Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakterisasi FTIR

Gambar 4.1 Karakterisasi FTIR


Spektrum analisis FT-IR ditunjukkan pada Gambar 1. Puncak karakteristik
alginat/kitosan diperoleh pada 3274.75 cm-1 (regangan OH dan peregangan NH,
tumpang tindih), 1623.26 dan 1415.37 cm-1 (Peregangan –O), 1088.60 cm-1 (peregangan
CO), 1025.75 cm-1 dam 945.57 cm-1 (penekukan C=C), dan 620.75 cm-1 (peregangan
C–) ditunjukkan pada Gambar. 1.27 Gambar. 1 menunjukkan spektrum IR
alginat/suksinil kitosan, dimana setelah pengenalan gugus
suksinil ke dalam kitosan asli, pita serapan dari vibrasi ulur –
OH dan –NH2 (3300–3500 cm−1) menjadi lebih sempit dan bergeser
ke bilangan gelombang yang lebih rendah. Pita serapan baru yang
diamati pada 1417.33 cm-1 dapat dikaitkan dengan peregangan
simetris dari gugus –COO yang menunjukkan keberhasilan
modifikasi kitosan asli dengan suksinat anhidrida. Selain itu,
puncak pada 1602.18 cm−1 (Amide I) kitosan asli meningkat dan
tidak ada pita serapan yang diperoleh pada 1720-1750 cm-1,
memberikan indikasi yang jelas terhadap keberhasilan derivasi
suksinil pada posisi-N kitosan dan pembentukan –NH– gugus
CO–.28 Sekali lagi, puncak pada 1123.64 cm−1 (penekukan –NH2)
ditemukan sangat menurun, dan sinyal baru muncul pada 1086.59
cm−1 (ditugaskan ke amina sekunder) menyarankan substitusi
gugus amino kitosan.
3.2 Analisa Swelling Properties
Kitosan dalam bentuk beads bersifat mudah rapuh sehingga perlu dimodifikasi. Oleh
karena itu dibuat modifikasi kitosan dengan alginat dan suksinil kitosan. Pada penelitian
ini dianalisa pengaruh perbedaan rasio penyalut alginat/kitosan dan alginat/suksinil
kitosan dengan crosslinker 2% pada persentase rasio berat 1:1, 2:1, dan 3:1.
Kinerja beads alginat yang termodifikasi dengan kitosan melalui uji difusi
memberikan gambaran bahwa mekanisme pelepasan obat diawali dengan proses
pembengkakan (swelling) beads saat beads kontak dengan cairan, selanjutnya pembukaan
pori sehingga obat terlepas (Sugita, 2010). Berikut ini pengaruh perbedaan rasio penyalut
alginat/kitosan terhadap swelling properties ditunjukkan oleh grafik dibawah ini.

Grafik 4.1 pengaruh perbedaan rasio berat penyalut Alginat/Kitosan terhadap Swelling
properties
Grafik 4.2 pengaruh perbedaan rasio berat penyalut Alginat/Suksinil Kitosan terhadap
Swelling properties
Dalam penelitian dibatasi menggunakan perbandingan rasio 1:1, karena jika
menggunakan alginat lebih kecil maka beads yang terbentuk berukuran sangat kecil dan
mudah sekali untuk rusak pada saat pengeringan. Hal ini disebabkan karena pada saat
konsentrasi alginate kecil larutan menjadi tidak kental yang mempengaruhi besar tetesan
selama penambahan larutan polimer ke agen Crosslinker. Pada penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Das MK et al., 2008 hasilnya menunjukkan peningkatan proporsional
dalam ukuran partikel rata-rata beads dengan meningkatnya jumlah natrium alginat dalam
formulasi A, B, C dan D. Hal ini dapat dikaitkan dengan peningkatan viskositas relatif
pada konsentrasi dan pembentukan natrium alginat yang lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang di lakukan oleh Baysal et al., 2013
pembengkakan massa keseimbangan alginat/kitosan menurun dengan bertambahnya
jumlah alginat dalam beads. Pembengkakan massa kesetimbangan beads dalam larutan
Phospate Buffered Saline lebih rendah daripada di dalam air untuk setiap sampel. Rasio
pembengkakan massa beads Alginat/kitosan 1:1 ditemukan lebih besar dibandingkan
alginat/kitosan 2:1. Penelitian lain yang dilakukan oleh Liu et al., 2010 menunjukkan
bahwa perilaku pembengkakan dipengaruhi terutama oleh rasio berat suksinil kitosan
terhadap alginat, konsentrasi CaCl2, dan rasio berat obat terhadap polimer. Suksinil
kitosan adalah makromolekul amfoter yang mengandung gugus karboksil dan amino.
Ikatan hidrogen antarmolekul dan intramolekul terbentuk antara alginat dan suksinil
kitosan. Selain itu, gaya tolak menolak dalam hidrogel dibuat karena protonasi gugus
amino primer (-NH3+) dari suksinil kitosan. Karena gaya ikatan hidrogen lebih besar
daripada gaya tolak menolak, beads disimpan dalam keadaan menyusut. Rasio
pengembangan beads meningkat secara signifikan karena ionisasi gugus karboksil. Gugus
karboksil alginat yang tidak terikat silang oleh Ca2+ dan terputus dari jaringan kalsium-
alginat terionisasi dan menyerap air, sehingga menghasilkan derajat pengembangan atau
swelling.
Peningkatan jumlah alginat menyebabkan pembengkakan (swelling) menurun, ini
disebabkan karena nartium alginat dalam medium diubah menjadi asam alginat yang
lebih mudah larut sehingga pembengkakan menurun. Hal ini terjadi karena monomer
asam alginat yang terdiri dari asam manuronat dan asam guluronat. Oleh karena itu, asam
alginat sebagian besar tidak terionisasi dalam medium sehingga terjadi tolakan
elektrostatik antara gugus karboksilat dari asam alginat menurun dan menyebabkan
pembengkakan menurun (Tan et al., 2003).
Perilaku pembengkakan penyalut dikaitkan dengan hidrasi kelompok hidrofilik
alginat dan suksinil kitosan (Hoffman, 2002). Suksinil kitosan adalah makromolekul
amfoter yang mengandung gugus karboksil dan amino. Ikatan hidrogen antarmolekul dan
intramolekul terbentuk antara alginat dan suksinil kitosan. Selain itu, gaya tolak menolak
dalam hidrogel terjadi karena protonasi gugus amino primer (-NH3+) dari suksinil
kitosan. Karena gaya ikatan hidrogen lebih besar daripada gaya tolak menolak, penyalut
disimpan dalam keadaan menyusut (Dai et al., 2008). Uji swelling properties meningkat
secara signifikan karena ionisasi gugus karboksil. Gugus karboksil alginat yang tidak
terikat silang oleh Ca2+ dan terputus dari jaringan kalsium-alginat terionisasi dan
menyerap air, sehingga menghasilkan derajat pengembangan yang lebih tinggi (Liu et al.,
2010).
Gambar 4.3 Mekanisme swelling properties alginat/suksinil kitosan (Zhou et al., 2020)
Berdasarkan hasil penelitian, sudah sesuai dengan peneliti terdahulu yang telah di
lakukan oleh Liu et al., 2010 dimana swelling properties dari alginat/kitosan dengan rasio
1:1 lebih besar dibanding dengan rasio 2:1 dan 3:1.
3.3 Effisiensi Enkapsulasi Quercetin
Efisiensi enkapsulasi merupakan perbandingan antara total quercetin yang
terenkapsulasi dengan total quercetin yang sebenarnya ditambahkan. Efisiensi penjerapan
diinterpretasikan sebagai dalam bentuk persen (%) (Patel et al., 2013).
Total Quercetin−Quercetin Bebas
EE %= ×100 %
Total Quercetin
Berikut ini pengaruh perbedaan rasio penyalut terhadap Efisiensi Enkapsulasi
ditunjukkan oleh grafik dibawah ini
Gambar 4.3 Grafik pengaruh perbedaan rasio berat penyalut Alginat/Kitosan terhadap
Efisiensi Enkapsulasi

Gambar 4.4 Grafik pengaruh perbedaan rasio berat penyalut Alginat/Suksinil Kitosan
terhadap Efisiensi Enkapsulasi

Pada grafik diatas dapat dilihat efisiensi enkapsulasi terbersar dimiliki oleh rasio
berat 3:1. Hal ini disebabkan karena semakin besar konsentrasi alginat maka akan
semakin banyak ikatan antara gugus karboksilat dari alginat dengan ion Ca maupun
dengan gugus amina dari kitosan. Semakin banyaknya ikatan maka struktur ikatan akan
semakin rumit yang mengakibatkan semakin kecil pori yang terbentuk sehingga
menyebabkan penurunan porositas. Meningkatnya berat molekul alginate dapat
meningkatkan sifat fisik dari gel yang dihasilkan. Selain itu berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh LeRoux et al., 1999 dengan meningkatnya berat molekul alginate dapat
meningkatkan sifat fisik dari gel yang dihasilkan. Meskipun begitu, larutan alginate yang
dihasilkan dari polimer dengan berat molekulbesar menghasilkan produk yang sangat
kental. Dengan alasan tersebut dalam penelitian ini di batasi menggunakan larutan alginat
3% b/v, karena jika lebih besar dari itu alginat menjadi sangat kental dan tidak dapat
menetes sehingga beads tidak dapat terbentuk.
Kedua polimer yaitu alginat dan kitosan akan membentuk kompleks polielektrolit
melalui interaksi ionik antara gugus karboksilat (COO–) yang tersisa dari alginat dengan
ion amonium (NH4+) dari kitosan (Segale dkk., 2016). Kompleksasi alginat dengan
kitosan mengurangi porositas beads alginat dan adanya kitosan dapat melapisi
beadsalginat, sehingga laju difusi dari zat dapat dikendalikan (Afzal dkk., 2018). Selain
itu, adanya kitosan meningkatkan interaksi hidrogen, sehingga dimungkinkan lebih
banyak obat yang terjerap di dalam kompleksasi alginat–kitosan. Selain itu penambahan
kitosan karboksipropionilasi (suksinil kitosan) dengan alginat dalam formulasi tampaknya
meningkatkan beban obat dan efisiensi penjeratan secara signifikan. Efisiensi pemuatan
tampak meningkat secara signifikan pada berbagai rasio. Dengan meningkatnya rasio
berat polimer terhadap obat (yaitu N–suksinil kitosan ditambahkan dengan alginat dalam
formulasi mikropartikel), kemungkinan kontak polimer dan obat juga meningkat secara
signifikan; yang mengakibatkan penurunan jumlah obat bebas dan peningkatan jumlah
obat dalam formulasi mikropartikel (Mukhopadhyay dkk., 2016).
Gambar 4.5 Mekanisme interaksi alginat dengan kitosan (Singh et al., 2015)

Gambar 4.6 Mekanisme interaksi suksinil kitosan dengan alginat (Mukhopadhyay et al.,
2016)
Modifikasi alginat dengan kitosan dalam enkapsulasi dapat mengurangi porositas
beads alginat dan adanya kitosan dapat melapisi beads alginat, sehingga laju difusi dari
zat dapat dikendalikan.. Dari hasil penelitian Swelling properties dan efisiensi
enkapsulasi didapatkan hasil penelitian bahwa swelling properties yang lebih besar
menunjukkan bahwa ia memiliki sifat fisik dan mekanik yang lebih lemah, sehingga
Efisiensi Enkapsulasi yang dimiliki menjadi rendah. Sebaliknya semakin rendah swelling
properties, maka Efisiensi Enkapsulasi akan semakin tinggi. Sehingga selanjutnya
digunakan alginat/kitosan dengan rasio 3:1 untuk penelitian lebih lanjut (Fitria et al.,
2018).
3.4 Profil Rilis Quercetin dengan Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan suatu uji in vitro yang dilakukan untuk mengestimasi
besarnya persentase obat yang didistribusikan ke dalam tubuh. Beads yang dibuat pada
penelitian ini merupakan beads yang terbuat dari bahan dasar alginate/kitosan (3:1)
dengan crossliner CaCl2 2% . Alginat mampu membentuk hidrogel ikatan silang ionik
dengan adanya senyawa multivalent kation seperti Ca2+, Sri2+ dan Ba2+ (Feng et
al,2016). Penambahan Ca2+ dari CaCl2 menyebabkan terjadinya ikatan silang secara
ionik antara alginat dan Kitosan. Adanya ikatan ionik menyebabkan release obat pada
kapsul juga sensitive terhadap perubahan pH. Dalam hal ini berarti obat dapat release
dari kapsul pada pH asam maupun basa (Berger et al, 2004). Potensi ini dapat
dikembangkan untuk aplikasi yang lebih besar. Untuk lebih mengetahui potensi ini
dilakukan uji disolusi pada tiga variasi pH, baik pH asam maupun pH basa. Pada
penelitian ini menggunakan variasi PH (5.5, 6.5, 7.5) dalam jangka waktu 3 jam dan di
dapatkan hasil seperti yang di tunjukan pada grafik 4.7 dibawah ini, yaitu :

Grafik 4.7 Perbandingan profil release pada PH 5.5, 6.5, 7.5 pada Alginat/Kitosan
rasio berat 3:1
Dari grafik 4.7 diatas dapat dilihat perbandingan profil release pada pH 5.5, 6.5, dan
7.5 pada Alginat/Kitosan 3:1 pada rentang waktu 3 jam. Pada grafik tersebut terlihat
bahwa obat yang release dari beads pada masing–masing media disolusi release secara
perlahan. Akan tetapi pada pH 5.5 dan 6.5 memiliki profil rilis yang lebih rendah yaitu
sebesar 20.11% dan 30.67% dibandingkan dengan pH 7.5 yaitu sebesar 60.02%.
Laju pelepasan Quercetin pada pH 5,5 dan 6,5 ditemukan lebih rendah dari pH 7,5
yang kemudian secara bertahap mencapai kapasitas maksimumnya. Peningkatan
pelepasan obat ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa obat terkonsentrasi di dalam inti
dan daerah kulit alginat terluar hanya sedikit membengkak memberikan penghalang fisik
untuk difusi obat dan telah memperlambat difusi obat, dengan peningkatan dalam afinitas
cangkang dengan media sekitarnya, alginat dibuat lebih hidrofilik dan diperluas yang
menjelaskan pembongkaran nanopartikel yang mengakibatkan pelepasan cepat kuersetin
yang dienkapsulasi (Nalini et al., 2019).
Pada pH asam ikatan hidrogen lebih mudah terhidrolisis dan membuat kapsul
mengalami cracking lebih cepat.Pembengkakan partikel yang responsif terhadappH
adalah hasil ionisasi gugus fungsi karboksil polimer, yang digunakan dalampembuatan
beads.Gugus fungsi –COOH dari polimer akan mengalami ionisasipada nilai pH yang
lebih tinggi, tetapi akan terprotonasi pada pH yang lebihrendah (Kulkarni et al, 2012).
Sehingga seperti yang dapat dilihat pada pH 7.5 profil rilis lebih besar dibanding dengan
pH 5.5 dan 6.5.

Anda mungkin juga menyukai