Anda di halaman 1dari 7

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Pembahasan hasil analisa univariat


1. Analisis univariat data demografi
a. Usia Responden
Rentang usia pada responden penelitian ini adalah 26 – 65 tahun yang
dikategorikan menjadi dewasa awal (26 – 35 tahun), dewasa akhir (36 – 45
tahun), lansia awal (46 – 55 tahun), dan lansia akhir (56 – 65 tahun), peneliti
merujuk rentang usia berdasarkan kategori usia Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2009. Hasil penelitian berdasarkan usia responden
tertinggi pada rentang usia56 – 65 tahun dengan jumlah 23 orang (38,4 %), hal
ini sesuai dengan pendapat Depkes RI (2017), tekanan darah pada usia lanjut
(lansia) akan cenderung tinggi, sehingga lansia lebih besar berisiko terkena
hipertensi (tekanan darah tinggi).

Bertambahnya usia mengakibatkan tekanan darah meningkatkarena terjadinya


disfungsi endotel, peningkatan pengiriman oksigen ke jaringan, dan
peningkatan konsentrasi metabolik aktif (Mateos-Caceres, et al., 2012),
Menurut LeMone (2016), semakin bertambahnya usia dapat memengaruhi
pengaturan tekanan darah serta kelenturan arteri, ketika arteri kurang lentur,
maka tekanan dalam pembuluh meningkat. Menurut Depkes RI (2017), dalam
hasih riset kesehatan dasar hipertensi terjadi lebih banyak pada usia 55 – 64
tahun (17,2 %).

44
45

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gerungan,
Angela, Rahayu (2019), dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara
Umur, Aktivitas Fisik Dan Stress dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas
Kawangkoan. Didapatkan hasil usia tertinggi yang mengalami hipertensi
berada pada usia ≥40 tahun dengan jumlah 53 orang (65,4%)dan <40 tahun 4
orang (21,1%), yang berarti semakin bertambahnya usia maka semakin
beresiko untuk terjadi hipertensi.

b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari 60 responden, jenis kelamin yang tertinggi
adalah jenis kelamin perempuan yaitu 43 orang (71,7 %), menurut LeMone
(2016), perempuan cenderung menderita hipertensi daripada laki-laki. Perempuan
akan mengalami peningkatan resiko tekanan darah tinggi karena kadar kolesterol
HDL dan kolesterol LDL (low density lipoprotein) mengalami perubahan setelah
menopause, kadar kolesterol HDL menjadi rendah dan meningginya kolesterol
LDL (low density lipoprotein) mempengaruhi terjadinya proses aterosklerosis dan
mengakibatkan tekanan darah tinggi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin, I Wayan,
Ni Luh (2016) tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi, di dapatkan hasil bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada jenis
kelamin perempuan dengan jumlah 80 orang (71,4%) sedangkan laki – laki dalam
penelitian ini berjumlah 32 orang (28,6%).

c. Pekerjaan
Pada hasil penelitian responden yang bekerja yaitu 33 orang (55%), hal ini sesuai
dengan pendapat Jeyaratman and Koh (2010), salah satu penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan seringkali terkait di tempat kerja adalah
hipertensi. Menurut Kementerian Kesehatan (2011), beban kerja yang berat,
jadwal kerja yang padat dapat menyebabkan reaksi stres yang dapat berakibat
46

menjadi hipertensi pada jangka panjang, stres dapat meningkatkan aktivitas saraf
simpatis karena pembuluh darah yang menyempit sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah secara bertahap.

Riskesdas mencatat proporsi tertinggi perilaku sedentari pada pegawai adalah


42,2% yaitu selama 3–5,9 jam. Perilaku sedentari adalah perilaku yang tidak
banyak melakukan gerakan dimana postur duduk dan berbaring adalah yang paling
dominan dalam keseharian tetapi tidak termasuk waktu tidur.Perilaku ini berisiko
terhadap salah satu terjadinya penyakit pembuluh darah dan jantung, termasuk
hipertensi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehImaroh,


Nugrahaeni, Dharminto (2017), dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Risiko
Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungmundu, Kota Semarang Tahun 2017,dinyatakan bahwa
kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada ibu hamil yang bekerja dengan
jumlah 19 orang (86,4%) sedangkan yang tidak bekerja sebanyak 3 orang (13,6%).

2. Analisis univariat tekanan darah sistolik dan diastolik pada pengukuran sebelum
dan setelah diberikan terapi dzikir
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan jumlah tertinggi tekanan darah sistolik
sebelum terapi dzikir yaitu pada kategori ≥ 140 mmHg dengan jumlah 58 orang
(96,7 %), sedangkan jumlah terendah pada tekanan darah sistolik sebelum terapi
dzikir yaitu pada kategori 130-139 mmHg dengan jumlah 2 orang (3,3 %), pada
tekanan darah diastolik sebelum terapi dzikir jumlah tertinggi yaitu pada kategori
≥ 90 mmHg dengan jumlah 39 orang (95,0 %) dan tekanan darah diastolik
sebelum terapi dzikir terendah yaitu pada kategori 80 – 89 mmHg dengan jumlah
3 orang ( 5 %)
47

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan jumlah tertinggi tekanan darah sistolik


setelah terapi dzikir yaitu pada kategori ≥ 140mmHg dengan jumlah 47 orang
(78,4 %), sedangkan jumlah terendah tekanan darah sistolik setelah terapi dzikir
yaitu pada kategori 120 – 129 mmHg dengan jumlah 2 orang (3,3 %), pada
tekanan darah diastolik setelah terapi dzikir tertinggi yaitu pada kategori 80 – 89
mmHg dengan jumlah 28 orang (46,7 %) dan jumlah terendah pada tekanan darah
diastolik setelah terapi dzikir tertinggi yaitu pada kategori <80 mmHg
denganjumlah 11 orang (18,3 %).

Dari data diatas dapat dilihat perbedaan antara tekanan darah sebelum dan setelah
terapi dzikir, hal ini sesuai dengan Sherwood L (2011) yang menyatakan berdzikir
membuat tubuh menjadi lebih rileks, keadaan yang rileks dapat mengaktifkan
kerja sistem saraf parasimpatik dan menekan kerja sistem saraf simpatis yang akan
memberikan efek pada jantung dan pembuluh darah sehingga berespon terhadap
penurunan tekanan darah. Menurut penelitian dari Dr. Ahmad Al-Qadi, pengaruh
dzikir dapat menunjukkan terjadinya perubahan fisiologis maupun psikologis salah
satunya perubahan kecepatan denyut jantung dan sirkulasi darah (Ahmad YA,
2015).

Hasil penelitian Sanford I. Nidich dkk (2009) dalam Faradini (2016) mengenai
gambaran tekanan darah pra dan pasca berzikir pada anggota majelis zikir al-
hidayah pekanbaru, menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan pada
tekanan darah sistol dan diastol masing-masing 4 mmHg dan 2mmHg. Selain itu,
Ibrahim B. Syed (2001) dalam Istiqomah (2013) mengatakan bahwa hasil
penelitian Herbert Benson dari Harvard University yang menunjukkan bahwa doa,
mendengar atau membaca Al-Quran, dan mengingat Allah (dzikir) dapat
memberikan respon relaksasi yang akan memicu pelepasan serotonin, enkephalin,
betaendorfin dan zat lainnya ke dalam sirkulasi sehingga dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah, penurunan konsumsi oksigen, penurunan denyut jantung
dan pernapasan.
48

B. Pembahasan hasil analisa bivariat


Penelitian ini menggunakan uji statistik T dependen atau paired simple test untuk
melihat perbedaan tekanan darah sebelum dan setelah melakukan terapi dzikir.
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan rata – rata tekanan darah sistolik sebelum
terapi dzikir adalah 156,72 mmHg dengan standar deviasi 14,17, dari hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakinni rata – rata tekanan darah sistolik
sebelum terapi dzikir adalah 153,06 mmHg sampai dengan 160,38 mmHg. Rata –
rata tekanan darah diastolik sebelum terapi dzikir adalah 94,85 mmHg, dengan
standar deviasi 9,31, dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakinni rata – rata tekanan darah diastolik sebelum terapi dzikir adalah 92,44
mmHg sampai dengan 97,26 mmHg.

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan rata -rata pada pengukuran tekanan darah
sistolik setelah terapi dzikir adalah 149,43 mmHg, dengan standar deviasi 14, 79,
dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata – rata
tekanan darah sistolik setelah terapi dzikir adalah 145,61 mmHg sampai dengan
153,26 mmHg. Rata -rata pada pengukuran tekanan darah diastolik setelah terapi
dzikir adalah 85,02 mmHg, dengan standar deviasi 12,17, dari hasil estimasi interval
dapat disimpulkan bahwa 95 % diyakini rata – rata tekanan darah diastolik setelah
terapi dzikir adalah 81,87 mmHg sampai dengan 88,16 mmHg.

Pada hasil analisis diatas dapat dilihat perbedaan nilai rata – rata antara pengukuran
tekanan darah sistolik sebelum dan setelah terapi dzikir 7,29 mmHg, Perbedaan nilai
rata – rata antara pengukuran tekanan darah diastolik sebelum dan setelah terapi
dzikir 9,83 mmHg. Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,000 pada tingkat
kemaknaan 95% (α = 0,05), dengan hipotesis apabila p <0.05 yang berarti Ha
diterima atau ada pengaruh maka dapat disimpulkan ada pengaruh pada pengukuran
tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan setelah terapi dzikir.
49

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Alfiyanto (2017) tentang pengaruh
dzikir asmaul husna terhadap penurunan hipertensi, didapatkan hasil yang signifikan
dari tekanan darah yang dilakukan pengukuran setelah melakukan dzikir asmaul
husna dengan rata – rata sebesar 13,34 mmHg pada tekanan sistolik dan 12 mmHg
pada tekanan diastolik, sehingga terapi dzikir asmaul husna dapat digunakan sebagai
alternatif terapi pendukung obat yang dapat digunakan dengan mudah oleh penderita
hipertensi.

Pada penelitian Nafi’ah (2015) terdapat hasil perbedaan tekanan darah sistolik dan
diastolik pasien pasca operasi dengan anestesi umum antara kelompok murottal Al-
Quran dengan kelompok tanpa murottal Al-Quran, dengan hasil penelitian tekanan
darah sistoliksetelah kelompok kontrol rata-rata 144 mmHg dengan standar deviasi
5,07. Tekanan darah sistoliksetelah kelompok kontrol paling rendah adalah 140
mmHg dan tertinggi adalah 150 mmHg. Tekanan darah diastoliksetelah kelompok
kontrol rata-rata 82,67 mmHg dengan standar deviasi 7,03. Tekanan darah
diastoliksetelah kelompok kontrol paling rendah adalah 70 mmHg dan tertinggi
adalah 90 mmHg.

Jika dilihat dari sudut pandang kesehatan jiwa, doa dan dzikir mengandung unsur
psikoterapeutik kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa
percaya diri dan rasa optimis, yang keduanya merupakan hal yang amat esensial bagi
penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis lainnya
(Hawari, 2012).Dzikir dapat menimbulkan respon relaksasi dan ketenangan yang
akan membawa pengaruh terhadap rangsangan pada system saraf otonom yang
berdampak pada respon fisiologis tubuh sehingga terjadi penurunan tekanan darah,
denyut nadi dan pernafasan, selain itu respon relaksasi dapat menyebabkan
terkendalinya hormon epinefrin dan norepinefrin yang dapat menghambat
pembentukan angiotensin sehingga terjadi penurunan denyut jantung dan pembuluh
darah melebar yang dapat mengakibatkan tekanan darah arterial jantung menurun
50

yang selanjutnya dapat menurunkan tekanan darah (Ernawati, 2013; Sherwood,


2011).

Adapun hasil penelitian ini juga diperkuat dengan hadits shahih Al Bukhari dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasannya nabi shallallahu’alaihi wasallam beliau
bersabda:

”Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu
obatnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5678).
Dalam Hadits riwayat Muslim dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit,
penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla” (HR. Muslim)

Selain dari hadits, ayat Al Qur’an yang terkatit dengan penelitian ini adalah Qs
Asy Syu’ara ayat 80, Qs Al An’am ayat 17 dan ayat 48, Qs Ar Ra’d ayat 28.
Dalam Qs Ar Ra’d ayat 28 Allah SWT berfirman, yang artinya :
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-
Ra’d: 28).

Dalam Qs Al An’am ayat 17 Allah SWT berfirman, yang artinya :


“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada
yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri.dan jika Dia mendatangkan
kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”.

Anda mungkin juga menyukai