Anda di halaman 1dari 66

PROPOSAL

PRAKTIKUM BIOPROSES

Materi :

Pemeriksaan Air dan Pemindahan Secara Aspeptis

Group :

Perbaikan

Anggota : 1. Faizhal Dimas Leksono (21030118130095)


2. M. Wahyu Fahrudin (21030118190093)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Bioproses yang berjudul Pemeriksaan Air dan Pemindahan


Secara Aseptis yang disusun oleh:
Kelompok : Perbaikan
Anggota :
1. Faizhal Dimas Leksono 21030118130095
2. M. Wahyu Fahrudin 21030118190093
Telah disahkan pada,
Hari :
Tanggal :

Semarang, 2021
Asisten Pembimbing Dosen Pengampu

Fitra Adami Ir. Kristinah Handayani, M. T.


NIM. 21030118130146 NIP. 196402141991022002

ii
RINGKASAN
Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting fungsinya bagi
kehidupan mahkluk hidup. Pencemaran air menjadi masalah utama dalam
pengolahan air, baik dari rumah tangga maupun industri. Tujuan praktikum ini
untuk mengkaji pengaruh berbagai jenis ruang penyimpanan, terhadap jumlah
koloni, mampu menentukan growth rate dan doubling time pertumbuhan koloni,
dan mampu membandingkan radius perkembangan mikroba dengan konsentrasi
disinfektan yang berbeda-beda.
Faktor-faktor yang memengaruhi mikroorganisme, yaitu ada pH, pengaruh
sinar, temperatur, medium, pengaruh mekanik, dan pengaruh kimiawi. Metode
perhitungan jumlah koloni yang dilakukan, yaitu perhitungan manual. Desinfektan
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau menurunkan
jumlah mikroorganisme yang tidak diharapkan. Fase pertumbuhan
mikroorganisme adalah fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian.
Sampel air yang digunakan pada praktikum kali ini adalah air masjid Gunungpati.
Alat-alat yang diperlukan adalah beaker glass, petridish, erlenmeyer,
pengaduk, kompor listrik, pipet tetes, dan labu takar. Prosedur percobaan yang
pertama adalah menyiapkan alat yang sudah disterilisasi, mengencerkan sampel
(4x), menyiapkan media, memanaskan aquadest, memasukan larutan media ke air
mendidih, dan membagi media ke petridish secara merata. Selanjutnya melakukan
percobaan pemeriksaan air, yaitu uji koloni dan uji desinfektan.
Pada pembahasan pengaruh variabel terhadap jumlah koloni, hasil
percobaan yang didapatkan telah sesuai dengan teori. Jumlah koloni terbanyak
terdapat pada ruang penyimpanan safety cabinet, disusul kulkas, lalu inkubator.
Pada pembahasan pengaruh variabel terhadap growth rate dan doubling time,
hasil percobaan yang didapatkan tidak sesuai dengan teori. Hal tersebut dapat
terjadi karena kondisi inkubator mendukung pertumbuhan dan kulkas pada suhu
minimum menyebabkan pertumbuhan tidak optimum. Pada pembahasan pengaruh
variabel terhadap pertumbuhan mikroorganisme, hasil percobaan yang didapatkan
tidak sesuai dengan teori. Hubungan konsentrasi desinfektan dengan radius
pertumbuhan mikroorganisme seharusnya berbanding lurus. Hal ini terjadi karena
alisin mulai terurai dengan cepat yang menyebabkan alisin tidak memiliki sifat
antibakteri yang kuat lagi.
Pada praktikum ini dapat disimpulkan beberapa hal. Ruang penyimpanan
terbaik untuk pertumbuhan mikroba adalah safety cabinet. Growth rate dan
doubling time memiliki hubungan berbanding terbalik yang dipengaruhi kondisi
ruang penyimpanan. Hubungan konsentrasi desinfektan dengan radius
pertumbuhan mikroorganisme berbanding lurus selama kondisi desinfektan
terjaga. Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu mensterilkan dan menjaga
kesterilah petridish, serta menurunkan suhu media hingga mencapai suhu ruang
kembali sebelum meletakannya secara terbalik dalam ruang penyimpanan untuk
mencegah terbentuknya uap air pada uji koloni.

iii
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga laporan Praktikum Bioporses ini dapat
diselesaikan dengan lancar dan sesuai harapan. Laporan ini dibuat guna memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Praktikum Bioproses.
Adapun isi laporan ini adalah pembahasan mengenai hasil percobaan dari
praktikum “Pemeriksaan Air dan Pemindahan Secara Aseptis”. Berbagai
dukungan dan doa kami peroleh sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan
ini. Untuk itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ing. Silviana, S.T., M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium
Mikrobiologi Industri Universitas Diponegoro,
2. Dosen pengampu laporan materi “Pemeriksaan Air dan Pemindahan Secara
Aseptis”, Ir. Kristinah Haryani, M.T.,
3. Fitra Adami selaku koordinator asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri,
4. Jeany Wijayanti Saragih dan Fitra Adami sebagai asisten pengampu materi
“Pemeriksaan Air dan Pemindahan Secara Aseptis”,
5. Asisten-asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri,
6. Teman-teman yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.
7. Ibu Jufriyah, S. T., selaku laboran pada Laboratorium Mikrobiologi Industri
Dalam penulisan laporan ini, tentunya masih terdapat banyak kekurangan
yang masih perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan masukan dari pembaca
sangat diharapkan untuk penyempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga laporan
ini dapat bermanfaat dan berguna sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan.

Semarang, 2021

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

PROPOSAL RESMI .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
RINGKASAN ....................................................................................................... iii
PRAKATA ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 10
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 10
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 10
1.3 Tujuan Percobaan ....................................................................................... 11
1.4 Manfaat Percobaan ..................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 12
2.1. Mikroorganisme Air .................................................................................. 12
2.2. Persyaratan Standarisasi Kualitas Air Bersih ............................................ 12
2.3. Sifat Koloni ............................................................................................... 15
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme .................... 16
2.5. Metode Perhitungan Jumlah Koloni .......................................................... 17
2.6. Growth Rate dan Doubling Time .............................................................. 18
2.7. Desinfektan ................................................................................................ 19
2.8. Jenis-Jenis Media ...................................................................................... 20
2.9. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme .......................................................... 21
2.10. Sampel Air .............................................................................................. 22
2.11. Kandungan PDA..................................................................................... 22
2.12. Kandungan Bawang Putih ...................................................................... 23
2.13. Kondisi Operasi Pertumbuhan Mikroorganisme .................................... 24
BAB III METODE PERCOBAAN .................................................................... 26
3.1 Rancangan Praktikum................................................................................. 26
3.1.1 Skema Rancangan Percobaan........................................................... 26
3.1.2 Variabel Operasi ............................................................................... 26
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ................................................................ 27
3.2.1 Bahan ................................................................................................ 27
3.2.2 Alat ................................................................................................... 27
3.3 Gambar Alat ............................................................................................... 27

v
3.4 Prosedur Percobaan .................................................................................... 28
3.4.1 Langkah-langkah pendahuluan: ....................................................... 28
3.4.2 Langkah-langkah percobaan pemeriksaan air .................................. 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 30
4.1. Pengaruh Variabel terhadap Jumlah Koloni .............................................. 30
4.2. Pengaruh Variabel terhadap Growth Rate dan Doubling Time ................. 32
4.3. Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme .................... 35
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 37
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 37
5.2. Saran .......................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39
PEMINDAHAN SECARA ASEPTIS
RINGKASAN ...................................................................................................... 42
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 43
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 43
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 43
1.3 Tujuan Praktikum ...................................................................................... 44
1.4 Manfaat Praktikum .................................................................................... 44
BAB II .................................................................................................................. 45
2.1 Pengertian Sterilisasi .................................................................................. 45
2.2 Metode Sterilisasi ....................................................................................... 45
2.3 Aspergillur niger......................................................................................... 47
BAB III ................................................................................................................. 49
3.1 Rancangan Praktikum................................................................................. 49
3.1.1 Skema Rancangan Percobaan ............................................................... 49
3.1.2 Variabel Operasi ................................................................................... 49
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ................................................................ 49
3.2.1 Bahan .................................................................................................... 49
3.2.2 Alat ........................................................................................................ 50
3.3 Gambar Alat ............................................................................................ 50
BAB IV ................................................................................................................. 52
4.1. Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger ................... 52
4.2. Metode Pemindahan Aspergillus niger ..................................................... 53
BAB V................................................................................................................... 55
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 55
5.2. Saran .......................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56

vi
DAFTAR TABEL

PEMERIKSAAN AIR
Tabel 2.1 Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi ............................................. 13
Tabel 2.2 Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi ............................................. 13
Tabel 2.3 Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi ............................................. 14
Tabel 2.4 Komposisi PDA .................................................................................... 23
Tabel 2.5 Kandungan Gizi Bawang Putih ............................................................. 23
Tabel 3.1 Gambar Alat yang Digunakan ............................................................... 27
Tabel 4.1 Pertumbuhan Mikroba Berdasarkan Suhu Kardinal ............................. 31
PEMINDAHAN SECARA ASEPTIS

Tabel 3.1 Gambar Alat yang Digunakan ............................................................... 50


Tabel 4.1 Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger ............... 52

vii
DAFTAR GAMBAR

PEMERIKSAAN AIR
Gambar 2.1 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme.................................................. 21
Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan............................................................ 26
Gambar 4.1 Pengaruh Variabel terhadap Jumlah Koloni...................................... 30
Gambar 4.3 Pengaruh Variabel terhadap Doubling Time ..................................... 32
Gambar 4.4 Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme ............ 35

PEMINDAHAN SECARA ASEPTIS


Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan............................................................ 49
Gambar 4.1 Metode Gores .................................................................................... 53
Gambar 4.2 Metode Tuang ................................................................................... 54
Gambar 4.3 Metode Sebar..................................................................................... 54

viii
DAFTAR LAMPIRAN

LAPORAN SEMENTARA ................................................................................ A-1


LEMBAR PERHITUNGAN B-1
LEMBAR DATA PENDUKUNG ...................................................................... C-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN ................................................................... D-1
REFERENSI

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting fungsinya bagi
kehidupan umat manusia dan mahkluk hidup lainnya. Air yang dibutuhkan
manusia meliputi air layak pakai yang bersih dan sehat untuk keperluan
memasak, mencuci, dan mandi serta air yang layak konsumsi untuk
keperluan minum (Rumondor dkk., 2014). Semua makhluk hidup termasuk
manuasia sangat membutuhkan air. Air merupakan kebutuhan utama untuk
bertahan hidup. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada
air, karena air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan (Susana,
2003). Air yang sehat adalah air yang bebas dari mikroorganisme yang
membahayakan. Air yang tidak sehat / steril akan membahayakan jika tidak
diproses terlebih dahulu.

Pemeriksaan air dilakukan dengan cara pengambilan sampel di titik


dan waktu yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan pemeriksaan air
merupakan salah satu bentuk pemeriksaan kualitas lingkungan yang
dilakukan dengan cara pengambilan sampel pada lokasi dan titik tertentu
dalam jangka waktu tertentu juga (Liu et al., 2012 dalam Salman, 2021).
Data yang didapatkan dari pengujian sampel tersebut dapat
merepresentasikan kualitas lingkungan yang sebenernya pada parameter
dan kondisi tertentu.
Kebutuhan akan air bersih semakin lama semakin meningkat sesuai
dengan kenaikan jumlah penduduk dan keperluan penduduk itu sendiri.
Selama ini kebutuhan akan air dipenuhi dari berbagai sumber diantaranya
air sungai, danau, laut, dan sumur. Pencemaran air menjadi masalah utama
dalam pengolahan air. Baik pencemaran yang berasal dari air limbah rumah
tangga maupun limbah industri mengakibatkan air semakin kotor. Oleh
karena itu, percobaan ini penting dilakukan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap suatu sampel air, sehingga dapat diketahui kualitas air tersebut
termasuk air yang sehat atau tidak sehat.

1.2 Perumusan Masalah


Tingkat kualitas air yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan tertentu
memiliki baku mutu yang berbeda oleh karena itu harus dilakukan
pengujian untuk mengetahui kesesuaian kualitas dengan peruntukannya
(Sulistyorini dkk., 2016). Berdasarkan pernyataan diatas maka perlu
10
dilakukan analisa kualitas air dengan berdasarkan beberapa parameter yaitu
parameter fisika, kimia dan biologi. Sampel yang digunakan pada percobaan
ini adalah sampel air dari Masjid Gunungpati yang biasa digunakan oleh
warga setempat untuk berwudhu dan berbagai keperluan lainnya.
Berdasarkan penggunaan air tersebut, perlu adanya pemeriksaan dalam
berbagai parameter untuk mengetahui kualitas air tersebut. Pada praktikum
ini, dilakukan pengujian pengaruh berbagai jenis ruang penyimpanan
terhadap jumlah koloni. Selain itu juga dilakukan uji desinfektan dengan
sampel ekstrak bawang putih dengan berbagai konsentrasi. Sebagai sarjana
Teknik kimia, harus mampu melakukan pemeriksaan air secara tepat, efektif
dan efisien.

1.3 Tujuan Percobaan


1. Mampu mengkaji pengaruh berbagai jenis ruang penyimpanan (Safety
Kabinet, kulkas, inkubator) terhadap jumlah koloni.
2. Mampu menentukan growth rate dan doubling time pertumbuhan
koloni.
3. Mampu membandingkan radius perkembangan mikroba dengan
konsentrasi disinfektan (Ekstrak bawang putih 15%, 45%, 70%).

1.4 Manfaat Percobaan


1. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh berbagai jenis ruang
penyimpanan (Safety Kabinet, kulkas, incubator) terhadap jumlah
koloni.
2. Mahasiswa mampu menentukan growth rate dan doubling time
pertumbuhan koloni.
3. Mahasiswa mampu membandingkan radius perkembangan mikroba
dengan konsentrasi disinfektan (Ekstrak bawang putih 15%, 45%, 70%).

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroorganisme Air


Perairan alami memiliki sifat yang dinamis dan aliran energi yang
kontinyu hal ini terjadi selama sistem di dalamnya tidak mendapatkan
gangguan atau hambatan, antara lain dalam bentuk pencemaran. Air
merupakan media dan lingkungan yang baik untuk kehidupan
mikroorganisme baik itu mikroorganisme patogen maupun non pathogen
(Rumondor dkk., 2014). Pada perairan yang berbeda tentunya juga memiliki
populasi mikroorganisme yang berbeda pula. Di lingkungan laut lepas
memiliki populasi mikroorganisme yang relatif lebih rendah, di lingkungan
pantai populasi mikroorganisme terdapat lebih banyak, hal ini karena
lingkungan pantai kaya akan nutrien yang berasal dari daratan. Pada
lingkungan perairan terdapat mikroorganisme sama seperti lingkungan yang
lainnya.
Air adalah hal yang sangat penting untuk kehidupan. Tetapi, air
juga menjadi penyebab dalam penyebaran penyakit dan infeksi oleh
mikroorganisme. Mulai dari mikroorganisme yang berukuran mikrometer
hingga polutan berukuran molekul atau atom menjadi hal yang perlu
disingkirkan secara efisien dari air (Cabral, 2010). Jumlah mikroorganisme
dalam air tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relatif
mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar.
Salah satu pencemaran secara mikrobiologis yang terjadi di perairan yaitu
dengan melimpahnya bakteri coliform, dan mikroorganisme yang
mengindikasikan adanya pencemaran oleh bakteri patogen yaitu
Escherichia coli. Sumber zat pencemar yang masuk ke dalam perairan akan
menyebabkan bakteri patogen tinggi. Tingginya kandungan bakteri patogen
akan mengkontaminasi biota-biota yang ada di perairan tersebut.
Kontaminasi tersebut dapat mengancam kesehatan, keselamatan, dan
menimbulkan penyakit bagimanusia (Widyaningsih et al., 2016).

2.2. Persyaratan Standarisasi Kualitas Air Bersih


Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air
untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan
Pemandian Umum. Standar baku mutu kesehatan lingkungan untuk media
12
air untuk keperluan higiene sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan

kimia yang dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan.


Parameter wajib merupakan parameter yang harus diperiksa secara berkala
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan
parameter tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi
geohidrologi mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan
dengan parameter tambahan. Air untuk keperluan higiene sanitasi tersebut
digunakan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan
sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan
pakaian. Selain itu, air untuk keperluan higiene sanitasi dapat digunakan
sebagai air baku air minum (Menkes RI, 2017).
Tabel 1 berikut ini berisi daftar parameter wajib untuk parameter
fisik yang harus diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi.
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
3. Zat padat terlarut (Total Mg/l 100
Dissolved Solid)
o
4. Suhu C Suhu udara ± 3
5. Rasa Tidak berasa
6. Bau Tidak berbau
Tabel 2.1 Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi (Menkes
RI, 2017)
Tabel 2 berikut ini berisi daftar parameter wajib untuk parameter
biologi yang harus diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi yang meliputi
total coliform dan escherichia coli dengan satuan/unit colony forming unit
dalam 100 ml sampel air.
No. Parameter Wajib Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
1. Total coliform CFU/100 ml 50
2. E. coli CFU/100 ml 0
Tabel 2.2 Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi (Menkes
RI, 2017)
Tabel 3 berisi daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk
keperluan higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10

13
parameter tambahan. Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota dan otoritas pelabuhan/bandar udara.
No. Parameter Unit Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
Wajib
1. pH mg/l 6,5 – 8,5
2. Besi mg/l 1
3. Fluorida mg/l 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
5. Mangan mg/l 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/l 10
7. Nitrit, sebagai N mg/l 1
8. Sianida mg/l 0,1
9. Deterjen mg/l 0,05
10. Pestisida total mg/l 0,1
Tambahan
1. Air raksa mg/l 0,001
2. Arsen mg/l 0,05
3. Kadmium mg/l 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/l 0,05
5. Selenium mg/l 0,01
6. Seng mg/l 15
7. Sulfat mg/l 400
8. Timbal mg/l 0,05
9. Benzene mg/l 0,01
10. Zat organik mg/l 10
Tabel 2.3 Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi (Menkes
RI, 2017)
Adapun persyaratan kesehatan air untuk keperluan higiene sanitasi,
yaitu sebagai berikut ini (Menkes RI, 2017).
1. Air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran, binatang
pembawa penyakit, dan tempat perkembangbiakan vektor.
a. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor dan binatang
pembawa penyakit.
b. Jika menggunakan kontainer sebagai penampung air harus
dibersihkan secara berkala minimum 1 kali dalam seminggu.

14
2. Aman dari kemungkinan kontaminasi.
a. Jika air bersumber dari sarana air perpipaan, tidak boleh ada koneksi
silang dengan pipa air limbah di bawah permukaan tanah.
b. Jika sumber air tanah non perpipaan, sarananya terlindung dari
sumber kontaminasi baik limbah domestik maupun industri.
c. Jika melakukan pengolahan air secara kimia, maka jenis dan dosis
bahan kimia harus tepat.

2.3. Sifat Koloni


Koloni sel bakteri merupakan sekelompok sel yang dapat dilihat secara
langsung dengan mata. Morfologi koloni bakteri perlu diamati untuk
mempermudah proses identifikasi bakteri karena sifat-sifat koloni
mikroorganisme dapat menentukan jenis mikroorganisme tersebut
(Holderman et al, 2017). Sifat-sifat koloni tersebut diantaranya sebagai
berikut:
a. Ukuran : kecil, sedang, dan besar.
b. Bentuk : bulat, tidak beraturan, berserabut, rizoid, dan menggulung.
c. Margin : utuh, berserabut, bergelombang, berlobus, dan tidak
beraturan.
d. Elevasi : naik, datar, cembung, umbonate, dan crateriform.
e. Opasitas : bening, buram, translucent (hampir bening), dan

iridescent(berubah warna dengan pantulan cahaya).


(Reynold, 2011 dalam Hardi et al.,
2018)
f. Tekstur : halus, kasar, dan berserat.
g. Warna : berwarna karena adanya pigmen warna contohnya adalah
warna putih, hijau, kuning, dan coklat.
(Sousa et al., 2013)

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme


1. pH
Umumnya bakteri tidak suka hidup di pH yang terlalu basa dan
mereka cenderung untuk hidup di pH netral (pH= 7) atau sedikit basa
(pH = 7,4). pH lingkungan spesifik terhadap jenis mikroba, biasanya pH
7,0 sesuai dengan kebanyakan mikroba. Umumnya, mikroba hidup pada
pH 6,5-8,0 (Amelia, 2017).
2. Pengaruh Sinar
a. Inframerah

15
Panas yang dikeluarkan dari inframerah dapat menjadi letal
(mematikan) bagi mikroorganisme. Sinar UV dapat juga bersifat
letal bagi mikroorganisme (Amelia, 2017).
b. Sinar X
Sinar X dapat bersifat mutagen (menyebabkan perubahan struktur
kimia pada materi genetic) dan karsinogen. Dengan penyinaran sinar
X yang cukup lama dapat mematikan mikroba (Amelia, 2017).
c. Sinar matahari
Sinar matahari dapat mematikan mikroba (Amelia ,2017).
3. Temperatur
Suhu adalah faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba, pembelahan, dan kelangsungan hidup. Suhu yang rendah
biasanya memperlambat kegiatan sel, suhu yang lebih tinggi
meningkatkan taraf kegiatan sel. Karenanya temperatur optimum
merupakan temperatur terbaik pada pertumbuhan mikroorganisme.
Namun, tiap mikroorganisme memiliki batasan suhu terendah, tertinggi,
batas-batas berhentinya tumbuh, dan suhu optimum. Batasan suhu ini
dinamakan suhu cardinal (Amelia, 2017).
4. Medium
Media atau medium pertumbuhan merupakan tempat untuk
menumbuhkan mikroba. Medium pertumbuhan mikroorganisme harus
memenuhi persyaratan, antara lain sebagai berikut (Amelia, 2017).
a. Mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan mikroorganisme.

b. Mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH yang


sesuai dengan kebutuhan mikroba.
c. Media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami
mikroorganisme yang diinginkan, tidak ditumbuhi oleh mikroba lain
yang tidak diharapkan.
5. Pengaruh Mekanik
Getaran mekanik dapat merusak dinding sel dan membran sel
mikroba. Oleh karena itu, getaran mekanik banyak dipakai untuk
memperoleh ekstrak sel mikroba. Isi sel dapat diperoleh dengan cara
menggerus sel-sel dengan menggunakan abrasif atau dengan cara
pembekuan kemudian dicairkan berulang kali. Getaran suara 100-
10.000 kali/detik juga dapat digunakan untuk memecah sel (Hidayati,
2016).

16
6. Pengaruh Kimiawi
Untuk menumbuhkan mikroba pada media memerlukan pH yang
konstan, terutama pada mikroba yang dapat menghasilkan asam,
misalnya Enterobacteriaceae dan beberapa Pseudomonadaceae. Oleh
karena itu, ke dalam media diberi tambahan buffer untuk menjaga pH
agar konstan. Buffer merupakan campuran garam mono dan dibasik,
maupun senyawa-senyawa organik amfoter, misalnya buffer fosfat
anorganik dapat mempertahankan pH di atas 7,2 (Hidayati, 2016).

2.5. Metode Perhitungan Jumlah Koloni


Ada beberapa macam metode untuk menghitung jumlah koloni,
yaitu sebagai berikut.
1. Total Plate Count (TPC)
Perhitungan jumlah koloni mikroba dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Metode TPC
merupakan metode yang digunakan untuk mengembangbiakkan sel
mikroba hidup pada media sehingga dapat membentuk sebuah koloni
yang dapat dilihat secara langsung menggunakan mata tanpa
memerlukan bantuan mikroskop. Koloni tersebut dapat dihitung dengan
hand counter. Perhitungan koloni mikroba dapat dilakukan dengan
membagi cawan petri menjadi empat bagian pada cover cawan petri
dengan spidol untuk memudahkan perhitungan. Cawan petri yang
dihitung adalah yang memiliki jumlah koloni bakteri 25-250. Kemudian
dimasukkan ke dalam rumus:
𝐴= 1
× ∑ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥 ∑ 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑖𝑛𝑜𝑘𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
Dimana A merupakan kelimpahan bakteri (CFU/gr)
(Tyas dkk., 2018)

2. Most Probable Number (MPN)

17
Metode Most Probable Number (MPN) adalah alat yang berguna
untuk ahli mikrobiologi. Pengujian MPN adalah metode untuk
memperkirakan konsentrasi mikroorganisme yang hidup dalam sampel
dengan cara mereplikasi pertumbuhan kaldu cair dalam pengenceran
sepuluh kali lipat dan sangat berguna dengan sampel yang mengandung
bahan partikulat yang mengganggu metode penghitungan jumlah pelat.
Metode MPN ini mirip dengan metode fraksi negatif penentuan nilai D.
Kaldu nutrisi akan mendukung pertumbuhan organisme dan menjadi
keruh. Pola dasar pertumbuhan vs tidak tumbuh dapat memberikan
informasi karena merupakan cerminan kesalahan pengambilan sampel.
Informasi ini sangat berguna pada jumlah organisme yang rendah.
Namun, akurasi ini dapat sangat ditingkatkan dengan mengencerkan
inokulum dan kemudian membandingkan perolehan semua tabung
dalam seri pengenceran. Ini adalah dasar dari metode MPN yang juga
dikenal dan metode tabung ganda, tabung pengenceran, atau tabung
pengenceran). Metode ini menawarkan peluang nyata sebagai alat
pencacahan. Hal ini juga dapat digunakan untuk estimasi semikuantitatif
kemampuan pertumbuhan-promosi media cair dan estimasi presisi
untuk metode mikrobiologi alternatif dengan modifikasi sederhana
(Sutton, 2010).

2.6. Growth Rate dan Doubling Time


1. Growth Rate
Growth rate dari sebuah mikroba dapat ditemukan melalui model
matematika:
𝑑𝑁(𝑡)
= 𝜇𝑚𝑎𝑥. 𝑁(𝑡)
𝑑𝑡
Dimana N(t) [CFU/ml] merupakan densitas dari sel dalam fungsi waktu
dan μmax adalah kecepatan pertumbuhan spesifik. Model matematika ini
hanya dapat digunakan pada fase eksponensial dari mikroorganisme.
Hal ini disebabkan mikroorganisme bermultiplikasi pada fase

eksponensial. Model matematika ini lebih umum dan dapat


disederhanakan sebagai berikut:
𝑑𝑁(𝑡)
= 𝜇𝑚𝑎𝑥
𝑑𝑡
(Akkermans dkk., 2018)
2. Doubling Time
Doubling time (waktu penggandaan) merupakan waktu yang

18
dibutuhkan oleh mikroba untuk bertambah secara teratur menjadi dua
kali lipat dari semula (Campbell dkk., 2000 dalam Daulay dkk., 2018).

2.7. Desinfektan
Disinfektan adalah bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk
mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan
virus juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman
penaykit lainnya (Rismana, 2002 dalam Churaez et al., 2020). Disinfektan dijadikan
bahan disinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian. Dalam suatu waktu
tertentu disinfektan digunakan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi atau
proses pembebasan kuman. Dalam proses disinfektan dikenal 2 cara, yaitu cara fisik
dan kimia (Churaez et al., 2020).

2.8. Jenis-Jenis Media


Media adalah campuran nutrien atau zat makanan yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan. Media harus mengandung semua
kebutuhan untuk pertumbuhan mikroba, yaitu sumber energi misalnya gula,
sumber nitrogen, ion inorganik essensial, dan kebutuhan yang khusus,
seperti vitamin. Media pertumbuhan mengandung unsur makro yang
dibutuhkan mikroba, seperti karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen
(N), dan forsfor (P). Selain itu, media juga sebaiknya mengandung unsur
mikro seperti besi (Fe), dan magnesium (Mg). Berdasarkan bentuknya,
media dibedakan menjadi sebagai berikut (Yusmaniar dkk., 2017).
1. Media Cair
Media cair digunakan untuk pembenihan diperkaya sebelum
disebarke media padat, tidak cocok untuk isolasi mikroba dan tidak
dapat dipakai untuk mempelajari koloni kuman. Contoh media cair
Nutrient Broth (NB), Pepton Dilution Fluid (PDF), Lactose Broth (LB),
Mac Conkey Broth (MCB), dan lain-lain.
2. Media Semi Padat
Media semi padat adalah media yang mengandung agar sebesar
0.5%.
3. Media Padat
Media padat mengandung komposisi agar sebesar 15%. Media padat
digunakan untuk mempelajari koloni kuman, untuk isolasi dan untuk
memperoleh biakan murni. Contoh media padat Nutrient Agar (NA);
Potato Detrose Agar (PDA); Plate Count Agar (PCA), dan lain-lain.
Media padat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu media isolasi dan media

19
diperkaya.

4. Media Selektif
Media mengandung senyawa tertentu sehingga mikroba yang
diharapkan dapat tumbuh dengan menunjukkan perubahan pada media
secara spesifik, berbeda dengan mikroba lain, misalnya agar pati.

2.9. Fase Pertumbuhan Mikroorganisme


Menurut Hamdiyati (2011), fase pertumbuhan mikroorganisme
terdiri atas 4 fase, yaitu sebagai berikut.

Gambar 2.1 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme


1. Fase Lag atau Adaptasi
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan
mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan di sekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Medium dan lingkungan pertumbuhan
Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan
lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi.
Namun, jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang
baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian
untuk mensintesa enzim-enzim.
b. Jumlah inokulum
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase
adaptasi. Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa
sebab, misalnya adalah sebagai berikut.
• Kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrient ke medium
yang kandungan nutriennya terbatas.
• Mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru
dengan komposisi sama seperti sebelumnya.

20
2. Fase Log atau Pertumbuhan Eksponensial
Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan
mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan
kandungan nutrient, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan
kelembaban udara. Pada fase ini mikroba membutuhkan energi lebih
banyak dari pada fase lainnya. Pada fase ini kultur paling sensitif
terhadap keadaan lingkungan. Akhir fase log, kecepatan pertumbuhan
populasi menurun disebabkan oleh sebagai berikut.
a. Nutrien di dalam medium sudah berkurang.
b. Adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat
menghambat pertumbuhan mikroba.
3. Fase Stasioner
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang
tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini
menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi
sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan
mempunyai komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase
logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim
seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia.
4. Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian
karena beberapa sebab, yaitu sebagai berikut.
a. Nutrien di dalam medium sudah habis.
b. Energi cadangan di dalam sel habis.
Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan
jenis mikroba.

2.10. Sampel Air


Sampel air yang digunakan pada praktikum kali ini adalah air wudhu
masjid Gunungpati.

2.11. Kandungan PDA


PDA (Potato Dextrose Agar) adalah media yang umum untuk
pertumbuhan jamur di laboratorium karena memilki pH yang rendah (pH
4,5 sampai 5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang
membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7,0 dan suhu optimum
untuk pertumbuhan antara 25-30° C (Cappucino, 2014). Berdasarkan

21
komposisinya PDA termasuk dalam media semi sintetik karena tersusun
atas bahan alami (kentang) dan bahan sintesis (dextrose dan agar). Kentang
merupakan sumber karbon (karbohidrat), vitamin dan energi, dextrose
sebagai sumber gula dan energi, selain itu komponen agar berfungsi untuk
memadatkan medium PDA. Masing-masing dari ketiga komponen tersebut

sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakkan


mikroorganisme terutama jamur (Wantini & Octavia, 2017).
Senyawa Nilai
Glucose 2
Agar 2
Urea 2
KH2PO4 3
MgSO4.7H2O 0,008
ZnSO4.7H2O 0,05
KCl NH4NO3 0,001
(NH4)SO4 0,015
Peptone -
Trisodium citrate -
Yeast extract -
-
-
Tabel 2.4 Komposisi PDA (Nawaz dkk., 2013)

2.12. Kandungan Bawang Putih


Bawang putih memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi
dibanding tanaman famili Lilliceae lainnya. Kandungan sulfur dalam
bawang putih inilah yang bertanggung jawab atas berbagai macam manfaat
terapeutik bawang putih dan memberikan bau khas bawang putih (El-
Mahmood, 2009). Kandungan gizi yang terdapat dalam 100 gram bawang
putih (Tabel 2).

Tabel 2.5 Kandungan Gizi Bawang Putih (USDA, 2016).


22
2.13. Kondisi Operasi Pertumbuhan Mikroorganisme
Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Media/ medium
pertumbuhan (disingkat medium/media) merupakan tempat untuk
menumbuhkan mikroba. Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu
bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan
mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Amelia, 2017). Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolate mikroorganisme menjadi kultur murni
dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Tipe nutrisi
pada mikroba sangat beragam sehingga untuk menumbuhkan mikroba di
laboratorium perlu menyediakan berbagai media. Media/ medium
pertumbuhan merupakan tempat untuk menumbuhkan mikroba. Medium
pertumbuhan mikroorganisme harus memenuhi persyaratan, antara lain:
• Mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme.
• Mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH yang sesuai
dengan kebutuhan mikroba.
• Media harus dalam keadaan steril, artinya sebelum ditanami
mikroorganisme yang diinginkan, tidak ditumbuhi oleh mikroba lain
yang tidak diharapkan.
Dalam menyiapkan media pertumbuhan bakteri, media tersebut
dituangkan ke dalam wadah-wadah yang sesuai seperti tabung reaksi, cawan
petri, atau labu yang disterilkan sebelumnya. Praktisnya semua media itu
secara komersil dalam bentuk bubuk, dalam penggunaannya dapat
dilarutkan (Amelia, 2017). Selanjutnya, ada beberapa beberapa bahan dasar
media untuk pertumbuhan mikroba, yaitu ada air (H2O) sebagai pelarut, lalu
ada agar (dari rumput laut) yang berfungsi untuk pemadat media, dan ada
pula gelatin yang juga memiliki fungsi yang sama seperti agar. Gelatin
adalah polimer asam amino yang diproduksi dari kolagen (Amelia, 2017).
Selanjutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba menurut Amelia (2007), diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Suhu
Suhu adalah faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba, pembelahan dan kelangsungan hidup. Suhu yang rendah
biasanya memperlambat kegiatan sel, suhu lebih tinggi meningkatkan
taraf kegiatan sel. Tapi tiap mikroorganisme memiliki batasan suhu

23
terendah, tertinggi, batas-batas berhentinya tumbuh, dan suhu optimum.
Batasan suhu ini dinamakan suhu kardinal.
2. Pengeringan
Pengeringan dapat menjadikan sel mikroba nonaktif (dorman),
namun dapat segera aktif lagi ketika kondisi lingkungan menjadi
lembab. Sebaliknya ada jenis mikroba yang dapat bertahan dalam
kondisi kering dengan memproduksi endospora.
3. Keadaan Dingin Ekstrem
Banyak mikroba sangat tahan terhadap kondisi dingin meskipun
dalam kondisi vegetatif (tidak menghasilkan spora).
4. Efek Ion
Efek ion yang dimaksud adalah keasaman dan kebasaan lingkungan.
pH lingkungan spesifik terhadap jenis mikroba, biasanya pH 7,0 sesuai
dengan kebanyakan mikroba. Umumnya mikroba hidup dalam rentang
pH 6,5-8.0.
5. Efek Radiasi
a. Infra merah
Panas yang dikeluarkan dari inframerah dapat menjadi letal
(mematikan) bagi mikroorganisme. Sinar UV dapat juga bersifat
letal pada mikroorganisme.
b. Sinar X
Sinar X dapat bersifat mutagen (menyebabkan perubahan struktur
kimia pada materi genetik) dan karsinogen. Dengan penyinaran sinar
X yang cukup lama dapat mematikan pada mikroba.
c. Sinar matahari
Sinar matahari dapat mematikan mikroba.

24
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Rancangan Praktikum


3.1.1 Skema Rancangan Percobaan
1. Sampel
Sterilisasi dengan dipanaskan dan alkohol

Pengenceran hingga 4x

Mempersiapkan Media

2. Uji Koloni

Persiapkan alat, bahan, dan media yang


akan digunakan

Meletakkan sampel air Masjid Gunungpati


ke dalam media PDA

Inkubasi

3. Uji Desinfektan

Sterilisasi

Persiapan media PDA

Analisis

Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan


3.1.2 Variabel Operasi
1. Variabel Bebas
a. Uji koloni: ruang penyimpanan (Safety Kabinet, kulkas, inkubator)
b. Uji desinfektan: konsentrasi desinfektan (ekstrak bawang putih 15%,
45%, 70%)
2. Variabel Terikat
a. Uji koloni: jumlah koloni, growth rate, dan doubling time
pertumbuhan koloni
b. Uji desinfektan: radius perkembangan mikroba

25
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan
3.2.1 Bahan
1. Air masjid Gunungpati
2. Aquadest
3. Media PDA
4. Ekstrak Bawang Putih
5. NaOH
6. Asam asetat
3.2.2 Alat
1. Beaker glass
2. Petridish
3. Erlenmeyer
4. Pengaduk
5. Kompor listrik
6. Pipet tetes
7. Labu takar 100 ml

3.3 Gambar Alat


Tabel 3.1 Gambar Alat yang Digunakan
No. Nama Alat Gambar Alat
1. Beaker glass

2. Petridish

3. Erlenmeyer

4. Pengaduk

26
5. Kompor listrik

6. Pipet tetes

7. Labu takar 100 ml

3.4 Prosedur Percobaan


3.4.1 Langkah-langkah pendahuluan:
1. Menyiapkan alat yang sudah disterilisasi.
2. Mengencerkan air masjid Gunungpati dengan cara mengambil 10 ml
air masjid Gunungpati kemudian diencerkan 100 ml, dan dari 100 ml
diambil 10 ml lalu diencerkan lagi menjadi 100 ml.
3. Lanjutkan sampai didapatkan 4 kali pengenceran.
4. Menyiapkan media, mengambil 3,9 gram media PDA, Agar + 0,4
gram gula, dan Agar kemudian dilarutkan dengan akuades kurang
lebih 10 ml.
5. Panaskan 70 ml akuades hingga mendidih.
6. Masukkan larutan media ke dalam air mendidih hingga larut (± 1
menit).
7. Membagi media ke dalam petridish secara merata.
3.4.2 Langkah-langkah percobaan pemeriksaan air:
1. Uji koloni
a. Persiapkan alat, bahan, dan media yang akan digunakan.
b. Biarkan media dalam petridish sampai setengah padat kemudian
taburi dengan air masjid Gunungpati yang sudah diencerkan
secara merata ke permukaan media menggunakan pipet tetes yang
sudah disterilisasi.
c. Simpan dalam ruang inkubasi dengan cara dibalik peletakannya
selama 3 hari, lakukan juga pada ruang penyimpanan lainnya
(Safety Kabinet, kulkas, inkubator).

27
d. Menghitung jumlah koloni terbanyak dan tersedikit (dihitung
biasa), kemudian dicari rata-ratanya.
Rata-rata jumlah koloni= (terbanyak +
tersedikit)/2
Jumlah koloni dalam petridish= rata-rata
jumlah koloni x luas petridish x fp
Keterangan: Luas petridish= 63,585 cm2
Fp= 104
e. Menghitung growth rate atau nilai laju pertumbuhan spesifik (μ)
dengan menggunakan persamaan:
ln 𝑥 − ln 𝑥0
µ=
𝑡
Keterangan:
μ = laju pertumbuhan spesifik
x = konsentrasi sel pada t tertentu
x0 = konsentrasi sel awal
t = waktu yang dibutuhkan
Sedangkan doubling time tersebut dapat dirumuskan menjadi:
ln 2
𝑡𝑑 =
𝜇
Keterangan:
td = doubling time
μ = laju pertumbuhan spesifik
ln 2 = konsentrasi sel (saat penggandaan)
2. Uji desinfektan
a. Biarkan Media dalam petridish sampai setengah padat kemudian
taburi dengan air masjid Gunungpati yang sudah diencerkan
secara merata ke permukaan Media menggunakan pipet tetes
yang sudah disterilisasi.
b. Biarkan Media dalam petridish memadat kemudian buat lubang
kecil pada tengah-tengah Media tersebut. Kemudian teteskan
ekstrak bawang putih.
c. Simpan dalam ruang inkubasi selama 3 hari.
d. Mencatat radius pertumbuhan diukur dari lubang yang dibuat
(radius terjauh, radius terdekat, dan rata-rata).

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Variabel terhadap Jumlah Koloni


Dari hasil praktikum Pemeriksaan Air yang telah dilakukan dengan
sampel Air Masjid Gunungpati secara 3 hari berturut-turut, didapatkan
data berupa hubungan antara variabel terhadap jumlah koloni dengan
grafik batang sebagai berikut.

Gambar 4.1 Pengaruh Variabel terhadap Jumlah Koloni


Gambar 4.1 menunjukkan hubungan pengaruh variabel (ruang
penyimpanan) terhadap jumlah koloni yang tumbuh selama waktu
pengamatan, yaitu 3 hari. Setiap variabel ruang penyimpanan, memiliki
suhu ruang yang berbeda-beda. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat
bahwa pada variabel 1 (safety cabinet), jumlah koloni di hari pertama
sebanyak 7.630.200, kemudian hari kedua sebanyak 17.167.950, dan hari
ketiga sebanyak 28.613.250 koloni. Lalu, pada variabel 2 (kulkas), jumlah
koloni di hari pertama sebanyak 6.676.425, hari kedua sebanyak
14.306.625, dan hari ketiga sebanyak 24.162.300 koloni. Kemudian, pada
variabel 3 (inkubator), jumlah koloni di hari pertama sebanyak 5.086.800,
hari kedua sebanyak 11.445.300, dan di hari ketiga sebanyak 19.393.425
koloni. Pada Gambar 4.1, data terlihat jelas menunjukkan fenomena, bahwa
semakin lama waktu, maka jumlah koloni akan semakin meningkat. Selain
itu, dapat dilihat bahwa urutan jumlah koloni dari yang terbanyak berada
pada safety cabinet, lalu kulkas, dan yang paling sedikit adalah inkubator.
Setiap variabel ruang penyimpanan memiliki suhu yang berbeda-
beda. Suhu pada variabel 1 (safety cabinet), yaitu sekitar 25-27oC (UNL,

29
2020). Lalu, suhu pada variabel 2 (kulkas), dengan suhu maksimal 11-14oC
(Evans dkk., 2014). Kemudian suhu pada variabel 3 (inkubator), yaitu
sekitar 37oC untuk suhu inkubasi (Arduino dkk., 1991). Suhu sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan koloni mikroba.
Suhu sebagai faktor pertumbuhan dan perkembangan mikroba
menunjukkan fluktuasi yang besar. Pertumbuhan mikroba dibatasi oleh
kisaran suhu tertentu, di mana hal itu disebut sebagai suhu kardinal yang
akan disajikan di bawah ini (Stanazek-Tomal, 2020).
Mirkoorganisme Minimum (oC) Optimal (oC) Maksimal (oC)
Psikrofilik >0 10-15 <20
Psikrotropik >0 25 15-30
Mesofilik 10-15 25-35 <45
Termofilik 45 50-85 <100
Hipertermofilik 45 80-100 110
Tabel 4.1 Pertumbuhan Mikroba Berdasarkan Suhu Kardinal (Stanazek-
Tomal, 2020)
Jika suhu lingkungan kurang dari suhu minimum, pertumbuhan dan
pembelahan sel tidak terjadi. Jika lingkungan berada di suhu optimal, sel
tumbuh dan membelah dengan kecepatan tercepat. Jika suhu lingkungan
melebihi suhu maksimum, pertumbuhan dan pembelahan tidak terjadi.
Adapun mikroba yang ditemukan pada air cenderung mikroba jenis
mesofilik. Hal ini menyebabkan ruang penyimpanan pada suhu optimal,
yaitu safety cabinet, akan menghasilkan jumlah koloni yang lebih banyak.
Lalu, pada ruang penyimpanan bersuhu rendah, yaitu kulkas, akan
menghasilkan jumlah koloni yang lebih sedikit karena termasuk ke dalam
suhu minimum. Kemudian, pada ruang penyimpanan bersuhu tinggi, yaitu
inkubator, akan menghasilkan jumlah koloni yang lebih sedikit lagi karena
termasuk dalam suhu maksimal.
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, maka hasil percobaan yang
didapatkan telah sesuai dengan teori yang ada. Jumlah koloni terbanyak
terdapat pada ruang penyimpanan safety cabinet, dilanjut dengan ruang
penyimpanan kulkas, dan terakhir ruang penyimpanan inkubator, yang
dipengaruhi oleh suhu pada setiap ruang penyimpanannya.

30
4.2. Pengaruh Variabel terhadap Growth Rate dan Doubling Time
Dari hasil praktikum Pemeriksaan Air yang telah dilakukan,
didapatkan data berupa hubungan variabel terhadap growth rate dan
doubling time yang dihasilkan dalam bentuk grafik batang, sebagai berikut.

Gambar 4.2 Pengaruh Variabel terhadap Growth Rate

Gambar 4.3 Pengaruh Variabel terhadap Doubling Time


Gambar 4.2 menunjukkan pengaruh dari berbagai jenis ruang
penyimpanan terhadap growth rate mikroorganisme dengan waktu
pengamatan selama 3 hari. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa
pada ruang penyimpanan safety cabinet, didapatkan growth rate sebesar
0,4406/hari; pada ruang penyimpanan kulkas, didapatkan growth rate
sebesar 0,4287/hari; dan pada ruang penyimpanan inkubator, didapatkan
growth rate sebesar 0,4461/hari. Berdasarkan data nilai growth rate pada
setiap ruang penyimpanan tersebut, dapat dilihat bahwa nilai growth rate

31
tertinggi terdapat pada ruang penyimpanan inkubator, sedangkan nilai
growth rate terendah terdapat pada ruang penyimpanan kulkas. Setelah itu,
Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh dari berbagai jenis ruang penyimpanan
terhadap doubling time mikroorganisme dengan waktu pengamatan selama
3 hari. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa pada ruang
penyimpanan safety cabinet, didapatkan doubling time sebesar 1,5732 hari;
pada ruang penyimpanan kulkas, didapatkan doubling time sebesar 1,6168
hari; dan pada ruang penyimpanan inkubator, didapatkan doubling time
sebesar 1,5538 hari. Berdasarkan data nilai doubling time pada setiap ruang
penyimpanan tersebut, dapat dilihat bahwa nilai doubling time tertinggi
terdapat pada ruang penyimpanan kulkas, sedangkan nilai doubling time
terendah terdapat pada ruang penyimpanan inkubator.
Aktivitas mikroba umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan, seperti faktor fisika, yaitu suhu, pH, tekanan
osmotik, kandungan oksigen, dan lain-lain (Attoriq & Sodik, 2018 dalam
Jufri, 2020). Ruang penyimpanan yang digunakan untuk penelitian
memiliki suhu yang berbeda-beda. Seperti pada pembahasan 4.1, ruang
penyimpanan yang memiliki suhu paling optimum untuk pertumbuhan
mikroba adalah safety cabinet, sedangkan pada ruang penyimpanan kulkas
berada pada suhu minimum dan pada ruang penyimpanan inkubator berada
pada suhu maksimum. Namun, growth rate yang didapatkan menunjukkan
bahwa growth rate paling optimum berada pada ruang penyimpanan
inkubator. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
mikroba akan tumbuh secara optimal pada suhu 25-35oC pada ruang
penyimpanan safety cabinet yang mempunyai suhu 25-27oC. Seharusnya,
growth rate tertinggi ada pada ruang penyimpanan safety cabinet.
Perbedaan yang terjadi ini dapat dipengaruhi oleh peningkatan suhu yang
menginduksi panas mengakibatkan bakteri merespon kejutan yang
memungkinkan sel untuk beradaptasi dan bertahan melawan kondisi stres
termal (Noor R dkk., 2013). Adapun pengaruh fase pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu fase lag, fase
log/pertumbuhan eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag
merupakan fase penyesuaian bakteri dengan lingkungan yang baru yang
lama fasenya sangat bervariasi, tergantung pada spesies bakteri, kondisi
lingkungan, dan kondisi pertumbuhan sebelumnya. Bervariasinya masa lag
menyebabkan terjadi perbedaan pada nilai growth rate. Pada inkubator,
terdapat pengatur suhu, di mana suhunya 37oC. Hal ini menyebabkan suhu

32
pada inkubator stabil, tidak terlalu jauh dari batas suhu optimum 35oC, dan
memudahkan mikroba untuk beradaptasi dengan cepat dan beralih pada fase
selanjutnya. Lalu, pada kulkas dengan suhu minimum (11-14oC)
menyebabkan pertumbuhan mikroba terhambat dan tidak optimum. Setelah
fase ini, ada fase log dengan sel membelah secara eksponensial. Mikroba
yang cepat dan mudah beradaptasi, akan lebih banyak melakukan
pembelahan sel. Kemudian, ada fase stasioner, di mana tingkat
pertumbuhan melambat dan sebagian besar sel cenderung telah membelah.
Akhirnya, mikroba memasuki fase kematian, di mana akibat akumulasi
metabolit dan kekurangan nutrisi tertentu, sel akhirnya mati (Llorens dkk.,
2010 dalam Altuntas & Korukluoglu, 2019). Selain itu, hubungan growth
rate dengan doubling time tidaklah linear (Mehrara dkk., 2021), melainkan
berbanding terbalik. Growth rate adalah laju pertumbuhan spesifik dalam
jangka waktu tertentu (Akkermans dkk., 2018), sedangkan doubling time
adalah waktu yang dibutuhkan oleh mikroba untuk bertambah secara teratur
menjadi dua kali lipat dari semula (Campbell dkk., 2000 dalam Daulay dkk.,
2018). Hal ini telah sesuai dengan data yang didapatkan. Growth rate
tertinggi berada pada ruang penyimpanan inkubator, yang diikuti dengan
doubling time terendah. Begitu juga sebaliknya, growth rate terendah
berada pada ruang penyimpanan kulkas, yang diikuti dengan doubling time
tertinggi.
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, maka hasil percobaan yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada. Growth rate tertinggi berada
pada ruang penyimpanan inkubator, yang diikuti dengan doubling time
terendah. Begitu juga sebaliknya, growth rate terendah berada pada ruang
penyimpanan kulkas, yang diikuti dengan doubling time tertinggi.
Seharusnya growth rate tertinggi berada pada safety cabinet, yang diikuti
dengan doubling time terendah. Hal ini disebabkan karena inkubator
memiliki suhu yang stabil, tidak terlalu jauh dari batas suhu optimum 35oC,
dan memudahkan mikroba pada fase lag dan mempercepatnya untuk beralih
ke fase log, yang menyebabkan growth rate tinggi dan doubling time
rendah. Lalu, pada kulkas dengan suhu minimum (11-14oC) menjadikan
pertumbuhan mikroba terhambat yang menyebabkan growth rate rendah
dan doubling time tinggi.

33
4.3. Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme
Dari hasil praktikum Pemeriksaan Air yang telah dilakukan,
didapatkan data berupa hubungan radius terhadap pertumbuhan
mikroorganisme dengan variabel konsentrasi desinfektan ekstrak bawang
putih yang berbeda (15%, 45%, 70%) dalam grafik batang, sebagai berikut.

Gambar 4.4 Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme


Gambar 4.4 menunjukkan hubungan pengaruh variabel (konsentrasi
desinfektan) terhadap radius mikroorganisme selama waktu pengamatan,
yaitu 3 hari. Pada percobaan ini, jenis desinfektan yang digunakan adalah
ekstrak bawang putih, dengan variabel konsentrasi 15%, 45%, dan 70%.
Gambar 4.4 di atas menunjukkan nilai radius pertumbuhan koloni pada
masing-masing variabel konsentrasi. Pada ekstrak bawang putih 15%,
radius yang didapatkan sebesar 3,6 cm. Pada ekstrak bawang putih 45%,
radius yang didapatkan sebesar 3,23 cm. Pada ekstrak bawang putih 70%,
radius yang didapatkan sebesar 2,73 cm. Berdasarkan hasil percobaan
tersebut, dapat dilihat adanya fenomena, bahwa semakin kecil konsentrasi
desinfektannya, maka semakin besar radius pertumbuhan
mikroorganismenya.
Bawang putih mengandung senyawa bioaktif yang memiliki
aktivitas antibakteri, yaitu alisin yang merupakan senyawa volatil
mengandung belerang (Harris dkk., 2001 dalam Safithri dkk., 2011). Selain
alisin, sejumlah kecil berupa beberapa tiosulfinat lain dan komponen sulfinil
kompleks, termasuk ajoena antitrombotik juga ada. Enzim allinase
merupakan enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah alliin menjadi
alisin tidak aktif oleh panas. Suhu dehidrasi tidak boleh melebihi 60oC, jika
melebihi suhu tesebut, enzim allinase tidak aktif (Lawson, 1998 dalam

34
Singh & Singh, 2008). Semakin tinggi filtrat bawang putih, maka akan
semakin kuat aktivitas antibakterinya. Alisin mempengaruhi pertumbuhan
bakteri dengan menghambat sintesis DNA dan protein secara parsial dan
juga dengan menghambat sintesis RNA sebagai target utama (Wolde dkk.,
2018). Namun, alisin dalam filtrat bawang putih segar dapat terurai dengan
cepat guna menghasilkan diallil sulfida. Hal tersebut menyebabkan alisin
tidak memiliki sifat antibakteri yang kuat (Verma & Verma, 2008 dalam
Safithri dkk., 2011).
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, maka hasil percobaan yang
didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada. Data yang didapat dari hasil
percobaan menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi desinfektannya,
maka semakin besar radius pertumbuhan mikroorganismenya, atau dengan
kata lain hubungan konsentrasi desinfektan dengan radius pertumbuhan
mikroorganisme berbanding terbalik. Namun, teori yang ada menjelaskan
bahwa semakin besar konsentrasi desinfektannya, maka semakin besar
radius pertumbuhan mikroorganismenya, atau dengan kata lain
hubungannya berbandung lurus. Hal tersebut dapat terjadi karena alisin
yang terdapat di dalam filtrat bawang putih segar mulai terurai dengan cepat
untuk menghasilkan diallil sulfida. Hal tersebut menyebabkan alisin tidak
memiliki sifat antibakteri yang kuat lagi.

35
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Setiap ruang penyimpanan memiliki suhu ruang yang berbeda-beda.
Ruang penyimpanan paling optimum untuk menghasilkan koloni
selama 3 hari waktu pengamatan adalah safety cabinet, diikuti oleh
kulkas, lalu inkubator. Hal ini disebabkan oleh rentang suhu kardinal
yang menentukan optimum atau tidaknya pertumbuhan mikroba.
2. Hubugan antara growth rate dan doubling time adalah berbanding
terbalik. Semakin tinggi growth rate, maka doubling time akan semakin
kecil, begitu pula sebaliknya. Pada percobaan, inkubator merupakan
ruang penyimpanan dengan growth rate tertinggi dan doubling time
terendah. Sementara itu, kulkas merupakan ruang penyimpanan dengan
growth rate terendah dan doubling time tertinggi. Pada teori yang ada,
seharusnya growth rate tertinggi berada pada safety cabinet, yang
diikuti dengan doubling time terendah.
3. Konsentrasi desinfektan sangat berpengaruh terhadap radius
perkembangan mikroba. Jenis desinfektan yang digunakan adalah
ekstrak bawang putih dengan variabel konsentrasi 15%, 45%, dan 70%.
Pada percobaan, hubungan konsentrasi desinfektan dengan radius
pertumbuhan mikroorganisme berbanding terbalik. Namun, pada teori
yang ada, hubungan konsentrasi desinfektan dengan radius
pertumbuhan mikroorganisme berbanding lurus. Penyimpangan
tersebut dapat terjadi karena alisin yang terdapat di dalam filtrat bawang
putih segar mulai terurai dengan cepat.

5.2. Saran
1. Setelah disterilisasi, petridish dipastikan selalu tertutup agar tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme lain.

2. Menurunkan suhu media hingga mencapai suhu ruang kembali sebelum


meletakannya secara terbalik dalam ruang penyimpanan untuk
mencegah terbentuknya uap air pada uji koloni.
3. Memanaskan petridish pada saat menuang media ke dalam petridish
agar meminimalkan bakteri lain masuk ke dalam petridish.

36
DAFTAR PUSTAKA

Akkermans, S., Logist, F. & Impe, J. S. V. (2018). Parameter estimations in


predictive microbiology: Statistically sound modelling of the microbial
growth rate. Food Research International, (106), 1105-1113. Doi:
10.1016/j.foodres.2017.11.083.
Altuntas, S. & Korukluoglu, M. (2019). Growth and effect of garlic (Allium
sativum) on selected beneficial bacteria. Food Science and Technology,
39(4), 897-904. Doi: 10.1590/fst.10618.
Amelia, T. (2017). Buku Ajar Mikrobiologi. Tanjungpinang: Umrah Press.
Arduino, M. J., Bland, L. A., Aguero, S. M. & Favero, M. S. (1991). Effects of
Incubation Time and Temperature on Microbiologic Sampling Procedures for
Hemodialysis Fluids. Journal of Clinical Microbiology, 29(7), 1462-1466.
Diakses dari https://journals.asm.org/journal/jcm.
Daulay, A. D. P S., Effendi, I. & Feliatra, F., 2018. Analisis Mikroskopis
Pertumbuhan Azolla Microphylla Pada Perairan Payau. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau, Pekanbaru.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Jambatan.
Environmental Health and Safety. (2020). Working in a Biosafety Cabinet. Lincoln:
University of Nebraska. Diakses dari http://ehs.unl.edu.
Evans, J. A., Foster, A. M. & Brown, T. (2014). Temperature Control in Domestic
Refrigerators and Freezers. 3rd IIR International Cold Chain Conference, 1-
8. Diakses dari http://sciencedirect.com.
Hamdiyati, Y. 2011. Diktat Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Herawati, D., Yuntarso, A. (2017). Penentuan dosis kaporit sebagai desinfektan
dalam Menyisihkan konsentrasi ammonium Pada air kolam renang. Jurnal
SainHealth, 1(2). Diakses dari https://scholar.google.com/.
Hidayati, Ika, P. (2016). Diktat Kuliah; Mikrobiologi Dasar.
Jufri, R. F. (2020). The Effect of Environmental Factors on Microbial Growth.
Journal La Lifesci, 1(1), 12-17. Diakses dari http://sciencedirect.com.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Peraturan Menkes tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum
(Permenkes Nomor 32 Tahun 2017). Jakarta, DKI: Penulis. Diakses dari
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._32_ttg_Stand

37
ar_Baku_Mutu_Kesehatan_Air_Keperluan_Sanitasi,_Kolam_Renang,_Solu
s_Per_Aqua_.pdf.
Mehrara, E., Forssell-Aronsson, E., Ahlman, H. & Bernhardt, P. (2021). Specific
Growth Rate versus Doubling Time for Quantitative Characterization of
Tumor Growth Rate. Cancer Res, 67(8), 3970-3975. Diakses dari
https://cancerres.aacrjournals.org.
Moulia, N.M., Syarief, R., Iriani, E.S., Kusumaningrum, D.H., Suyatma, N.E.
(2018). Antimikroba Ekstrak Bawang Putih. Review. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Nawaz, M. Amjad, dkk. 2013. Genetic Diversity in Hyper Glucose Oxidase
Producing Aspergillus niger UAF Mutants by using Molecular Markers.
University of Agriculture Faisalabad: Pakistan.
Noor, R., Islam, Z., Munshi, S. K. & Rahman, F. (2013). Influence of Temperature
on Escherichia coli Growth in Different Culture Media. Journal of Pure and
Apllied Microbiology, 7(2), 899-904. Diakses dari http://sciencedirect.com.
Octavia, artha dan Sri Wantini. 2017. Perbandingan Pertumbuhan Jamur
Aspergillus flavus Pada Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Media
Alternatif dari Singkong (Manihot esculenta). Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang: Bandar Lampung.
Rumondor, P.P., Porotu’o, J., Waworuntu, O. (2014). Identifikasi bakteri pada
depot air minum isi ulang di kota manado. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2(2).
Diakses dari https://scholar.google.com/.
Safithri, M., Bintang, M. & Poeloengan, M. (2011). Antibacterial Activity of Garlic
Extra Against some Pathogenic Animal Bacteria. Media Peternakan, 34(3),
155-158. Doi: 10.5398/medpet.2011.34.3.155.
Setiani, A.N., Nurwinda, F., Astriany, D. (2018). Pengaruh Desinfektan dan Lama
Perendaman pada Sterilisasi Eksplan Daun Sukun (Artocarpus altilis
(Parkinson ex. F.A Zorn) Fosberg). Journal of Tropical Biology, 6(3). 78-82.
Diakses dari https://scholar.google.com/.
Singh, V. K & Singh, D. K. (2008). Pharmacological Effects of Garlic (Allium
sativum L.). ARBS Annual Review of Biomedical Sciences, 10, 6-26. Doi:
10.5016/1806-8774.2008.v10p6.
Stanaszek-Tomal, E. (2020). Environmental Factors Causing the Development of
Microorganisms on the Surfaces of National Cultural Monuments Made of
Mineral Building Materials. Coatings, 10. Doi: 10.3390/coatings10121203.

38
Sulistyorini, I.S., Edwin, M., Arung, A.S. (2016). Analisis kualitas air pada sumber
mata air di kecamatan Karangan dan kaliorang kabupaten kutai timur. Jurnal
Hutan Tropis, 4(1), 64-76. Diakses dari https://scholar.google.com/.
Susana, T. (2003). Air sebagai sumber kehidupan. Oseana, 28(3), 17-25. Diakses
dari https://scholar.google.com/.
Sutton, S. (2010). The Most Probable Number Method and Its Uses in Enumeration,
Qualification, and Validation. Journal of Validation Technology, 35-38.
Diakses dari http://sciencedirect.com.
Tyas, D. E., Widyorini, N. & Solichin, A. (2018). Perbedaan Jumlah Bakteri dalam
Sedimen pada Kawasan Bermangrove dan Tidak Bermangrove di Perairan
Desa Bedono, Demak. Journal of Maquares, 7(2), 189-196. Doi:
10.14710/marj.v7i2.22541.
Warlina, L. (2004). Pencemaran Air: Sumber, Dampak, dan Penanggulangannya.
Makalah Pribadi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wolde, T., Kuma, H., Trueha, K. & Yabeker, A. (2018). Anti-Bacterial Activity of
Garlic Extract against Human Pathogenic Bacteria. Journal of
Pharmacovigilance, 6(1). Doi: 10.4172/2329-6887.1000253.
Yusmaniar, Wardiyah & Nida, K. 2017. Mikrobiologi dan Parasitologi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Zion National Park. (2014). What is Microorganism?. United State:National Park
Service.

39
RINGKASAN
Mikroorganisme ada di mana-mana. Hal ini menciptakan persediaan
kontaminan potensial yang berlimpah di laboratorium. Guna memastikan
keberhasilan eksperimen, jumlah kontaminan pada peralatan dan permukaan kerja
harus diminimalkan. Kerja secara steril dan aseptis sangat penting diperhatikan
dalam melakukan praktikum atau penelitian di laboratorium mikrobiologi. Kerja
secara steril berarti bekerja pada kondisi yang terbebas dari semua bentuk
makhluk hidup, khususnya mikroorganisme lain, yang dapat mengganggu
pengamatan penelitian. Adapun tujuan dari praktikum Pemindahan Secara Aseptis,
yaitu dapat menguasai teknik pemindahan jamur dari suatu wadah ke wadah lain
dan memahami berbagai macam proses sterilisasi.
Sterilisasi dalam bidang mikrobiologi dapat didefinisikan sebagai cara
untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroorganisme atau setiap proses yang
dilakukan, terutama mikroorganisme. Pada pengerjaan penelitian ataupun
praktikum dalam bidang mikrobiologi, keadaan steril merupakan syarat utama
dalam keberhasilan pekerjaan di laboratorium. Secara umum, sterilisasi dapat
dilakukan dengan 3 metode, yaitu sterilisasi secara mekanik, sterilisasi secara
fisika, dan sterilisasi secara kimia. Adapun jamur yang digunakan pada praktikum
kali ini adalah Aspergillus niger, yang merupakan jamur ascomycota berfilamen
yang menyebar di lingkungan dan telah terlibat dalam infeksi oportunistik manusia.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Aspergillus niger, media,
HCl, NaOH, dan Asam asetat. Sedangkan alat yang dipakai adalah tabung reaksi,
inoculum, beaker glass, pipet tetes, gelas ukur, kompor listrik, petridish, labu takar
100 ml, kawat ose, dan bunsen. Percobaan dilakukan dengan menyiapkan media
pada wadah, sterilisasi kawat ose, pemindahan Aspergillus niger ke media baru
dengan variabel tabung reaksi miring dan tegak, proses inkubasi, dan pengamatan
setelah proses inkubasi.
Pada pembahasan pengaruh variabel terhadap pertumbuhan aspergillus
niger, didapatkan data bahwa pertumbuhan Aspergillus niger pada tabung reaksi
miring lebih optimal dengan hasil pertumbuhan koloni yang lebih banyak
dibandingkan pada tabung reaksi tegak. Selain itu, pada pemindahan Aspergillus
niger dengan tabung reaksi miring mengalami sporulasi, sementara dengan tabung
reaksi tegak tidak mengalami sporulasi. Hasil percobaan sesuai dengan teori
karena tabung reaksi miring memiliki kondisi aerobik, sehingga Aspergillus niger
memiliki hasil pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan pada tabung reaksi
tegak. Lalu, pada pembahasan metode pemindahan Aspergillus niger, diketahui
bahwa setiap mikroorganisme memiliki cara pemindahannya masing-masing, tak
terkecuali untuk Aspergillus niger. Beberapa metode pemindahannya, antara lain
streak plate procedure (metode gores), pour plate procedure (metode tuang), dan
spread plate procedure (metode sebar).
Pada praktikum ini dapat disimpulkan beberapa hal. Aspergillus niger
tumbuh lebih baik pada media PDA dengan tabung reaksi miring dibandingkan
dengan tabung reaksi tegak karena Aspergillus niger dapat tumbuh secara
optimum pada kondisi aerobik. Lalu, pemindahan Aspergillus niger dapat
dilakukan dengan menggunakan metode streak plate procedure (metode gores),
metode pour plate procedure (metode tuang), dan metode spread plate procedure
(metode sebar). Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu metode pemindahan
jamur Aspergillus niger ke media baru dapat ditambahkan metode lain sebagai
suatu variabel, memastikan media sudah dalam keadaan padat pada saat
memindahkan jamur Aspergillus niger dengan metode gores, dan menghindari
kontak antara media yang telah diberi jamur Aspergillus niger dengan media lain
agar tidak saling mengontaminasi.

40
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik pemindahan aseptis merupakan salah satu teknik dasar di
dalam analisa mikrobiologi. Sebelum melakukan proses pembuatan kultur
biakan murni, seluruh peralatan yang akan digunakan harus dalam keadaan
steril. Kemudian, alat-alat yang telah steril tersebut digunakan dan ditangani
berdasarkan teknik aseptik untuk meminimalisir peluang masuknya
mikroorganisme jenis lain ke dalam kultur biakan murni. Teknik ini
bermanfaat untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang
tidak diinginkan pada kultur biakan murni (Mayasari, 2020).
Salah satu metode dalam mikrobiologi adalah kerja secara steril.
Kerja secara steril dan aseptis sangat penting diperhatikan dalam melakukan
praktikum atau penelitian di laboratorium mikrobiologi. Kerja secara steril
berarti bekerja pada kondisi yang terbebas dari semua bentuk makhluk
hidup, khususnya mikroorganisme lain, yang dapat mengganggu
pengamatan penelitian. Kerja secara aseptis juga bekerja pada kondisi yang
tercegah dari serangan agen infeksi yang dapat menginfeksi jaringan atau
material yang steril (Mayasari, 2020).
Berdasarkan teknik transfer aseptis, ada beberapa teknik yang harus
dipahami, yaitu sebagai berikut (Mayasari, 2020).
1. Inoculating (inokulasi) dengan jarum ose
2. Pipetting (mentransfer dengan pipet)
3. Alkohol flamming (mentranfer dengan folsep yang dibakar dengan
alkohol)

1.2 Rumusan Masalah


Mikroorganisme ada di mana-mana, seperti di udara, tanah, air,
tubuh manusia, serta di permukaan benda mati, contohnya bangku
laboratorium dan keyboard komputer. Keberadaan mikroba di mana-mana
ini menciptakan persediaan kontaminan potensial yang berlimpah di
laboratorium. Pada berbagai percobaan dalam mikrobiologi, teknik yang
melibatkan pengukuran dan transfer kultur umum dilakukan. Selain itu,
tentunya dalam menumbuhkan dan mempelajari sifat-sifat suatu
mikroorganisme akan diperlukan suatu media sebagai tempat pertumbuhan
mikroorganisme tersebut. Guna memastikan keberhasilan eksperimen,
jumlah kontaminan pada peralatan dan permukaan kerja harus

41
diminimalkan. Cara melakukan teknik tersebut tanpa mengontaminasi
media steril adalah dengan menyiapkan ruang kerja yang steril; pengaturan
yang tepat dan pembacaan instrumen yang akurat untuk pemindahan cairan
secara aseptik; serta memanipulasi instrumen, labu kultur, botol, dan tabung
dalam bidang steril (Sanders, 2012).

Pada penelitian Rathod et al., (2015) ditemukan bahwa dengan


penambahan disinfektan alami akan menghasilkan aktivitas anti jamur
terhadap Aspergillus niger, sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat
menurun. Oleh karena itu, pada percobaan ini akan dikaji pengaruh
penembahan ekstrak lidah buaya pada pertumbuhan jamur Aspergillus
niger secara aseptis pada media PDA.
Seperti pada prosedur penelitian, mikroorganisme yang akan
digunakan perlu dipindahkan dari biakan murninya ke dalam media baru.
Pemindahan suatu mikroorganisme dari suatu media ke media lain, tentunya
perlu dilakukan secara steril dan aseptis. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
kontaminasi dari lingkungan sekitar mikroorganisme. Selain itu, lingkungan
yang steril dan aseptis ini mampu memaksimalkan pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih
maksimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan percobaan untuk mengkaji dan
mempelajari teknik pemindahan mikroorganisme (jamur) dari suatu wadah
ke wadah lain dan berbagai macam proses sterilisasi yang dapat digunakan.

1.3 Tujuan Praktikum


1. Dapat menguasai teknik pemindahan jamur Aspergillus niger dari suatu
wadah ke wadah lain.
2. Memahami berbagai macam proses sterilisasi.

1.4 Manfaat Praktikum


1. Mahasiswa mampu menguasai teknik pemindahan jamur Aspergillus
niger dari suatu wadah ke wadah lain.
2. Mahasiswa mampu memahami berbagai macam proses sterilisasi.

42
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sterilisasi


Sterilisasi dalam bidang mikrobiologi dapat didefinisikan sebagai
cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroorganisme atau setiap
proses yang dilakukan, baik secara mekanik, fisika, dan kimia untuk
membunuh semua bentuk kehidupan, terutama mikroorganisme. Pada
pengerjaan penelitian ataupun praktikum dalam bidang mikrobiologi,
keadaan steril merupakan syarat utama dalam keberhasilan pekerjaan di
laboratorium (Hafsan, 2014). Maka dari itu, sterilisasi dalam bidang
mikrobiologi harus dipahami dan dilakukan secara tepat agar hasil
pengerjaan penelitian ataupun praktikum dapat lebih maksimal.
Adapun beberapa variabel yang dapat mempengaruhi proses
sterilisasi, antara lain kekeringan alat yang akan disterilisasi, temperatur,
dan kelembapan di sekitar area proses. Alat yang akan disterilisasi harus
benar-benar disiapkan, kemudian dimasukkan sepenuhnya ke dalam alat
sterilisasi. Selain itu, agen stetrilisasi juga harus dimasukkan dengan benar
ke dalam sistem. Terakhir, kondisi alat, protokol perawatan, dan metode
sterilisasi yang digunakan juga perlu diperhatikan agar proses sterilisasi
dapat berjalan dengan maksimal (Nikhilesh dkk., 2013).

2.2 Metode Sterilisasi


Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode yang ada.
Namun, metode sterilisasi dalam bidang mikrobiologi yang dilakukan,
tergantung pada variabel jenis, macam, dan sifat alat maupun bahan yang
disterilkan, seperti ketahanan terhadap panas, wujud padat, wujud cair,
bentuk, ukuran, dan sebagainya (Hafsan, 2014). Pemilihan metode
sterilisasi ini bertujuan agar tidak memberikan dampak atau efek tersendiri
pada alat dan bahan yang disterilisasikan tersebut.
Menurut Murtius (2018), secara umum, sterilisasi dapat dilakukan
dengan 3 metode, yaitu sterilisasi secara mekanik, sterilisasi secara fisika,
dan sterilisasi secara kimia.
1. Sterilisasi Secara Mekanik
Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan menggunakan saringan
berpori yang sangat kecil, yang disebut dengan mikrofilter. Saringan
mikrofilter biasanya berukuran ± 0,22-0,45 mikron, sehingga mikroba

43
akan tertahan pada saringan tersebut. Mikrofilter tersebut berkerja
dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum. Pada sterilisasi ini, bakteri
dapat tertahan di saringan, tetapi virus tidak dapat tersaring. Selain itu,
sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas dan mudah
menguap, seperti vitamin, larutan enzim, dan antibiotik.
2. Sterilisasi Secara Fisika
a. Pemanasan
• Sterilisasi kering (panas kering)
- Pemijaran
Pemijaran merupakan suatu kegiatan membakar langsung
alat-alat seperti ujung ose, ujung pinset, ujung spatula yang
berbahan logam. Pemijaran dilakukan sampai alat-alat
tersebut berwarna merah pijar.
- Flaming (jilatan api)
Alat-alat seperti kaca objek, cawan petri yang telah berisi
media, mulut erlenmeyer yang berisi media, dan jarum
cukup dilakukan jilatan api atau melewatkan alat tersebut
pada nyala api bunsen. Artinya alat-alat tersebut hanya
mengalami jilatan api dan tidak sampai memijar.
- Udara panas
Umumnya sterilisasi kering dilakukan dengan cara ini,
dimana alat yang digunakan adalah oven. Suhu yang biasa
digunakan 160-180oC selama 1-2 jam. Sterilisasi kering
dengan oven ini baik dilakukan terhadap alat-alat kering
yang terbuat dari kaca, yang tidak menjadi rusak, menyala,
hangus atau menguap pada suhu tinggi.
• Sterilisasi basah (panas basah)
- Uap mengalir (tyndalisasi)
Uap mengalir merupakan sterilisasi dengan menggunakan
uap pada suhu 100oC yang dialirkan pada benda yang
disterilkan secara berulang-ulang (tiga sampai empat kali
beberapa menit) dengan selang waktu 24 jam. Cara ini
dikenalkan oleh John Tyndall (1820-1893).
- Penggodokkan dalam air
Penggodokan dilakukan untuk mematikan mikroorganisme
yang tidak berspora. Penggodogan dalam air mendidih atau
mencapai suhu 100oC, hanya selama 5 menit biasanya sudah

44
cukup mensterilkan untuk peralatan rumah tangga, asalkan
air benar-benar kontak secara langsung dengan alat tersebut,
tidak hanya bagian luar atau permukaan saja, tetapi sampai
ke bagian dalam. Penggodogan dapat dilakukan dengan
waterbath.
- Uap bertekanan
Autoklaf merupakan alat yang digunakan dalam sterilisasi
menggunakan uap bertekanan. Pada autoklaf, uap berada
dalam keadaan jenuh. Peningkatan tekanan mengakibatkan
suhu yang tercapai menjadi lebih tinggi.
b. Penyinaran
Sterilisasi secara fisik dapat juga dilakukan dengan penyinaran sinar
UV (ultra violet). Biasanya, safety cabinet akan dilengkapi dengan
lampu UV guna mensterilkan permukaan interiornya atau untuk
mencegah kontaminasi selama proses penurunan suhu media atau
alat-alat yang baru dikeluarkan dari oven atau autoklaf sebelum
digunakan. Selain itu, lampu UV juga bisa dipasang dalam sebuah
ruangan untuk mensterilkan ruangan.
3. Sterilisasi Secara Kimia
Biasanya digunakan senyawa desinfektan, antara lain peralatan
besar dengan menggunakan HCl, HgCl2, formalin, phenol, chlorin dan
alkohol; lingkungan dengan menggunakan pestisida dan antiseptis; dan
media dengan natrium thiosulfat. Bahan yang paling banyak digunakan
adalah alkohol, baik untuk mensterilkan alat, tangan pekerja, maupun
meja kerja.

2.3 Aspergillus niger


Aspergillus niger merupakan jenis jamur antagonis yang biasa
digunakan untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen F. oxysporum,
seperti yang dilaporkan oleh Suniti dan Sudarma (2016) dalam Putra et al.
(2020). Aspergillus niger memiliki ciri spora berwarna putih kehitaman
dan intensitas warnanya bertambah pada biakan yang semakin tua. Bentuk
permukaan koloninya timbul dengan tekstur yang halus pada medium
PDA. Aspergillus niger memiliki ciri mikroskopis vesikel yang berbentuk
bulat dengan diameter yang berkisar antara 17,52 sampai 23,4 μm. Pada
permukaan vesikelnya terdapat sterigma kemudian fialid, dimana
konidianya terdapat. Konidianya berbentuk bulat dengan kisaran diameter
antara 3,5 sampai 4,5 μm. Konidioforanya panjang dan berbentuk

45
silinder serta tidak berwarna (hialin) (Putra et al., 2016).
Aspergillus niger paling banyak dikenal karena perannya sebagai
penghasil asam sitrat. Produksi asam sitrat yang lebih dari satu juta metrik
ton per tahun, menjadikan produksi asam sitrat Aspergillus niger berfungsi
sebagai model proses fermentasi jamur. Aspergillus niger juga merupakan
organisme model penting untuk beberapa bidang penelitian, seperti studi
sekresi protein eukariotik secara umum, efek dari berbagai faktor
lingkungan dalam menekan atau memicu ekspor berbagai enzim
pendegradasi biomassa, mekanisme molekuler yang penting untuk
pengembangan proses fermentasi, dan mekanisme yang terlibat dalam
kontrol morfologi jamur. Selain itu, berbagai enzim dari Aspergillus niger
ini juga penting dalam industri bioteknologi dan mikrobiologi (Baker,
2006).

46
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Rancangan Praktikum


3.1.1 Skema Rancangan Percobaan

Larutan media dituang ke dalam


petridish, diamkan hingga memadat.

Sterilisasi kawat osse:


Ujung kawat osse dibakar dengan
bunsen, dicelupkan ke dalam HCl, dan
kemudian dibakar lagi dengan bunsen.

Pemindahan Aspergillus niger


menggunakan kawat osse yang sudah
disterilisasi dari biakan murni ke media
baru.

Media dimasukkan ke dalam inkubator.


Inkubasi dilakukan selama 3 hari.

Kenampakkan media setelah inkubasi


diamati.

Gambar 3.1 Skema Rancangan Percobaan


3.1.2 Variabel Operasi
a. Variabel Bebas : Tabung reaksi miring dan tegak
b. Variabel Terikat : Kenampakkan media setelah inkubasi

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan
1. Aspergillus niger
2. Media PDA
3. HCl
4. NaOH
5. Asam asetat

47
3.2.2 Alat
1. Tabung reaksi
2. Inokulum
3. Beaker glass
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur
6. Kompor listrik
7. Petridish
8. Labu takar 100 ml
9. Kawat ose
10. Bunsen

3.3 Gambar Alat


Tabel 3.1 Gambar Alat yang Digunakan
No. Nama Alat Gambar Alat
1. Tabung reaksi

2. Inokulum

3. Beaker glass

4. Pipet tetes

5. Gelas ukur

6. Kompor listrik

48
7. Petridish

8. Labu takar 100 ml

9. Kawat ose

10. Bunsen

3.4 Prosedur Percobaan


1. Biarkan media dalam tabung memadat (untuk media miring, sebelum memadat
kedudukan tabung reaksi dibuat miring di bawah 45°C, kemudan dibiarkan
sampai memadat).
2. Menyiapkan kawat osse, bunsen dan HCl.
3. Mensterilkan kawat osse: Panaskan kawat osse menggunakan bunsen
kemudian memasukkan kawat osse yang telah dipanaskan ke larutan HCl
kemudian panaskan kawat osse lagi.
4. Memindahkan mikroorganisme dari biakan murni yang tersedia menggunakan
kawat osse yang sudah disterilisasi ke media baru dalam tabung reaksi.
5. Untuk media dalam tabung, gunakan penutup tabung.
6. Simpan dalam ruang inkubasi selama waktu inkubasi 3 hari. Mengamati
kenampakan setelah waktu inkubasi.

49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger


Dari hasil praktikum Pemindahan Secara Aseptis yang telah
dilakukan dengan sampel Aspergillus niger, didapatkan data berupa
hubungan antara variabel berupa tabung reaksi miring dan tegak terhadap
pertumbuhan Aspergillus niger dengan tabel sebagai berikut.
Variabel Pertumbuhan Koloni
Tabung reaksi miring Banyak tumbuh
Tabung reaksi tegak Sedikit tumbuh
Tabel 4.1 Pengaruh Variabel terhadap Pertumbuhan Aspergillus niger
Tabel 4.1 menunjukkan pengaruh variabel tabung reaksi miring dan
tabung reaksi tegak terhadap pertumbuhan Aspergillus niger dari hasil
percobaan yang telah dilakukan. Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat
dilihat bahwa pertumbuhan Aspergillus niger pada tabung reaksi miring
lebih optimal dibandingkan pada tabung reaksi tegak. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pertumbuhan koloni yang lebih banyak dibandingkan pada
tabung reaksi tegak. Selain itu, pada pemindahan Aspergillus niger dengan
tabung reaksi miring mengalami sporulasi, sementara dengan tabung reaksi
tegak tidak mengalami sporulasi.
Pada proses pertumbuhan mikroorganisme yang dilakukan pada
tabung reaksi tegak, dilakukan untuk mendapatkan sampel tanpa
mengumpulkan gas di atas media. Mikroorganisme tersebut akan tumbuh di
atas agar sampai ke dasar tabung sesuai dengan tusukan yang diberikan.
Oleh sebab itu, mikroorganisme pada tabung reaksi tegak akan bersifat
anaerob fakultatif. Lalu, pada tabung reaksi miring, mikroorganisme akan
tumbuh di atas permukaan agar, tetapi tidak ada mikroorganisme yang
tembus ke bawah permukaan agar. Oleh sebab itu, pada tabung reaksi
miring, mikroorganisme akan ada pada kondisi aerobik (Zeikus & Wolfe,
1971). Sementara itu, berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, koloni
Aspergillus niger lebih banyak tumbuh pada tabung reaksi miring.
Pertumbuhan Aspergillus niger ini sangat dipengaruhi oleh kadar oksigen
pada lingkungannya. Hal itu terjadi karena Aspergillus niger merupakan
mikroorganisme aerobik (David dkk., 2003).
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, maka hasil percobaan yang
didapatkan telah sesuai dengan teori yang ada. Aspergillus niger dapat

50
tumbuh optimal pada kondisi aerobik. Hasil percobaan sesuai dengan teori
karena tabung reaksi miring memiliki kondisi aerobik, sehingga
mikroorganisme Aspergillus niger memiliki hasil pertumbuhan yang lebih
baik dibandingkan pada tabung reaksi tegak.

4.2. Metode Pemindahan Aspergillus niger


Mikroorganisme hadir di semua permukaan benda mati dan
menciptakan sumber kontaminasi di mana-mana. Setiap mikroorganisme
memiliki cara pemindahannya masing-masing, tak terkecuali untuk
Aspergillus niger. Keberhasilan eksperimental bergantung pada
kemampuan untuk mensterilkan permukaan dan peralatan kerja, serta
mencegah kontak instrumen dan larutan steril dengan permukaan yang tidak
steril (Sanders, 2012). Beberapa metode pelapisan yang biasa digunakan di
laboratorium untuk mengisolasi, menyebarkan, atau menghitung
mikroorganisme antara lain sebagai berikut.
A. Streak Plate Procedure (Metode Gores)

Gambar 4.1 Metode Gores


Metode gores dirancang untuk mengisolasi kultur bakteri atau
koloni murni dari populasi campuran dengan pemisahan mekanis
sederhana. Koloni tunggal terdiri dari jutaan sel yang tumbuh dalam
kelompok di atas atau di dalam cawan agar. Melalui metode ini,
campuran sel disebarkan di atas permukaan media agar semi padat
dalam petridish dan semakin sedikit sel bakteri yang disimpan pada
titik-titik yang terpisah jauh di permukaan media, setelah proses
inkubasi berkembang menjadi koloni.

51
B. Pour Plate Procedure (Metode Tuang)

Gambar 4.2 Metode Tuang


Metode ini dilakukan dimana sejumlah kecil inokulum dari
budaya kaldu ditambahkan dengan pipet ke tengah cawan petri. Media
agar yang telah dicairkan dan didinginkan dalam tabung reaksi atau
botol, kemudian dituangkan ke dalam cawan petri yang berisi
inokulum. Cawan diputar perlahan untuk memastikan bahwa kultur
dan media tercampur secara menyeluruh dan media menutupi cawan
secara merata. Sebagian besar koloni tumbuh dalam medium dan
berukuran kecil tumbuh di permukaan dan memiliki ukuran serta
penampilan yang sama dengan yang ada di pelat coretan. Jika
pengenceran dan volume inokulum biasanya 1 cm³ diketahui, maka
jumlah sampel yang layak dapat ditentukan (Buddas et al., 2016).
C. Spread Plate Procedure (Metode Sebar)

Gambar 4.3 Metode Sebar


Metode sebar biasanya digunakan untuk memisahkan
mikroorganisme yang terkandung dalam volume sampel kecil yang
tersebar di permukaan suatu piring agar dan menghasilkan
pembentukan koloni diskrit yang tersebar merata di seluruh permukaan
agar.
(Sanders, 2012)

52
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Jamur Aspergillus niger tumbuh lebih baik pada media PDA dengan
tabung reaksi miring dibandingkan dengan tabung reaksi tegak. Hal ini
disebabkan Aspergillus niger dapat tumbuh secara optimum pada
kondisi aerobik.
2. Teknik pemindahan jamur Aspergillus niger dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu metode pelat tuang, pelat sebar, dan metode pelat gores.

5.2. Saran
1. Metode untuk memindahkan jamur Aspergillus niger ke dalam media
baru dapat ditambahkan metode lain sebagai suatu variabel, salah
satunya metode sebar.
2. Memastikan media sudah dalam keadaan padat pada saat memindahkan
jamur Aspergillus niger dengan metode gores.
3. Menghindari kontak antara media yang telah diberi jamur Aspergillus
niger dengan media lain agar tidak saling mengontaminasi.
4. Menggunakan metode pemindahan Aspergillus niger yang lainnya.

53
DAFTAR PUSTAKA

Baker, S. E. (2006). Aspergillus niger genomics: Past, present and into the future.
Medical Mycology September, (44). Doi: 10.1080/13693780600921037.
Burdass, D., Grainger, J. dan Hurst, J. 2016. Basic Practical Microbiology - A Manual.
London: Microbiology Society.
David, H., Akesson, M., Nielsen, J. (2003). Reconstruction of the central carbon
metabolism of Aspergillus niger. Eur. J. Biochem, 270, 4243–4253. Doi:
0.1046/j.1432-1033.2003.03798.x
Hafsan, (2014). Mikrobiologi Analitik. Makassar: Alauddin University Press.
Mayasari, U. (2020). Diktat Mikrobiologi. Medan: Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara.
Murtius, W. S. 2018. Modul Praktek Dasar Mikrobiologi. Padang: Universitas
Andalas.
Nikhilesh, B., Sachin, Z. A., Vishal, T. & Dipesh, J. (2013). A Review: Steam
Sterilization A Method of Sterilization. Journal of Biological & Scientific
Opinion, 1(2), 138-141. Doi: 10.7897/2321–6328.01222.
Refai, M., El-Yazid, H. A. & Hassan, A. (2014). Monograph on Aspergillus and
Aspergillosis in man, animals and birds. A guide for classification and
identification of aspergilli, diseases caused by them, diagnosis and
treatment, 1-169. Diakses dari http://sciencedirect.com.
Sanders, E. R. (2012). Aseptic Laboratory Techniques: Volume Transfers with
Serological Pipettes and Micropipettors. Journal of Visualized
Experiments, (63), 1-12. Doi: 10.3791/2754.
Zeikus, J.G., Wolfe, R.S. (1972). Methanobacterium thermoautotrophicus sp. n.,
an Anaerobic, Autotrophic, Extreme Thermophile. Journal of
Bacteriology, 109(2), 707-713.

54
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM BIOPROSES

Materi :

Pemeriksaan Air dan Perpindahan Secara Aseptis

Group :

Perbaikan

Anggota : 1. Faizhal Dimas Leksono (21030118130095)


2. M. Wahyu Fahrudin (21030118190093)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
INDUSTRI DEPARTEMEN TEKNIK
KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021

A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
Pemeriksaan Air
1. Mampu mengkaji pengaruh berbagai jenis ruang penyimpanan (safety
kabinet, kulkas, inkubator) terhadap jumlah koloni.
2. Mampu menentukan growth rate dan doubling time pertumbuhan
koloni.
3. Mampu membandingkan radius perkembangan mikroba dengan
konsentrasi disinfektan (ekstrak bawang putih 15%, 45%, 70%).
Pemindahan Secara Aseptis
1. Dapat menguasai teknik pemindahan jamur Aspergillus niger dari suatu
wadah ke wadah lain.
2. Memahami berbagai macam proses sterilisasi.

II. PERCOBAAN
2.1. Bahan yang Digunakan
Pemeriksaan Air
1. Air Masjid Gunungpati
2. Aquadest
3. Media PDA
4. Ekstrak Bawang Putih
5. NaOH
6. Asam asetat
Pemindahan Secara Aseptis
1. Aspergillus niger
2. Media PDA
3. HCl
4. NaOH
5. Asam asetat

2.2. Alat yang Dipakai


Pemeriksaan Air
1. Beaker glass
2. Petridish
3. Erlenmeyer
4. Pengaduk
5. Kompor listrik
6. Pipet tetes

A-1
7. Labu takar 100 ml
Pemindahan Secara Aseptis
1. Tabung reaksi
2. Inokulum
3. Beaker glass
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur
6. Kompor listrik
7. Petridish
8. Labu takar 100 ml
9. Kawat ose
10. Bunsen

2.3. Cara Kerja


Pemeriksaan Air
2.3.1. Langkah-langkah pendahuluan:
1. Menyiapkan alat yang sudah disterilisasi.
2. Mengencerkan air masjid Gunungpati dengan cara
mengambil 10 ml air masjid Gunungpati kemudian
diencerkan 100 ml, dan dari 100 ml diambil 10 ml lalu
diencerkan lagi menjadi 100 ml.
3. Lanjutkan sampai didapatkan 4 kali pengenceran.
4. Menyiapkan media, mengambil 3,9 gram Media
kemudian dilarutkan dengan aquadest kurang lebih 10
ml.
5. Panaskan 70 ml aquadest hingga mendidih.
6. Masukkan larutan media ke dalam air mendidih hingga
larut (± 1 menit).
7. Membagi media ke dalam petridish secara merata.
2.3.2. Langkah-langlah percobaan Pemeriksaan Air:
1. Uji Koloni
a. Persiapkan alat, bahan, dan media yang akan
digunakan.
b. Biarkan media dalam petridish sampai setengah
padat kemudian taburi dengan air masjid Gunungpati
yang sudah diencerkan secara merata ke permukaan

A-1
media menggunakan pipet tetes yang sudah
disterilisasi.
c. Simpan dalam ruang inkubasi dengan cara dibalik
peletakannya selama 3 hari, lakukan juga pada
berbagai ruang penyimpanan sesuai dengan data
pada LKR (Safety Kabinet, kulkas, inkubator).
d. Menghitung jumlah koloni terbanyak dan tersedikit
(dihitung biasa), kemudian dicari rata-ratanya.

e. Menghitung growth rate atau nilai laju pertumbuhan


spesifik (μ) dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:
μ = laju pertumbuhan spesifik
x = konsentrasi sel pada t tertentu
x0 = konsentrasi sel awal
t = waktu yang dibutuhkan
Sedangkan doubling time tersebut dapat dirumuskan
menjadi:

Keterangan:
td = doubling time
μ = laju pertumbuhan spesifik
ln 2 = konsentrasi sel (saat penggandaan)
2. Uji Desinfektan
a. Biarkan Media dalam petridish sampai setengah
padat kemudian taburi dengan air masjid Gunungpati
yang sudah diencerkan secara merata ke permukaan
Media menggunakan pipet tetes yang sudah
disterilisasi.

A-1
b. Biarkan Media dalam petridish memadat kemudian
buat lubang kecil pada tengah-tengah Media tersebut.
Kemudian teteskan ekstrak bawang putih.
c. Simpan dalam ruang inkubasi selama 3 hari.

d. Mencatat radius pertumbuhan diukur dari lubang


yang dibuat (radius terjauh,radius terdekat, dan rata-
rata).
Pemindahan Secara Aseptis
1. Biarkan media dalam tabung memadat (untuk media miring,
sebelum memadat kedudukan tabung reaksi dibuat miring di
bawah 45°C, kemudan dibiarkan sampai memadat).
2. Menyiapkan kawat osse, bunsen, dan HCl.
3. Mensterilkan kawat osse: Panaskan kawat osse menggunakan
bunsen kemudian memasukkan kawat osse yang telah
dipanaskan ke larutan HCl kemudian panaskan kawat osse lagi.
4. Memindahkan mikroorganisme dari biakan murni yang tersedia
menggunakan kawat osse yang sudah disterilisasi ke media baru
dalam tabung reaksi.
5. Untuk media dalam tabung, gunakan penutup tabung.
6. Simpan dalam ruang inkubasi selama waktu inkubasi 3 hari.
Mengamati kenampakan setelah waktu inkubasi.

2.4. Hasil Percobaan


Pemeriksaan Air
2.4.1. Uji Koloni
Jumlah Koloni
Rata-Rata Jumlah Koloni Total
Variabel Terbanyak Tersedikit
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Safety
15 38 66 9 16 24 12 27 45 7.630.200 17.167.950 28.613.250
cabinet
Kulkas 15 26 50 6 19 26 10,5 22,5 38 6.676.425 14.306.625 24.162.300
Inkubator 11 25 46 5 11 15 8 18 30,5 5.086.800 11.445.300 19.393.425

A-1
2.4.2. Uji Desinfektan
Variabel Jumlah Koloni
Rata-rata
(Bawang Terjauh Terdekat
Putih) I II III I II III I II III
15% 7 7 8 0,2 0,1 0,1 3,4 3,45 3,95
45% 5 7 8 0,3 0,2 0,1 2,35 3,4 3,95
70% 5 5 7 0,3 0,2 0,1 2,35 2,4 3,45
Pemindahan Secara Aseptis
Variabel Pertumbuhan Koloni
Tabung reaksi miring Banyak tumbuh
Tabung reaksi tegak Sedikit tumbuh

Semarang, 8 Oktober 2021

PRAKTIKAN PRAKTIKAN ASISTEN

M. Wahyu Fahrudin Fitra Adami


Faizhal Dimas L.

NIM. 21030118190093 NIM. 21030118130146


NIM. 21030118130095

A-1
LEMBAR PERHITUNGAN

A. Perhitungan Jumlah Koloni Total


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 +𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑘𝑖𝑡
Rata-rata jumlah koloni =
2

Jumlah koloni total = rata-rata jumlah koloni × luas petridish × fp


Luas petridish = 63,585 cm2
fp = 104
1. Variabel 1 (Safety Cabinet)
a. Hari ke-1
Jumlah koloni terbanyak = 15
Jumlah koloni tersedikit =9
Rata-rata jumlah koloni = 15 + 9 = 12
2

Jumlah koloni total = 12 × 63,585 × 104


= 7.630.200
b. Hari ke-2
Jumlah koloni terbanyak = 38
Jumlah koloni tersedikit = 16
Rata-rata jumlah koloni = 38 + 16 = 27
2

Jumlah koloni total = 27 × 63,585 × 104


= 17.167.950
c. Hari ke-3
Jumlah koloni terbanyak = 66
Jumlah koloni tersedikit = 24
Rata-rata jumlah koloni = 66 + 24 = 45
2

Jumlah koloni total = 45 × 63,585 × 104


= 28.613.250
2. Variabel 2 (Kulkas)
a. Hari ke-1
Jumlah koloni terbanyak = 15
Jumlah koloni tersedikit =6
Rata-rata jumlah koloni = 15 + 6 = 10,5
2

Jumlah koloni total = 10,5 × 63,585 × 104


= 6.676.425
b. Hari ke-2
Jumlah koloni terbanyak = 26

B-1
Jumlah koloni tersedikit = 19
Rata-rata jumlah koloni = 26 + 19 = 22,5
2

Jumlah koloni total = 22,5 × 63,585 × 104


= 14.306.625
c. Hari ke-3
Jumlah koloni terbanyak = 50
Jumlah koloni tersedikit = 26
Rata-rata jumlah koloni = 50 + 26 = 38
2

Jumlah koloni total = 38 × 63,585 × 104


= 24.162.300
3. Variabel 3 (Inkubator)
a. Hari ke-1
Jumlah koloni terbanyak = 11
Jumlah koloni tersedikit =5
Rata-rata jumlah koloni = 11 + 5 = 8
2

Jumlah koloni total = 8 × 63,585 × 104


= 5.086.800
b. Hari ke-2
Jumlah koloni terbanyak = 25
Jumlah koloni tersedikit = 11
Rata-rata jumlah koloni = 25 + 11 = 18
2

Jumlah koloni total = 18 × 63,585 × 104


= 11.445.300
c. Hari ke-3
Jumlah koloni terbanyak = 46
Jumlah koloni tersedikit = 15
Rata-rata jumlah koloni = 46 + 15 = 30,5
2

Jumlah koloni total = 30,5 × 63,585 × 104


= 19.393.425

B. Perhitungan Growth Rate dan Doubling Time


ln 𝑥−ln 𝑥0
Growth rate = 𝜇 =
𝑡

Keterangan:
µ = laju pertumbuhan spesifik
x = konsentrasi sel pada t tertentu

B-1
x0 = konsentrasi sel awal
t = waktu yang dibutuhkan = 3 hari
ln 2
Doubling time = 𝑡𝑑 =
𝜇

Keterangan:
td = doubling time
µ = laju pertumbuhan spesifik
ln 2 = konsentrasi sel (saat penggandaan)
1. Variabel 1 (Safety Cabinet)
x = 28.613.250
x0 = 7.630.200
ln 28.613.250 − ln 7.630.200
Growth rate = = 0,4406/ℎ𝑎𝑟𝑖
3

Doubling time = ln 2
= 1,5732 ℎ𝑎𝑟𝑖
0,4406

2. Variabel 2 (Kulkas)
x = 24.162.300
x0 = 6.676.425
ln 24.162.300 − ln 6.676.425
Growth rate = = 0,4287/ℎ𝑎𝑟𝑖
3

Doubling time = ln 2
= 1,6168 ℎ𝑎𝑟𝑖
0,4287

3. Variabel 3 (Inkubator)
x = 19.393.425
x0 = 5.086.800
ln 19.393.425 − ln 5.086.800
Growth rate = = 0,4461/ℎ𝑎𝑟𝑖
3

Doubling time = ln 2
= 1,5538 ℎ𝑎𝑟𝑖
0,4461

C. Perhitungan Radius pada Mikroba


𝑟𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑢ℎ−𝑟𝑎𝑑𝑖𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡
Rata-rata radius = (𝑐𝑚)
2

1. Variabel 1 (Bawang Putih 15%)


a. Hari ke-1
Radius terjauh =7
Radius terdekat = 0,2
Rata-rata radius = 7 − 0,2 = 3,4
2

b. Hari ke-2
Radius terjauh =7
Radius terdekat = 0,1

B-1
Rata-rata radius = 7 − 0,1 = 3,45
2

c. Hari ke-3
Radius terjauh =8
Radius terdekat = 0,1
Rata-rata radius = 8 − 0,1 = 3,95
2

2. Variabel 2 (Bawang Putih 45%)


a. Hari ke-1
Radius terjauh =5
Radius terdekat = 0,3
Rata-rata radius = 5 − 0,3 = 2,35
2

b. Hari ke-2
Radius terjauh =7
Radius terdekat = 0,2
Rata-rata radius = 7 – 0,2 = 3,4
2

c. Hari ke-3
Radius terjauh =8
Radius terdekat = 0,1
Rata-rata radius = 8 – 0,1 = 3,95
2

3. Variabel 3 (Bawang Putih 70%)


a. Hari ke-1
Radius terjauh =5
Radius terdekat = 0,3
Rata-rata radius = 5 – 0,3 = 2,35
2

b. Hari ke-2
Radius terjauh =5
Radius terdekat = 0,2
Rata-rata radius = 5 – 0,2 = 2,4
2

c. Hari ke-3
Radius terjauh =7
Radius terdekat = 0,1
Rata-rata radius = 7 – 0,1 = 3,45
2

B-1
LEMBAR DATA PENDUKUNG

Uji Koloni
Rata-Rata Jumlah Koloni Jumlah Koloni Total
Variabel µ (/hari) td (hari)
I II III I II III
Safety 12 27 45 7.630.200 17.167.950 28.613.250 0,4406 1,5732
cabinet
Kulkas 10,5 22,5 38 6.676.425 14.306.625 24.162.300 0,4287 1,6168
Inkubator 8 18 30,5 5.086.800 11.445.300 19.393.425 0,4461 1,5538

Uji Desinfektan
Variabel (Ekstrak Rata-Rata Radius Mikroba (cm)
Bawang Putih) I II III
15% 3,4 3,45 3,95
45% 2,35 3,4 3,95
70% 2,35 2,4 3,45

C-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI
TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO

PRAKTIKUM KE 1
MATERI : Pemeriksaan Air dan Pemindahan Secara Aseptis
HARI : Jumat
TANGGAL : 8 Oktober 2021
KELOMPOK : Perbaikan
NAMA : Faizhal Dimas Leksono NIM. 21030118130095
M. Wahyu Fahrudin NIM. 21030118190093
ASISTEN : Fitra Adami
KUANTITAS REAGEN :

A. PEMERIKSAAN AIR
A) Uji Koloni
❖ Sampel: Air Masjid Gunungpati
❖ Media : PDA
❖ Variabel : Ruang Penyimpanan (Safety Kabinet, kulkas, inkubator)
B) Uji Desinfektan
❖ Sampel: Air Masjid Gunungpati
❖ Media : PDA
❖ Variabel : Konsentrasi Desinfektan (Ekstrak bawang putih
15%, 45%, 70%) basis 5 mL @2 tetes

B. PEMINDAHAN SECARA ASEPTIS


❖ Sampel : Aspergillus Niger
❖ Media : PDA
❖ Variabel : Tabung reaksi miring dan tegak

Panen: Kamis

TUGAS TAMBAHAN:

1. Cari kandungan PDA (tambahkan ke bab 2 PA)


2. Cari kandungan Bawang Putih (tambahkan ke bab 2 PA)
3. Jelaskan kondisi operasi pertumbuhan mikroorganisme (tambahkan ke bab 2 PA)

Semarang, 5 Oktober 2021


Asisten Laboratorium

Fitra Adami
NIM. 21030118130146

D-1

Anda mungkin juga menyukai