Anda di halaman 1dari 10

Peningkatan Sifat Mekanik Komposit Serbuk Karbon Aktif dari

Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pengganti Agregat


Pada Beton

Awud Edo

Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri Rekayasa Sistem, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember

E-mail: awudedo@gmail.com

Abstrak
Inovasi baru serbuk karbon aktif dari tempurung sabut kelapa sebagai bahan pengganti
agregat pada beton dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari tempurung sabut
kelapa, oleh karena itu dirancanglah pendayagunaan serbuk karbon aktif dari tempurung
sabut kelapa untuk penguat komposit sebagai bahan pengganti agregat pada beton. Hal ini
untuk mendukung penggunaan komposit yang ramah terhadap lingkungan dan mengurangi
penggunaan material komposit serat sintetis yang polutan. Tujuan penelitian adalah
menganalisis sifat mekanik pada komposit serbuk karbon aktif dari tempurung sabut kelapa
yang ramah lingkungan. Metode penelitian pembuatan komposit berpenguat serbuk karbon
aktif dari tempurung sabut kelapa dilakukan treatment NaOH 15% selama 5 jam dan fraksi
volume serat 10 %, 15 %, dan 20 %. Komposit serat dari sabut kelapa dengan matriks UPRs
157 BQTN dengan hardener MEXPO. Pengujian mekanik dilakukan uji bending
menggunakan standar ASTM D790 dan uji impak menggunakan standar ASTM D5941.
Pengujian impak komposit serat alam menunjukkan ketangguhan impak komposit pada fraksi
volume serat 20% dengan nilai 0.017588J/mm2. Hasil pengujian menunjukkan peningkatan
fraksi volume serta berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan bending komposit serbuk
karbon aktif dari sabut kelapa dengan kekuatan optimum bending pada fraksi volume serat
10% dengan nilai 44,33N/mm2. Hal ini menunjukkan peningkatan fraksi volume serat
dengan perendaman NaOH 15% akan meningkatkan sifat mekanik bending dan impak
komposit. Perendaman NaOH memberikan pengaruh daya serap sabut kelapa terhadap matrik
Unsaturated Polyester yang dapat meningkatkan daya rekat antara penguat serat dengan
matrik sehingga meningkatkan sifat mekanik bendingdan impak komposit.
Kata kunci: Beton, Karbon Aktif, Komposit, Tempurung Kelapa Sawit

Abstract
A new innovation of activated carbon powder from coconut coir shells as a substitute for
aggregate in concrete is utilized to increase the economic value of coconut coir shells.
Therefore, it is designed to utilize activated carbon powder from coconut coir shells for
composite reinforcement as a substitute for aggregates in concrete. This is to support the
use of environmentally friendly composites and reduce the use of pollutant synthetic fiber
composite materials. The aim of the research was to analyze the mechanical properties of
the activated carbon powder composite from coconut coir shells which are environmentally
friendly. The research method for making composites reinforced with activated carbon
powder from coconut coir shells was treated with 15% NaOH for 5 hours and fiber volume
fractions of 10%, 15%, and 20%. Fiber composite from coconut coir with UPRs 157 BQTN
matrix with MEXPO hardener. Mechanical testing was carried out by bending tests using
the ASTM D790 standard and impact tests using the ASTM D5941 standard. Impact testing
of natural fiber composites showed the impact toughness of the composite at 20% fiber
volume fraction with a value of 0.017588J/mm2. The test results showed an increase in the
volume fraction and an effect on the increase in the bending strength of the activated
carbon powder composite from coconut coir with optimum bending strength at 10% fiber
volume fraction with a value of 44.33N/mm2. This shows that increasing the fiber volume
fraction with 15% NaOH immersion will improve the bending and impact mechanical
properties of the composite. NaOH immersion has an effect on the absorption capacity of
coco coir on the Unsaturated Polyester matrix which can increase the adhesion between
the fiber reinforcement and the matrix thereby increasing the bending mechanical
properties and impact of the composite.
Keywords: Concrete, Activated Carbon, Composite, Palm Shell
1. PENDAHULUAN
Industri kelapa sawit termasuk salah satu industri terbesar di Indonesia. Berdasarkan data yang
diambil dari Badan Pusat Statistik Indonesia, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai
14,66 juta ha pada tahun 2021. Dengan luas lahan yang besar tersebut, industri kelapa sawit
menghasilkan limbah yang berupa limbah padat dan limbah cair. 1 ton kelapa sawit dapat
menghasilkan limbah berupa limbah tempurung sebanyak 6,5%, tandan kosong kelapa sawit sebanyak
23%, serabut 13%, lumpur sawit 4% serta limbah cair sebesar 50%. Dari limbah yang dihasilkan
tersebut, tempurung merupakan yang paling potensial pada pembuatan karbon aktif karena jumlah
kelimpahan, kekerasan bahan dan memiliki kadar karbon yang tinggi dengan kadar karbon yang cukup
rendah. Tempurung kelapa sawit mengandung material selulosa sebesar 26,6% dan hemiselulosa
sebesar 27,7% yang baik dan untuk pembuatan karbon aktif. Karbon aktif mempunyai struktur
amorphous atau mikrokristalin. Karbon aktif termasuk bahan yang unik karena memiliki pori pada
strukturnya. Pori tersebut diisi oleh suatu molekul yang dapat berperan dalam proses adsorpsi (Taufik,
dkk. 2021). Proses menghasilkan karbon aktif dari tempurung kelapa ini dapat dilakukan dengan
proses karbonisasi dengan temperatur 500 ⁰C dan waktu tertentu dari tempurung kelapa sawit yang
akan dipakai (Yuliusman, 2015)
Keragaman manfaat karbon aktif, baik dalam dunia industri maupun konstruksi bahan
bangunan cukup luas. Karbon aktif digunakan dalam beton ringan sebagai pengikat beton ringan,
sehingga tingkat kemudahan pengerjaan beton saat mengaduk dan dituang ke dalam cetakan tidak
mengalami pemisahan serta mencapai kekuatan maksimum yang diinginkan. Karbon aktif juga dapat
mengurangi kandungan NOx dari polusi di terowongan dan gedung parkir kendaraan
bermotor. Karakteristik tersebut diantaranya bentuk karbon aktif yang seperti granula berwarna hitam
dimana mengandung bulk density sebesar 0,55+0,05 gm/cc, Carbon Tetra Chloride Adsorption
sebesar 30%, Iodine Adsorption sebesar 500 mg/gm+25, dan pH sebesar 9-10. Karbon aktif sendiri
mempunyai ukuran partikel yang bebas, seperti 4/8, 8/16, 8/30, 8/50, dll. Selain itu, karbon aktif juga
memiliki luas permukaan total sebesar 500 m2/gm dengan Ball Pan Hardness No. 95. Untuk
kandungan kelembaban dan ash content pada karbon aktif masing-masing dapat menampung
maksimal 5% (Aiswarya, et al. 2019)
Karbon aktif masih belum optimal dikembangkan dalam pembuatan beton. Hal ini kontradiksi
dengan beton sebagai bahan konstruksi yang banyak digunakan di Indonesia. Hal tersebut disebabkan
oleh mudahnya pembuatan beton baik di pabrik (prefabrikasi) maupun langsung di lokasi konstruksi,
kekuatannya dapat disesuaikan sesuai permintaan, dan bentuk serta dan ukurannya bisa disesuaikan
dengan kebutuhan. Beton adalah bahan bangunan yang terdiri dari semen hidrolik (semen portland),
air, agregat kasar, agregat halus (alami atau buatan) dan aditif (campuran atau aditif). Berdasarkan hal
tersebut, perlu adanya suatu penelitian terkait bahan substitusi agregat yang berkelanjutan
(sustainable).
Oleh karena itu, penelitian ini, memfokuskan pada substitusi agregat pada beton dengan serbuk
karbon aktif tempurung kelapa sawit yang lebih berkelanjutan.

2. METODE PERCOBAAN
Metode dalam penelitian ini melalui pengkajian eksperimental kemudian data
penelitian ditampilkan dalam bentuk grafik untuk mengetahui hubungan variasi komposisi
terhadap jenis pengujian. Analisis data hasil uji akan divalidasi dengan peneliti/jurnal
terdahulu.
Variabel penelitian komposit limbah dari tempurung sabut kelapa dilakukan treatment
alkali (15% NaOH) selama 5 jam dan komposit dicetak pada variasi fraksi volume serat 10%,
15%, dan 20% sesuai dengan tabel 1.
Tabel 1. Variabel Komposisi Penelitian

Spesimen Uji Bending Uji Impak


(fraksi volume (fraksi volume
serat) serat)
SSK1 10% 10%
SSK2 15% 15%
SSK3 20% 20%

Peningkatan sifat mekanik komposit diketahui melalui pengujian mekanik yaitu uji
uji bending dan uji impak. Spesimen uji bending dilakukan pengujian menggunakan metode
three point bending mengacu pada standar pengujian ASTM D 790. Pengujian nilai
ketangguhan impak dilakukan dengan metode impak izod menggunakan standar pengujian
ASTM D 5941.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengujian ketangguhan impak komposit SSK dengan metode impak izod dihasilkan
nilai energi serap dan ketangguhan impak seperti diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai energi serap dan ketangguhan impak
Energi Ketangguhan
No Fraksi Serap (J) Impak (J/mm2)
1 10% 0.53600 0.011278
2 15% 0.593333 0.012080
3 20% 0.870333 0.017588

1
Energi Serap ( J)

0,8

0,6

0,4

0,2

0% 10% 20% 30%

Fraksi volume serat

Grafik 1. Energi serap terhadap fraksi volume serat

Pada grafik 1 menunjukkan nilai energi serap dihasilkan dari beban kejut yang diterima
oleh komposit SSK terhadap fraksi volume serat menunjukan nilai terkecil pada fraksi 10%
sebesar 0.536000 J dan nilai terbesar pada fraksi 20% dengan nilai sebesar 0.870333 J.
Peningkatan nilai volume SSK menunjukkan trend kenaikan nilai energi serap dengan
kenaikan terbesar pada fraksi 15% ke volume fraksi 20% sebesar 68,1% ditunjukkan pada
grafik 1. Energi serap pada pengujian ketangguhan impak ditunjukkan
pada grafik 2.
0,02

Ketangguhan impak
0,015

(J/mm 2)
0,01

0,005

0% 10% 20% 30%

Fraksi Volume Serat

Grafik 2. Ketangguhan impak terhadap fraksi volume serat

Ketangguhan impak terendah dihasilkan pada spesimen komposit dengan variasi


fraksi volume serat 10 % dengan nilai 0.011278 J/mm2, sedangkan ketangguhan impak
terbesar pada fraksi volume serat 20% dengan nilai 0.017588.698 J/mm2, peningkatan
jumlah volume serat berbanding lurus dengan peningkatan ketangguhan impak. Peningkatan
kekuatan komposit ini disebabkan oleh kontribusi peningkatan jumlah serat, sehingga
mampu meningkatkan kekuatan komposit.
Chemical treatment NaOH 15% selama 5 jam berpengaruh meningkatkan sifat
mekanik bending. Perendaman NaOH mengakibatkan berkurangnya hemiselulosa,
lignin/pectin, wettability serat terhadap matriks baik yang meningkatkan kekuatan
antarmuka dan terjadi mechanical interlocking serta meningkatkan daya serap sabut kelapa
terhadap matrik Unsaturated Polyester yang dapat meningkatkan daya rekat antara penguat
serat dengan matriks sesuai dengan penelitian.
Mengacu pada hasil yang diperoleh dari pengujian, dilakukan analisa berdasarkan
hasil pengujian untuk mengetahui seberapa besar nilai peningkatan atau penurunan kekuatan
yang dihasilkan dari material komposit berpenguat serat sabut kelapa. pada pengujian
bending peningkatan fraksi volume serat terhadap nilai kekuatan bending ditunjukkan pada
grafik 3.
60
Kekuatan Bending
(N/mm 2 )

40

20

0% 10% 20% 30%


Fraksi Volume Serat

Grafik 3. Kekuatan bending terhadap fraksi volume serat

Hasil pengujian bending menunjukkan nilai kekuatan bending terkecil pada variasi volume
serat 15% sebesar 36 N/mm2 dan kekuatan bending terbesar pada variasi fraksi volume 10%.
Peningkatan variasi volume serat 10% ke variasi volume serat 15% terjadi penurunan nilai kekuatan
bending sebesar 18.7% namun nilai kekuatan bending kembali naik pada variasi volume serat 20%
dengan kenaikan sebesar 13,6% menjadi 41.6 N/mm2. Pada grafik 3 terlihat peningkatan volume
fraksi serat dari volume 10% sampai 20% menunjukkan trend penurunan kekuatan bending.
Modulus elastisitas pada tiap variasi volume fraksi serat sabut kelapa ditunjukkan
pada grafik 4.
3600
Modulus Elastisitas

3400
(N/mm2)

3200

3000

2800

0% 10% 20% 30%

Fraksi volume serat

Grafik 4. Modulus elastisitas terhadap fraksi volume serat

Pada grafik 4 terjadi trend penurunan nilai modulus elastisitas pada peningkatan fraksi
volume serat. Hasil patahan uji bending pada gambar 2 menunjukkan bonding antara serat dan
matriks.
Pada gambar 2a. merupakan patahan spesimen variasi volume 10% terlihat matriks lebih
dominan dari pada serat, sehingga sifat mekaniknya lebih brittle dan nilai modulus elastisitas tinggi.
Pada gambar 2b. menunjukkan variasi volume fraksi serat 15% hasil patahan menunjukkan adanya
void atau gelembung udara yang mempengaruhi sifat mekanik. Pada gambar 2c. merupakan hasil
patahan uji bending untuk variasi volume serat 20% , terlihat banyak serat sehingga menyebabkan
ikatan/bonding antara matriks dan filler serat sabut kelapa semakin lemah dan nilai modulus
elastisitas kecil. Penampang patahan akibat menerima beban tampak adanya serat tercabut keluar
(fibre pull out).

a b c

Gambar 2. Patahan hasil uji bending komposit

Secara singkat penurunan pada tegangan bending dan modulus elastisitas pada komposit
dengan berpenguat serat sabut kelapa (SSK) disebabkan karena semakin besar fraksi volume kadar
serat sabut kelapa maka akan semakin sedikit matriks dalam komposit, sehingga ikatan antara matriks
dan dengan filler serat sabut kelapa semakin lemah Selain itu juga dapat disebabkan adanya
keberadaan bubbles dan void yang mempengaruhi penurunan kekuatan mekanik komposit.

4. KESIMPULAN
Pada hasil pengujian bending menunjukkan nilai kekuatan bending terkecil pada variasi
volume serat 15% dan kekuatan bending terbesar pada variasi fraksi volume serat 10%.
Peningkatan variasi volume serat 10% ke 15% terjadi penurunan nilai kekuatan bending 18.7%
namun nilai kekuatan bending meningkat pada variasi volume serat 20% dengan kenaikan
13,6%.
Peningkatan prosentase serat sabut kelapa berbanding lurus dengan peningkatan nilai
ketangguhan impak. Ketangguhan impak terkecil dihasilkan pada spesimen komposit dengan
variasi volume fraksi serat 10 % dan meningkat pada variasi volume fraksi serat 15%,
sedangkan ketangguhan impak terbesar pada volume fraksi serat 20%.

Peningkatan volume fraksi serat sabut kelapa yang berbanding lurus dengan nilai
kekuatan impak disebabkan semakin banyaknya kontribusi serat untuk menahan beban kejut.
Sedangkan pada pengujian bending menurunya nilai kekuatan bending disebabkan akibat
kurangnya matriks pada hasil cetak komposit, sehingga ikatan/ bonding antara matriks dan
penguat serat sabut kelapa kurang optimal.

DAFTAR PUSTAKA
A. Lay and P. M. Pasang, “Pengolahan serat sabut kelapa,” Pengolah. Serat Sabut
Kelapa, pp. 94–98, 1999.

G. Das, H. S. Shin, A. Kumar, C. N. Vishnuprasad, and J. K. Patra, “Photo-mediated


optimized synthesis of silver nanoparticles using the extracts of outer shell fibre of Cocos
nucifera L. fruit and detection of its antioxidant, cytotoxicity and antibacterialpotential,”
Saudi J. Biol. Sci., vol. 28, no. 1, pp. 980–987, 2021.

T. Indahyani, “Pada Perencanaan Interior Dan Furniture Masyarakat Miskin,”


Humaniora, vol. 2, no. 1, pp. 15–23, 2011.
B. Lu et al., “Feasibility of NIR spectroscopy detection of moisture content in coco-
peat substrate based on the optimization characteristic variables,” Spectrochim. Acta

- Part A Mol. Biomol. Spectrosc., vol. 239, 2020.


L. S. Ott, M. M. Riddell, E. L. O’Neill, and G. S. Carini, “From orchids to biodiesel:Coco
coir as an effective drywash material for biodiesel fuel,” Fuel Process.

Anda mungkin juga menyukai