Asisten membantu operator
melakukan kegiatan set up pada saat mesin berjalan. Asisten hanya membantu kegiatan set up saat mesin
berjalan, jadi setelah satu mesin selesai asisten bisa membantu pada mesin yang lain atau tahap berikutnya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sivasankar et al. (2011) yang mengatakan bahwa persiapan part, tools dan
aktifitas perawatan tidak dilakukan ketika mesin dalam keadaan berhenti. Tanzil & Suryadhini (2015)
melakukan hal yang sama yaitu mengkonversi aktivitas internal setup menjadi eksternal setup. Selanjutnya
penyederhanaan penggantian peralatan, yaitu menghilangkan aktivitas mengambil peralatan.
Penyederhanaan kedua adalah pada penyesuaian tools, yaitu menghilangkan aktivitas penyesuain pada
peralatan, kemudian menerapkan operasi paralel yaitu dengan menggunakan 2 operator.

Kendala yang dihadapi dalam proses produksi di pabrik terutama di tahap pengemasan primer produk
adalah:
a. Faktor Manusia yaitu Pengetahuan dan rahasia setting, pengetahuan dalam hal proses
operasional mesin dan set up sangat terpisah jauh diantara operator ,baik diantara operator
junior maupun senior, hampir tiap orang mempunyai cara atau metoda khusus sebagai
referensi dalam melakukan set up. Hal ini bisa diketahui dari proses brainstorming diantara
operator yang menjalankan mesin ini. Informasi yang didapat pada tahap ini di gunakan untuk
memperbaiki SOP agar lebih detail.
b. Faktor Mesin, terdapat beberapa set tube holder dari suplier yang berbeda dan dengan bahan
baku yang berbeda yaitu Teflon dan Alumunium yang mempunyai karateristik berbeda. Tube
ini tidak diberi tanda yang membedakan antara set yang satu dan yang lain. Pada tahap ini
dilakukan seleksi menggunakan jangka sorong dan sampel tube alumunium dan hanya tube
holder yang memenuhi syarat yang di gunakan kembali. Dari total 3 set (@ 16 tube holder)
hanya sekitar 20 buah yang masih masuk spesifikasi. Tube holder ini kemudian diletakkan
dalam tempat khusus dengan penomeran untuk menghilangkan proses pemilihan tube holder
pada proses set up. Hal ini juga ternyata menghilangkan proses small stop karena faktor variasi
ukuran tube holder bisa dihilangkan. Kemudian dalam melakukan setup mesin pada bagian
filling rig. proses setup jauhnya lengan cramping juga tingginya filling rig diberikan penanda
pada bagian mesin.
c. Faktor Method, SOP diubah menurut hasil sharing tentang operasional dan setting mesin serta
dijelaskan lebih detail. Kemudian dibuat suatu SOP untuk mendokumentasi terhentinya proses
untuk memberikan masukan kepada departement engineering dalam proses improvement
mesin.
d. Faktor Measurement. Banyaknya waktu stop dan lamanya waktu set up diakibatkan adalah
ketiadaan mekanisme untuk melakukan pengukuran di tempat proses. Baik pengukuran

219
O p e r a t i o n s E x c e l l e n c e, Vol. 9, No 3, 2017, 213-220

dimensi tube holder yang ternyata banyak yang telah aus, juga ukuran dalam proses setting
mesin terutama filling rig yaitu mekanisme cramping dan dosing pumpnya.
e. Faktor Material, bahan baku pengemas dalam proses ini juga banyak mempunyai variasi baik
dimensinya ataupun permukaaannya. Hal ini hanyabisa diperbaiki dengan menetapkan
standar tube sehingga dimensi tube holder dapat mengikuti standar ukuran tube ini dengan
benar.

5 Kesimpulan
Pada penelitian ini penerapan SMED dalam proses pengemasan primer produk bulk krim menggunakan
mesin filling krim di gunakan bersama metode lain sehingga pada langkah 1 dan 5 bisa dihilangkan dengan
penerapan 5S. Kemudian penerapan standarisasi proses small stop untuk melakukan penggantian holder
bisa dihindari sehingga menghemat waktu set up sebanyak 16 menit Dengan menerapkan SMED pada
pengemasan primer bisa menghemat waktu set up dari 61 menit/batch menjadi 45 menit/batch. Penerapan
SMED dilakukan dengan cara menambah satu asisten untuk melayani semua set up eksternal. Disarankan
agar dilakukan betul-betul penerapan 5 S dan Standarisasi Prosedur karena sangat membantu dalam proses
pengurangan waktu setup dan penurunan banyaknya small stop selama proses.

Referensi
Dave, Y. and Sohani, N. (2012). Single Minute Exchange of Dies: A literature Review. Konya Teknokent.
Marchwinski, C. and Shook, J. (2003). Lean Lexicon: A graphical glossary for lean thinkers. Brookline: MA:
Lean Enterprise Institute.
Mulyana, A. dan Hasibuan, S. (2017). Implementasi Single Minute Exchange of Dies (SMED) untuk optimasi
waktu changeover model pada produksi panel telekomunikasi. SINERGI, 21(2): 107-114.
Pine, J., Victor, B., and Boynton, A. C. (1993). Making Mass Costumization Work.
Raikar, N. A. (2015). Reduction in Setup Time by SMED Methodology: A Case Study. International Journal of
Latest Trends in Engineering and Technology (IJLTET), 5(4).
Shingo, S. (1981). Study of Toyota Production System. (A. P. Dillon, Trans.) Productivity Press.
Shingo, S. (1985). A Revolution in Manufacturing.The SMED System. Cambridge Connecticut: Productivity
Press USA.
Sivasankar, M., Dhandapani, N., Manojkumar, S. Karthick, N., Raja, K., & Yuvaraj, J. (2011). Experimental
verification of Single Minute Exchange Dies (SMED). Recent Research in Science and Technology,
3(3): 92-97.
Suhardi, B., & Satwikaningrum, D. (2015). Perbaikan Waktu Set Up dengan menggunakan Metoda SMED.
Seminar Nasional IENACO.
Tanzil, R. N., Damayanti, D. D., & Suryadhini, P. P. (2015). Usulan Perbaikan Waktu Setup dalam Meminimasi
Keterlambatan Penyelesaian Order pada Komponen Isolating Cock dengan Metode SMED di PT.
Pindad (Persero). e-Proceeding of Engineering, 2(2): 3981.
Zandin, K. B. (Ed.). (2004). Maynards Industrial Engineering Handbook. Vol. 5 th ed. McGraw Hill.

220

Anda mungkin juga menyukai