Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP


KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT POLYESTER
BERPENGUAT SERAT DAUN PRAKSOK (Cordyline australis)

Oleh:
HERUANSYAH
2005531132

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi komposit di Indonesia memiliki prospek yang sangat
menjanjikan karena sumber daya alam yang tersedia, termasuk hasil pertanian dan
limbah pertanian, melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun (Sulaiman M.,
2018). Serat alam digunakan sebagai material komposit utama dikarenakan selain
ramah lingkungan, juga memiliki sifat mekanik yang kuat, ringan dan harga yang
relatif lebih murah. Jenis tanaman di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk
memperoleh serat untuk bahan sintetis, seperti serat yang terdapat pada daun praksok
(pandan Bali). Sifat-sifat suatu material komposit dapat ditentukan oleh komposisi
serat yang terkandung, dimana semakin banyak serat, semakin besar kekuatan
mekaniknya. Komposit yang berpenguat serat dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian, yaitu komposit serat pendek dan komposit serat panjang (Sriwita D., 2014)
Pemanfaatan serat alam ini merupakan langkah bijak untuk meningkatkan nilai
ekonomi serat alam dalam menghadapi keterbatasan sumber daya alam. Potensi serat
alam didukung oleh beberapa manfaat serat organik, antara lain: kepadatan rendah,
ramah lingkungan, biodegradable, tersedia melimpah, sangat tahan lama, proses
penyiapan relatif sederhana, harga bahan baku relatif murah dan pengurangan
konsumsi energi produksi ekspor (Chandramohan dan Bharanichandar, 2013).
Salah satu serat alam yang dapat dieksplorasi menjadi bahan baku untuk
komposit adalah serat praksok (Cordyline australis). Penggunaan serat Cordyline
australis memiliki kelebihan yaitu tahan air, mudah didapat, tahan terhadap air laut,
mudah diolah dalam keadaan mentah, dan lebih tahan lama (Yono, 2016).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sifat mekanik dari material komposit
serat yaitu orientasi serat, susunan serat, fraksi volume serat dan fraksi volume matriks.
Perbedaan variasi fraksi volume serat akan mempengaruhi ketangguhan dan keuletan
suatu spesimen. Variasi fraksi volume serat juga dapat mempengaruhi kekuatan
bending dan kekuatan impak komposit (Wona dkk. 2015). Dari faktor-faktor tersebut,
fraksi volume serat adalah faktor yang paling penting berpengaruh terhadap kekuatan
komposit (Erich U. K. Maliwemu, dkk., 2015).
Matriks merupakan fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi
massa terbesar (dominan). Salah satu bagian utama komposit yaitu penguat
(reinforcement) yang mempunyai fungsi menopang beban utama dalam komposit.
Matriks yang digunakan adalah polimer berbentuk resin, dimana ada beberapa jenis
resin yang beredar di pasaran yaitu polyester, vinil ester dan epoksi (Harmi, 2018).
Polyester merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai substrat atau
pengikat pada komposit yang berupa resin termoset cair dengan viskositas yang relatif
rendah. Resin ini memiliki sifat pengawetan pada suhu kamar dengan penggunaan
katalis tanpa menghasilkan gas saat pengawetan seperti banyak resin lainnya serta
dapat diaplikasikan komposit di dunia industri karena harga yang relatif murah,
pengeringan yang sesuai, warna yang terang, kestabilan dimensi, dan penanganan yang
mudah (Billmeyer, 1984).
Berdasarkan arah orientasi material komposit yang diperkuat dengan serat
pendek dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu serat acak (inplane random
orientasi) dan serat satu arah. Tipe serat acak sering digunakan pada produksi dengan
volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari
jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat
lurus pada jenis serat yang sama (Surdia,1995)
Di dunia industri pengujian bending sangat penting, untuk mengetahui
kekuatan bending suatu material dapat dilakukan pengujian bending terhadap material
tersebut. Menurut Naufal, dkk (2016: 258) pengujian bending diberikan pada sebuah
material untuk mengetahui sejauh mana sifat ulet (ductility) maupun getas. Serta
mampu mengetahui deformasi yang terjadi dengan radius bengkok tertentu. Serat daun
Praksok banyak digunakan karena bernilai ekonomi tinggi, dapat digunakan untuk
menggantikan serat sintetis yang digunakan untuk membuat bodi bumper mobil. Serat
praksok mempunyai nilai kuat tarik sebesar 31,36 MPa dan kuat lentur sebesar 74,552
MPa, perubahan berat serat sebesar 7,5% apabila direndam dalam air laut selama 2
jam (Batan, 2014).
Larutan NaOH digunakan sebagai perlakuan larutan alkalisasi dengan tujuan
untuk menetralisir asam yang ada pada serat dan dapat membersihkan serat dari
berbagai macam partikel yang masih menempel pada bahan serat praksok dengan
varisai perendaman. Penggunaan larutan NaOH pada alkilasi komposit polimer alam
yang diperkuat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kompatibilitas matriks
dan serat. Dengan perlakuan alkilasi dengan NaOH maka kandungan selulosa pada
serat dapat meningkat (K. Witono dkk., 2013).
Dilatarbelakangi oleh beberapa hal diatas, maka penulis akan melakukan
penelitian mengenai pengaruh fraksi volume terhadap uji bending pada komposit
polyester berpenguat serat daun praksok (Cordyline australis).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh variasi fraksi volume terhadap kekuatan bending pada
komposit polyester berpenguat serat daun praksok (Cordyline australis)?

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui penambahan variasi fraksi volume terhadap kekuataan bending
pada komposit polyester berpenguat serat daun praksok (Cordyline australis)

1.4 Batasan Masalah


Permasalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Serat daun Praksok didapat di sekitar lingkungan kampus Teknik mesin
Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali
2. Panjang serat 1 cm dengan orientasi acak (random).
3. Varisasi fraksi volume serat pada komposit yang digunakan adalah 25%, 30%,
35% dan 40%
4. Menggunakan resin polyester sebagai matriksnya.
5. Pembuatan komposit menggunakan metode hand lay-up.
6. Pengujian yang dilakukan adalah uji bending dengan ASTM D790
7. Perlakuan perendaman serat menggunakan alkalisasi (NaOH) 10% selama 2
jam

1.5 Manfaat Penelitian


Diharapkan pada penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Menambah pengetahuan, wawasan, dan pengalaman mengenai penelitian
komposit berpenguat serat alam dengan tambahan nanoselulosa.
2. Meningkatkan nilai ekonomis serat daun Praksok serta dapat menghasilkan
material yang ramah lingkungan.
3. Dapat mengetahui presentase pengaruh fraksi volume pada komposit polyester
berpenguat serat daun praksok tanpa perlakuan dan dengan perlakuan alkalisasi
4. Dapat dijadikan referensi dalam pengembangan penelitian komposit serat
alam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 State of The Art
Penelitian terkait pengaruh variasi fraksi volume terhadap uji kekerasan,
kekuatan bending pada komposit dengan resin berpenguat serat alami telah
dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Penelitian yang dilakukan I Kadek Deo,
2022 berjudul “Pengaruh Variasi Fraksi Volume Terhadap Kekuatan Tarik Matrik
Resin Epoxy Berpenguat Serat Praksok dengan Perlakuan Alkalisasi NaOH”. Pada
penelitian ini mengkaji variasi yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis namun terdapat perbedaan, dimana penelitian ini menggunakan uji
terkait kekuatan tarik. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa
nilai kekuatan tarik tertinggi terjadi pada variasi 15% serat dengan ratarata tegangan
34.82 MPa, nilai regangan 6,3 %. Setelah perlakuan alkalisasi NaOH 5%
peningkatan kekuatan tarik tertinggi pada variasi 15% serat tegangan rata-rata
36,34 MPa, nilai regangan 7%. Bentuk patahan yang terjadi pada serat praksok
yang tanpa perlakuan alkalisasi berupa patahan getas, dengan kecacatan fiber pull
out. Setelah perlakuan alkalisasi terjadi patahan ulet tanpa terjadinya fiber pull out.
Hal ini menunjukan bahwa peningkatan fraksi volume dan pengaruh alkalisasi
NaOH pada serat praksok mempengaruhi nilai kekuatan tarik dan bentuk patahan
yang didapat.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Harmoji Witi, dll., 2022 berjudul
“Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Sifat Mekanik Komposit Berpenguat
Serat Praksok (Cordyline australis)”. Untuk pengujian ini dicari kekuatan tarik
pada masing spesimen komposit. Kemudian dilakukan pengujian Tarik Standar
ASTM D638 dan foto makro. Penelitian ini menunjukkan hasil terdapat kekuatan
tarik tertinggi terdapat pada penambahan 5% kitosan dengan kekuatan tarik 30,55
Mpa. Untuk komposit dengan kekuatan tarik terendah pada komposit 0% kitosan
dengan kekuatan tarik 17,13 MPa.
Penelitian Ninis, 2016 berjudul “Pengaruh Variasi Fraksi Volume Serat
Daun Lontar (Borassus flabelifer) Terhadap Sifat Fisik dan Sifat Mekanik
Komposit Polyester” yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat fisik dan
sifat mekanik komposit polyester dengan penguat serat daun lontar serta
mengetahui presentase fraksi volume serat daun lontar (Borassus Flabellifer) agar
diperoleh komposit polyester dengan karakteristik terbaik berdasarkan sifat fisik
dan sifat mekanik. Diperoleh hasil penelitian komposit polyester dengan penguat
serat daun lontar diperoleh densitas komposit tertinggi pada fraksi volume serat
45% yaitu 0,9409 gram/cm3, kekuatan tarik tertinggi pada fraksi volume serat 40%
yaitu 90,71 MPa dan kekuatan bending tertinggi pada fraksi volume 35% yaitu
105,12 Mpa.
Berdasarkan penelitian Fatkhurrahman dan Machmudi, 2022 berjudul
“Analysis of the impact strength on laminated polyester composites reinforced
sugar palm fiber (SPF) with fiber orientation: random and woven” bertujuan untuk
menganalisis pengaruh variasi fraksi volume serat terhadap kekuatan impak
komposit laminasi matriks poliester dengan perkuatan serat aren (SPF) dengan arah
orientasi serat: acak dan woven. Fabrikasi komposit dilakukan dengan metode hand
layup dan press moulding dengan variasi fraksi volume serat sebesar 20%, 30%,
40%, 50%, dan 60%. Kemudian dilakukan uji impak Charpy dengan standar ASTM
D-6110 dan dianalisis morfologi patahannya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
peningkatan fraksi volume serat hingga 40% dapat meningkatkan kekuatan impak.
Namun kekuatan impaknya mengalami penurunan pada fraksi volume serat 50%
dan 60%. Hasil uji impak terbesar diperoleh pada fraksi volume serat 40% sebesar
0,62 J/mm2 sedangkan nilai terendah pada fraksi volume serat 20% sebesar 0,42
J/mm2. Meningkatnya nilai uji impak dapat disebabkan oleh pemerataan beban dari
matriks ke serat. Berdasarkan analisa morfologi yang dilakukan melalui foto makro
bentuk patahan dan penampang patahan, hasil uji impak menunjukkan terjadi
patahan fibrosa sedangkan pada penampang patahan muncul delaminasi dan
penarikan serat.
2.2 Komposit
Komposit adalah suatu sistem yang terdiri dari dua atau lebih campuran
bahan yang berbeda serta bentuk dan komposisi bahan-bahan tersebut tidak dapat
larut satu sama lain. Secara umum material komposit merupakan material yang
mempunyai sifat tertentu yang tidak dapat dimiliki oleh masing-masing
komponennya dimana hal ini memiliki sifat kombinasi yang tidak terbatas pada
bahan matriksnya (Surdia dan Saito, 1985).
Komposit terdiri dari dua unsur penyusun yaitu matrik sebagai unsur
pengikat (bonding agent) dan serta atau filler sebagai penguat (Derek Hull, 1981).
Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya
berupa serat atau serbuk. Serat yang sering digunakan dalam pembuatan komposit
antara lain serat E-Glass, Boron, Carbon dan lain sebagainya. Bisa juga dari serat
alam antara lain serat kenaf, jute, rami, cantula dan lain sebagainya. Sedangkan
matriks dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun
keramik (Gibson R.F, 1994).
2.2.1. Klasifikasi Komposit
1. Berdasarkan Elemen Penguat
a. Komposit Partikel (Particular Composite)
Komposit partikel merupakan komposit dengan penguat
partikel/serbuk yang tersebar pada semua luasan komposit. Bahan
komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang diikat oleh
suatu matriks. Penguat partikel memiliki ukuran partikel > 1 m.
Konsentrasi yang dapat dicampurkan dengan matriks mencapai (20
– 40)% fraksi volume. Pengisi-pengisi partikel antara lain adalah:
SiC, B4C, TiC, TiB, TiB2, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.
b. Komposit Berserat (Fiber Composite)
Komposit berserat terdiri dari serat yang diikat oleh suatu
matriks. Komposit serat adalah bahan sintetis yang tersusun dari
serat dan sebuah matriks. Fungsi utama serat adalah untuk
menunjang kekuatan komposit. Tinggi rendahnya kekuatan
komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena
tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh
matriks akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan
menahan beban sampai beban maksimum. Pengunaan bahan
komposit serat sangat efisien dalam menerima beban dan gaya.
Karena itu bahan komposit serat sangat kuat dan kaku bila
dibebani searah serat, sebaliknya sangat lemah bila dibebani dalam
arah tegak lurus serat (Hadi, 2000).
Komposit yang diperkuat dengan serat dapat digolongkan
menjadi dua bagian yaitu komposit serat pendek (short fiber
composite) dan komposit serat panjang (long fiber composite).
Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat panjang
(continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat
pendek tetapi serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding
serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses
dari komposit serat. Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat
meneruskan beban maupun tegangan dari titik tegangan ke arah
serat yang lain (Schwart, 1984).
Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari
serat yang digunakan karena tegangan yang diberikan pada
komposit pertama diterima oleh matriks dan diteruskan ke serat,
sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum.
Oleh karena itu, serat harus mempunyai tegangan tarik dan
modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matriks penyusun
komposit (Vlack, 1995).

Gambar 2.1 a) long fibers, b) short fibers


c. Komposit Lapis (Laminates Composite)
Laminated composite yaitu komposit yang berlapis-lapis
yang biasanya paling sedikit terdiri dari dua lapisan yang digabung
menjadi satu. Dimana setiap lapisannya mempunyai karakteristik
dan sifat sendiri.
d. Komposit Serpih (Flake Composite)
Komposit serpih ini adalah komposit yang tersusun atas
serpihan-serpihan yang ditambahkan dalam matriks, dimana
serpihan berfungsi sebagai pengikat permukaan komposit.
2. Berdasarkan Matriks
a. Metal Matriks Composite (MMC atau MMC’s)
Material komposit dengan matriksnya dari logam. MMC
mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti
adalah Continous Filamen MMC yang digunakan dalam industri
penerbangan. MMC dengan matriks logam aluminum (Al) disebut
dengan Aluminum Metal Matrix Composite (AMMC). AMMC yang
dibuat dengan cara pengecoran disebut Aluminum Metal Matrix
Composite Cast Composite (AMMCC). Kelebihan MMC adalah
transfer tegangan dan regangan yang baik, tahan terhadap
temperatur tinggi, tidak menyerap kelembaban, tidak mudah
terbakar, dan kekuatan tekan dan geser yang baik.
b. Ceramic Matriks Composite (CMC atau CMC’s)
Material komposit dengan matriksnya dari keramik. CMC
merupakan material dua fasa dengan satu fasa berfungsi sebagai
penguat dan satu fasa sebagai matriks dimana matriksnya terbuat
dari keramik. Penguat yang umum digunakan pada CMC adalah
oksida, carbida, nitrida. Salah satu proses pembuatan dari CMC
yaitu dengan proses DIMOX yaitu proses pembentukan komposit
dengan reaksi oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks
keramik di sekeliling daerah filler. Keuntungan dari CMC adalah
dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam, Ssangat
tangguh bahkan hampir sama dengan ketangguhan dari besi cor,
mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus, unsur
kimianya stabil pada temperature tinggi, tahan pada temperatur
tinggi dan kekuatan serta ketangguhan tinggi, juga tahan terhadap
korosi.
c. Polymer Matriks Composite (PMC atau PMC’s)
Material komposit dengan matriksnya dari polimer. Polimer
merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material
komposit. Karena memiliki sifat yang lebih tahan terhadap korosi dan
lebih ringan. Matriks polimer terbagi 2 yaitu termoset dan
termoplastik. Perbedaannya polimer termoset tidak dapat didaur ulang
sedangkan termoplastik dapat didaur ulang sehingga lebih banyak
digunakan belakangan ini. Jenis-jenis termoplastik yang biasa
digunakan adalah polypropylene (PP), polystryrene (PS),
polyethylene (PE), dan lain-lainnya. Material komposit PMC
memiliki keunggulan antara lain biaya pembuatan lebih rendah, dapat
dibuat dengan produksi massal, ketangguhan baik, tahan simpan,
siklus pabrikasi dapat dipersingkat, kemampuan mengikuti bentuk,
lebih ringan, specific stiffness dan strength tinggi, dan bersifat
anisotropik (Tjahjanti, 2018).
2.2.2. Penyusun Komposit
Komposit pada umumnya terdiri dari dua fasa yaitu matriks dan
filler matriks berperan sebagai pengikat dan filler berperan sebagai
pengisi.
1. Matriks (Resin)
Matriks adalah suatu material yang mempunyai fraksi volume
terbesar dalam komposit. Matriks memiliki fungsi sebagai pengikat
(bounding) antara serat yang satu dengan yang lainnya, sehingga
menghasilkan ikatan yang kuat pada material komposit.
a. Resin Alami
Resin alami atau yang disebut bioresin merupakan resin
yang berasal dari alam. Resin ini merupakan salah satu hasil hutan
bukan kayu yang terbuat dari berbagai getah pohon. Menurut
(Kuspradini et al., 2016) resin alami merupakan hasil eksudasi
tumbuhan yang terjadi secara alamiah dan keluar secara alamiah
atau buatan dengan ciri-ciri padatan. Keunggulannya selain ramah
lingkungan, resin alami ini juga sangat mudah terdegradasi.
b. Resin Sintesis
Resin sintetis yang biasanya digunakan berbahan polimer
mempunyai beberapa jenis yaitu, thermoset, dan termoplastik (Deka
Betan dkk, 2014). Matriks yang sering digunakan dalam material
komposit untuk transportasi, industry, dan produk komersil adalah
polimer. (Gibson, 2012). Resin thermoset merupakan bahan yang
apabila dipanaskan tidak dapat mencair kembali. Resin ini
membentuk ikatan silang antara rantai molekul dan karenanya didaur
ulang. Contoh dari resin yaitu:
- Polyester
- Phenolic Resin
- Epoxy
- Vinyl Ester

2. Reinforcement atau Filler


Penguat (reinforcement)/pengisi (filler) adalah material yang
diisikan kepada matriks dan berfungsi untuk menunjang sifat-sifat
matriks dalam membentuk bahan komposit (Tjahjanti, 2018).
2.3 Serat
Serat memiliki peran sebagai penguat utama dalam menyusun
material komposit, sehingga kekuatan komposit sangat bergantung pada serat
pembentuknya. Semakin kecil bahan (diameter serat) maka semakin kuat
bahan tersebut, karena minimnya cacat (Oroh, 2013).
Tabel 2.1. Sifat Mekanis Serat (Holbery, 2006)
Tensile Elastic
Density Elongation
Fiber Strength Modulus
(g/cm3) (%)
(MPa) (GPa)
Cotton 1.5-1.6 7.0-8.0 400 5.5-12.6
Jute 1.3 1.5-1.8 393-773 26.5
Flax 1.5 2.7-3.2 500-1,500 27.6
Hemp 1.47 2-4 690 70
Kenaf 1.45 1.6 930 53
Ramie - 3.6-3.8 400-938 61.4-128
Sisal 1.5 2.0-2.5 511-635 9.4-22
Coir 1.2 30.0 593 4.0-6.0
Softwood Kraft
1.5 4.4 1,000 40.0
Pulp
E-glass 2.5 0.5 2,000-3,500 70.0
S-glass 2.5 2.8 4,570 86.0
Aramid (Std.) 1.4 3.3-3.7 3,000-3,150 63.0-67.0
Carbon (Std.
1.4 1.4-1.8 4,000 230-240
PAN-based)

2.3.1 Serat Alam


Serat alam merupakan serat yang berasal dari selulosa
tanaman berupa serat kulit pohon, buah, kayu, daun-daunan, bahkan
rumput. Menurut (Setyanto, 2012) serat alam saat ini mulai menarik
perhatian dalam dunia industri karena, selain harganya yang relatif
murah, dan ringan serat alam juga lebih ramah lingkungan dibanding
dengan serat sintetis. Selain itu densitas yang rendah serta dapat
diuraikan secara biologi juga termasuk keunggulan dari serat alam ini
(Kusumastuti, 2009).
2.3.2 Serat Sintetis
Serat sintetis (buatan) merupakan serat yang memiliki
susunan molekul yang tersusun secara disengaja yang dibuat oleh
manusia melalui suatu proses kimia. Komposit serat sintetis
memberikan kekuatan dan keuletan yang lebih dibandingkan komposit
serat alam.komposit serat alam memiliki keterbatasan pada aplikasi
tertentu dikarenakan kemampuan serat alamnya yang dapat menyerap
kelembaban dan stabilitas termal yang lebih rendah dari serat sintetis.
2.4 Serat Daun Praksok
Pohon Praksok (Cordyline australis) merupakan pohon jenis
monokotil yang berasal dari Selandia baru (Warchoł et al., 2015). Cordyline
australis diklasifikasikan oleh Dahlgren tergabung dalam keluarga
Asteliaceae, sekitar 20 jenis Cordyline Australis tersebar di Afrika, Indo-
Malaysia, Australia, dan Polinesia (Brasch, 1988). Jenis tanaman di Indonesia
yang merupakan tanaman jenis Cordyline yaitu Pandan Bali (Praksok),
Hanjuang (Andong).
Gambar 2.2 Pohon Praksok
Serat Cordyline australis dilihat dari morfologi serat berbentuk
memanjang dan melintang, yang tampak sepertu tabung dengan permukaan
kasar yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kekuatan tarik
dari serat Cordyline australis per bundle serat yang diikat yaitu 2,5 gf/den,
dengan perpanjangan serat 13,15%. Sehingga serat alam dari daun cordyline
australis dapat digunakan sebagai bahan alternative tekstil (Sumihartati et al.,
2021). Berbagai keunggulan serat daun praksok (Cordyline australis) ini
meningkatkan inovasi pengembangan daun praksok (Cordyline australis)
dalam inovasi serat alam yang dapat diaplikasikan dalam penggunaan serat
alam di industri komposit contohnya pada body kendaraan, dan blade pada
turbin angin.
Penggunaan serat alami seperti Cordyline australis pada material
komposit lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan serat sintetis
yang seringkali bersifat non-biodegradable dan dapat membahayakan
lingkungan.
Gambar 2.3 Serat Daun Praksok
2.4.1 Sifat Mekanis Daun Praksok
Berdasarkan penelitian (Harmoji Witi, dkk., 2022) menunjukkan
bahwa kekuatan tarik komposit yang diperkuat dengan serat Praksok dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti panjang serat, perlakuan alkali, dan
fraksi volume serat. Kekuatan lentur komposit yang diperkuat dengan serat
Praksok juga dapat dipengaruhi oleh parameter seperti fraksi volume serat dan
perlakuan alkali. Penelitian ini menunjukkan juga bahwa didapatkan ikatan
serat matriks yang optimal yaitu terjadi pada durasi perendaman serat 2 jam.
2.5 Resin Polyester
Resin polyester adalah resin termoset cair dengan viskositas rendah
dan cukup banyak digunakan dalam banyak bidang. Penambahan katalis akan
membuat resin polyester mengeras pada suhu ruang 20ºC – 25ºC. Pada
umumnya resin polyester bersifat kuat, keras dan tahan terhadap asam, basa,
serta panas. Polyester juga tergolong memiliki harga yang murah dibanding
resin lainnya. Resin polyester dapat digunakan karena berkaitan dengan serat
alam, karena resin poliester dapat mengikat serat tanpa menimbulkan respon,
dan dapat meningkatkan kekuatan mekanik (mechanical bending) antara
matriks dengan serat atau pengisi lainnya (Jekson 2018).
Tabel 2.2 Karakteristik Mekanik Resin Polyester (Bramantyo, 2008)
No Sifat Mekanik ASTM Satuan Nilai
1 Elogansi D792 % 1,10-1,20
2 Kekuatan Tarik D638 N/m2 55,152
3 Kekuatan Lentur D790 N/m2 93,069
2
4 Kekuatan Tekan D695 N/m 151,668
5 Modulus Elastisitas D638 105 N/m2 35,30
6 Modulus Lentur D790 N/m2 41,364
7 Suhu Defeksi Panas D648 0 °C (0 °F) 87 (198)
Resin yang akan digunakan adalah resin polyester Yucalac 157 BQTN-EX
dengan spesifikasi sebagai berikut
Tabel 2.3 Spesifikasi Resin Polyester Yucalac BQTN 157-EX (Nurhidayah, 2016).
Item Satuan Nilai Tipikal Catatan
Berat Jenis g/cm3 1,215 25O
Kekerasan Kg/mm2 40 Barcol GYZJ 934-1
o
Suhu distorsi panas C 70 -
Penyerapan air (suhu ruangan) % 0,188 24 Jam
Penyerapan air (suhu ruangan) % 0,446 3 Hari
2
Kekuatan Fleksural Kg/mm 9,4 -
Modulus Fleksural Kg/mm2 300 -
2
Kekuatan Tarik Kg/mm 5,5 -
2
Modulus Tarik Kg/mm 300 -
Elongasi % 1 -

Gambar 2.4 Resin Polyester Yucalac 157 BQTNN-EX


2.6 Fraksi Volume
Perbandingan serat dan matrik menjadi salah satu faktor yang cukup
penting. Umumnya perbandingan ini ditunjukkan dalam bentuk fraksi
volume serat atau fraksi berat serat. Namun fraksi volume serat lebih sering
digunakan karena tingkat keakuratan yang lebih tinggi dan lebih mudah
menentukan nilai perbandingan antara serat dan matriks. Fraksi volume dapat
dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
• Volume Cetakan
𝑽𝒄 = 𝒑 𝒙 𝒍 𝒙 𝒕 ………………………………………………………….. (2.1)
• Dimensi Cetakan
Panjang (p) = (cm)
Lebar (l) = (cm)
Tinggi (t) = (cm)
Persamaan untuk mencari volume serat, berat serat, volume matrik, dan berat
matrik adalah sebagai berikut:
• Volume Serat (𝑽𝒇)
𝑽𝒇 = 𝑽𝒂𝒓𝒊𝒂𝒔𝒊 𝑭𝒓𝒂𝒌𝒔𝒊 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑺𝒆𝒓𝒂𝒕 (%) 𝑥 𝑽C ……………………. (2.2)
• Berat Serat (Bf)
𝑩𝒇 = 𝑽𝒇 𝑥 𝝆𝒇....................................................................................... (2.3)
• Volume Matrik (Vmatrik)
𝑽𝒎𝒂𝒕𝒓𝒊𝒌 = 𝑽𝒄 −𝑽𝒇............................................................................. (2.4)
• Berat Matrik (Bm)
𝑩𝒎 = 𝑽𝒎𝒂𝒕𝒓𝒊𝒌 𝑥𝝆𝒎𝒂𝒕𝒓𝒊𝒌................................................................ (2.5)
• Massa Jenis Serat (ρf ) = gr/cm³
• Massa Jenis Resin (ρm) = gr/cm³
• Volume Cetakan (Vc) = cm³
• Volume Serat (Vf ) = cm³
• Volume Matriks = cm³
• Berat Serat (Bf) = gr³
• Berat Matrik (Bm) = gr³
2.7 Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan salah satu jenis
mikroskop elektron yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran
permukaan suatu sampel (Setyaningsih & Septiano, 2019). Kemajuan dalam
penggunaan Scanning Electron Microscopy (SEM) memungkinkan pemindaian
area yang luas dan mengumpulkan sejumlah besar data untuk mendapatkan
karakteristik sampel, diantaranya adalah menghitung objek dan mengumpulkan
statistik objek tersebut, salah satunya mendapatkan citra morfologi ukuran untuk
menentukan distribusi ukuran (Kharin, 2020). Pengujian Scanning Electrom
Microscopy (SEM) memungkinkan mendapatkan hasil citra morfologi dan
konsentrasi dari campuran bahan (Septiano et al., 2021)
• Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut :
a. Electron gun menghasilkan electron beam dari filamen. Pada umumnya
electron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen
berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang
diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda
kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju
menuju ke anoda.
b. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan
sampel.
c. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
d. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik
Secondary Electron (SE) atau Back Scattered Electron (BSE) dari
permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam
bentuk gambar pada monitor CRT.
2.8 Uji Kekuatan Bending
Uji bending merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
kekuatan terhadap bending atau pembengkokan. Pengujian bending ini
didasarkan pada 13 ”Standard Methods of Tension Testing of Metalite
Materials” dari S. Pada pengujian ini menggunakan three point bending yang
menggunakan jenis tumpuan bebas. Spesimen akan mengalami tegangan
tekan pada bagian atas dan tegangan Tarik di bagian bawahnya yang akan
didapat beban oleh benda uji sebelum terjadinya patahan.
Gambar 2.5 Ukuran Spesimen Uji Bending (ASTM D790 – 03)
Dimana:
p = Panjang (cm)
b = Lebar (cm)
d = Tebal (cm)

Gambar 2.6 Posisi Spesimen Saat Uji Bending


Dimana:
P = Beban (N)
L = Jarak Tumpuan (mm)
b = Lebar Benda Uji (mm)
d = Ketebalan Benda Uji (mm)
Pengujian bending menghasilkan nilai kekuatan bending maksimum dan
regangan bending yang terjadi:
a. Tegangan Bending
𝟑𝐏𝐋
𝜎 = 𝟐𝐛𝐝² …….…………………………………..…………….... (2.6)

b. Regangan Bending
𝟔𝛅 .𝐝
𝜀= ………………………………………………………… (2.7)
𝑳²

c. Modulus Elastisitas
𝑳𝟑 .𝒎
𝐸 = 𝟒𝐛.𝒅𝟑 ………..…………………………………...…………. (2.8)
Keterangan
𝜎 = Tegangan Bending (Mpa)
P = Beban (N)3
L = Panjang Span (mm)
b = Lebar Benda Uji (mm)
d = Tebal Benda Uji (mm)
𝜀 = Regangan (mm)
m = Tangen Garis Lurus Pada Load-Deflection Curve
δ = Defleksi (mm)
E = Modulus Elastisitas (Gpa)

Gambar 2.7 Alat Uji Bending (ASTM D790-03)


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Variasi fraksi volume serat daun praksok 25%,
30%, 35%, dan 40%.
2. Variabel kontrol : Serat daun praksok dengan panjang 1 cm,
menggunakan daun yang ke 3-5 dari bawah,
alkalisasi (NaOH) 5% selama 2 jam.
3. Variabel terikat : Tegangan, Regangan, dan Modulus elastisitas
bending
3.2 Persiapan Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
1. Alat cetak : Menggunakan Cetakan berbentuk segi empat yang terbuat dari
akrilik karena polyester tidak menempel pada akrilik sehingga mudah untuk
melepas spesimen dari cetakan.
2. Alat ukur : Penggaris, timbangan digital, gelas ukur, timer (stop watch),
jangka sorong, piknometer.
3. Alat bantu : Gunting, pengaduk elektrik, sendok, klem/penjepit, selotip,
amplas.
4. Alat pembersih : Tissue, lap.
5. Alat Uji Bending Tensilon RTG-1250 dengan ASTM D790-03
3.2.2. Bahan
1. Matrik: Yucalac 157 BQTN-EX
2. Penguat: Serat daun praksok (Cordyline autralis).
3. NaOH dan Aquades untuk proses alkalisasi.
4. Acetone sebagai cairan pembersih cetakan.
5. Sealent untuk menutup celah pada cetakan agar resin tidak mereembes keluar
saat proses penuangan resin kedalam cetakan.
3.3 Diagram Alir Penelitian (Flow Chart)

MULAI

Studi literatur

Persiapan alat dan bahan

Siapkan resin Serat daun praksok


Polyester, hardener,
wadah dan pengaduk
Proses water retting
serat daun praksok
Serat
Timbang resin dan
Pengeringan daun
hardener dengan
praksok
perbandingan
99% : 1%
Proses Alkalisasi
dengan perendaman
Campurkan resin dan NaOH 5% selama 2
hardener yang telah jam
ditimbang kemudian
aduk hingga rata
Proses pengeringan
serat dengan
menjemur dibawah
sinar matahari

Proses pemotongan
serat menjadi 1 cm

A
A

Perhitungan masa jenis serat praksok

Pembuatan komposit dengan variasi fraksi volume


serat 25%, 30%, 35%, dan 40%

Pembuatan spesimen uji bending sesuai


dengan ASTM D790-03

Uji Bending

Pengujian Scanning Electron Microscope


(SEM)

Analisa data

Hasil dan pembahasan

Selesai
3.4 Skematik Cetakan Komposit

Gambar 3.1 Desain Cetakan Komposit

3.5 Perhitungan Volume Cetakan Dan Massa Jenis


3.5.1. Perhitungan Volume Cetakan
Volume cetakan (Vc) diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak serat dan
resin yang akan digunakan dalam proses pembuatan komposit. Untuk menghitung
volume cetakan dapat menggunakan persamaan berikut :

Vc = Panjang cetakan x Lebar cetakan x Tinggi cetakan ……….…………(3.1)

3.5.2. Perhitungan Massa Jenis Resin dan Serat Daun Praksok


1. Massa Jenis Resin Polyester Yucalac 157 BQTN-EX
Diketahui massa jenis resin polyester (ρPolyester) = 1,215 gr/cm3
(Sumber : Ninis Nurhidayah, 2016 ).
2. Masa jenis serat daun praksok
Pada penelitian ini, massa jenis serat daun praksok yang dicari yaitu serat
tanpa perlakuan NaOH 5%. Tahapan untuk mencari massa jenis Serat daun
praksok adalah dengan menimbang piknometer kosong, kemudian menimbang
piknometer yang diisi dengan serat daun praksok, menimbang piknometer diisi
metanol, dan dengan menimbang piknometer yang diisi metanol serta serat
daun praksok. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan pada
masing-masing variasi.
Setelah mendapatkan dari dari pengujian tersebut, massa jenis serat daun
praksok dapat dihitung dengan menggunakan cara berikut :
(𝑚2 −𝑚1 )
𝜌𝑓 = (𝑚 …………………………………………… (3.2)
3 −𝑚1 )−(𝑚4 −𝑚2 )
Keterangan :
- m1 = massa piknometer kosong (gram)
- m2 = massa piknometer diisi serat (gram)
- m3 = massa piknometer diisi metanol (gram)
- m4 = massa piknometer diisi serat dan metanol (gram)
- ρl = massa jenis metanol (gr/cm3) = 0,79 gr/cm3

3.6 Perhitungan Volume dan Massa Serat


Berdasarkan hasil perhitungan volume cetakan dan massa jenis sisal perlu
diketahui juga berapa volume serat dan massa serat yang akan digunakan dalam proses
pencetakan komposit. Maka volume dan massa serat dapat dihitung
dengan menggunakan.
Persamaan:

Vf = Persentase serat x Vc ……………….…………………………..(3.3)

Mf = ρf x Vf …………………………………………………………...(3.4)

Keterangan:

- Vc = volume cetakan
- ρf = massa jenis serat
- Vf = volume serat

3.7 Perhitungan Volume dan Massa resin


Volume dan massa jenis resin yang digunakan dalam pencetakan komposit
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Vresin = Vc – Vf ……………………………………..…………………….(3.5)
mresin = ρresin x Vresin ………………………..……………………………(3.6)
Keterangan :
- ρresin = massa jenis resin
- Vresin = volume resin

3.8 Proses Alkalisasi Serat dengan NaOH


Untuk proses perlakuan alkalisasi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pastikan serat dalam keadaan kering.
2. Timbang 5 gram NaOH dan aquades 95 gram, lalu campur hingga rata.
3. Serat yang direndam selema 2 jam pada cairan tersebut untuk menghasilkan
lignin pada serat daun praksok.
4. Serat daun praksok yang telah direndam kemudian di bersihkan dengan
aquades.
5. Kemudian serat dikeringkan dengan dijemur di bawah sinar matahari.
6. Setelah kering, serat daun praksok dipotong sepanjang 1 cm dan siap
digunakan sebagai komponen penyusun komposit.
3.9 Proses Pembuatan Spesimen Komposit
Langkah-langkah yang dilakukan untuk pembuatan spesimen komposit
serat daun praksok sebagai berikut :
1. Siapkan alat dan bahan yang telah ditentukan sebelumnya
2. Bersihkan cetakan dengan aceton agar cetakan steril.
3. Bersihkan sealent pada cetakan untuk menutup celah agar matriks tidak
merembes keluar cetakan melelaui celah yang ada pada cetakan.
4. Timbang serat dan resin sesuai dengan hasil perhitungan fraksi volume
yang telah ditentukan.
5. Campurkan resin yang telah ditimbang dengan hardener menggunakan
perbandingan 99% : 1% kedalam gelas ukur, kemudian aduk sampai rata.
6. Tuangkan sedikit resin pada cetakan dan ratakan dengan menggunkan kuas
atau sendok.
7. Masukan serat daun praksok secara acak dan merata kedalam cetakan, lalu
tuangkan sisa resin kedalam cetakan secara merata.
8. Tutup cetakan dengan akrilik dan berikan tekanan selama 24 jam.
9. Setelah 24 jam, buka penutup cetakan dan lepaskan komposit dari cetakan.
10. Kemudian spesimen dipotong spesimen sesuai bentuk ASTM yang telah
ditentukan. Untuk uji bending menggunakan ASTM D790 – 03 sebanyak
3 spesimen pervariasi yang telah ditentukan

3.10 Klasifikasi Spesimen Uji


Spesimen komposit pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yaitu:
• Spesimen uji I:
Komposit bermatriks Polyester tanpa penguat.
• Spesimen uji II:
Komposit Polyester berpenguat serat daun praksok dengan
perlakuan alkalisasi NaOH 5% dengan variasi fraksi volume 25%, 30%,
35%, 40%.

Tabel 3.2 Data Perhitungan Uji Bending

Fraksi Modulus
Kode Tegangan Regangan
Volume Elastisitas E
Spesimen σl (MPa) ɛl (%)
Serat (GPa)

Resin I.a
polyester I.b
tanpa I.c
penguat Rata-rata
II.a
25% serat II.b
daun
praksok II.c
Rata-rata
III.a
30% serat III.b
daun
praksok III.c
Rata-rata
III.d
35% serat III.e
daun
praksok III.f
Rata-rata
III.g
40% serat III.h
daun
praksok III.i
Rata-rata
3.11 Proses Pengujian

3.11.1 Uji Bending

Pengujian bending dilakukan untuk mentehaui besarnya kekuatan bending dan


regangan bending dari biokomposit. Penelitian ini menggunakan ASTM D790-03.
Adapun Langkah-langkah pengujian bending dilakukan sebagai berikut:
1. Mengukur dimensi spesimen mengikuti Panjang (p), lebar (l), tebal (t).
2. Pemasangan spesimen pada mesin uji.
3. Menyiapkan dan menghidupkan mesin uji bending.
4. Mensetting program sesuai dengan bahan yang akan diuji dan memasukkan
data data sesuai dimensi yang terdapat pada spesimen.
5. Pemasangan spesimen uji bending pada dudukan alat uji bending dengan jenis
pengujian threepoint bending.
6. Melakukan uji bending
7. Pengujian dilakukan hingga material mengalami perubahan bentuk dari
pengujian spesimen tersebut dan amati permukaannya.
8. Hentikan penambahan beban dan lepas spesimen dari mesin pengujian bending
bila beban sudah berkurang.
9. Ulangi Langkah – Langkah prosedur sesuai dengan jumlah sampel yang akan
diuji dan catat hasil dari setiap pengujian, pastikan tiap fraksi volume sama
sesuai dengan yang sudah ditentukan.
10. Setelah mendapatkan data hasil dari pengujian, dilanjutkan dengan
perhitungan karakteristik kekuatan bending.
3.12 Analisa Data
Analisa data hasil pengujian dilakukan dengan analisa grafik yaitu mambuat grafik
hubungan antara fraksi volume serat daun praksok terhadap kekuatan bending. Patahan
grafik

5
TEGANGAN BENDING

0
tanpa penguat 25% 30% 35% 40%
FRAKSI VOLUME SERAT DAUN PRAKSOK

Gambar 3.2 Grafik Tegangan Bending


45

ELASTISITAS BENDING N.M -2


40
35
30
25
20
15
10
5
0
tanpa 25% 30% 35% 40%
penguat

FRAKSI VOLUME SERAT DAUN PRAKSOK

Gambar 3.3 Grafik Elastisitas Bending

30
REGANGAN BENDING

25

20

15

10

0
tanpa 25% 30% 35% 40%
penguat
FRAKSI VOLUME SERAT DAUN PRAKSOK

Gambar 3.4 Grafik Regangan Bending

3.13 Tempat dan Waktu Penelitian


3.13.1 Tempat Penelitian
Spesimen dibuat di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Udayana
dan pengujian bending dilaksanakan di Laboratorium Metalurgi Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali.
3.14.1. Waktu Penelitian

Tabel 3.4 Waktu pelaksanaan yang dilakukan


Oktober November Desember Januari Februari
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Studi Literatur
2. Seminar Proposal
Persiapan Alat dan
3.
Bahan
Penelitian
4.
Eksperimental
5. Analisa Data
6. Penulisan Laporan
7. Seminar Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Adil Wazeer, A. D. (2022). Composites for Electric Vehicles and Automotive Sector.
Green Energy and Intelligent Transportation.
Betan, A. D., Sonief, A. A., & Soenoko, R. (2014). Pengaruh Persentase Alkali pada
Serat Pangkal Pelepah Daun Pinang (Areca Catechu) terhadap Sifat Mekanis
Komposit Polimer, 5(2), 119– 126.
Billmeyer, 1984, Text Book of Polymer Science, Third Edition, John Wiley & Sons,
Inc., Singapore.
Chandramohan, D., dan Bharanichandar, J. 2013. Natural Fiber Reinforced Polymer
Composites for Automobile Accessories. American Journal of Environmental
Sciences, 9(6), 494-504.
Derek Hull. 1981. An Indtroduction to Composite Materials. Cambrige Solid State.
Science Series, London
Gibson, O. F., 1994, Principle of Composite Materials Mechanics, McGraw-Hill Inc.,
New York, USA.

Hadi, B.K. 2000. Mekanika Struktur Komposit. Departemen Pendidikan Nasional,


Bandung.

Hadi Widodo YS. 1998. Sintesis Komposit Serat Bambu dalam Upaya Pencarian
Material Wahana Laut Maju. Surabaya: Lemlit ITS.
I. Bagus Putu Purwadnyana, T. Gde Tirta Nindhia, and I. Wayan Surata, 2020.
Kekuatan Tarik Dan Lentur Komposit Polyester Berpenguat Serat Cordyline
Australis (Daun Praksok) Dengan Perlakuan Air Laut. Pros. Semin. Nas.
Teknoka, vol. 5.
Kharin, A.Y. (2020). Deep learning for scanning electron microscopy: synthetic data
for the nanoparticle’s detection. Ultramicroscopy, 113125

K. Witono, Y. Surya Irawan, R. Soenoko, and H. Suryanto, 2013. Pengaruh Perlakuan


Alkali (NaOH) Terhadap Morfologi dan Kekuatan Tarik Serat Mendong, J.
Rekayasa Mesin, vol. 4, no. 3.
Machmudi, F. d. (2022). Analysis of the impact strength on laminated polyester
composites reinforced Sugar Palm Fiber (SPF) with fiber orientation:
random and woven. Jurnal Polimesin, e-issn 2549-1999 Vol.20, No.2.
Naufal, A., S. Jokosisworo, dan Samuel. 2016. Pengaruh Kuat Arus Listrik dan Sudut
Kmpuh V Terhadap Kekuatan Tarik dan Tekuk Aluminium 5083 Pengelasan
GTAW. Jurnal Teknik Perkapalan 4(1): 256-264.
Pratansi Harmi. 2018. Buku Ajar Teori dan Aplikasi Material Komposit dan Polimer.
Sidoarjo. Umsida Press.
Schwart, M.M. 1984. Composite Materials Handbook. Mc Graw-Hill Book Co., New
York.

Septiano, A.F., Sutanto, H., & Susilo. (2021). Synthesis and characterization of resin
lead acetatecomposites and ability test of X-ray protection. Journal Of Physics:
Conf Series, 1918.

Setyaningsih, N.E. & Septiano, A.F. (2019). Optimasi kualitas citra scanning electron
microscopy (sem) dengan metode contrast to noise ratio (CNR). Prosiding
Seminar Nasional IV Hasil Penelitian Pranata Laboratorium Pendidikan
Indonesia, IV - ISSN: 2548-1924.

Surdia,T.dan Saito,S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. PT. Dainippon Gitakarya


Printing. Indonesia.

Thakur, V. K., Gupta, R., & Thakur, M. K. (2017). Hybrid Polymer Composite
Materials: Processing.

Tjahjanti, P. H. (2018). BUKU AJAR TEORI DAN APLIKASI MATERIAL KOMPOSIT


DAN POLIMER. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Vlack, L. H., 1995, Ilmu dan Teknologi Bahan, terjemahan Ir. Sriati Djaprie, Jakarta:
Erlangga.

Wona, Hendrikus, Kristomus B., Erich U. K. Maliwemu., 2015, Pengaruh Variasi


Fraksi Volume Serat terhadap Kekuatan Bending dan Impak Komposit Polyester
Berpenguat Serat Agave Cantula, Jurnal Teknik Mesin, LJTMU: Vol. 02, No.
01.
Yono, S. 2016. Pengembangan Komposit Serat Alam Rami Dengan Core Kayu Sengon
Laut Untuk Aplikasi Sudu Turbin Angin. SINTEK JURNAL: Jurnal Ilmiah
Teknik Mesin, 45–55.

Anda mungkin juga menyukai