Anda di halaman 1dari 38

Serial Dewi Ular

Bocah Berdarah Hitam


Tara Zagita

1
Dongeng sebelum tidur… Sebuah tradisi lama yang sampai sekarang masih
ada. Yang berbeda hanya materi ceritanya. Dulu ada dongeng yang paling
populer dan digemari anak-anak: "Si. Kancil Mencuri Ketimun".
Barangkali jika disesuaikan zaman sekarang materinya berubah, judulnya pun
bisa diganti: "Si Kancil Mencuri Sepeda", atau yang lainnya. Secara psikologis
seorang anak menyukai suara orang .bertutur di saat menjelang tidur.
Kesukaan inendengar orang berceritabisa juga dikarenakan suatu kebiasaan.
Barbie mempunyai kebiasaan baru sejak ia tinggal bersarna Rayo Paska,
pacarnya Kumala Dewi. Kebiasaan itu adalah mendengarkan dongeng sebelum
ia tidur. Maka, ketika Barbie fidur bersama Kumala, anak itu pun menuntut
kebiasaan tersebut. Mau tak mau Kumala harus mendongeng sebuah cerita
yang dapat meninabobokan gadis kecil berwajah mungil bak wajah boneka itu.
"Kalau Kak Mala nggak kasih dongeng aku, kayak Kak Ray, aku nggak mau
tidur. Aku Mau meleeeeek... sampai mataku capek."
"Ya, udah... kakak punya cerita nih, ceritanya tentang seekor kancil yang..."
"Judulnya dulu dong," protes Barbie.
"Judul .ceritanya apa?"
"Judulnya, ... Si Kancil Membeli Ketimun. Begini..." "Hiiik, hiiik, hiiik.. !" Barbie
tertawa cekikikan. Kumala tak jadi menuturkan dongengannya. "Kamu kenapa
ketawa? Ntar nggak tidur-tidur lho."
"Habis, Kak Mala ngaco niihh... !
Seingatku, Kak Rayo beberapa kali mendongeng tentang seekor kancil, hmmm,
judulnya... Si Kancil Mencuri Ketirnun, bukan Si Kancil Membeli Ketimun "
"Mencuri itu kan perbuatan nggak baik. Merugikan orang lain. Melanggar
hokum. Jadi, supaya kamu bisa beaain mana yang baik dan mana yang benar,
maka kakak mau cerita: Si Kancil Membeli Ketimun."
"membeli sama mencuri baik yang mana sih?"
"Baik membeli, sebab membeli tidak merugikan orang lain, tapi menguntungkan
orang lain. Siapa yang diuntungkan? Pedagang ketimun itulah yang untung.
Coba kalau mencuri, pedagang ketimun nggak dapat untung kan? Barang
dagangannya malah Hilang." "Iya... kasihan, ya. Kak?" "Kasihan sekali. Nanti
anak-anaknya Si pedagang mau dikasih makan apa kalau dagangan
ketimunnya dicuriin orang terus, hayo?" "Hmmm, dikasih , dikasih makan
humberger aja, kayak waktu aku dibeliin Kak Rayo dulu. Kakak tahu nggak
humberger, itu tuh... roti tingkat. Hmmm, ada yang tingkat tiga lho, Kak." Dewi
Ular, atau Kumala Dewi, tertawa kecil mendengar celoteh si bocah temuannya
yang krits dan cerdas itu. Apa yang dikatakannya adalah suatu kejujuran dan
ungkapan emosi dan rasa. Pola pikir yang sederhana dan selalu apa adanya
rnembuat gadis kecil berwajah mungil dan cantik sekali itu sering membuat
orang tertawa. Dalam keadaan tidak kambuh kebandelannya,Barbie memang
lucu dan menggemaskan. Tapi dalam keadaan kambuh kebandelannya, Barbie
adalah bocah yang membahayakan dan mengkhawatirkan. Manakala anak itu
sedang ngambek, banyak orang yang merasa takut dijadikan sasaran atau
terkena imbasnya. Sebab, kemarahan gadis kecil itu dapat mendatangkan
bencana bagi orang di sekelilingnya Ia akan menggunakan kesaktiannya untuk
melampiaskan kemarahan, tanpa berpikir lagi apakah tindakannya akan
mencelakai seseorang atau tidak. Kadang energi gaibnya bekerja dengan
sendirinya, di luar keinginan hatinya, atau terlepas tanpa disengaja.
Kemarin siang, Mak Bariah diberi tugas oleh Kumala Dewi untuk mengawasi
tidur siangnya Barbie. Kumala ingin agar anak itu belajar disiplin pribadi. Maka,
sebelum pergi Kumala mewanti-wanti Barbie agar tepat pukul dua siang; Barbie
harus tidur. Anak itu menyanggupi, dan Kumala menugaskan pelayan setianya
untuk mengingatkan sekaligus mengawasi Barbie pada pukul dua siang itu.
Benarkah anak itu tidur siang tanpa merasa takut kepada Kumala, atau justru
bermain dengan bebas karena merasa tidak ada Kumala. Tepat pukul dua
siang, Mak Bariah mengingatkan pesan Kumala untuk Barbie. Setelah
diberitahu bahwa saat, itu ,adalah pukul dua siang, maka Barbie pun berhenti
bermain rumah-rumahan di halaman belakang. Ia cuci kaki, cuci tangan, lalu
naik ke atas tempat tidurnya. Memeluk guling dengan mata terpejam. Mak
Bariah tersenyum sambil memuji dalam hatinya. "Syukurlah kalau anak itu
sekarang sudah bisa dijinakkan. Nggak seperti dulu, buandelnya bukan main."
Mak Bariah segera ke belakang untuk mengangkat jemuran yang sudah kering.
Tetapi alangkah terkejut hati Mak Bariah ketika ia melihat di halaman belakang
Barbie sedang bermain rumah-rumahan sendirian. "Lho, tadi kayaknya dia tidur
tuh?! Kok tahu-tahu dia udah ada di sana sih?!" Mak bariah berjalan cepat-
cepat menuju ke kamar khusus untuk Barbie. Ia rnembuka pintu kamar itu dan
rnelihat Barbie ada di atas ranjangnya sambil memeluk guling. Mak Bariah
mengucal-ngucal mata beberapa kali. Pandangan matanya tidak salah,
memang Barbie yang dilihatnya sedang memeluk guling di atas ranjangnya itu.
Sekali lagi Mak Bariah masih kurang percaya. la berlari kecil ke halaman
belakang. Di situ ia juga melihat Barbie sedang bermain. Jelas, dan nyata
sekali. Padahal Mak Bariah tahu bahwa Barbie bukan anak kembar.
Setidaknya ia tahu persis bahwa Kumala Dewi suatu
hari datang dari alam gaib hanya berdua dengan Barbie, bukan bertiga. "Lalu.
yang kulihat di kamar itu siapa?!" gumam hati Mak Bariah dengan bulu
kuduknya merinding. Meski pun siang hari tapi kalau ada sesuatu yang bersifat
gaib muncul di dapan matanya, maka bulu kuduknya tetap akan merinding. Mak
Bariah tidak tahu bahwa memecah bayangan raga menjadi dua bagian adalah
salah satu bentuk kesaktian yang dimiliki. Barbie. Entah dilakukan secara sadar
atau tidak, yang jelas kesaktian semacarn itu sering membuat Mak Bariah dan
yang lainnya menjadi takut, ngeri, atau terkagum-kagum. Kumala Dewi
menangkap beberapa fenomena mistis yang tersimpan dalam diri anak
tersebut. Selain kesaktiannya tergolong kesaktian tingkat tinggi, anak itu juga
memiliki lapisan penangkal gaib yang menyatu dalam darahnya. Lapisan
penangkal gaib itu dalam istilah kanuragan disebut: Perisai Maya. Perisai ini
melindungi seluruh energi sakti yang ada, sehingga ia tampak seperti anak
biasa-biasa saja tanpa kesaktian. Hanya yang memiliki kesaktian setara atau
lebih tinggi yang bisa menembus Perisai Maya itu. Atau,apabila Perisai Maya
sedang tidak aktif, maka kesaktian Barbie bisa dideteksi lawannya. Tapi jika
Perisai Maya dalam keadaan aktif, siapa pun tak bisa mendeteksi energi
kesaktiannya. Sebab, sifat Perisai Maya,ini seperti HP, bisa di-on-kan bisa juga
di-off-kan. Kumala Dewi juga memiliki Perisai Maya, termasuk dewa-dewa
lainnya. Tetapi belum bisa dipahami dengan jelas apakah anak sekecil Barbie
itu sudah bisa mengaktifkan Perisai Maya-nya dengan sengaja, atau Perisai
Maya itu bekerja on-off secara otomatis, dalam arti bekerja diluar kesadaran
dan keinginan Barbie. Letupan emosi yang bersifat spontanitas dapat membuat
kesaktiannya bekerja pula secara reflek. Ini sangat berbahaya, Bisa membuat
orang lain celaka atau bahkan mati karena letupan energi saktinya anak itu.
Oleh karenanya Kumala Dewi bertekat untuk ciptakan filter dalam emosi Barbie
agar kesaktiannya terkontrol dan tidak liar. Untuk menciptakan filter dibutuhkan
Waktu agak lama. Sedangkan, saat ini masih ada persoalan lain yang lebih
urgent dan hams segera ditangani secara serius, yaitu menyingkirkan bayi
dalam perut Barbie. Gadis kecil berambut panjang poni depan itu sekarang
sedang hamil. Sungguh memalukan dan fantastis kedengarannya. Tetapi
kehamilan itu bukan karena suatu perzinahan. Bayi yang ada di perutnya
terhisap oleh kesaktiannya sendiri ketika is sedang bersama Rayo Pasca,
(Baca serial Dewi.Ular dalam episode: "Terjerat Asmara Gaib"). Rayo Pasca
sebagai lelaki yang tampan dan gagah sempat hamil karena ulah Dewa
Bahakara. atau Dewa Jenaka, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:, "Misteri
Santet Iblis"). Bayi dan perangkat kandungannya itu sebenarnya milik
seseorang. Belum lama ini baru. diketahui siapa pernilik kandungan itu, setelah
kedatangan Samon dan temannya, Fardan. Pada mulanya Samon hanya ingin
memperkenalkan Fardan kepada Kumala sebagai orang yang terjerat asmara
mistiknya Mak Ayu. Fardan ingin minta saran bagaimana baiknya menghadapi
Mak Ayu, karena Mak Ayu sudah berjanji akan mengembalikan kandungan
istrinya yang hilang secara misterius itu. Dari situlah Kumala dan orang-orang
dekatnya mengetahui bahwa kandungan yang diambil dan dipindahkan oleh
Dewa Jenaka ternyata adalah kandungan milik istri Fardan; Ranni. Lalu dengan
hati-hati sekali Kumala berusaha menjelaskan duduk persoalan sebenarnya ,
Bahkan waktu itu ada Buron di samping Kumala. Jelmaan dari Jin Layon
sempat ménambahkan kata kepada Fardan.
"Soal dukun perempuan yang mengaku bemarna Mak Ayu itu, sebaiknya kau
lupakan sajalah. Dia sudah kembali ke alamnya; Tanah Ladang Mistik. Dia
bukan perempuan biasa." "Oo, pantas tadi siang saya coba datang ke sana,
rumahnya kosong. Tidak dikunci, tapi tidak ada penghuninya satu pun. Bahkan
pelayannya juga nggak ada." "Pelayannya itu pasti juga ikut pulang ke Tanah
Ladang Mistik. Kamu pikir pelayannya orang biasa. Bukan! Makhluk alam sana
juga itu!" Kumala berkata dengan kelembutannya, "Soal bayimu itu, jangan
khawatir, kami akan menjaga dan merawatnya. Aku bertanggung jawab penuh
atas keselamatan bayi pertamamu itu, Fardan. Dan, secepatnya aku akan
berusaha mengembalikan ke raga istrimu. Kalian tenang saja. Sekarang kalian
sudah tahu kan, kandungan dan bayinya "ada di sini. Tinggal menunggu waktu
saja untuk bisa kembali secepatnya kepada istrimu." Keterangan dan alasan
yang diberikan oleh kumala kepada Samon dan Fardan memang tidak secara
detil. Kumala punya cara sendiri untuk menjelaskan mengapa kandungan itu
bisa ada di perut anak-anak seusia enam tahun. Dan, ternyata mereka bisa
menerima penjelasan tersebut, walau pun disertai dengan keheranan yang luar
biasa. Demi menjaga citra dan kerahasiaan Kahyangan, Kumala tidak
menyinggung-nyinggung tindakan Dewa Jenaka, bahwa kandungan itu sengaja
diambil serta dipindahkan oleh Dewa Jenaka ke dalam perut Rayo, tujuannya
untuk mengancam Kumala alias Dewi plar. agar mau memenuhi undangan
pihak Kahyangan. Kandungan itu tidak bisa diusik atau disingkirkan oleh siapa
pun karena dipenuhi energi kesaktiannya Dewa Jenaka.
Jadi, hanya dewa Penabur Tawa itulah yang bisa mengambil dan
mengembalikannya pada pemilik kandungan sebenamya. Diluar dugaan
ternyata kandungan
dan bayi itu terhisap oleh kesaktian Barbie. Dengan sendirinya yang bisa
menyingkirkan bayi dan perangkat kehamilan dalam perut Barbie adalah Dewa
Jenaka. Repotnya, sampai sekarang Dewa. Jenaka masih dalam keadaan
koma akibat suatu pertarungan di Hutan, Kutukan. Dalam deteksinyä, Kumala
berkesimpulan bahwa kesaktian Dewa Jenaka telah dibuat beku oleh lawannya
menjadi gumpalan keras, sekeras besi baja. Praktis kesaktian itu tidak akan
bisa digunakan oleh Dewa Jenaka sebelum dipulihkan menjadi normal kernbali.
Proses memulihkan kesaktian itu tidak cukup sehari-dua hari, dan tidak mudah
dilakukan karena jenis kesaktian tersebut adalah kesaktian dewa. Meski
demikian Kumala berusaha keras agar dapat secepat mungkin memulihkannya,
karena dialah yang paling membutuhkan bantuan Dewa Jenaka untuk saat ini.
"Kenapa nggak minta bantuan salah satu dewa di sana ? Mungkin dengan
bantuannya proses pemulihan dapat segera teratasi." "Para dewa di
Kahyangan sedang mengecamku. Buktinya aku berusaha mengadakan kontak
dengan mereka dari sini, tak ada jawaban dan tak ada respon dan mereka."
"Sudah kau lakukan menghubungi mereka?" "Sudah, sambil melaporkan
keadaan Dewa Jenaka. Tapi mereka tak memberi tanggapan apapun, termasuk
ayah dan ibuku juga ikut-ikutan diam waktu kuberi tanda panggilan dari sini."
"Kenapa kau sampai didiamkan oleh mereka " "Karena aku menolak upacara
agung penobatan diriku sebagai Senopati Perang Khayangan." "Ooo..., lalu
kenapa kau menolak? Kurasa kau memang layak dan mampu untuk menjadi
Senopati Perang."
"Bukan soal mampu atau tidak mampu, yang kutolak adalah upacara agung itu.
Kamu tahu, yang namanya upacara agung di Kahyangan itu merupakan
upacara
besar-besaran, sangat sakral dan sangat. terhormat. Pestanya pun besar-
besaran, Mewah sekali deh pokoknya. Nah, aku tuh nggak suka digitukan.
Diagung-agungkan, disanjung-sanjung, dan diarak-arak dalam pestamewah
begitu. Tahu sendiri kan, mewahnya pesta Kahyangan itu kan seratus kali lipat
mewahnya pesta di bumi." "Hmmmm...., ya, ya, ya..." "Tapi untuk menjadi
Senopati Perang, aku sanggup! Kalau nanti terjadi Perang Dirgandani, aku
bersedia tampil paling depan dalam peperangan tersebut. Aku nggak takut.
Tapi aku nggak mau kalau dimewahmewahkan, sementara aku di bumi menjadi
penyelamat dan pelindung umat manusia yang sérba kekurangan. Di sini aku
berhadapan dengan mereka yang sering kelaparan, dilanda kemiskinan,
dicekam teror dan sebagainya. Mana tega aku di sana menikmati
kernewahan?!" "ck, ck... kamu emang bidadari bandel. Berani mbalelo terhadap
kebijakan Kahyangan. Tapi; yaaahh... aku bisa memahami maksudmu, dan
bisa ngertiin gimana perasaanmu." "Kupikir sih, kalau kamu nggak bisa ngertiin
juga nggak apa. Nggak harus bikin aku kesel. Itu hakmu. Soalnya, aku sengaja
undang kamu ke sini bukan buat ngomongin upacara agung, tapi jujur saja...
aku mau minta bantuanmu menangani kedua kasus berat ini. Yang paling
utama aku minta bantuanmu dalam masalah memulihkan kesaktian Dewa
Jenaka. Mungkin kamu punya saran-saran yang sangat membantu
mempercepat proses pemulihannya." "Hmmmm...," orang yang diajak bicara
Kumala itu manggut-manggut. Penampilannya tetap tenang. Tidak tampak
merasa bangga atau merasa hebat karena dimintai tolong Dewi Ular. Tapi dia
justru merasa ikut prihatin atas kesulitan yang dihadapi Kumala Dewi.
Sepertinya dia mengetahui banyak tentang Kumala yang terlahir sebagai putri
tunggalnya Dewa Permana dan
Dewi Nagadini. Dan, agaknya orang itu punya pengetahuan tentang kesaktian
alam gaib, sehingga Kumala Dewi mengharapkan sarannya. Siapa sebenarnya
orang yang dimintai tolong oleh Kumala itu? *** Sebuah sedan merah maroon
meluncur di kegelapan malam. Irama musik jazz mengalun dalam kelembutan
khasnya memenuhi ruangan dalam sedan merah itu. Agaknya si pengemudi
merasa sepi berada dalam mobil sendirian, sehingga mematar musik
kesukaannya sebagai penghalau kesepian. Jalur tol lancar. Sedan merah itu
memilih masuk tol daripada sering terhambat kemacetan di lampu merah.
Ketika berhenti di gerbang masuk tol, pemuda yang bertugas melayani ticket
masuk tol sempat menatap si pengemudi sedan merah dengan senyum rasa
kagum. "Busyet... , cantik banget tuh cewek?! Wajahnya napsuin!" pikir si
pemuda sambil menghitung uang kembalian untuk diserahkan kepada si
pengemudi sedan merah. Ketika menyerahkan uang kembalian, si pengemudi
sedang merah itu mengerdipkan sebelah matanya. Senyum yang dipamerkan
saat itu adalah senyum penggoda iman. Petugas penjualan ticket tol itu
langsung sesak napas karena detak jantungnya menjadi sangat cepat. Debar-
debar yang dirasakan begitu indah, sampai membuatnya merasa melambung
sesaat. "Hay, .. ," wanita cantik yang mengemudikan Audi Quarto S warna
merah maroon itu memberi sapaan setelah dilihatnya di belakang tak ada mobil
lain yang mengantri. "Hmm, iya... met malem juga," sahut pemuda penjaga tol,
Tulalit. "Namamu keren juga, Rickson," seraya ia menunjuk ID name si petugas
tol yang terpasang di bawah jendela ruang ticket.
"Iyaa, nama saya... memang ...," ia menjawab masih
gugup karena debar-debur di dalam dadanya semakin kuat. "Tugas sampai
pagi, ya?" "Hmm, sampai pukul 12 udah off, Tante." "Jangan panggil Tante.
Jelek. Panggil ajaAudy." "Oo, iyy... iya, Tante Audy..." "Nggak usah pakai
Tante." "Ooh, maaf iya deh nggak pakai." Audy tersenyum kalem tapi sangat
menggoda. Karena ada mobil lain mau masuk tol juga, Audy pun segera
meninggalkan pemuda bernama Rickson itu. Weess... ! Di pihak lain, Rickson
merasa rugi atas kemunculan mobil lain, karena peluangnya bicara dengan
wanita cantik yang menggairahkan itu hilang seketika. "Rese mobil jeep ini!"
gerutunya dalam hati. "Padahal gue masih kepengen ngobrol lama ama cewek
tadi, hmmm... siapa namanya? Oo, Audy. Bagus juga namanya. Kayak mobil
yang dipake. Pasti dia udah punya cowok, atau malah udah married. Aah,
sayang sekali... !" Di dalam mobil itu Audy pun bicara sendiri. "Boleh juga tuh
cowok. Rickson, hmm... namanya nggak kampungan kok. Keren. Wajahnya
juga gemesin banget. Ganteng-ganteng imut. Kayaknya tipe cowok yang patuh
pada perintah mesum tuh dia, hahaha.... ! Kalau dibawa ke apartemen, mau
nggak ya? Hmmm, kayaknya sih, pasti mau! Kalau nggak mau ya harus mau!
Aku jadi bergairah ngebayangin dia jadi budak kemesraanku. Oohh... !" Sebuah
Escudo yang meluncur tepat di belakang sedan merah itu sempat oleng dengan
suara rem menjerit. Pengemudi Escudo itu rnenggeragap dan hampir saja
menabrak besi pagar jalan tol ketika ia membuang arah laju mobil ke kiri. Lelaki
berusia separoh baya itu tersentak kaget ketika dilihatnya mobil sedan merah
maroon tiba-tiba saja memercikkan cahaya api dalam sekejap.
Crlaaap... ! Kemudian sedan merah itu lenyap dan pandangan mata. Beruntung
sekali pengemudi Escudo itu tidak sendirian. Ia bersama pria sebaya juga yang
duduk di
samping kirinya. Mereka sama-sama gaduh mempeributkan lenyapnya sedan
merah tadi. Sementara jantung mereka berdebar cepat ketika mobil nyaris
menabrak besi pagar jalanan. Setelah menyadari mobil dalam keadaan normal
kembali, napas mereka pun menjadi lega, dada diusap berkali-kali sambil
mengucap syukur berulang-ulang. Mereka sempat sibuk mencari-cari di mana
sedan merah yang tadi, sedang mereka bicarakan warna merahnya yang
menyolok itu. "Hay... !" Rickson terkejut melibat sedang merah itu sudah berada
di sampingnya. Audy mengulurkan uang pembayaran ticket tol. Rickson ragu
menerima uang itu, karena belum ada dua menit mobil merah itu memasuki
gerbang tol, sekarang sudah mau masuk lagi. "Baru aja dia lewat, sekarang
Udah mau lewat lagi?!" pikir Rickson terheran-heran, bahkan jelas-jelas
terbengong dengan mata menatap Audy tak berkedip. "Hey, kok bengong sih?!"
Teguran itu membuat Rickson menggeragap dan buru-buru mengambil uang
yang disodorkan Audy. Uangnya sama dengan yang tadi, lembaran nominal
seratus ribu. Rickson menghitung uang kembalian sambil sesekali melirik dan
tersenyum malu. Hatinya yang berdesir-desir itu tak dapat dinikmati
sepenuhnya, karena batin selalu bertanya-tanya, bagaimana mungkin sedan
merah itu bisa dalam posisi mau masuk tol lagi. "Kalau dia harus putar balik
arah, kayaknya nggak ada jalur putaran sepanjang tol ini. Terus, dia muter di
mana, ya? Kalau dia keluar dulu lewat gerbang timur, terus memutar balik ke
arah sini, dia harus memutar balik di depan sana, aaah... nggak mungkin!
Memakan waktu sedikitnya 20 menit kalau menggunakan jalur gerbang timur. "
"Rick, pulang bareng aku, mau?" "Hmm, eeh... boleh, tapi... tapi..."
"Aku jemput kamu lima menit sebelum kamu off, ya?
Okey?" "Ook... ookey, yaaa.... ya Okey." "Di mana kujemput kamu?" "Di... di..."
"Di seberang sana, ya? Dekat telepon darurat." "Boo... boleh, Tante... eeh,
hmm..." "Audy... !" "Iyya, Audy... !" Barangkali inilah maksud yang terkandung
dalam peribahasa gayung bersambut itu. Audy melirik, Rickson tertarik.
Pemuda tampan berperawakan tegap dan masih bujangan itu tak keberatan
ketika Audy menawarkan-tumpangan di mobilnya. Bahkan, ketika Audy
mengajak singgah ke apartemennya, Rickson pun tak menolak ajakan tersebut,
meski mulanya ia berusaha untuk menghindar. Tapi itu hanya basa-basi. "Udah
punya. cewek kamu, Rick?" "Udah... maksudku...-udah lama putus." "Eeh,
sama dong. Waah, kayaknya kita senasib nih " "Putus juga kamu, ya? Waah,
bego banget cowok yang mau mutusin kamu. Kalau aku nggak akan mau putus
ama kamu," kata Rickson setelah saling buka kartu tentang usia, ternyata usia
mereka sama-sama 25 tahun. Tak canggung Rickson untuk bersikap makin
akrab selayaknya teman biasa. Namun bagaimana pun juga Rickson merasa
masih kalah PD dari Audy. Keberanian perempuan muda itu sering membuat
Rickson tersipu malu dan dihinggapi rasa minder. Apalagi setelah ia berada di
dalam apartemennya Audy, cahaya lampu terang membuat segalanya serba
jelas, termasuk kecantikan Audy. Audy berkulit kuning langsat, berperawakan
tinggi, sekal, dengan dada montok membusung kencang: Rambutnya yang
selewat pundak berpotongan shaggy disemir coklat sebagian, membuat
kecantikan Audy menjadi lebih menarik lagi, seakan percampuran antara
kecantikan klasik dan kecantikan ala bule Eropa.
Rickson sering berdecak dalam hati manakala memandang pinggang Audy
yang. ramping itu memiliki pinggul yang lebar dengan bokong padat berisi.
"Kamu seorang foto model, ya?" tanya Rickson ketika Audy melangkah untuk
menutup pintu balkon. Setiap melangkah pinggul dan bokongnya terayun-ayun
bagai lambaian tangan yang mengajak lawan jenis untuk segera bercinta.
"Kenapa kamu menyangka aku foto model?" "Pantas kalau menjadi seorang
foto model Bodymu, pakaianmu, kecantikanmu, semuanya pantas dimiliki
seorang model." "O,ya ...?! " Audy kembali menuju sofa dengan senyum yang
mencengangkan hati Rickson. Senyuman itu bukan hanya manis, tapi juga
menggoda hasrat setiap lelaki untuk berkhayal tentang kehangatan. "Jujur saja,
aku bukan seorang model kok." "Atau... seorang selebritis?" "Juga bukan,"
jawabnya sambil meluruskan pandangan mata hingga beradu dengan tatapan
Rickson. Tatapan mata itu telah membuat sentakan beruntun pada jantung
Rickson. Seolah-olah ada sesuatu yang berontak dan ingin meledak dalam diri
pemuda itu, namun terpaksa harus tetap ditahannya. Sesuatu yang beronta
ingin meledak itu sekarang hanya bisa menyentak-nyentak. "Kalau kau mau
tahu profesiku, kau harus lebih sering bertemu denganku, Rickson. Kalau perlu
kau tinggal di apartemen ini bersamaku. Karena tanpa sering bertemu
denganku, sulit bagiku untuk menjelaskan profesiku dan siapa diriku ini."
Rickson tersenyum mendapat tantangan seperti itu. "Kalau aku tinggal di sini,
bisa berbahaya." "Kenapa berbahaya?" seraya ia bergeser lebih mendekat lagi.
"Kau bisa hamil nanti," Rickson memberanikan diri melempar pancingan itu.
Ternyata disambut hangat oleh
Audy. "Apa kau bisa menghamiliku?" "Wah, nggak tahu deh," Rickson tertawa
malu. "Bagaimana kalau kita coba saja?" "Mmmhh, eeehh, maksudmu...?"
Rickson nyaris tak bisa bicara, karena tatapan mata Audy semakin dekat. Mata
yang sedikit lebar itu sudah menjadi sayu. Dengus napasnya menghangat di
permukaan pipi Rickson. Aroma parfumnya tercium jelas dan menghadirkan
debar-debar yang kian bergemuruh dalam dada. Suara Audy mulai bercampur
desah. "Cobalah untuk menghamiliku. Awali dengan sentuhan bibirmu. Aku
suka bibir tanpa nikotin begini," jari tangannya meraba bibir Rickson dengan
pelan-pelan sekali. Rickson sedikit merenggangkan mulut. Jari Audy masuk
pelan-pelan. Rickson menghisap jari itu dengan lidah bergerak lincah. Audy
mendesah panjang dengan mata nyaris terpejam. "O000000uuuhhh.. . !"
Lampu padam sendiri bersamaan dengan hembusan napas panjang Audy tadi.
Tapi ada lampu sudut yang masih menyala dengan kap lampu berwarna ungu.
Suasana remang membuat Rickson merasa semakin ditenggelamkan ke telaga
asmara oleh Audy. Ia pun menggigit jari Audy tak terlalu keras. Audy berbisik
sambil mendesis. "Jangan itu yang digigit..." Rickson melepaskan jari Audy.
"Mana yang hams kugigit?" Audy menyingkirkan kain blus di pundaknya. "Ini . ,"
suaranya sedikit parau, bernada merengek. Menunjukkan bahwa ia sangat
menginginkan gigitan mesra Rickson. Maka, pemuda yang sudah dibakar
hasrat kernesraan itu segera melakukannya.
Tepat sekali dugaan Audy saat di dalam mobil tadi. Rickson tipe laki yang
senang menuruti perintah asmara
pasangannya. Karena di atas sofa panjang itu, Audy dapat memerintah Rickson
sesuai dengan apa yang ia inginkan. Malam tanpa hujan, justru membuat
sekujur tubuh Audy dan Rickson dihujani peluh kenikmatan. Audy takingin tidur.
Ia ingin menghabiskan malam dengan sejuta kenikmatan cumbu pria berwajah
imut itu. Rickson tak pernah menolak perintah Audy, tak pernah
menggelengkan kepala saat Audy menyatakan keinginannya. Bahkan, ia
bersedia pulang esok siangnya, langsung ke tempat kerja. Tetapi tiba-tiba
dering HP Audy terdengar. Rickson sempat heran, karena tadi ia melihat jelas
Audy mematikan HP-nya. Kenapa sekarang HP itu bisa berdering sendiri tanpa
diaktifkan pemiliknya. "Sebentar, aku nggak bisa menolak telepon dari yang
satu ini," kata Audy seraya meraih HP-nya. Ia sudah tahu siapa yang
menelepon dirinya dalam keadaan HP tidak aktif . "Ya, kenapa?" "Tolong
datang ke rumahku, aku ada masalah." "Kapan?" "Sekarang." "Kau gila apa ?
Ini jam berapa?" "Okey, kalau nggak bisa, jangan dipaksakan..Besok siang saja
temui aku di rumah, ya?" "Ya.... tapi... ," Audy tampak ragu-ragu. " Ada apa sih
sebenarnya ? Tumben kamu minta aku datang jam segini?" "Aku agak suntuk.
Aku butuh teman bicara. Tapi, ya udahlah... besok aja. Tuntaskan dulu
aktivitasmu saat ini. Kasihan dia kalau harus kamu tinggal kemari." "Hmmm,
nggak apa-apa kok. Okey, aku ke sana deh!" "Nggak usah sekarang, Audy.
Kamu kan sedang..." "Dengar, Kumala... kalau kau bisa mengetahui apa yang
sedang kulakukan malam ini, aku pun bisa merasakan kegundahan hatimu
malam ini. Kamu nggak usah cerewet lagi. Aku datang!"
Tegas sekali kata-kata itu. Ternyata dialah orang
yang dimintai saran oleh Kumala Dewi. Audy tak pernah bisa menolak
panggilan Kumala, karena ia merasa pernah dikalahkan oleh Kumala dan
berjanji akan membantu segala kesulitan Kumala. Kapan saja ia dibutuhkan,
akan datang secepatnya. Janji itu dibuktikan. Dia ingin tunjukkan pada Kumala
bahwa ia sekarang sudah bukan Nyimas Kembangdara , pelindung para
selirnya Dewa Kegelapan, alias Lokapura. Ia sudah menyeberang ke alam
kehidupan manusia , dan siap membantu Kumala Dewi dalam melindungi dan
menyelamatkan kehidupan manusia di bumi. Rickson terpaksa diantar pulang
lebih dulu, baru Audy melesat dengan sedan merahnya ke rumah Kumala.
Rickson memang tampak kecewa, tapi dia akan lebih kecewa lagi seandainya
dia tahu siapa Audy sebenarnya. Rickson akan merasa bersyukur sekali tak jadi
menginap di apartemen itu seandainya ia melihat sosok aslinya Audy sebagai
Nyimas Kembangdara yang bermata merah tanpa kelopak mata, bermulut
panjang seperti tikus, bergigi runcing-runcing dengan sepasang taring panjang,
dan berperawakan tinggi, besar, mirip raksasa betina, (Baca serial dewi Ular
dalam episode: "Kupu-kupu Iblis"). Sebagai mantan pelindung para selirnya
Dewa Kegelapan tentunya Audy memiliki kesaktian di atas rata-rata kesaktian
manusia. la sudah termasuk jenis iblis betina yang kini berpihak pada manusia.
Tetapi apakah kesaktian Audy benar-benar bisa membantu Dewi Ular dalam
memulihkan kesaktiannya Dewa Jenaka ? . Sebab Jika tidak, maka tidak ada
orang yang bisa menyingkirkan janin dan kandungan dalam perut Barbie. Gadis
keeil yang masih berusia sekitar enam tahun itu akan melahirkan seorang bayi
yang bukan darah dagingnya sendiri. Sungguh menyedihkan sekali nasib anak
itu. ***
2 VILLA indah milik Niko Madawi di kawasan Puncak sudah tiga hari
ditinggalkan Kumala. Apalagi saat itu Rayo Pasca sudah tidak hamil lagi. Sisa
jejak gaib tidak terdapat dalam perut Rayo Pasca. Oleh karena itu, Kumala
memutuskan untuk membawa Dewa Jenaka ke rumahnya. "Kalau kamu masih
ingin menggunakan villa itu, pakai saja. Jangan sungkan-sungkan," kata Niko
ketika ditelepon Kumala. "Sesuai perjanjianku, aku hanya memakai villamu
untuk mengasingkan Rayo dari pandangan umum. Sekarang Rayo sudah
normal kembali, jadi aku harus kembali ke rumahku. Terima kasih banyak atas
bantuanmu, Nik," "Tapi, bukankah katamu ada dewa yang kau bawa pulang ke
bumi dan sekarang dalam keadaan koma?" "Iya, tapi itu bisa kuatasi di rumah.
Artinya, tidak harus disembunyikan. Keberadaan fisiknya toh sama seperti
manusia biasa. Tidak ada keanehan dan kelebihan, kecuali dalam darah dan
auranya." Dewa bermuka tua itu ditempatkan pada sebuah kamar berukuran
besar. Kamar itu memang diperuntukkan tamu-tamu khusus yang bermalam di
rumah Kumala, seperti ibunya sendiri: Dewi Nagadini, atau ayahnya: Dewa
Permana, atau kakeknya dan sebagainya. Kenyamanan di dalam kamar tidur
itu sangat diutamakan. Bahkan dilengkapi dengan perabot 'kelas satu; ranjang
dan kasurnya memang buatan dalam negeri tapi kualitas ekspor. Demikian pula
satu set mebel yang diletakkan di sudut kamar. Sebuah kolam kecil berisi ikan
hias dan dinding karang buatan yang selalu mengucurkan air juga melengkapi
kamar tersebut.
Kumala sendiri jarang tidur di situ. Sandhi, Buron apalagi Mak Bariah, tidak ada
yang berani tidur di situ. Mereka hanya berani masuk untuk mengambil atau
meletakkan sesuatu. Tapi pria pujaan hati, Rayo Pasca, pernah beberapa kali
tidur di kamar tersebut, walau pun sebenarnya Rayo lebih suka menempati
kamar tidur bersebelahan dengan ruang tamu. Kali ini Kumala membawa Audy
ke kamar itu. Di atas ranjang bertiang empat namun tanpa kelambu itulah Dewa
Jenaka berbaring mirip orang tertidur nyenyak.. Wajah tua itu memiliki tulang
pipi sedikit menonjol dan sepasang alisnya yang berwarna abu-abu lebat
hampir menyatu. Tubuhnya yang agak kurus tetap mengenakan jubah aslinya,
tapi sekarang ditambah selimut tebal berwarna hijau lembut. Melihat wajah tua
terbaring di ranjang dengan mulut sedikit terbuka, Audy langsung
mengerjapkan matanya. Berpaling sambil menyilangkan tangan di depan mata .
"Auuh.. !" "Kenapa? !" Kumala kaget. "Mataku nggak kuat melihatnya!" Audy
mencoba menatap ke arah ranjang. Tapi kepalanya kembali disentakkan ke.
samping sambil memejamkan mata. "Uuuh... ! Nggak kuat. Bener Mataku sakit
dan perih. Duuuh, kepalaku jadi ikut sakit nih!" "Kenapa bisa begitu?!" "Silau
sekali.... !! Aku di luar aja.." Kumla Dewi bergegas ikut keluar juga. Pintu kamar
ditutupnya, agar udara AC yang sudah diatur temperaturnya tida.k merambah
keluar . Belum sempat bertanya Kumala sudah mendengar penjelasan Audy
yang disertai ekspresi wajah agak tegang. "Aku melihatnya seperti genangan
cahaya putih yang sangat menyilaukan. Sumpah, aku nggak mengada-ada!"
"Iya, aku percaya. Tapi kenapa bisa begitu? Bukankah kamu sudah sering
melihat pengejawantahan sosok dewa?" "Masalahnya bukan itu. Bukan karena
beliau dewa lantas aku menjadi silau melihatnya.. Bukan."
“Lalu, karena apa?" suara Kumala tetap pelan dan
kalem. "Ada sesuatu di dalam dirinya. Pasti ada sesuatu yang memancar kuat,
dan nggak bisa diterima dengan mataku. Cahayanya putih seperti kertas timah.
Tapi kuat sekali pancarannya. Dan, menurutku itu adalah medan gaib. Entah
milik siapa." Saat tertegun hati Kumala berkata, "Aneh. Aku dan yang lainnya
tidak melihat tubuh paman dewa bercahaya, kenapa penglihatan Audy berbeda,
ya? Apakah karena Audy bukan dari jenis manusia atau bukan keturunan dari
Kahyangan, maka matanya nggak kuat melihat aura kedewaan paman Jenaka?
Hhhmmm...kasihan Audy, bola matanya sampai agak merah begitu." Setelah
rasa sakit di mata dan kepala bisa diatasi sendiri dengan menyalurkan hawa
gaib penyembuh, Audy pun kembali bicara penuh keseriusan. "Ada medan gaib
yang melapisi auranya. Medan gaib itulah yang membuat paman Dewa Jenaka
seperti orang tidur, nggak sadar, atau istilah medisnya, dalam keadaan koma."
"Kenapa aku nggak bisa melihat medan gaib itu?" "Karena kau keturunan dari
Kahyangan. Medan . gaib itu sepertinya memang diciptakan untuk mengelabuhi
mata penghuni Kahyangan. Dan, menurutku medan gaib itu sangat kuat. Kuat
sekali!" Begitu antusiasnya Audy meyakinkan Kumala sampai terkesan berapi-
api dalam bicaranya. Buron yang tadinya masih tertidur menjadi bangun
mendengar suara ribut-ribut. Ia pikir ada tamu yang cekcok dengan Kumala.
Melihat yang bicara ternyata Audy, jelmaan Jin Layon masuk kamar lagi.
Rupanya sekedar untuk ganti kaos oblong, lalu ikut nimbrung dalam
pembicaraan itu. Tentunya setelah ia cuci muka dulu dan gosok gigi
alakadarnya. Mendengar penjelasan ulang mengenai medan gaib, Buron
akhirnya berkomentar juga. Membenarkan pendapat Audy.
"Dalam perjalananku sebagai jin yang berkelana ke
sana-sini, aku pernah dengar ada kesaktian yang disebut medan gaib, berguna
untuk mengelabuhi mata dewa-dewi Kahyangan. Tapi aku nggak tahu apa
fungsinya dan bagaimana bentuk kesaktian itu." "Kamu juga lihat cahaya
medan gaib itu?" tanya Audy. "Nggak lihat tuh." "Sedikit pun kamu nggak lihat
sesuatu yang ganjil dalam diri paman dewa itu?" cecar Audy, penasaran.
"Nggak lihat apa-apa. Yang kulihat ya, sosok biasa,Seperti inanusia. Dan,
gumpalan-gumpalan hitam di sekujur tubuh beliau." "Itu energi yang dibekukan
menjadi sekeras besi baja," sahut Kumala. "Itu yang harus dihancurkan.
Maksudku, dikembalikan ke bentuk aslinya." "Tapi, kenapa aku melihatnya
sampai silau sekali gitu, ya? Sedangkan dia ... nggak lihat?" sambil Audy
menunjuk Buron. Buron menyahut dengan tenang. "Mungkin karena aku
berasal dari keturunan bangsa jin, sedangkan kamu kan dari bangsa... bukan
jin, bukan manusia." Kumala dan Audy sama-sama paham maksud ucapan
Buron. Rupanya Buron tidak enak hati jika harus mengatakan bahwa Audy dari
jenis iblis betina yang memiliki aura berbeda dengan manusia dan jin. "Kamu
punya kacamata hitam?" tanya Audy kepada Kumala. "Kacamata hitam? Buat
apa?" "Setidaknya bisa kupakai untuk mengurargi ketajaman cahaya perak
medan gaib itu." Mengerti maksud Audy, Dewi Ular bergegas mengambil
kacamata hitam yang sering dikenakan dalam keadaan bepergian di siang hari.
Setelah mengenakan kacamata hitam, Audy masuk ke kamar tadi didampingi
Kumala dan Buron. "Ehhmmm ... ?!"
"Masih silau?" tanya Kumala. "Masih. Tapi mendinganlah daripada tadi."
"Kurang tebal warna hitamnya," kata Buron. "Pakai kacamataku saja. Lebih
tebal dari itu." Buron segera pergi mengambil, kacamata hitamnya. Lalu, Audy
mengenakan kacamata milik Buron yang memang lebih tebal dari kacamatanya
Kumala Dewi. "Bagaimana?" "Nah, ini lebih enak buat melihat. Nggak sesilau
tadi." Kacamata hitam digunakan untuk menahan cahaya medan gaib. Tapi
mata gaibnya pun digunakan untuk melihat kondisi dewa berwajah tua itu.
Gelombang gaib yang disalurkan melalui sepasang matanya kini dapat melihat
apa sebenarnya yang ada dalam diri Dewa Bahakara itu. "Kau lihat gumpalan-
gumpalan hitam itu?" tanya Kumala pelan. "Ya, ya... aku melihatnya sekarang."
"Sudah kucoba menggemburnya dengan Aji Cakra Salju, tapi tidak berhasil
membuatnya lumer. Dengan cara lain pun belum berhasil." "Aku boleh pegang
bagian kakinya?" "Peganglah..." Audy mendekati tubuh kurus yang terbaring
tanpa gerakan itu. Tapi ketika tangan Audy ingin memegang kaki dewa Jenaka,
tiba-tiba ia tersentak cukup kuat, hingga mengeluarkan suara pekikan pendek
tapi cukup keras. "Aauuww !!" Gubraak... ! Audy tak sempat tertangkap tangan
Buron. Ia terpental dan jatuh terkapar di depan pintu kamar mandi. Audy pun
mengerang dengan memegangi tangan kanannya. "Aaaauuww... !! Gilaaaa... !
Huuuuwwh... !"
"Coba lihat," Dewi Ular meraih tangan kanan Audy. Ia terperanjat, Buron
terperangah. Tangan itu mengalami luka
bakar cukup serius pada bagian telapak tangan hingga pergelangannya.
Warnanya biru kehitaman. matang. "Kenapa bisa sampai begini?!" gumam
Dewi Ular yang segera memberi usapan di atas tangan yang terluka, namun
tidak menyentuh. Hawa saktinya dialirkan melalui usapan tangan beberapa kali.
Ekspresi wajah Audy tidak sekeras tadi. Seringainya berkurang, karena ia
rasakan kesejukan yang menjamah lukanya. Berkurangnya rasa sakit seiring
dengan perubahan luka yang makin lama makin pulih seperti sediakala. Untuk
urusan pengobatan seperti itu, dari dulu Audy mengakui keunggulan Kumala
Dewi. Memang tiada duanya. "Apa yang kamu rasakan tadi?" "Tenaga nya,
seperti strom listrik tegangan tinggi," jawab Audy masih tetap memakai
kacamata. Ia bertolak pinggang dengan sisa napas masih sedikit terengah-
engah. Dari balik kacamatanya ia menatap ke arah dewa Jenaka. Pada saat itu
Buron mencoba memegang kaki Dewa Jenaka. Tapi tak ada reaksi apaapa
yang dirasakannya. "Nggak ada apa-apa tuh," ujar Buron masih dengan
berkerut dahi. Kumala ikut memegang, bahkan mendeteksi dengan getaran
kesaktiannya, tapi ia juga mengaku tidak merasakan apa-apa. Audy masih diam
bertolak pinggang, membiarkan Dewi Ular dan membicarakan tentang jejak
gaib yang tidak ditemukan Kumala dalam diri Dewa Jenaka, sehingga tidak bisa
dilacak siapa lawan yang melumpuhkan dewa Panabur Tawa itu. "Aku tahu... !"
tiba-tiba Audy nyeletuk dengan suara agak keras, membuat Kumala dan Buron
berpaling cepat kearahnya. Audy menjentikkan jarinya dengan bersemangat.
Kliik .. ! " Ya aku tahu sekarang!" wajahnya berseri-seri, tapi kakinya melangkah
keluar dari kamar. Dewi Ular dan Buron segera mengikuti.
"Tahu apaan sih?" tanya Buron setelah di luar kamar. Audy melepas kacamata
hitamnya . "Aku mengenali getaran energinya tadi. Aku ingat siapa yang pernah
menghajarku dengan energi kesaktian seperti tadi." "Siapa?" desak Buron.
"Energi kesaktian itu miliknya selir kesayanganya Lokapura, yang sering
disebut-sebut sebagai selir-mas." Kumala Dewi langsung menyahut,
"Auro ... ?!" "Tepat. Memang cuma Auro yang punya kesaktian seperti itu. Aku
pernah dihajarnya ketika melakukan kesalahan yang menurutnya fatal. Dan,
aku merasakan getaran hawa panas yang seperti tadi sekujur tubuhku seperti
dicongkel-congkel dengan ribuan jarum." Kumala Dewi dan Buron sama-sama
diam. Audy mempertegas lagi keterangannya yang perlu digarisbawahi.
"Seperti dicongkel jarum panas, bukan seperti ditusuk-tusuk jarum!" sambil
menirukan gerakan mencongkel. "Apakah hanya dia yang memiliki energi
kesaktian serti itu?" "Ya. Hanya dia. Sebab, dia anaknya si Penghulu Iblis yang
bernama Bahoddam. Sebelum aku menjadi Pelindung Para Selir di Istana
Hitam, lebih dulu aku pernah mengabdi pada Penghulu Iblis. Makanya,,. sedikit
banyak aku tahu ciri-ciri ilmu kesaktian yang berasal dari Bahoddam." "Cukup
masuk akal," kata Kumala Dewi sambil duduk. Merenung sebentar, mengingat
sesuatu, lalu kembali bicara lagi sambil sesekali memandang Buron, sesekali
memandang Audy. "Aku temukan paman dewa terkapar di Hutan Kutukan,
yang konon Hutan Kutukan dan menurut pemanduku..." "Hutan Kutukan?!"
sahutAudy. "Dekat dengan Bukit Neraka?"
"Benar. Kau tahu banyak tentang tempat itu?" "Hutan Kutukan itu terjadi akibat
Bahoddam marah dan melontarkan kutukannya kepada para penghuni tempat
itu, sehinggamereka berubah menjadi pohon, batu dan... itulah yang dinamakan
Hutan Kutukan." "Ya, menurut keterangan pemanduku memang begitu. Tapi
yang belum kuketahui dengan jelas, apakah tempat itu menjadi wilayah
kekuasaannya Bahoddam?" "Tepat sekali!" jawab Audy bersemangat.
"Seingatku Auro punya pesangrahan di sana. Beberapa saudaranya masih ada
yang tinggal di sekitar lereng Bukit Neraka." "Apakah Bahoddam masih ada
sampai sekarang?" "Tentunya masih. Dia akan turunkan seluruh kesaktiannya
kepada cucunya yang berdarah hitam. Cucu itu akan lahir dari. Auro, karena
Auro akan hamil dan melahirkan anak hanya satu kali. Usia kandungannya pun
akan memakan waktu sembilan tahun, bukan sembilan bulan." "Pantaslah
kalau Auro menjadi selir masnya Lokapura," sela Buron berkomentar. "Pasti
yang diincar oleh Lokapura adalah darah keturunan hasil perkawinan dengan
anak Penghulu lblis." "0, ya. Jelas begitu!" kata Audy. "Perpaduan darah
Lokapura dengan darah keturunan Penghulu Iblis akan menghasilkan
keturunan yang mampu menampung seluruh kesaktian Bahoddam. Nanti
setelah seluruh kesaktian Bahoddam diturunkan semua kepada cucunya,
barulah Bahoddam akan moksa. Lenyap selamanya ." "Dan, itulah sebabnya
pihak Kahyangan ingin menobatkan diriku sebagai Senopati Perang. Tugas
utamaku adalah berhadapan dengan anaknya auro yang kesaktiannya
membahayakan penghuni Kahyangan."
"Kuingatkan, hati-hatilah kau berhadapan dengan keturunannya Auro, sebab
kesaktian Bahoddam diwariskan padanya, dan Bahoddam punya banyak
kesaktian yang membahayakan lawan. Maka, dia menolak untuk menyandang
gelar Raja Iblis, dan memilih menjadi,
Penghulu Iblis, karena tingkatannya lebih tinggi Penghulu Iblis daripada Raja
Iblis, si Damasscus itu." Dewi Ular menarik napas. Informasi itu tidak
membuatnya gentar membayangkan pertarungannya dengan anak Auro yang
bernama Athila Darapura itu: Sekarang yang terpikirkan dalam benak Kumala
adalah bagaimana cara memulihkan kembali kesaktian Dewa Jenaka. Jika
berlarut-larut Dewa Jenaka dalam keadaan koma begitu, Kumala Dewi khawatir
bayi yang ada di perut Barbie itu akan lahir. Audy ikut memikirkan hal itu. la
berjalan mondar-mandir di depan Buron dan Kumala, sambil mengingat-ingat
kehidupan masa lalunya di alam sana. la coba mengenang masa kelahiran
Auro dari istri Bahoddam kesembilan, yaitu yang bernama: Urami. "Urami itu
dulunya seekor lintah yang hidup di lautan api," kata Audy sambil berjalan
mondar-mandir. Tak jelas kata-katanya ditujukan kepada siapa, tetapi Kumala
dan Buron menyimaknya. "Dia disebut Puteri Lintah Neraka. Karena ketika
Urami bertapa untuk memperoleh kesaktian tertinggi, Urami justru bertemu
dengan Bahoddam, lalu dengan kesaktian manteranya Bahoddam merubah
lintah neraka itu menjadi iblis betina berwajah cantik, yang kemudian diberi
nama Urami." "Berarti... Auro memiliki sifat-sifat lintah pada umumnya," ujar
Kumala Dewi mencoba menyimpulkan cerita itu. Audy membenarkan. "Ya, itu
benar. Tapi kesaktian Urami juga hasil menyerap energi saktinya Bahoddam,
terutama pada waktu mereka bercinta." "Umumnya lintah menghisap darah,
tapi Urami lintah yang menghisap energi kcsaktian. Boleh juga tuh ilmunya,"
komentar Buron cukup pelan sambil sedikit tersenyum geli. "Sebagian besar
kesaktian Auro darimana ?" tanya Kumala. "Dari ayahnya atau dari ibunya?"
Audy semakin tajam tnenen-ibus daya ingatnya. " Hmmmmm ....... Kayaknya
cenderung lebih banyak menguasai kesaktian dari ibunya." "Kesaktian lintah?"
"Kira-kira seperti itu." "Kalau begitu, akan kucoba menggunakan garam!" kata
Kumala dengan nada mantap, sepertinya ia yakin sekali dengan pendapatnya.
"Garam? Untuk apa garam?" Audy mengernyitkan alisnya. "Banyak cara untuk
menyingkirkan atau mematikan lintah, antara lain dengan menggunakan garam
yang ditaburkan di tubuhnya." Audy diam, tak berani menyangkal tak berani
membenarkan. Buron pun demikian. Dalam keraguan pendapatnya. "Tentu saja
bukan hanya murni garam saja yang akan kupakai nanti, tapi juga harus
dibubuhi energi saktiku supaya bisa menyerap masuk bersama garam itu.
Sebab, sekarang aku baru tahu kalau sejak kemarin aku gagal memasukkan
energi gaibku, karena rupanya ada lapisan medan gaib yang membungkus diri
paman dewa." "Hmm, ya, ya ya... !" Andy tampak bersemangat lagi. "Aku
paham maksudnu. Waah... hebat kamu. Cerdas sekali otakmu, ha?" Audy
tertawa sambil menepuk pundak Kumala Dewi. "Karena bantuanmu aku
menjadi cerdas," senyum anggun Kumala pun mekar di awal fajar. "Memang
seharusnya kau hancurkan dulu medan gaib itu, supaya energi saktimu dapat
menembus lapisan gaibnya Dewa Jenaka. Tanpa menjebol Medan gaib,
kurasa... dewa mana pun nggak akan bisa menyentuh gumpalan energi
saktinya Dewa Jenaka. Tepat sekali cara berpikirmu, Kumala!"
Audy mengacungkan jempol dengan senyum bangga. Ia sangat bangga
terhadap kecerdasan dan kesaktian Dewi Ular, sehingga kadang ia merasa
sangat rendah dan hina
berada di depan Kumala Dewi. Sementara itu, Kumala sendiri merasa dirinya
biasa-biasa saja, yang sesekali berada dalam kondisi telmi manakala puncak
kelelahan berpikir menyerang otaknya. Menurut dia, siapa pun dapat
mengalami kelelahan berpikir dan menjadi seperti orang bodoh . Ketika suara
kokok ayam menyongsong fajar telah tak terdengar lagi, Audy pun bermaksud
mau pulang ke Apartemennya tapi pada saat itu mereka mendengar-suara
aneh yang cukup mengecurigakan. Suara itu terdengar seperti benda berat
jatuh dari ketinggian. Gleduuuhg I Mereka bertiga spontan saling
berpandangan. "Suara apa itu?!" Andy bertanya lebih dulu. Buron masih
melacak dengan telinga kirinya sedikit dimiringkan. Kumala Dewi memang
tampak diam, tapi indera keenamnya segera melacak datangnya suara
tersebut. Maka, seketika itu terbayang wajah Barbie yang sejak tadi
ditinggalkan dalam kamar anak-anak. Bersebelahan dengan kamar tidurnya
Kumala. "Barbie, Ron ?! " sentaknya dengan wajah sedikit tegang, cemas.
Buron berkelebat lebih dulu menuju kamar Barbie menggunakan gerakan
gaibnya. Seeet... Sementara Kumala Dewi juga melangkah kesana dengan.
tergesa-gesa. Buron lebih dulu masuk ke kamar itu. Tak lama kemudian keluar
dengan wajah tegang. "Nggak ada tuh." "Hah .... ?!" Kumala Dewi segera
masuk ke kamar, tak berselang lama Audy juga ikut masuk Wajah cantik sang
bidadari tampak semakin tegang setelah mengetahui-"Barbie... ?! Barbie, di
mana kamu, Sayang ..... ?!" Kumala memanggil sambil memeriksa kamar
mandi yang ada di sudut. Kamar mandi ternyata kosong. Di dalam lemari besar
pun tak ada Barbie.
Audy dan Buron ikut mencari dengan kekuatan gaibnya masing-masing, namun
mereka tidak menemukan jejak gaib di sekitar kamar tersebut. Bayang-bayang
kesedihan mulai membias dan sorot mata sang Dewi Ular. "Yaaaah, ke mana
anak itu sih ..... ?! " Kumala mulai mengeluh sedih. Tanpa diperintah Buron
segera menggunakan kesaktiannya dengan merubah dirinya menjadi sinar
kuning. ! Sinar kuning kecil seperti bintang berekor itu melesat menembus
jendela kamar. Zzlaaap... ! Sinar itu bergerak cepat di antara lapisan alam
nyata dan alam gaib. "Tadi waktu kau tinggal dia benar-benar sudah tidur?"
tanya Audy. "sudah. Dia tidur dengan nyenyak setelah aku mendongengkan
tiga cerita," jawab Kumala Dewi. Audy ikut tegang juga. Tapi ia sudah mencoba
menyebarkan radar gaibnya, namun tak menangkap getaran hawa gaib asing di
sekitar rurnah tersebut. Dewi Ular semakin sedih dan penasaran. la memeriksa
setiap jengkal rumahnya sambil berseru memanggil anak itu. "Barbieee... !
Kamu di mana, Sayang... Barbieee .... !" Sandhi dan Mak Bariah terbangun dan
ikut mencari anak itu. ***
3 PERJALANAN malam ditempuh juga, karena esok hari ada urusan bisnis
yang tak bisa ditangguhkan. Jaguar warna silver itu dikemudikan sendiri oleh
Pramuda. Ia sengaja tak menggunakan sopir pribadi, karena ia merasa puas
jika bisa membawa keluarganya berlibur tanpa bantuan seorang sopir. Mereka
pulang berlibur dari villanya yang ada di kawasan perkebunan teh. "Capek,
Pa?" tanya Emafie, istri tercintanya Pramuda. "nggak" "Kalau capek biar ganti
aku yang stir." "Nggak usah. Selama bersama keluarga aku nggak pernah ada
capeknya disuruh apa saja. Apalagi disuruh naik turun ranjang .." "Huuuhh.. !"
Emafie yang cantik itu mencubit lengan suaminya . Mereka Berani bercanda
begitu karena mereka tahu anak mereka sudah tertidur di jok belakang,
dipangkuan baby sitter Anifa, yang juga sudah tertidur. Mereka kecapekan
setelah seharian bermain di perkebunan teh yang berhawa sejuk itu. Dahulu
sebelum Pramuda menjadi orang sukses seperti sekarang ini, ia pernah
menemukan seorang gadis yang kehujanan di jalan tol. Gadis itu dibawanya
pulang, dirawatnya dengan baik, dan ternyata gadis itu sangat cantik. Waktu itu
Pramuda belum menikah dengan Emafie. Namun entah mengapa Pramuda tak
berani jatuh cinta pada gadis itu. Yang ia rasakan hanya persaudaraan begitu
dalam, sehingga gadis itu sampai sekarang menganggap Pramuda adalah
kakak angkatnya., Gadis itu tak lain adalah Dewi Ular, alias Kumala Dewi,
(Baca serial pertama Dewi. Ular dalam episode: "Roh Pemburu Cinta").
Menjelang pukul sembilan hujan turun. Tidak terlalu deras, tapi angin yang
bertiup cukup kencang. Lewat sorot
lampu mobil dapat terlihat butiran hujan terhempas ke sana-sini. "Hati-hati aja,
Pa... Jalanan licin," Emafie mengingatkan suaminya. Meski tak ada jawaban,
namun Emafie yakin suaminya mau mendengar sarannya. Kecepatan mobil
memang berkurang sedikit. Tapi Emafie merasakan ada sesuatu yang
mengganjal di parasaannya. "Perasaanku kok nggak enak, ya Pa?" "Kamu
mikir apaan sih? Jangan macem-macemlah. Tidur aja." Emafie diam. Tapi ia
mengusap tengkuknya sambil berkata pelan, seakan bicara pada diri sendiri.
"Kenapa aku jadi merinding sih.?" Pramuda mengurangi temperatur AC, karena
disangkanya Emafie merinding karena udara AC terlalu dingin. Tetapi toh saat
itu Emafie masih merinding juga. Hampir tiga menit sekali badannya bergidik
merinding. Dan, ia tak mau bilang pada suaminya karena tak ingin sang suami
terganggu konsentrasinya. Ternyata diam-diam Pramuda juga mengalami
kegundahan dalam hati. Kegundahan itu timbul akibat jalanan yang sepi dan
hujan yang makin deras. Pemandangan yang ada di kanan-kiri jalan hanya
pohon-pohon liar berukuran besar. Seperti hutan beringin. Akar-akar pohon
sebesar lengan orang dewasa bergelantungan dengan jumlah tak dapat
diperkirakan. Anehnya, semua pohon yang ada di pinggiran jalan adalah dari
jenis pohon beringin. Daunnya rindah, akarnya bergelantungan, batang
pohonnya pun berkerut-kerut dalam ukuran besar. "Kayaknya waktu berangkat
kita nggak lewat sini deh, Pa." Emafie juga memperhatikan keganjilan itu.
Pramuda bersikap tenang supaya istrinya tak ikut tegang. "Kita lewat jalan
alternatif secara nggak sengaja. Mungkin tadi mestinya kita belok ke kanan,
bukan lurus aja." "Papa udah pernah lewat sini?"
"Kayaknya sih udah," jawab Pramuda berbohong. Padahal ia sendiri tak tahu,
tembus ke mana jalan yang baru ia lewati pertama kali ini. Pramuda sengaj a
menyimpan kecemasan dalarn hatinya. "Nggak ada mobil satu pun yang
berpapasan?" pikir Pramuda. "Di belakang juga nggak ada mobil lain yang
searah denganku. Hmmrn, kayaknya bener-bener salah jalan nih. Harus mutar
ke mana, ya?" Di tengah jalan terdapat jalur pemisah dari pagar besi. Jalur
yang dilalui saat itu hanya untuk satu arah. Jalur yang berlawanan arah ada di
seberang sana. Tapi untuk memutar balik ke arah berlawanan sangat tidak
mungkin dilakukan, karena Pramuda tak menemukan jalur untuk putar balik
arah . Pagar besi tebal memanjang memagari pemisah jalur. "Wah, gawat!
Kayaknya jalan ini nggak wajar nih...," bisik hati Pramuda semakin' cemas. Tapi
penampilannya tetap tenang agar istrinya tak terpengaruhi oleh kecemasan itu.
"Ada yang nggak-beres nih kayaknya," Emafie pun ternyata memendam
kecemasan yang sama. Ia mulai berdoa. Apa saja doa yang ia ingat ia ucapkan
dalam hati . Hujan sedikit reda. Tak terlalu deras. Sedikit lega hati Emafie. Tapi
pemandangan hutan beringin yang masih asing bagi mereka masih tetap
menggelisahkan hati. Lebih-lebih suasana lengang jalanan itu telah membuat
Pramuda menarik napas, karena dalam logika pikirannya, tidak mungkin
jalanan bisa sebegitu sepinya, tanpa satu pun kendaraan yang melintas selain
mobil Jaguarnya. "Ada kabut. . ?!" gumam hati Pramuda "Semakin aneh tempat
ini." Kabut tipis menyelimuti jalanin beraspal. Tak terlalu tinggi. Sekitar
setengah meter dari permukaan aspal. Tetapi kabut di kanan dan kiri jalan
tampak tebal. Kabut itu menutupi separoh pohon besar yang tumbuh bagaikan
hutan angker.
"Adhella masih tidur, Ma?" Pramuda mencoba mengalihkan suasana agar
istrinya tak hanyut dalam
kecemasan. Ia yakin sang istri juga sedang menyembunyikan kecemasan,
batin, karena dari tadi sebentar-sebentar berpaling memandangi suasana
sekitar dengan heran. Emafie menengok ke belakang. "Masih. Sama
nyenyaknya dengan susternya." "Syukurlah... ," ucap Pramuda sambil
menghembuskan napas lega. "Pa...," suara Emafie mulai mencurigakan hati
Pramuda. Agaknya apapun yang akan diketahui Emafie, Pram harus siap
menanggapinya.. "Kabutnya makin tebal, ya Pa?" "Iya. Maklum habis hujan." "
Tapi kayaknya kita salah jalan, Pa. Terlalu jauh." "Aku sedang cari jalur
putaran, buat putar balik." Emafie diam, merasa bersyukur dalam hati karena
suaminya menyadari hal itu. Pramuda pun diam, tak mau memperpanjang
masalah supaya sang istri tidak terlalu tegang. "Ada orang di tengah jalan, Pa!
Hati-hati!" Pramuda sedikit kaget, tapi segera dapat menguasai diri. Ia juga
melihat seseorang berdiri di tengah jalan. Di antara gumpalan kabut yang
menutupi separoh betisnya. Orang itu tampak melambaikan tangan di atas
kepala, menyilang-nyilangkan kedua tangan dengan maksud agar mobil yang
menyorotkan lampu jauh itu. berhenti. "Hati-hati, Pa. Jangan-jangan dia orang
nggak beres:" "Tenang aja, aku mengerti apa yang harus kulakukan!" Rupanya
orang itu berdiri di pertigaan jalan. Ia seorang lelaki tua berambut panjang
warna putih dengan pakaian warna putih lusuh, basah kuyup. Ia melambai-
lambaikan kedua tangannya sambil yang satu memegangi caping tudung
kepala dari anyaman pandan. "Apa maksud Pak Tua itu, ya?" gumam Pramuda
sambil sedikit demi sedikit mengurangi kecepatan mobilnya.
"Jangan berhenti. Siapa tahu dia kawanan perampok!" Pramuda tidak
berkomentar. Ia berpikir sendiri, mempelajari situasi dengan pertimbangan
otaknya. Menurutnya, lelaki setua itu tak mungkin menjadi kawanan perampok.
Tapi bagaimana pun juga ia tetap harus waspada, sebab kejahatan kadang
tidak mempertimbangkan usia tua maupun muda. Semakin pelan laju mobil
Jaguar silver itu. Semakin tampak jelas wajah pak tua yang mengucapkan kata-
kata namun tak terdengar. Hanya mulutnya saja yang tampak bergerak-gerak.
Tapi kedua tangan lelaki itu kini terayun ke arah kiri, seakan menyuruh
Pramuda berbelok ke arah kiri. Bahkan dengan sedikit membungkuk sopan
lelaki tua itu menggunakan bahasa isyarat agar Pramuda mengarahkan
mobilnya ke jalan sebelah kirinya. "Dia melarang kita lurus terus, Ma.
Bagaimana ini?" "Aneh. Tiba-tiba aku kasihan sama orang itu. Naluriku berkata
lain. Kita harus belok ke kanan, Pa." "Kita ikuti perintah dia?" "Hmmm, ya! Ikutin
saja." "Kalau di jalan itu ternyata dia sudah siapkan komplotannya buat
menghadang kita, bagaimana?" "Hmmm, kayaknya nggak deh. Naluriku
mengatakan, dia orang baik. Entah kenapa aku jadi nggak curiga lagi sama
dia . Ikuti aja petunjuk Pak Tua itu, Pa." Dari dulu Pramuda mempercayai naluri
istrinya. Ia sangat yakin bahwa feeling perempuan biasanya tajam dan tepat
sasaran. Oleh sebab itu, dengan membunyikan klakson dua kali sebagai tanda
terima kasih, Pramuda membelokkan mobilnya ke arah kanan. Jalanan itu
tanpa kabut.
Tapi masih lengang tanpa kendaraan lain. Jika Pramuda memaksakan diri
untuk tetap terus, maka jalanan di sana masih berkabut. Keadaan jalan yang
tanpa
kabut inilah yang membuat hati Emafie mempercayai petunjuk pak tua tadi.
"Gila. Sudah pukul sepuluh belum masuk Jakarta,Pa?" "Sebentar lagi kita
sampai," jawab Pramuda, dengan masih tetap berusaha membuat tenang hati
sang istri. "Hey, lihat .... ?! Jalanan kering?!" Emafie bersuara sedikit keras,
karena ia sempat terperanjat dan merasa sangat heran. "Busyet?! Kering
krontang?!" gumam Prarnuda "Di sini nggak ada hujan dan nggak ada kabut
sedikit pun, Ma." "Aneh banget? Tadi di sana hujan deras dan kabut makin
tebal saja, Lagipula... coba perhatikan kanan kiri jalan." "Iya, ya...? Sudah
nggak ada pohon besar yang rnenakutkan seperti di sana tadi. Naah, itu ada
mobil dari depan! Tadi satu pun nggak ada kendaraan yang berpapasan
dengan kita? !" Mobil lain pun tampak menyorotkan lampunya dari arah
belakang. Lewat kaca spion Pramuda dapat melihat lampu mobil belakang
berkedap-kedip memberi tanda ingin melintas lebih dulu. Pramuda sedikit
menepi, mobil dari belakang pun menduluinya. "Nah, kok mobil itu kering, Pa?
Nggak basah kayak mobil kita?!" Wuuueeng... ! Mobil lain menyalipnya. Mobil
itu juga kering. Tanpa air hujan setetes pun.. Makin lama makin banyak mobil
yang menyalip maupun yang berpapasan dengan Jaguar silver itu. Suasana di
kanan-kiri jalan juga semakin ramai, Banyak rumah penduduk yang masih
tampak belum tidur penghuninya. Tanaman yang tumbuh pun sudah beraneka
jenis, termasuk pohon pisang yang umum ditanam penduduk. "Kalau begitu kita
tadi benar-benar tersesat, Pa Tersesat ke alam yang nggak jelas penghuninya."
"Ya, dari tadi aku sudah curiga begitu. Tapi nggak berani bilang samà kamu.
Takutnya kamu malah panik. Beruntung tadi pak tua mengarahkan kita ke sini.
Coba kalau tadi kita nekat lurus saja, mungkin kita Makin terperosok ke alam
lain, Ma." "Jantungku sekarang sudah nggak deg-degan kayak tadi. hampir saja
kita nggak bisa balik ke Jakarta, ya Pa:" Pramuda juga menghembuskan napas
panjang. Pria berwajah tampan itu. merasakan kelegaan dalam hatinya. Sangat
bersyukur atas kembalinya arah perjalanan ke. Jalur sebenarnya. "Kalau
begitu, Pak Tua itu tadi siapa, ya Pa?" "Pasti bukan orang biasa." Adhella
terbangun. Suara rengekannya terdengar Anifa sang baby sitter juga
terbangun. Emafie segera mengambil alih Adhella. Anak berusia empat tahun
itu kini berada di pangkuannya. Anak itu merengek minta minum. Diberi
minuman mineral dalam botol, tapi tak mau. la minta minuman susu dingin. "Di
depan kayaknya ada restoran tuh. Kita singgah sebentar, Pa. Siapa tahu ada
yang jual susu dingin di sana" "Boleh juga,sambil aku mau buang air kecil dulu."
Ada beberapa restoran yang masih. buka. Para pedagang makanan siap saji itu
sengaja membuka usaha dalam satu kaveling tanah berukuran luas. Mereka
membuka usaha secara berderetan, tanpa persaingan nakal. Banyak pula
mobil lain yang singgah di situ, temasuk dua bus rombongan wisata dari
Jakarta. Emafie memilih restoran yang ada di samping pedagang aneka macam
. Karena , dilihatnya di situ ada yang menjual susu dingin kesukaan Adhella.
Seperti biasa, di tempat peristirahatan seperti itu, banyak anak-anak usia
tanggung menawarkan cinderamata. Ada pula yang sudah dewasa, bahkan
beberapa dari mereka tampak dua orang ibu menawarkan
makanan kering khas daerah tersebut. Pramuda pulang dari toilet, langsung
memesan kopi panas pada pelayan restoran. "Nyonya, saya minta izin mau ke
toilet juga, boleh?" kata suster Anifa dengan sikap hormatnya. "Hmm, ya, ya.
sana ke toilet dulu, dari pada nanti kamu kencing di dalam mobil " kata Emafie
dalam kelakarnya. "Toiletnya sebelah mana, Tuan?" "Situ, di ujung sana,
belok.kiri. Ada uang receh,seribu? Kalau nggak ada minta Nyonya tuh. Buat
bayar toilet." "Ada, Tuan Saya masih simpan uang beli roti kemarin kok." Anifa
sudah lama menjadi pengasuhnya Adhella. Sudah seperti saudara sendiri. Tapi
sikapnya tetap sopan dan bertanggung jawab sekali terhadap tugas dan
kewajibannya. Itulah yang membuat Pramuda dan Emafie merasa sayang kalau
harus kehilangan Anifa. Di sisi lain, Adhella sendiri sudah terlanjur lengket
dengan Anifa, sehingga anak itu akan merasa kehilangan kalau sampai Anifa
berhenti bekerja sebagai suster pengasuhnya. "Selamat malam, Tuan,
Nyonya.'.. barangkali membutuhkan cinderamata , Tuan? Kalung, gelang... buat
oleh-oleh bisa kok. ,.." Seseorang menawarkan cinderamata berupa aneka
asesoris yang terbuat dari tempurung kelapa. Ada gelang, kalung, cincin,
bahkan ikat pinggang dari tempurung berukir pun ada padanya. "Maaf, Pak.
Lain kali aja," kata Pramuda menolak. Tapi bapak penjual asesoris itu
meletakkan tiga buah kalung di meja. "Silakan dilihat-lihat dulu, Tuan. Siapa
tahu berminat."
Setelah itu pergi menawarkan dagangannya ke pengunjung yang ada di meja
sebêlah. Tiga kalung di meja
Pramuda ditinggalkan. '"SSst... !" Emafie memberi isyarat agar suaminya yang
duduk di seberang meja mendekatkan telinganya. Pramuda mendekatkan
wajah. "Apaan?" "Coba perhatikan, bapak yang jualan cinderamata itu kayak
pak tua yang tadi mengarahkan mobil kita ke jalan sini. Perhatikan deh!"
Pramuda melirik dengan curi-curi pandang. Lalu, ia berbisik pada istrinya
dengan menjulurkan kepala ke depan. "Bukan, ah! Ngaco aja kamu." "Iya! ntar
deh kalau dia pas menghadap ke sini, perhatikan tonjolan tulang pipinya dan
bentuk alisnya yang lebat itu." "Cuma kebetulan aja mirip. Rambutnya putih
panjang,pakaiannya putih lusuh, tapi tingginya nggak sama. Masih tinggi pak
tua yang tadi kita temui di jalan itu, Ma." "Ah, Papa kok nggak percaya sih."
Mereka diam, karena pedagang cinderamata kembali ke meja mereka,
menanyakan penawarannya. "Bagaimana, Tuan... ada yang berminat? Kalung
ini bagus untuk adik yang cantik ini lho..." "Hmm, eeh...," Pramuda bingung
memutuskan, karena kaki Emafie di bawah meja menendang-nendang kakinya.
Matanya berkedip-kedip, memberi isyarat agar Pramuda membeli souvenir itu.
Sedangkan hati kecil Pramuda kurang berminat dengan souvenir yang sangat
sederhana dan kurang menarik itu . "Hmmm,nanti deh... nanti saya panggil lagi
kalau anak saya mau, ya Pak. Maaf, ya... ?" "Iya deh... nggak apa-apa,"
kemudian orang itu pergi menawarkan kepada pengunjung lainnya.
"Papa gimana sih? Beli aja satu sebagai ucapan terima kasih dia yang udah
selamatkan kita dari jalan maut
itu." "Mama... dia itu bukan orang yang kita temukan di jalan tadi. Lagi pula
kalau dia orang yang tadi, kenapa tubuhnya udah kering? Kenapa dia cepat
sampai sini? Coba pikir deh!" "Ya, udahlah... kalau Papa nggak percaya!"
Emafie agak kesal. Masalah itu buru-buru dilupakan. la tak mau psoalan sepele
menjadi, pertengkaran berlarut-larut. "Udah, yuk... biar kita cepat sampe
rumah," ajak Emafie, dan Pramuda pun setuju. Tapi suster Anifa belum pulang
dari toilet. "Tunggu aja di mobil! Ngapain sih suster lama-lama di toilet?!" gerutu
Emafie, Lalu ia segera bangkit. Adhella tak mau jalan sendiri. Minta digendong.
Emafie yang menggendongnya. Mereka menuju mobil. Ketika mereka sudah
masuk mobil, tapi masih menunggu kedatangan suster Anifa, tahu-tahu
pedagang souvenir yang tadi berlari-lari menghampiri Emafie. "Nyonya...
Nyonya... sebentar!" Pramuda dan istrinya menatap dengan rasa heran.
"Nyonya, kalau nggak-mau beli dagangan saya, hmm.... saya mau kasih adik
manis ini satu kalung, boleh nggak? Naah, ini kalung yang pantas buat adik
manis... !" "Ehli, nggak usah, Pak. Kami.... " "Oo; ini gratis, Tuan... gratis!
Biarlah buat tanda mata dari saya. Tapi harus adik manis ini yang
mengenakannya,ya?" "Aduh, jadi ngerepotin dong kami, Pak?" kata Emafie
sambil membiarkan orang itu memakaikan kalung di leher Adhella. Kalung itu
terbuat dari tali hitam dengan liontin tempurung hias yang di tengahnya diberi
batuan, kecil warna hijau giok. "Tuuuh, jadi makin cakep adik manis ini!"
katanya dengan ceria, dan tawanya terkekeh-kekeh mengharukan hati. Emafie
membuka dompetnya. "Berapa sih, Pak?"
"Eh, saya tadi bilang apa, gratis! Heh, heh, heh.'..
berarti, nggak usah bayar, Nyonya." "Kita nggak mau ngerugiin Bapak," sahut
Pramuda. "Ooh, saya nggak rugi kok. Nggak rugi!" jawabnya berapi-api. Lalu,
menyambungnya dengan suara pelan. "Asalkan, Tuan atau Nyonya mau
sampaikan salam saya pada Kumala Dewi..." "Kumala Dewi... ?!" Pramuda
tersentak kaget sekali mendengar nama adik angkatnya disebut-sebut. "Bapak
kenal dengan Kurnala?!" Pak tua itu tidak menjawab pertanyaan tersebut, tapi
melanjutkan ucapannya yang tadi. "Katakan kepada Kumala Dewi... masuk
melalui lubang kepala..." "Masuk melalui lubang kepala? Maksudnya
bagaimana, Pak?" "Terima kasih, Tuan, Nyonya.... " Kemudian ia berlari-lari
kecil menghampiri rombongan wisata yang baru datang sambil berseru.
"Cinderamataa... cinderamata... Kalung, gelang, Akan dikenang... !" "Hey, Pak!
Tunggu dulu! Paaak... !" "Kejar dia, Pa!" Pramuda keluar dari mobil menuju ke
arah belakang mobil, karena bus rombongan wisata itu di belakang mobilnya. Ia
berusaha mencari pak tua tadi di antara orang-orang yang baru turun dari bus
tersebut. Tetapi sampai beberapa saat lamanya Pramuda tak berhasil
menemukan si pedagang souvenir. Akhirnya ia kembali ke mobil. "Dia udah
nggak ada. Entah ke mana tadi!" "Bukankah tadi dia ke belakang sana?!" "Iya
tapi sudah kucari di antara mereka, tetap nggak ada!" "Huhh, ya udahlah...itu
suster Anifa sudah keluar dari toilet! Iih, aku jadi merinding dengar dia
menyebutkan nama Kumala Dewi?!" "Siapa dia sebenarnya?!"
Suster Anifa masuk lewat pintu belakang. Pramuda dan istrinya sampai lupa tak
menegur lamanya Anifa di toilet, karena mereka sibuk membicarakan pak tua
yang menurut mereka sangat misterius itu: Mobil mulai mau jalan. Anifa berkata
kepada Emafie. "Biar saya yang pangku, Nyonya... !" "Dhella sama suster Ani,
ya?" Anak itu menggeleng. Tapi mamanya tetap mengangkat dia dan
menyerahkan ke belakang. Suster Anifa menerima Adhella. Baru saja mobil
bergerak maju; terpaksa, harus direm mendadak, karena Pramuda mendengar
suara Anifa memekik. "Hahh ... !! Siapa kasih kalung ini?! Aaah,
aaaahh,aaaaaaahhh... !!" "Paaa...??!" Emafie juga memekik melihat Anifa
berteriak dengan tubuh memancarkan cahaya merah redup. Makin lama makin
dipenuhi .cahaya, dan cahaya itu pun padam seketika. Blaaab...! Suara jeritan.
Anifa menjauh dan lenyap dari pendengaran mereka. "Astaga ... !" sambil
Pramuda meraih tubuh anaknya yang sempat terlempar ke jok samping. la
segera memeluk Adhella yang menangis. "Apa yang terjadi sebenarnya?!" seru
Ematie dengan panik. Lalu, ia melihat seseorang menghampiri mobilnya
dengan sempoyongan. "Naah, itu dia Anifa.. ?? !" serunya lagi. "Hey, bukankah
kamu tadi sudah masuk ke Mobil?" tegur Pramuda. "Maaf, Tuan... saya jatuh di
dalam toilet. Seperti ada yang memukul kepala saya, dan kaki saya jadi lumpuh
sebentar, nggak bisa buat berdiri..." seraya ia memperlihatkan pakaian putihnya
yang kotor dan basah, menandakan ia benar-benar jatuh. "Celaka! Kalau begitu
tadi yang kemari bukan Anifa asli. Entah makhluk apa tadi yang menjelma
menjadi Anifa!" kata Pramuda.
"Untung bapak tua tadi memberi Dhella kalung, dan... astaga, kalung itu ikut
lenyap bersama lenyapnya makhluk tadi, Pa?!" Cukup mudah menarik
kesimpulan setelah suatu peristiwa terjadi. Bahwa ada pihak lain yang
menghendaki Adhella. Entah makhluk dari alam mana, yang jelas ia
menginginkan Adhella dengan menyamar sebagai Anifa. Dapat dipastikan
makhluk lain itu sudah sejak tadi mengincar Adhela, sejak ia menyesatkan arah
mobil Jaguar itu ke jalan yang lengang dan bertepian hutan beringin. Tetapi
karena seorang lelaki tua mengarahkan mobil itu ke jalan lain, maka tujuan
makhluk itu gagal. Ia masih mengejarnya sampai ke restoran, Ia melumpuhkan
Anifa di toilet, lalu merubah diri sebagai suster yang amat dipercaya oleh
Emafie untuk mengasuh Adhella. Tapi usahanya itu justru membuatnya hancur
karena Adhella mengenakan kalung pemberian pak tua yang misterius itu.
Seandainya Adhella tidak mengenakan kalung itu, maka Pramuda dan Emafie
akan kehilangan anaknya dalam perjalanan, bersama lenyapnya suster palsu
itu. Mereka tak akan. bertemu lagi dengan Adhella, seandainya mereka
menolak pemberian kalung dari pak Tua, yang kini diyakini Pramuda sebagai
lelaki tua yang mengarahkan mobilnya ke jalan sebenarnya. Kini masalahnya
adalah, siapa pak tua itu sebenarnya? Dan, apa maksud pesan yang harus
disampaikan kepada Kumala Dewi? Pramuda dan Emafie- mencoba
memecahkan arti kalimat pesan yang berbunyi: "masuk melalui lubang
kepala ..." Namun mereka tak menemukan jawaban dari arti kalimat pesan itu.
***
4 Gadis kecil berwajah cantik imut bak boneka, kini diam tertunduk dengan bibir
cemberut. Menampakkan rasa takut la sedang kena omel 'sang kakak' yang
disegani. Masalahnnya, anak itu telah bikin ulah yang membuat Kumala Dewi
kalang kabut mencarinya ke sana-sini. Hilangnya Barbie dari tempat tidurnya
memang sempat membuat heboh seluruh penghuni rumah. Kumala hampir
menangis karena tak berhasil mendeteksi energi kesaktian yang dimiliki Barbie.
Padahal anak itti rnenyimpan bayi dalam kandungan yang bukan miliknya,
melainkan milik istri Fardan. Bayi dan kandungan itu harus dikembalikan pada
pemilik sebenarnya. Lalu, pada saat Kumala Dewi tertegun kebingungan, Ia
ingat kesaktian anak itu ketika berada di alam hampa gaib. la pernah diserang
anak itu, namun ketika dicari penyerangnya tak ditemukan. Ternyata
sipenyerang bersembunyi dalam lapisan udara yang ada di alam tersebut. ,
"Jangan-jangan dia masuk ke dalam lapisan udara. lagi?!" pikir Kumala Dewi,
lalu segera masuk ke kamar Barbie lagi. Aji Mata Dewa digunakan untuk
menyisir seluruh udara yang ada di kamar tersebut. Sampai akhirnya Kumala
menemukan lapisan udara di sudut kamar yang bergerak-gerak seperti
permukaan air. Dengan sinar hijau kecil seperti jarum yang terpancar dari ujung
jarinya, Kumala Dewi merobek lapisan udara itu. "Weeesst....! Maka, tampaklah
Barbie sedang berdiri memeluk boneka panda dengan wajah polos dan mata
memandang sendu. Kumala Dewi segera meraih anak itu, lalu memeluknya
kuat-kuat. Setelah merasa lega, barulah tiba giliran anak itil untuk diomeli.'
Kumala sengaja menutup kamar, dan bicara empat mata dengan Barbie, agar
si anak tak merasa malu mendapat " omelen di depan orang lain.
"Lain kali kakak nggak mau lihat kamu bertingkah
kayak gitu! Kakak capek dibuat pusing oleh tingkahmu, Barbie! Kalau kakak
capek, maka kamu mau ke mana saja, kakak nggak mau peduli lagi!" "Maa,..
maaf, Kak Mala..." "Ya, kali ini kakak maafkan. Tapi berjanjilah untuk nggak
akan bikin ulah kayak tadi" "Iya, aku janji... nggak kayak tadi lagi." "Bagus.
Sekararig, coba Icasih alasan pada kakak, kenapa kamu pakai ngumpet segala
di situ?! Kenapa kamu berlagak ngilang, hm?!” "Habis, aku'., aku mencium bau
iblis. Aku.... aku yakin di sini ada iblis,.. jadi, aku'ngumpet dulu, Karena..;
karena aku nggak suka sama bau iblis,'..." . Kumala, terbungkam sesaat ia tahu
apa yang dimaksud Barbie. Bau ibiis yang dimaksud tak lain adalah jati diri
Audy. Rupanya dengan kesaktiannya anak itu bisa mengenali bau iblis, dan
tentu saja mengenali bau jin. Karena, Barbie sering berselisih dengan Buron. Itu
karena Barbie mungkin tidak menyukai aroma khas sesosokjin'. "Kak Audy
memang dari bangsa iblis. tapi dia sudah menjadi teman baik kakak. Dia ada di
pihak kita, seperti halnya Bang Buron Jadi,. kita harus mau menerima mereka.
Siapa pun yang ingin berteman atau bersaudara dengan kita, harus kita terima
baik-baik. Jangan kita memusuhi karena kesalahan masa lalu mereka. Itu tidak
baik, Ngerti?" Berbie mengangguk. Kumala Devvi mencoba memahami .dan
memaklumi emosi dan daya nalar seorang bocah yang masih, butuh bimbingan
dalam menentukan sikap hidupnya. Kumala merasa tak layak menyalahkan
Barbie sepenuhnya, sebelum ia memberinya pelajaran dan pernahaman
tentang makna sebuah pesahabatandan persaudaraan. "Nah, sekarang ayo...
kakak kenalkan Barbie sama Kak Audy. Dia bukan musuh kita. Mau kan?".
Barbie mengangguk. Kemudian ia dibawa keluar kamar. Kumala
memperkenalkan Barbie kepada Audy,
"KakAudy... kenalin ini Barbie, adik Kak Mala yang paling cantik," ujar Kumala
membesarkan hati Barbie. Audi paham gaya bahasa itu. sehingga ia bersikap
manis menerima kehadiran Baibie. "Aduuuh, cantiknya adik Kak Mala, ya?
Siapa namanya?" "Kata Kak Mala... namaku Barbie..." Audy menerima uluran
tangan Barbie dan mereka pun berjabatan tangan. Tapi tiba-tiba Audy tersentak
dpngan mata membelalak dan tubuh mengejang. Tersentak-sentak. Kelojotan.
"Aaahkk...!!" "Bie ..! Lepaskan!"'.sergah Kumala sambil menarik tangan Barbie.
Begitu lepas dari genggaman tangan Barbie, Audy terhempas jatuh terduduk di
lantai berkarpet. Napasnya terengah-engah. "Kenapa begitu, Barbie?!" . "Aku...
aku nggak apa-apain kok. Aku cuma pegang tangannya. Nggak ngapa-ngapain.
.," ia menggeleng sangat lugu. Kumala Dewi tak sanggup menghardik atau
memarahinya. Rupanya apa yang dilakukan Barbie atas diri Audy adalah diluar
kesadaran anak itu Ada gerakan gaib yang dapat bereaksi secara refleks pada
saat anak itu tidak menghendaki reaksi tersebut. "Kau baik-baik saja, Audy?"
"Yaah, yaah..'.,"Audy mengangguk-anggukkan kepala. "Aku cuma merasakena
strom listrik bertegangan tinggi, seperti tadi kupegang telapak kaki paman dewa
di kamar. Cuma, yang ini nggak telalu besar. Masih besar tegangan yang ada di
kaki paman Dewa Jenaka tadi. Huubhfff...!!" ' Kumala Dewi berbisik, "Apakah
kau bisa mengetahui darimana asal kesaktiannyai'" "Nggak tahu deh. Kepalaku
jadi pusing. ' Duuhhh...." Audy masih sedikit terengah-engah. "Minta air
putihnya dong...!"
Sandhi bergegas pergi rnengambilkan air minum
untuk Audy. "Memang ada kesamain dengan getaran gaib yang ada di kaki
Dewa Jenaka itu. Tapi aku nggak yakin, apakah berasal dari satu sumber atau
berbeda sumber. Karena, tadi tangan itu buru-buru kau tarik dan lepas dari
tanganku. Belum menyentuh inti gaibku. Dan, kayaknya... kalau sampai
menyentuh inti gaibku, aku bisa lebih celaka lagi, Aku nggak mampu
menahannya tadi." Sekali lagi Kumala Dewi menceritakan secara singkat
darimana asalnya anak itu, dan seperti apa kondisi kesaktian yang dimiliki anak
itu sebenarnya. Audy hanya bisa mengungkapkan kesimpulan batinnya. "Anak
ini memiliki kesaktian cukup berbahaya. Kau harus hati-hati padanya, Kumala.
Menembus daya ingatnya saja adalah sesuatu yang sulit dilakukan apalagi
melumpuhkan sendi-sendi kesaktiannya. Selama ia dalam pembinaan yang
baik, maka ia akan menjadi anak baik-baik. Tapi jika dalam pembinaan yang
liar, maka ia bisa lebih liar dari setan mana pun." Satu persatu persoalan harus
ditangani dan diselesaikan. Kumala Dewi tetap mengutartiakan pemulihan
kesaktiannya Dewa Jenaka, karena dewa itulah yang memegang kunci
penyelesaikan bayi dalam kandungan Barbie. Sedangkan daya ingat Barbie
dapat dipulihkan dengan cara lain, walau pun Cara itu belum ditemukan oleh
Kumala.. Kini yang ditanyakan oleh mereka adalah, mampukah Kumala
berpisah dengan Barbie seandainya Barbie sudah pulih ingatannya dari kembali
pada orang tuanya? Sebab, tampaknya makin hari Kumala semakin jatuh cinta
pada anak itu. ***
Persediaan garam di dapur sangat menipis. Mak Bariah belum membelinya
lagi. Mau tak mau siang itu juga Kumala menyuruh Sandhi mengantarkan Mak
Bariah ke
pasar untuk membeli garam halus. Cukup banyak garam yang dibeli, karena
Kumala Dewi memperkirakan butuh garam lebilh dari satu kilogram untuk
melepaskan medan gaib yang melapisi auranya Dewa Jenaka. Garam-garam
itu dituang semua dalam sebuah tampah berukuran sedang.. Dewi Ular
mengerahkan kesaktiannya, sehingga kedua telapak tangannya mengeluarkan
kabut hijau tipis. Kabut itu bergumpal- gumpal di atas garam, kemudian terhisap
seluruhnya masuk ke dalam garam. Menyatu dengan garam, membuat warna
garam tidak putih lagi, tapi putih agak kehijauan. "Pakai kacamata Hitam''
Kumala mengingatkan Audy ketika jelmaan iblis betina itu ingin membantu
menaburkan garam. Siapa saja boleh menaburkan garam ke tubuh Dewa
Jenaka, tanpa harus menggunakan tenaga gaib , atau kesaktian apapun. Maka,
Sandhi pun ikut membantu menaburkan garam dari tampah tersebut. Setiap
garam yang dihamburk.an ke tubuh Dewa Jenaka selalu menimbulkan percikan
cahaya merah dan suara letupan kecil . Craat. preetaak, prriiitikk, traaataar,
taarr, preetiik, prcefik .! Dan, setiap garam yang dilemparkan bukan hanya
menghambur tapi terserap hilang dari pandangan mata awam. Hanya Audy
yang melibat garam-garam itu terhisap oleh cahaya menyilaukan yang disebut
medan gaib. menurut pengiihatannya cahaya menyilaukan itu . masih
berpendar-pendar. Belam bisa padam walaupun semua garam sudah
disiramkan ke tubuh Dewa Jenaka. "Apa masih kurang garam sebanyak itu?”
tanya Buron kepada Kumala Dewi, tapi Audy yang menjawab pertanyaan
tersebut.. "Kurasa sudah eukup." "Apakah berkurang cahaya medan gaibnya
itu?"
"Belum. Kalau kacamata ini kubuka, aku masih
nggak akan sanggup menerima silaunya cahaya medan gaib.” “Lalu kenapa-
kau bilang sudah cukup?" tanya Sandhi! "Yaaa, kita tunggu sajalah. Kalau
Iintah ditaburi garam, apakah dia langsung lepas? Pasti menunggu beberapa
saat, kan?" "Lepasnya lintah tidak membutuhkan waktu !ama. tapi kalau lintah
bermuatan energi gaib seperti ini, pasti butuh waktu agak lama," kata Kumala
Dewi yang segera memahami kata-kata Audy tadi. Mereka keluar dari kamar.
Kebetulan saat itu dering telepon terdengar,Sandhi lebih dulu menyambut
telepon tersebut. Kamudian ia menyerahkan gagahg telepon padia Kumala
Dewi. "Bang Pram mau bicara. Penting katanya,” Dewi Ular segera menyapa
kakak angkatnya. la baru ingat sejak tadi HP tak diaktifkan sehingga Pramuda
terpaksa menghubungi telepon rumah. Biasanya Pram, lebih suka
menghubungi HP, karena bisa langsung bicara dengan adik angkatnya yang
cantik dan sexy sekali itu. "Hallo, ya. Aku belum bisa ngantor dulu, Pram
Ada.;.." "Aku bukan mau bicara soal kantor," sahut Pramudal "Ada masalah'
yang harus kubicarakan denganmu. Aku mengalaminya tadi malam,
sepulangnya aku dari berlibur." "Ooh...? Masalah apa? Bicarakan sekarang
saja." Nggak bias, harus kubicarakan di depanmu., Nggak cukup ceritanya
kalau cuma lewat telepon. Nanti. sore aku mau ke rumah sama Emafie. Kamu
ada di rumah?" "Ada. Pukul berapa kalian mau datang?" "Menjelang petanglah.
Ini menyangkut masalah Adhella!. Ada yang ingin menculik Adhella, tapi dia
bukan manusia biasa " Kumala Dewi diam sebentar. Sinyal gaibnya memantau
keadaan Adhella seketika itu juga. Sesaat kemudian baru bicara lagi.
"Tapi sekarang dia dalam keadaan aman-aman saja
kok. Okey nanti ceritakan semuanya. Aku tunggu kedatangan kalian "Ya.”
Sekarang aku mau mulai meeting sama orang-orangnya Mister Andrew.
Sampai ketemu nanti Mala!” "Okey, Sukstes ya,. J" Tiba-tiba si kecil Barbie
keluar dari kamar dan bertanya, "Kakak... Adhella itu siapa?" Dahi Kumala
berkerut sekcjap. Rupanya anak itu menyadap. pembicaraan di telepon tadi.
Tentu saja ia menyadap dengan kekuatan supranaturalnya. Tapi mungkin saja
penyadapan itu di luar keinginan Barbie, Terjadie secara otomatis... "Adhella itu
anaknya Paman Pram dan Bibi Ema. Kenapa?" "Anaknya lebih kecil dariku,
ya?” Dengan sabar dan tetap lembut Kumala mengangguk. "Ya, umurnya
masih sekitar empat tahun." "Ooo,'Barbie menggumam, lalu tak melanjutkan
bicara. Tapi sepasang matanya yang bundar indah itu melirik ke sana-sini. Tak
tenang. Maka, dalam hati Kumala pun tahu, ada sesuatu yang ingin dikatakan
oleh Barbie, namun sepertinya ia ragu-ragu. Bisa karena merasa takut, bias
juga karena merasa tak yakin pada dirinya sendiri. "Kenapa? Kamu mau bilang
apa, Sayang? Bilang aja" sambil Kumala berlutut dan merangkulnya. Mencium
pipinya yang gembul tapi bukan tembem. Tak terlalu besar. '"Aku boleh nggak
main sama Adhella,. Kak?" ”Bofeh saja. Nanti kalau Adhella kemari, kamu main
sama dia,ya?" “Iya, Biar nanti kalau nenek tua itu mau ambil Adhella lagi, aku
tonjok mukanya sampai penyok, hiii…hiii… hiii….hiii Dewi Dlar ikut tertawa, tapi
sumbang. Karena dalam-hatinya ia bicara pada dirinya sendiri.
Ooo,.rupana anak ini tahu kalau ada pihak yang mau
menculik Adhelia. Bagus sekali teropong gaibnya?'' Lewat suara Iembutnya
Kumala bertanya, "Kapan kamu melihat nenek tua mau ambil Adhella?"
"Hmmm, nggak tahu. Aku cuma. lihat bekas bayangannya aja kok. Tadi waktu
di kamar aku melihatnya." "Apakah sekarang nenek tua itu masih membuntuti
Adhella?" "Udah kabur ! Kebakar, angus. Tapi nenek-nenek. lain masih ada.
Masih berkeliaran mencari ,anak seusia Adhela kok." "O, ya!.. ? Dimana kau
lihat nenek-nenek lainnya itu? "Di sini.Barbie menunjuk kepalanya. Maksud
anak itu, didalam alam pikirannya ia melihat nenek-nenek berkeliaran mencari
anak seusia Adhella, tentu saja hal itu membuat Kumala Dewi memperhatikan
bola mata Barbie untuk menyadap alam pikiran anak itu. Ternyata dalam pikiran
Barbie terdapat sekitar lima sosok wanita berambut panjang, beruban, dan
bermuka peot. Lima sosok wanita itu memiliki mata cekung dengan berbeda-
beda bentuk wajah. Dua diantaranya tampak memiliki sapasang taring pada
giginya. Mereka berpencar ke berbagai arah, seperti sedang mencari sesuatu
yang harus mereka temukan secepatnya." "Bayangan khayal atau memang
pantauan dari dimensi gaib?.!" tanya Kumala dalam hatinya. Ia sulit
membedakan antara khayalan anak itu dengan pantauan gaib dari penglihatan
batinnya. Yang jelas kelima bayangan nenek itu adalah sosok-sosok yang
memiliki kesaktian tersendiri, Jubah mereka berlainan warna, dan masing-
masing dari mereka memegang tongkat yang berlainan bentuknya. "Barbie,"
Bisik Kumala. "Siapa kelima bayangan nenek dalam benakmu itu? Kau
mengenali mereka?" Barbie menggeleng "Mereka nggak bisa dengar- suaraku,
jadi aku nggak bisa tanyakan siapa mereka."
"Oooo..ya sudah. Kamu nggak usah coba-coba lagi
bertanya pada mereka, ya? Nanti kamu ikut-ikutan diculik dan dibawa kabur
oleh mereka. Nantir kakak cari-cari kamu sabil nangis lho." “lya, Kak. Aku nggak
akah bicara lagi sama mereka kok” jawab Barbie dengan patuh, seolah-olah ia
tak ingin Kumala kebingungan meuncari dirinya, seperti yang digambarkan
dalam kata-kata Kumala tadi. . Dalam hatinya Kumala berkata, "Kalau begitu,
bayangan yang ada dalam benaknya itu bukan sekedar khayalan semata, la
melihat dengan alam pikirannya,tapi tak mampu mengirimkan suara kedalam
alam pikirannya itu. Hhmm, sepertinya akan terjadi sesuatu yang mengganggu
ketenangan hidup manusia di bumi." Dewi Ular segera dekati Buron dan bicara
secara bisik-bisik. , "Awasi terus Barbie, Ada pihak yang sedang mengincar
anak seusia dia. Entah mau untuk tumbal apa anak-anak seusia dia itu:. Yang
jelas, Adbhella, anaknya Bang Pram, sudah bampir menjadi korban
penculikan..'' Buron manggut-manggut "Pelakunya manusia biasa atau bukan?"
“Sepertinya penghuni alam sana. Aku melihat gambaran rupa mereka lewat
bayangan benak Barbie” "Okey. Aku awasi dia mulai sekarang!' Kata Buron
dengan tegas menunjukkan loyalitas dan kepatuhannya kepada sang Dewi Ular
yang tak perlu disangsikan lagi. Lewat tengah hari keadaan Dewa Jenaka
ditengok kembali. Dengan mengenakan kacamata hitam. Audy mengetahui
bahwa kemilau dari pancaran cahayanya medan gaib itu mulai reda. Tidak
seterang tadi. "Sudah berkurang. Pancaran cahayanya juga nggak sekuat tadi.
Tapi kayaknya aku masih nggak mampu melihatnya tanpa kaca mata hitam ini."
"Apakah perlu kita lakukan tabur garam lagi?"
"Kurasa nggak perlulah, Energi saktimu telah berpengaruh cukup bagus,
menurutku. Masih butuh waktu beberapa saat untuk melemahkan medan gaib
itu. Meski
kau tambah, juga tak akan mempercepat proses pelumpuhannya." Kali ini
handphone Audy berdering. Ia juga punya klien sendiri, karena beberapa orang
pernah dibantu olehnya dalam kasus bernuansa mistik. Rupanya kali ini
seseorang sengaja menghubungi Audy untuk meminta bantuan berkenaan
denggh dunia mistik; "Aku pergi dulu sebentar,' menangani kasusnya klienku.
Kanti aku kembali lag! ke sini. Bisa kan?" “Ya silahkan. Layani dulu klienmu
dengan baik. Jangan malu-maluin dunia supranatural kita." Pesan itu tak
pernah berani disanggah Audy. Kumala Dewi sering menyampaikan pesan
serupa dengan pengaruh wibawa dan kharismanya yang tak sanggup
dikalahkan olehAudy. Pesan semacam itulah yang membuat Audy tak berani
terlalu liar dan ganas dalam memenuhi tuntutan gairah mesumnya. Ia
berusaha. urttnk bermairin rapi agar tak menjatuhkan citra dunia supranatural.
Sebab, beberapa orang telah mengakui kehebatan Audy sebagai seorang
paranormal papan atas. Ketika langit mulai redup di awal petang, sebuah mobil
Jaguar memasuki halaman rumah Kumala setelah Sandhi membukakan pintu
gerbangnya. Pramuda datang bersama Emafie. Sayangnya, mereka tak
membawa Adhella dan suster Anita. Hal itu membuat Barbie Sedikit kecewa
karena tak jadi mendapat teman untuk bermain. Pramuda dan istrinya
mengawali cerita mistdri yang mereka alami dari turunnya hujan, sampai
bertemu dengan seorang lelaki tua, dan pertemuan. Mereka dengan pedagang
Souvenir. .Cerita itu diakhiri dengan lenyapnya suster palsu. Lalu, Emafie yang
tampak menggebu-gebu dalam penuturannya mengulang cerita saat pedagang
souvenir memberi kalung kepada Adhelia, dan pesan untok Kumala yang
berbunyi: "masuk melalui lubang kepala... " "Sampai sekarang aku belum bisa
menemukan apa makna dari pesan seperti itu," kata Pramuda menambahkan
pesan tersebut kepada,Kumaia,
"Masuk..melalui lubang,.. kepala;,.? Kumala bicara pelan sambil merenung.
"Siapa vang Harus masuk? Lubang kepala bisa. hidung, bisa mulut, bisa
telinga.,.. ? Tapi, kepala siapa yang dimaksud?" Ketika mereka membahas
tentang makna pesan itu, Sandhi yang tidak ikut dalam pembicaraantersebut
segera menemui. Kumala. Ia tampak terburu-buru dengan wajah sedikit tegang.
"Ada suara dari dalam kamar itu, Kumala." "Suara..?!" "Ya, suara seperti orang:
merintih, atau mengigau,. nggak jelas" Pramuda tertarik dengan pemberitahuan
tersebut. "Ada apa sebenaraya?" » Kumala Dewi segera menjelaskan secara
singkat tentang keberadaan Dewa Jenaka di rumahnya Termasuk cerita
tentang penemuan bocah sakti yang diberi nama Barbie, dan keadaan barbie
yang sekarang berperut buncit karena mengandung bayi titipan. Emafie
penasaran, ingin melihat apa yang terjadi di kamar perawatan Dewa Jenaka itu.
Kumala Dewi tak' keberatan. Emafie memaksa suaminya untuk melihat seperti
apa sosok seorang dewa itu, sebab ia memang belum pernah melihat dewa
yang sebenarnya, Suara erangan seperti orang mengigau tadi temyata datang
dari mulut Dewa Jenaka. Matanya masih terpejam, tapi kepalanya sudah miring
kekiri. Ia sudah mulai bisa mengeluarkan suara namun belum bisa .membuka
mata." ; Agaknya garam ramuan Dewi Ular itu telah, membuat medan gaib
makin berjturang. Atau mungkin Saat itu medan gaib itu sudab hilang sama
sekali Tapi keadaan itu belum dapat membuat Dewa jenaka memperoleh
kesadarannya lagi. “Paman… Paman Dewa…? Ini aku Kumala Dewi… paman
bias dengar suaraku?! Paman…?!”
Berkali-kali suara Kumala dibisikkan di telinga Dewa jenaka, tapi tak ada reaksi
yang menunjukkan bahwa sang dewa mendengar suara Kumala. Ia belum bias
menerima
sinyal dari luar. Sesekali mengerang kecil, sesekali diam tak berkutik seperti
orang tertidur nyenyak. Ketika Emafie masuk bersama Pramuda, perempuan itu
terpekik dengan suara tertahan. Tangannya buru-buru membungkam mulutnya
sendiri. Demikian juga dengan Pramuda yang terbelalak kaget tanpa suara
yang dapat terlontar dari mulutnya. “Ada apa?!” Tanya Kumala kepada mereka
berdua. “Oorr… orang itu… orang itu yang memberikan kalung pada Adhella,”
kata Emafie sambil menunjuk ke ranjang dengan tangan gemetar. la segera lari
keluar dengan ketakutan, sedangkan suaminya diam terpaku dengan mata
terbelalak tak berkedip." "Apa benar kata Ema tadi?” .tanya Kumala kepada
Pramuda. Pertanyaan itu menyadarkan Pramuda dari keterpakuannya. 'Bee….
Beee... benar. ,Aku lihat sendiri! Aku masih ingat wajahnya, alisnya yang lebat
putih, tulang pipinya, dandan dialah yang titip pesan pada kami...”masuklah
melalui lubang kepala... Ya, dialah orangnya!" Di luar kamar hal itu dibicarakan
dengan cukup heboh. Emafie tampak tegang sekali, hingga napasnya
terengah-engah, Dia yang merasa melihat jelas wajah penjual souvenir dari
jarak sangat dekat, Dia juga yang meyakinkan bahwa pak tua penunjuk jalan
diwaktu hujan itu adalah oraflg yang dilihatnya terbaring di dalam kamar tadi.
"Berarti kalian sudah ditemui roh Dewa Jenaka. Beliau pasti tahu tentang
hubungan kita, jadi beliau menitipkan pesan untukku melalui kalian. Ketika
beliau melihat pandangan mata kalian disesatkan oleh pihak yang
menginginkan Adhella, beliau mencoba menyelamatkan kalian dengan cara
memandu perjalanan. Dan memberikan kalung penangkal gangguan gaib untuk
Adhella." "Pa, berarti yang selamatkan kita kemarin adalah roh dewa!
"Ya. Tapi mana kita tahu kalau dia adalah roh dewa?'Kalau tahu begitu, kubeli
semua dagangan . souvenirnya itu" "Kalau begitu, sekarang biarlah aku sendiri
yang memecahkan teka-teki dari pesan beliau. Pasti sangat' berguna untuk
menyelesaikan kasus. Yang sedang kutangani ini," kata Kumala kepada suami-
lstri itu. Baru saja Pramuda mau bicara, tiba-tiba HP di dalam saku celananya
berbunyi; Dia tangguhkan sebentar untuk melihat siapa peneleponnya. Jika tak
penting, ia tak akan menyambut telepon itu. "Suster telepoh, Ma... Kau saja
yang terima, aku mau bicara dengan Kumala, ."maka handphone itu pun
diserahkan pada istrinya. "Begini, Kumala aku hanya berharap supaya..." '
Emafie memekik, membuat kata-kata Pramuda terputus. "Apa...?! hilang...?!
Kamu ngomong yang. betul, Suster! Anakku hilang bagaimana maksudmu?!"
"Biar aku yang bicara!" sahut Pramuda dengan wajah tegang. Ia merampas HP
dari tangan istrinya. "Ya,.ini Tuan,.. bagaimana maksudmu, Suster?!" Emafie
mulai menangie. Kumala Dewi segera meraihnya dalam pelukan ketika Emafie
mengatakan, “Anakku hilaaaang....!!” Pramuda pun menjadi pucat pasi, setelah
mendengar penjelasan dari suster pengasuh Adhella. Ia duduk dengan lemas.
Belum bisa bicara untuk beberapa saat. Matanya menjadi. merah, antara sedih
dan kemarahan yang meledak-ledak. "Adhella hilang... lenyap begitu saja,
ketika... ketika suster mengambilkan air minum.. Dia lenyap di depan mata
Suster Anifa!" Ada yang telah mengambilnya!" suara Kumala mulai berat,
"Kekuatan gaib itu telah berhasil mengambil Adhella dan. .."
"Kumala...., sergah Sandhi yang berdiri diantara
ruang tengah dengan ruang tamu, Semua menatap Sandhi. Tapi saat itu
Sandhi diam tak bergerak tak bersuara. Hanya saja ia tampak .mendengarkan
suara yang sedang dilacak kebenarannya. Matanya bergerak pelan-pelan
kearah kamar anak-anak. "Ada suara tawa," ujarnya dengan nada befbisik
tegang. "Suara tawa Barbiedan.. . dan suara tawa anak lain...” Mereka
menyimak suara yang dimaksud Sandhi. temyata memang benar, dari dalam
kamar Barbie terdengal suara cekikikan selayaknya anak-anak sedang bermain
dengan gembira. Suara tawa itu bukan hanya ; suara Barbie saja, tapi ada
suafa kecil lain yang mengiringi suara tawanya Barbie. Dewi Ular bergegas
menghampiri kamar itu. Pramuda, Emafie dan Sandhi ikut menghampiri kamar ,
itu juga Dengan satu sentakan cepal Kumala membuka pintu kamar tersebut.
Wuuut…..! ***
5 Kesaktian macam apa sebenarnya yang dimiliki oleh gadis kecil seusia
Barbie? Sebagai manusia biasa Sabdhi tak habis piker, bagaimana mungkin
Barbie bisa memindahkan Adhella dari rumah yang jauh ke dalam kamarnya.
PadahaJl menurut pengakuan suster Anifa, ia tak melihat sekelsebat bayangan
pun yang menghampiri Adhella. La hanya melihat dengan mata telanjang
Adhella tahu-tabu lenyap dari tempat duduknya, seperti ditelan bumi. Adhella
sendiri yang ditemukan di kamar Barbie tidak merasaheran ketika Kumala dan
papa-mamanya masuk ke kamar itu. Adhella masih cekikikan main pukul-
pukulan dengan Barbie memakai guling. Setelah mamanya terpekik menyebut
namanya, Adhella turun dari ranjang dan berlari menghampiri sang mama
dengan tawa gembira. "Aku menang dua kali, Ma. Dia pukul dadaku,buuk. ..aku
pukul kepalanya, buuuk... bukkk. eeeh, dia mabok, Ma... jatuh deh... hihihihi..,
Lucu sekali dia, Ma. " Barbie berdiri di ranjang sambil tertawa-tawa. "Kakak....
Kakak... masa aku dipukul kepala pake guling, tuiiing;. eeeh, aku keliyengan
terus jatuh. Pinter sekali dia, Kak... Hihihihi..'. Adhella,. ayo main lagi, yuuk.,'!
"Ayooo.., siapa takut!" "Eeeh, udah, udah.!.. Mainnya nanti lagi. . Sekarang
jagoannya pada istirahat dulu, ya?" cegah Kumala- yang tak bisa marah,
bahkan tersenyum geli mendengar kedua anak berceloteh dalam kegembiraan
versi mereka. Pramuda dan Emafie juga tak bisa bilang apa-apa selain
tersenyum sumbang sambil merasakan kelegaan hati vang luar biasa indahnya.
Andai ternyata bukan Barbie yang menculik Adhelia, entah bagatmana jadinya
hati mereka berdua saat itu.
Buron merasa tak enak hati pada Kumala. "Aku
sudah awasi dia dari luar kamar, tapi aku tidak tahu kalau dia ambil Adhella
dengan kesaktiannya. Aku nggak bisa mendeteksi apa saja yang akan dia
lakukan, Kumala." '"Lakukah sebisamu saja," kata Kumala dengan nada bijak.
Bagaimana pun juga ia tahu bahwa kesaktian Buron memang sulit mendeteksi
kesaktiannya Barbie. Hanya saja, Kumala Dewi tak sampai hati kalau harus
mengatakan bahwa Barbie lebih sakti dari Buron Kedua anak itu semakin
akrab. Mereka bermain bukan di dalam kamar, tapi di ruang tamu. Dengan
begitu, segala apa yang dilakukan mereka berdua dapat dipantau langsung
oleh Kumala dari yang lainnya. Terutama pemantauan dari Buron yang tak
henti-hentinya mengawasi mereka berdua, termasuk selalu mendeteksi
keadaan sekeliling mereka. Audy menelepon dari tempatnya. Mengatakan
bahwa ia belum bisa kembali ke rumah Kumala karena harus menyelesaikan
kasus kliennya yang agak. berat, Kumala dewi dapat memaklumi hal itu, dan
tidak merasa kesal sedikit pun. Justru Audy disarankan untuk segera
menghubunginya jika perlu bantuan energi tambahan. Pukul Sembilan lewat
sedikit, Pramuda dan Emafie pamit pulang. Mereka sempat meminta maaf.
karena tak dapat membantu Kumak Dewi memecahkan teka-teki pesan roh
Dewa Jenaka itu. "Nggak apa-apa, ini memang bukan bidang kalian. Aku akan
mencoba mencari jawabanaya sendiri." Barbie melepas kepergian Adhella
dengan penuh pengertian. la mengantar Adhella sampai masuk ke mobil
Namun saat itu ada kata-kata Barbie.yang ditujukan pada. Adhella tapi
membuat mereka yang dewasa menjadi tercengang. "Dhella,,jangan lupa ya,
bikin nama yang bagus buat bayi dalam perutku ini ya? Bentar lagi mau keluar
Iho. Jangan... .hmmbb….. "Hussy… !Barbie.,.,?? "Kumala Dewi langsung
membungkam mulut anak itu dengan tangannya.
"Nggak boleh ngomong begitu? Nggak' baik'' Kumala bura-buru membawa
masuk Barbie, Sementara Prapmuda bergegas pergi meninggalkan rumah itu.
Di dalam mobil Adhella sempat berkata pada mamanya dengan lugu sekali."
"Mama, sfi Barbie lucu deh . Dia bilang perutnya ada bayi, bentar lagi mau
keluar, Aku tadi bilang, kasih nama Itong aja,Hi hi hihi...!" Pramuda dan Emafie
tak dapat berkomentar apa- apa. Terbayang oleh mereka alangkah gemparnya
jika anak sekecil Barbie benar-benar harus melahirkan seorang bayi, padahal ia
belum cukup umur dan tentunya Belum memiliki sarana yang memadai untuk
keluarnya sang jabang bayi. Andai hal itu dialami oleh Adhella, Ooh... tak berani
Emafie membayangkan hal itu terjadi pada anaknya. Mengerikan sekali….
"Barbie, lain kali kamu nggak boleh bilang sama siapapun kalau di dalam
perutmu ini ada bayinya ya?' Kumala memberi pengertian dengan sabar dan
hati-hati sekali, "Memangnya kenapa kok nggak bolteh?" "Karena anak seusia
kamu belum waktunya menyimpan bayi dalam perut, Bagi orang-orang, hal itu
sangat memalukan." "Habis, Adhella tadi tanya terus, kenapa perutku gendut
begini? Apa isinya? Yaah, aku jawab saja,isinya bayi bentar lagi akan keluar,
kamu mau kasih nama siapa begitu^? Kak, Eeseh dia bilang, suruh kasih nama
Itong. Haak, hak, haaak, haak... Barbie tertawa ngakak seperti orang dewasa
layaknya. La berkata Jagi, "Adhella lucu deh, Kak: Masa kasijfi nama Itong,
apaan tuh Itong?! Hiik, Mik, hiik, Dewi Ular sempat beradu pandang dengan
Sandhi, juga menatap Buron yang kala itu sedang menatapnya juga. Mereka
seakan-akan mempunyai satu pertanyaan yang sama, yang diwakili oleh kata-
kata Sandhi kepada Kumala Dewi.
. "Menurutmu, apa benar dia akan melahirkan. dalam waktu dekatf' Dewi Ular
menarik napas, Tampak. bingung menjawabnya, .Tapi saat itu Buron berbisik
pada Sandhi, “perutnya makih membesar, Aku khawatir apa yang ia katakan itu
menjadi kenyataam Dia punya naluri kesaktian yang dapat mengetahui hal-hal
yang akan terjadi, tapi yang nggak sempat diketahui orang lain." Kumala
berlutut dan bertanya dengan lembut pada Barbie, "Sayang! kenapa kamu
bilang begitu pada Adhella? Apa benar kamu akan melahirkan sebentar lagi?" .
"Nggak tahu deh., iya kali. "Jawab yang benar, Barbie. Kamu pasti tahu!" tegas
Kumala. "Aku cuma lihat dalam bayanganku,, bayi ini sudah kepingin keluar,
Kak. Dia bingung nggak tahu bagaimana keluarya." •"Duuh, gawat, desis
Kumala Dewi sambil mengalihkan wajah kearah samping. Ja memendarom
kecemasan yang sempat tertangkap oleh pandangan mata Sandhi dan Buron.
Mereka pun akhirnya. Ikut cemas juga mendehngar jawabaan Barbie tadi.
"Kumala, sini sebentar.. ! panggil Buron dengan sertius. Tak biasanya ia. berani
memanggil Kumala dengan. sikap seperti itu. Kumala curiga, merasa yakin ada
hal penting yang membuat Buron berani bersikap begitu. Ia membawa Kumala
agak menjauhi Barbie. "Banyak hal yang belum kita ketabui, tapi, sudah dia
diketahui, Kenapa kita nggak coba saja untuk memanfaatkan dia?"
"Memanfaatkan bagaimana?" "Tanyakan pada dia, bagaimana cara
memulihkan kekuatan Dewa Jenaka?. Siapa tahu dia bisa punya
jawabahnya?!"' ,
"Ah, ngaeco aja kamuP! Sambil Kumala menepiskan tangan di depan wajah
Buron. la terkesan tak berminsat membahas gagasan tersebut. Tapi sebentar
kemudian hati
kecil Kumala membenarkan pendapat Buron yang^ secara sepintas seperti ide
konyol itu. "Boleh juga ide Buron tadi. Sesuatu yaog belum pernah kucoba,
barangkali saja mempunyai manfaat .yang sahngat berguna. Meski pun bukan
berarti. Menyelesaikan masalah, tapi siapa tahu bisa menjadi awal dari
penyelesaian masalah ini?" Sewakfa di villa, Barbie sering-berada di dekat
tubuh tua yang terbaring tanpa daya itu. Tapi ia tak pernah bilang apa-apa
kecuali .menanyakan siapa pak. tua yang tidur terus itu. Kumala sendiri tak
gernah menjejaskan persoalan yang dihadapi oleh Dewa Jenaka, Barbie hanya
tahu bahwa ada seorang yang harus disebutnya. 'kakek', sekarang sedang tidur
panjang. Hanya itu pengertian yang dimiliki Barbie tentangDewa Jenaka,
Namun sekarang anak itu dibawa masuk oleh Kumala Dewi ke kamar
perawatan. Ia diajak menengok keadaan „sang kakek' yang tadi. sudah bisa
mengerang, tapi sekarang tidak terdengar lagi suara erangannya Kumala Dewi
tadi pun sudah sempat mencoba mengalirkan hawa saktinya ke tubuh Dewa
Jenaka, : namun memantul balik hingga tubuhnya terdorong sendiri.. Artinya,
hawa sakti Kumala Dewi belum bisa mencembus lapisan dinding gaib. Mungkin
masih ada sisa medan gaib yang tidak mudah ditembus energi saktinysa,
sehingga harus menunggu sampai medan gaib itu hilang sama sekali. "Kakek
belum bangun juga dari dulu, ya Kak?" . “Belum. Kakek masih sakit. Barbie!
Kasihan, ya?"J "Iya." "Kamu punya bayangan apa tentang kakek saat ini?"
Anak itu diam. Matanya melirik ke atas, seperti layaknya orang sedang
membayangkan sesuatu yang muncul dalam benaknya. Sandhi dan Buron ada
di pintu. Tak ikut mendekat. Namun mereka selalu memperhatikan gerak-gerik
Barbie.
Beberapa saat kemudian anak itu tersenyum geli,
tapi masih memandang ke atas seolah-olah melihat sesuatu yang lucu dalam
khayalannya sendiri. "Kenapa kamu ketawa?" tanya Kumala pelan dan lembut
sekali. "Kakek mukanya lucu. kalau sedang kaget. Matanya bundar,.
mulutnya,melongo..." Lalu, ia menirukan bayangan yang dilihatnya.
"Hooohh. . ??! Begitu, Kak.. hii, hii, hii.." "Apakah dia akan sembuh?" "Sembuh
Kakek juga akan bangun," sambil Barbie menerawang. Tapi tak
berkepanjangan, karena Kumala mengajukan pertanyaan lagi yang membuat
Barbie haras segera menyudahi terawangannya. "Apakah kau tahu bagaimana
cara menyembuhkan kakek?" "Kakak kan udah dikasih tahu caranya, kok
masih tanya aku sih?" "Kakak belum tahu caranya, sayang. Kamu pasti tahu.
Kamu kan anak yang pintar dan... dan anak yang sakti, yang cantik, yang
mungil dan yang sayang sama kakak” Barbie tertawa senang dipuji demikian. .
"Ayo, dong... kasih. tahu Kakak, bagaimana caranya bikin sembuh kakek? Biar
dia bisa bercanda- canda sama kita, Bie." "Iih, Kak Mala kan udah tahu
caranya." "Cara yang mana?" "Cara yang tadi... masuk... lewat lubang kepala...
Begitu, kan?" "Kok dia tahu pesan itu?" bisik Sandhj kepada Buron. Pandangan
mata Kumala segera tertuju pada mereka berdua, Kumala juga terkejut
mendengar Barbie bisa mengucapkan pesan dari roh Dewa Jenakaitu. "Barbie,"
kata Kumala lagi dengan sabar. "Kakak nggak tahu apa artinya kata-kata itu:
Siapa yang masuk?" "Ya, Kak Mala dong... masa' Bang Sandhi yang masuk."
"Jadi, kakak hams masuk lubang kepala? Masuk ke hidungnya kakek, begitu?"
"Hi, hi, hi,hi... bukan hidung." "Lubang mulutnya kakek?" "Hak, hak, hak, hak.,.
bukan lubang mulut, Kakak!" "Habis yang dimaksud lubang kepala itu apa?"
"Cari aja di kepala kakek, pasti ada lubangnya. Ketutupan rambut sih, jadi
nggak kelihatan dari sini, Kak" Dewi Ular berkerut dahi. Segera mendekati
Sandhi dan Buron. Mereka berkasak-kusuk di depan pintu. "Kepala paman
dewa ada Iubangnya, kata dia?! " "Mungkjn saja." "Ah, tapi..." "Dia dewa lho!"
kata Buron. "Bisa saja dewa memiliki sesuatu yang aneh, dan menjadi kunci
rahasia kekuatannya?!" Sandhi yang semula tak yakin akan hal itu akhirnya
memberi saran pada Kumala Dewi. "Coba saja dicari..siapa tahu benar-benar
ada lubang di sela-sela rambut yang panjang itu." Sejujurnya Kumala mengaku
belum pernah mendengar cerita tentang dewa yang memiliki lubang di
kepalanya. Tetapi rasa penasaran dan keinginannya untuk mengembalikan
kandungan Barbie kepada pemilik sebenarnya, maka ia pun nekat mencari
lubang di kepala Dewa Jenaka. Hanya dia sendiri yang melakukan penearian
itu, karena ia tidak rela jika Buron dan Sandhi ikut-ikutan memegang kepala
dewa. "Kakak, aku mau pipis..,". "Suruh antar Bang Buron,!' kata Kumala, lalu
matanya menatap Buron dan member! isyarat agar mengantarkan Barbie ke
kamar mandi sambil menjaga anak itu Buron dan Barbie pun keluar dari .kamar.
Tiba-tiba wajah cantik berhidung mancung itu sedikit melebarkan mata
indahnya. Gerakan jari di sela-sela rambut putih berhenti. "Benar, aku
menemukannya, San!" » "Ada.,. ?. Benar, ada lubang di situ?!"
"lya...! Lihat sini... Sandhi mendekat dengan hati-hati. Memandang tempat yang
ditunjukkan oleh Kumala Dewi Maka, terperangah pula Sandhi melihat sebuah
lubang di antara rambut-rambut. putih yang-panjang. Lubang itu tepat beradadi
tengah kepala. Tapi sangat kecil. Sekecil lubang jarum. Warna tepian lubang
merah hati. Meski kecil tapi sangat jelas lingkaran lubangnya, sehingga Sandhi
tak menyangsikan lagi basil temuan Kumala saat itu. ' "Yaaa, ampuuun...!" ujar
Sandhi pelah. "Benar- benar ada lubang di kepala dewa-yang satu itu? Lucu
amat, ya?!" "Namanya juga Dewa Jenaka, pasti punya keanehan yang lucu dan
menggelikan hati kita, San." "Lubang untuk apa itu sebenarnya?!" "Entahlah.
Tapi sesuai pesan dan gambaran dari Barbie, kayaknya aku sudah mulai
paham sekarang: Aku harus masuk melalui lubang ini jika ingin melunakkan
energi sakti yang sudah menjadi seperti besi baja itu. Tanpa melalui lubang ini
barangkali sangat sulit,. atau bahkan nggak akan berhasil membuat energi
saktinya, paman dewa pulih kembali." "Hmm, ya... " ya..., kalau. begitu,
lakukanlah sekarang juga!" Sandhi mundur sampai ke batas pintu saat ia
mengetahui Kumala Dewi sedang bersiap-siap mengerahkan kesaktiannya.
Detik berikutnya gadis cantik berambut panjang tiba-tiba lenyap, claaap...!
Berabah menjadi sinar hijau berbentuk seekor naga kecil. Sinar itu melambung
sebentar, kemudian bergerak menukik ke arah kepala Dewa Jenaka. Zuuuutt.,.
Sinar hijau itu akhirnya masuk dengan cepat melalui lubang sebesar lubang
jarum. "Mudab-mudahan dia berhasil.. mudah-mudahan berhasil...," ucap
Sandhi dalam hatinya dengan berdebar-debar.
, Selimut tebal yang menutupi bagian kaki hingga dada sang dewa mulai
tampak menyala redup, kehijau- hijauan. Berarti ada sinar hijau dari tubuh yang
ditutupi
selimut itu. Dan, ternyata dugaan Sandlii benar, bukan hanya kaki sang dewa,
tapi juga tangan, leher, wajah dan seluruh tubuh sang dewa memancarkan
warna hijau. cerah. Tubuh tua itu pun kini bergetar pelan. Makin lama
getarannya semakin kuat. Warna hijau semakin cerah. Tubuh sang dewa
semakin terlonjak-lonjak penuh getaran hebat. Ranjang pun ikut terguncang
oleh getaran tubuh itu, Selimut terpental dan jatuh kelantai. Sandhi terbelalak
tak berkedip dicekam ke- tegangan melihat sekujur tubuh Dewa Jenaka
berubah menjadi seperti kaca bening yang memancarkan cabaya . hijau dari
dalam. Melalui kebeningan itu juga dapat dilihat semacam benda menyerupai
bentuk seekor naga kecil berlarian dengan cepat, bagaikan sedang menjelajahi
seluruhbagian dalam tubuh sang dewa. Peristiwa menegangkan hati Sandhi itu
berlangsung hanya sekitar satu menit lebih sedikit. Cahaya hijau dari dalam
tubuh sang dewa segera redup. Kulit wajah kembali seperti semuia, sudah tidak
seperti kaca bening lagi. Kemudian ketika cahaya hijau itu benar-benar padam
dari sekujur tubuh sang dewa, maka muncullah cahaya itu dari lubang kepala
tadi. Zlaaaapp...! Cahaya hijau menyempai naga kecil diam sesaat di udara
atas ranjang. Setelah itu melesat ke sudut ruangan, lalu padam dari lenyap.
Oaaap...! Tampaklah sosok tubuh sexy berwajah cantik yang tak asing lagi bagi
Sandhi. "Syukurlah, Kumala Dewi selamat...!" ucap hati Sandhi dengan
ekspresi riang. Ia pun segera menghampiri Kumala Dewi berbekal kata- kafa
yang bersuara. membisik pelan. "Bagaimana, berhasilkah kau pulihkan
kesaktiannya?!"; "Sepertinyabegitu. Kita lihat saja, apakah paman dewa
terbangun dari tidur panjangnya atau.,
Belum habis Dewi IJlar bicara pada Sandhi, tiba- tiba tubuh sang dewa
tersentak bangun dengan gerakkan cepat
hingga mengejutkan mereka berdua Dewa Jenaka tahu-tahu sudah duduk
dengan mata terbuka, menyapu seluruh isi ruangan itu dengan tatapan
matanya. Sampai akhirnya tatapan mata itu menemukan Kumala Dewi dan
Sandhi berdiri di memandanginya. "Hmm, terima kasih atas usahamu
memulihkan kesaktianku, Dewi Ular," ujar Dewa Jenaka masih agak kaku. Tiba-
tiba ia tertawa seperti seekor kuda yang-meringkik panjang, lalu tubuhnya
melayang di udara. Wuuut...! Ia berguling-guling dengan cepat di atas sana,
sampai hampir menghancurkan lampu utama yang dipasang di langit-langit
kamar. Dalam sekejap ia sudah mendaratkan kakinya satu jengkal dari lantai.
Mengambang di udara. Ini menandakan bahwa kesaktiannya telah pulih
kembali Kumala Dewi dan Sandhi tersenyum berseri-seri. "Syukurlah kalau
paman Dewa sudah pulih kembali. Aku merasa lega dan senang sekali,
Paman." "Hieeeh, heek, heek, heek, hek.. !" Dewa Jenaka mulai tertawa
terkekeh-kekeh dengan suara tuanya. "Bukan hanya kesaktianku yang sudah
pulih kembali, Kumala. Tapi ingatanku juga sudah pulih seutuhnya. Aku utusan
Kahyangan yang ditugaskan untuk menjemput mudan.. " "Aku sudah datang
sendiri ke Kahyangan, Paman!"sahut Kumala dengan cepat sampai sang
Dexva terbengong karena tak jadi ngomong. Kumala menceritaKan secara
singkat semua yang terjadi selama berpisah dengan Dewa Jenaka, dan selama
sang Dewa dalam keadaan koma. Dengan mengusap-usap jenggotnya, Dewa
Jenaka manggut-manggut mendengarkan keterangan itu. Sampai tiba saatnya
Kumala Dewi bertanya tentang siapa lawan yang berhasil melumpuhkan sang
Dewa sedemikian rupa.
"Sejak tetrpisah darimu, aku mencoba mencarimu ke seluruh lapisan alam
sana, sempai aku tak sadar
memasuki wilayah kekuasaan si Penghulu Iblis. Aku diserang oleh
keturunannya si Penghulu Iblis yang bernama Auro...." "Tepat sekali prediksi
Audy," bisik Sandhi. "He,eh..." Kumala menjawab pendek saja, karena lebib
tertarik menyimak penuturan Dewa Jenaka yang berjalan mondar-mandir
dengan lagak seperti seorang pemain sinetron Sedang berakting. "Auro
mengetabui kelemahanku, maka duel sengit itu akhirnya membuatku terkapar
tak berdaya lagi. la sengaja membuatku mati pelan-pelan dengan caranya
sendiri.'Tetapi,…." "Tunggu sebentar, Pamah .,,"potong Kumala karena
merasakan ada sesuatu yang mengganjal hatinya. "Apa alasan Auro
menyerang Paman Dewa?" "Melihat diriku berkeliaran di wilayah kekuasaan
ayahnya, padalihal dia sedang mencari anaknya yang hilang dari kediaman
ayahnya, atau kakek si anak itu, maka dia menyangka akulah yang menculik
anak itu. Auro sangat marah dan memang kelihatan panik sekali ketika itu..."
"Maksud Paman.,. anak Auro yang bernama Athila Darapura itu?!" "Tepat sekali
persepsimu, Nak... heeyh, heh, heh, heh, heh...!" "Belagu dia kalau sehat, ya?"
bisik Sandhi. "Padahal belum tentu tahu apa artinya persepsi." "Diamkan saja,"
bisik Kumala sangat pelan. "Aku sudah mencoba jelaskan pada Auro, sekali
pun aku pernah bertemu dengan anaknya dan berhasil meredakan badai panas
kiriman anak iblis itu, tapi aku tak pernah mau menculik anak-anak. Auro tidak
percaya, dan dia tetap menyerangku sampai akhirnya...."
Buron dan Barbie masuk. Buron sempat mengomel karena di kamar mandi
Barbie sempat menghilahng, sekedar ngerjain dirinya. Tapi omelan Buron pun
terhenti setelah ia itahu bahwa Dewa Jenaka sudah berdiri di
seberang sana. Dewa Jenaka tersentak kaget Matanya terbuka,. mulutnya
ternganga, persis seperti yang ditirukan Barbie tadi, sebelum sang dewa sadar
dari masa komanya. "'Jin Layon.,'.!" seru Dewa Jenaka tiba-tiba "Minggir
kau. !!" Belum sadar Buron dengan seruan itu. tangan Dewa Jenaka-sudah
berkelebat melepaskan hawa saktinya berupa sinar biru kehitam-hitaman
Claaap...! "Weeess…!; "Pamaaan..'.!!" seru Kumala Dewi. la tak sempat
bergerak kacena kecepatan sinar biru gelap itu sangat luar biasa. Bahkan,
jelmaan Jin Laypn secara reflek mencoba menangkisnya dengan cahaya
kuning yang dilepaskan dari kibasan tangannya, namun juga tak berhasil.
Cahaya kuning itu hanya mengenai sebagian dari bias cahaya biru gelap yang
menimbulkan ledakan keras. Jedaaarr...! Sisa cahaya biru gelap itu tetap
meluncur ke arah Barbie.. Anak itu berusaha melompat menghindarinya reflek
pula, tapi tak berhasil menghindar dengan . mulus. Pinggangnya terkena
hantaman sinar biru gelap. Blaaamrnm...! "Kakaaaak..., ahgg... ! "Gubraaak,
braaaang.,. Anak itu terlempar keluar dari kamar dengan sangat kuat.
Kepalanya membentur dinding kaca tebal pemisah ruangan tengah dengan
ruang makan. Kaca itu langsung pecah, dan Barbie pun terkapar tak sadarkan
diri. "Barbieeeee.. ,!" Kumala Dewi menjerit sambil melesat bagaikan seberkas
cahaya; la bermaksud menyambar tubuh Barbie yang tadi melayang keluar dari
kamar, namun usahanya tak berhasil. la mendapatkan anak itu sudah terkapar
di antara remukan kaca. Anehnya tak ada luka berdarah sedikit pun pada tubuh
Barbie, walaupun ia pingsan di atas remukan kaca tajam.
"Barbieee, Barbiiee....!!" KumalaDewi meratap sedih sambil mengguncang-
guncang anak itu. Dan saat itu juga terdengar suara Dewa Jenaka yang sudah
keluar dari
kamar. "Tinggalkan anak itu, Dewi Ular! Jauhi dia sebelum dia menghabisi
masa hidupmu di alam'ini!" Seet...! Dewi Ular bangkii langsung berbalik arah.
Berdiri tegak dengan raut wajab semburat merah. Menahan amarah. . "Paman
kejaaam... !"'geram Kumala. "Kenapa anak ini jadi sasaran kekejamanmu,
Paman?! Kenapa?!" Dewa Jenaka mulai heran melihat kemarahan begitu
meluap di wajah cantik Dewi EJlar. Sebegitu herannya sampai ia tak bisa bilang
apa-apa kecuali hanya terbengong-bengong memperhatikan sikap Kumala
Dewi yang menantang itu, "Tidak patut seorang dewa berdndak sekejam itu
pada anak-anak! Menyesal sekali aku memulihkan kesaktian Paraan kalau
cuma untuk mencelakai bocah tak berdosa itu!" . Napas Kumala Dewi tampak
terengah-engah, Selurub lantai rumah bergetar. Termasuk atap dan perabot
yang ada di rumah itu mengeluarkan suara gaduh karena getaran yang timbul
akibat amarah Dewi Ular yang ditahannya kuat-kuat dalam dada. Emosi
kemarahan sang Dewi Ular menimbulkan gelombang getaran yang menyebar
ke mana-mana. Membuat, Mak Bariah yang ada di kamarnya berlari keluar dan
mencari tempat aman di halaman belakang. Kalau sekiranya Paman masih
ingin mencelakakan anak ini, Paman harus berhadapan denganku sekarang
Juga!" ; ^ "Maksudku... maaksudku,. ;,"Dewa Jenaka ikut gemetar. Hawa sakti
yang menggetarkan seluruh benda di sekitar mereka, ternyata juga
menggetarkan setiap jantung yang ada di rumah itu termasuk jantung di dalam
dadanya Dewa Jenaka
Sandhi mendekap dadanya. Ia mengajami kesulitan dalam bernapas akihat
getaran kuat. pada jantungaya. Burpon pun demikian, darahnva .seperti
mendidih. Selain
karena kemarahannya yang tertahan saat ia gagal menahan sinar birunya
Dewa Jenaka, juga dikarenakan gelombang getaran dari emosi kemarahan
Dewi Ular. "Ketahuilah, Paman... anak ini telah banyak membantuku terutama
membantu memulihkan kesaktian yang sekarang justru Paman gunakan untuk
melukainya! Tanpa petunjuk dari keluguan anak itu, saat ini aku pasti belum
berhasil memulihkan kesaktian Paman. Dan, tanpa kesaktian yang dimiliki anak
itu, maka Rayo Pasca sampai sekarang pasti masih mengandung bayi milik
orang lain!" "Jadi, sekarang kandurigan itu.-,." "Barbie sudah menanggung
semua itu, sahut Kumala dengan suara lantang. "Anak itu yang memindahkan
kandungan dari perut Rayo ke perutnya sendiri! Diailah yang sekarang
menanggung hasil perbuatan Paman yang seenaknya merampas janin miilik
orang lain! Seharusnya sekarang ini Paman membebaskan Barbie dari
kehamilannya dan mengembalikan kandungan itu kepada pemiliknya. Bukan
mencelakai dia dengan sekejam ini!" Dewa Jenaka inasih tertegun tanpa kata.
Tapi raut wajahnya sudah tidak setegang tadi. Sepertinya luapari emosi yang
meledak begitu melihat kemunculanBarbie tadi sekarang sudah mulai reda.
Mulai membayang rona penyesalan di wajah tuanya,tapi juga masih
membayang naluri permusuhannya dari sorot mata yang sesekali dialihkan
ketempat lain. Agaknya sang dewa sengaja membiarkan seribu kecaman
dilontarkan Dewi Ular untuknya, daripada ia harus bertarung melawan anak
sahabat karibnya sendiri itu. Memang, kemarahan Kumala Dewi berangsur-
angsur reda setelah seribu kecaman berhasil ia lontarkan semua tanpa
sanggahan. Redanya emosi kemarahan itu dapat ditandai dengan hilangnya
getaran pada setiap benda yang-ada di sekitar mereka. Lantai dan atap rumah
tidak menimbulkan suara gemuruh lagi, menandakan telah berhenti dari
getaran hebatnya tadi.
Dam-diam Buron memberanikan diri mengirimkan suaranya melalui jalur gaib
yang didengar jelas oleh Dewi Ular. –
"Sebagai dewi yang arif dan bijaksana, kumohon dengan sangat, jangan umbar
kemarahanmu di sini Kumala... Kendalikan dirimu...
Kendalikan amarahmu... Ingatlah, di kanan-kiri kita masih ada tetangga yang
tak tahu-menahu persoalan ini... Jangan sampai amarahmu timbulkan korban
sia-sia diantara mereka, Kumala.., Sepanjang pengabdian Buron, baru
sekarang ia berani mengirim. kata-kata seperti itu kepada Kumala Dewi.
Keberanian itu timbul setelah Buron dapat membayangkan, seandainya
kemarahan Dewi Ular meledak total malam itu juga, maka bukan hanya rumah
itu yang akan rubuh, tapi rumah-rumah tetangga juga akan hancur akibat
getaran gelombang amarah yang sangat dabsyat bagi ukuran manusia. Dan,
ternyata keberanian Buron yang sangat spekulasi itu membuahkan hasil.
DewiUlar mencerna bisikan itu, kemudian buru-buru menetralisir emosinya
sendiri.
Apalagi dari pihak Dewa Jenaka tak ada sanggahan yang bersifat membela diri,
Kumala merasa sudah cukup member teguran kepada sang dewa yang
mungkin punya alasan sendiri harus menyerang Barbie.
Dewi Ular kembali berpaling menatap Barbie yang masih pingsan akibat
benturan kuat dikepalanya. SebeSum ia melakukan sesuatu untuk
mengembalikan kesadaran anak itu, "Dewa Jenaka sudah lebih dulu mendekat
dan ikut jongkok di samping Barbie.
"Benar katamu, ternyata kandungan itu ada dalam perut anak ini. Ya, ya, ya...
wajar kalau dia bisa; memindahkan kandungan itu dari perut Rayo ke perutnya
sendiri, sebab.'..."
"Tapi dia dan yang lain tidak bisa mengeluarkan kandungan itu dari dalam
perutnya. Cuma Paman yang ...bisa!"
"Baiklah,. akan kuambil -sekarang juga, dan
kukembalikan pada pemilik sebenarnya. Maafkan aku Kumala..,!" Kedua
tangan Dewa Jenaka berputar-putar di atas perut Barbie dalam ketinggian
sekitar 50 centimeter, lalu, tampaklah oleh mereka cahaya ungu yang berputar
seperti pusaran angin. Cahaya ungu yang keluar dari perut Barbie itu hanya
selebar piring dengan bagian bawahnya berbentuk runcing.
Hembusan angin terasa jelas, walau tidak seberapa deras. Kemudian, dengan
satu gerakkan tangan menyentak, maka cahaya ungu itu terbang melesat
hingga menembus atap rumah. Hilang tanpa suara dan tanpa getaran apapun.
Namun pada saat itu, mereka melihat perut Barbie mulai kempes. Seperti balon
kehilangan udara. Lalu, datar dan normal seperti semula. Pada malam itu juga
Ranni, istri Fardan, sedang berusaha untuk tertidur walau sang suami masih
sibuk di depan komputemya.
Tapi tiba-tiba ia merasakan sakit pada perutnya. Ia meraba perutnya sendiri
dan sangat terkejut setelah merasakan perutnya menibengkak besar. Lalu. ia
berteriak memanggil-manggil suaminya, memberitahu bahwa kandungannya
telah kembali lagi.
Fardan segera memeluk istrinya dengan girang sekali. Menciumi perut sang
istri tiada henti-hentinya. Mereka tak tahu bahwa pada malam itu juga, di antara
Kumala dan Dewa Jenaka masih terjadi pertentangan kecil.
Dewa Jenaka melarang Dewi Ular menyadarkan Barbie dari masa pingsannya.
Dengan sangat hati-hati Dewa jenaka mencoba menjelaskan alasannya,
"Ketahuilah Kumala para dewa di Kahyangan sudah sepakat menobatkan
dirimu sebagai Senopati Perang, karena diperkirakan pihak istana Hitam, yaitu
"Lokapura si Dewa kegelapan itu, akan menyerang Kahyangan dan bumi
kehidupan manusia ini. Dia akan mengandalkan kesaktian anaknya, yaitu anak
yang terlahir dari Auro, yang dinamakan Athilla Darapura..,-."
" "Aku sudah pahami semua itu," jawab . Kumala dengan tegas. "Kau akan
berhadapan dengan kesaktian Athila.
"Aku sudah siap, Paman!"
Dewa Jenaka rnenggeleng-gelengkan kepalanya. "Belum...kau belum siap,
Nak...."
"Kenapa Paman menilaiku belum siap?"
"Ketahuilah, Kumala, anak ini adalah anaknya Auro Dewi ular berkerut dahi,
menatap Dewa jenaka dengan tajam. "Anak inilah yang bernama Athila
Darapura!" tegas Dewa Jenaka yang membuat Buron dan Sandhi ikut tegang.
Kumala Dewi merasakan getaran aneh dalam badannya. Namun ia berusaha
untuk tenang, dan menganggap kata-kata Dewa Jenaka hanya sekedar siasat
baru dengan tujuan baru pula.
"Aku pernah bertemu dengan anak ini' Dia mengirimkan badai panas tanpa
alasan yang jelas, tapi aku berhasil meredakan badai itu. Lalu, kutinggal pergi
dia, lantaran kuanggap tindakannya hanya sekedar iseng belaka. Dia tidak tahu
siapa diriku, tapi aku tahu siapa dirinya setelah kulihat ada tiga pengawal iblis
yang berdiri tak jauh darjnya, yaitu para .pengawal kepercayaannya Lokapura,
Jadi. aku tahu persis bahwa anak ini adalah calon musuh utamamu; Athila
Darapura"
Gemuruh dalam dada Kumala Dewi semakin membuat tubuhnya gemetar.
Wajah ecantiknya tampak kaku dan dingin. Suara sang Dewa Bahakara terasa
menggema dalam kepalanya.
"Bocah ini hilang dan sulit dilacak, karena memiliki lapisan penangkal gaib
dalam darahnya.yang hitam itu. Ketika dalam perjalanan pulang dari kediaman
kakeknya "si Penghulu Iblis, Bahoddam dia lepas dari pengawasan
pengawalnya, Entah pergi ke mana, dan hilang tak ditemukan. Auro sangat.
marah, hingga ia mencari sendiri tanpa menyuruh pengawal kepercayannya
yang berjumlah puluhan biji itu. Dalam , kepanikan itulah Auro bertemu
denganku, dan menuduhku menculik anaknya, hingga terjadi pertandingan di
Hutan Kutukan. Auro harus menemukan anak ini, sebelum jatuh putusan dari
Lokapura untuk menghukum mati selir kesayangannya jika sampai gagal
mendapatkan bocah berdarah hitam ini,..!"
"Cukup... geram suara Kumala Dewi membuat selurub benda.di situ kembali
bergetar. Kali ini getarannya lebih kuat, hingga terkesan semua benda
terguncang dan mengalami beberapa kerusakan. Rumah itu seperti dilanda
gempa cukup kuat, ketika Kumala Dewi mundur dan duduk di sofa panjang
dengan wajah beku. Matanya pun seperti ujung tombak yang siap menghujam
siapa saja.
Darahnya bagaikan mendidih ketika ia sadari ucapan Dewa Jenaka adalah
suatu kebenaran. Bukan kebohongan.
Dewi Ular mengalami guncangan jiwa cukup hebat, Karen akini ia sadari bahwa
anak yang dipungutnya dari alam hampa gaib, yang disayanginya dan selalu
mendapat perhatian nomor satu darinya, ternyata dia adalah musuh utamanya
yang kelak akan dihadapi dalam peperangan besar antara pihak Kahyangan
dengan pihaknya Dewa Kegelapan. Sungguh sulit bagi Kumala Dewi untuk
menentukan sikap malam ini juga, apakah dia harus tetapmelindungi nyawa
Barbie, atau mengbabisi anak itu sebelum tumbuh lebih besar lagi sebagai
musuh utamanya?

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai