Anda di halaman 1dari 20

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA PANDEMI COVID-19

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

DEVI LISNAWATY SIHITE (7183143024)


FLORA ESTER OCTAVIA (7182143015)
RISTINA SINABUTAR (7183143019)

KELAS : REGULER A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kami
rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Simulasi Bisnis.
Pembuatan tugas ini bertujuan sebagai tugas wajib mata kuliah Simulasi Bisnis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang telah membimbing dalam
pembuatan tugas ini.
Kami menyadari dalam penulisan tugas ini jauh dari kata kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan isi maupun penyusunnya, karena terterbatasan kami. Untuk itu dengan
rendah hati, kami mengharapkan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2

C. Tujuan................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Pertumbuhan Ekonomi.......................................................................................................3

B. Pandemi Covid-19 dan Perekonomian Indonesia..............................................................4

C. Pengaruh Pandemi Covid-19 dengan UMKM Indonesia...................................................8

D. Pengembangan Ekonomi di Indonesia.............................................................................10

BAB III PENUTUP..................................................................................................................14

A. Kesimpulan......................................................................................................................14

B. Saran.................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pandemi Covid-19 melanda dunia, dan Indonesia termasuk di dalamnya. Pandemi


COVID-19 memberikan implikasi ekonomi, sosial, dan politik tidak saja negara-negara
besar akan tetapi hampir seluruh negara di dunia. Rasanya tidak ada satu negarapun yang
tidak terdampak pandemic COVID-19 saat ini.

Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak
terhadap berbagai sektor. Pada tataran ekonomi global, pandemi COVID-19 memberikan
dampak yang sangat signifikan pada perekonomian domestik negara-bangsa dan
keberadaan UMKM. Laporan Organisation for Economic Co- operation and
Development (OECD) menyebutkan bahwa pandemi ini berimplikasi terhadap ancaman
krisis ekonomi besar yang ditandai dengan terhentinya aktivitas produksi di banyak
negara, jatuhnya tingkat konsumsi masyarakat, hilangnya kepercayaan konsumen,
jatuhnya bursa saham yang pada akhirnya mengarah kepada ketidakpastian. Jika hal ini
berlanjut, OECD memprediksi akan terjadi penurunan tingkat output antara seperlima
hingga seperempat di banyak negara, dengan pengeluaran konsumen berpotensi turun
sekitar sepertiga.

Indonesia adalah salah satu negara yang terdampak terutama pada sisi ekonomi.
Indonesia yang didominasi oleh Usaha Mikro, kecil, dan Menengah (UMKM) perlu
memberikan perhatian khusus terhadap sektor ini karena kontribusi UMKM terhadap
pereknomian nasional yang cukup besar.

Indonesia berjuang melawan Covid-19 dengan memodifikasi kebijakan karantina


wilayah (lockdown) menjadi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang bersifat
lokal sesuai tingkat keparahan di wilayah provinsi, kabupaten, atau kota. Selama masa
pandemi ini, perekonomian dunia dan Indonesia mengalami pelambatan. Pemerintah dan
lembaga kajian strategis memprediksi Indonesia tumbuh rendah atau bahkan negatif di
tahun 2020. Untuk itu, Pemerintah berupaya mengagendakan kebijakan Normal Baru
agar dampak ekonomi akibat pandemi tidak sampai menimbulkan krisis yang
berkepanjangan. Kebijakan ini berhubungan dengan perencanaan pembangunan dimana
1
Pemerintah sudah menetapkan program, target, dan major projects di Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Pandemi virus COVID-19 atau yang umum disebut virus corona di masyarakat kian
hari semakin menjangkiti perekonomian Indonesia. Dampak ekonomi akibat virus ini
semula hanya menggerus sisi eksternal perekonomian Indonesia melalui kenaikan
sejumlah komoditas impor dari China. Stabilitas perekonomian pun terkena dampak,
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi sektor paling rentan kena
hantaman pandemi virus corona. Sektor ini disebut ekonom tak bisa lagi menjadi
penyangga perekonomian seperti saat krisis ekonomi dan keuangan 1998 dan 2008.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pertumbuhan ekonomi?

2. Apa dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia?

3. Bagaimana pandemi Covid-19 dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia terutama


bidang UMKM?
4. Bagaimana cara mengembangkan ekonomi kerakyatan Indonesia di masa pandemi
Covid-19?

C. Tujuan

1. Mendeskripsikan pengertian dari pertumbuhan ekonomi

2. Mendeskripsikan dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia

3. Mendeskripsikan bagaimana pandemi Covid-19 dapat mempengaruhi perekonomian


Indonesia terutama bidang UMKM
4. Mendeskripsikan cara mengembangkan ekonomi kerakyatan Indonesia di masa
pandemi Covid-19

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam
suatu perekonomian. Kemajuan suatu perekonomian ditentukan oleh besarnya pertumbuhan
yang ditunjukan oleh perubahan output nasional. Adanya perubahan output dalam
perekonomian merupakan analisis ekonomi jangka pendek. Secara umum teori tentang
pertumbuhan ekonomi dapat di kelompokan menjadi dua, yaitu teori pertumbuhan ekonomi
klasik dan teori pertumbuhan ekonomi modern. Pada teori pertumbuhan ekonomi klasik,
analisis di dasarkan pada kepercayaan dan efektivitas mekanisme pasar bebas. Teori ini
merupakan teori yang dicetuskan oleh para ahli ekonom klasik antara lain Adam Smith, David
Ricardo. Teori lain yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi adalah teori ekonomi modern.
Teori pertumbuhan Harrod-Domar merupakan salah satu teori pertumbuhan ekonomi modern,
teori ini menekankan arti pentingnya pembentukan investasi bagi pertumbuhan ekonomi.
Semakin tinggi investasi maka akan semakin baik perekonomian, investasi tidak hanya
memiliki pengaruh terhadap permintaan agregat tetapi juga terhadap penawaran agregat 15
melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Dalam perspektif yang lebih panjang
investasi akan menambah stok kapital.
1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kapasitas produksi untuk mencapai
penambahan output, yang diukur menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) maupun
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam suatu wilayah
.2 Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang.
Tekanannya pada tiga aspek, yaitu: proses, output perkapita dan jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses, bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat.
Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu bagaimana suatu
perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya ada pada
perubahan atau perkembangan itu sendiri.
.3 Menurut Prof. Simon Kuznets
3
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas jangka panjang dari negara yang
bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan
kapasitas tersebut dimungkinkan oleh adanya kamajuan atau penyesuaian. Dari berbagai
teori pertumbuhan yang ada yakni teori Harold Domar, Neoklasik, dari Solow, dan teori
endogen oleh Romer, bahwasanya terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam
pertumbuhan ekonomi. Ketiganya adalah:
a) Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.
b) Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selajutnya akan memperbanyak jumlah
angkatan kerja.
c) Kemajuan teknologi Pembangunan daerah dilaksanakan untuk mencapai tiga tujuan
penting, yaitu mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan
(sustainability).

B. Pandemi Covid-19 dan Perekonomian Indonesia


Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi dunia ketika tiba-tiba muncul wabah
Covid-19, yang awalnya muncul secara lokal di Wuhan – China, lalu merebak dan
memporak-porandakan sendi-sendi perekonomian dunia. Ketika Covid-19 mulai muncul
pada akhir tahun 2019 dan mulai mewabah dan meledak secara lokal di China pada akhir
Januari 2020, kemudian merembet ke seluruh dunia sepanjang bulan Februari hingga
akhir Mei ini, tidak satupun lembaga think tank dan pemikir strategis dunia (baik dari
pemerintahan, swasta, universitas, juga World Bank dan IMF) memperhitungkannya,
sehingga outlook perekonomian tahun 2020 dan tahun-tahun setelahnya masih diprediksi
dengan asumsi normal.
Perkembangan krisis kesehatan yang berdampak pada ekonomi dunia ini praktis
membuat seluruh negara di dunia harus mundur dengan rencana-rencana strategis yang
telah ditetapkan semula untuk kemudian digantikan kebijakan tanggap darurat dengan
memobilisasi semua sumber daya untuk mengatasi wabah Covid-19.
Lembaga think tank dan pemikir strategis mengoreksi proyeksinya, terutama tahun 2020
yang kemungkinan akan terjadi pelambatan, resesi, dan bahkan depresi ekonomi.
Pembangunan di setiap negara dipastikan terganggu. Masing-masing negara merevisi
APBN-nya dan menyediakan alokasi dana yang besar untuk mengatasi wabah corona ini.
Mengingat bahwa penyakit yang datang melalui virus corona cukup mematikan (rata-rata
sekitar 3-5% kematian dari korban yang telah terpapar virus), lalu obat paten belum
4
ditemukan, maka hanya solusi pencegahan yang menjadi jalan terbaik untuk diupayakan
agar masing-masing negara dapat melindungi setiap nyawa warganya.

5
Berbagai laporan dari lembaga studi yang menganalisis dampak Covid-19
menyatakan bahwa akan terjadi pelambatan ekonomi dunia di tahun 2020 ini, tidak
terkecuali Indonesia. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD,
2020) menyebutkan bahwa Covid-19 memukul negara-negara berkembang pada saat
mereka sedang berjuang dengan beban utang yang tidak berkelanjutan selama bertahun-
tahun. Pada akhir 2018 total stok utang negara- negara berkembang mencapai 191 persen
(atau hampir dua kali lipat) PDB gabungan mereka, level tertinggi yang pernah tercatat.
Krisis utang negara berkembang, yang sudah berlangsung sebelum goncangan
Covid-19, memiliki dua hal yang patut diketengahkan dalam konteks perdebatan tentang
pengurangan utang untuk negara berkembang setelah goncangan Covid-19. Pertama,
krisis utang yang sedang berlangsung tidak terbatas pada negara-negara berkembang
yang termiskin saja, tetapi juga berpengaruh pada semua kategori pendapatan. Kedua,
pada umumnya, tidak disebabkan oleh salah urus ekonomi di dalam negeri, tetapi oleh
salah urus ekonomi dan keuangan di tingkat global.
UNCTAD menambahkan bahwa kerapuhan posisi utang negara berkembang
sebelum krisis Covid-19 semakin meningkat karena perubahan yang bersamaan dengan
kepemilikan dan denominasi mata uang dari utang swasta dan publik mereka. Dengan
demikian, pasar obligasi domestik semakin dalam dimasuki oleh investor asing.
Indonesia juga tidak luput akan adanya kemungkinan terjebak pada bahaya defisit
anggaran yang tidak berkelanjutan.
Economist Intelligence Unit (2020), lembaga pemikir stategis dari The Economist,
menerbitkan analisis dengan kesimpulan bahwa Covid-19 akan membuat hampir semua
negara Group 20 (G-20) masuk ke jurang resesi. Analisis ini terbit pada akhir Maret
2020. Gambaran suasana ekonomi global tampak suram karena jika resesi terjadi pada
anggota G20 maka efek dominonya akan membuat pelambatan ini menyebar ke seluruh
dunia. Meskipun diasumsikan bahwa pemulihan akan terjadi pada paruh kedua tahun
2020, risiko pandemi gelombang kedua dan ketiga akan semakin memperburuk
gambaran proyeksi ekonomi global paling tidak untuk jangka menengah. Tekanan untuk
menerapkan kebijakan karantina wilayah di setiap negara dipastikan akan meningkat,
yang berarti ketidakpastian ekonomi akan cenderung naik dan membuat pelambatan
ekonomi baik secara gradual maupun drastis.
Semua negara akan berhadapan dengan kondisi dimana pendapatan negara turun,
tetapi di sisi lain negara membutuhkan peningkatan pengeluaran negara yang sangat
tinggi untuk berbagai kebutuhan penanganan Covid-19. Keadaan ini akan membuat
5
banyak negara masuk dalam krisis utang yang berkepanjangan.
Jika merujuk proyeksi Economist Intelligence Unit, Indonesia (bersama dengan
India dan Cina) diprediksi masih relatif beruntung dapat mencapai tingkat pertumbuhan
yang positif. Sementara wilayah Eropa adalah daerah yang paling parah terkena
dampaknya. Namun mengingat analisis ini dilakukan pada masa awal pandemi maka
prediksi ini terlalu prematur untuk menumbuhkan optimisme karena diperkirakan tidak
akan ada negara yang mampu menghela pertumbuhan ekonominya di tahun 2020 ini.
Kementerian Keuangan melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Nathan
Kacaribu (2020), menyatakan bahwa pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi
Indonesia di tahun 2020 ini pada rentang angka 2,3 persen dan minus 0,4 persen, sedikit
lebih tinggi dari proyeksi optimis Bank Dunia 2,1 persen dan untuk pesimis Bank Dunia
memprediksi di angka minus 3,4 persen.3 Detil proyeksi lebih mikro dimana
pertumbuhan triwulan I-2020 masih berkisar 4,5 - 4,6 persen, sedangkan pada triwulan
II-2020 masuk dalam rentang nol persen hingga minus 2 persen. Dampak pandemi
Covid-19 mempengaruhi hampir semua aktivitas domestik sejak awal Maret 2020.
Lebih lanjut Kacaribu menjelaskan bahwa saat ini Indonesia menghadapi masa sulit
dengan tingkat ketidakpastian yang belum bisa diprediksi. Perekonomian global dan
nasional dipastikan melambat signifikan. Titik kritis dampak pandemi Covid-19 terhadap
perekonomian Indonesia diperkirakan terjadi selama April-Juni 2020. Kondisi ini juga
seiring dengan semakin banyak daerah yang menerapkan kebijakan pembatasan sosial
berskala besar. Lebih lanjut diungkapkan Febrio bahwa pembatasan sosial berskala besar
akan menggerus konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi 54-55 persen terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kegiatan dunia usaha juga akan menurun sehingga
berpotensi meningkatkan kasus pemutusan hubungan kerja dan pengurangan jam kerja.
Sebagai solusi jangka pendek, untuk memperkecil tekanan, pemerintah mempercepat
pencairan bantuan sosial secara bertahap mulai April. Stimulus bagi dunia usaha juga
diperluas dan diberlakukan pada awal April. Selain itu, suntikan stimulus baru disiapkan
untuk menyelamatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari kebangkrutan.
Stimulus ekonomi juga akan diarahkan untuk mendukung penduduk rentan miskin yang
di atas 20 persen dan pengusaha menengah ke bawah.
Berdasarkan pertumbuhan year-on-year, sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada triwulan 1 2020 terbesar pada sektor informasi dan komunikasi sebesar 0,53 persen.
Hal ini wajar mengingat dengan adanya anjuran untuk tidak keluar rumah maka banyak
orang mengakses pekerjaan, hiburan dan pendidikan melalui teknologi informasi. Seiring
6
hal tersebut, volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga meningkat.
Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik, jumlah wisatawan mancanegara yang
datang ke Indonesia pada Triwulan I-2020 juga turun drastis hanya sejumlah 2,61 juta
kunjungan, berkurang 34,9 persen bila dibanding tahun lalu. Hal ini sejalan dengan
adanya larangan penerbangan antar negara yang mulai diberlakukan pada pertengahan
Februari lalu.Jumlah penumpang angkutan rel dan udara juga tumbuh negative seiring
dengan diberlakukannya PSBB.
Lalu kapan wabah Covid-19 ini berakhir dan bagaimana dampaknya terhadap
perekonomian Indoensia? Berdasarkan analisa data yang dikeluarkan oleh The Singapore
University of Technology and Design dengan menggunakan metode estimasi pandemi,
Susceptible Infected Recovered (SIR) dengan DDE (Data Driven Estimation), maka
diperkirakan puncak pandemi di Indonesia telah terjadi pada bulan 19 April 2020 yang
lalu dan secara berangsur akan berakhir secara total pada akhir Juli 2020. Data ini
dikeluarkan per 5 Mei 2020 yang diambil berdasarkan data dari berbagai negara untuk
memprediksi berakhirnya pandemi di dunia. Berdasarkan data tersebut, diperkirakan
akhir Mei 2020 kebijakan PSBB dapat segera berakhir. Dengan demikian, awal Juni
seluruh aktifitas dapat berjalan dengan normal. Bila prediksi yang ditujukan untuk
pendidikan dan penelitian ini benar, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
mencapai titik terendah pada kuartal kedua. Idul Fitri yang biasanya mempunyai
pengaruh cukup besar untuk menggerakkan perekonomian, akan menjadi sebaliknya
karena PSBB. Sisi baiknya, bila bulan Juni aktifitas sudah berjalan maka perusahaan dan
pengusaha masih mempunyai waktu untuk langsung operasional.

Peluang untuk bangkit


Kekosongan aktifitas selama hampir 3 bulan sejak pertengahan Maret masih
memberikan peluang bagi perusahaan untuk langsung bangkit. Keuangan perusahaan
diperkirakan masih bisa bertahan sampai tiga bulan. Beda halnya bila aktifitas normal
mulai diadakan pada bulan Agustus atau bahkan Desember. Perusahaan perlu waktu
mencari lagi pegawai baru untuk memulai operasi. Banyak perusahaan juga akan tidak
kuat bertahan selama lebih dari tiga bulan.
Dari sisi makro ekonomi, dengan adanya stimulus fiskal yang disertai dengan
realokasi anggaran untuk kesehatan, perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi
nasional dari sektor keuangan, diharapkan akan dapat meningkatkan perekonomian
secara perlahan di kuartal ketiga. Dengan menggunakan model Input-Output (IO), Tim
7
Riset Ekonomi PT Sarana Multi Infrastruktur memperkirakan bahwa stimulus fiskal oleh
pemerintah sebesar Rp 405,1 triliun akan tercipta output dalam perekonomian sebesar Rp
649,3 triliun. Sementara itu, nilai tambah dan pendapatan pekerja akan meningkat
masing-masing sebesar Rp 355 triliun dan Rp 146,9 triliun.

Stimulus fiskal
Dengan penciptaan output, nilai tambah, dan pendapatan dalam perekonomian,
stimulus fiskal yang digelontorkan akan menyerap tambahan tenaga kerja sebesar 15 juta
orang atau 11,84 persen dari total tenaga kerja. Stimulus fiskal ini diharapkan dapat
memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sebesar 3,24
persen. Stimulus fiskal juga telah diikuti dengan stimulus moneter yang diberikan oleh
Bank Indonesia dengan menurunkan tingkat bunga acuan dan pelonggaran Giro Wajib
Minimum (GWM). Penurunan tingkat bunga acuan ini diharapkan akan diikuti dengan
penurunan tingkat bunga pasar sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan
ekonomi.
Pandemi Covid-19 ini juga telah memberikan nuansa baru pada rantai pasokan
dunia (global supply chain). Sumber pasokan dunia yang tadinya dikuasai kurang lebih
20 persen oleh negara China, telah bergeser ke beberapa negara lain karena adanya
pandemi ini. Tentu saja untuk dapat merebut kue pada global supply chain, Indonesia
harus berbenah diri agar lebih menarik investor. Penurunan tarif pajak penghasilan
perusahaan yang telah dikeluarkan dalam Perppu I/2020 perlu diikuti oleh pembenahan
dari sisi kepastian hukum investasi, reformasi birokrasi dan iklim ketenagakerjaan yang
sehat.

C. Pengaruh Pandemi Covid-19 dengan UMKM Indonesia


Kajian yang dibuat oleh Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pandemi
COVID-19 memberikan implikasi negatif bagi perekonomian domestik seperti
penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat, penurunan kinerja perusahaan, ancaman
pada sektor perbankan dan keuangan, serta eksistensi UMKM.
Pada aspek konsumsi dan daya beli masyarakat, pandemi ini menyebabkan
banyak tenaga kerja berkurang atau bahkan kehilangan pendapatannya sehingga
berpengaruh pada tingkat konsumsi dan daya beli masyarakat terutama mereka yang ada
dalam kategori pekerja informal dan pekerja harian. Sebagian besar masyarakat sangat
berhati-hati mengatur pengeluaran keuangannya karena ketidakpastian kapan pandemi
8
ini akan berakhir. Hal ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat akan barang-
barang konsumsi dan memberikan tekanan pada sisi produsen dan penjual.
Pada aspek perusahaan, pandemi ini telah mengganggu kinerja perusahaan-
perusahaan terutama yang bergerak dalam sektor perdagangan, transportasi, dan
pariwisata. Kebijakan social distancing yang kemudian diubah menjadi physical
distancing dan bekerja dari atau di rumah berdampak pada penurunan kinerja perusahaan
yang kemudian diikuti oleh pemutusan hubungan kerja. Bahkan ada beberapa perusahaan
yang mengalami kebangkrutan dan akhirnya memilih untuk menutup usahanya.
Pada aspek perbankan dan keuangan, pandemi ini memunculkan ketakutan akan
terjadinya masalah pembayaran hutang atau kredit yang pada akhirnya berdampak pada
keberlangsungan kinerja bank. Banyak kreditur yang sudah meminta kelonggaran batas
dan besaran pembayaran cicilan hutang dan kredit kepada bank. Belum lagi para
pengusaha harus memperhatikan fluktuasi nilai tukar rupiah yang akan mengganggu
proses produksi terutama untuk perusahaan- perusahaan yang bergantung pada bahan
baku impor. Selain itu, pandemi ini menyebabkan ancaman kaburnya investasi asing dari
Indonesia yang tentu mengancam proyekproyek strategis pemerintah.
Pada aspek UMKM, adanya pandemi ini menyebabkan turunnya kinerja dari sisi
permintaan (konsumsi dan daya beli masyarakat) yang akhirnya berdampak pada sisi
suplai yakni pemutusan hubungan kerja dan ancaman macetnya pembayaran kredit.
Dalam situasi pandemi ini, menurut KemenkopUKM ada sekitar 37.000 UMKM
yang memberikan laporan bahwa mereka terdampak sangat serius dengan adanya
pandemi ini ditandai dengan: sekitar 56 persen melaporkan terjadi penurunan penjualan,
22 persen melaporkan permasalahan pada aspek pembiayaan, 15 persen melaporkan pada
masalah distribusi barang, dan 4 persen melaporkan kesulitan mendapatkan bahan baku
mentah. Masalah-masalah diatas juga semakin meluas jika dikaitkan dengan adanya
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di beberapa
wilayah di Indonesia.
Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang Pedoman PSBB
dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19, PSBB meliputi pembatasan kegiatan
tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 termasuk
pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau barang untuk satu provinsi atau
kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran COVID19. Pembatasan tersebut
paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan
kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
9
Ditakutkan dengan adanya PSBB, aktivitas ekonomi terutama produksi, distribusi, dan
penjualan akan mengalami gangguan yang pada akhirnya berkontribusi semakin dalam
pada kinerja UMKM dan perekonomian nasional seperti hasil kajian Kementerian
Keuangan diatas.
Tidak salah jika muncul kekhawatiran apalagi jika melihat besarnya jumlah
UMKM di Indonesia dan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam UMK. Menurut data
Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia mencapai 61,41 persen pada tahun 2018. Tentu kontribusi ini menunjukkan
peran UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional Indonesia.
Tugas besar ada di pundak Pemerintah Indonesia terkait dengan pandemi
COVID-19 saat ini: pertama, menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia
sebagai fokus utama dan kedua, menjaga laju pertumbuhan ekonomi.
Prediksi pertumbuhan ekonomi global perlu dijadikan input bagi pemerintah
dalam merancang kebijakan-kebijakan ekonomi terutama solusi bagi UMKM. Sejumlah
lembaga internasional telah merilis prediksi mereka akan pertumbuhan ekonomi global
di 2020 seperti JP Morgan yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi global akan minus
1,1 persen dan International Monetary Fund (IMF) yang bahkan memprediksi
pertumbuhan ekonomi global akan minus 3 persen.
Sementara untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, IMF meramalkan Indonesia
masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 0,5 persen dari target awal
5 persen di 2020 sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan
ekonomi Indonesia ada di kisaran 0,3-2.8 persen di tahun 2020.10 Angka-angka tersebut,
baik jumlah UMKM dan kontribusinya serta prediksi pertumbuhan ekonomi global dan
Indonesia, perlu mendapatkan perhatian serius dan dijadikan bahan evaluasi pemerintah
untuk merancang kebijakan dan strategi yang tepat bagi eksistensi UMKM di Indonesia.

D. Pengembangan Ekonomi di Indonesia


Situasi pandemi COVID-19 memberikan tantangan sekaligus peluang bagi
pemerintah untuk menjaga eksistensi UMKM. Tantangan diartikan, perlu adanya solusi
jangka pendek untuk membantu UMKM dan pekerja yang tergabung didalamnya.
Peluang diartikan, solusi jangka pendek perlu dilanjutkan dengan solusi jangka panjang
apalagi jika dikaitkan dengan era industri 4.0 yang mensyaratkan ketersediaan teknologi
digital untuk mendukung aktivitas ekonomi. Ada beberapa solusi jangka pendek untuk
tetap menjaga eksistensi UMKM.
10
Menurut OECD, beberapa solusi perlu dipertimbangkan untuk dilakukan yakni:
protokol kesehatan ketat dalam menjalankan aktivitas ekonomi oleh UMKM, penundaan
pembayaran hutang atau kredit untuk menjaga likuiditas keuangan UMKM, bantuan
keuangan bagi UMKM, dan kebijakan struktural. Pertama, protokol kesehatan yang ketat
dapat diterapkan ketika pemerintah memberikan izin bagi UMKM untuk menjalankan
aktivitasnya. Kewajiban penggunaan masker, sarung tangan, dan jarak aman antar
pekerja dapat dijadikan persyaratan bagi UMKM untuk terus menjalankan aktivitasnya.
Tentu perlu ada kerjasama dari pelaku UMKM dan pengawasan yang ketat dari
instansi yang berwenang agar protokol kesehatan ini dapat berjalan dengan baik. Dalam
konteks ini, pemerintah dapat melibatkan aparatur sipil pada kantor desa bekerjasama
dengan bintara pembina desa (Babinsa/TNI) dan bhayangkara pembina keamanan dan
ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas/polisi) dalam pengawasan implementasi
protokol kesehatan bagi UMKM yang diizinkan menjalankan aktivitasnya.
Kedua, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk memberikan
kelonggaran pembayaran cicilan hutang atau kredit bagi UMKM atau bahkan menunda
proses pembayaran tersebut sampai enam bulan kedepan dengan mempertimbangkan
likuiditas keuangan UMKM. Termasuk juga menyederhanakan proses administrasi
mendapatkan pinjaman di tengah situasi darurat ini. Hal ini dapat dilakukan agar supaya
para pelaku UMKM termasuk para pekerja tetap dapat menjaga tingkat konsumsi dan
daya belinya sekaligus mendukung berjalannya roda perekonomian nasional.
Ketiga, bantuan keuangan kepada para pelaku UMKM. Pemerintah Indonesia
telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan
stimulus kredit usaha rakyat dari total anggaran Rp. 405,1 triliun mengatasi pandemi
Covid-19 melalui APBN 2020. Pendistribusian anggaran tersebut harus transparan, jelas,
dan tepat sasaran agar eksistensi UMKM dan aktivitas perekonomian riil tetap terjaga.
Selain anggaran yang telah ditetapkan, pemerintah juga dapat mendorong sektor
perbankan baik bank milik pemerintah ataupun bank swasta untuk dapat memberikan
pinjaman lunak kepada para pelaku UMKM tentu dengan mekanisme ketat siapa saja
yang berhak mendapatkan pinjaman dengan suku bunga lunak ini. Jangan sampai
pinjaman ini disalahgunakan dan akhirnya malah merugikan kinerja bank pemberi
pinjaman.
Terkait bantuan kepada UMKM, dua lembaga pemerintah yang berurusan
langsung dengan UMKM yakni Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(KemenkopUKM) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merancang
11
beberapa strategi untuk membantu UMKM.
Kemenkop UKM telah memberikan setidaknya tiga stimulus bagi UMKM di
masa pandemi ini guna menjaga keberlangsungan aktivitas UMKM, yakni: kelonggaran
pembayaran pinjaman, keringanan pajak UMKM enam bulan, dan transfer tunai untuk
bisnis skala mikro.13 Sementara Kementerian Perindustrian merencanakan untuk:
memberikan pinjaman dengan bunga rendah (lebih rendah dari tingkat suku bunga untuk
usaha mikro) kepada usaha kecil dan menengah (UKM), menghubungkan para pelaku
UKM dengan toko-toko teknologi daring untuk membantu pemasaran dan penjualan
produk-produk UKM seperti Tokopedia, Shopee, dan Blibli, melakukan kerjasama
dengan industri lokal penyedia bahan baku mentah untuk keperluan produksi UKM, dan
melakukan kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri dan Atase Industri di luar negeri
untuk terus melakukan proses negosiasi perdagangan untuk melanjutkan aktivitas ekspor
produk-produk yang dihasilkan oleh UKM Indonesia.
Keempat, kebijakan struktural untuk kepentingan jangka panjang. Kebijakan ini
tidak saja digunakan untuk menghadapi pandemi COVID-19 tapi juga era Industri 4.0
kedepannya. Kebijakan ini meliputi kebijakan-kebijakan jangka pendek bagi UMKM
yakni pengenalan teknologi digital dan pelatihan bagi para pelaku dan pekerja UMKM
serta kebijakan panjang bagi UMKM untuk beradaptasi dengan penggunaan teknologi
untuk proses produksi, penggunaan media teknologi digital untuk mempromosikan
produk UMKM, dan menemukan pasar potensial bagi produk yang dihasilkan.
Dalam jangka pendek, perlu adanya pendampingan bagi para pelaku UMKM
untuk dapat memanfaatkan media e-commerce (belanja daring) untuk menjual produk-
produk mereka. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2018
baru 3,79 juta UMKM (atau sekitar 8 persen) yang memanfaatkan platform online untuk
memasarkan produknya.15 Tentu situasi seperti ini dapat menjadi salah satu jalan keluar
untuk meningkatkan jumlah UMKM yang memanfaatkan platform online tadi.
Kemudian, kebijakan jangka pendek tadi dilanjutkan dengan kebijakan jangka panjang.
Pemerintah dapat memulainya dengan membuat peta jalan pengembangan UMKM dalam
menghadapi era Industri 4.0 mulai dari pelatihan ulang (retraining) para pekerja UMKM
guna beradaptasi dengan penggunaan teknologi produksi baru dan teknologi digital,
pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan program internet masuk desa, pelibatan
dunia akademisi dan usaha besar dalam pendampingan pengenalan dan penggunaan
teknologi produksi dan media digital, serta menghidupkan kembali program kemitraan
usaha besar dan UMKM. Kebijakan struktural ini dilakukan untuk mendukung penguatan
12
UMKM sekaligus mendukung pengembangan UMKM di era Industri 4.0.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk membantu UMKM bertahan dalam situasi
pandemi ini adalah dengan memanfaatkan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(TJSL) yang dimiliki oleh perusahaan swasta dan badan usaha-badan usaha milik negara
(BUMN). Pemerintah perlu mengeluarkan instruksi dan pedoman untuk seluruh BUMN
agar mengalihkan dana TJSL yang ada untuk membantu secara langsung UMKM-
UMKM yang terdampak pandemi COVID-19.
BUMN pun dapat melibatkan UMKM dalam proses produksi produk- produk
yang bisa diisi oleh para pekerja UMKM. Misalnya, BUMN yang bergerak dalam
produksi farmasi dan alat perlindungan diri (APD) seperti masker dan pakaian medis
dapat melibatkan para pekerja UMKM yang bergerak dalam bidang usaha produksi
pakaian untuk memproduksi dalam skala besar kebutuhan APD. Melihat potensi pasar
mengenai kebutuhan APD baik untuk kebutuhan domestik maupun internasional,
peluang ini dapat dimanfaatkan sekaligus memberi rasa aman ancaman pemutusan
hubungan kerja atau penutupan produksi yang dialami UMKM dalam jangka pendek.
Untuk perusahaan swasta, dana TJSL juga bisa dialihkan untuk membantu UMKM yang
berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Bentuk bantuan bisa dalam bentuk bantuan
langsung seperti pemberian paket sembako atau pembelian produk-produk UMKM untuk
kemudian disalurkan ke tempat lain. Tindakan seperti ini setidaknya dalam jangka
pendek mampu memberikan rasa aman para pelaku UMKM.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua negara didunia saat ini sedang berlomba menghadapi gelombang serangan
wabah covid-19. Termasuk Indonesia dengan jumlah penduduk besar dan kondisi
perekonomian yang lesu perlu segera memiliki antisipasi kebijakan pemerintah yang tepat.
Meskipun sampai saat ini kebijakan pemerintah dinilai lambat dan kurang tegas menurut
beberapa pengamat kebijakan publik akan tetapi perlu diapresiasi bahwa Pemerintah telah
berupaya keras memberikan berbagai solusi bagi masyarakat.
Cara sederhana beradaptasi dan menghadapi pandemi ini adalah dengan menyiapkan
strategi-strategi jangka pendek dan jangka panjang sambil terus berharap vaksin virus
COVID-19 segera ditemukan dan diproduksi massal. Kebijakan jangka pendek yang dapat
diterapkan adalah bantuan keuangan baik dalam bentuk pinjaman lunak atau bantuan tunai
langsung dengan melibatkan pemerintah dan sektor swasta. Sementara strategi jangka
panjang difokuskan pada pengenalan dan penggunaan teknologi digital bagi UMKM
sekaligus persiapan untuk memasuki era Industri 4.0.

B. Saran

Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat menambah wawasan dan manfaat bagi
para pembaca. Menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka
penulis dengan lapang dada mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abrar, Thea Fatanah. ―Jangan Kaget, Ini Prediksi Sri Mulyani Soal Ekonomi RI,‖
CNBC Indonesia, diakses 22 April
2020,
https://www.cnbcindonesia.com/market/2020041909 2613-17-
152924/jangan- kaget-ini-prediksi-srimulyani-soal-ekonomi-ri
Baswir, R. (2015, September 1). Ekonomi Kerakyatan vs. Neoliberalisme. Gema
Keadilan, II, 1-10.
Bhwana, Petir Garda. ―Ministry Proposes Soft Loans for SMEs Affected by COVID- 19,‖
Tempo.co, diakses 22 April
2020, https://en.tempo.co/read/1327970/ministry-
proposessoft-loans-for-smes-affected- by-covid-19.
Budianto, Arif. ―8 Juta UMKM Ditarget Bertransaksi Online Pada 2019,‖ Koran Sindo,
diakses 22 April 2020,
https://economy.okezone.com/read/2018/09/22/320/1 954112/8-
juta-umkm-ditarget-bertransaksi-onlinepada-2019
Hakim, Rakhmat Nur. ―Jokowi Gelontorkan Rp 405,1 Triliun untuk Atasi Covid-19, Ini
Rinciannya,‖ Kompas, diakses 22 April
2020, https://nasional.kompas.com/read/2020/03/31/182538
71/jokowi-gelontorkan-rp- 4051-triliun-untuk-atasicovid-19-ini-
rinciannya.
Lihat Peraturan Menteri Kesehatan No. 9/2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19, diakses23
April 2020
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No 9_Th_2020_ttg_Pe
doman_Pembatasan_So
sial_Berskala_Besar_Dalam_Penanganan_COVID19.pdf Rahman,
Riska. ―37,000 SMEs hit by COVID-19 crisis as government
prepares aid,‖ The Jakarta Post, 16 April

15
2020,
https://www.thejakartapost.com/news/2020/04/16/37 000-smes-
hit-by-covid-19-
crisis-as-governmentprepares-aid.html.
Santoso, Yusuf Imam. ―Menghitung dampak Covid19 terhadap dunia usaha hingga
UMKM,‖ Kontan.co.id, diakses22 April 2020,
https://nasional.kontan.co.id/news/menghitungdampak-covid-19-
terhadap-dunia- usaha-hinggaumkm?page=all

16

Anda mungkin juga menyukai