Anda di halaman 1dari 85

JURNAL SIMETRIK

ISSN : 2302-9579
VOLUME 1, NOMOR 1, Desember 2012

Ketua Penyunting
Vicky Salamena, SST., MT

Redaktur
Aleksander A Patty, ST., MT

Penyunting Pelaksana
Luwis H. Laisina, ST., MT
Paulus F. Picauly, ST., M.Eng
Graciadiana I. Huka, ST., MT
Reynold P. J. V. Nikijuluw, S.Pd., M.Ed

Desain Grafis
Ridolf Kermite, ST

Tata Usaha
Wa Hauli

Alamat Penyunting dan Tata Usaha :


Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Politeknik Negeri Ambon
Jln. Ir. M. Puttuhena Wailela Rumah Tiga Kota Ambon 97234.
Website: www.uppm.polnam.ac.id. e-mail: jurnalsimetrik@gmail.com

i
DAFTAR ISI

PERUBAHAN SIFAT MEKANIS KOMPOSIT HIBRID POLIESTER YANG DIPERKUAT 1-8


SERBUK BATOK KENARI DAN SERAT KELAPA AKIBAT VARIASI FRAKSI VOLUME
(EDISON EFFENDY)

PENGARUH BILANGAN REYNOLDS DAN JARAK MELINTANG PENGHALANG


9 - 16
SEGITIGA YANG DISUSUN BERSILANGAN TERHADAP POLA DAN BEDA
TEKANAN ALIRAN FLUIDA
(ALEXANDER PATTY)

ANALISIS PENGGUNAAN BAJA TULANGAN DAN BETON PADA PONDASI


17 - 25
JEMBATAN WAI-SAPIA
(SAMUEL UNEPUTTY Dan HERRY H. ROBERTH)

ANALISIS SIFAT MEKANIS KOMPOSIT POLYESTER MENGGUNAKAN SERAT


26 - 31
AMPAS EMPULUR SAGU AKIBAT VARIASI FRAKSI VOLUME
(EDYSON HUKOM, dkk)

ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL BENTENG GUDANG ARANG AIR SALOBAR


32 - 38
(Jl. Dr. Siwabessy – Jl. Dr. Malaiholo – Jl. Dr. Kayadoe – Jl. Gudang Arang Ambon)
(ELYSABETH TALAKUA)

EVALUASI JARAK PANDANG PADA SIMPANG JALAN HALONG DAN HALONG


39 - 45
ATAS KOTA AMBON
(VERA Th. C. SIAHAYA Dan S. METEKOHY)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBENGKAKAN BIAYA


46 - 57
(COST OVERRUN) PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG DI KOTA AMBON
(TONNY SAHUSILAWANE Dan LENORA LEUHERY)

STUDI PERLINDUNGAN PANTAI DUSUN ERIE - DESA NUSANIWE 58 - 64


(PIETER LOURENS FRANS Dan ISAK LILIPORY)

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR DINDING PENAHAN PANTAI TYPE CELLULAR 65 - 73


(BUIS SUMURAN) PADA DAERAH PANTAI RUMAHTIGA AMBON
(ISAK LILIPORY Dan PIETER LOURENS FRANS)

STUDI PERBANDINGAN UNJUK KERJA TRAFO OPEN DELTA DAN TRAFO DELTA 74 - 81
PADA KEADAAN BERBEBAN
(PELPINUS SINAY)

ii
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

PERUBAHAN SIFAT MEKANIS KOMPOSIT HIBRID POLIESTER YANG


DIPERKUAT SERBUK BATOK KENARI DAN SERAT KELAPA
AKIBAT VARIASI FRAKSI VOLUME

Edison Effendy
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon
Email : edisoneffendy@gmail.com

Abstract

Walnut shell powder and coconut fiber are the two waste materials derived from the processing of walnut
and coconuts which are plentifull in the Maluku region and not been optimally accomodate. Both of these materials
can be utilized for the develop of composites using polyester resin as the matrix.
Polyester resin under open-air conditions will be formed in liquid, walnut shell powder (SBK) is hard and
strong, and coconut fiber (SSK) are light and fragile, therefore the nature of the adhesive polyester will be used as a
binder between coco fiber and walnut shell powder as a filler. If done setting the volume fraction variation between
Walnut Shell Powder (SBK) and coconut fiber (SSK) in the polyester resin is expected to be seen large variations in
the mechanical properties of this composite for each composition. Testing was performed mechanical testing
standard ASTM D790 flexural test.
From the results seen any changes in the mechanical properties due to the addition of fibers and powders.
Bending Tests obtained for bending strength hybrid composite average Coconut Coir Fiber and Walnuts Shell
Powder SBK 10%: 30% SSK: 60% Polyester Resins adalah119.2046 MPa, the highest bending modulus of elasticity
at 10% SBK: 30% SSK: 60% Polyester resin for 8026.32071 MPa.

Keyword : mechanical properties, filler, hibryd composit, volume fraction

1. Pendahuluan Material yang ramah lingkungan, mampu didaur


1.1 Latar Belakang ulang, serta mampu dihancurkan sendiri oleh alam
Material komposit adalah kombinasi antara dua merupakan tuntutan teknologi sekarang ini. Salah satu
bahan atau lebih yang memiliki sejumlah sifat yang
material yang diharapkan mampu memenuhi hal tersebut
tidak mungkin dimiliki oleh masing-masing komponen.
Pada bahan komposit bahan pembentuknya masih adalah material komposit dengan material pengisi (filler)
terlihat seperti aslinya. Material yang dibuat dengan serat alam. Penggunaan serat alam sebagai filler dalam
kombinasi dua atau lebih material berbeda yang komposit tersebut terutama untuk lebih menurunkan
digabung atau dicampur secara makroskopik untuk biaya bahan baku dan peningkatan nilai salah satu
membentuk material yang bermanfaat, dengan syarat produk pertanian.
terjadi ikatan antara kedua material tersebut Kowangid dan Diharjo (2003) menunjukkan
(Budinski,2003). Komposit mempunyai sifat–sifat yang bahwa hasil uji bending dan impak komposit sandwich
unggul dibandingkan dengan material lain, seperti rasio GFRP (Glass Fiber Reinforced Polyester) dengan lebih
antara kekuatan dan densitasnya cukup tinggi, kaku, tinggi dibandingkan dengan core PVC H 100 . Perilaku
proses pembuatannya sangat sederhana serta tahan ini mengindikasikan bahwa semakin padat core semakin
terhadap korosi dan beban lelah (Rusmiyatno, 2007). tinggi pula kekuatannya. Jika hasil penelitian ini
Salah satu jenis komposit yang diketahui adalah dibandingkan dengan hasil penelitiannya Diharjo dkk
komposit dengan penguat berbahan serat dan serbuk (2004), maka komposit GFRP sandwich dengan core
Penggunaan material komposit dengan filler serat PVC H 100 memiliki kekuatan lebih tinggi
alam (biokomposit) mulai banyak dikenal dalam industri dibandingkan dengan komposit GFRP sandwich dengan
manufaktur. Komposit dengan penguat serat alami ini polyurethane (PU)PU
semakin intensif berkaitan dengan meluasnya Saira Taj, et.al, (2007) menggunakan Serat
penggunaan komposit pada berbagai bidang kehidupan
alami sebagai penguat menjadi alternatif serat teknis
serta tuntutan penggunaan material yang kuat dan lebih
ringan yang sebagian dapat dipenuhi oleh komposit seperti serat kaca. Beberapa komposit serat alam
berbasis serat (fibre reinforced composites). mencapai sifat mekanik yang setara dengan komposit
1
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

fiber glass, dan sudah diterapkan misalnya, dalam 1.2 Rumusan Masalah
industri mobil dan mebel. Selanjutnya Majid Ali, Pada penulisan ini rumusan masalah yang akan
(2010) menyajikan fleksibilitas dari serat kelapa untuk dibahas adalah:
Bagaimana pengaruh variasi fraksi volume serbuk batok
pengaplikasian dalam berbagai cabang rekayasa,
kenari (SBK) dan serat Sabut kelapa (SSK) terhadap
khususnya dalam rekayasa sipil sebagai bahan perubahan sifat mekanis dari komposit serbuk kenari
konstruksi. Komposit diperkuat serat kelapa telah dan serat sabut kelapa resin poliester.
digunakan sebagai elemen non-struktural murah dan
tahan lama.
1.3 Batasan Masalah
Penelitan tentang komposit berbasis serat sangat Agar penelitian yang dilakukan Untuk
beragam mulai dari variasi jenis matriks dan serat, jenis memperlancar dan memudahkan jalannya penelitian ini
anyaman hingga bahan dasar matriks maupun serat. maka batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
Penelitian juga berkembang dengan penggunaan bahan  Material yang digunakan sebagai filler adalah serbuk
serat alam untuk beberapa variasi matrik resin sintetis batok kenari dan serat sabut kelapa dengan
dan alami. Komposit dengan penguat serat alami ini perbandingan variasi volumenya yaitu: 30%:10%,
20%:20% dan 10%:30% yang ditambahkan 60%
semakin intensif berkaitan dengan meluasnya
resin poliester tipe 157 BTQN dengan serat pendek
penggunaan komposit pada berbagai bidang kehidupan (1cm) acak dan serbuk batok kenari ukuran mesh
serta tuntutan penggunaan material yang kuat dan berat 180.
yang lebih ringan yang sebagian dapat dipenuhi oleh  Perlakuan alkali dilakukan terhadap serat dan serbuk
komposit berbasis serat (fibre reinforced composites). masing masing pada larutan 5% NaOH
Serat alam dapat menjadi filler dalam komposit  Pengujian mekanik yang dilakukan adalah pengujian
karena kandungan selulosa yang dimilikinya. Beberapa dan pengujian bending (ASTM D790-03 ).
serat alam yang memiliki selulosa antara lain, sabut
1.4 Tujuan Penelitian
kelapa, kenaf, , tebu, jagung, abaca, padi, ramie dan lain Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
- lain. Variasi komposit ini akan membentuk kombinasi mendapatkan nilai maksimal variasi fraksi volume
serat alam dan partikel serbuk alami menjadi komposit serbuk batok kenari dan serat sabut kelapa terhadap
hibrid (terdiri atas 2 atau lebih reinforced). Salah satu perubahan sifat mekanis khususnya nilai kekuatan
partikel yang dapat menjadi pengisi (filler) adalah bending dari komposit serbuk batok kenari dan serat
serbuk batok kenari (Canarium sp). sabut kelapa resin poliester sebagai bahan pengganti
fibre glass pada pembuatan perahu nelayan serta upaya
Penelitian ini dititik beratkan pada meneliti
untuk meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis dari
kekuatan bending dan impack material yaitu untuk kedua material serat alam tersebut.
mengetahui sifat mekaniknya dan sifat fisiknya sesuai
dengan aplikasi yang diinginkan. Bahan yang digunkan 1.5 Manfaat Penelitian
pada komposit ini berasal dari biomaterial biomaterial 1. Mendapatkan material teknik yang lebih baik,
yaitu filler serat sabut kelapa dan serbuk batok kenari kuat, dan murah khususnya komposit hibrid
Sebagai alternatif pengganti serat sintetis yang
yang divariasikan terhadap matrik poliester type 157
lebih mahal dan tidak ramah lingkungan
BTQN. 2. Mengetahui komposisi optimum serat kelapa dan
Batok kenari dan serat kelapa yang digunakan serbuk batok kenari pada pembuatan komposit
adalah yang berasal dari daerah Maluku. Kedua produk serta pengaruh variasi fraksi volume serat
pertanian ini sangat banyak terdapat di daerah Maluku kelapa dan serbuk batok kenari sehingga
namun sangat disayangkan karena selama ini belum kecendrungan sifat mekanis dan aplikasi
penggunaan komposit dapat dipilih berdasarkan
dimanfaatkan sebagai suatu material yang bernilai
sifat komposit.
ekonomi karena bahan dasar dari kedua material ini
lebih banyak dijadikan limbah. Arah dan aplikasi dari 2. Tinjauan Pustaka
penelitian ini adalah untuk mendapatkan material baru 2.1 Komposit
yang nantinya dapat bermanfaat untuk bahan dasar Kata komposit berasal dari kata “to compose”
pembuatan lambung perahu pengganti fybre glass yang yang berarti menyusun atau menggabung. Secara
saat ini sering digunakan oleh masyarakat Maluku serta sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari
dua atau lebih bahan yang berlainan. Jadi komposit
menambah khasanah biomaterial yang ada di Indonesia
adalah suatu bahan yang merupakan gabungan atau
dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. campuran dari dua material atau lebih pada skala

2
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

makroskopis untuk membentuk material ketiga yang memiliki karakteristik istimewa adalah serat sabut
lebih bermanfaat. Pada bahan komposit, sifat-sifat unsur kelapa yang dapat menjadi bahan penguat dengan
pembentuknya masih terlihat jelas yang pada paduan berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan.
sudah tidak lagi tampak secara nyata. Justru keunggulan
bahan komposit di sini adalah penggabungan sifat-sifat
unggul masing-masing unsur pembentuknya tersebut
Secara umum material komposit dapat
diklasifikasikan atas tiga macam yaitu, Metal Matrix
Composites (MMCs), Polymer Matrix Compsites
(PMCs) dan Ceramics Matrix Coposites (CMCs) (Imra,
2009; Jacob, 1994)

2.2 Polyester
Polyester, dalam kebanyaan hal resin polyester
tak jenuh ini disebut polyester saja. Karena berupa resin
cair dengan viscositas yang relatif rendah, mengeras Gambar 1. Klasifikasi Bahan Penguat Komposit
pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa Sumber P.C.Pandey, 2004
menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak
resin termoseting yang lainnya, maka tak perlu diberi 2.1 Serat sabut kelapa (coco fiber)
tekanan untuk pencetakan. Berdasarkan karateristik ini, Kelapa merupakan tanaman perkebunan/ industri
bahan dikembangkan secara luas sebai plastik penguat berupa pohon batang lurus dari family Palmae. Tanaman
serat (FPR) dengan menggunakan bahan serat gelas. kelapa (Cocos nucifera L) merupakan tanaman
Menurut (Davis,1982) Polyester berasal dari reaksi serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi
kimia asam dibasa bereaksi secara kondensasi dengan tinggi.
alkohol dihidrat. Karena asam tak jenuh digunakan Struktur serat ditentukan oleh dimensi dan
dengan berbagai cara sebagai bagian dari asam dibasa, pengaturan sel-sel berbagai unit, dan yang juga
yang menyebabkan terdapatnya ikatan tak jenuh dalam mempengaruhi sifat serat. ''Serat adalah sel memanjang
rantai utama dari polimer yang dihasilkan, maka disebut dengan ujung runcing dan sangat tebal dinding sel
polyester tak januh. Kemudian, monomer vinil berlignin 'seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
dicampur, yang bereaksi dengan gugus tak jenuh pada
pencetakan untuk mengeset. Sifat dari polyester sendiri
adalah kaku dan rapuh. Mengenai sifat termalnya,
karena banyak mengandung monomer stiren, maka suhu
deformasi termal lebih rendah dari pada resin termoset
lainnya dan ketahanan panas jangka panjangnya kira- Gambar 2. Iirisan Sel Serat Sabut Kelapa
kira 110-140°C. Ketahanan dingin adalah baik secara Sumber: Afa Austin Waifielate, 2008
relatif. Sifat listriknya lebih baik diantara resin termoset, Bagian melintang dari sel unit dalam serat memiliki
tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup pusat berongga yang dikenal sebagai lumen dan bahwa
pada saat pencampuran dengan gelas. bentuk dan ukuran tergantung pada dua faktor seperti
Polyester merupakan bahan termoseting yang ketebalan dari dinding sel dan sumber serat. Lembah
banyak beredar dipasaran karena harganya yang relatif rongga berfungsi sebagai isolator akustik dan thermal
murah dan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam karena kehadirannya menurunkan bulk density serat.
penggunaan. Aplikasi dari Polyester termasuk
pengecoran tombol, bola bowling, marmer, dan produk 2.2 Serbuk batok kenari
dekoratif. Industri marmer juga mengembangkan Batok kenari seperti berasal dari buah kenari.
polimer beton yang diisi Polyester tak jenuh yang Buah kenari banyak terdapat di daerah Maluku dan
menawarkan bahan yang ekonomis untuk bangunan dan sering dijumpai pada UKM-UKM usaha pembuatan
industri konstruksi. penganan/kue. Serbuk kenari (gambar 2.4) berasal dari
batok kenari yang digerus dan diayak. Dalam
2.3 Bahan Penguat pemanfaatannya masih sebagai bahan bakar, bahan dasar
Bahan penguat yang digunakan sebagai penguat briket, namun masih sedikit penelitian yang
komposit sangat beragam yang antara lain terdiri atas memanfaatkan serbuk batok kenari untuk bahan penguat
bahan reinforced sintesis dan alami. Pada gambar 2.2 komposit. Salah satu publikasi yang didapat
ditunjukkan beberapa jenis penguat dalam komposit. mengemukakan pemanfaatan serbuk batok kenari adalah
Bahan penguat yang banyak digunakan adalah serat sebagai bahan pengganti karbon aktif pada proses
(fiber). Bahan penguat serat ini masih terbagi lagi atas carburizing.
jenis serat sintetis dan alam. Salah satu serat alam yang
3
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

2.4 Pengujian Bending


Berdasarkan pengujian bending

Gambar 5. Penampang bending (balok)


Sumber : ASTM D 790, 1997
Persamaan yang digunakan sebagai berikut:
Gambar 3. Serbuk batok kenari

(1)

dengan :
σb = Tegangan bending (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span(mm)
b = Lebar/ Width (mm)
h = Tebal / Depth (mm)

Modulus elastisitas bendingnya dapat


dirumuskan dengan persamaan (2.3):

Gambar 4. Buah kenari (Canarium sp) L3 m (2)


E 
b
4bh 3
2.3 Bahan Tambahan
Bahan tambahan secara langsung turut berperan
dengan :
dalam meningkatkan kemampuan pemrosesan atau
Eb = Modulus Elastisitas Bending (MPa)
mengubah kualitas serta sifat produk material komposit
L = Panjang Span / Support span(mm)
(Surdia.T 2005. Beberapa bahan tambahan yang dapat
b = Lebar/ Width (mm)
digunakan pada resin Polyester antara lain:
h = Tebal / Depth (mm)
Bahan aditif yang biasa dipakai adalah: Pigmen atau
m = Slope Tangent pada kurva beban defleksi
pewarna, disamping untuk memberi nilai estetis yang
(N/mm)
tinggi dengan mewarnai hasil produk yang berfungsi
untuk melindungi dari pengaruh sinar karena mampu
Dari hasil perhitungan diperoleh besar tegangan
menyerap dan memantulkan jenis sinar tertentu.
bendingnya yaitu untuk komposisi hibrid serat sabut
Bahan hardener merupakan bahan yang
kelapa dan serbuk batok kenari. Dari Tegangan bending
memungkinkan terjadinya proses curing, yaitu proses
tersebut dapat diketahui besar tegangan bending
pengerasan pada resin. Hardener ini terdiri dari dua
komposisi serat sabut kelapa dan serat batok kenari yang
bahan yaitu katalisator dan accelerator. Katalisator yang
divariasikan komposisinya 10% 20% dan 30%,
digunakan adalah Methyl Ethyl Ketone Peroxide
Tegangan bending komposit menunjukkan trend
(MEKP) yang merupakan hasil dari reaksi Methyl Ethyl
menurun kemudian terjadi kenaikan tegangan hal ini
Ketone dengan Hidrogen Peroxide. Produk dari reaksi
dikarenakan oleh adanya pengaruh penambahan volume
ini merupakan sebuah percampuran dari dua campuran
serat sabut kelapa dan serbuk batok kenari dan distribusi
ganda atau majemuk peroxide yang berbeda yang
arah serat. Bila serat semakin banyak serat maka
disebut monomer dan dimer. Accelerator, bahan yang
tegangan bendingnya Dimana Semakin meningkatnya
mempercepat terjadinya ikatan-ikatan diantara molekul-
kekuatan bending ini dikarenakan ikatan antara matrik
molekul yang sudah mempunyai ikatan tunggal dan
dan serat semakin kuat sehingga kekuatan kompositnya
untuk mempercepat proses curing (pengerasan).
semakin besar.

4
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

3 Metodologi Penelitian Variasi komposisi serat sabut kelapa:


3.1 Kerangka Konsep Penelitian a. 10%
Penelitian yang dilakukan mengikuti alur sebagai b. 20%
berikut c. 30%
2. Variabel terikat
Variable terikat dalam penelitian ini adalah:
 Gabungan Serat Sabut Kelapa dengan Serbuk
Batok Kenari membentuk komposit hibrid
 Uji Bending (ASTM D790-03)
3. Variabel terkontrol
Variabel terkontrol yang digunakan antara lain:
 Penambahan MEKPO sebesar 1%
 Resin poliester sebesar 60 %.
 Ukuran diameter filler serbuk batok kenari tetap
 Ukuran panjang serat Sabut Kelapa 1 cm dengan
arah acak Ukuran serbuk batok kenari 180 mesh
 Pemanasan purna cetak selama 4 jam Temperatur
pemanasan 70° C

3.5 Bahan dan Peralatan Penelitian.


1. Bahan :
Bahan-bahan yang digunakan baik untuk
pengujian maupun pembuatan komposit adalah sebagai
berikut;
Resin Polyester 157 BTQN, Serat Sabut Kelapa dan
Serbuk Batok Kenari, NaOH, katalis MEKPO, Aquades
dan Wax.

Gambar 6. Diagram Alur Penelitian

3.2 Hipotesa Gambar 7. Aquades


Pengaturan variasi perbandingan fraksi volume
serbuk batok kenari dan serat kelapa terhadap resin
poliester akan meningkatkan sifat mekanik komposit
poliester serbuk batok kenari dan serat sabut kelapa
sehingga diperoleh fraksi volume dengan sifat mekanis
yang baik.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode
eksperimental dengan uji pendukung antara lain: Uji Gambar 8. NaOH
Impak dan Uji Bending

3.4 Variabel Penelitian


1. Variabel bebas
Variabel yang besarnya ditentukan sebelum
penelitian. Variable bebas dalam penelitian ini adalah:
Variasi komposisi serbuk batok kenari:
1. 10%
2. 20%
3. 30% Gambar 9. Serat Sabut Kelapa

5
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

9. Bentuklah spesimen uji sesuai dengan standar uji


bending (ASTM 790-03)

4. Pemahasan
5.1 Pengujian Bending
Berdasarkan pengujian bending menggunakan
UTM (Tarno Grocky) diperoleh data pembebanan. Dari
Gambar 10. Wax hasil pengujian tiga perulangan spesimen yang dirata-
rata dalam satu nilai sesuai fraksi volumenya sehingga
diperoleh besar kekuatan bendingnya biokomposit serat
sabut kelapa 10%, 20%, dan 30%. Dari hasil uji bending
komposit diperoleh perbedaan kandungan bahan pengisi
terhadap nilai kekuatan bending bahan komposit.
Kekuatan bending bahan komposit menurun dengan
naiknya kandungan bahan pengisi Serbuk Batok Kenari
(SBK) terhadap matriks. Penurunan nilai kekuatan
Gambar 11. Serbuk Batok Kenari Bending ini disebabkan rendahnya sifat adhesi bahan
matriks, selain itu sifat kepolaran bahan matriks dan
2. Alat : bahan pengisi yang berbeda menghalangi terjadinya
Peralatan yang digunakan dalam penelitian : interaksi antara keduanya.
- Alat tekan cetak Dua hal yang dibutuhkan pada bahan untuk
- Cetaka tekan memperkuat bahan komposit agar membentuk produk
- Timbangan digital yang efektif yaitu komponen penguat harus memiliki
- Alat pengering modulus elastisitas yang lebih tinggi dari matriksnya
- Grinding mechine dan Amplas dan harus ada ikatan permukaan yang kuat antara
- Mesin uji Bending komponen penguat dan matriks. Tanpa adanya factor
- Spidol, cutter,kuas, gunting dll tersebut penambahan bahan penguat dapat menurunkan
nilai kekuatan tarik komposit .
3.6 Pembuatan Komposit
Dalam pembuatan komposit digunakan langkah-
langkahnya adalah :
1. Timbang serat sabut kelapa dan serbuk batok
kenari sesuai dengan fraksi volumnya
2. Siapkan cetakan daan lapisi permukaan dan
dinding cetakan dengan Wax
3. Resin dicampur dengan hardener dengan
perbandingan 1% hardener per berat resin polyester
serta serbuk batok kenari sesuai fraksi volum
Kemudian dilakukan pengadukan agar campuran Gambar 12. Spesimen uji Bending
resin dan hardener merata,
4. Selanjutnya campuran tersebut dituangkan secara Tabel 4.1 Uji Bending Komposit Hibrid
merata pada cetakan yang sudah ditata serat sabut
kelapa seuai fraksi volumnya
5. Lakukan pembersihan terhadap void hingga void
berkurang dan tidak terdapat void
6. Keringkan komposit pada suhu kamar selama ± 12
jam. Setelah benar-benar kering, keluarkan
kompoosit dari cetakan.
7. Lakukan pengamatan pada komposit terhadap ada
tidaknya void yang terjadi dengan cara
menerawang lembaran komposit. Diameternya
tidak lebih dari 1 mm. Void tidak boleh
mengumpul pada suatu tempat (radius jarak antar
void yang diijinkan adalah 1 cm)
8. Memanaskan komposit dalam oven dengan
temperature 70°C selama 4 jam

6
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Gambar 13. Grafik 1 σb Rata-rata Vs Komposisi SBK


Grafik 15. Probability plot of kuat bending

Gambar 15 menunjukan titik-titik berada pada garis


normal sehinga data menginguti probility normal

1. pengaruh fraksi volume serbuk batok kenari sebesar


88,7%. Artinya sebesar 88,7%. Harga kuat bending
dipengaruhi oleh fraksi volume komposit hybrit.
2. Nilai Fhitung untuk Serbuk Batok Kenari sebesar 63,67
dan nilai Sig F sebesar 0,000, karena nilai Fhtung >
Ftabel (63,67 > 3,84) dan nilai Sig F < α (0,000 <
Gambar 14. Grafik 2 Eb Rata-rata Vs Komposisi SBK 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang seknifikan terhadap Harga bending
Dari data-data yang telah diperoleh dapat composit. Serta model telah sesuai dengan data
disimpulkan bahwa harga kekuatan bending rata-rata sehingga :
komposit hybrid dengan variasi fraksi volum 10% SBK : Ho : ada pengaruh antara serbuk batuk kenari terhadap
30% SSK : 60% Resin Poliester adalah 119.2046 MPa , kekuatan bending.
lebih besar dari 20% SBK : 20% SSK : 60% Resin H1 : Tidak Ada pengaruh antara serbuk batuk kenari
Poliester dan 30% SBK : 10% SSK : 60% Resin terhadap kekuatan bending.
Poliester yaitu 93.9477 MPa dan 87.01325 MPa .Hal
ini dikarenakan momen material komposit pada variasi Dengan demikian bahwa Hipotesa awal (H 0) diterima
ini memiliki harga yang tertinggi.Pada spesimen IBC 1 karena p-value kurang dari α. Sebaliknya, hipotesa awal
10% SBK : 30% SSK : 60% Resin Poliester dengan akan ditolak apabila p-value melebihi α
harga kekuatan bending sebesar 119,8837 MPa adalah
5. Penutup
yang terbesar.
5.1 Kesimpulan
Sedangkan modulus elastisitas rata-rata tertinggi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat
komposit serat hybrid pada specimen 10% SBK : 30%
disimpulkan beberapa hal berikut:
SSK : 60% Resin Poliester yaitu 7319.586 MPa, lebih
Kekuatan lentur maksimum, komposit kekuatan bending
besar dari 20% SBK : 20% SSK : 60% Resin Poliester
rata-rata komposit hybrid Serat Sabut kelapa dan Serbuk
6294.615 MPa dan 30% SBK : 10% SSK : 60% Resin
Batok Kenari 10% SBK : 30% SSK : 60% Resin
Poliester 6179.735 MPa,. Dari data-data yang telah
Poliester (119.2046 MPa),. Sedangkan modulus
diperoleh harga modulus elastisitas bending tertinggi
elastisitas rata-rata tertinggi komposit serat hybrid pada
yaitu pada spesimen IBC 1 10% SBK : 30% SSK : 60%
spesimen 10% SBK : 30% SSK : 60% Resin yaitu
Resin Poliester sebesar 8026.32071 MPa.
7319.586 MPa, Pengaruh fraksi volume serbuk batok
kenari sebesar 88,7%. Artinya sebesar 88,7%. Harga
5.2 Regression Analysis : Kuat Bending versus
kuat bending dipengaruhi oleh fraksi volume komposit
SBK
hybrit
The regression equation is :
Kuat Bending = 132,2 - 1,610 SBK
5.2 Saran
S = 4,94099 R-Sq = 90,1% R-Sq(adj) = 88,7%
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini
Analysis of Variance
disarankan agar dilakukan pengembangan mengenai
Source DF SS MS F P
material komposit hibrid serat dan serbuk alam
Regre 1 1554,42 1554,42 63,67 0,000
khususnya dengan menggunakan serat sabut kelapa
Error 7 170,89 24,41
(SSK) dan serat batok kenari (SBK) untuk memperoleh
Total 8 1725,32
7
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

hasil yang lebih maksimal sesuai dengan aplikasi serta Pengaruh Komposisi Bahan Dan Beban
perlu adanya teknologi yang memadai untuk Pengempaan Terhadap Kuat Lentur
menyiapkan bahan dasar khususnya serat sabut kelapa (Bending), Pusat Penelitian Sain Dan
(SSK) dan serbuk batok kenari (SBK). Selain itu Teknologi, Direktorat Penelitian Dan
mengingat ketersediaan serat alam (natural fibre) Pengabdian Masyarakat Universitas Islam
khususnya sabut kelapa (SK) dan batok kenari Indonesia, Yogyakarta,.
(BK).dengan jumlah yang cukup banyak serta
Perubahan sifat komposit hibrid tergantung panjang K. G. SATYANARAYANA, 1982, Structure roperty
serat, ukuran butir sebuk dan variasi fraksi volum dapat studies of fibres from various parts of the
dilihat dari perbedaan kekuatan impak dan kekuatan coconut tree, j o u r n a l of materials science
bending komposit untuk masing - masing fraksi volum. 17
Nur Irawan Ph.D, 2007, Mengolah Data Statistik
dengan Mudah Menggunakan Minitab 14:
6. Daftar Pustaka CV Andy Offset, Yogyakarta
Aart van Vuure. 2008. Natural Fiber Composites Putu Lokantoro.2007.Analisa arah dan perlakuan
Recent Development. Katholieke Universiteit serat tapis serta rasio epoxy hardener
Leuven. terhadap sifat fisis dan mekanik tapis /
Afa Austin, Waifielate Bolarinwa, Oluseun Abiola, epoxy.Jurnal ilmiah Teknik Mesin Cakra
2008. Mechanical Property Evaluation Of vol 1. Diakses tanggal 5 – 10 – 2010.
Coconut Fibre, ,Department Of Mechanical Saira Taj, 2007, Natural Fiber-Reinforced Polymer
Engineering Blekinge Institute Of Technology Composites Proc. Pakistan Acad. Sci.
Karlskrona, Sweden 44(2s):A1ir2a9 T-1a4j 4e.T2 A0l0.7
Ali, Majid. 2010. Coconut Fibre – A Versatile Material
and its Applications in Engineering. National Schwartz M. M. ; 1996. “Composite Meterials
Engineering Services Pakistan (NESPAK) Polimers, ceramics and Metal Matrices ;
Islamabad. Prentice-Hall, USA.

Astrom, B. T. 1997. “Manufacturing of Polymer


Composites”. Edisi I. London: Chapman &
Hall.
ASTM. 1997.ASTM C 393 Bending properties of
Plastics.
Bhattacharya, G.K., et.al. 2009. Coconut Fibre and Its
Byproducts: Present Status and Potentiality.
Indian Council of Agricultural Research
India.
Budinski, Kenneth, 2000, Engineering Materials
Properties and Selection sixth Edition,
Prentice Hall, New Jersey.
Callister William D.,1981 Jr. Material Science and
Engineering, John Wiley & sons,Inc, New
York
Davis Harmer E.,1982 The Testing of engineering
Material, Mc-Granhill, Inc New York
Diharjo, K., Jamasri, Soekrisno, Rochardjo H.S.B.,
2005, The Effect of Alkali Treatment on
Tensile Properties of random Kenaf Fiber
ReinforcedPolyester Composite, Part III of
Doctorate Dissertation Research Result,Post
Graduate Study, Indonesia: Gadjah Mada
University.
Fajriyanto Dan Feris Firdaus , 2008. Panel Dinding
Bangunan Ramah Lingkungan Dari
Komposit Limbah Pabrik Kertas (Sludge),
Sabut Kelapa Dan Sampah Plastik:
8
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

PENGARUH BILANGAN REYNOLDS DAN JARAK MELINTANG


PENGHALANG SEGITIGA YANG DISUSUN BERSILANGAN TERHADAP
POLA DAN BEDA TEKANAN ALIRAN FLUIDA

Alexander Patty
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon
Email : a.andaria@yahoo.co.id

Abstract

This research is intended to analyze the effect of Reynolds number and distance number step-up
influence and distance across trilateral balk to the flow pattern and pressure drop.
Experimental set up was a closed rectangular channel where five balks triangularities with size (d) 10
mm were placed in it. Reynolds variation number was 50, 100, 150, 200, 250, 300 and the distances among
triangularities (Y) were 1d, 1,5d and 2d. Measurement was by using water manometer to get pressure drop
whereas camera was utilized to record flow pattern surrounding the balk.
The result stated that the greater Reynolds number are, the greater result in the greater pressure drop and
the degree of turbulent. Pressure drop occurs in the smallest number Re = 50 is 9.792 Pa at a distance barrier (Y /
d) = 1 while the greatest pressure drop occurs in numbers Re = 300 which is 31, 335 Pa at a distance barrier (Y /
d) = 2

Keyword: Reynolds number, trilateral balk, flow pattern, pressure drop.

1. Pendahuluan melalui penghalang berbentuk persegi didalam


Salah satu upaya untuk meningkatkan laju saluran. Perbandingan penghalang 1/8 dari saluran
perpindahan panas pada aliran fluida dalam saluran dengan variasi bilangan Reynold ( 50  Re  300 ).
adalah dengan merubah pola aliran fluida dari laminar Hasil penelitian menunjukan nilai koefisien drag dan
menjadi turbulen/vorteks. Aliran vorteks adalah aliran frekwensi osilasi aliran akan meningkat dengan
yang melingkar di sekeliling sebuah titik pusat, seperti bertambahnya bilangan Reynolds pada arus laminer
sebuah pusaran air dimana partikel-partikel fluida yang melalui penghalang berbentuk balok.
adalah partikel irrotasional. Artinya partikel tidak Nishimura et al. (2000) meneliti ketidakstabilan
berputar ketika bergerak didalam lingkaran-lingkaran aliran fluida yang disebabkan gaya inersia dan gaya
sepusat terhadap sumbu vorteks (Welty et al., 2000). viskos. Fluida yang dialirkan di dalam sebuah saluran
Vorteks dapat terbentuk jika terdapat beda diberikan penghalang atau dinding saluran dibuat
tekanan yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan beralur, akan terganggu sehingga menjadi unsteady.
antara lapisan fluida yang berdekatan sehingga fluida Dengan demikian akan terjadi vortex baik pada
tersebut mengalami torsi dan kemudian berputar. kondisi aliran laminar maupun turbulen. Keadaan ini
Pada proses-proses tertentu seperti alat penukar akan mendorong terbentuknya tegangan geser
kalor, komponen pendingin elektronik, pencampuran ataupun resonansi hidrodinamik yang memotong
(mixing) fluida, terjadinya vorteks akan membawa lapisan batas aliran.
efek yang menguntungkan karena dapat menghemat Smortrys at all (2003) mengadakan penelitian
pemakaian energi dan mengurangi biaya produksi. untuk mengamati perilaku perpindahan panas
Demikian pula apabila bilangan Reynolds konveksi dan aliran fluida dalam terowongan air.
meningkat, maka pola aliran vorteks semakin dekat di Peningkatan perpindahan panas untuk membangkitkan
belakang penghalang dan kontinyu (Sahin dan Owens,
vortex dan memvariasikan bilangan Reynolds (400 
2004). Semakin tinggi bilangan Reynolds maka pola
aliran yang terjadi di belakang penghalang semakin Re Dh  3700), pengamatan dilakukan dengan kamera.
turbulen dan meningkatkan frekwensi vorteks, Hasil pengamatan diperoleh bahwa dengan
sehingga bilangan Strouhal semakin meningkat bertambahnya bilangan Reynolds maka terjadi
(Tekad, M. 2005). peningkatan mixing dengan aliran bebas (freestream)
Berdasarkan pemikiran dan uraian diatas, maka yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
dilakukan penelitian yang membahas pengaruh perpindahan panas konveksi
peningkatan bilangan Reynolds dan jarak melintang Penelitian yang dilakukan Valencia (2000)
penghalang segitiga yang disusun bersilangan menganalisa tentang koefisien drag dan bilangan
terhadap pola dan tekanan aliran pada aliran laminar. Strouhal pada kombinasi jarak pisah penghalang balok
(G/d). Penelitian dilakukan pada aliran laminer yang
2. Tinjauan Pustaka melewati dua penghalang segi empat yang dipasang
Breuer et al. dalam Valencia (2000) telah sejajar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
melakukan penelitian mengenai aliran laminar yang koefisien drag dari dua balok rintangan dan faktor
9
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

gesekan akan menurun pada G/d yang meningkat. V Dh


Pada G/d = 0,5; 0,75; dan 1, terjadi pola aliran yang Re 

(1)
v
kompleks dengan frekwensi osilasi aliran yang renda.
dimana :
Dalam kasus in, St = 0,008, sedangkan pada
1,5  G d  2 frekwensi aliran hampir selalu konstan V = kecepatan aliran bebas yang masuk (m/s)
dengan St = 0,24. Dh = diameter hidrolik
 = viskositas kinematik (m2/s)
2.1 Bilangan Reynolds
Umumnya fluida yang mengalir akan memiliki 3. Metodologi
pola aliran tertentu yaitu aliran laminar dan turbulen. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen nyata
Dan pola aliran fluida tersebut dibagi berdasarkan di Laboratorium (true experiment).
besarnya bilangan Reynolds (Re). Saluran pengujian dibuat dari bahan tembus pandang
Bilangan Reynolds merupakan parameter tidak (mika) berpenampang segiempat dengan panjang (L)
berdimensi yang didefinisikan sebagai perbandingan 500 mm, lebar (W) 60 mm dan tinggi (H) 15 mm.
antara gaya inersia terhadap gaya viskos suatu fluida. Fluida kerja adalah air dengan kondisi laminer.
Bilangan Reynolds dalam sebuah saluran yang Variabel bebas penelitian ini adalah bilangan
melewati penghalang dapat ditentukan dengan Reynolds dan jarak melintang antar penghalang. Dan
persamaan : (Kreith, 1995;459) variabel terikat adalah tekanan dan kecepatan fluida.
Instalasi peralatan penelitian yang digunakan seperti
terlihat pada Gambar 1.

Keterangan :
1. Katup by pass 7. Katup buang
2. Nosel 8. Bak penampung
3. Pompa 9. Reservoir air
4. Seksi uji 10. Katup masuk
5. Kamera 11. Tabung Pewarna
6. Saluran uji
Gambar 1. Skema alat penelitian

3.1 Prosedur Pengambilan Data 300


4,54 x10
5 0,0505
Metode pengambilan data terdiri atas tiga Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)
langkah, yaitu : 2. Pengukuran data statis, dengan menggunakan
1. Pengukuran debit aliran, Data pengukuran tersebut manometer air untuk mengetahui tinggi kolom air
selanjunya dihitung untuk mendapatkan kecepatan didalam manometer. Pengukuran dilakukan
aliran ( V ) dan bilangan Reynolds dengan dengan variasi Re yaitu 50, 100, 150, 200, 250,
menggunakan rumus pada persamaan 1 dan 300 dan variasi jarak antar pengahalang (Y/d)
disajikan pada tabel 1. yaitu 1; 1,5; dan 2. Data pengukuran tersebut
selanjutnya dihitung untuk mendapatkan beda
Tabel 1. Hasil perhitungan aliran dan ketinggian ( h ) dan diolah untuk mendapatkan
bilangan Reynolds penurunan tekanan dengan persamaan :
Debit aliran V
Re 3 (m/s)
 P   g ( h) (Giles, 1996) (2)
( m /s)
Dimana :
50 0,0084
8 x 10
6
 = berat jenis fluida
100 5 0,01683 3
1,51 x10 = 998,2 kg/m (Potter dan Wiggert, 1997)
150 5 0,02525 2
2,27 x10 g = percepatan gravitasi (m/s )
200 5 0,03367
3,1 x10
250 5 0,04208 Sedangkan untuk mendapatkan kecepatan dengan
3,8 x10
persamaan :

10
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

V  2 g h 3. Pengambilan data secara visual, berupa data


gambar yang dapat merekam pola aliran air setelah
Dimana :
melewati penghalang dengan menggunakan
h = beda tinggi kolom manometer air kamera. Pengambilan dilakukan dengan variasi
bilangan Reynolds dan jarak antar penghalang.
Hasil pengukuran data statis ditampilkan pada
Tabel 2-4.

Tabel 2. Data Pengukuran Tinggi Kolom Kenaikan Air Pada Manometer Pada
Jarak Penghalang Y = 1d Pada Setiap Bilangan Reynolds
Sisi Masuk Sisi Keluar

Re h1 (mm ka) h2 (mm ka)


Banyaknya Pengambilan Rerata Banyaknya Pengambilan Rerata
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
50 20 20 20 20 20 20 19 19 19 19 19 19
100 22 2123 21 21 21 21,2 20 20 19 20 20 19,8
150 24 2628 24 23 23 23,4 23 22 22 2122 22 22
200 25 29 26 24 26 25,4 24 24 25 26 23 23,6
250 28 28 28 29 28,2 26 26 26 26 26 26
300 30 30 29 29 29,4 29 27 27 26 27

Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)

Tabel 3. Data Pengukuran Tinggi Kolom Kenaikan Air Pada Manometer Pada
Jarak Penghalang Y = 1,5d Pada Setiap Bilangan Reynolds
Sisi Masuk Sisi Keluar

Re h1 (mm ka) h2 (mm ka)


Banyaknya Pengambilan Rerata Banyaknya Pengambilan Rerata
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
50 19 20 21 20 20 20 18 19 19 19 19 18,8
100 21 22 21 20 21 21 19 21 20 19 18 19,4
150 23 24 22 21 22 22,4 22 23 19 19 20 20,6
200 26 25 25 25 25 25,2 24 23 23 23 23 23,2
250 27 28 27 28 29 27,8 25 25 25 26 26 25,4
300 30 29 31 29 30 29,8 27 27 27 27 28 27,2
Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)

Tabel 4. Data Pengukuran Tinggi Kolom Kenaikan Air Pada Manometer Pada
Jarak Penghalang Y = 2d Pada Setiap Bilangan Reynolds
Sisi Masuk Sisi Keluar

Re
h1 (mm ka) h2 (mm ka)
Banyaknya Pengambilan Rerata Banyaknya Pengambilan Rerata
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
50 19 19 20 20 19 19,4 18 17 18 18 19 18
100 22 21 21 21 21 21,2 20 20 19 19 19 19,4
150 23 23 22 23 23 22,8 21 21 20 21 21 20,8
200 26 25 25 26 25 25,4 23 23 24 23 23 23,2
250 29 30 28 28 29 28,8 27 26 27 26 25 26,2
300 30 30 30 29 31 30 27 27 27 26 27 26,8
Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)

Tabel 5. Data Pengukuran Beda Tinggi Kolom Kenaikan Air


Jarak Penghalang
Bilangan 1d 1,5d 2d
Reynolds
(Re) h h h
(m) (m) (m)
50 0,001 0,0012 0,0014
100 0,0014 0,0016 0,0018
150 0,0014 0,0018 0,002
200 0,0018 0,002 0,0022
250 0,0022 0,0024 0,0026
300 0,0024 0,0026 0,0032
Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)

11
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Tabel 6. Data Pengukuran Beda Tinggi Kolom Kenaikan Air dan Kecepetan Aliran

Jarak Penghalang
Bilangan 1d 1,5d 2d
Reynolds
(Re) h V h V h V
(m) (m/s) (m) (m/s) (m) (m/s)
50 0,001 0,140071 0,0012 0,153441 0,0014 0,1657347
100 0,0014 0,165735 0,0016 0,177178 0,0018 0,1879255
150 0,0014 0,165735 0,0018 0,187926 0,002 0,1980909
200 0,0018 0,187926 0,0020 0,198091 0,0022 0,2077595
250 0,0022 0,207759 0,0024 0,216998 0,0026 0,2258584
300 0,0024 0,216998 0,0026 0,225858 0,0032 0,2505674

Tabel 7. Data Penurunan Tekanan

Jarak Penghalang
Bilangan 1d 1,5d 2d
Reynolds P P P
(Re) h h h
(m) (Pa) (m) (Pa) (m) (Pa)
50 0,001 9,792342 0,0012 11,75081 0,0014 13,70928
100 0,0014 13,709279 0,0016 15,66775 0,0018 17,62622
150 0,0014 13,709279 0,0018 17,62622 0,002 19,58468
200 0,0018 17,626216 0,002 19,58468 0,0022 21,54315
250 0,0022 21,543152 0,0024 23,50162 0,0026 25,46009
300 0,0024 23,501621 0,0026 25,46009 0,0032 31,33549
Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)

Untuk mengolah data yang diperoleh, 2. H 02 : 1 :  2 ........   j (tidak ada pengaruh


dipergunakan analisis varian dua arah. Dengan analisis
varian dua arah akan diketahui ada tidaknya pengaruh jarak penghalang terhadap kecepatan fluida dan
dari bilangan Reynolds dan jarak penghalang terhadap penurunan tekanan)
kecepatan fluida dan penurunan tekanan. Untuk mengolah data awal yang diperoleh
Adapun hipotesis yang dipergunakan adalah hasil pengujian pengaruh bilangan Reynolds dan jarak
sebagai berikut : melintang penghalang segitiga diolah dengan
mempergunakan analisis varian dua arah untuk
1. H 01 :  1   2  ......   i (tidak ada pengaruh mengetahui adanya pengaruh dari bilangan Reynolds
bilangan Reynolds terhadap kecepatan fluida dan dan jarak penghalang terhadap kecepatan dan
penurunan tekanan). penurunan tekanan.
H 11 : paling sedikit satu   0 (ada pengaruh Dari perhitungan statistik didapatkan tabel 5 sebagai
berikut :
bilangan Reynolds terhadap kecepatan
fluida dan penurunan tekanan)

Tabel 8. Analisa varian dua arah untuk kecepatan fluida

Sumber Keragaman Db JK Varian (KT) FHitung FTabel


Pengaruh Re (A) 5 0,01195 0,00238916 91 3,326
Pengaruh Jarak (B) 2 0,00192 0,00095905 36,7391 4,103
Galat 10 0,00017 1,7112E-05
Total 17 0,01404

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap kecepatan fluida dengan tingkat


analisis dua arah yang ditunjukan pada keyakinan 95 %.
tabel 4.1. dengan mengambil tingkat 2. FB Hitung > FB Tabel , menunjukkan bahwa ada
keyakinan 95 % (   5 % ) dapat diambil
pengaruh nyata pada perubahan jarak melintang
kesimpulan : penghalang terhadap kecepatan fluida.
1. FA Hitung > FA Tabel , menunjukan bahwa ada
pengaruh nyata pada perubahan bilangan Reynolds

12
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Tabel 9. Analisa varian dua arah untuk penurunan tekanan

Sumber Keragaman Db JK Varian (KT) FHitung FTabel


Pengaruh Re (A) 5 445,99 89,19897 91 3,326
Pengaruh Jarak (B) 2 72,024 36,01201 36,7391 4,103
Galat 10 9,8021 0,980208
Total 17 527,82

Berdasarkan hasil perhitungan analisis dua arah Reynolds terhadap kecepatan fluida dengan
yang ditunjukan pada tabel 9, dengan mengambil tingkat keyakinan 95 %.
tingkat keyakinan 95 % (   5 % ) dapat diambil 2. FB Hitung > FB Tabel , menunjukkan bahwa ada
kesimpulan : pengaruh nyata pada perubahan jarak melintang
1. FA Hitung > FA Tabel , menunjukan bahwa ada penghalang terhadap kecepatan fluida.
pengaruh nyata pada perubahan bilangan

4. Hasil Dan Pembahasan


4.1 Grafik dan bahasan 35

30

Penurunan Tekanan (Pa)


35 25

y = 0.0649x + 10.184
30 R2 = 0.9611
20

25 15
Tekanan (Pa)

10
20 y = 0.0537x + 9.5312
R2 = 0.9874
5
15
5 10 15 20 25

10 Jarak Penghalang d (m m )
y = 0.0548x + 7.0505
R2 = 0.9662
Re = 50 Re = 100 Re = 150
5
Re = 200 Re = 250 Re = 300
0 100 200 300 400
Linear (Re = 50) Linear (Re = 100) Linear (Re = 150)
Bilangan Reynolds (Re)
Linear (Re = 200) Linear (Re = 250) Linear (Re = 300)

Y = 1d Y = 1,5d Y = 2d
Linear (Y = 1d) Linear (Y = 1,5d) Linear (Y = 2d) Gambar 3. Grafik hubungan jarak penghalang dan
penurunan tekanan
Gambar 2. Grafik hubungan bilangan Reynolds
terhadap tekanan Pada gambar 3 diatas terlihat ada kecenderungan
penurunan tekanan akan semakin besar. Apabila
Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan bilangan semakin besar bilangan Reynolds dan jarak
Reynolds terhadap penurunan tekanan. Dimana penghalang maka penurunan tekanan akan meningkat.
semakin besar bilangan Reynolds maka penurunan Untuk bilangan Reynolds yang rendah dan jarak
tekanan akan semakin besar. Hal ini disebabkan penghalang yang kecil penurunan tekanan masih tidak
kecepatan fluida yang meningkat sehingga fluktuasi terlalu besar. Hal ini disebabkan aliran masih
tekanan makin besar. Kecepatan fluida adalah dipengaruhi gaya viscous sehingga aliran tidak
berbanding lurus dengan semakin meningkatnya mengalami percepatan aliran dan fluktuasi tekanan
bilangan Reynolds. kecil.
Hal ini disebabkan karena diantara celah Dari pembahasan diatas dapat dijelaskan bahwa pada
penghalang terbentuk suatu lapisan batas yang tebal setiap variasi jarak penghalang, beda tekanan akan
sehingga menghalangi aliran yang akan melalui celah meningkat dengan meningkatnya bilangan Reynolds.
penghalang. Pada bilangan Reynolds yang sama beda tekanan
Untuk lebih memperjelas pembacaan grafik (pressure drop) terus meningkat dan mencapat nilai
pada gambar 3 dan kecenderungan penurunan tekanan, yang tertinggi pada jarak penghalang Y = 2d
maka dibuat grafik hubungan variasi jarak penghalang
terhadap penurunan tekanan pada tiap variasi bilangan
Reynolds.

13
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

A. POLA ALIRAN

(a) (b) (c)

Gambar 5. Pola aliran pada Re 50 untuk jarak penghalang (a) Y=1d; (2) Y=1,5d dan (c) Y=2d

Gambar 5, menunjukkan aliran fluida dengan semakin lemah dan hampir tidak ada aliran yang
Re 50 mempunyai pola aliran yang masih laminer, melewati celah antar penghalang. Hal ini karena
dimana pusaran-pusaran yang timbul masih sangat diantara penghalang terbentuk lapisan batas yang tebal
kecil yang ditandai dengan pola aliran yang sehingga cukup efektif untuk memblokir aliran yang
melengkung. Hal ini disebabkan karena kecepatan akan melewati celah antar penghalang, sehingga pada
fluida masih kecil dan pengaruh dari gaya viskos bilangan Re yang rendah dan jarak celah yang kecil,
fluida dapat menghambat gaya inersianya sehingga fluida hanya mengalir secara aksial atau dibelokkan
aliran masih laminar. Selama gaya-gaya viskos besar (Yuwono, T. et.al., 2001). Karena adanya blockage
maka gaya-gaya tersebut akan mencegah timbulnya effect antara penghalang dimana aliran tidak dapat
gangguan-gangguan selama fluida mengalir sehingga bebas mengalir, sehingga tidak mengganggu aliran
aliran laminar. Dan tampak bahwa semakin kecil jarak disampingnya.
dari penghalang maka pusaran/vortex yang timbul

(a) (b) (c)

Gambar 6. Pola aliran pada Re 100 untuk jarak penghalang (a) Y= 1d; (2) Y=1,5d dan (c) Y=2d

Gambar 6, aliran dengan Re 100 menunjukkan resirkulasi aliran masih kecil bila dibandingan dengan
pusaran-pusaran (vorteks) yang terjadi nampak lebih gambar (c) yang jarak antar penghalangnya lebih
jelas bila dibandingkan dengan aliran pada Re 50. besar. Karena semakin besar jarak penghalang , maka
Bahkan mulai terbentuk aliran turbulen dibelakang pusaran yang terjadi semakin besar, dan ini dapat
penghalang. Hal ini disebabkan semakin besar dilihat pada gambar 6 (c). Karena dengan semakin
kecepatan seiring dengan meningkatnya Re. Akibat besar jarak penghalang maka lapisan batas yang
dari kecepatan yang mulai meningkat menyebabkan terbentuk renggang, sehingga pusaran-pusaran yang
ada peningkatan beda tekanan pada bagian depan dan terjadi semakin merata.
belakang penghalang sehingga aliran mulai tidak
stabil. Dan bahwa pada gambar 6 (a) dan (b) terlihat

(a) (b) (c)

Gambar 7. Pola aliran pada Re 150 untuk jarak penghalang (a) Y= 1d; (b) Y=1,5d dan (c) Y=2d

Gambar 7, aliran dengan bilangan Re 150 semakin tipis. Hal ini disebabkan kecepatan fluida
menunjukkan bahwa pusaran-pusaran yang terjadi yang meningkat sehingga ketidakstabilan semakin
semakin kuat, dan lapisan batas yang terbentuk kuat yang menyebabkan terjadinya pembalikan arah

14
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

aliran di belakang penghalang. Dengan adanya pusaran-pusaran turbulen. Akibat dari kecepatan dan
pembalikan aliran fluida tersebut menyebabkan tekanan yang meningkat menyebabkan perbedaan
adanya gangguan-gangguan sehingga terbentuk tekanan yang terjadi pada penghalang semakin besar.

(a) (b) (c)

Gambar 8. Pola aliran pada Re 200 untuk jarak penghalang (a) Y= 1d; (2) Y=1,5d dan (c)Y=2d

Gambar 8, aliran dengan bilangan Re 200, pusaran- arah aliran dibelakang penghalang. Dan dapat diamati
pusaran yang terjadi semakin kuat dibandingkan pula pada jarak penghalang yang lebih besar seperti
dengan Re 150 dan aliran turbulen sudah terbentuk di pada gambar 8 (c) terlihat bahwa pusaran sebelah
belakang penghalang. Hal ini disebabkan karena Re bawah dan diatas penghalang saling menukar fluida
meningkat dan ketidakstabilan semakin kuat sehingga yang terdapat di pusat dengan fluida yang berdekatan
kecepatan meningkat yang menimbulkan pembalikan dengan dinding.

(a) (b) (c)

Gambar 9. Pola aliran pada Re 250 untuk jarak penghalang a) Y= 1d; 2) Y=1,5d dan c)Y=2d

Pada aliran dengan bilangan Re 250, pusaran-pusaran semakin besar antara daerah didepan dan belakang
yang terjadi semakin kuat dan terbentuk aliran penghalang sehingga akan terbentuk mempercepat
turbulen di belakang penghalang. Hal ini disebabkan terbentunya pusaran-pusaran (vorteks). Pada gambar 9
karena dengan meningkatnya bilangan Re dapat diamati bahwa pada jarak penghalang yang lebih
ketidakstabilan semakin kuat sehingga fluktuasi besar, lapisan pusaran (vorteks) sebelah atas
kecepatan semakin besar yang menyebabkan penghalang akan saling lepas dan diganti pusaran dari
pembalikan gangguan sehingga pusaran-pusaran bagian bawah penghalang secara bergantian dari
turbulen terbentuk. Akibat dari kecepatn fluida yang kedua sisi dan menunjukkan pola aliran anti-phase
semakin besar maka ketika aliran menumbuk (berlawanan). Hal ini disebabkan percepatan fluida
penghalang akan timbul pusaran yang semakin kuat. yang terjadi diantara penghalang seiring dengan
Hal ini juga menyebabkan perbedaan tekanan yang semakin besarnya bilangan Reynolds.

(a) (b) (c)

Gambar 10. Pola aliran pada Re 300 untuk jarak penghalang (a) Y=1d; (2) Y=1,5d dan (c) Y=2d

Pola aliran yang terjadi pada Re 300 semakin turbulen percepatan sehingga mendorong terjadinya pusaran
dibelakang penghalang. Pusaran yang paling kuat sebelah atas sehingga polanya berlawanan. seperti
terjadi pada penghalang dengan jarak Y= 2d dimana terlihat pada gambar 10 (c). Dan penguatan vorteks
aliran yang mengalir antar penghalang mengalami hampir terjadi sepanjang saluran uji yang disebabkan
15
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

karena bilangan Re semakin besar sehingga fluktuasi Kreith, F., 1995. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas,
kecepatan dan energi kinetik ke arah hilir meningkat. Jakarta; Erlangga.
Pada daerah ini pertukaran molekul-molekul fluida Nishimura, T., 2000. Oscilator Momentum Transport
meningkat sehingga meningkatkan frekuensi vortex. and Fluid Mixing in Groved Channels for
Pada jarak yang kecil Y=1d masih membentuk pola Pulsatile Flow, Journal Fluid Eng, Vol. 116,
aliran yang masih searah karena arus aliran yang pp.499-507.
mendapat percepatan adalah pada celah antara Potter, C. and Wiggert. 1997. Mechanics of Fluid,
penghalang dan dinding saluran. Sedangkan pada Second Edition. Prentice-Hall International.
Y=1,5d terbentuk pola aliran transisi. Inc.
Sahin, M, and R. G. Owens. 2004. A numerical
5. Penutup Investigation of Wall Effects Up To High
5.1 Kesimpulan Blockage Ratios On Two-Dimensional Flow
1. Semakin besar bilangan Reynolds maka pola Past A Confined Circular Cylinder, Journal
aliran yang terjadi semakin turbulen. Karena Physics of Fluids, vol. 16 (5): 1-15.
kecepatan aliran yang besar sehingga perbedaan Smortrys, M.L. et al. 2003. Flow and Heat Transfer
tekanan juga semakin besar. Behavior for a Vortex Enhanced Interruped
2. Perubahan jarak penghalang segitiga akan Fin, Journal of Heat Transfer, Vol. 125, Issue
mempengaruhi pola dan osilasi aliran di belakang 5, p.788-794
penghalang. Tekad, M. 2005. Pengaruh Peningkatan Bilangan
3. Meningkatnya bilangan Reynolds menyebabkan Reynolds dan Jarak Melintang Antar dua
Pressure drop meningkat. Pada bilangan Penghalang Segitiga Terhadap Pola Dan Osilasi
Reynolds yang sama, penurunan tekanan Aliran Pada Aliran Laminar. Tesis.
(pressure drop) meningkat dengan bertambahnya Valencia, A. 2000. Laminar Flow Past Square Bars
jarak antar penghalang dan mencapai nilai Arraged Side by Side in a plane Channel,
maksimum pada jarak penghalang (Y) = 2d Departemento de Ingenieria Mecanica
sebesar 31, 33 Pa sedangkan nilai terkecil pada Universidad de Chili, Santiago.
jarak penghalang (Y) = 1d sebesar 13, 71 Pa. Welty J. R., W. Charles, R. Wison, and R. Gergory,
2000. Dasar-Dasar Fenomena Transport, Vol.1
5.2 Saran Edisi ke-4. Penerbit Erlangga.
Untuk penelitian lanjut, dapat dengan Yuwono T., B.Utomo, M. Yuniarto dan P.Satyo. Studi
menggunakan metode numerik. Eksperimental tentang Pengaruh Aliran Fluida
pada Susunan Louver Fin terhadap Laju
6. Daftar Pustaka Perpindahan Kalor . Majalah Iptek, Jurusan
Teknik Mesin, FTI ITS Surabaya, Vol.12, No.3,
Giles, R.V., 1996. Mekanika Fluida dan Hidraulika, Agustus, pp.152-162.
Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Herman
Widodo Soemitro. Erlangga, Jakarta.

16
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

ANALISIS PENGGUNAAN BAJA TULANGAN DAN BETON PADA PONDASI


JEMBATAN WAI-SAPIA

Semuel Uneputty 1), Herry H. Roberth 2)


Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 2)
Email : samueleneputty@yahoo.com 1)
Email :herryhenryroberth@yahoo.com 2)

Abstract

Bridge and road (street is vital transportation infrastructure to connect keterisolasian of district that one
otherly. Development of reinforced concrete bridge by unfolding < 30 m quite a lot with various form of girder and
also immeasurable foundation type. Determination of this foundation type hardly determined from result of
investigation of soil (recommendation of laboratory test).
This research takes soil test result which has specified foundation pit type reinforced concrete at
development of Wai Sapia Bridge with length unfolds ( span of beam) 10 m. Dimension foundation of fairish pit of
external diameter (outer ring, Rout) = 3000 mm, and inner diameter ( inner ring, Rinn) = 2400 mm Thick (d) = 300
mm.
Result obtained for Concrete Compressive Strength, fc'=20 MPa (K250) and Steel Tensile Strength, fy = 240
MPA (U24). prime bone, 16-150 and extra bone, 12-200 and anchorage 25. Total bone weight is obtained, wtot = 8 965
kg, concrete K125 = 73 m3 and concrete K250 = 78 m3.

Keywords : bridge, concrete, steel

1. Pendahuluan sandaran/railing jembatan, papan nama jembatan, oprit


Pembangunan jembatan Wai-Sapia dibangun dan pasangan batu.
melintasi salah satu sungai berlumpur di wilayah 2. Tinjauan pustaka
Kabupaten Maluku Tengah Kecamatan Seram Utara 2.1 Analisis Pondasi Jembatan.
Barat tepatnya berlokasi di Negeri Herlauw berjarak Pondasi pada jembatan akan diperhitungkan secara
93+300 dari Kota Masohi (STA. 18+710 Saleman). khusus mengingat ketergantungan terhadap fungsi dan
Pembangunan Jembatan Wai-Sapia ini sebagai peruntukkan dari jembatan dimaksud. Jembatan dalam
prasarana penghubung ke ibukota Maluku Tengah penelitian ini sebagaimana telah dijelaskan bahwa
(Masohi) dan juga ibukota Seram Bagian Barat (Piru). berfungsi sebagai jembatan penghubung antar daerah
Selain itu juga dengan dibangun Jembatan Wai-Sapia yang mana akan dilalui oleh lalu lintas kendaraan ringan
diharapkan dapat menjadi prasarana penghubung antar sampai yang berat mengingat terletak di jalan Trans
negeri (desa) ke arah timur yaitu Paa – Herlauw – Seram sehingga harus benar-benar memiliki
Saleman dan negeri sekeliling menuju pusat kota kemampuan yang cukup kuat dalam memikul beban luar
Masohi sedangkan ke arah barat yaitu Paa – Karlutukara bergerak dan berat sendiri jembatan. Struktur jembatan
– Pasanea – Taniwel dan negeri sekeliling menuju pusat terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu struktur atas (pelat lantai
kota Piru yang selama ini terisolasi jika terjadi musim dan gelagar) dan struktur bawah (abutment dan
hujan. pondasi). Penelitian ini dilakukan untuk struktur bawah
Pembangunan Jembatan Wai-Sapia juga dimaksudkan dengan bagian pondasi saja.
untuk memperlancar kegiatan perekonomian masyarakat Setelah mendapatkan hasil pengujian tanah dari
setempat dan juga akses kemajuan pendidikan yang laboratorium, maka dilakukan penetapan jenis pondasi
selama ini cukup tertinggal karena kondisi jalan dan yang akan digunakan selanjutnya dihitung dan
jembatan yang belum memadai. Didalam kegiatan ditentukan mutu bahan untuk beton dan tulangan.
Pembangunan Jembatan Wai-Sapia yang merupakan Penentuan jenis pondasi Jembatan Wai Sapia adalah
jembatan beton bertulang dimana untuk bangunan pondasi sumuran (fairish pit) dari beton bertulang
bawah terdiri dari pondasi sumuran dengan mutu beton dengan kedalaman pondasi sumuran 4.00 meter dan
K250, abutment dengan mutu beton K250 dan untuk diameter pondasi 3.00 meter. Dengan demikian formula
bangunan atas terdiri dari balok gelagar (memanjang), yang dipakai untuk analisis pondasi sumuran yaitu:
balok diafragma dan pelat lantai dengan mutu beton
K350, serta bangunan pelengkap lain seperti

17
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

2.2.1 Analisis galian tanah VFoot = n .d . b . l (6)


Analisis terhadap galian tanah dilakukan dalam 2
dimana, n : jumlah footing pondasi beton, bh
tahapan yaitu mencari luas galian dan volume galian
d : tebal footing pondasi beton, m
dari tanah. Tahapan analisis dilakukan dengan
b : lebar footing pondasi beton, m
menggunakan formula berikut.
l : panjang footing pondasi beton, m
a. Luas galian tanah, A
A = n.(1/4).π.D2 (1) Beton K250 (Pondasi)
b. Volume galian tanah, V Luas Area, A
A = (1/4).π.D2 (7)
V = A.d (2)
dimana, A : luas area luar atau dalam beton, m2
dimana, n : jumlah pondasi, bh
D : diameter cincin luar atau dalam, m
D : diameter galian tanah, m
d : tinggi galian, m Volume Beton Pondasi, V
A : luas galian tanah, m2
V = APond.lPond. (8)
V : volume galian, m3

Beton K125 (Siklop)


2.2.2 Analisis baja tulangan dan beton
Analisis terhadap baja tulangan dilakukan dalam Beton siklop yaitu beton pengisi pondasi sumuran yang
beberapa tahapan yaitu menghitung panjang cincin dapat dianalisis dengan formula berikut.
tulangan, luas tulangan dan berat tulangan. Analisis Luas Area, A
dapat dilakukan dengan menggunakan formula-formula
berikut. A = (1/4).π.Dinner2 (9)

a. Baja tulangan dimana, A : luas area dalam pondasi sumuran, m2


Dinner : diameter cincin dalam, m
Tulangan pondasi cincin horizontal & vertical
Volume Beton Siklop, Vsikl
R = π.D (3)
h = tinggi total sumuran, m Vsikl = Ainner . lPond. (10)

dimana, R : panjang tulangan, m dimana,


D : diameter cincin luar atau dalam, m Ainner : luas area dalam beton, m2
Luas tulangan, As linner : panjang pondasi, m

A = (1/4).π.D2 (4) 2.2.3 Analisis bahan campuran beton


Berat tulangan, w Beton terdiri dari campuran semen, aggregate
kasar/halus dan air. Dengan mutu beton yang berbeda
w = A.L.BJ.n (5) tentunya komposisi campuran beton juga akan berbeda
dimana, L : panjang total tulangan, m sehingga diperlukan analisis yang pasti untuk kebutuhan
kerja di lapangan.
D : diameter tulangan, m
BJ : berat jenis baja, kg/m3 a. Komposisi Mutu Beton K250
A : luas tulangan, m2
w : berat tulangan, m3 Campuran beton K250 dinyatakan dalam satuan per
satuan m3 dalam arti koefisien yang dinyatakan untuk 1
b. Beton m3 campuran beton. Perbandingan campuran adalah PC
: Batu Pecah 1” : Batu Pecah ½” : Pasir.
Untuk analisis terhadap beton dalam dua jenis analisis Portland Cement 50 kg = 9.268 x volume
yaitu terhadap beton K250 dan K125. Untuk beton K250 Batu Pecah 1” = 0.341 x volume
diperuntukan untuk beton pondasi dan footing Batu Pecah 1/2” = 0.249 x volume
abutment. Sedangkan untuk beton K125 yaitu untuk Pasir = 0.308 x volume
beton siklop (isi sumuran). Analisis dapat dilakukan b. Komposisi Mutu Beton K125
dengan menggunakan formula-formula berikut.
Campuran beton K125 dinyatakan dalam satuan per
Beton K250 (Footing Abutment) satuan m3 dalam arti koefisien yang dinyatakan untuk 1
Volume footing abutment, VFoot

18
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Beton K250

Beton K125 Dinner Douter


bf
cu 0.85fc’
hf d’ Cs
a a
Cc
c
d
h neutral line
Mn

s As1+As’ Ts

b
Gambar 1. Momen Nominal Tulangan.

yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang


m3 campuran beton. Perbandingan campuran adalah PC
terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa-
: Batu Kerikil : Pasir.
mirip- batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif
Portland Cement 50 kg = 4.845 x volume
ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan
Batu Kerikil = 0.604 x volume
karakteristik tertentu. Sedangkan beton bertulang juga
Pasir = 0.302 x volumeAnalisis
merupakan bahan konstruktif yang paling penting dan
terhadap bagian atas jembatan yaitu untuk balok gelagar
digunakan dalam berbagai bentuk untuk semua struktur
untuk mengetahui besaran momen yang bekerja (Gbr.
besar maupun kecil, bangunan, jembatan, perkakas jalan
2.2) seperti berikut.
dan kegunaan lainnya. Sifat –sifat beton bertulang
sangat penting bagi suatu perancangan struktur
Mn1 = As1ƒy [ d – a/2 ] (11)
Momen penahan kedua yang dihasilkan oleh tulangan 3. Metodologi
tarik tambahan dan tulangan tekan (As2 dan 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
As’diperlihatkan pada gambar. 2.2 (c). Tempat dilakukan penelitian ini adalah jembatan
beton Wai Sapia yang berlokasi di Desa Herlauw,
Mn2 = As’ƒy (d – d’) (12) kecamatan Seram Utara Barat, kabupaten Maluku
Tengah dengan waktu pelaksanaan selama 2 (dua)
Sampai di sini, tulangan tekan diasumsikan telah bulan..
mencapai tegangan lelehnya. Jika kasusnya seperti ini,
nilai As2 dan As’ akan sama karena penambahan T akibat 3.2 Data Jembatan
As2ƒy harus sama dengan penambahan C akibat As’ƒy Data Jembatan Beton Wai Sapia yang
untuk mencapai keseimbangan. Jika demikian, As’ harus menghubungkan Desa Herlauw dan Desa Pa’a di Kec.
lebih besar dari pada As2’. Dengan menggabungkan Seram Utara Barat (MalTeng), meliputi ;
kedua nilai ini, maka didapat ; * Panjang Bentang Jembatan : 10.00 meter.
* Lebar Jembatan : 7.70 meter.
Mn = As1 ƒy [ d – a/2 ] + As’ ƒy (d - d’) (13) * Tinggi Total Jembatan : 8.80 meter.
* Tinggi Pondasi Sumuran : 4.00 meter.
Dalam penelitian ini tidak dibahas bagian atas jembatan * Tinggi Pondasi ke Puncak Abutment
tetapi hanya bagian bawah. : 8.80 meter.
* Diameter Luar Pondasi Sumuran : 3.00 meter.
2.2 Beton & Beton Bertulang. * Tebal Pondasi Sumuran : 0.30 meter.
Beton merupakan suatu campuran yang terdiri dari * Mutu Beton, K-250 (fc’=20MPa) : 250 kg/cm2.
pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat – agregat lain * Mutu Baja, U-24 (fy=240MPa) : 2400 kg/cm2.

19
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Gambar 2. Penampang Memanjang Jembatan Wai-Sapia.

3.3 Teknik Pengumpulan Data. lokasi pekerjaan untuk mengetahui kondisi


pekerjaan yang sebenarnya dilakukan.
1. Teknik observasi / pengamatan, yaitu kami 3. Teknik kepustakaan, yaitu kami mendapatkan
melakukan hubungan atau melihat langsung teori – teori atau rumus- rumus dalam berbagai
objek penelitian yang ada di lokasi pekerjaan buku yang memiliki kaitan langsung dengan
jembatan dan meneliti/mencatat keadaan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
pekerjaan yang dilakukan untuk dijadikan
data/bahan penelitian.
2. Teknik wawancara, yaitu kami melakukan 4. Hasil Dan Pembahasan
tanya-jawab dengan tenaga kerja yang ada di
4.1 Analisis Galian Pondasi Jembatan

Galian Tanah Pondasi A :


A = n.(1/4),.D2
= 1x0.25x(22/7)x(3.00)2
0.75 = 7.07 M2

V = A.d
= 7.07x0.75
3.00 = 5.30 M3

Gambar 3. Penampang Galian Struktur A.

Galian Tanah Pondasi B :


A = n.(1/4),.D2
= 1x0.25x(22/7)x(3.00)2
= 7.07 M2
0.80
V = A.d
= 7.07x0.80
= 5.66 M3
3.00

Gambar 4. Penampang Galian Struktur B.

20
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Galian Tanah Pondasi C :


A = n.(1/4),.D2
= 1x0.25x(22/7)x(3.00)2
= 7.07 M2
1.25
V = A.d
= 7.07x1.25
= 8.84 M3
3.00

Gambar 5. Penampang Galian Struktur C.

Galian Tanah Pondasi D :


A = n.(1/4),.D2
= 1x0.25x(22/7)x(3.00)2
= 7.07 M2
1.48
V = A.d
= 7.07x1.48
= 10.47 M3
3.00

Gambar 6. Penampang Galian Struktur D.

Galian Tanah Pondasi E :


A = n.(1/4),.D2
= 1x0.25x(22/7)x(3.00)2
= 7.07 M2
1.90
V = A.d
= 7.07x1.90
= 13.44 M3
3.00

Gambar 7. Penampang Galian Struktur E.

Galian Tanah Pondasi F :


A = n.(1/4),.D2
= 1x0.25x(22/7)x(3.00)2
= 7.07 M2
2.05
V = A.d
= 7.07x2.05
= 14.50 M3
3.00

Gambar 8. Penampang Galian Struktur F.

21
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.2 Analisis Baja Tulangan dan Beton. 3. Panjang Keseluruhan (total length), Ltot.
Tulangan 12 = LT1 = n1.R1
Footing & Pondasi = 15 x 10
= 150 m
Tulangan 12 = LT2 = n2.R2
= 15 x 8
= 120 m
Tulangan 16 = LT3 = n4.h1
= 48 x 4.00
= 192 m
Beton Siklop Tulangan 16 = LT4 = n4.h2
K-175
= 38 x 4.00
= 152 m
Angkur 22 = LA = n5.l1
= 4 x 2.00
=8m

4. Luas Keseluruhan (total area), Atot.


Gambar 9. Footing dan Pondasi. A12 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0122
A. Perhitungan Tulangan Pondasi = 0.000113 m2

1. Horizontal Outer & Inner Ring Steel Length A16 = (1/4).π.D2


(panjang baja cincin luar & dalam = 0.25x3.14x0.0162
horisontal)  U24 : 12-20 = 0.000201 m2
R1 = π.D
A22 = (1/4).π.D2
= (22/7)x3.00
= 0.25x3.14x0.0222
= 9.42 m
= 0.000380 m2
≈ 10.00 m
R2 = π.D 5. Berat Keseluruhan (total weight), wtot.
= (22/7)x2.40
= 7.54 m w12 = A12.L12.BJBaja.npond
≈ 8.00 m = 0.000113x270x7850x4
n1 = 15 btg = 958.02 kg
n2 = 15 btg
w16 = A16.L16.BJBaja.npond
2. Vertical Outer & Inner Ring Steel Length = 0.000201x344x7850x4
(panjang baja cincin luar & dalam vertikal)
= 2 171.12 kg
 U24 : 16-20
h1 = 3.80 m ~ 4.00 m ; w22 = A22.L22.BJBaja.npond
n3 = 47.10 = 0.000380x8x7850x4
≈ 48 btg
= 95.46 kg
h2 = 3.80 m ~ 4.00 m ;
n4 = 37.68 wTot = 3 225 kg
≈ 38 btg

22
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

B. Perhitungan Tulangan Footing L6 = n6.L12


= 3x9.40
Tulangan Footing Abutment
= 28.20 m
(Baja Tulangan U24 & U32)
≈ 29.00 m
3. Baja Tulangan U32 : 16
L5 = n5.L16
= 46x9.40
= 432.40 m
≈ 433.00 m

4. Luas Keseluruhan (total area), Atot.

A12 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0122
= 0.000113 m2
Tulangan Vertical Footing Abutment
(Baja Tulangan U24 & U32) A16 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0162
= 0.000201 m2

A25 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0252
= 0.000491 m2

Gambar 10. Analisis Tulangan Footing Abutment. 5. Berat Keseluruhan (total weight), wtot.

w12 = A12.L12.BJBaja.nabutm
1. Baja Tulangan U32 : 25 = 0.000113x266x7850x2
L1 = n1.L25 = 471.91 kg
= 46x6.00 ≈ 472 kg
= 276.00 m
w16 = A16.L16.BJBaja.nabutm
L2 = n2.L25
= 0.000201x433x7850x2
= 46x5.00
= 230.00 m = 1 367 kg

w25 = A25.L25.BJBaja.nabutm
2. Baja Tulangan U24 : 12
= 0.000491x506x7850x2
L3 = n3.L12 = 3 901 kg
= 46x4.40
= 203.00 m Sehingga, diperoleh :
L4 = n4.L12 wTot = 5 740 kg
= 4x8.30
= 34.00 m

23
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Elastomerik

(Baja Tul. U24 & U32)


Wai SAPIA
Abutment

Gambar 11. Beton dan Baja Tulangan Abutment.

C. Perhitungan Volume Beton Untuk 4 Pondasi Sumuran, = 40.64 m3

1. Beton K250 – Pondasi Sumuran 2. Beton K125 – Siklop Pondasi

Aouter = (1/4).π.Douter2 VSikl = Ainner.lPond


= 0.25 x (22/7) x 3.002 = 4,53 x 4.00
2
= 7.07 m = 18,12 m3
Ainner = (1/4).π.Dinner2 Untuk 4 Siklop Pondasi Sumuran, = 72.48 m3
= 0.25 x (22/7) x 2.402
3. Beton K250 – Footing Abutment
= 4.53 m2
VFott = n.d.b.l
APond = Aouter – Ainner
= 2 x 0.70 x 3.00 x 9.00
= 7.07 – 4.53
= 37.80 m3
= 2.54 m2
Sehingga Volume Total Beton, diperoleh :
VPond = APond.lPond
VTot-K125 = 73 m3
= 2.54 x 4.00
VTot-K250 = 78 m3
= 10.16 m3

24
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4. Bahan Beton Yang Digunakan


5.2. Saran.
a. Beton Mutu K125
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas dapatlah
Portland Cement 50 kg = 4.845 x 73 disarankan bahwa : perlu adanya pengamanan bahan
= 354 zak bangunan baik pabrikasi maupun bahan galian alam
Batu Kerikil = 0.604 x 73 berupa tempat penampungan yang dapat melindungi
= 44 m3 material dimaksud. Selanjutnya keahlian dan
Pasir = 0.302 x 73 ketrampilan (skill) tenaga kerja harus benar yang
= 22 m3 berpengalaman sehingga dapat bekerja secara
professional.
b. Beton Mutu K250
Portland Cement 50 kg = 9.268 x 78
6. Daftar pustaka
= 723 zak
Batu Pecah 1” = 0.341 x 78
Bowles Joseph, 1982, Teknik Pondasi 1, Erlangga,
= 25 m3
Batu Pecah 1/2” = 0.249 x 78 Jakarta.
= 20 m3
Pasir = 0.308 x 78 Dipohusodo Istimawan, 1992, Mengenal Acuan Beton
= 24 m3 Bertulang, Liberty, Jogjakarta.

5. Penutup Mc Cormac Jack, 2001, Design of Reinforced Concrete,


Fifth Ed., John Wiley & Sons., New York, AS.
5.1. Kesimpulan.
Park R. & Paulay T., 1974, Reinforced Concrete
Beberapa kesimpulan yang diambil dari penelitian ini Structures, John Wiley & Sons., New York,
meliputi;
AS.
1. Untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang teknik sipil dan dapat Sanglerat G, Olivari G & Cambou B., 1984, Soil
diaplikasikan untuk pembangunan pondasi sumuran Mechanics & Foundation Engineering,
jembatan. Erlangga, Jakarta.
2. Pada kondisi tertentu dalam pelaksanaan pekerjaan
di lapangan, seringkali penggunaan material dapat Sardjono H.S., 1991, Pondasi Tiang Pancang 1, Sinar
melebihi yang direncanakan sehingga merugikan
Wijaya, Surabaya.
pihak yang melaksanakan pembangunan.
3. Dari hasil analisis yang dilakukan ternyata tersebut
terlihat bahwa baja tulangan pada beton yang dipakai Vis W.C. & Kusuma G.H, 1994, Dasar-Dasar
pada pembangunan pondasi jembatan Wai Sapia Perencanaan Beton Bertulang, Universitas
mengalami selisih plus dari bahan bangunan yang Kristen Petra, Surabaya.
ada dalam desain yang dipakai disebabkan bahan
terbuang saat stock di lapangan.

25
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

ANALISIS SIFAT MEKANIS KOMPOSIT POLYESTER MENGGUNAKAN


SERAT AMPAS EMPULUR SAGU AKIBAT VARIASI FRAKSI VOLUME

Edyson Hukom 1), Graciadiana Irene Huka 2), Rudy Serang 3), Paulina Limba 4)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 1)
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon 2)
PLP Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 3)
PLP Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 4)
Email : edisonhukom@ymail.com 1)
Email : gracia_huka71@yahoo.com 2)
Email : rudyserang@ymail.com 3)
Email : paulinalimba@yahoo.co.id 4)

Abstract

The use of natural fibers as a filler in the composite more often used in the manufacturing industry. Green
materials, can be recycled, and is able to destroy itself by nature is the technology demands of today. One
material that is expected to be the reinforcement of composite polyester fiber sago pulp pith. Sago pith fiber pulp
is the waste material derived from the processing of sago palms. This material is available in abundance and the
mostly untapped potential as a composites polyester reinforcement. This research focused to find out the bending
and impact strength polyester composites as a basis in apllication techniques as desired.
The research was conducted by combining polyester resin with pulp fibers treated sago pith, which were
subjected to alkali 5% NaOH for 60 minutes with a variation of fiber volume fraction 10%, 20%, 30%, 40%
,50% and 60%.
From the test results, showed that the tensile and bending strength of composites with polyester fibers as
reinforcement sago pith pulp fibers to increase with the addition of fiber volume. Thus, the obtained tensile
strength and bending the maximum is at 50% volume fraction,is obtained 107.4803 Mpa and 0.101202 J/mm2

Keywords: Mechanical properties, polyester composite, volume fraction, sago pith residue

1. Pendahuluan Penelitan tentang komposit berbasis serat sangat


Penggunaan material komposit dengan filler beragam mulai dari variasi jenis matriks dan serat,
serat alam mulai banyak dikenal dalam industri jenis anyaman hingga bahan dasar matriks maupun
manufaktur. Material yang ramah lingkungan, mampu serat. Penelitian juga berkembang dengan penggunaan
didaur ulang, serta mampu dihancurkan sendiri oleh bahan serat alam untuk beberapa variasi matrik resin
alam merupakan tuntutan teknologi sekarang ini. sintetis dan alami. Komposit dengan penguat serat
Salah satu material yang diharapkan mampu alami ini semakin intensif berkaitan dengan
memenuhi hal tersebut adalah material komposit meluasnya penggunaan komposit pada berbagai
dengan material pengisi (filler) serat alam. bidang kehidupan serta tuntutan penggunaan material
Penggunaan serat alam sebagai filler dalam komposit yang kuat dan berat yang lebih ringan yang sebagian
tersebut terutama untuk lebih menurunkan biaya dapat dipenuhi oleh komposit berbasis serat (fibre
bahan baku dan peningkatan nilai salah satu produk reinforced composites).
pertanian. Komposit mempunyai keunggulan Saira Taj, et.al, (2007) menggunakan Serat
tersendiri dibandingkan dengan bahan teknik alami sebagai penguat menjadi alternatif serat teknis
alternative lain seperti kuat, ringan, tahan korosi, seperti serat kaca. Beberapa komposit serat alam
ekonomis dsb. mencapai sifat mekanik yang setara dengan komposit
Serat alam dapat menjadi filler dalam komposit fiber glass, dan sudah diterapkan misalnya, dalam
karena kandungan selulosa yang dimilikinya. industri mobil dan mebel. Selanjutnya Majid Ali,
Beberapa serat alam yang memiliki selulosa antara (2010) menyajikan fleksibilitas dari serat kelapa untuk
lain, sabut kelapa, kenaf, , serat ampas empulur sagu, pengaplikasian dalam berbagai cabang rekayasa,
tebu, jagung, abaca, padi, ramie dan lain-lain. Variasi khususnya dalam rekayasa sipil sebagai bahan
komposit ini akan membentuk kombinasi serat alam konstruksi. Komposit diperkuat serat kelapa telah
dan partikel serbuk alami menjadi komposit hibrid digunakan sebagai elemen non-struktural murah dan
(terdiri atas 2 atau lebih reinforced). tahan lama.
Serat ampas empulur sagu merupakan salah satu Keuntungan penggunaan material komposit
material natural fibre alternatif dalam pembuatan diantaranya adalah (Schwartz M.,1996)
komposit yang secara ilmiah pemanfaatannya masih
dikembangkan.
26
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

a) Bobotnya yang ringan jika dibandingkan dengan 140°C. Ketahanan dingin adalah baik secara relatif.
material logam, tetapi memiliki kekuatan yang Sifat listriknya lebih baik diantara resin termoset,
hampir sama. tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup
b) Ekonomis (biaya produksi murah). pada saat pencampuran dengan gelas.
c) Tahan korosi. Polyester merupakan bahan termoseting yang
d) Tidak sensitif terhadap bahan-bahan kimia. banyak beredar dipasaran karena harganya yang relatif
Penelitian ini dititik beratkan untuk mengetahui murah dan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam
sifat mekanik material komposit yaitu kekuatan penggunaan. Aplikasi dari Polyester termasuk
bending dan kekuatan impak. Bahan yang digunakan pengecoran tombol, bola bowling, marmer, dan
pada komposit ini berasal dari biomaterial yaitu filler produk dekoratif. Industri marmer juga
serat ampas empulur sagu yang divariasikan terhadap mengembangkan polimer beton yang diisi Polyester
matrik polyester. tak jenuh yang menawarkan bahan yang ekonomis
untuk bangunan dan industri konstruksi.
1.1 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 2.3 Bahan Penguat
mendapatkan nilai perubahan variasi fraksi volume Bahan penguat yang digunakan sebagai penguat
serat ampas empulur sagu terhadap sifat mekanik komposit sangat beragam yang antara lain terdiri atas
komposit (nilai kekuatan bending dan kekuatan bahan reinforced sintesis dan alami. Pada gambar 2.1
impak). ditunjukkan beberapa jenis penguat dalam komposit.
Bahan penguat yang banyak digunakan adalah serat
2. Tinjauan Pustaka (fiber). Bahan penguat serat ini masih terbagi lagi atas
2.1 Komposit jenis serat sintetis dan alam. Salah satu serat alam
Kata komposit berasal dari kata “to compose” yang memiliki karakteristik istimewa adalah serat
yang berarti menyusun atau menggabung. Secara ampas empulur sagu yang dapat menjadi bahan
sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan penguat dengan berbagai keunggulan yang dapat
dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Komposit dimanfaatkan
adalah suatu material yang terdiri dari campuran atau
kombinasi dua atau lebih material baik secara mikro
atau makro, dimana sifat material yang tersebut
berbeda bentuk dan komposisi kimia dari zat asalnya
(Smith, 1996).
Secara umum material komposit dapat
diklasifikasikan atas tiga macam yaitu,Metal Matrix
Composites (MMCs), Polymer Matrix Composites
(PMCs) dan Ceramics Matrix Coposites (CMCs)
(Imra, 2009; Jacob, 1994).

2.2 Polyester Sebagai Matriks


Gambar 1. Klasifikasi Bahan Penguat Komposit
Dalam banyak hal resin polyester tak jenuh ini
Sumber P.C.Pandey, 2004
disebut polyester saja. Karena berupa resin cair
dengan viscositas yang relatif rendah, mengeras pada 2.4 Serat Sagu
suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa Tanaman Sagu (Metroxylon sp.) merupakan
menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai
resin termoseting yang lainnya, maka tak perlu diberi nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa
tekanan untuk pencetakan. Berdasarkan karateristik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia,
ini, bahan dikembangkan secara luas sebai plastik karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar,
penguat serat (FPR) dengan menggunakan bahan serat batang, daun dan buah dapat dipergunakan untuk
gelas. Menurut (Davis,1982) Polyester berasal dari kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari. Tumbuhan
reaksi kimia asam dibasa bereaksi secara kondensasi sagu termasuk tumbuhan yang berbunga satu kali dan
dengan alkohol dihidrat. Karena asam tak jenuh berkembang dalam rumpun. Memiliki bentuk pohon
digunakan dengan berbagai cara sebagai bagian dari yang tegak dan kuat, tidak terpengaruh pada arah
asam dibasa, yang menyebabkan terdapat nya ikatan datangnya cahaya matahai, dengan ukuran tinggi dan
tak jenuh dalam rantai utama dari polimer yang diameter batang yang bervariasi tergantung pada jenis
dihasilkan, maka disebut polyester tak januh. dan kondisi lahan tempat tumbuh sagu. Pada satu
Kemudian, monomer vinil dicampur, yang bereaksi rumpun sagu terdapat jumlah tumbuhan yang sangat
dengan gugus tak jenuh pada pencetakan untuk bervariasi tergantung kondisi tanah dan hidrologi
mengeset. Sifat dari polyester sendiri adalah kaku dan lahan sagu (Louhenapessy, 1994).
rapuh. Mengenai sifat termalnya, karena banyak Secara alamiah pertumbuhan sagu dimulai dari
mengandung monomer stiren, maka suhu deformasi Kepulauan Pasifik Selatan meluas kea rah Barat
termal lebih rendah dari pada resin termoset lainnya melalui Melanesia dan Mikronesia, masuk ke Asia
dan ketahanan panas jangka panjangnya kira-kira 110- Tenggara mulai dari pulau-pulau Santa Crusz di
27
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

bagian Timur sampai Thailand di bagian Barat, Pengolahan sagu di tingkat masyarakat melalui
Mindanau (Filipina) di bagian Utara sampai Timor beberapa cara yaitu tradisional, semi mekanis dan
(Indonesia) mekanis sederhana.
Tanaman sagu tersebar luas di seluruh daerah di Pengolahan semi mekanis berbeda dengan
Indonesia terutama di daerah-daerah yang tradisional hanyalah pada proses penghancuran
menjadikan sagu sebagai makanan pokok yaitu Irian empulur yaitu penghancuran empulur dengan mesin,
Jaya dan Maluku. Perkembangan Industri sagu di tetapi ekstraksi (peramasan) sampai pemisahan
Indonesia dengan didirikanya sebuah Industri ampas sagu dilakukan secara tradisional. Hasil dari
pengolahan sagu oleh PT. Sagindo Sari Lestari pada ekstraksi (peramasan) akan mendapatkan serat ampas
pertengahan tahun 1989 diArandai,Bintuni, sagu yang biasanya disebut ela sagu.
Manokwari, Irian Jaya. Pengolahan sagu ini adalah
yang paling moderen pada saat itu.Hal ini benar-
benar memberikan indikasi bahwa sagu, selain
sebagai bahan pangan modern, merupakan bahan
baku untuk berbagai macam industri.
Pemanfaatan bagian lain dari sagu adalah daun
(pinnae) untuk atap atau keranjang, pelepah (rachis)
untuk dinding dan loteng dan bahan dasarnya disebut
gaba-gaba dan bagian pangkal rachis yang disebut
sahani digunakan sebagai tempat peremasan
empulur, kulit batang (cortex) yang disebut waa
digunakan untuk lantai, juga sebagai kayu bakar
serta belahan utuhnya digunakan sebagai bagian alat
pengolahan sagu yang disebut goti, bekas tebangan
(pith) untuk perkembangan ulat sagu, ampas empulur Gambar 4. Keanekaragaman manfaat Sagu
yang disebut ela sagu dapat juga digunakan sebagai
media pertumbuhan jamur 2.5 Bahan Tambahan
Penanganan limbah ampas empulur (ela sagu) Bahan tambahan secara langsung turut berperan
pada prinsipnya adalah pemberian perlakuan pada dalam meningkatkan kemampuan pemrosesan atau
limbah agar dapat digunakan atau dimanfaatkan mengubah kualitas serta sifat produk material
kembali sebagai bahan dasar atau bahan tambahan komposit
untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan limbah sagu Bahan aditif yang biasa dipakai adalah: Pigmen atau
(ampas sagu) sebagai papan partikel sudah dilakukan pewarna, disamping untuk memberi nilai estetis yang
walaupun secara ekonomi belum maksimal sehingga tinggi dengan mewarnai hasil produk yang berfungsi
perlu pengkajian yang lebih mendalam (PPHH dan untuk melindungi dari pengaruh sinar karena mampu
BPPT, 1989). Pemanfaatan lainnya dari ampas sagu menyerap dan memantulkan jenis sinar tertentu.
yaitu sebagai bahan bakar dengan dijadikan sebagai (Surdia.T 2005. Beberapa bahan tambahan yang dapat
briket. digunakan pada resin Polyester antara lain:
Bahan hardener merupakan bahan yang
memungkinkan terjadinya proses curing, yaitu proses
pengerasan pada resin. Hardener ini terdiri dari dua
bahan yaitu katalisator dan accelerator. Katalisator
yang digunakan adalah Methyl Ethyl Ketone Peroxide
(MEKP) yang merupakan hasil dari reaksi Methyl
Ethyl Ketone dengan Hidrogen Peroxide. Produk dari
reaksi ini merupakan sebuah percampuran
sesungguhnya dari dua campuran ganda atau majemuk
peroxide yang berbeda yang disebut monomer dan
dimer. Accelerator, bahan yang mempercepat
terjadinya ikatan-ikatan diantara molekul-molekul
yang sudah mempunyai ikatan tunggal dan untuk
Gambar 2. Manfaat Daun Sagu mempercepat proses curing (pengerasan).

2.6 Metode Pembuatan Komposit


Terdapat tiga macam metode yang dapat
digunakan untuk membuat komposit (Gibson, 1994),
yaitu :
a. Injection Moulding
Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan
tekanan injeksi pada bahan plastik yang telah meleleh
Gambar 3. Manfaat Kulit Batang Sagu oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan

28
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

kedalam cetakan sehingga dapat dibentuk sesuai yang Dengan :


diinginkan. Kelebihan dari proses ini adalah tingkat Eb = Modulus Elastisitas Bending (MPa)
produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses L = Panjang Span / Support span(mm)
pengerjaan akhir, dapat mencetak produk yang sama, b = Lebar/ Width (mm)
produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi h = Tebal / Depth (mm)
murah. m = Slope Tangent pada kurva beban defleksi
b. Spray Up (N/mm)
Dalam pembuatan komposit dengan metode
Spray Up ini menggunakan alat penyemprot. Alat Dari hasil perhitungan diperoleh besar tegangan
penyemprot tersebut berisi resin dan pengisi yang bendingnya yaitu untuk komposisi serat ampas
secara bersamaan disemprotkan kedalam cetakan. empulur sagu Dari Tegangan bending tersebut dapat
c. Hand Lay Up diketahui besar tegangan bending komposisi serat
Metode yang digunakan untuk membuat ampas empulur sagu yang divariasikan komposisinya
komposit ini (Gibson, 1994), yaitu: Hand Lay Up. 10% 20% dan 30%, 40%, 50% dan 60%.
Proses pembuatan komposit dengan metode Hand
Lay Up merupakan pembuatan komposit dengan 2.8 Kekuatan Impak
metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh Pengujian impak bertujuan untuk mengukur
ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berapa energi yang dapat diserap suatu material
berisi matrik dan filler. Setelah memperoleh sampai material tersebut patah. Pengujian impak
ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk merupakan respon terhadap beban kejut atau beban
meratakan dan menghilangkan udara yang terjebak tiba-tiba (beban impak) (calliester, 2007). Pengujian
diatasnya. impak terdiri dari dua teknik pengujian standar yaitu
Charpy dan Izod. Pada pengujian standar Charpy dan
2.7 Pengujian Bending Izod, dirancang dan masih digunakan untuk mengukur
Kekuatan bending atau kekuatan lengkung energi impak yang juga dikenal dengan ketangguhan
adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima takik (Calliester, 2007). kekuatan impak benda uji
akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi dapat dihitung (Standar ASTM D256-00 ISO 179-1).
yang besar atau kegagalan. Pengujian dilakukan three Eserap = energi awal – energi yang tersisa
point bending (gambar 2.5) = m.g.h – m.g.h’
= m.g.(R-Rcos α) – m.g.(R- R.cos β)

Esrp = mg.R.(cos β - cos α) (3)

dimana :
Esrp : energi serap (J)
Gambar 5. Penampang bending (balok) m : berat pendulum (kg)
Sumber : ASTM D 790, 1997
g : percepatan gravitasi (m/s2) m/s2
R : panjang lengan (m)
Dalam material komposit kekuatan tekannya lebih α : sudut pendulum sebelum diayunkan
tinggi dari pada kekuatan tariknya. Karena tidak β : sudut ayunan pendulum setelah
mampu menahan tegangan tarik yang diterima, mematahkan specimen
spesimen tersebut akan patah, hal tersebut Harga impak dapat dihitung dengan :
mengakibatkan kegagalan pada pengujian komposit. = . (4)
Kekuatan bending dapat ditentukan dengan persamaan dimana :
2.5 (ASTM D 790): HI : Harga Impak (J/mm2)
Esrp : energi serap (J)
3PL
σ 
b
Ao : Luas penampang (mm2)
2bh 2 (1)
dengan :
σb = Tegangan bending (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span(mm)
b = Lebar/ Width (mm)
h = Tebal / Depth (mm)
Modulus elastisitas bendingnya dapat
dirumuskan dengan persamaan (2.3): Gambar 6. Mesin Pengujian Impak

L3m (2) 3. Metodologi


E 
b
4bh3
3.1 Hipotesa
Serat ampas empulur sagu memiliki kekuatan impak
dan bending yang lebih tinggi dari kekuatan matrik

29
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

polyester. Semakin tinggi fraksi volume serat ampas 8. Bentuklah spesimen uji sesuai dengan standar uji
empulur sagu sebagai penguat komposit polyester bending (ASTM 790) dan uji bending (ISO 179-
diduga akan menghasilkan kekuatan bending dan 1)
kekuatan impak
4. Hasil dan Pembahasan
3.2 Variabel Penelitian 4.1 Data Hasil Uji Bending
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Tabel 4.1 Nilai Uji Bending
perbandingan fraksi volume serat ampas empulr Fraksi Tegangan Modulus
sagu terhadap resin polyester. Dengan variasi No Volume Bending Elastisitas
perbandingan serat 10%, 20%, (%) Mpa Gpa
30%,40%,50%,60%, 1 10 65.7480 0.2600
b. Variabel terikat 2 20 74.0157 0.2700
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: 3 30 86.6142 0.5900
kekuatan bending dan kekuatan impak 4 40 98.8189 0.5767
c. Variabel terkontrol 5 50 107.4803 0.5533
Variabel terkontrol yang digunakan antara lain:
6 60 98.8189 0.1266
 Penambahan MEKPO sebesar 1%
 Resin Poliester BQTN-EX 157
 Ukuran panjang serat ampas empulur sagu 4.2 Data Hasil Uji Impak
adalah 80 mm
 Perlakuan alkali menggunakan NaOH 5% Tabel 4.2. Nilai Uji Impak
selama 60 menit Fraksi Esrp rata-rata (J) Harga Impak Rata-rata
Volume (%) (J/mm2)
3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian 10 0.21577088 0.0053945
Bahan dalam penelitian ini adalah resin polyester 20 0.174091752 0.0043523
BQTN-EX 157, NaOH, Aquades dan serat Ampas 30 0.238923832 0.0059731
Empulur Sagu. 40 0.29750268 0.0074376
Alat dalam penelitian ini adalah : 50 0.404807949 0.0101202
60 0.319148027 0.0079787
1. Alat cetak uji bending dan uji Impak
2. Timbangan digital
4.3 Analisa Pengaruh Fraksi Volume terhadap
3. Mesin uji impak
kekuatan Bending
4. Mesin uji bending
3.4 Pembuatan Spesimen Uji Pengujian Bending dilakukan pada komposit yang
Langkah-langkah pembuatan spesimen uji sebagai dibuat dengan serat ampas empulur sagu yang telah
berikut : mengalami perlakuan 5% NaOH.
1. Dilakukan penimbangan serat ampas empulur Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
sagu sesuai dengan variasi fraksi volume yang perubahan sifat mekanis terhadap kekuatan bending
ditetapkan dengan variasi fraksi volume yang berbeda antara
2. menyiapkan cetakan dan melapisi permukaan dan 10%,20%,30%,40% ,50% dan 60% serat.
dinding cetakan dengan wax Dengan mengacu pada data hasil pengujian bending
3. Resin dicampur dengan hardener dengan pada tabel 4.1 dapat diketahui sifat mekanik dengan
perbandingan 1% hardener per berat resin menghitung nilai rata-rata harga tegangan bending dan
polyester. Kemudian dilakukan pengadukan modulus elastisitas komposit serat seperti pada tabel
selama 5 menit agar campuran resin dan hardener 4.2.
merata
4. Kemudian campuran tersebut dituangkan secara
merata pada cetakan yang sudah ditata serat
ampas empulur sagu sesuai fraksi volumenya.
5. Lakukan pembersihan terhadap void hingga void
berkurang dan tidak terdapat void yang secara
visual diameternya tidak lebih dari 1 mm
6. Keringkan komposit pada suhu kamar selama ±
48 jam. Setelah benar-benar kering, keluarkan
komposit dari cetakan.
7. Lakukan pengamatan pada komposit terhadap ada
tidaknya void yang terjadi dengan cara Gambar 7. σ Bending dan fraksi volume (%)
menerawang lembaran komposit. Diameternya
tidak lebih dari 1 mm. Void tidak boleh Pada gambar 5.1 terlihat bahwa Grafik
mengumpul pada suatu tempat (radius jarak antar tegangan bending menunjukkan kenaikkan tegangan
void yang diijinkan adalah 1 cm) dikarenakan adanya penambahan serat. Grafik tersebut
menjelaskan semakin tinggi fraksi volume serat maka

30
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

tegangan bendingnya semakin tinggi, hal ini peningkatan kekuatan bending dan kekuatan impak
ditunjukkan pada fraksi volume 10 % besarnya dengan bertambahnya fraksi volume serat 10-60%.
tegangan bending yaitu 65.7480 MPa, lebih kecil Kekuatan bending dan kekuatan impak meningkat
dibanding fraksi volume 50% yang sebesar 107.4803 seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat.
MPa. Dari hasil diatas menunjukkan peningkatan nilai Peningkatan kekuatan bending tertinggi pada 50%
tegangan bending seiring penambahan volume serat. serat sebesar 107.4803 J dan kekuatan impak tertinggi
pada 50% serat sebesar 0.0101202 (J/mm²).

6. Daftar Pustaka
a Austin, Waifielate Bolarinwa, Oluseun Abiola,
2008. Mechanical Property Evaluation Of
Coconut Fibre, ,Department Of Mechanical
Engineering Blekinge Institute Of Technology
Karlskrona, Sweden
Gambar 8. Modulus Elastisitas vs fraksi volume (%) A.H.D, Abdullah. 2006. Pemilihan serat alam dan
4.4 Analisa Pengaruh Fraksi Volume Terhadap analisis pengaruh perlakuan silane terhadap
Kekuatan Impak kekuatan geser komposit serat alam-poliester,
Berdasarkan hasil analisis varian pengaruh fraksi Tesis Magister, Program studi Teknik Material
volume terhadap Harga Impak didapatkan bahwa F
hitung 15.8413 dan level signifikan α 5 % diperoleh F ITB.
tabel 4.387374. Karena F hitung > F tabel maka H0 Aart van Vuure. 2008. Natural Fiber Composites
ditolak. Kemudian jika memperhatikan nilai Recent Development. Katholieke Universiteit
Probabilitas (P) = 0,000 maka P < α, sehingga dapat Leuven.
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari Ali, Majid. 2010. Coconut Fibre – A Versatile
fraksi volum terhadap energi serap komposit. Material and its Applications in Engineering.
National Engineering Services Pakistan
0.015 y = -8E-05x2 + 0.010x + 0.024 (NESPAK) Islamabad.
R² = 0.815
HI (J/mm²)

0.01 Astrom, B. T. 1997. “Manufacturing of Polymer


0.005 Composites”. Edisi I. London: Chapman &
Hall.
0
ASTM. 1997.ASTM C 393 Bending properties of
0 20 40 60 80 Plastics.
Fraksi Volume (%) ASTM D 2344. 1976. Apparent Interlaminar Shear
Strength of Parallel Fiber Composite By Short
Beam Test.
Bhattacharya, G.K., et.al. 2009. Coconut Fibre and
Gambar 5.4 Nilai Impak rata-rata dan Fraksi Volume (%)
Its Byproducts: Present Status and Potentiality.
Dari hasil pengujian impak didapatkan harga tertinggi Indian Council of Agricultural Research India.
pada 50% serat dengan harga impak rata-rata Fajriyanto Dan Feris Firdaus , 2008. Panel Dinding
0.0101202 (J/mm²) dan energy yang diserap Bangunan Ramah Lingkungan Dari Komposit
0.404807949 J sedangkan yang terendah adalah Limbah Pabrik Kertas (Sludge), Sabut Kelapa
komposit serat 20% yang mempunyai harga impak Dan Sampah Plastik: Pengaruh Komposisi
rata-rata 0.0043523 J/mm² serta energy yang diserap Bahan Dan Beban Pengempaan Terhadap
sebesar 0.174091752 J.
Kuat Lentur (Bending), Pusat Penelitian Sain
Berdasarkan diagram diatas dijelaskan nilai energi
serap dan harga impak dipengaruhi oleh persentase Dan Teknologi, Direktorat Penelitian Dan
fraksi serat dimana semakin tinggi persentase serat Pengabdian Masyarakat Universitas Islam
semakin tinggi nilai energi serap dan harga impak Indonesia, Yogyakarta,.
Pamenang, Agung Suryadi. 2005. Hati-Hati
5. Penutup Penggunaan Blok Rem Komposit Kereta Api
5.1 Kesimpulan
Berbasis Metal Mengandung B3. Http//Rni.Co
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan perubahan variasi
fraksi volume serat ampas empulur sagu maka terjadi

31
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

ANALISIS SIMPANG TAK BERSINYAL


BENTENG GUDANG ARANG AIR SALOBAR
(Jl. Dr. Siwabessy – Jl. Dr. Malaiholo – Jl. Dr. Kayadoe – Jl. Gudang Arang Ambon)

Elisabeth Talakua
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon
Email : elistalakua@gmail.com

Abstract

The volume of traffic in Ambon city has increased each year due to the increasing number of vehicle
ownership, the potential intersection congestion between Air Salobar and Gudang Arang. Congestion at the
intersection of Air Salobar and Gudang Arang is the impact of traffic growth is quite steeper and traffic systems are
not functioning well.
Field surveys to obtain primary data (geometric conditions, traffic volume, environmental conditions and
vehicle speed data) and secondary data (total population). Survey method using survey methods of moving vehicles.
The survey was conducted over three days on Monday, Wednesday, and Saturday. Analysis of capacity and service
level by using the method of Indonesian Manual Capacity (MKJI 1997).
The result of the analysis of the intersection Air Salobar and Gudang Arang, showed that the value of the
capacity = 2578 SMP / h with a value of DS = 0.85. This measurement result is larger than suggested by MKJI 1997
for an intersection hotspot DS <0.85. Therefore the intersection should be improved services through extreme traffic
management measures.

Keyword : Capacity intersections, level of service, traffic volume, speed vehicles.

1. Pendahuluan benteng gudang arang air salobar untuk menampung lalu


Pertemuan jalan atau yang sering disebut lintas saat ini? Dan Bagaimana tingkat pelayanan dari
persimpangan jalan merupakan suatu titik/ tempat simpang benteng gudang arang air salobar terhadap
bertemunya berbagai pergerakan yang tidak sama volume lalu lintas di kota Ambon ?
arahnya baik pergerakan yang dilakukan orang dengan
kendaraan maupun tanpa kendaraan (pejalan kaki). 2. Tinjauan Pustaka
Persimpangan jalan mempunyai peranan yang sangat 2.1 Simpang
penting guna menjamin kelancaran arus lalulintas, hal Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
ini dapat dilihat bahwa sebagian besar jalan raya dari jaringan jalan. Di daerah perkotaan biasanya banyak
terdapat persimpangan jalan guna melancarkan arus memiliki simpang, dimana pengemudi harus
lalulintas, tetapi pada kenyataannya di daerah memutuskan untuk berjalan lurus atau berbelok dan
persimpangan jalan sering terjadi kemacetan lalulintas.
pindah jalan untuk mencapai satu tujuan. Simpang dapat
Demikian halnya yang terjadi pada simpang
Benteng Gudang Arang Air Salobar Jl. Dr. Siwabessy - didefenisikan sebagai daerah umum dimana dua jalan
Jl. Malaiholo - Jl. Dr. Kayadoe – Jl. Gudang Arang atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan
Ambon tidak terlepas dari masalah kemacetan arus lalu dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalulintas di
lintas yang melewati daerah tersebut. Ada dalamnya (Khisty, 2005).
kecenderungan volume lalu lintas yang menggunakan
jalan tersebut akan terus meningkat setiap tahunnya, 2.2 Volume Lalu Lintas
bersamaan dengan meningkatnya taraf hidup Besarnya arus lalulintas dinyatakan dengan volume
masyarakat. Secara visual simpang Benteng Gudang (v)dan atau arus (q) yang keduanya menunjukan jumlah
Arang Air Salobar dapat dilihat interaksi kendaraan kendaraan yang melewati satu titik pengamatan pada
sangat bervariasi dari kendaraan ringan sampai ruas jalan persatuan waktu, sehingga dapat dinyatakan
kendaraan berat lambat. dalam persamaan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan
diatas, maka permasalahan dapat dirumuskan dan untuk
mengetahui Berapa besar kapasitas dari simpang

32
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

n QKEND = arus pada masing-masing simpang (smp/jam)


V=q= (1) FSMP = faktor smp
t
Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan
dimana : q = Volume lalu lintas (SMP/Jam) terpenting pada simpang misalnya jalan dengan
n=Jumlah Kendaraan yang dihitung (SMP) klasifikasi fungsional tinggi. Faktor smp untuk berbagai
t = waktu (Jam) jenis kendaraan dapat dihitung dengan rumus :
2.3 Kecepatan Lalu Lintas
FSMP = (LV% x empLV + HV% x empHV + MC%
Kecepatan kendaraan merupakan besaran jarak tiap
x empMC)/100 (6)
satuan waktu tempuh, kecepatan adalah laju perjalanan
yang biasanya dinyatakan dalam satuan kilometer per QSMP = QKEND x FSMP (7)
jam
Dengan :
x QSMP= arus total pada persimpangan (smp/jam)
U= (km/jam) (2)
t QKEN = arus pada masing-masing simpang (smp/jam)
FSMP= faktor smp
Dimana :
U = kecepatan lalu lintas (Km/Jam) FSMP di dapatkan dari perkalian smp dengan komposisi
x = jarak yang ditempuh (Km) arus lalulintas kendaraan bermotor dan tak bermotor.
t = waktu yang ditempuh (Jam)
Menurut MKJI 1997, smp (satuan mobil
2.4 Kepadatan Lalu Lintas penumpang) merupakan satuan arus lalulintas, dimana
Salah satu variabel yang penting dalam menilai arus lalu lintas dari berbagai jenis kendaraan diubah
kualitas suatu jalan, dimana kepadatan lalu lintas dapat menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang)
dihitung dari hubungan antara volume kecepatan dan dengan mengalikan faktor konversinya yaitu emp.
kepadatan dengan memakai persamaan yaitu :
2.7 Kapasitas
q Yang dimaksud dengan kapasitas suatu jalan raya
k (3)
u adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat
Dimana : melewati suatu bagian tertentu dari satu atau seluruh
jalur jalan dalam satu atau dua arah dalam periode waktu
k = Kepadatan rata – rata ruang ( SMP/Jam ) tertentu dan dibawah kondisi jalan dari lalu lintas yang
q = Volume lalu lintas ( SMP/Jam ) umum.
u = Kecepatan rata – rata ( Km/Jam ) Adapun rumus untuk perhitungan kapasitas suatu
jalan raya untuk perkotaan adalah sebagai berikut :
2.5 Komposisi Lalu lintas
C=C ×F ×F ×F × F ×F ×F ×F (8)
Komposisi lalu lintas adalah jenis atau tipe suatu o W M CS RSU LT RT MI
kendaraan baik kendaraan bermotor maupun kendaraan
tak bermotor yang melewati suatu ruas jalan. Maksud Dimana :
dari perhitungan komposisi lalu lintas adalah untuk C = Kapasitas (smp/jam)
mengetahui presentase masing – masing jenis kendaraan Co = Kapasitas Dasar (smp/jam)
terhadap total kendaraan hasil pengamatan di lapangan. Fw = Faktor Penyesuaian Lebar rata - rata Pendekat
FM = Faktor Penyesuaian Tipe median jalan utama
= FCS = Faktor penyesuaian Kelas ukuran kota CS
FRSU=Faktor penyesuaian Rasio kendaraan tak bermotor
×100% (4)
FLT = Faktor penyesuaian Rasio belok-kiri
FRT = Faktor penyesuaian Rasio belok-kanan
2.6 Arus Lalu Lintas (Q) FMI = Faktor penyesuaian Rasio arus jalan minor
Arus lalulintas merupakan jumlah kendaraan
bermotor yang melewati suatu titik pada jalan persatuan 2.8 Derajat Kejenuhan (DS)
waktu, dinyatakan dalam kend/jam (QKEND), smp/jam Derajat kejenuhan menunjukkan rasio arus
(Qsmp) atau LHRT (Lalulintas Harian Rata-rata lalulintas pada pendekat tersebut terhadap kapasitas.
Tahunan). Pada nilai tertentu, derajat kejenuhan dapat
QSMP = QKEND x FSMP (5) menyebabkan antrian yang panjang pada kondisi
lalulintas puncak (MKJI 1997).
Dengan :
QSMP = arus total pada persimpangan (smp/jam)
33
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan menggunakan DS = (1-DS) x (PT x 6+ (1 - PT) x 3) + DS x 4 (15)
rumus : Untuk DS ≥ 1,0 : DG = 4
DS = QTOT / C (9) Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang
Dengan : DS = Derajat kejenuhan
DS= derajat kejenuhan PT = Rasio belok total
C = kapasitas (smp/jam)
QTOT = jumlah arus total pada simpang (smp/jam)  Tundaan simpang (D)

4.5.1 Tundaan Dengan rumus :


 Tundaan lalulintas simpang (DT1) D=DG+DT1(det/smp) (16)
Tundaan lalulintas simpang adalah tundaan Dimana :
lalulintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor DG = Tundaan geometrik simpang
yang masuk simpang. DT1 ditentukan dari kurva DT1 = Tundaan lalulintas simpang
empiris antara DT1 dan DS1 dengan rumus :
untuk DS ≤ 0,6
3. Metodologi Penelitian
DT = 2 +8,2078*DS - (1 - DS) * 2 (10) Secara umum langkah kerja dari studi penelitian
untuk DS ≥ 0,6 yang dilakukan dapat di lihat pada gambar di bawah ini

DT =1,0504/(0,2742 – 0,2042* DS) - (1 - DS) *2 (11)


 Tundaan lalulintas jalan utama (DTMA)
Tundaan lalulintas jalan utama adalah tundaan
lalulintas rata-rata semua kendaraan bermotor yang
masuk persimpangan dari jalan utama. DTMA
ditentukan dari kurva empiris antara DTMA dan DS :

untuk DS ≤ 0,6

DTMA = 1,8 + 5,8234*DS- (1 - DS) *1,8 (12)

untuk DS≥ 0

DTMA = 1,05034/(0,346 - 0,24*DS) - (1 - DS)*1,8 (13)

 Penentuan tundaan lalulintas jalan minor


(DTMI)
Tundaan lalulintas jalan minor rata-rata ditentukan
berdasarkan tundaan simpang rata-rata dan tundan jalan
utama rata-rata :

DTMI = (QTOT x DT1 ) - (QMA x DTMA )/QMI (14)

Variabel masukan adalah arus total Q (B


TOT
smp/jam) dari formulir USIG-I kol.10 baris 23, tundaan Gambar 1. Proses Penelitian
lalu lintas simpang DT I dan formulir USIG-II kol. 32,
Arus jalan utama QMA dari formulir USIG-I kol. 10baris
19, Tundaan lalu lintas jalan utama DT MA dan arus jalan
minor QMI 4. Hasil Dan Pembahasan
4.1 Volume Arus Lalulintas
 Tundaan geometrik simpang (DG) Untuk menghitung volume lalulintas digunakan
Tundan geometrik simpang adalah tundaan Persamaan 1.
geometrik rata-rata seluruh kendaraan bermotor masuk
simpang. n 21436
q =  = 1786,333 smp/jam
Untuk DS < 1,0 : t 12

34
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.2 Kecepatan Lalu Lintas Tabel 3 Komposisi lalulintas selama 12 jam pada
hari tersibuk (hari senin)
Tabel 1. Hasil perhitungan kecepatan rata – rata Jumlah Presentase
untuk ruang
Kendaraan (%)
No Jenis Kendaraan
Pos Kendaraan
Kecepatan rata-rata ruang Pengamatan
no Jenis kendaraan
m/det Km/jam 1. Kendaraan 9391 28,04
1 Kendaraan
4,170 15,011 2. Ringan (LV) 718 2,14
ringan
3. Kendaraan 116 0,35
2 Kendaraan
4,131 14,871 4. Berat (HV) 23263 69,47
berat
3 Kendaraan Kendaraan
2,482 8,934
tidak bermotor Tidak Bermotor
4 Sepeda motor 6,136 22,090 (UM)
jumlah 16,918 60,096 Kendaraan
Jumlah Rerata 4,230 15,227 Sepeda Motor
Sumber :Hasil Perhitungan (MC)
Jumlah 33488 100
4.3 Kepadatan Lalu Lintas
Untuk menghitung kepadatan lalulintas
digunakan persamaan kepadatan lalulintas 4.5 Analisis Simpang
Data jam puncak yang dikumpulkan dari
1786,333 lapangan dalakukan selama tiga hari. Untuk keperluan
K = perhitungan digunakan data yang memiliki jam puncak
15,227 tertinggi diantara periode jam sibuk dari ketiga hari
= 117,313 smp/km tersebut. Pada perhitungan analisis simpang ini
digunakan metode MKJI 1997 untuk menentukan
Untuk Perhitungan selanjutnya dapat dilihat perilaku lalulintas.
dalam Tabel 2 dibawah ini. Digunakan data pada hari Senin, 6 September
2011, periode jam puncak (10.00 – 11.00). Data ini
Tabel 2 Kepadatan Lalulintas harian dianggap mewakili data - data lainnya karena
mempunyai volume arus lalulintas tertinggi (jam puncak
Pos Kepadatan Lalulintas (smp/km) tertinggi).
No
Pengamatan Senin Rabu Sabtu
1. A–B 117,313 117,237 107,233 4.5.1 Formulir USIG-I
Sumber : Hasil Perhitungan  Komposisi lalulintas meliputi:
QLV = 978 smp/jam
4.4 Komposisi Lalu Lintas QHV = 91 smp/jam
Komposisi lalulintas adalah untuk mengetahui QMC = 1119 smp/jam
presentase masing – masing jenis kendaraan terhadap QMV = 2188 smp/jam
total kendaraan hasil pengamatan selama 12 jam dari QUM = 8 kend/jam
jam 06.00 – 18.00 WIT. QMI = 609 smp/jam
Analisa komposisi lalulintas pada hari tersibuk QMA = 1579 smp/jam
adalah sebagai berikut :  Rasio berbelok:
Perhitungan komposisi lalulintas pada hari senin adalah:  Rasio kendaraan belok kiri
Komposisi = × 100% PLT = QLT / QMV
QLT = 358
PLT = 358/ 2188 = 0,16
= × 100%  Rasio kendaraan belok kanan
PRT = QRT / QMV
= 28, 04 % QRT = 395
QRT = 395 / 2188= 0,18
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel
3 sebagai berikut :

35
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

 Rasio Jalan Minor / (Jalan. Utama + Minor) total. 2) Median jalan utama ( FM )
PMI = QMI / QMV Nilai median jalan utama dari Tabel. Untuk
jalan utama yang tidak ada median adalah
untuk QMI = 609 smp/jam dan QMV = 2188 FM = 1
smp/jam. Diperoleh nilai : PMI = QMI / QMV =
609 / 2188 = 0,28. 3) Ukuran kota ( FCS )
Berdasarkan variabel jumlah penduduk Kota
 Rasio kendaraan tak bermotor ( UM / MV ) Ambon tahun 2010 dari Tabel yaitu 331.254
PUM = QUM / QMV jiwa didapat nilai FCS = 0.88
Untuk QUM = 8 kend/jam dan QMV = 2188 4) Hambatan samping ( FRSU )
smp/jam, diperoleh nilai: PUM = QUM / QMV = 8 Hambatan samping yang dipakai untuk
/ 2188 = 0,0024 kend/jam perhitungan adalah hambatan samping pada
jalan utama (terbesar). Berdasarkan data
4.5.2 Formulir USIG-II
survei, Variabel kelas tipe lingkungan jalan
Dr. Siwabessy adalah Komersial, kelas
1. Menentukan lebar pendekatan dan tipe simpang
hambatan samping (SF) adalah Sedang, akibat
a. Lebar pendekatan jalan minor
dari kendaraan bermotor dan rasio kendaraan
Lebar pendekatan jalan minor Utara W C = 3 m,
tak bermotor (UM/MV) = 0,0024 . Didapat
Selatan WA = 3 m. Lebar rata – rata pendekat
nilai FRSU = 0,97 dihitung dengan
pada jalan minor :
menggunakan interpolasi linier pada Tabel
WAC = (WA + WC)/2
yaitu
WAC = (3 + 3)/2 = 3 m
( X  X )
Lebar rata-rata pendekat Utara dan Selatan adalah Y1 = (X
1 0
. (Y2 – Y0) + Y0
 X )
WAC = 3 m < 5,5 m. 2 0

( 0 . 0024  0 . 00 )
b. Lebar pendekat jalan utama = ( 0 . 05  0 . 00 ) . (0.92 –
Lebar pendekat jalan utama Timur W D = 4 m, 0.97) + 0.97
Barat WB = 3,5 m. Lebar rata - rata pendekat = 0.97
pada jalan utama :
WBD = (WB + WD)/2 5) Belok kiri ( FLT )
WAC = (3.5 + 4)/2 = 3.75 m Variabel masukan adalah rasio belok kiri PLT
Lebar rata-rata pendekat Utara dan Selatan adalah = 0,16 . Batas nilai yang diberikan adalah
WBD = 3 m < 5,5 m. pada Grafik atau digunakan rumus: FLT =
0,84 + 1,61 PLT. Didapat nilai FLT = 1,10
c. Lebar pendekat rata-rata untuk jalan utama dan
minor adalah 6) Variabel masukan adalah rasio belok kanan
W1 = ( Wutama + Wminor ) / 2 = ( 3 + 3.75) / 2 PRT = 0,18 . Batas nilai yang diberikan adalah
= 3.38 m. pada Grafik Untuk
d. Tipe simpang untuk lengan simpang = 4, jumlah simpang 4 lengan, FRT =1
lajur pada pendekat jalan utama dan jalan minor
masing-masing = 2, maka dari Tabel diperoleh 7) Rasio minor/total ( FMI )
IT = 422. Variabel masukan adalah rasio arus jalan
minor PMI = 0,28 dan tipe simpang IT = 422.
2. Menentukan Kapasitas Batas nilai yang diberikan untuk FMI adalah
a. Kapasitas dasar ( Co ) Grafik atau dengan menggunakan rumus pada
Variabel masukan adalah tipe IT = 422, kapasitas Tabel untuk IT : 422. Rumus FMI = 1,19 ×
dasar Co = 2900 smp/jam PMI2 – 1,19 × PMI + 1,19
b. Faktor Penyesuaian Kapasitas FMI = 1,19 × 0,282 – 1,19 × 0,28 + 1,19
1) Lebar pendekatan rata-rata ( FW ) = 0,95
Variabel masukan adalah lebar rata-rata semua 8) Kapasitas ( C )
pendekat W1 = 3,38 m dan Berdasarkan Rumus 2.10 diperoleh :
tipe simpang IT = 422. Batas nilai dapat C= CO x Fw x FM x FCS x FRSU x FLT x
digunakan rumus untuk klasifikasi IT yaitu : FRT x FMI
Untuk 422 : FW = 0,70 + 0,0866 W1 = 2900 x 0,99 x 1 x 0.88 x 0,97 x 1,10 x 1 x
FW = 0,70 + (0,0866 x 3,38) 0,95
= 0.99 = 2578 smp/jam.

36
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.6. Perilaku Lalulintas Arus jalan minor DTMI = (QMV × DT1


a. Arus Lalulintas ( Q ) – QMA × DTMA)/QMI
Arus lalulintas total QMV = 2188 smp/jam DTMI = (QMV × DT1 – QMA ×
DTMA)/QMI
b. Derajat Kejenuhan ( DS ) = (2188 × 10,11 – 1579 ×
Dengan Rumus 2.12 untuk QMV = 2188 smp/jam 7,38)/609
dan C = 2578 smp/jam didapat: = 17,18
DS = QMV / C
= 2188 / 2578 = 0,85 4) Tundaan geometrik simpang ( DG )
Variabel masukan adalah:
c. Tundaan Lalulintas PT = 1,00
1) Tundaan lalulintas simpang ( DTI ) DS = 0,85
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan Dengan Rumus 2.18:
DS = 0,85. DTI ditentukan dari kurva empiris Untuk DS < 1,0
antara DTI dan DS pada Grafik atau DG = (1- DS) × (PT × 6 + (1- PT) × 3) +
ditentukan DS × 4
dengan rumus: = (1- 0,85) × (1,00 × 6 + (1- 1,00) × 3)
DT1 = 2 + 8,2078 × DS – (1 - DS) × + 0,85 × 4 (det/smp)
2......................................untuk DS ≤ 0,6 = 4,30
DT1 = 1,0504/(0,2742 – (0,2042 × DS)) –
(1 – DS) × 2...........untuk DS > 0,6 5) Tundaan simpang ( D )
Karena DS>0,6 dipakai rumus : Variabel masukan adalah:
DT1 = 1,0504/(0,2742 – (0,2042 × DS)) – DG = 4,30
(1 – DS) × 2 DT1 = 10,11
= 1,0504/(0,2742 – (0,2042 × 0,85)) – Dengan Rumus 2.19 :
(1 – 0,85) × 2 D = DG + DT1
= 10,11 = 4,30 + 10,11
= 14,41
2) Tundaan lalulintas jalan utama ( DTMA )
Variabel masukan adalah derajat kejenuhan 6) Sasaran
DS = 0,85. DTMA ditentukan dari kurva Hasil yang didapat dari perhitungan yaitu DS
empiris antara DTMA dan DS pada Grafik = 0.85
atau ditentukan Tabel 4 Hasil Pengolahan Data
dengan rumus:
DT = 1,8 + 5.8234 × DS – (1-DS) ×
Kapasitas Kapasitas Arus Derajat Tundaan Peluang
1.8..................................... untuk DS ≤ 0,6 Dasar (C) Lalulintas Kejenuhan (D) Antrian
DT =1,0504/(0,346 – (0,246 × DS)) – (1 – ( Co) smp/jam (Q) ( DS det/smp ( QP )
DS) × 1,8…............ untuk DS > 0,6 smp/jam smp/jam ℅
2900 2578 2188 0.85 14,41
Karena DS>0,6 dipakai rumus :
DTMA = 1,0504/(0,346 – (0,246 × DS)) – Sumber: Hasil analisis simpang tak bersinya l
(1 – DS) × 1,8
= 1,0504/(0,346 – (0,246 × 0,85))
– (1 – 0,85) × 1,8 5. Penutup
= 7,38 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam
3) Tundaan lalulintas jalan minor ( DTMI ) penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh sebagai
Variabel masukan adalah: berikut :
Arus lalulintas total QMV = 2188 1. Kapasitas Simpang Benteng Gudang Arang Air
smp/jam Tundaan lalulintas simpang DTI Salobar Jl. Dr. Siwabessy – Jl. Dr. Malaiholo – Jl.
= 10,11 Dr. Kayadoe – Jl. Gudang Arang di Ambon saat ini
Arus lalulintas jalan utama QMA = 1579 adalah 2578 smp/jam.
smp/jam 2. Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan antara
Tundaan lalulintas jalan utama DTMA = volume lalu lintas dengan kapasitas maka Simpang
7,38 Benteng Gudang Arang Air Salobar termasuk
QMI = 609 smp/jam tingkat pelayanan E yaitu termasuk dalam kategori
Dengan Rumus 2.17: buruk dengan kondisi khusus menunjukan arus
lalu lintas semakin stabil kecepatan rendah
37
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

bervariasi, sering terjadi kemacetan atau kendaraan


berhenti beberapa saat, volume kira – kira
mendekati sama dengan kapasitas jalan, sedangkan
kecepatan pada kapasitas ini umumnya sebesar
kurang lebih 50 Km/Jam.
3. Kinerja simpang untuk kondisi simpang tak
bersinyal pada keadaan eksisting menunjukan nilai
derajat kejenuhan ds = 0,85. Nilai ini lebih besar
dari nilai yang disarankan oleh MKJI 1997 yaitu ds
≤ 0,85, sehingga alternatif pemecahan masalah
dengan manajemen simpang tak bersinyal untuk
mendapatkan kapasitas yang memadai bagi arus
lalulintas pada jam puncak belum menghasilkan
sesuai yang diharapkan sehingga harus dilakukan
tindakan manajemen lalu lintas.

5.2 Saran
1. Pemasangan rambu lalu lintas sesuai dengan yang
direncanakan.
2. Melakukan upaya manajemen lalu lintas
diantaranya:
Pelarangan parkir di tepi jalan selama jam
puncak.
Lokasi parkir khusus untuk parkir jangka
pendek.

6. Daftar Pustaka

Anonymous, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia


(MKJI), Jakarta.

Anonymous, 2004. Undang – Undang Nomor 38 Tahun


2004 tentang jalan.

Miro, Fidel., 2004. Perencanaan Transportasi. Penerbit


Erlangga, Jakarta.

Morlok, Edward K., 1995. Pengantar Teknik dan


Perencanaan Transportasi. Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Putranto, L.S., 2008. Rekayasa Lalu Lintas. Penerbit PT


Indeks, Jakarta.

38
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

EVALUASI JARAK PANDANG PADA SIMPANG


JALAN HALONG DAN HALONG ATAS KOTA AMBON
Vera Th. C. Siahaya1), S. Metekohy2)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon2)
Email: vera.siahaya@yahoo.co.id 1)

Abstract

Vehicles passing through an intersection of Halong and Halong Atas, should put at full cautious, view from
opposite direction are nebulous, and speed must be reduced. This is caused by the side of the barrier and the bend of
the intersection condition is in bad condition. For therefore the design of the road must provide safety and comfort,
such as a good road geometric design, which takes into account for the driver’s visibility.
The purpose of this research is to improve the horizontal alignment and determine the visibility that can
provide a good level of comfort. This research is conducted by field surveys and using AASHTO 2010.
From the calculation, stopping sight distance and visibility is 25.74 m at the range of 179, 73 m.
Horizontal alignment used for planning arch-circle Spiral-Spiral, with the distance of side of freedom is
29.64 m. When crossing at an intersection curve Halong and Halong Atas, vehicle speed should be reduced. To
increase the capacity of the road needs a curved horizontal road widening.

Keywords: Visibility, Horizontal alignment

1. Pendahuluan mempertimbangkan jarak pandang, keselamatan,


Pada jalan Halong Atas yang terletak pada kecepatan, dan kapasitas, maupun pergerakan lalu-lintas
kecamatan Teluk Baguala di Desa Halong Kota Ambon, yang terjadi dapat ditangani dengan berbagai cara,
memiliki tipe jalan satu jalur dua arah, kondisi tikungan tergantung pada jenis jalan yang dibutuhkan.
pada simpang jalan tersebut masih kurang baik. Pada Untuk itu perlu dilakukan perubahan alinyemen
simpang jalan Halong Atas dan Halong memiliki jarak horisontal jalan dan juga memperhitungkan jarak
pandang yang kurang baik, hal ini diakibatkan karena pandang pengemudi, agar pengemudi dapat melihat atau
jika pengemudi yang melalui ruas jalan tersebut baik merespons terhadap apapun yang berpotensi
dari Galala dan Passo sering terjadi kecelakaan, ini menimbulkan bahaya, dan cukup waktu mengambil
diakibatkan karena sipengemudi saat membelok kadang- tindakan untuk menghindari kecelakaan lalu – lintas
kadang tidak melihat kendaraan lain yang berada dari yang akan terjadi.
depan.
Faktor-faktor penyebab kecelakaan, identik 1.1 Tujuan Penelitian
dengan unsur-unsur pembentuk transportasi yaitu Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan
manusia, kendaraan, dan jalan. Untuk itu diperlukan jarak pandang dan alinyemen horisontal yang dapat
perancangan atau desain jalan yang dapat memberikan memberikan tingkat kenyamanan yang baik.
tingkat keselamatan dan kenyamanan yang baik,
misalnya dengan perencanaan geometrik jalan yang 1.2 Pendekatan dan konsep untuk menjawab
baik, yang memperhitungkan jarak pandang pengendara. masalah
Salah satu fungsi terpenting dari suatu desain jalan yaitu a. Penentuan jarak pandang ditindaklanjuti dengan
untuk memastikan bahwa pengendara dapat melihat introduksi perbaikan alinyemen horizontal.
apapun yang berpotensi menimbulkan bahaya dan cukup b. Penentuan kecepatan rencana dengan penentuan
waktu untuk mengambil tindakan untuk menghindari kendaraan yang melewati jalan tersebut.
kecelakaan lalu lintas. c. Dari hasil penelitian terhadap jarak pandang,
Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka perlu direkomendasikan untuk penggunaannya
perancangan alinyemen horizontal dan jarak pandang alinyemen horizontal yang sesuai.
yang dapat memberikan tingkat keselamatan dan
kenyamanan bagi para pengemudi yang melewati jalan 1.3 Asumsi
tersebut. Agar dapat dimanfaatkan bersama-sama oleh Kendaraan mempunyai karakteristik sama.
setiap orang yang ingin menggunakannya, maka jalan
tersebut harus dirancang dengan baik, dengan

39
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

2. Tinjauan Pustaka V km/jam 50 - 65 65 – 80 80 - 95 95 - 100


2.1 Jarak Pandang d , (m) 30 55 75 90
Sumber : Hendarsin, 2008
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan
oleh seorang pengemudi pada saat mengemudi
Tabel 3. Panjang Jarak Pandang Mendahului
sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu 6 100 80 60 50 40 30 20
V , km/jam
halangan yang membahayakan, maka pengemudi dapat
melakukan sesuatu tindakan untuk menghindari bahaya J (m) 800 670 550 350 250 200 150 100
tersebut dengan aman. Sumber : Hendarsin, 2008
Jarak pandang henti (Jh) adalah jarak minimum
yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk Jarak pandangan diukur berdasarkan asumsi tinggi
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu mata pengemudi ke puncak sebuah sebuah obyek :
melihat adanya halangan di depan. 1. Untuk jarak pandanganhenti :
J = J + J (1) a. Tinggi mata pengemudi = 100 cm
Untuk jalan datar : b. Tinggi obyek = 15 cm
2. Untuk jarak pandangan mendahului
Jh = 0,278. V . T + (2)
a. Tinggi mata pengemudi = 100 cm
Untuk jalan dengan kelandaian tertentu : b. Tinggi obyek = 100 cm
J = 0,278. V . T + (3)
± 2.2 Alinyemen Horisontal
dimana: Alinyemen Horisotal adalah proyeksi sumbu
V = Kecepatan kendaraan (km/jam) jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal
Jh = Jarak pandang henti minimum dikenal juga dengan nama situasi jalan atau trase jalan.
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik Alinyamen horisontal terdiri dari garis – garis lurus
f = koefisien gesek memanjang antara ban (tangen), yang dihubungkan dengan garis – garis
kendaraan dengan perkerasan jalan aspal, lengkung.Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari
ditetapkan 0,28 – 0,45 (Hendarsin, 2000). busur lingkaran ditambah dengan lengkung peralihan
atau busur – busur peralihan saja ataupun busur
Tabel 1. Jarak Pandang Henti (Jh) minimum lingkaran saja.
VR (Km/Jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 Derajat lengkung, D adalah besarnya sudut
Jh Minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16 lengkung yang menghasilkan panjang busur lingkaran
Sumber : Hendarsin, 2008
sebesar 25 m, ( Saodang, 2004).
Jarak pandang mendahului (J ): Jarak pandang D= x360 (5)
π
yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului R = jari – jari lengkung, m
kendaraan lain di depannya dengan aman sampai
kendaraan tersebut kembali ke lajur semula. Pada persamaan di atas terlihat bahwa besarnya
J =d +d +d +d (4) jari–jari dan lengkung adalah berbanding terbalik.
dimana: Sehingga rumus matematisnya:
.
= 0,278 V − m + d = 0,278. V. T e+f R= (6)
( )

R = (7)
( )
d = 30 s/d 100 m d = .d , ( )
T = waktu reaksi yang besarnya D = (8)
tergantung pada kecepatan yang sesauai dengan dimana :
persamaan t = 2,12+0,026 V . R = jari – jari tikungan minimum (m)
T = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada e = superelevasi maksimum (%)
pada lajur kanan yang dapat ditentukan dengan f = koefisien gesek melintang maksimum
mempergunkan korelasi T = 6,56 + 0,048 V .
m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang Berdasarkan metode ke 5 (AASHTO 2010),
menyiap dan disiap, (biasanya diambil 10 - 15 perhitungan nilai super-elevasi yaitu :
km/jam). e = (e + f) – f (D) (9)
a = percepatan rata – rata yang besarnya tergantung (e + f) = (e +f )× (9a)
pada kecepatan rata – rata kendaraan yang
f = −0,00065 x V + 0,192 → V <
menyiap yang dapat ditentukan dengan
80 km/jam (9b)
mempergunakan korelasi a = 2,052+0,0036 V .
f = −0,00125 x V + 0,24 → V <
80 km/jam (9c)
Tabel 2. Besaran d , (m)

40
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan


f =M ∗ + D ∗ tgα → D < D (9d) kelandaian
( )
f =M +h+ D−D ∗ tgα → Ls = (13)
, .
dimana :
D>D (9e)
e = superelevasi maksimum, %
Ls = panjang lengkung peralihan
Lengkung peralihan atau sering disebut lengkung e = kemiringan melintang normal, %
spiral juga merupakan lengkung spiral clothoid. Radius Vd = kecepatan rencana, km/jam
pada spiral clothoid diawali dari radius yang terhingga r =tingkat pencapaian perubahan melintang jalan,
sampai dengan radius yang merupakan radius lingkaran = 0,035 m/m/detik untuk Vd ≤ 70 km/jam
Ls adalah sebagai berikut (Saodang, 2004): = 0,025m/m/detik untuk Vd ≥ 80 km/jam
1. Berdasarkanwaktutempuh maksimum (3 detik),
untuk melintasi lengkung peralihan, maka panjang Dari keempat persamaan tersebut, panjang Ls
lengkung: yang digunakan untuk perencanaan adalah Ls dengan
Ls T (10) nilai yang terbesar.
,

dimana : 2.3 Bentuk Lengkung Horisontal


Ls = panjanglengkungperalihan, m Bentuk lengkung horisontal terdapat tiga macam,
V = kecepatanrencana, km/jam yaitu: Full Cicle, Spiral- Spiral, dan Spiral Cicle Spiral.
T = waktutempuh di lengkungperalihan, Lengkung spiral – circle – spiral pada
detik (3 det) umumnya digunakan jika nilai superelevasi (e) lebih
besar dari 3% dan panjang lengkung circle (Lc) > 25 m.
2. Berdasarkanlandai relatif Bentuk tikungan ini biasanya digunakan pada tikungan
Ls = (e +e )∗B∗m (11) tajam.
Parameter lengkung spiral – circle – spiral:
dimana : 90 Ls (14)
s 
e = superelevasi, %  R
e = kemiringan melintang normal, %
Lc 
  2 s    R (15)
B = lebarlajur per arah, m 180
m = landairelatif maksimum
Ls 2 (16)
p  R 1  cos s 
Tabel 4.Kelandaian relatif maksimum 6R
Kec. Rencana Kelandaian relative maks, Ls 3 (17)
k  Ls   R  sin s
(km/jam) mmaks 40 R 2
32 1/33 1 
48 1/150 Ts  R  p   tg     k (18)
64 1/175 2 
80 1/200 R  p  (19)
E R
88 1/123 1 
cos  
96 1/222 2 
104 1/244  
Ls 2 (20)
112 1/250 Xs  Ls 1  2

Sumber : Saodang, 2004  40  R 
Ls 2
3. Berdasarkan antisipasi gaya centrifugal.(Saodang, Ys  (21)
2004) 6R
Ls = 0,022 − 2,727
.
(12) dimana:
.
s = sudut spiral pada titik SC
Ls = panjang lengkung spiral
dimana :
R = jari-jari alinemen horisontal, m
V = kecepatan rencana, km/jam
R = jari – jari tikungan, m  = sudut alinemen horisontal, o
Lc = panjang busur lingkaran, m
C = perubahan kecepatan, (0,3 − 0,9 m/dt ) Ts = jarak titik Ts dari PI, m
e = superelevasi, % = titik awal mulai masuk ke daerah lengkung
E = jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat
lingkaran, m
41
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Xs, Ys = koodinat titik peralihan dari spiral ke 2. Study kepustakaan, penelitian dilakukan dengan
circle (SC), m membaca referensi-referensi tentang masalah jarak
pandang dan Alinyemen Horisontal.
2.4 Jarak Kebebasan samping
Besarnya jarak kebebasan samping : Permasalahan
1. Jika jarak pandang henti (Jh) lebih kecil daripada Jarak pandang jelek pada
simpang jalan Halong dan
panjang tikungan (Lt) :
,
Halong atas
E = R′ 1 − cos (21)

dimana :
E = kebebasan samping, m Studi Literatur
R = jari-jari tikungan, m
R' = jari-jari sumbu lajur dalam, m (adanya kemacetan)
Jh = jarak henti, m Survei Pendahuluan:
Lt = panjang tikungan, m - Geometrik jalan
- Kondisi lalu lintas
2. Jika jarak pandang henti (Jh) lebih besar dari
Survei Primer:
panjang tikungan (Lt)
, , - Survei arus kendaraan
′ - Survei waktu tempuh
E=R ′ ′ (22)
kendaraan
- Jarak pandang
3. Metodologi
3.1 Jenis Penelitian Pengolahan Data:
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif - Kecepatan
dimana pada kajian ini akan diperoleh gambaran jarak Rencana
pandang berdasarkan perjalanan kendaraan. - Jari-jari
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, yaitu lengkung
melakukan pengamatan, pengukuran, dan pencatatan di Analisis Data dan Pembahasan:
lapangan guna memperoleh data dan menganalisisnya - Jarak Pandang
berdasarkan tinjauan pustaka. - Alinyemen Horisontal
- Jarak kebebasan samping
3.2 Teknik Pengambilan Data
1. Pengambilan data dilakukan langsung dilapangan
pada simpang jalan Halong dan Halong Atas Kesimpulan dan Saran
dengan data-data sebagai berikut:
a) Kecepatan rencana: dua orang pengamat Gambar 1. Bagan Alir Metode Penelitian
ditempatkan secara terpisah sejarak 50 m,
pengamat satu memberi tanda ke pengamat dua 4. Hasil Dan Pembahasan
untuk mengaktifkan stop watch saat kendaraan 4.1 Kecepatan Rencana (VR)
melewati pengamat satu, pengamat dua 20
mematikan stop watch saat kendaraan melewati
pengamat dua.
 Si
i l 25 × 50
b) Jari-jari lengkung, diukur dengan menggunakan = = = 9,62 m/det
20 130
roll meter dari titik penghalang pandangan
sampai ke batas tikungan sebelah kiri dan  Si
i l
kanan tikungan, roll meter ditarik dari titik
penghalang sampai ke tengah jalur jalan. VR = 9,62 × 60 × 60 ×
c) Jari-jari sumbu lajur dalam,diukur dari titik = 34,62 /
penghalang pandangan sampai ke tengah lajur
jalan dengan menggunakan roll meter.
d) Panjang tikungan, diukur dari batas tikungan
sebelah kanan sampai batas tikungan sebelah 4.2 Jarak Pandang
kiri dengan menggunakan roll meter. Jarak Pandang Henti Minimum:
e) Lebar jalan, diukur dari batas tebal perkerasan Jh = 0,278 × V × T + ,
sebelah kanan sampai ke batas tebal perkerasan ×

sebelah kiri dengan menggunakan roll meter. = 0,278 ×32,785× 2.5 +


,
× ,

42
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

= 25,74 m = 0,62 m

Jarak Pandang Mendahului: =


, ×
=
, × %
=
Jd =d +d +d +d ,

T = 2,12 + 0,026 × V 15,18m


= 2,12 + 0,026 × 34,62 Jika D > Dp, maka rumus yang dipakai adalah f2 :
= 3,02 det f2 = Mo × + +
T = 6,56 + 0,048 × V ( − )× D >Dp
= 6,56 + 0,048 × 34,62
= 8,22 det h = emaks × − = 10% ×
a = 2,052 + 0,0036× V
− 10% = 0,43 m
= 2,052 + 0,0036 × 34,62 ,
,
= 2,18 km/jam/det tan = = = 0,028 m
,
m = 10 km/jam
d = 0,278 × T × , ,
× = = = 0,014 m
V −m+ d2 , ,

= 0,278 × 3,02 34,62 −


10+ 2,18 × 3,022
=
× −
= 21,483 m −
d = 0,278 × V × T ×

= 0,278 ×34,62×8,22 , ,
= 15,18 × (36,44 − 15,18) × =
= 79,10 m × ,
d = 30 m 0,062 m
f(D) = f2= Mo × + +
d = 2/3×d2
= 2/3 ×79,10 ( − )×
, ,
= 52,73m =0,062 × + 0,43 +
, ,
J = d +d +d +d (93,93 − 15,18) × 0,014
= 17,90 + 79,10 + 30 + 52,73 =0,98 m
= 179,73 m
Superelevasi yang dipakai : e=( + )−
( ) = ( ) − ( + ) = 1,08 − 0,62
4.3 Alinyemen Horisontal
= 0,46 = 46 %
Untuk V < 80 km/jam, maka :
f = (−0,00065 × V ) + 0,192 b. Panjang Lengkung Peralihan (Ls)
1. Berdasarkan waktu tempuh peralihan(t= 3
= (− 0,00065 × 80 ) + 0,192 detik)
= 0,140 m V × t 34,62 × 3
, L = = = 28,85 m
R = )
= ) 3,6 3,6
×( ×( % ,
= 39,31 m 2. Berdasarkan landai relatif
Dari tabel 4, V = 34,62 km/jam ∶
a. Superelevasi (e) m = 33
Didapat data-data: R = jari-jari lengkung = 15,25 m L = (e +e )×B×m
V = kecepatan rencana = 34,62km/jam = (10% + 2% x ) x 2,25 x 33
e = superelevasi maksimum = 10% = 8,91 m
3. Berdasarkan modifikasi short
Derajat Lengkung : Nilai koefisien C diambil = 0,3 m/
, , det3 (0,3−0,9m/det3)
D = = = 93,93m
, V V .e
Dmaks =
, ×( ) Ls = 0,022 − 2,727
R. C C
, ×( % , ) 34,62
= = 36,44 m = 0,022
, 15,25 × 0,3
(e + f) = (emaks + fmaks)× = 34,62 × 46%
− 2,727
, 0,3
(10% + 0,14) ×
, = 54,77 m
43
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4. Berdasarkan perubahan kelandaian


V = 34,62 km/jam, maka re = 0,035
m/m/det
(e −e )×V
Ls =
3,6 × r
(10% − 2%) × 34,62
=
3,6 × 0,035
= 21,98 m
Nilai lengkung peralihan (Ls) diambil yang
terpanjang, maka Ls = 54,77 m.

c. Penentuan Tipe Lengkung Horisontal


Perhitungan panjang lengkung circle (Lc)
× × ,
θ = = = 102,9
π× π× ,
(∆ θ )×π× ( × , )×π× ,
Lc = = =
38,8m
Gambar 1. Bentukdan diagram superelevasi lengkung
Karena : e = 36% > 3% dan Lc = 38,8> 20 m,
spiral - circle – spiral
maka menggunakan lengkung spiral – circle – spiral)

d. Parameter Lengkung Horisontal Hasil Perhitungan Panjang Lengkung Spiral-Circle-


Spiral :
Ls 2
p  R 1  cos s  a. Kecepatan rencana (VR) = 34,62 km/jam
6R b. Sudut lengkung spiral-spiral (θs) = 60o
54,77 2 c. Jari-jari lengkung (R) = 15,25 m
  15.25(1  cos102,9)  5,61 m d. Titik dari tangen ke Spiral (Ts) = 105,98 m
6 x15,25
e. Panjang lengkung spiral (Ls) = 54,77 m
Ls 3 f. Superelevasi (e) = 46%
k  Ls   R  sin s
40 R 2 g. Absis dari p pada garis tangen spiral (k) = 27,61 m
54,77 3 h. Landai relatif (l/m) = 8,7m
 54,77   15,25 sin 102,9  27,61 m
40 x15,25 2
4.4 Jarak Kebebasan Samping
1 
Ts  R  p   tg     k Jarak pandang pengemudi pada lengkung
2  horisontal (di tikungan), karenajarak pandang henti lebih
1  besar dari panjang tikungan maka jarak kebebasan
 (15,25  5,61) tan  60   27,61  105,98 m
2  samping dapat dihitung dengan rumus (22).
R  p  Untuk menghitung jarak kebebasan samping
E R dengan data-data:
1 
cos   R = jari-jari tikungan =15,25 m
2 
R′ =jari-jari sumbu lajur = 14 m

15,25  5,61  15,25  19,98 m Lt = panjang tikungan = 25 m
cos 30 Jh = jarak pandang henti = 25,74 m
 Ls 2 
Xs  Ls 1  
2 
 40  R  Jarak kebebasan samping :
 54,77 2  , ,
 54,771    37,11 m
2  E=R
′ ′ ′
 40 x15,25 
28,65 × 25,74
= 14 1 − cos
14
Ls 2 25,74 − 25 28,65 × 25,74
Ys  + sin
6R 2 14
= 29,64 m
54,77 2
  32,78 m
6 x15,25

44
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Gambar 2. Jarak kebebasan samping

5. Penutup
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan didapat alinyemen
horisontal yang baik, yang harus
digunakanpadasimpang jalan Halong dan Halong
Atas yaitu harus memiliki Jari-jari minimum
35.264 m, memiliki panjang lengkung (Ls) 54,77
m, menggunakan lengkung Spiral-Cicle-Spiral, dan
memiliki jarak kebebasan samping 29,64 m.
2. Jarak pandang henti yang baik, yang harus
digunakan pada simpang jalan Halong dan Halong
Atas25,74 m dan jarak pandang mendahului yang
baik179,73 m.

5.2 Saran
1. Saat melintasi tikungan pada simpang jalan Halong
dan Halong Atas, kecepatan kendaraan baik mobil,
truk, dan sepeda motor sebaiknya dikurangi.
2. Sebaiknya untuk meningkatkan kapasitas jalan
yang ada dilakukan pelebaran jalan pada lengkung
horisontal.
3. Perlu penelitian lanjutan dengan
mempertimbangkan alinyemen vertikal.

6. Daftar Pustaka

A Policy on Geometrik Design of Highway and Streets,


America Association of State Highway and
Transportation Official, Washington, DC, 2010.

Hendarsin, Shirley, 2008, Perencanaan Teknik Jalan


Raya, Politeknik Negeri Bandung.
Saodang Hamirhan, 2004, Konstruksi Jalan Raya,Nova,
Bandung.

Sukirman,S, 2008, Dasar – Dasar Perencanaan


Geometrik Jalan, NOVA, Bandung,

Suryadharma,H& Susanto, B, 2008, Rekayasa Jalan


Raya, Atma Jaya,Yogyakarta.

Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar


Kota.Kep. PU Direktorat Jenderal Binamarga,
2008.
45
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBENGKAKAN


BIAYA (COST OVERRUN) PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG
DI KOTA AMBON

Tonny Sahusilawane1) , Lenora Leuhery2)


Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon2)
Email : lennylenoraleuhery@yahoo.co.id 1)
Email : repical07@yahoo.co.id 2)

Abstract

Elements of the construction project including man (labor), money (cost), methods (method),
machines (equipment), materials (substance) and the market (the market), all these elements should be
arranged in such a way that the proportion of elements of the needs of the construction project can be
precisely calculated in its use, and projects can be run efficiently. The accuracy of the calculation of these
requirements is needed in planning. Calculation inaccuracy will cause swelling cost (cost overrun) so the
efficiency of the project are difficult to achieve.
This study aimed to examine what factors that are mostly dominant that cause Cost Overrun in
building construction projects in the city of Ambon. Based on the results of the factor analysis, the dominant
factors causing the occurrence of Cost Overrun on the implementation of building construction projects in the
city of Ambon is:
Planning Factor; human resource management factor; the loading factor value of 81.9%. which
consists of a) high frequency change of implementation; b) too much repetition of work due to poor quality;
c) too many projects are handled in the same time; d) lack of coordination between the main contractor and
sub-contractors; e) lack of coordination between the Construction Manager - Planner-Contractors; f) any
difference / disputes on the project; g) The project manager is incompetent / proficient.
Part coordination of resources ie labor factor; loading factor value of 86.6%, consisting of: a)
labor shortages, b) high labor costs, c) poor quality of manpower. The control section with the financial
aspect factor loading value of 66.0%, consisting of: a) the payment is not on unscheduled; b) control / poor
financial control, c) high interest rates on bank loans; d) lack of ability to sub-contractors in funding /
financial. Cause of cost overruns of construction projects between contracting group B (large) with the
contractor group M (medium). This is indicated by the value of Wilks' Lamda less than 0.05. Labor factor,
the time factor of the project and material factors are the strongest differentiating factor with each value are:
the labor factor of 1705, the project implementation time factor for 1405 and 1315 by material factors.

Keywords: Swelling costs, Contractor, factor analysis, discriminant

1. Pendahuluan proyek tepat waktu, sesuai anggaran serta standar


1.1 Latar Belakang kualitas dan kinerja yang dispesifikasikan oleh
Dunia konstruksi di Indonesia dewasa ini, perencana. Keberhasilan melaksanakan proyek
semakin menunjukkan perkembangan yang pesat. Hal konstruksi tepat waktu dengan anggaran yang sesuai
ini dapat dilihat dari banyaknya pembangunan Mall, rencana adalah sasaran dan harapan pemilik proyek
hotel, perumahan dan berbagai jenis bangunan lainnya maupun kontraktor.
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Dalam pelaksanaannya, proyek konstruksi
masyarakat. Menurut Barie, (1995) dalam Fahirah et membutuhkan suatu ma-najemen untuk mengolah dari
al., (2005). Proyek konstruksi merupakan proses bahan baku sebagai input kegiatan menjadi suatu
dimana rencana/desain dan spesifikasi para perencana konstruksi. Dengan kata lain, kegiatan pelaksanaan
dikonversikan menjadi struktur dan fasilitas fisik. proyek konstruksi dapat diartikan sebagai suatu
Proses ini melibatkan organisasi dan koordinasi dari kegiatan sementara, yang berlangsung dalam jangka
semua sumberdaya proyek seperti tenaga kerja, waktu terbatas dengan alokasi sumberdaya tertentu
peralatan, material, suplai dan fasilitas, dana, dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk dengan
teknologi, metode serta waktu untuk menyelesaikan kriteria-kriteria yang telah digariskan secara jelas
46
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

dalam kontrak. Secara umum sumber daya adalah proyek, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat pekerjaan, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini yang
sosial ekonomi. Sehingga lebih spesifik dapat dimaksud dengan sumber daya adalah human
dinyatakan bahwa sumber daya proyek konstruksi resources (tenaga ahli dan pekerja), dan non-human
merupakan kemampuan dan kapasitas potensi yang resources (material dan peralatan) Penggunaan
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan konstruksi. material dalam proses konstruksi secara efektif sangat
Sumber daya proyek konstruksi terdiri dari beberapa bergantung dari desain yang dikehendaki dari suatu
jenis diantaranya biaya, waktu, sumber daya manusia, bangunan. Penghematan material dapat dilakukan
material, dan juga peralatan yang digunakan dalam pe- pada tahap penyediaan, handling, dan processing
laksanaan proyek, dimana dalam mengoperasionalkan selamawaktu konstruksi. Pemilihan alat yang tepat dan
sumber daya sumber daya tersebut perlu dilakukan efektif akan mempengaruhi faktor kecepatan proses
dalam suatu sistem manajemen yang baik, sehingga konstruksi, pemindahan atau distribusi material
dapat dimanfaatkan secara optimal. dengan cepat,baik arah horizontal maupun vertikal.
Unsur input dari proyek konstruksi diantaranya Pekerja adalah salah satu sumber daya yang sangat
man (tenaga kerja), money (biaya), methods (metode), sulit dilakukan pengontrolannya, upah yang diberi
machines (peralatan), materials (bahan) dan market sangat bervariasi tergantung kecakapan masing-
(pasar), semua unsur tersebut perlu diatur sedemikian masing pekerja, karena tidak ada satu pekerja yang
rupa sehingga proporsi unsur unsur yang menjadi sama karakteristiknya. Pengendalian secara terpadu
kebutuhan dalam proyek konstruksi tersebut dapat untuk keseluruhan proses konstruksi harus ditunjang
tepat dalam penggunaanya dan proyek dapat berjalan dengan upaya koordinasi dan pengorganisasian agar
secara efisien. Ketepatan perhitungan kebutuhan tidak terjadi kesimpangsiuran, untuk itu diperlukan
tersebut sangat dibutuhkan dalam perencanaan. adanya suatu standar dalam pencapaian sasaran.
Ketidaktepatan perhitungan akan menyebabkan Ketepatan perhitungan proporsi sumber daya yang
pembengkakan biaya sehingga efisiensi proyek sulit harus dikeluarkan oleh suatu proyek konstruksi, akan
dicapai (Hermiaty, 2007) Perkiraan biaya merupakan dapat terorganisir apabila terdapat suatu standar yang
unsur penting dalam pengelolaan biaya proyek secara digunakan sebagai suatu acuan sehingga penggunaan
keseluruhan. Pada taraf pertama, tahap konseptual cost secara efisien akan tercapai.
dipergunakan untuk mengetahui berapa besar biaya Pada kenyataannya, pelaksanaan proyek
yang diperlukan untuk membangun proyek atau konstruksi di kota Ambon banyak mengalami
investasi (Soeharto, 1995). Selanjutnya, perkiraan pembengkakan biaya, sementara dari peneliti
biaya memiliki fungsi dengan spektrum yang amat terdahulu ( Indriani Santoso, 1999) disebutkan bahwa
luas, yaitu merencanakan dan mengendalikan sumber delapan dari sepuluh proyek mengalami
daya, seperti material, tenaga kerja, maupun peralatan. pembengkakan biaya. Dengan demikian
Meskipun kegunaannya sama, namun penekanannya pembengkakan biaya menjadi bahasan dalam
berbeda-beda untuk masing-masing organisasi peserta penelitian ini dengan menitikberatkan pada faktor-
proyek. Bagi pemilik, angka yang menunjukkan faktor yang menjadi penyebab dari pembengkakan
jumlah perkiraan biaya akan menjadi salah satu biaya tersebut.
patokan untuk menentukan kelayakan investasi. Bagi
kontraktor, keuntungan finansial yang akan diperoleh 1.2 Perumusan Masalah
tergantung pada berapa jauh kecakapannya Permasalahan dalam penelitian ini dapat
memperkirakan biaya, sedangkan untuk konsultan, dirumuskan sebagai berikut :
angka tersebut diajukan kepada pemilik sebagai 1. Faktor-faktor apa saja yang paling dominan
usulan jumlah biaya terbaik untuk berbagai kegunaan menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya
sesuai perkembangan proyek dan sampai derajat (Cost Overrun) pada proyek konstruksi gedung di
tertentu,kredibilitasnya terkait dengan kebenaran dan kota Ambon.
ketepatan angka-angka yang diusulkan. Dalam 2. Apakah ada perbedaan yang jelas antara
konteks yang luas manajemen konstruksi berfungsi perusahaan kontraktor golongan B (Besar)
menjamin pelaksanaan proyek (konstruksi) dengan dengan perusahaan kontraktor golongan M
baik agar dapat mencapai sasaran kinerja proyek, (menengah) terhadap faktor dominan
yakni ketepatan waktu, biaya dan mutu. karena pembengkakan biaya proyek di kota Ambon.
sasaran sasaran kinerja tersebut sebenarnya adalah
hasil dari suatu perkiraan (estimasi), maka harus 1.3 Tujuan Penelitian
diakui bahwa kesesuaian antara sasaran sasaran 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang paling
kinerja tersebut dengan hasil nyata yang dicapai tidak dominan menyebabkan terjadinya pembengkakan
dapat dijamin tepat. Oleh karena itu, dalam biaya (Cost Overrun) pada proyek konstruksi
merencanakan susunan program suatu proyek, perlu gedung di kota Ambon.
diketahui adanya saling ketergantungan antara 2. Mengetahui perbedaan yang jelas antara
berbagai parameter seperti dana untuk membiayai perusahaan kontraktor golongan B (Besar) dengan
47
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

perusahaan kontraktor golongan M (menengah) diartikan sebagai kemampuan mengevaluasi


terhadap faktor dominan pembengkakan biaya pelaksanaan proyek untuk menentukan solusi teknis
(cost overrun) proyek. seperti pilihan peralatan yang sesuai dengan
kebutuhan lapangan sehingga pelaksanaan proyek
2. Tinjauan Pustaka dapat dilaksanakan sesuai jadwal dengan hasil yang
2.1 Pengertian Proyek Konstruksi sesuai dengan keinginan pemilik proyek. Secara
Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan dan prinsip tujuan evaluasi proyek adalah terjadinya
kejadian yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan perbaikan dalam penilaian investasi (Kadariah, et
tertentu dan membuahkan hasil dalam suatu jangka al,1988 dalam djatmika, dkk, 2005).
tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia. Dalam pengertian lain, proyek adalah suatu 2.2 Jenis Proyek Konstruksi
kegiatan yang mempunyai jangka waktu tertentu Proyek konstruksi berkembang sejalan dengan
dengan sumber daya tertentu pula, seperti menurut perkembangan dan kemajuan teknologi. Bidang-
Seutji Lestari (1990) dalam hermiaty (2007), bahwa bidang kehidupan manusia makin beragam sehingga
sistem manajemen proyek adalah bagaimana menuntut industri jasa konstruksi membangun proyek-
menghimpun dan mengelola masukan (input) yang proyek konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan
bersumberdaya (tenaga, manusia, dana, waktu, tersebut. Proyek konstruksi untuk bangunan gedung
teknologi, bahan, peralatan dan manajemen) untuk perkantoran atau sekolah dan perumahan akan sangat
menghasilkan keluaran/hasil proyek (output) yang berbeda dengan konstruksi bangunan pabrik, begitu
telah ditentukan untuk mencapai suatu tujuan proyek juga dengan konstruksi bangunan bendungan,
yang mendukung suatu program dalam suatu jangka jembatan, jalan dan proyek sipil lainnya. Dalam
waktu batas tertentu. Secara sistematis fungsi penelitian ini, akan ditinjau beberapa jenis konstruksi
manajemen menggunakan sumber daya yang ada untuk memodelkan proporsi sumber daya proyek
secara efektif dan efisien untuk itu perlu di terapkan konstruksi, diantaranya konstruksi gedung. Proyek
fungsi-fungsi dalam manajemen itu sendiri seperti konstruksi bangunan gedung mencakup bangunan
Planning, Organizing, Actuating dan Controlling, gedung perkantoran, sekolah, pertokoan, rumah sakit,
dengan demikian dapat dicapai tujuan proyek yang rumah tinggal dan lain-lainnya. Sesuai dengan
optimal. Dalam melakukan Perencanaan (Planning) pengertian yang tercantum dalam Peraturan Menteri
perlu di perhatikan beberapa faktor antara lain, waktu Pekerjaan Umum No. 57/PRT/ 1991 Tahun 1991,
pelaksanaan, waktu pemesanan, waktu pemasukan yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah
material, alat, jumlah dan kualifikasi tenaga kerja, bangunan yang didirikan dalam suatu lingkungan
metode/teknik pelaksanaan dan sebagainya. Kemudian sebagian atau seluruhnya diatas atau didalam tanah/
melaksanakan jenis-jenis pekerjaan proyek sesuai perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat
dengan rencana yang telah di tetapkan dengan selalu manusia melakukan kegiatannya. Suatu gedung pada
mengadakan Organizing yaitu pengarahan. Setelah itu tahapan konstruksi dapat diartikan sebagai suatu
dilaksanakan pula evaluasi atau koreksi-koreksi pabrik sementara yang mempekerjakan sumber daya
terhadap hasil pelaksanaan yang ada (Actuating). yang diperlukan untuk mencapai tujuan kontraknya.
Terakhir adalah Controlling yaitu memonitoring,
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan proyek 2.3 Siklus Proyek (Project life Cycle)
tersebut sehingga berjalan sesuai dengan schedule Setiap proyek memiliki tahap-tahapan aktivitas
yang ada dan optimal. Dengan konsep ini peran yang dikenal dengan project life-cycle. Tahap-tahapan
manajer proyek konstruksi sangat besar dalam aktivitas proyek adalah: (1) conceptualization, (2)
menentukan keberhasilan proyek dari segi waktu, planning, (3) execution, dan (4) termination (Pinto
biaya, mutu, keamanan dan kenyamanan yang optimal dkk 1988). Pemahaman terhadap tahapan-tahapan
sehingga dari sisi ini dapat berkembang perusahaan aktivitas proyek akan sangat bermanfaat bagi manajer
yang bergerak di bidang manajemen konstruksi yang proyek dalam mengalokasikan sumberdaya, baik
akan mengelola proyek-proyek yang diingini oleh sumberdaya keuangan, peralatan, manusia, maupun
owner secara profesional. Syarat tercapaianya sumberdaya lainnya (King dan Cleland, 1983). Setiap
optimalisasi nilai keuntungan pada suatu proyek tahapan proyek, memerlukan alokasi sumberdaya
konstruksi adalah penyedia jasa sebagai pelaksana yang berbeda. Keterkaitan antara kebutuhan
proyek dapat melaksanakan pekerjaannya secara sumberdaya dengan tahapan project life-cycle dapat
efisien dan efektif. Dimana efisiensi merupakan dilihat pada Gambar 1.
kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber Gambar 1. juga mengindikasikan bahwa “titik
daya (masukan), sedangkan efektivitas adalah kritis” dari project lifecycle adalah di tahap execution
kemampuan untuk menentukan tujuan yang memadai. atau tahap operasionalisasi proyek. Hal ini
Efisien dalam proyek konstruksi diartikan sebagai diindikasikan dengan tingkat kebutuhan sumberdaya
kemampuan pelaksana proyek dalam mengevaluasi yang paling tinggi, jika dibanding dengan tahap-tahap
dan menyusun rencana investasi dengan prinsip yang lain dalam project life-cycle. Oleh karenanya
kehati-hatian dan ekonomis. Sedangkan efektif disini pada kajian ini yang akan ditinjau adalah tahapan
48
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

execution. Berikut ini adalah uraian dari masing- 2.4 Sumber Daya Proyek Konstruksi
masing tahapan pada project life cycle. Sumber daya diperlukan guna melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang merupakan komponen
proyek. Hal tersebut dilakukan terkait dengan
ketepatan perhitungan unsur biaya, mutu, dan waktu.
Bagaimana cara mengelola (dalam hal ini efektivitas
dan efisiensi) pemakaian sumber daya ini akan
memberikan akibat biaya dan jadwal pelaksanaan
pekerjaan tersebut. Khusus dalam masalah
sumberdaya, proyek menginginkan agar sumber daya
tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang cukup pada
waktunya, digunakan secara optimal dan dimobilisasi
secepat mungkin setelah tidak diperlukan. Secara
umum sumber daya adalah suatu kemampuan dan
Gambar 1. Keterkaitan kebutuhan sumberdaya dengan kapasitas potensiyang dapat dimanfaatkan oleh
project life-cycle kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi.
Sehingga lebih spesifik dapat dinyatakan bahwa
2.3.1 Tahap Conceptualization sumber daya proyek konstruksi merupakan
Conceptualization adalah tahapan pertama kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat
dalam project life-cycle. Seiring dengan semakin dimanfaatkan untuk kegiatan konstruksi. Sumber daya
kompleksnya aktivitas organisasi, top manager proyek konstruksi terdiri dari beberapa jenis
merasakan kebutuhan akan perlunya melaksanakan diantaranya biaya, waktu, sumber daya manusia,
aktivitas khusus yang secara spesifik berbeda dengan material, dan juga peralatan yang digunakan dalam
aktivitas yang umum dan rutin dilakukan di organisasi pelaksanaan proyek, dimana dalam
mengoperasionalkan sumber daya-sumber daya
2.3.2 Tahap Planning tersebut perlu dilakukan dalam suatu sistem
Planning adalah tahap kedua dalam project manajemen yang baik, sehingga dapat dimanfaatkan
life-cylce. Dalam tahap ini ditetapkan dan diformalkan secara optimal.
tujuan khusus yang akan dicapai melalui aktivitas
proyek (King, 1983). Selanjutnya, setelah tujuan 2.4.1 Waktu (Time)
proyek ditetapkan, ditentukan manajer proyek yang Waktu merupakan sumberdaya utama dalam
bertangungjawab penuh terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu proyek. Perencanaan dan
operasionalisasi proyek. Manajer proyek pengendalian waktu dilakukan dengan mengatur
mempertanggungjawabkan aktivitas dan keberhasilan jadwal, yaitu dengan cara mengidentifikasi titik kapan
proyek langsung ke pemilik proyek atau pelanggan pekerjaan mulai dan kapan berakhir. Perencanaan dan
pengendalian me-rupakan bagian dari penyusunan
2.3.3 Tahap Execution biaya. Dalam hubungan ini, sering kali pengelola
Execution adalah tahap ketiga dalam project life- proyek beranggapan bahwa penyelesaian proyek
cycle. Tahap ini merupakan perasionalisasi dari semakin cepat semakin baik. Akan tetapi pada
perencanaan yang telah dibuat. Dengan demikian kenyataannya perencanaan waktu harus dihitung
tensi aktivitas proyek dalam tahap ini akan sangat berdasarkan man-hour dari perkiraan biaya, hal
tinggi, sehingga kebutuhan sumberdaya adalah tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk
terbanyak jika dibanding dengan tahapan lain dalam menghitung lamanya kegiatan pada jadwal itu.
project life-cycle. Tahap ini merupakan titik kritis dari Sehingga penggunaan waktu dapat optimal.
keseluruhan tahapan dalam project life-cycle karena
hasil dari aktivitas dalam tahapan ini akan menentukan 2.4.2 Biaya (Cost)
efektif-tidaknya suatu proyek. Biaya merupakan modal awal dari pengadaan
suatu konstruksi. Dimana biaya dapat didefinisikan
2.3.4 Tahap Termination sebagai jumlah segala usaha dan pengeluaran yang
Termination adalah tahap terakhir dalam project dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi, dan
life cycle. Dalam tahap ini tensi aktivitas proyek mulai mengaplikasikan produk. Penghasil produk selalu
menurun, karena tujuan proyek sebagian besar telah memikirkan akibat dari adanya biaya terhadap
dicapai, dan pada akhirnya jika seluruh tujuan proyek kualitas, reliabilitas, dan maintainability karena ini
telah tercapai pada waktu yang telah ditentukan maka akan berpengaruh terhadap biaya bagi pemakai. Biaya
proyek tersebut berakhir. Pada tahapan ini mulai produksi sangat perlu diperhatikan karena sering
dilakukan realokasi sumberdaya yaitu mengembalikan mengandung sejumlah biaya yang tidak perlu. Dalam
sumberdaya ke tempat asal semula, membuat laporan menentukan besar biaya suatu pekerjaan atau
pertanggungjawaban, dan menyerahkan hasil proyek pengadaan tidaklah harus selalu berpedoman kepada
kepada pemilik proyek atau pelanggan (King, 1983). harga terendah secara mutlak. Sebagai contoh,
49
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

misalkan pada suatu pembelian peralatan (equipment). 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi (the
Beberapa perusahaan yang berlainan dapat accuracy of classification).
memproduksi peralatan tersebut dengan kualitas yang Teknik analisis diskriminan dibedakan menjadi
dianggap sama, tetapi perusahaan perusahaan yang dua yaitu analisis diskriminan dua kelompok/kategori,
satu menawarkan harga yang lebih tinggi karena dapat kalau variabel terikat Y dikelompokkan menjadi dua.
menyerahkan pesanan peralatan tersebut lebih cepat Diperlukan satu fungsi diskriminan. Kalau variabel
dari perusahaan lain. Dalam hal ini, memutuskan terikat dikelompokkan menjadi lebih dari dua
membeli dari penawaran terendah belum tentu kelompok disebut analisis diskriminan berganda
keputusan yang terbaik, karena harus dilihat (multiple discriminant analysis) diperlukan fungsi
dampaknya terhadap jadwal. Oleh karena itu, diskriminan sebanyak (k-1) kalau memang ada k
pemilihan alternatif harus secara optimal kategori.
memperhatikan parameter-parameter yang lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada 3. Metodologi
gambar berikut ini: 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian survey yang bertujuan untuk membuat
X1
lukisan mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu
Berapa F yang populasi atau daerah tertentu secara sistimatis, faktual
X2 akan terbentuk? dan teliti. Variabel-variabel yang diteliti terbatas atau
X3 tertentu saja, tetapi dilakukan secara meluas pada
F? suatu populasi atau daerah itu
X4 Data yang digunakan dalam penelitian ini
F tersebut adalah data primer dan data sekunder. Data primer
X3 merupakan variabel diperoleh melalui wawancara dan menggunakan daftar
laten apa saja? pertanyaan yang telah dipersiapkan/kuesioner. Data
X4 sekunder diperoleh dari dokumen instansi terkait serta
publikasi lainnya yang memuat informasi yang
Gambar 2. Variabel Manifest dan Laten mendukung penelitian ini. Berdasarkan pendekatan
yang digunakan, penelitian ini dikombinasikan antara
Dalam gambar tersebut terdapat 6 variabel kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data
manifest, dan dari 6 variabel tersebut akan membentuk yang berbentuk kalimat, kata atau gambar, sedangkan
berapa faktor (F) dan faktor tersebut merupakan data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau
variabel laten, yang belum dapat diketahui sebelum data kualitatif yang diangkakan (scoring) (Sugiono,
dilakukan analisis.. 2008).

2.5. Analisis Diskriminan 3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian


Analisis Diskriminan merupakan teknik Penelitian dilakukan di kota Ambon. Proses
menganalisis data, apabila variabel dependennya penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan dapat
(disebut criterion) merupakan kategori (non-metrik, selesai dalam waktu 5 (lima) bulan, mulai dari
nominal atau ordinal, bersifat kualitatif) sedangkan penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan
variable independennya sebagai prediktor merupakan penelitian lapangan, penulisan laporan penelitian
metrik (interval atau rasio, bersifat kuantitatif). sampai penyelesaian sidang ujian tesis.
Tujuan analisis diskriminan
1. Membuat suatu fungsi diskriminan atau 3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian
kombinasi linier, dari prediktor atau variabel Dalam suatu penelitian yang menggunakan
bebas yang yang bisa mendiskriminasikan atau metode survey, tidaklah selalu perlu meneliti semua
membedakan kategori variabel terikat atau individu dalam populasi karena disamping memakan
criterion atau kelompok, artinya mampu biaya yang sangat besar juga membutuhkan waktu
membedakan suatu objek masuk yang lama. Populasi dari penelitian ini yang dijadikan
kelompok/kategori yang mana. responden adalah Perusahaan pelaksana jasa
2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara konstruksi/kontraktor yang ada di kota Ambon.
kategori/kelompok, dikaitkan dengan variabel Pengambilan sampel dalam penelitian ini
bebas atau prediktor. menggunakan teknik stratifikasi (Stratified Random
3. Menentukan prediktor/variabel bebas yang mana Sampling) yaitu suatu teknik pengambilan sampel
yang memberikan sumbangan terbesar terhadap dimana populasi terdiri atas kategori-kategori atau
terjadinya perbedaan antar-kelompok. kelompok-kelompok yang memiliki susunan
4. Mengklarifikasi/mengelompokkan objek/kasus ke bertingkat yang disebut strata. Dalam hal penelitian ini
dalam suatu kelompok/kategori didasarkan pada Stratified Sampling dilakukan terhadap perusahaan
nilai variabel bebas.
50
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

pelaksana jasa konstruksi/kontraktor memiliki strata


seperti yang ditunjukkan pada table 4.1 di bawah ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari
GAPENSI kota Ambon, Khusus yang menangani
Tabel 1. Kualifikasi Pelaksana Jasa Konstruksi bidang konstruksi gedung berjumlah 50 perusahaan
(Kontraktor) seperti terterah pada tabel 4.2.
Kualifika Golonga Nilai Batas
si n Kekayaa Nilai Tabel 2. Jumlah Populasi Dalam Penelitian
n Proyek Kualifikasi Greed Jumlah Keterangan
Bersih 7 5
GRED 7 Besar Diatas Rp. 1 M Besar 6 8 13
Rp. 10 M tidak Menengah 5 12 12
terbatas Kecil 4 25 25
GRED 6 Besar Diatas Rp. 1 M Total 50
Rp. 3 M s/d 25 M Sumber : Data sekunder diolah
GRED 5 Menenga Diatas Rp. 1 M
h Rp. 1 M s/d 10 M Seberapa besar jumlah anggota sampel yang
GRED 4 Kecil Diatas s/d Rp. 1 paling tepat digunakan dalam suatu penelitian
Rp. 400 J M tergantung dari tingkat ketelitian/kepercayaan yang
GRED 3 Kecil Diatas s/d Rp. dikehendaki, yang dipengaruhi oleh sumber dana,
Rp. 100 J 600 J waktu dan tenaga yang tersedia.
GRED 2 Kecil Diatas s/d Rp. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini
Rp. 50 J 300 J menggunakan model yang dikembangkan oleh Izaac
GRED 1 Peroran - s/d Rp. 50 dan Michael, untuk tingkat kesalahan: 1%, 5% dan
gan J 10% dengan menggunakan tabel 4.2 berikut ini.
Sumber :http://www.sertifikasi.biz/izinusahaja sakonstruksi (Sugiyono, 2008).

Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel Dengan Tingkat Kesalahan 1%, 5% dan 10%
s S s
N 10 N 10 N 10
1% 5% % 1% 5% % 1% 5% %
10 10 10 10 70 63 58 56 160 129 110 101
15 15 14 14 75 67 62 59 170 135 114 105
20 19 19 19 80 71 65 62 180 142 119 108
25 24 23 23 85 75 68 65 190 148 123 112
30 29 28 27 90 79 72 68 200 154 127 115
35 33 32 31 95 83 75 71 210 160 131 118
40 38 36 35 100 87 78 73 220 165 135 122
45 42 40 39 110 94 84 78 230 171 139 125
50 47 44 42 120 102 89 83 240 176 142 127
55 51 48 46 130 109 95 88 250 182 146 130
60 55 51 49 140 116 100 92 260 187 149 133
65 59 55 53 150 122 105 97 270 192 152 135
Sumber: Sugiyono, 2008

Dengan jumlah Sampel 50 pada tingkat kesalahan ni = Jumlah popolasi kelompok


5% diperoleh : 44 (jumlah sampel secara umum.) n = Jumlah sampel pada α = 0.05.
Karena sampel terdiri dari beberapa tingkatan, maka sehingga diperoleh:
untuk penentuan jumlah ampel dipakai teknik Gred 7 (5/50) x 44 = 4,4 = 5
Stratified Random Sampling. Selanjutnya digunakan
Gred 6 (8/50) x 44 = 7
metode alokasi sampel berimbang dengan besarnya
strata, dengan Rumus: Gred 5 (12/50) x 44 = 10,56 = 11
Gred 4 (25/50) x 44 = 22

Dimana :
Ni = Jumlah sampel menurut kelompoknya
N = Jumlah populasi keseluruhan
51
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

1. Wawancara, berupa pengumpulan data yang


Tabel 4. Jumlah Sampel Dalam Penelitian diperoleh dengan wawancara langsung
dengan nara sumber yang terkait.
Kualifikasi kontraktor Jumlah sampel 2. Kuesioner, sebagai alat pengumpul data
untuk pengambilan sampel dari suatu
Besar 12 populasi.
Menengah 11 Dalam rangka untuk memperoleh data yang sesuai
kecil 22 dengan keperluan dalam penelitian ini, khususnya
untuk data kualitatif supaya dapat dikuantitatifkan
Total 45
maka perlu menggunakan skala pengukuran.
Sumber : Data sekunder diolah
Skala pengukuran (persepsi) yang digunakan
yaitu skala likert dengan lima angka, yaitu:
4.4 Bagan Alir Penelitian
Kode 1 : Sangat Tidak Setuju (STS)
Kode 2 : Tidak Setuju (TS)
Mulai Kode 3 : Setuju (S)
Kode 4 : Sangat Setuju (SS)
Khusus untuk daftar isian tentang faktor-faktor
Perumusan penyebab overrun biaya proyek, formasi pernyataan
Masalah dalam kuesioner dibagi dalam 3 (tiga) bagian utama
yang terinci menjadi 8 (delapan) aspek :
Studi Literatur 1. Bagian perencanaan:
 Estimasi biaya (X1)
Identifikasi Variabel  Pelaksanaan dan hubungan kerja (X2)
Penelitian 2. Bagian koordinasi:
 Material (X3)
Penentuan Populasi dan  Tenaga kerja (X4)
Sample  Peralatan (X5)
Pembuatan Kuesioner
3. Bagian pengendalian:
 Aspek keuangan proyek (X6)
 Waktu pelaksanaan (X7)
Survey :  Kebijaksanaan politik (X8)
Penyebaran Kuesioner
PadaKontraktor 3.5 Prosedur Pengumpulan Dan Analisis Data
di Kota Ambon  Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dimaksudkan adalah
pengumpulan data hasil investigasi lapangan yang
Uji Validitas dan
berasal dari jawaban masukkan kuesioner yang
Reabilitas diedarkan kepada responden. Pengumpulan data
Tidak melalui survey dilakukan dengan penyebaran
kuesioner untuk mengetahui opini responden
Ya mengenai faktor-faktor penyebab overrun biaya pada
Analisis Data proyek konstruksi gedung di kota Ambon. Kuesioner
berisi data identitas responden dan data identitas
perusahaan, pertanyaan tentang data-data proyek yang
Pembahasan pernah dilaksanakan/dikerjakan dan daftar isian
tentang faktor-faktor penyebab overrun biaya proyek.
Data yang terkumpul kemudian akan diolah
Selesai dan dianalisis untuk mendapatkan foktor-faktor apa
saja yang merupakan penyebab terjadinya
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian pembengkakan biaya pada proyek konstruksi dikota
Ambon.
3.4 Metode Pengumpulan Data  Analisis Data
Penelitian ini merupakan gabungan penelitian Analisis data dalam penelitian ini menggunakan :
deskriptif (factual) dan persepsi, menggambarkan - Analisis Deskriptif
permasalahan yang diteliti apa adanya sesuai latar Dalam penelitian ini analisis deskriptif digunakan
alamiah dan juga perspektif tertentu dari responden. untuk menjelaskan karakteristik responden.
 Pengumpulan data sebagai berikut: - Analisis Faktor
Analisis faktor, yaitu salah satu metode statistik
multivariat yang mencoba menerangkan hubungan
52
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

antar sejumlah variabel-variabel yang saling statistik multivariat yang mencoba menerangkan
independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling
dibuat satu atau lebih kumpulan variabel yang lebih independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa
sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor juga dibuat satu atau lebih kumpulan variabel yang lebih
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan sedikit dari jumlah variabel awal.
dalam menjelaskan suatu masalah. A. Analisis Diskriminan
Dengan tahapan sebagai berikut: Tujuan dari analisa diskriminan pada penelitian
a. Model Matematik dalam Analisis Faktor ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaaan
Model analisis faktor mensyaratkan bahwa yang jelas antara perusahaan kontraktor golongan B
hubungan antar-variabel terobservasi harus linear dan (besar) dengan perusahaan kontraktor golongan M
nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya benar- (menengah) terhadap faktor dominan overrun biaya
benar harus ada hubungan. proyek. Dengan tahapan sebagai berikut :
b. Penentuan Banyaknya Faktor 1. Membuat suatu fungsi diskriminan atau
Untuk menentukan banyaknya faktor dilakukan kombinasi linier, dari prediktor atau variabel
berdasarkan nilai eigen yaitu, hanya faktor dengan bebas yang yang bisa mendiskriminasikan atau
nilai eigen lebih besar dari 1 yang dipertahankan, membedakan kategori variabel terikat atau
kalau lebih kecil dari satu, faktornya tidak criterion atau kelompok, artinya mampu
diikutsertakan dalam model. Suatu nilai eigen membedakan suatu objek masuk
menunjukkan besarnya sumbangan dari faktor kelompok/kategori yang mana.
terhadap varian seluruh variabel asli. 2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara
c. Rotasi Faktor-faktor kategori/kelompok, dikaitkan dengan variabel
Suatu hasil atau output yang penting dari bebas atau prediktor.
analisis faktor ialah apa yang disebut dengan matriks 3. Menentukan prediktor/variabel bebas yang mana
faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor pola yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
memuat/berisi koefisien yang dipergunakan untuk terjadinya perbedaan antar-kelompok.
mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan 4. Mengklarifikasi/mengelompokkan objek/kasus ke
dalam faktor. dalam suatu kelompok/kategori didasarkan pada
d. Interpretasi Faktor nilai variabel bebas.
Interpretasi dipermudah dengan 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi (the
mengidentifikasi variabel yang muatannya accuracy of classification).
(loadingnya) besar pada faktor yang sama. Faktor
tersebut kemudian bisa diinterpretasikan, dinyatakan 3.6 Variabel Dan Indikator Penelitian
dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini
padanya. dibedakan menjadi variable manifest dan variable
e. Menghitung Skor Faktor Laten.
Sebetulnya analisis faktor tidak harus 1. Variable manifest (X) adalah instrumen
dilanjutkan dengan menghitung skor faktor, sebab penelitian berupa kuisioner, yang di dalamnya
tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah memuat indikator-indikator (item-item berupa
bermanfaat yaitu mengekstrak variabel asli menjadi pertanyaan).
lebih sedikit. 2. Variable Laten (F) adalah variabel yang diperoleh
f. Memilih Surrogate Variables setelah dilakukan eksplorasi dan interpretasi
Kadang-kadang sebagai pengganti menghitung terhadap variabel-variabel manifest yang ada.
skor faktor, peneliti mungkin ingin memilih surrogate
variable yaitu suatu subset (bagian dari) variabel asli
yang dipilih untuk digunakan dalam analisis
selanjutnya. Pemilihan substitute variables atau
surrogate variables meliputi sebagian dari beberapa
variabel asli untuk dipergunakan dalam analisis
selanjutnya.
g. Menentukan “Model Fit”
Langkah terakhir dalam analisis faktor ialah
menentukan model ketepatan/kecocokan model.
Untuk data yang diperoleh dari kuesioner,
sebelum melakukan analisis faktor data tersebut
terlebih dahulu di transformasi. Metode transformasi
yang digunakan antara lain MSI (Method of
Successive Interval) dan LSR (Likert Summated
Rating). Analisis faktor yang digunakan adalah
Gambar 5. Hubungan Variabel Penelitian
analisis faktor informatori. Yaitu salah satu metode
53
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Tabel 5. Variabel dan Indikator Manifiest Penyebab Overrun Biaya Proyek


NO VARIABEL INDIKATOR
KOD
E
1. Ketidaktepatan Data dan Informasi proyek yang kurang lengkap X11
Estimasi Biaya Tidak memperhitungkan pengaruh Inflasi dan eskalasi X12
(X1) Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (Contigency) X13
Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan kostruksi X14
Ketidak tepatan estimasi biaya X15
Tingginya frekwensi perubahan pelaksanaan X21
2. Pelaksanaan dan Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek X22
hubungan kerja Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama X23
(X2) Kurangnya koordinasi antara kontraktor utama dan sub kontraktor X24
Kurangnya koordinasi antara Construction Manager - Perencana – X 25
Kontraktor
Terjadi perbedaan/perselisihan pada proyek X 26
Manager proyek tidak kompeten/cakap X 27
Material Adanya kenaikan harga material X 31
3. (X3) Terlambat/kekurangan material waktu pelaksanaan X 32
Tenaga Kerja Kekurangan tenaga kerja X 41
4. (X4) Tingginya upah tenaga kerja X 42
Kwalitas tenaga kerja yang buruk X 43
Peralatan Tingginya harga/sewa peralatan X 51
5. (X5) Tingginya biaya transportasi peralatan X 52
Cara pembayaran yang tidak tepat waktu X 61
6. Aspek Keuangan Pengendalian/ kontrol keuangan yang jelek X 62
Proyek Tingginya suku bunga pinjaman bank X 63
(X6) Kurangnya kemampuan sub kontraktor dalam hal X 64
pendanaan/finansial
Waktu Pelaksanaan Adanya keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca X 71
7. (X7) Jangka waktu kontrak X 72
Selalu terjadi penundaan pekerjaan X 73
Kebijakan Politik Adanya kebijaksanaan keuangan dari pemerintah X 81
8. (X8) Sistim terganggu/huruhara X 82

4. Hasil Dan Pembahasan 100


80
4.1 Hasil dan Analisis Statistik Deskriptif 60
Jumlah keseluruhan responden yang 40 Jumlah
20
mengembalikan kuesioner adalah sebanyak 45 orang. 0
 Analisis Data Hasil Kuesioner Karakteristik Prosentas
Responden i
1. Kualifikasi Kontraktor
Tabel 6. Kualifikasi Kontraktor
Kualifikasi Gambar 6. Prosentase Kualifikasi Kontraktor
Kontraktor Jumlah Prosentasi
Berdasarkan tabel 5 dan gambar 6,
Kontraktor Besar 12 26.67 responden dalam penelitian ini terdiri dari 3
Kontraktor Menengah 11 24.44 kualifikasi kontraktor yaitu kualifikasi Besar sebanyak
12 kontraktor (26.67%), kualifikasi Menengah
Kontraktor Kecil 22 48.89 sebanyak 11 kontraktor (24.44%) dan Kualifikasi
Kecil sebanyak 22 kontraktor (48.89%).
Total 45 100.00
Sumber : Data Primer diolah

54
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

 Analisis Data Hasil Kuesioner Faktor-faktor


Penyebab Terjadinya Cost Overrun Tabel 10. Data Perkualifikasi Kontraktor X2.1.
Kualisifikasi Jumlah
1. Data Hasil Kuesioner Aspek Ketidaktepatan Kontraktor SS S TS STS responden
Kontraktor 8.00 4.00 0.00 0.00
Estimasi Biaya (X1) Besar 66.67 33.33 0.00 0.00
12.00
X1.1 Data dan informasi yang menunjang Kontraktor 2.00 8.00 1.00 0.00
11.00
ketelitian estimasi proyek yang kurang Menengah 18.18 72.73 9.09 0.00
atau tidak lengkap. Kontraktor 2.00 6.00 7.00 7.00
22.00
Dari 45 responden diperoleh data seperti yang kecil 9.09 27.27 31.82 31.82
ditunjukkan pada tabel 7. Sumber : Data primer diolah
Tabel 7. Data Hasil Aspek Ketidaktepatan Estimasi
Biaya X1.1 3. Data Hasil Kuesioner Aspek Material (X3)
Jumlah Dari 45 responden diperoleh data seperti yang
Skala pengukuran responden Persen ditunjukkan pada tabel 11.
Sangat Setuju 20.00 44.44 Tabel 11. Data Hasil Kuesioner Aspek Material X3.1
Setuju 20.00 44.44 Jumlah
Tidak Setuju 3.00 6.67 Skala Pengukuran Responden Persen
Sangat Tidak Setuju 2.00 4.44 Sangat Setuju 20.00 44.44
45.00 100.00 Setuju 13.00 28.89
Sumber : Data Primer diolah Tidak Setuju 12.00 26.67
Sangat Tidak Setuju 0.00 0.00
Sedangkan menurut pendapat dari masing-
masing kualifikasi perusahaan dapat dilihat pada tabel 45.00 100.00
8. Sumber : Data primer diolah
Tabel 8. Data perkualifikasi Kontraktor X1.1.
Kualisifikasi Jumlah Sedangkan menurut pendapat dari masing-
Kontraktor SS S TS STS responden masing kualifikasi perusahaan dapat dilihat pada tabel
Kontraktor 6.00 6.00 0.00 0.00 12.
12.00
Besar
50.00 50.00
Tabel 12. Data Perkualifikasi Kontraktor X3.1.
Kontraktor 6.00 4.00 1.00 0.00 Kualisifikasi Jumlah
11.00
Menengah Kontraktor SS S TS STS responden
54.55 36.36 9.09
Kontraktor 6.00 4.00 2.00 0.00
Kontraktor 8.00 10.00 2.00 2.00 12.00
22.00 Besar
Kecil 50.00 33.33 16.67 0.00
36.36 45.45 9.09 9.09
Sumber : Data primer diolah Kontraktor 4.00 2.00 5.00 0.00
11.00
Menengah
36.36 18.18 45.45 0.00
2. Data Hasil Kuesioner Aspek Pelaksanaan dan
Kontraktor 10.00 7.00 5.00 0.00
Hubungan Kerja (X2) 22.00
kecil
Dari 45 responden diperoleh data seperti yang 45.45 31.82 22.73 0.00
ditunjukkan pada tabel 9. Sumber: Data primer diolah

Tabel 9. Data Hasil Kusioner Aspek Pelaksanaan dan 4. Data Hasil Kuesioner Aspek Peralatan(X5)
Hubungan Kerja X2.1. Dari 45 responden diperoleh data seperti yang
Jumlah ditunjukkan pada tabel 13.
Skala pengukuran Responden Persen
Tabel 13. Data Hasil Kuesioner Aspek Peralatan X5.1
Sangat Setuju 12.00 0.27
Jumlah
Setuju 18.00 0.40 Skala Pengukuran Responden Persen
Tidak Setuju 8.00 0.18 Sangat Setuju 14.00 0.31
Sangat Tidak Setuju 7.00 0.16 Setuju 14.00 0.31
45.00 100.00 Tidak Setuju 13.00 0.29
Sumber : Data primer diolah
Sangat Tidak Setuju 4.00 0.09
Sedangkan menurut pendapat dari masing- 45.00 100.00
masing kualifikasi perusahaan dapat dilihat pada tabel Sumber: Data primer diolah
5.16
55
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas nilai |rhitung| ≥ r tabel atau nilai signifikansi (p-value)
 Pengujian Validitas kurang dari alfa 0,05 (5%).
Pada penelitian ini, pengujian validitas Hipotesis :
menggunakan teknik korelasi rumus Product Moment, Ho : Item Pertanyaan tidak valid, lawan
yaitu korelasi antara skor item dengan skor total. Jika H1 : Item Pertanyaan telah valid
terdapat korelasi yang nyata antara item dengan total α = 0,05 (Tingkat Kesalahan 5%)
item, mengindikasikan bahwa item yang bersangkutan Dengan rekapitulasi hasil pengujian seperti
adalah valid. Korelasi nyata diidentifikasikan dengan ditunjukkan pada tabel 15.

Tabel 14. Rekapitulasi Pengujian Validitas

Item Korelasi rtabel Item Korelasi rtabel


Sig. Hasil Sig. Hasil
Pertanyaan (rhitung) 5% Pertanyaan (rhitung) 5%

X1.1 0.664 0.000 Valid X4.1 0.786 0.000 Valid


X1.2 0.862 0.000 Valid X4.2 0.740 0.000 Valid
X1.3 0.576 0.000 Valid X4.3 0.780 0.000 Valid
X1.4 0.563 0.000 Valid X5.1 0.868 0.000 Valid
X1.5 0.512 0.000 Valid X5.2 0.833 0.000 Valid
X2.1 0.756 0.000 Valid X6.1 0.715 0.000 Valid
X2.2 0.488 0.001 Valid X6.2 0.774 0.000 Valid
X2.3 0.673 0.000 Valid X6.3 0.560 0.000 Valid
X2.4 0.617 0.000 Valid X6.4 0.635 0.000 Valid
X2.5 0.581 0.000 Valid X7.1 0.690 0.000 Valid
X2.6 0.545 0.000 Valid X7.2 0.819 0.000 Valid
X2.7 0.795 0.000 Valid X7.3 0.747 0.000 Valid
X3.1 0.896 0.000 Valid X8.1 0.868 0.000 Valid
X3.2 0.804 0.000 Valid X8.2 0.833 0.000 Valid
Sumber : Data primer diolah
H0 : Item pertanyaan ke-i tidak valid, lawan
H1 : Item pertanyaan ke-i valid, i = 1,2,3,...,28
α : 5%

Dari Tabel 14 diatas terlihat bahwa nilai digunakan untuk mengukur variabel berulangkali
korelasi (|rhitung|) untuk semua variabel lebih besar yang akan menghasilkan data yang sama atau
dari rtabel dan nilai signifikansi (p-value) juga hanya sedikit bervariasi. Pada penelitian ini
kurang dari α 0,05. Sehingga kita dapat menolak pengujian reliabilitas menggunakan koefisien
Ho dan dapat dikatakan bahwa dengan tingkat Cronbach Alpha, jika nilai alpha di atas 0,6 maka
kesalahan 5% seluruh item pertanyaan adalah instrumen dikatakan handal. Rekapitulasi hasi
valid. pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel 15.

 Pengujian Reliabilitas Tabel 15. Rekapitulasi Pengujian Reliabilitas


Instrumen penelitian yang memenuhi
Variabel koefisien Cronbach Alpha
keandalan (reliability) akan berdampak pada hasil
penelitian yang memenuhi keandalan juga. X1 0.605
Memenuhi keandalan berarti bahwa instrumen X2 0.756
yang digunakan dalam beberapa kali untuk X3 0.609
mengukur obyek yang sama akan menghasilkan X4 0.653
X5 0.616
data yang sama. Dengan demikian maka X6 0.602
keandalan adalah yang berkaitan dengan X7 0.618
digunakannya mengukur berkali-kali yang X8 0.615
menghasilkan data yang sama (konsisten). Sumber: Lampiran 2
Instrumen tersebut dikatakan reliabel jika dapat

56
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Dari Tabel 15 diatas terlihat bahwa merupakan faktor pembeda terkuat dengan
seluruh koefisien Cronbach Alpha yang nilai masing-masing adalah: faktor tenaga
dihasilkan telah lebih besar dari 0,6, sehingga kerja sebesar 1.705, Faktor waktu
semua item pertanyaan/indikator adalah reliabel. pelaksanaan proyek sebesar 1.405 dan faktor
Setiap item pertanyaan dalam instrumen material sebesar 1.315.
kuesioner yang akan digunakan telah valid dan
reliabel maka dapat digunakan pada analisis 5.2 Saran
selanjutnya. Disarankan untuk penelitian selanjutnya
agar dapat dikembangkan dengan meninjau lebih
5. Penutup detail lagi faktor-faktor penyebab cost overrun
5.1 Kesimpulan per kelompok pekerjaan.
Kesimpulan dari permasalahan
penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab
Terjadinya Cost Overrun pada Proyek Konstruksi 6. Daftar Pustaka
di kota Ambon adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis factor, faktor- Anonim. (1991). Peraturan Menteri Pekerjaan
faktor dominan penyebab terjadinya Cost Umum No. 57/PRT/ 1991 Tahun 1991,
Overrun pada pelaksanaan proyek konstruksi Tentang Pedoman Teknis Pembangunan
gedung di kota Ambon adalah : Bangunan Gedung Negara.
a. Bagian perencanaan yaitu; factor Djatmika, S.S., dkk (2005). Peningkatan Kinerja
pelaksanaan hubungan kerja; dengan Tenaga Kerja Konstruksi dengan
nilai loading factor sebesar 81.9 %. Yang Melakukan Restrukturisasi Kerangka
terdiri dari a)tingginya frekwensi Klasifikasi, kualifikasi dan Bakuan
perubahan pelaksanaan; b)terlalu kompetensi Kerja, Proceeding Seminar
banyak pengulangan pekerjaan karena Nasional Peringatan 25 tahun Pendidikan
mutu jelek; c)terlalu banyak proyek yang MRK di Indonesia, Fakultas Teknik Institut
ditangani dalam waktu yang sama; Teknologi bandung, Bandung.
d)kurangnya koordinasi antara Fahirah et al., (2005). Faktor-faktor penyebab
kontraktor utama dan sub kontraktor; terjadinya overrun biaya pada proyek
e)kurangnya koorninasi antara konstruksi gedung di Makasar. Jurnal
Construction Manger– Perencana– Penelitian. ITS. Surabaya.
Kontraktor; f) terjadi Hermiaty, Dessy ( 2007). Pemodelan dan
perbedaan/perselisihan pada proyek; g) Analisis Proporsi Upah Tenaga Kerja pada
Manajer proyek tidak kompeten/cakap. Proyek Konstruksi, Tesis Magister
b. Bagian koordinasi sumber daya yaitu Manajemen Konstruksi, UII
faktor tenaga kerja; dengan nilai loading Indriayi Santoso, (1999). Analisa Overruns
factor sebesar 86,6% yang terdiri dari : Biaya Pada Beberapa Tipe Proyek, Jurnal
a)kekurangan tenaga kerja; b)tingginya Penelitian Fakultas Teknik Universitas
upah tenaga kerja; c)kualitas tenaga Kristen Petra, Surabaya
kerja yang buruk. King, W.R. dan Cleland, D.I. (1983). Life Cycle
c. Bagian kontrol Faktor aspek keuangan Management, dalam Cleland, D.I. dan King,
dengan nilai loading sebesar 66,0% yang W.R. (Eds), Project Management
terdiri dari; a)cara pembayaran yang Handbook, Van Nostrand Reinhold, New
tidak tepat waktu; York.
b)pengendalian/control keuangan yang Pinto, J.K. dan Prescott, J.E. (1988). Variations
jelek; c)tingginya suku bungan in critical success factors over the stages in
pinjaman bank; d)kurangnya project life cycle, Journal of Management.
kemampuan sub kontraktor dalam hal Purbandono, Rahmat, (2007). Pengaruh Strategi
pendanaan/financial. Dan Taktik Terhadap Kesuksesan Tahap
2. Berdasarkan hasil analisa diskriminasi, Operasionalisasi Proyek, Jurnal manajemen.
terdapat perbedaan yang signifikan pada Setijo, Hari, et al. (2006). Analisa Kecepatan
faktor dominan penyebab cost overrun biaya Pelaksanaan Pembangunan Gedung di
proyek konstruksi antara kontraktor Semarang, Prosiding Seminar Nasional
golongan B (besar) dengan kontraktor Manajemen Konstruksi, Magister Teknik
golongan M (menengah). Hal ini Sipil UNISSULA.
diindikasikan dengan nilai Wilks’ Lamda
yang kurang dari 0.05.
3. Faktor tenaga kerja, faktor waktu
pelaksanaan proyek dan faktor material
57
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

STUDI PERLINDUNGAN PANTAI DUSUN ERIE - DESA NUSANIWE

Pieter Lourens Frans1) , Isak Lilipory2)


Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon2)
Email : pflourens@gmail.com11)
Email : caklilipory@yahoo.co.id2)

Abstract

The beach area around the Hamlet Erie - Village Nusaniwe Ambon practicaly, erosion / abrasion caused
by the influence of ocean waves and beaches and the taking of materials for construction. This study aims to find
an effective coastal protection systems as an alternative to protect the coast of Erie - Village Nusaniwe.
Coastal protection systems obtained under the mathematical test models using Surface-water Model
Software System (SMS) version 8.1 is based on the characteristics of the wave at Erie Village - Village
Nusaniwe well as to the effects of sea level fluctuations were analyzed using the Admiralty model.
The results of the research has obtained the best alternative in the form of rubble mound breakwater
structure placed parallel to shore at a depth of - 5 m distance from the shoreline (y) = 70 m and width of the gap
(b) = 50.60 m of length L = 134 m building can stand the waves along the coast and beaches can form
commensurate and still providing access for fishing boats to reach the beach. The simulation results of
mathematical models in software CGWAVE Surface-water Model System (SMS) version 8.1 indicates that the
high waves off the coast are protected by breakwaters building acquired HA of 0.16 m to 0.58 m. Thus the
existing maintained sea well but needs mmore layer of protective gaiters (toe protection) use masonry to protect
the facilities and infrastructure along the coastal village of Erie - Village Nusaniwe.

Keywords: building coastal protection

1. Pendahuluan musim tertentu gelombang badai yang datang dari arah


Kota Ambon secara administrasi terletak di Pulau Barat Daya menghantam di seluruh wilayah perairan
Ambon dan merupakan kota pantai dengan teluk yang teluk Kota Ambon menjadi rusak lagi.
indah dan memiliki kawasan teluk dan pesisir dengan Hasil analisa kerusakan wilayah pesisir pantai Kota
garis pantai yang panjang. Sebagai ibukota Provinsi Ambon dan Maluku Tengah, kondisi perubahan garis
Maluku, Kota Ambon telah berkembang menjadi kota pantai yang terdiri dari Kecamatan Nusaniwe mengalami
jasa dan perdagangan dan pusat aktivitas pemerintahan erosi (kemunduran) rata-rata -5,732 m/thn, dengan
serta memiliki peran yang strategis sebagai kota pesisir pembobotan tingkat kerusakan dan kepentingan
yang maju, tertata dan berkelanjutan. menunjukan bahwa, bobot yang paling tinggi berada
Pada kawasan teluk dan pesisir Kota Ambon telah pada pantai Eri dengan nilai 1025 level-A, (Berhitu dan
berkembang dengan berbagai aktivitas untuk memenuhi Kakisina, 2009).
kehidupan dan penghidupan masyarakat Ambon dan Dari uraian permasalahan di atas, maka timbullah ide
masyarakat Maluku secara umum karena memiliki untuk melakukan penelitian guna memperoleh Studi
sumberdaya yang beragam seperti sumberdaya hayati, Perlindungan Pantai Dusun Erie - Desa Nusaniwe.
sumberdaya non hayati, sumberdaya buatan maupun
jasa-jasa lingkungan. Seiring dengan perkembangan 2. Tinjauan Pustaka
tersebut, tidak dapat dipungkiri pada kawasan ini 2.1 Klasifikasi Kedalaman Relatif
ditemui pula permasalahan-permsalahanyang timbul Gelombang dapat dikategorikan sebagai gelombang
oleh kegiatan dan aktivitas di darat yang berdampak perairan dangkal, gelombang perairan transisi dan
merusak daerah pesisir seperti sedimentasi, banjir, gelombang perairan dalam dengan nilai batas tertentu.
sampah, erosi/abrasi dan penggambilan bahan galian C pembagian ini tergantung pada nilai kedalaman relatif,
yang tidak terkontrol. yaitu suatu nilai tak berdimensi yang didapat dari
Kawasan pesisir pantai Kota Ambon dalam kurun perbandingan antara kedalaman perairan dengan panjang
waktu 15 tahun terakhir telah mengalami kerusakan gelombang (d/L) (Triatmodjo, 1999).
yang cukup parah dan sangat memprihatinkan. Pada
tahun 2006 terjadi erosi pantai akibat serangan Tabel 1. Klasifikasi Kedalaman Relatif Gelombang
gelombang laut yang mengakibatkan kerusakan pada Klasifikasi d/L 2πd/L tanh (2πd/L)
jalan raya dan permukiman penduduk pesisir di
Gelombang di laut dalam >½ >π ≈ 1
sepanjang Teluk Ambon Bagian Luar (Siwalima, 1
Maret 2006). Guna mengatasi masalah tersebut oleh Gelombang di laut transisi 1/25 – 1/2 ¼-π tanh (2πd/L)
Pemerintah Kota Ambon telah melakukan perbaikan dan
Gelombang di laut dangkal < 1/25 < 1/4 ≈ 2πd / L
membangun kembali setiap kerusakan-kerusakan yang
Sumber : Coastal Engineering Research Center (CERC), 1984
terjadi. Namun pengalaman membuktikan bahwa pada
58
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Kecepatan rambat (C): kemiringan dasar laut di depan bangunan dan


gT
C = tanh
2πd
(1) karakteristik gelombang. Oleh Irribaren, dalam
2π L Triatmodjo, (1999) dengan rumus:
Panjang gelombang (L):
gT2 2πd
L= tanh (2) Ir =
tan θ
(7)
2π L H 0,5
dengan: Lo
C = kecepatan rambat (m/d) dengan:
g = percepatan gravitasi (m/dt2) Ir = bilangan Irribaren
d = kedalaman laut (m) H = tinggi gelombang di lokasi bagnunan(m)
L = panjang gelombang (m) Lo = panjang gelombang di laut dalam (m)
T = periode gelombang (detik)  = sudut kemiringan pemecah gelombang

2.2 Deformasi Gelombang 2.6 Sistem Perlindungan Pantai


Analisa transformasi gelombang dan deformasi Untuk menanggulangi erosi pantai, langkah
gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang pertama yang harus dilakukan adalah mencari penyebab
laut dalam ekivalen. Pemakaian gelombang ini bertujuan terjadinya erosi. Dengan mengetahui penyebabnya,
untuk menetapkan tinggi gelombang yang mengalami selanjutnya dapat ditentukan cara untuk
refraksi dan difraksi, sehingga perkiraan transformasi penaggulangannya yaitu (Pratikto. dkk, 2000):
dan deformasi gelombang dapat dilakukan dengan a. Mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
mudah. Konsep tinggi gelombang laut dalam ekivalen b. Mengubah laju transportasi sedimen sepanjang pantai
ini digunakan dalam analisis gelombang pecah diberikan c. Memperkuat/melindungi muka pantai agar mampu
oleh bentuk (Triatmodjo 1999) : menahan serangan gelombang
H’o = K’ Kr Ho (3) d. Beach nourishment dengan menambah suplai
dengan: sedimen ke pantai
H’o = tinggi gelombang dalam ekivalen (m) e. Melakukan penghijauan (reboisasi) daerah pantai.
K’ = koefisien difraksi
Kr = koefisien refraksi 2.7 Pemilihan Sistem Perlindungan Pantai
Ho = tinggi gelombang laut dalam (m) Dalam pemilihan sistem perlindungan pada lokasi
pantai tertentu agar bangunan dapat berfungsi secara
2.3 Pasang Surut optimal, maka perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai
Secara umum sifat pasang surut suatu perairan berikut (Darajat, 2000):
dapat diklasifikasikan berdasarkan komponen utamanya a. Penyebab kerusakan pantai
dengan menggunakan pendekatan nilai Formzahl b. Tujuan yang ingin dicapai
(Yuwono, 1998) sebagai berikut : c. Efektifitas bangunan
d. Kelestarian lingkungan
(K1 +O1 )
F= (4) e. Bahan-bahan bangunan yang tersedia di sekitar
(M2 +S2 )
lokasi
dengan:
f. Karakter gelombang (tinggi gelombang, periode dan
F = nilai Formzahl,
arahnya datang)
K1, O1 = konstanta pasang surut harian utama
g. Aktivitas masyarakat di sekitar kawasan
M2, S2 = konstanta pasang surut ganda utama
h. Estetika pantai.
2.4 Muka Air Laut Rencana 2.8 Altrnatif Bangunan Pelindung Pantai
Muka air laut rencana diperhitungkan terhadap
Bangunan pantai digunakan untuk melindungi
pasang surut - high water spring (HWS), wind set up,
pantai terhadap kerusakan karena serangan gelombang
storm surge dan sea level rise (SLR) akibat efek rumah
dan arus. Berdasarkan fungsinya bangunan pantai dapat
kaca (green house effect). Muka air laut rencana dapat
diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu:
ditentukan dengan rumus (Yuwono, 1992) 1. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar
DWL = HWS + SS (5) dengan garis pantai yang adalah dinding pantai atau
dengan:
revetment
SS = 0,01 (po – pa) (6)
2. Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus
dimana:
pantai dan sambung ke pantai meliputi groin dan
SS = tinggi storm surge (m)
jetty.
pa = tekanan atmosfer muka air laut (mbar) 3. Konstruksi yang dibangun dilepas pantai dan kira-
po = tinggi tekanan pada MSL = 1013 (mbar) kira sejajar dengan garis pantai yang adalah pemecah
gelombang (breakwater).
2.5 Runup Gelombang
Pada waktu gelombang menghantam suatu bangunan,
3. Metodologi
gelombang tersebut akan naik (runup) pada permukaan
3.1 Rancangan Penelitian
bangunan. Runup tergantung pada bentuk dan kekasaran Untuk mencapai tujuan penelitian, maka secara
bangunan, kedalaman air pada kaki bangunan,
umum akan dianalisa sistim perlindungan pantai yang
59
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

sesuai karakteristik gelombang di Dusun Erie dan b. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari
menganalisa pasang surut untuk menentukan sifat instansi-instansi terkait meliputi peta bathimetri
pasang surut yang terjadi dan menentukan elevasi muka dan topografi serta peta geologi pulau Ambon.
air sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data
struktur pelindung pantai. Menganalisa dan menentukan yang diperoleh di lapangan maupun data sekunder dalam
sistim perlindungan pantai yang paling sesuai dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
kondisi wilayah yang bersangkutan dan selanjutnya 1. Untuk memprediksi tinggi gelombang signifikan
mensimulasikan model gelombang digunakan modul dilakukan analisis Karakteristik gelombang
CGWAVE pada software Surface-water Model System berdasarkan hasil penelitian Frans dan Lilipory,
(SMS) versi 8.1). (2011).
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei, 2. Data pasang surut dianalisa menggunakan metode
sedangkan metodenya yaitu metode studi kasus adalah Admiralty untuk mengetahui tipe pasang surut dan
suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam menentukan elevasi muka air laut (MHWL, MLWL,
konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara MSL) berdasarkan pengukuran pasang surut selama 1
fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di bulan dan sinkrunkan dengan data pasang surut yang
mana multi sumber bukti dimanfaatkan, (Robert dikeluarkan oleh TNI AL Dinas Hidro-Oseanografi.
Yin,1996), dalam Sugiono, (2007). 3. Pola pengaman pantai di buat kajian secara empirik
Penelitian ini dilakukan di Dusun Erie Kota Ambon. dan simulasi model matematik menggunakan
Pemilihan lokasi didasarkan pada pengembangan perangkat lunak software Surface-water Model
wilayah pesisir Kota Ambon sebagai Pusat Kegiatan System (SMS) versi 8.1 untuk mencari nilai parameter
Nasional (PKN).. Penelitian ini dilaksanakan bulan April dan kejadian yang akan dikaji.
sampai dengan bulan Juni 2012.
4. Hasil Dan Pembahasan
4.1 Pasang Surut
Hasil analisis harmonik nilai formzahl, maka
diperoleh tipe pasang surut di lokasi studi dapat
diklasifikasikan sebagai pasang campuran, condong ke
pasang harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
dengan nilai F = 0,78 lihat persamaan (27) atau 0,25 <
F = 0,78 < 1,5. Selanjutnya dengan didasarkan pada tipe
pasang surut dan oleh definisi Australia yaitu Indian
Spring Low Water, maka ditentukan elevasi pasang
purnama (highest high water level, HHWL) dan elevasi
surut purnama (lowes low water level, LLWL) dan
Gambar 1. Peta Dusun Eri-Desa Nusaniwe muka air laut rerata (mean sea level, MSL) dengan
pendekatan melalui 4 konstanta utama pasang surut yaitu
Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian S2 ,M2, K1 dan O1, sehingga diperoleh:
ini, adalah: MHWL = + 208 cm
1. Peta Batimetri dan Topografi Pulau-pulau Maluku MWL = + 114 cm
tahun 2009 (dikoreksi 25 Mei 2010), oleh TNI AL MLWL = - 20 cm
Dinas Hidro-Oseanografi Jakarta. Skets visualisasi elevasi acuan dan karakteristik pasang
2. Peta Geologi Lembar Ambon, Maluku tahun 1993, surut pada lokasi studi diperlihatkan pada gambar 2
oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Geologi berikut:
(PPPG) Bandung. HHWL +114,00 cm
3. Data pasang surut; berupa pengukuran pasang surut
bulan April 2010 dan pasang surut ramalan bulan
April tahun 2010 oleh TNI AL Dinas Hidro- HWL +64,00 cm
Oseanografi Jakarta.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Studi
Dokumentasi yang diuraikan sebagai berikut : MHWL +30,00 cm
1. Studi Observasi berupa pengamatan secara langsung
ke objek penelitian untuk melihat dan membaca dari MSL  0,00 Tunggang Pasang Tunggang
Saat Neap Tide Pasang
dekat mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dan Saat Spring
= 60,00 cm
dicatat dengan singkat dalam daftar anekdot. MLWL -30,00 cm Tide
2. Studi Dokumentsi berupa : = 128,00 cm
a. Data primer yang berisikan data langsung dari LWL -64,00 cm
tempat penelitian meliputi pengukuran batasan
area studi dengan menggunakan Digital
Theodolite guna mengetahui beda tinggi daratan
LLWL -114,00 cm
dan pesisir pantai dan foto-foto tentang fenomena
kerusakan pada lokasi studi. Gambar 2. Elevasi acuan pasang surut pada lokasi studi
60
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.2 Karakteristik Gelombang dan kondisi pantai. Berdasarkan kondisi lokasi studi
Frans dan Lilipory, (2011).:Hasil penelitian tentang permasalahan yang dihadapi dapat diperlihatkan lewat
Karakteristik gelombang di Dusun Erie – Desa foto pada gambar 4.
Nusaniwe, diperoleh tinggi gelombang maksimum di
laut dalam (Ho) 2,60 m, panjang gelombang (L) 35,679
m dengan kecepatan rambat (C) 4,789 m/det pada
periode (T) 6,70 detik dari arah Barat Daya. Hasil
analisa refraksi dan shouling pada kedalaman laut - 5 m,
diperoleh tinggi gelombang (H) 2,78 m. Gelombang
pecah terjadi pada kedalaman (db) 3,99 m dengan tinggi
gelombang pecah (Hb) 3,47 serta hasil simulasi model
matematik CGWAVE pada software Surface-water
Model System (SMS) versi 8.1 menunjukan tinggi
gelombang dilaut dalam antara 1,79 m sampai 2,70 m
dan menjalar ke pesisir dengan tinggi gelombang Gambar 4. Permasalahn pantai di lokasi studi
berkisar antara 0,40 m sampai 1,27 m, serta gelombang
di lokasi bangunan seperti ditnujukan pada gambar Dari pemeriksaan di lapangan terhadap kondisi pantai
berikut : Dusun Erie – Desa Nusaniwe, diperoleh indikasi adanya
erosi pantai akibat gelombang badai dan limpasan
H = Ho.Kr.Ks Hb Ho (overwash) serta penggalian pasir daerah done atau spit.
7 Hal yang perlu dilakukan adalah memelihara
lingkungan pantai agar garis pantai berada pada kondisi
Tinggi Gelombang (m)

6
5 stabil dinamis yaitu meskipun selalu terjadi erosi dan
4 tetapi dalam satu periode musim secara rata-rata garis
3 pantai tetap pada posisi semula. Jika terjadi gangguan
2 lingkungan pantai yang berlebihan, maka akan
1 menimbulkan ketidak seimbangan di pantai yang
0 akhirnya menyebabkan perubahan garis pantai yang
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 berlebihan.
Kedalaman ds (m)
- Pemilihan sistim perlindungan pantai
Gambar 3. Gelombang rencana di lokasi studi Pada foto gambar 4 memperhatikan dengan jelas
Tinggi Muka Air Rencana (design water level, DWL) permasalahan pantai Dusun Erie - Desa Nusaniwe yang
harus diatasi adalah:
Elevasi muka air rencana pada penelitian ini, 1. Serangan gelombang terhadap pemukiman, sarana
didasarkan pada pasang surut, wave setup dan dan prasarana umum yang ada di lokasi.
pemanasan global. 2. Erosi/abrasi pantai menyebabkan rusaknya
1. Pasang surut, dari data pengukuran pasang surut infrastruktur jalan dan fasilitas umum serta
diperoleh beberapa elevasi muka air yaitu MHWL: + pemukiman pesisir pantai.
2,08 m; MSL: +1,14 m dan MLWL: + 0,20 m. 3. Pendaratan dan perlindungan kapal/perahu nelayan
2. Wave Setup, setup gelombang dihitung dihitung saat badai.
dengan persamaan 7, dengan nilai Hb = 3,47 m; Untuk mengatasi permasalahan pantai Dusun Erie
diperoleh Sw = 0,65 m. sepanjang 2,68 km sesuai tabel 2.
3. Kenaikan muka air laut karena pemanasan global
diperkiraan untuk 2050 diperoleh sebesar 0,30 m. Tabel 2. Hubungan permasalahan pantai Dusun Erie
Elevasi muka air rencana ditetapkan berdasarkan ketiga dengan jenis bangunan
faktor tersebut, sehingga:
DWL MHWL = MHWL + Sw + SLR Jenis angunan detach Revet Reboi Beach
= +2,08+0,65+0,30 = + 3,03 m breakw men sasi Nourish
DWL MLWL = MLWL + Sw
= + 0,20 + 0,69 = + 0,89 m Permasalahan ater ment
Dengan hasil elevasi muka air rencana (DWL) akan Serangan
S S KS KS
dilakukan pententuan elevasi puncak bangunan gelombang
perlindungan pantai pada lokasi studi. Erosi/Abrasi S S KS KS
Pendaratan/perli
4.3 Sistim Perlindungan Pantai
ndungan perahu S KS KS KS
- Analisis Permasalahan
Menurut Pratiko, dkk (2000), Informasi tentang faktor- Keterangan: S (sesuai) dan KS (kurang sesuai)
faktor penyebab terjadinya erosi bisa diperoleh dari hasil
wawancara masyarakat setempat, pemerintah daerah
setempat maupun dengan cara analisa data lingkungan
61
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

0,80 m
- Alternatif Bangunan Pengaman Pantai Elevasi puncak bangunan + 5,50 m 0,20 m
Berdasarkan hubungan permasalahan pantai dengan 0,70 R
0,90 m
jenis bangunan, selanjutnya langkah pemecahan masalah
sebagaimana diringkaskan dalam tabel 3. HWL + 1,14 m
Tabel 3. Ringkasan pemecahan masalah lokasi studi 3,00 m
Tanah Urug
1,25 m
No Permasalahan Pemecahan masalah MWL + 0,00 m
0,25 m 0,40 m
1 - Limpasan - Revetmen Batu 0,51 ton (2 lapis)
W/15-W/10 (200 -350 kg
gelombang - detach breakwater
MWL – 1,14 m Timbrisan batu
pada 2
(3 lapis)
2.00 m
pemukiman 1
2Elevasi dasar - 2,10 m 0,60 m
- Pendaratan/perl - detach breakwater
Kemiringan dasar 1: 20 3,85 m
indungan
perahu
2 Abrasi gelombang - revetmen Gambar 6. Tipikal revetmen hasil hitungan
pada jalan dan - detach breakwater
fasilitas umum Alternatif penanganan 2
3 - Erosi pantai - detach breakwater Alternatif 2 adalah bangunan pemecah gelombang lepas
- Sempadan - Perda sempadan pantai pantai. Dengan adanya bangunan ini gelombang yang
pantai - Penyuluhan masyarakat datang menghantam pantai sudah pecah pada suatu
tempat yang agak jauh dari pantai, sehingga energi
Alternatif penanganan 1 gelombang yang datang sampai di pantai cukup kecil.
Alternatif 1 adalah bangunan revetment yang Detach breakwater selain untuk melindungi hantaman
memisahkan daratan dan perairan pantai dan berfungsi gelombang juga digunakan untuk menahan sedimen
sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan yang kembali ke laut yang disebabkan oleh onshore-
gelombang. Revetment dibuat dengan sisi miring offshore transport.
menghadap ke laut guna menyerap energi gelombang Dari hasil analisis secara empirik diperoleh bangunan
sepenuhnya pada dinding dan terbuat dari beton breakwater didesain agar terjadinya formasi tombolo
bertulang dan timbrisan batu sebagai pengisi. Pada pada daerah dibelakangnya. Penentuan panjang
bagian bawah depan bangunan dibuat lapisan pelindung breakwater L dan Lebar gap B ditentukan sesuai range
kaki proteksi (toe protection) menggunakan pasangan yang diberikan dari panjang struktur breakwater L
batu. Pada bagian belakang konstruksi dibuatkan sebagai fungsi dari panjang gelombang Ls dan jarak
drainase agar air tidak masuk ke belakang revetment. antara breakwater dan garis pantai y (CEM, 1992).
Pada gambar 5 memperlihatkan lay out revetment Berdasarkan lokasi penelitian pada kedalaman d = - 5,00
diletakkan sepanjang 2,86 km sebagai pelindung jalan m dengan jarak antara garis pantai dengan letak
raya, permukiman dan sarana umum lainnya. Elevasi bangunan y = 70 m dan panjang gelombang Ls = 52,20
revetment dihitung dan dianalisa terhadap DWL MHWL = m, maka diperoleh panjang bangunan L = 134 m dan
+ 3,03 m dan DWL MLWL = + 0,89 m, untuk mengatasi lebar gap B = 50,60 m. Bangunan ini diletakan sejajar
limpasan gelombang agar tidak naik ke permukaan garis pantai dengan membentuk formasi tombolo. Pada
bangunan, maka diperoleh runup gelombang Ru = 1,61 gambar 10 memperlihatkan lay out penempatan
m dan Wave Set-up Sw = 0,65 m, sehingga penentuan breakwater sesuai hasil hitungan.
elevasi puncak bangunan diperoleh Hmax = 5,50 m. Guna
mengatasi erosi, maka pada bagian bawah depan
bangunan dibuat lapisan pelindung kaki proteksi (toe
protection) menggunakan pasangan batu sesuai hasil
hitungan. Selanjutnya berdasarkan letak kemiringan
bangunan sebesar 410 terhadap arah datangnya
gelombang dihitung dan dianalisa kestabilan struktur
akibat gaya hidrostatis dan hidrodinamis serta daya
dukung tanah diperoleh struktur aman.

Gambar 7. Layout penempatan breakwater

Elevasi breakwater dihitung dan dianalisa terhadap


MHWL = 2.08 m, Karena gelombang akan pecah pada
kedalaman 3,99 m, sehingga db < dLWL < dHWL
berarti di lokasi bangunan pada kedalaman d = -5 m
gelombang tidak pecah. Untuk mengatasi gelombang
Gambar 5. Layout penempatan revetment agar tidak naik ke permukaan bangunan diperoleh runup
62
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

gelombang Ru = 2,73 m, sehingga penentuan elevasi simulasi terhadap panjang garis pantai 2,86 km
puncak bangunan untuk breakwater Hbw = 10,31 m. memberikan domain area laut membentuk setengah
Hasil analisa transformasi gelombang dan deformasi lingkaran dengan kedalaman (d) - 30 m sampai - 20 m
gelombang dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan menghasilkan tinggi gelombang antara 1,79 m sampai
tinggi gelombang yang mengalami refraksi dan difraksi. 2,70 m, pada kedalaman (d) - 20 sampai - 10 m tinggi
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi gelombang antara 1,14 m sampai dengan 1,79 m, pada
dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di kedalaman (d) - 10 m sampai - 5 m tinggi gelombang
sepanjang pantai. Berdasarkan lokasi studi diperoleh antara 1,01 m sampai 1,14 m dan pada kedalaman (d) - 5
koefisien refraksi Kr = 0.916. Difraksi gelombang terjadi sampai pada garis pantai tinggi gelombang berkisar
apabila suatu deretan gelombang terhalang banguan antara 0,40 m sampai 1,27 m.
breakwater menyebabkan perpindahan energi sepanjang
puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih
kecil. Dengan menggunakan hasil analisa gelombang
ekstrim Hs = 3,03 m diperoleh hitungan untuk koefisien
defraksi K’ = 0.18. Pada studi ini besar kemampuan
breakwater memantulkan energi diberikan oleh koefisien
refleksi x = 0.3, sehingga energi yang terpantul E t =
201,49 kN , energi yang ditransmisikan Etr = 122,24 kN
sehingga energy yang diserap oleh breakwater Es =
347,91 kN atau dapat di simpulkan bahwa energi yang
ditimbulkan oleh gelombang ET = 671, 65 kN akan
diserap oleh breakwater sebesar 51,80%. Berdasarkan
hasil analisa inilah diperoleh tinggi gelombang yang
terletak di daerah belakang breakwater HA = 0,55 m.
Tipe yang digunakan adalah Rouble mound breakwater,
sesuai hasil hitungan seperti pada gambar 8. Gambar 9. Kontur tinggi gelombang sebelum ada
3,35 m
breakwater
Elevasi puncak breakwater +
5,31 m
Mencermati akan profil pantai pada lokasi studi
Batu 0,82 ton (2
lapis) 2 HWL+ 2,08 m berdasarkan kondisi A dan B terlihat mengalami
MWL + 1,14
3,9
1 mLWL - kemunduran garis pantai ke daratan yang disebabkan
0
1,35
Batu 2,37 ton (2m
2,25 m
0,20 m
1.7
oleh erosi pantai akibat serangan gelombang di pesisir
2,40 m
m lapis)
W/15-W/10 (200 -350 kg 1 pantai mencapai 1,27 m dan limpasan gelombang terjadi
(3 lapis) (0,5 -16
W/200-W/6000
kg) 1,56 m
pada saat pasang tinggi MHWL: + 2,08 m membentur
- 5,0 m pantai dan melimpas ke daratan mengakibatkan abrasi
Gambar 8. Tipikal breakwater hasil hitungan pada sarana dan prasarana yang ada di sepanjang pantai
tersebut. Hal yang perlu dilakukan adalah memelihara
Guna mengetahui suatu penjalaran gelombang dan tinggi lingkungan pantai dengan mengurangi energi gelombang
gelombang sebelum dan sesudah adanya breawater atau memperkuat/melindungi muka pantai agar mampu
dilakukanlah simulasi model matematik CGWAVE menahan serangan gelombang yang sampai ke pantai
dengan menggunakan software Surface-water Model agar garis pantai berada pada kondisi stabil dinamis
System (SMS) versi 8.1. Adapun parameter-parameter yaitu meskipun selalu terjadi erosi dan tetapi dalam satu
yang diperlukan dalam simulasi ini berupa: periode musim secara rata-rata garis pantai tetap pada
4.1 Peta bathimetri dan topografi pantai Teluk Ambon posisi semula.
Bagian Luar yang batasi sesuai dengan batasan area
studi sepanjang 2,68 km.
4.2 Hasil analisa arah gelombang dari Barat Daya dan
tinggi gelombang ekstrim Hs = 3,03 m dengan
periode gelombang Ts = 7,45 detik.
4.3 Hasil analisa breakwater berdasarkan lokasi
penelitian pada kedalaman d = - 5,00 m dengan jarak
antara garis pantai dengan letak bangunan y = 70 m,
panjang bangunan L = 134 m dan lebar gap B =
50,60 m.
Berdasarkan parameter-parameter inilah diperoleh hasil
simulasi untuk kondisi gelombang sebelum dan sesudah
adanya bangunan breakwater seperti pada gambar 9
memperlihatkan gelombang yang datang dari arah Barat
Daya selama penjalarannya menuju pantai akan Gambar 10. Kontur tinggi gelombang setelah ada
mengalami perubahan tinggi gelombang disebabkan breakwater
karena pengaruh kedalaman perairan. Berdasarkan hasil
63
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Pada gambar 10 memperlihatkan hasil simulasi 8.1 menunjukan bahwa tinggi gelombang bagian
gelombang pada lokasi studi setelah adanya breakwater. pantai yang dilindungi dengan bangunan breakwater
Berasarkan hasil analisa breakwater yang ditempatkan diperoleh HA sebesar 0,16 m sampai dengan 0,58 m.
pada kedalaman d = - 5,00 m, jarak antara garis pantai Dengan demikian sea well yang sudah ada dapat
dengan letak bangunan y = 70 m, panjang bangunan L = dipertahankan namun perlu dibuat lapisan pelindung
134 m dan lebar gap B = 50,60 m. Pada simulasi ini kaki proteksi (toe protection) menggunakan
terjadi perubahan akibat proses refleksi gelombang pasangan batu guna melindungi sarana dan
terlihat bahwa gelombang yang terjadi di depan prasarana sepanjang pantai Dusun Erie - Desa
breakwater pada kedalaman (d) - 30 m sampai - 20 m Nusaniwe.
mengalami penurunan tinggi gelombang antara 1,42 m
sampai 2,08 m, pada kedalaman (d) - 20 sampai - 10 m 6. Daftar Pustaka
tinggi gelombang antara 1,14 m sampai dengan 1,56 m,
pada kedalaman (d) - 10 m sampai - 5 m tinggi Army Corps of Engineers, 1997, BOSS SMS User’s
gelombang antara 0,89 m sampai 1,14 m. Dari hasil Manual, International and Bringham Young
tersebut menunjukan bahwa dengannya bangunan University, USA.
breakwater energi gelombang dikurangi sehingga Berhitu Th. P, Kakisina T. J, 2009. Regional Damage
terhadap kegiatan pendaratan/ perlindungan perahu dapat Study of Coastal Area at Town Ambon and
dilakukan pada saat badai dan terhadap sea well yang Middle of Malucas Regency Inwroughtly With
sudah ada dapat dipertahankan guna melindungi sarana Geographical Information System (SIG) and
dan prasarana sepanjang pantai Dusun Erie - Desa Physical Analysis for The Coastal Area
Nusaniwe. Planalogy Planning, Senta Jurnal. B –53
CERC, 1984. Shore Protection Manual, Departement of
4.4 Pola Pengaman Pantai the ARMY, Waterways Experiment Station,
Analisis permasalahan Pantai Dusun Erie – Desa Corp of Engineers, Costal Engineering
Nusaniwe dan solusinya telah dilakukan secara empirik Research Center, Washington DC.
terhadap kedua alternatif dan melalui kajian model CEM, 1992. Costal Groins and Nearshore Breakwaters,
matematik CGWAVE yang telah disimulasikan guna Engineering and Design, Departement of the
memperoleh pola terbaik. Selanjutnya dari hasil analisa Army, US. Army Corps of Engineers,
tersebut di buatlah penilaian terhadap pola terbaik yang Washington DC.
akan digunakan, secara ringkas hasil penilaian disajikan Demirbilek, Zeki dan Vijay, 1998, CGWAVE: A Coastal
dalam tabel 4. Surface Water Wave Model of the Mild Slope
Equation, Army Corps of Engineers, USA.
Tabel 4 Ringkasan hasil penilaian kedua alternatif Ehrlich, L. A. and Fred H. Kulwahy, 1982. Breakwater,
Jetties and Groins, A Design Guide, New York,
Penilaian SCEECU.
Aspek Penilaian Alternatif Alternatif Frans dan Lilipory, (2011).: Analisa Karakteristik
1 2 Gelombang Untuk Pembangunan Pangkalan
Limpasan gelombang Baik Baik Pendartan Ikan (PPI) Eri Ambon, Logika Vol.
10 nomor 2, November 2012.
Erosi/Abrasi Baik Baik
Goda, Y. 2000, Random Seas ang Design of Maritime
Sempadan pantai Sedang Baik Structure, University of Tokyo.
Pendaratan/perlindungan Hutabarat, S., Evans, M, S. 1984. Pengantar
perahu Sedang Baik
Oseanografi, UIP Jakarta,
Kramadibrata, Soedjono, 2002, Perencanaan
Dari tabel 4 terlihat bahwa pola terbaik untuk Pelabuhan, ITB, Bandung.
pengamanan pantai Dusun Erie - Desa Nusaniwe adalah Lilipory, I. 2004. Analisa Perubahan Garis Pantai Di
alternatif 2. Sekitar Bandara Pattimura Ambon, Tesis S2,
Program Pasca Sarjana Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Surabaya
5. Penutup
Ossenbruggen, J, P. 1983. Systim Analysis For Civil
5.1 Kesimpulan
Engineerings, University of New Hampshire,
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara
United States Of America, Durham, New
empirik maupun secara uji matematik dapat disimpulkan
Hampshire.
bahwa:
Paotonan, Thaha, 2009. Alat Peredam Gelombang
1. Alternatif terbaik berupa struktur rubble mound
Sederhana (APGS) Dari Bambu Vertikal. Senta
breakwater yang ditempatkan sejajar pantai pada
Jurnal. B – 115
kedalaman - 5 m dengan jarak dari garis pantai (y) =
Pratikto. W. A, Armono. H. D, dan Suntoyo, 1996.
70 m dan lebar gap (b) = 50,60 m dengan panjang
Perencanaan Fasilitas Pantai Dan Laut. Edisisi
bangunan L = 134 m dapat mengatasi limpasan
Pertama, BPFE Yogjakarta, Surabaya
gelombang sepanjang pantai.
2. Hasil simulasi model matematik CGWAVE pada
software Surface-water Model System (SMS) versi
64
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR DINDING PENAHAN PANTAI TYPE


CELLULAR (BUIS SUMURAN) PADA DAERAH PANTAI RUMAHTIGA AMBON

Isak Lilipory 1), Pieter Lourens Frans 2)


Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 1)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 2)
Email : pflourens@gmail.com1 1)
Email : caklilipory@yahoo.co.id 2)

Abstract

Coast Retaining Wall Type Cellular (Buis pitting) is one type of retaining wall that was placed on the
shore line, in order to protect the shoreline from erosion caused by ocean waves. Viewed from the function, this
structure must withstand a given load by waves and the pressure exerted by the load sand fill behind the wall.
The purpose of this study is to determine the strength of the structure against the force, shear force, and
soil bearing capacity obtained by the value of these factors of wind speed, wave height, type of tidal water areas
where the structure was established, the quality of concrete structures, the weight of the structure, the dimensions
of the structure, the centre wight, the coefficient of active soil, the coefficient of passive soil.
The survey results and calculations obtained turns out that the quality of concrete buis wells ranged
from 61.82 to 163.63 kg/cm2 with quality concrete averaged 101.89 kg/cm2 and quality of the concrete ring
beam ranged from 48.96 to 143.21 kg / cm2 with an average of 89.37 kg/cm2 concrete quality.

Keywords: cellular type retaining walls, sinks Buis, Rumahtiga Beach.

1. Pendahuluan 1.1 Tujuan Penulisan


Maluku merupakan salah satu Proponsi di kawasan Adapun tujuan penelitian ini adalah :
Indonesia bagian timur yang mempunyai luas wilayah a. Menghitung mutu beton pada struktur dinding
851.000 km yang sebagian besar terdiri dari lautan penahan type cellular (buis sumuran) dengan
(765.272 km) dari pada daratan yang luasnya 82.728 km menggunakan hammer test.
(Anonymous,1992). Kota Ambon adalah Ibu Kota b. Mengetahui keamanan struktur dinding penahan
Propinsi Maluku yang memiliki garis pantai cukup terhadap gaya guling, gaya geser dan kapasitas
panjang dan akibat perubahan musim tertentu terjadi daya dukung tanah.
gelombang laut yang besar dimana gelombang seperti ini
berpotensi menyebabkan abrasi pada tepi pantai. Untuk 2. Tinjauan Pustaka
menanggulangi masalah seperti ini, salah satu program 2.1 Beton
Pemerintah Maluku yaitu membuat dinding penahan Menurut pedoman Beton 1989, Draft Konsensus
yang juga berfungsi sebagai pemecah gelombang yang (SKBI.1.4.53. 1989: 4-5) beton didefinisikan sebagai
tersebar dibeberapa daerah di kota Ambon. campuran semen portland atau sembarang semen
Salah satu dinding penahan yang dibuat terletak di hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air
pesisir pantai Desa Rumahtiga Kecamatan Teluk Ambon dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan.
dengan tujuan selain mencegah abrasi pada tepi pantai Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yang
juga mengingat keamanan dan kenyamanan masyarakat proses hidrasi antara air dengan semen, selanjutnya jika
yang bermukim di wilayah itu. ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortal dan
Di sisi lain mutu beton yang diperoleh pada sturktur jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton.
dinding penahan tersebut masih diragukan sebab, pada Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan
saat pengerjaannya ditakutkan faktor air semen (FAS) naiknya umur beton. Kekuatan beton akan naik secara
pada proporsi campuran terlalu banyak sehingga mutu cepat (linier) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu
beton yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang kenaikannya akan kecil. Untuk struktur yang
direncanakan, oleh karena itu perlu ada kajian terhadap menghendaki kekuatan awal tinggi, maka campuran
karakteristik kekuatan tekan beton pada struktur tersebut. dikombinasikan dengan semen khusus atau ditambah
Selain itu struktur dinding penahan pantai yang terdiri dengan bahan tambah kimia dengan tetap menggunakan
dari buis-buis sumuran masih terbilang baru, maka jenis semen tipe I (OPC I). Laju kenaikan beton sangat
peneliti tertarik untuk meninjau kembali kekuatan dan tergantung dari penggunaan bahan penyusunnya yang
kestabilan strukturnya terhadap gaya geser, guling paling utama adalah penggunaan bahan semen karena
berdasarkan karakteristik tanah dasar. semen cenderung secara langsug memperbaiki kinerja
tekannya.dengan konsep gelombang laut dalam ekivalen.
Pemakaian gelombang ini bertujuan untuk menetapkan

66
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

2.2 Kekuatan Tekan Beton (f’c)


Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari
sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan yang
dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang
dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai
berikut (PB, 1989 : 16).
f’c = Kekuatan tekan beton yang diisyaratkan (MPa) Gambar 1. Diagram tegangan di dalam tanah
fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan dari hasil Sehingga :
uji kubus 150 mm atau dari silinder dengan Ka =

(45 − )
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa). ∅
fc = Kekuatan tarik dari hasil uji silinder beton (MPa) Kp = (45 + )
fcr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, Pa = ½. × H × Ka
sebagai dasar pemilihan perancangan campuran Pp =½( .Df2) × Kp
beton (MPa) =½. . .
s = Deviasi Standar (s) (MPa) =½. . .
Beton harus dirancang proporsi campurannya agar
menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang Setelah dilakukan perhitungan kondisi tanah dalam
diisyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton keadaan aktif dan pasif, maka selanjutnya, dilakukan
yang telah dirancang campurannya harus diproduksi penjumlahan gaya-gaya horizontal seperti pada rumus
sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi berikut :
terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah ∑H = Pa – Pp (Buku : Principles of
dari f’c seperti yang telah diisyaratkan. Menurut Standar Foundation Engineeering”. Karangan : Braja M. DAS)
Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0,85 f’c Dimana :
untuk kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f’c ∑H = Jumlah gaya-gaya horinsontal
+ 0,82 s untuk rata-rata empat buah benda uji yang Pa = Tekanan tanah aktif
berpasangan. Pp = Tekanan tenah pasif
Ka = Koefisien tanah dalam keadaan aktif
2.3 Dinding Penahan Kp = Koefisien tanah dalam keadaan pasif
Dinding Penahan (retaining walls) adalah
konstruksi yang digunakan untuk memberikan stabilitas Untuk kondisi tententu misal struktur berada pada tanah
tanah batu bahan lain yang kondisi-kondisi massa pasir maka untuk
bahannya tidak memiliki kemiringan alami (its natural = γs + γw
slope), dan juga digunakan untuk menahan atau γs = 15,4 kN/m3 = (Tabel 1.4. Halaman 10. Buku
menopang timbunan tanah (soil bank), onggokan batu ;”Principles of Foundation Engineeering”. Karangan
bara atau onggokan biji tambang dan air. Bendungan :Braja M. DAS)
elak seluler (cellular cofferdam) merupakan turap yang
berbentuk sel-sel yang diisi dengan pasir. Dinding ini φ = 300 (Loose sand condition/kondisi pasir lepas).
menahan tekanan tanah dengan mengandalkan beratnya Buku ; “SHALLOW FOUNDATION”. Halaman 345.
sendiri. Dinding-dinding penahan umumnya Karangan ; Braja M. DAS.
direncanakan untuk keadaan tanah aktif yaitu suatu 1 kN = 101,9716 kg (standar konversi satuan)
keadaan dimana gaya lateral cukup besar sehingga
system mulai bertranslasi , berotasi di sekitas tapak, 2.4 Faktor Air Semen (FAS)
maka perpindahan lateral mengakibatkan tekanan urugan Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai
berkurang menjadi nilai aktif. Tekanan lateral FAS, semakin rendah mutu kekuatan beton. Nilai FAS
maksimum untuk tanah-tanah tak berkohesi yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam
kemungkinan akan berada pada orde Ko pada kondisi pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan
disekitar dasar urugan hingga Ka berada kira-kira di pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu
kedalaman setengah dinding atas. Hal ini terjadi karena beton menurun. Umumya nilai FAS minimum yang
dinding beton yang agak kaku, yang dapat diketahui dari diberikan sekiar 0,4 dan maksimum 0,65.
pertimbangan-pertimbangan praktis pada ketebalan
badan minimum untuk semua perbandingan
ketebalan/tinggi. Tetapi, jika badan dinding cenderung
patah, maka badan tersebut tetap berotasi tanpa
memperdulikan kekakuan sehingga pada keruntuhan
tekanan tanah lateral menjadi nilai tekanan aktif. Berapa
besarnya nilai aktif tersebut tergantung pada berat satuan
tanah (lembab atau jenuh), tinggi permukaan air bebas di
belakang dinding dan ketelitian tanah parameter tanah
yang ditentukan.

Gambar 2. FAS dengan kuat tekan


67
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

3. Metodologi nilainya = 190. Sehingga untuk mendapatkan mutu


Gambaran umum menyangkut penelitian ini dapat beton maka, setiap nilai yang terbaca dijumlahkan dan
diberikan melalui flowchart berikut ini : diambil nilai rata-ratanya. Contohnya untuk mutu beton
buis berada diantara 61,82 sampai 163,63 maka nilai
tersebut dijumlakan dan diambil nilai rata-ratanya.
START

Tabel 1. Rekapitulasi nilai rata-rata mutu beton setiap


titik bagian struktur untuk mendapatkan mutu beton
SURVEY AWAL
struktur

Nilai Nilai rata-


PENGUMPUL PERUMUSAN STUDY N BUIS rata-rata N rata
AN DATA MASALAH PUSTAKA BALOK
o BETON o
(kg/cm2) (kg/cm2)
Buis Balok
ALTERNATIF 1 bagian 121.40 1 bagian 48.96
luar a1 luar a1
PEMECAHAN
a2 133.20 a2 59.62

a3 61.82 a3 52.54
Balok
ANALISIS STRUKTUR b1 163.63 2 bagian
dalam b1 83.72
Buis
HASIL ANALISIS FAKTOR 2 bagian
KEAMANAN dalam c1 84.24 b2 73.50
- Gaya guling c2 66.32 b3 79.54
- Gaya geser Balok
- Daya dukung tanah 3 bagian
c3 76.50 atas c1 121.95
d1 112.35 c2 141.27
d2 105.77 c3 143.21
KESIMPULAN
d3 93.67 Jumlah 804.31
Gambar 3. Diagram alir penelitian Nilai rata-rata
Jumlah 1018.90 (kg/cm2) 89.37
4. Hasil Dan Pembahasan Nilai rata-rata
4.1 Pengujian Mutu Beton dengan Hammer Test (kg/cm2) 101.89
Dalam pengujian mutu beton pada struktur dinding
penahan pantai type cellular (buis sumuran), diambil atas
beberapa bagian dari struktur tersebut, baik buis
sumuran maupun balok seperti, pada bagian struktur 4.2 Perhitungan Struktur Dinding Pelindung Pantai
yang berhubungan langsung dengan air laut dan bagian Type Cellular (Buis Sumuran)
struktur yang berada di belakang dinding (tidak
berhubungan langsung dengan air laut). Untuk setiap Tabel 2. Dimensi struktur
bagiannya diambil 3 titik yang berada di bagian atas,
tengah dan bawah (buis sumuran) dan bagian atas, Keterangan Dimensi
Notasi
belakang dinding dan bagian depan yang berhubungan notasi (m)
dengan air laut (balok) dengan tujuan untuk dapat h1 Tinggi buis 0,7
mewakili secara keseluruhan dari bagian struktur
d1 Diameter buis 1,1
tersebut, kemudian dilakukan pengujian mutu beton
dengan menggunakan hammer test yang setiap titik dari h2 Tinggi buis - penutup beton pelindung 0,6
bagian struktur diberi tumbukan sebanyak 10 kali pada d2 Diameter buis - Tebal buis 0,9
tempat tumbukan yang berbeda-beda. Kemudian nilai h3 Tebal penutup beton pelindung 0,05
yang terbaca pada hammer test (R) dijumlahkan dan
diambil nilai rata-ratanya. Sehingga untuk mendapatkan d3 Tebal Buis 0,1
mutu beton dari buis sumuran maupun balok yaitu h.balok Tinggi balok 0,4
dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari setiap titik b.balok Lebar balok 1
pada bagian struktur, lalu diambil nilai rata-ratanya.
Df Tinggi struktur yang terbenam 1,4
Nilai-nilai yang terdapat pada tabel merupakan nilai
dari hasil bacaan pada hammer test saat dilakukannya D1 Df + Tinggi pasak 3,7
pengujiann mutu beton. Contoh jika nilai resultan (R)
yang terbaca pada hammer test = 29, maka nilai dari
hasil tumbukan itu dapat terbaca pada hammer test yang
68
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.3 Buis sumuran 4.4 Balok Dinding Pelindung Pantai Type Cellular
(Buis Sumuran)

Gambar 4. Ukuran dimensi dari setiap penampang


struktur serta tampak dan potongannya

Diketahui :
 Luar (d1) = 110 cm = 1,1 m Gambar 5. Dimensi Balok
Tebal buis = 10 cm = 0,1 m
Jadi : Volume balok = P × b × h
= 1 × 1 × 0.4
 dalam (d2) = 1,1 – ( 0,1 + 0,1) = 0,9 m
= 0,4 m3
A (d2) = ¼ π. d 22 Berat balok = Volume × γ beton
= ¼ × 3,14 × 0,92 = 0,4 m3 × 2.200 kg/m3
= 0,63585 m2 = 880 kg
A (d1) = ¼ π. d 12
= ¼ × 3,14 × 1,12
= 0,94985 m2
Volume bersih = (Ad1 - Ad2) . h1
= (0,94985 – 0,63585) × 0,7
= 0,2198 m3
Sehingga ;
Berat (W1) = Volume bersih × γ beton
= 0,2198 m3 × 2.200 kg/m3
= 483,56 kg
Beton (tumbuk) pelindung
Luasan penutup beton pelindung
= ¼ π. (d 22)
= ¼ × 3,14 × 0,92
= 0,63585 m2
Volume beton pelindung (atas + bawah)
= Luasan penutup × h3 × 2
= 0,63585 m2 × 0,05 m × 2
= 0,064 m3
Berat beton pelindung (w2)
= Volume beton pelindung × γ beton Gambar 6. Titik berat setiap bagian penampang buis
= 0,064 m3 × 2.200 kg/m3 sumuran dan balok
= 140,8 kg
Sirtu pengisi buis 4.5 Kontrol Stabilitas Terhadap Gaya Guling
Luasan pengisi buis (Fsguling) Koefisien Tanah Aktif
= ¼ π. (d 22)
= ¼ × 3,14 × 0,92
Ka = Tg2(45 – )
= 0,63585 m2
Volume pengisi buis Pa = ½. × H × Ka
= Luasan pengisi × h2 = Tg2 (45 – ) = ½. ( sat. H) × H ×Ka
= 0,63585 m2 × 0,6 m = Tg2 (30) = ½. [( W + S)× H2 × Ka
= 0,382 m3 = 0,333 = ½. [(1000 + 1.570,363) ×2,12×0,333 =
Berat pengisi buis (w3) 1.887,328 kg
= Volume × γ sirtu Koefisien Tanah Pasif
= 0,064 m3 × 1.850 kg/m3
Kp = Tg2(45 + )
= 705,8 kg
Berat total buis beton per buah Pp = ½ ( sat. D12) × Kp
Wtotal = W1 + W2 + W3 = Tg2(45 + ) = ½ [( W + S). D12]×Kp
= 483,56 + 140,8 + 705,8 = Tg2 (60) = ½.[(1000+1.570,363) × 3,72]×3
= 1.330,16 kg = 52.782,404 kg
69
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Titik Berat masing-masing Buis dinding cenderung lebih kecil karena, tinggi material
x1 = ½. (x1) yang ditimbun tidak mencapai ketinggian yang
= ½.1,10 m maksimal atau hanya mengikuti ketinggian dari struktur,
= 0,55 m ditambah lagi dengan sering terjadinya penyusutan
x2 = (x1) + (½ . x2) ketinggian dari timbunan yang disebabkan oleh
= 1,10 + ½ 1,10 penggerusan dari gelombang laut pada saat cuaca
= 1,65 m terekstrim. Sehingga jika dibandingkan dengan besarnya
x3 = 0,5+ ½ (x3) momen perlawanan (momen resistent) yang diberikan
= 0,5 + ½ 1,10 oleh struktur, yang mana besarnya momen perlawanan
= 1,05 m ini didapat dari berat masing-masing bagian struktur di
x4 = 0,5 + (x3) + (½.x4) kali dengan letak titik beratnya ternyata besarnya momen
= 0,5 + 1,10 + ½.1,10 guling lebih kecil, sehingga struktur tersebut aman
= 2,15 m terhadap gaya guling.
X5 = 0,5 + 0,4 + (½ .x5)
= 0,5 + 0,4 + ½.1,10 4.7 Stabiliitas Terhadap Gaya Geser
= 1,45 m a. Jumlah Gaya-gaya Horisontal
x6 = 0,5 + 0,4 + (x5) + (½.x6) ΣH = Pa – (Pp + beban akibat gelombang)
= 0,5 + 0,4 + 1,10 + ½.1,10 = 2.621,593 – (52.782,404 + 4.731,272)
= 2,55 m = - 54.892,281 kg (arah tekanan struktur ke
x7 = 0,5 + 0,4 + 0,4 + (½.x7) belakang)
= 0,5 + 0,4 + 0,4 + ½.1,10 b. Stabilitas terhadap gaya geser
= 1,85 m Fsgeser =

x8 = 0,5 + (2 × 0,4) + (x7) + (½.x8) ∑


= 0,5 + (2 × 0,4) + 1,10 + ½.1,10 Dimana :
= 2,95 m - R’ = ΣV × Tg φ
x9 = 0,5 + (2 . 0,4) + 0,6 + (½.x9) Pp = [(½.γsat × D12 × Kp) (sebab struktur tersebut
= 0,5 + (2 . 0,4) + 0,6 + ½.1 memakai pasak atau tiang pancang pada bagian dasar)
= 2,4 m Sehingga :
[(Σ × φ) . . × × ]
Fsgeser =
Tabel : 3. Perhitungan Gaya vertikal dan Momen yang ∑
terjadi pada struktur dengan menghitung berat setiap [( . × )] .( , )× , × ]
=
bagian struktur serta menganalisa titik beratnya . ,
[( . , )] ( , ) ,
W (berat) Titik berat Momen R = =
No . , . ,
(kg) (m) (kgm)
a 1.330,160 0,550 731,588 = 1,15 < 1,5…………….. (tidak aman)
b 1.330,160 1,650 2.194,764
c 1.330,160 1,050 1.396,668 Dari hasil perhitungan kontrol stabilitas terhadap
d 1.330,160 2,150 2.859,844 gaya geser, maka didapat hasil dari Fsgaya geser = 1,15 <
e 1.330,160 1,450 1.928,732
f 1.330,160 2,550 3.391,908
1,5 sehingga secara teoritis struktur tersebut tidak aman
g 1.330,160 1,850 2.460,796 terhadap gaya geser yang bekerja, disebabkan oleh
h 1.330,160 2,950 3.923,972 tekanan tanah pasif yang dijumlahkan dengan energi
i 880,000 2,400 2.112,000 total gelombang laut pada kondisi cuaca terekstrim
ΣV= 11.522,180 ΣMR= 21.022,927 dengan tinggi gelombang 1,5 m dan total energi
gelombang laut = 4731,272 kg, ternyata lebih besar dari
tekanan tanah aktif yang berada di belakang dinding.
4.6 Stabilitas terhadap gaya guling Alasan mengapa sampai tekanan tanah aktif di belakang
dinding cenderung kecil, ini disebabkan karena
Fsguling =
∑ terjadinya penggerusan terhadap material yang ditimbun

di belakang dinding secara permanen yang disebabkan
∑MO = Pa × ⅓.h oleh gelombang laut pada kondisi cuaca terkestrim,
= 1.887,328 × ⅓ .1,4 sehingga tinggi dari material yang ditimbun mengalami
= 880,753 kgm penyusutan ketinggian. Dengan demikian, semakin
∑ . .
Fsguling = = rendah material yang ditimbun di belakang dinding,
∑ ,
= 23,869 > 1,5 ………(aman) maka semakin kecil pula tekanan tanah aktif yang
Berdasarkan hasil perhitungan kontrol stabilitas diberikan terhadap struktur atau jika ditinjau dari segi
struktur terhadap gaya guling maka didapat Fsgaya guling = kontrol stabilitas terhadap gaya geser maka, semakin
23,869 > 1,5 sehingga struktur tersebut dinyatakan kecil momen perlawanan yang diberikan terhadap
aman. struktur.
Gaya guling yang sifatnya berusaha untuk
menggulingkan struktur (momen overturning) kearah
depan disebabkan oleh tekanan tanah aktif dibelakang

70
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

4.8 Kontrol Stabilitas terhadap Kapasitas Daya Tabel 4. Nilai dari hasil perhitungan gaya-gaya pada
Dukung Tanah struktur
No Gaya-gaya dalam perhitungan
a. Eksentrisitas (e) H.gelomb
∑ ∑ 1 ang Tinggi gelombang 1,5
x = 2 Ka Koefisien tanah pasif 0,333

. . , 3 Pa Tekanan tanah aktif 1.887,328 kg
= 4 Kp Koefisien tanah aktif 3
.
=1,748 m 5 Pp Tekanan tanah pasif 52.782,404 kg
, 6 ΣV Jumlah gaya-gaya vertikal 11.522,180 kg
e = – , … …. = = 0,583 7 ΣMR Jumlah momen resisten 21.022,927 kgm
, Jumlah momen
= – 1,748 8 ΣMO overtunning 880,753 kgm
= 0,002 m < 0,583 m Jumlah gaya-gaya
Keterangan : 9 ΣH horisontal 54.892,281 kg
Faktor keamanan terhadap
Jika e < maka, q min dan q max = + (positif) 10 Fs guling geser 23,869 > aman
Faktor keamanan terhadap 1,135 < tidak
Jika e = maka, q min = 0 dan q max = + (positif) 11 Fs geser guling aman
Jika e > maka, q min = - (negatif) dan q max = + 12 e Eksentrisitas 0,002 m
13 qmax Daya dukung maksimum 3.303,733 kg/m'
(positif) 14 qmin Daya dukung minimum 3.283,969 kg/m'

4.9 Distribusi Tegangan dalam Tanah 4.10 Daya Dukung Ultimit (qu)

∑ ∑
qmaks = . 1+ qmin = . 1− Diketahui : φ = 300
. . , .( , ) Tabel 5. Nilai Nc, Nq dan Nγ
= = × 1−
, , , Φ Nc Nq Nγ
= 3.292,051 × [(1 + 0,003)]
= 3.293,851 × [(1 - 0,003)] 0 5,14 1,00 0,00
= 3.293,851 × 1,003) 1 5,38 1,09 0,002
= 3.293,851 × 0,997
2 5,63 1,20 0,01
= 3.303,733 kg/m
= 3.283,969 kg/m’ 3 5,90 1,31 0,02
………….. ………… …………
30 30,14 18,40 15,67

Sumber : Variation of Meyerhof’s Bearing Capacity Factors Nc , N q ,


and N γ Buku : Shallow Foundation : Bearing Capacity and settlement.
Halaman 46. Karangan Braja M. DAS.

qu = (C. Nc. Fcd . Fci) + (q. Nq. Fqd. Fqi) + (½. .


B’. Nγ. Fγd. Fγi)
dimana :
q = .Df
B’ = B – 2e
Fcd = 1 + 0,4.

Fqd = 1 + 2 tg φ. (1- sin φ)2.
Gambar 7. Distribusi tegangan di dalam tanah akibat ′
beban Fγd =1
0 2
Fci = Fqi = (1 )
90
0 2
Fγi = (1  )
0
Pa . cos α
ψ 0  tg 1 ( )
V
Sehingga :
Gambar 8. Tampak depan Struktur dinding penahan q = .Df
pantai type cellular = 1570,363 × 3,7
= 5.810,343 kg/m2
B’ = B – 2e
71
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

= 3,5 – (2 × 0,002) Tabel 6. Nilai notasi, qu dan Fsdaya dukung


= 3,5 – 0,004 Nilai
= 3,496 m No Notasi Keterangan Notasi Notasi
Fcd = 1 + 0,4. 5.810,34

, 1. q Tekanan pondasi total 3 kg/m2
= 1 + 0,4 × Lebar struktur –
,
= 1,423 2. B’ 2.eksentrisitas 3,492 m
Fqd = 1 + 2. tg φ. (1- sin φ) . 2 Faktor pengaruh

, 3. Fcd kedalaman 1,423
= 1 + [2 tg 30 × (1- sin 30)]2 × Faktor pengaruh
,
= 1 + [(1,155. 0,5)] × 1,057 4. Fqd kedalaman 1,611
= 1 + (0,578 × 1,057) Sudut yang terbentuk
= 1,611 antara beban dengan
Pa . cos  5. Ψ0 sumbu vertikal (pengaruh 9,314
  tg 1 (
0
)
V eksentrisitas)
Pa . cos 0
 tg 1 ( ) Faktor pengaruh sudut titik
V 6. Fγi berat 0,475
Cos α = 0,sebab urugan pasir di belakang dinding rata / Fci = Faktor pengaruh sudut titik
tidak membentuk sudut 7. Fqi berat 1,218
1 1.887,328 1 230.234,
 tg  ( ) 8. qu Daya dukung ultimit 257 kg
11.528,480
Fsdaya Faktor keamanan terhadap
= tg-1× 0,164 9.
dukung daya dukung tanah 52,947
= 9,314
Tanah tempat struktur didirikan merupakan jenis tanah
ψ0 2 berpasir, namun setelah dihitung kestabilannya terhadap
Fyi = (1 )
0 struktur dari kapasitas daya dukung tanah didapat Fsdaya
dukung = 52,947 > 3 atau struktur aman, disebabkan
9,314 2 karena besarnya nilai perlawanan tanah dasar terhadap
= (1 )
300 beban searah gaya vertikal yang berasal dari berat
struktur. Namun jika nilai perlawanan tanah dasar atau
= 0,475
kapasitas daya dukung tanah yang diberikan kecil, maka
0 2 akan terjadi kegagalan konstruksi yaitu dengan
Fci = Fqi = (1 90 )
ditandainya penurunan (settlement) pada struktur,
sehingga secara teoritis struktur tersebut tidak aman.
9,314 2
= (1 )
90 5. Penutup
5.1 Kesimpulan
= 0,897
Berdasarkan hasil analisa struktur dinding penahan
Dengan demikian :
pantai type cellular (buis sumuran) pada lokasi pesisir
qu = [(C. Nc. Fcd . Fci) + (q. Nq. Fqd. Fqi) +
pantai Desa RumahtigaKota Ambon, maka diperoleh
(½. .B’. Nγ. Fγd. Fγi)]
kesimpulan sebagai berikut :
= [(0 × 30,14 × 1,423 × 0,897) + (5.810,343 ×
1. Mutu beton yang terdapat pada struktur dinding
18,40 × 1,611 × 0,897) + (½.1.570,363 ×
penahan pantai type celluar (buis sumuran) ternyata
3,496 × 15,67 × 1 × 0,475)]
tidak sesuai dengan perencanaan. Berdasarkan data
= [( 0 + 154.492,563 + 20.431,680)]
yang didapat, mutu beton rencana untuk struktur
= 174.924,243 kg
tersebut yaitu K 125, tetapi berdasarkan hasil
= 174,924 ton
pengujian langsung di lapangan dengan
menggunakan Hammner Test, ternyata didapat mutu
beton yang 61,82 kg/cm2 sampai dengan 163,63
4.11 Stabilitas Keamanan terhadap Kapasitas Daya kg/cm2 dengan nilai rata-rata 101,89 kg/cm2.
Dukung Tanah Kemudian untuk mutu beton ring balk berfariasi
antara 48,96 kg/cm2 sampai dengan 143,21 kg/cm2
qu dengan nilai rata-rata mutu beton (f’c) = 89,37
Fsdaya dukung = ( ) kg/cm2. Data hasil perhitungan mutu beton ini
q maks
belum dijumlahkan dengan hasil dari kalibrasi anfil
174 .924 , 243 mengingat alat tersebut tidak ada, sehingga
( ) kemungkinan mutu beton yang didapat tidak
= 3 .303 ,733
= 52,947 > 3 .....................(aman) maksimal.

72
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

2. Struktur stabil atau aman terhadap gaya guling


dengan nilai Fs guling 23,869 > 1,5.
3. Struktur tidak aman terhadap gaya geser yang yang
bekerja dengan nilai Fsgeser = 1,15 < 1,5.
4. Kestabilan struktur dari faktor kapasitas daya
dukung tanah dasar adalah aman dengan nilai Fsdaya
dukung = 52,947 > 3.

6. Daftar Pustaka

Tri Mulyono., Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta.


Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk
Gedung 1983.

Hary Christady Hardiyatmo, 2006 Teknik Pondasi 2,


Edisi kedua, Beta Ofset, Yogyakarta.

Bowles, Joseph E.,1999, Analisa dan Disain Pondasi,


Edisi ketiga Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

K. Basah Suryolelono. Dip. H. E., D. E. A.,1993,


Pondasi Telapak dan Dinding Penahan
Tanah, Nafiri, Yogyakarta.

Das, M. B., Principles of Fondation Engineering, Third


Edition, California State University,
Sacramento.

Das, M. B., Shallow Foundations – Bearing Capacity


and Settlement, Boca Raton London, NewYork
Washington Dc.

Lubis Mawardi, Pengujian Struktur dengan Metode


Hammer Test dan Metode Uji Pembebanan
(Load test), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Triatmodjo Bambang, 1996, Teknik Pelabuhan, Beta


Ofseth, Yogyakarta.

Triatmodjo Bambang, 1999, Teknik Pantai, Beta Ofseth,


Yogyakarta.

73
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

STUDI PERBANDINGAN UNJUK KERJA TRAFO OPEN DELTA DAN TRAFO DELTA
PADA KEADAAN BERBEBAN

Pelpinus Sinay
Teknik Elektro Politeknik Negeri Ambon
Email : Pelpinussinay@yahoo.com

Abstract

Transformator is an equipment that can transmit (distribute) and change electrical energy from one to other electrical
circuit with the equal frequency based on electromagnetic induction.
Transformator used in this research was the three phase delta connection transformator and open delta,
connected to the delta connected load. If one of three phase wounds in the delta connection transformator in the
loaded condition experienced damage, then the rest of another two wounds could be implemented or designed to be
open delta connection three phase, which can be functioned to distribute the three phase electrical power to the load.
The open delta transformator has no equal performance to the performance of delta transformator when
loaded with the balanced load and the imbalance load that equal in magnitude, this case due to the current increase
on each of phases did not balanced, thus take place the input power increase absorbed by the imbalance load causing
the larger power losses (losses) with the decreased efficiency.
The purpose of this research was the comparison study of open delta transformator and delta transformator
performances in the condition without load. And the research method was experimental method in laboratory,
involved the testing on three phase transformator of open delta and delta connections in the loaded condition.
The measurement result indicated that there was comparison of performance (output) between current
imbalance to the losses and to the efficiency on the open delta transformation connection was smaller its value if
compared to the delta transformator connection, this case due to the load power capacity supplied to the open delta
transformator was smaller than to the delta transformator, with the comparison of V = 0.577 :  = 1, from the real
power capacity needed/used was as much as 2100 VA.

Keywords: Open Delta Transformator, Delta Transformator, Loaded Condition.

1. Pendahuluan untuk menyalurkan daya listrik dengan menggunakan


Transformator adalah suatu alat yang dapat hubungan belitan open-delta (V-V).
memindahkan (menyalurkan) dan mengubah besar daya Transfomator tiga fasa hubungan Open Delta
listrik dari satu rangkaian ke rangkaian listrik yang lain adalah transformator tiga fasa dengan dua kumparan
dengan frekuensi yang sama berdasarkan prinsip induksi atau transformator tiga fasa yang terdiri dari dua buah
elektromagnetik. Panjaitan, R. (1989), menerangkan transfomator satu fasa. Dimana hubungan belitan open
bahwa tegangan yang diterima dapat dinaikkan atau delta erat kaitannya dengan hubungan belitan delta,
diturunkan sesuai dengan besar kecilnya arus dalam karena hubungan belitan open delta merupakan
rangkaian. Daya listrik yang dipindahkan dan diubah modifikasi dari hubungan belitan delta. Selanjutnya
tersebut adalah tegangan dan arus bolak-balik (AC). transfomator tiga fasa hubungan Open Delta dapat
Hubungan delta-delta (∆-∆) adalah hubungan merupakan hubungan belitan khusus pada transfomator
yang paling efektif digunakan untuk tegangan rendah tiga fasa , jika hubungan belitan ini dilakukan pada
dengan arus beban yang besar. Hubungan belitan ini transfomator hubungan delta yang salah satu belitan
juga merupakan hubungan belitan yang paling banyak mengalami gangguan (rusak) maka dengan
digunakan, jika dibandingkan dengan berbagai macam menggunakan dua buah belitan yang sisa, daya tiga fasa
hubungan belitan lainnya. dapat terus disalurkan kepada kebeban walaupun dengan
Kadir, A. 1993, menjelaskan bahwa jika yang kapasitas daya yang lebih kecil. Sekalipun besar daya
tersedia hanyalah dua buah transformator satu fasa yang dapat dilayani harus dikurangi beberapa persen
masih memungkinkan untuk membuat suatu sistem tiga dari ranting kVA transformator tiga fasa hubungan
fasa dengan menggunakan dua buah transformator satu deltanya, hubungan belitan ini mempunyai peranan yang
fasa atau sisa dua belitan tersebut dapat difungsikan sangat penting dalam pengiriman daya ke beban agar
kontinuitas daya listrik diperoleh dengan baik untuk
74
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

sementara, sehingga sistem bekerja terus menerus 2.2 Prinsip kerja Transformator Berbeban
sampai pergantian trafo yang baru. Transformator dikatakan ber-beban, jika
Pada umumnya beban yang dilayani suatu kumparan sekunder dihubungkan dengan beban Z L ,
transformator diusahakan seimbang. Tetapi dalam seperti terlihat pada Gambar 2.1.
kenyataannya sering beban yang dilayani oleh suatu
transformator tidak seimbang. Ketidakseimbangan
beban mengakibatkan arus pada masing-masing fasa
tidak seimbang sehingga resultan arus beban tidak sama
dengan nol. Akibatnya untuk daya output yang sama
(beban yang sama besar) transformator berbeban tidak
seimbang akan mempunyai rugi daya (loses) yang lebih
besar dan akan menyerap daya yang lebih besar
sehingga efisiensinya akan lebih kecil. Arus pada Gambar 1. Transformator dalam keadaan berbeban
masing-masing fasa tidak seimbang dapat terjadi karena
impedansi dari beban perfasa tidak seimbang. Jika Menurut Zuhal, 1991, Mene-rangkan bahwa
transformator open delta dan delta dibebani tidak apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban
seimbang maka arus-arus fasa akan tidak seimbang yang ZL, akan mengalir arus I2 pada kumparan sekunder,
mengakibatkan tegangan sekundernya pada
transformator tidak seimbang, sehingga dapat V2
dimana I 2  dengan faktor kerja cos  yang
mengurangi daya input (Pin) yang disalurkan ke beban. ZL
Maka sebelum dioperasikan perlu dilakukan pengujian. merupakan faktor kerja beban.
Pengujian dimaksud untuk membahas unjuk kerja dari Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya
trafo open delta dan trafo delta pada keadaan berbeban. gerak magnet (ggm) N2 I2 yang cenderung menentang
2. Tinjauan Pustaka fluks (  ) bersama yang telah ada akibat arus
2.1 Pengertian Perbandingan Unjuk Kerja pemagnetan. Agar fluks bersama itu tidak berubah
Melihat dari isi penelitian sebelumnya, belum nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I 2’,
ada penyelasan yang mendekati pembasan penelitian yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus
mengenai studi perbandingan unjuk kerja trafo open beban I2, hingga keseluruhan arus yang mengalir pada
delta dan delta dalam keadaan berbeban, sehingga kumparan primer menjadi:
pengertian dari perbandingan unjuk kerja dapat I  I 0  I 2 ' (ampere) (1)
dijelaskan sebagai berikut : Bila komponen arus rugi inti (Ic) diabaikan, maka I0 =
Unjuk kerja adalah merupakan performen, Im, sehingga:
respon, karakteristik atau hasil keluaran suatu sistem, I  I m  I 2 ' (ampere) (2)
sedangkan perbandingan unjuk kerja serupa dengan
hasil keluaran suatu sistem yang perlu dibandingkan Dimana : I1 = Arus pada sisi primer
antara sistem pada trafo tiga fasa hubungan open delta I0 = Arus penguat.
dan trafo tiga fasa hubungan delta dalam keadaan Im = Arus pemagnetan
berbeban. Hasil keluaran dari trafo hubungan open delta Ic = Arus rugi-rugi inti
dan trafo hubungan delta yaitu; berupa rata-rata arus
fasa beban, rugi daya aktif (Loses) serta efisiensi.
Perbandingan unjuk kerja (perbandingan hasil keluaran) 2.3 Traformator Tiga Fasa Hubungan delta
dalam rata- rata arus fasa beban dari kapasitas daya Hubungan delta ini juga mempunyai tiga buah
(VA) yang diberikan pada trafo open delta dan trafo belitan dan masing-masing memiliki rating yang
delta saat dibebani beban seimbang maupun tidak sama,seperti pada Gambar 2.2 berikut ini.
seimbang dengan beban yang sama besar Perbandingan
kapasitas daya antara trafo tiga fasa hubungan open
delta dan trafo tiga fasa hubungan delta diperoleh
sebesar 1
V  0,577 :   1 ,
3
Atau sama dengan
V = 66,6% = 0,66 :  = 100% = 1. Gambar 2. Trafo Hubungan Delta
Untuk V = 0,577 ini dianggap sama dengan 66,6% =
0,66. Menurut Panjaitan R. (1989) menjelaskan bahwa dari
gambar diatas dapat kita ketahui sebagai berikut.
IA = IL  Iph (ampere)
75
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

IL = 3 I ph (ampere) (3) P  I f Vf cos


Dimana : IL = Arus line/ Arus jala-jala Daya total perpasa:
Iph = If = Arus fasa Ptot  3 I f Vf cos
Dan, Daya transformasi yang dinyatakan dalam arus dan
VAB = VBC = VCA = VL-L (volt) tegangan jala-jala.
VL-L = Vph = Vf = E1 (volt) Daya tiap fasa:
Dimana :
IL (6)
VL-L = Tegangan fasa ke fasa P VL cosφ
Vph = Vf = Tegangan fasa ke netral 3
Dengan menetapkan / mengambil sebuah tegangan Maka daya tiga fasa untuk trafo hubungan delta
referensi dan sudut fasa nol, maka dapat ditentukan diperoleh :
sudut phasa yang lainnya pada sistem tiga fasa tersebut. IL
Tegangan transformator tiga fasa dengan kumparan P  3 I f Vf cos Atau; P  3 VL cosφ ,
dihu-bungkan secara delta, V AB, VBC dan VCA masing- 3
masing berbeda 1200, sehingga dalam keadaan seimbang P = 3 I L VL cos φ (7)
adalah nol
Pada transformator yang dihubungkan secara delta,
tegangan jala-jala sama dengan tegangan fasa. 2.4 Transformator Tiga Fasa Hubungan Open
VL = V f Delta (V)
Hubungan arus jala-jala dengan arus fasa dilihat dari Trafo open delta sebagai sumber daya sama
gambar 2.2. dengan trafo bintang (Y) Menurut Michael Neidle
IA, IB, IC : arus jala-jala (1999),menyatakan bahwa sistem Tiga-Fase Hubungan
IAB, IBC, ICA : arus fasa Bintang (Y) tanpa netral. Seperti yang ditunjukan pada
Dilihat dari gambar 2.2 bahwa arus dalam masing- Gambar 2.3 pada halaman berikut ini :
masing saluran (atau line) adalah perbedaan vektor dua
arus fasa yang mengalir melalui saluran tersebut.
Sebagai contoh:
Arus dalam saluran A adalah I A= IAB - ICA
Arus dalam saluran B adalah IB= IBC - IAB
Arus dalam saluran C adalah IC= ICA - IBC Gambar 3. Trafo tiga fasa hubungan bintang
Arus dalam saluran A didapat dengan menjumlahkan
vektor IAB dan IAC, yaitu kebalikan vektor IAC (atau - ICA) Untuk jelasnya, notasi jala-jala (VL , IL) dan fase (VP. IP)
dan diagonal dari jajaran genjang tersebut menunjukkan hanya diperlihatkan untuk satu fase. dimana I L = IP,
besar harga arus line IA. Sudut antara IAB dan kebalikan yakni pada hubungan bintang ini arus jala-jala sama
ICA adalah 600. dengan arus fase. Sehingga daya dari trafo open delta
Jika, IAB = IBC = ICA = If
Maka, Arus dalam saluran A adalah:
1
VL
diperoleh sebagai berikut :
2
 Cos 30 0
IA = IAB – ICA VP
IA = 2 x If x cos (600/2)
1
VL  VP x 12 3
3 2
= 2 x If x  3 If (4)
2 VL  3 VP
Arus dalam saluran B adalah Tegangan jala-jala adalah 3 kali tegangan fase , Pada
IB = IBC - IAB
sebuah beban setimbang, rumus umum untuk daya tiga
= 3 If fase menjadi :
Arus dalam saluran C adalah P  3VI cos  , (8)
IC = ICA - IBC
dimana V dan I adalah tegangan dan arus jala-jala.
= 3 If Menurut Soemarwanto dan Purnomo,H. 2000,
Dengan demikian semua arus line besarnya adalah sama, menerangkan bahwa secara umum daya pada
yaitu: transformator open delta seperti pada Gambar 2.4:
IA = I B = I C = I L
Jadi : IL = 3 If (5)
Daya tiap fasa :

76
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Rangkaian beban tiga phasa terhubung delta (∆) dapat


dilihat, seperti pada Gambar 2.5 dibawah ini :

Gambar 4. Transformator Open delta berbeban

Dimana:
VCA   VAB  VBC Gambar 5. Beban tiga phasa terhubung ∆
0 0 dan diagram fasornya
  V 120  V  0
 0.5 V  j 0,866V  V Pernyataan arus beban seimbang untuk hubungan (),
arus line tidak sama dengan arus phasa dapat ditentukan
  0.5 V  j 0,866V  V menjadi :
V  240 0 Vab
Hubungan arus fasa dan arus saluran adalah sebagai
I ab 
Z ab
berikut:
Ia = Iab V
I bc  bc
Ic = Ibc Z bc
lb = - Iab -1b (9)
Sehingga besar daya pada transformator open delta V
I ca  ca
adalah: Z ca
P V p I p Cos  Arus saluran Ia’a diperoleh dengan menerapkan arus
P1  V p 
I p Cos  30 0
 hukum Kirchoff yaitu:
Ia’a = Iab +Iac = Iab - Ica
1 Ib’b = Iba +Ibc = Ibc - Iab
 3 VP I p Ic’c = Ica +Icb = Ica - Ibc
2 Pada keadaan tidak seimbang () impedansi beban pada
P 2  V p I p Cos 300   masing-masing phasanya, adalah tidak sama besarnya,
sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
1
 3 VP I p (10) Vab
2 I a 'a  I a 
Sehingga kapasitas tiga fasa hubungan open delta Za
diperoleh : V
P  P1  P2 I b 'b  I b  bc
Zb
(11)
Atau ; P  3Vp I p V
I c 'c  I c  ca
2.5 Rangkaian Beban Tiga Fasa Seimbang Dan Zc
Tidak Seimbang Hubungan Delta
Arus saluran pada beban tidak seimbang Ia , Ib , Ic sama
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah dengan arus beban seimbang (), hanya terjadi
suatu keadaan dimana: pergeseran sudut fasa arus dan tegangan tidak sama
1. Ketiga vektor arus atau tegangan sama besar besar dan tidak membentuk sudut 120 0 satu sama lain.
2. Ketiga vektor saling membentuk sudut 120° satu Ia’a = Ia = Iab +Iac = Iab - Ica
sama lain. Ib’b= = Ib = Iba +Ibc = Ibc - Iab
Yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang Ic’c = Ic = Ica +Icb = Ica - Ibc
adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat
keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan 2.6 Rata-Rata Arus–Arus Fasa Beban Tidak
keadaan tidak seimbang ada dua yaitu: seimbang
Apabila beban dalam keadaan seimbang maka besar
1. Ketiga vektor arus atau tegangan tidak sama besar
daya beban terhubung delta seperti pada percobaan ini
2. Ketiga vektor tidak saling mem-bentuk sudut 120°
adalah:
satu sama lain.
P  3 V I Cos Φ

77
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Dimana I adalah besar arus fasa beban pada keadaan 4. Hasil dan Pembahasan
seimbang, maka untuk daya yang sama tetapi dengan Tranasformator tiga fasa hubungan delta ( -)
keadaan tidak seimbang, besarnya arus-arus fasa beban adalah hubungan yang paling efektif digunakan untuk
dapat dinyatakan dengan koefisien-koefisien a, b dan c tegangan rendah dengan arus beban yang besar, trafo
sebagai berikut: delta ini sangat erat hubungannya dengan trafo open
I AB   aI delta (V-V), jika pada trafo delta salah satu lilitannya
mengalami kerusakan, maka trafo ini dapat diubah
I BC   bI menjadi trafo open delta.
I CA   cI Trafo tiga fasa hubungan open delta adalah suatu
hubungan belitan khusus, dengan kapasitas daya yang
Bila faktor daya pada ketiga fasa sama lebih rendah bila dibandingkan dengan trafo delta,
walaupun besarnya arus berbeda, besar dayanya dapat dengan menggunakan dua buah belitannya daya tiga fasa
dinyatakan sebagai : dapat ditransferkan ke beban.
P  a  b  c  V I Cos Φ (12) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
Sehingga diperoleh : studi perbandingan unjuk kerja trafo open delta dan
a  b  c  3 delta pada keadaan berbeban.
Sehingga rata-rata arus adalah :
4.1 Persamaan – Persamaan Yang Digunakan

a  1  b  1  c  1 x100% Dalam Pengujian Transformator Tiga Fasa
3 Pada Keadaan Berbeban
Dimana pada keadaan seimbang nilai
a = b = c = 1. Persamaan yang digunakan dalam menganalisa
unjuk kerja (karakteristik) dari transformator tiga fasa
hubungan open delta dan delta adalah sama dengan
3. Metodologi Penelitian
analisa karakteristik pada transformator satu fasa, hanya
Metodologi penelitian yang digunakan dalam
saja besarannya diganti dengan besaran tiga fasa.
penelitian ini adalah metode pengujian/pengukuran dan
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan unjuk kerja
analisis yaitu melakukan pengujian di laboratorium
untuk memperoleh data pengujian . (karakteristik / hasil keluaran) dari trafo open delta dan
delta tiga fasa tersebut. Persamaan yang digunakan
Langkah-langkah metodologi penelitian yang
untuk mendapatkan karakteristik transformator tiga fasa
akan dilakukan dalam proposal tesis ini ditunjukkan
berbeban, untuk memperoleh daya pada sisi primer
dalam, diagram alir (flow chart) pada
maupun sekunder dan faktor daya perfasa sebagai
Gambar 2 berikut ini :
berikut:
P = V . I . cos Ф
Dimana : P
V. I 
cos 
Dimana : P
Cos 
V .I
Sedangkan daya tiga Fasa untuk hubungan delta
diperoleh :
P = 3 I L VL cos φ , Daya tiga fasa open delta
diperoleh P  3 V I cos  .
Sehingga daya input diperoleh :
P in = P out + P rugi rugi
Sedangkan daya Output :
Pout = P in – P loses
Maka rugi - rugi daya (loses) diperoleh:
P loses = P in - P out
Jika diperoleh daya output lebih rendah dari pada daya
input , ini disebabkan adanya rugi- rugi didalam
transformator tersebut. Sehingga efisiensi transformator
adalah :
Gambar 6. Diagram Alir Metodologi Penelitian

78
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Pout 4.3 Pengukuran Dan Analisis Trafo Tiga Fasa


 x 100 % Hubungan Open Delta Dalam Keadaan
Pin Berbeban
Rata-rata arus adalah :


a  1  b  1  c  1 x100%  Data Pengukuran Berbeban Tidak Seimbang,
Dengan 2 fasa Seimbang Sedangkan Fasa Lain
3 Tidak Dibebani, Pada Trafo Hubungan Open Delta.
Perbandingan kapasitas daya trafo open delta dan trafo
Dengan pengaturan V1 = 55 Volt
delta :
V = 0,577 :  = 1 Tabel 1. Data pengukuaran dengan 2 fasa seimbang
sedangkan fasa lain tidak dibebani, pada trafo hubungan
open delta.
4.2 Data Name Plate Transformator Tiga Fasa
Hubungan Open Delta Dan Delta

Adapun data Name Plate yang tertera di badan


transformator tiga fasa adalah sebagai berikut :
Kapasitas Transformator : 2100 vA
Frekuensi : 50 Hz
Tegangan sisi primer : 50- 64 Volt Analisis data pengukuran berbeban tidak seimbang,
Arus sisi primer : 22 Amper dengan 2 fasa seimbang sedangkan fasa lain tidak
Tegangan sisi sekunder : 110 – 220 Volt dibebani, pada trafo hubungan open delta. Contoh untuk
Arus sisi sekunder : 10 Amper No. 1:
P input total :
Transformator tersebut dibuat menjadi transformator P in = P1 + P2 + P3 =343 + 350 + 391 = 1084 watt
tiga fasa hubungan open delta dan delta dengan setting P output total :
step up, sehingga untuk hubungan Open Delta diperoleh: P out = P4 + P5 + P6 = 490,5 + 490,5 + 0 =
Kapasitas Trasformator : 981 watt
2100 x 0,577 = 1212 VA, 50 Hz Rugi-rugi transformator :
Tegangan sisi primer / sekunder : Loses = P in – P out = 1084- 981 = 103 watt
55 / 220 Volt Efisiensi transformator :
Arus sisi primer : Pout 981
 x 100 %  x 100  90,49 %
1212 1212 P in 1084
Ip    12,7 A
3 x 55 95,26 Sedangkan rata-rata arus beban adalah:
Arus sisi sekunder : Untuk arus-arus fasa beban tidak seimbang
1212 1212 = (3, 3, 0)
Is    3,2 A Dengan I = 2 amper = arus fasa rata-rata / arus
3 x 220 380
fasa dalam keadaan berbeban seimbang.
Sedangkan untuk hubungan Delta
IAB = a x I, maka a = 1,5
diperoleh :
IBC = b x I, maka b = 1,5
Kapasitas Trnsformator :
ICA = c x I, maka c = 0
2100 x 1 = 2100 vA, 50 Hz
Sehingga rata-rata arus adalah :
Tegangan sisi primer / sekunder :
55 / 220 Volt
Arus sisi primer :
1,5 1 = 1,5  1  0  1  2
x 100%   0,6666x 100 66,66 %
2100 2100 3 3
Ip    22 A Dengan cara yang sama, data selanjutnya dapat
3 x 55 95,26 ditentukan sehingga diperoleh tabel hasil analisis data :
Arus sisi sekunder :
2100 2100
Is    5,3 A
3 x 220 380

79
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Tabel 2. Hasil analisis data pengukuran dengan 4.4 Pengukuran Dan Analisis Transformator Tiga
2 fasa seimbang sedangkan fasa lain tidak Fasa Hubungan Delta Pada Keadaan Berbeban
dibebani, pada trafo hubungan open delta.
 Data Pengukuran Berbeban Tidak Seimbang,
Rata-Rata Arus Dengan 2 fasa Seimbang Sedangkan Fasa Lain
Loses (watt) Efisiensi (%)
(%)
Tidak Dibebani, Pada Trafo Hubungan Delta.
66,66 103 90,49
50 94,83 91,25
33,33 85,33 92,02 Dengan Pengaturan V1 = 55 Volt
0 64 93,87

Tabel 4. Data pengukuaran dengan 2 fasa


seimbang sedangkan fasa lain tidak
Tabel 3. Hasil analisis data rata-rata arus beban, pada
dibebani, pada trafo hubungan delta.
trafo hubungan open delta.
Daya Daya
Loses Efisiensi
No Input output
(watt) (%)
(watt) (watt)
1 1084 981 103 90,49
2 1084 979 105 90,31
3 1084 980 104 90,40
Analisis data pengukuran berbeban tidak seimbang,
Dari tabel hasil analisis data pengukuran berbeban tidak dengan 2 fasa seimbang sedangkan fasa lain tidak
seimbang, diperoleh unjuk kerja (karakteristik) dibebani, pada trafo hubungan delta.
hubungan antara rata-rata arus beban dengan loses, pada Contoh untuk No. 1 :
trafo tiga fasa hubungan open delta, seperti yang P input total :
ditunjukan pada Gambar 3.1 sebagai berikut: P in = P1 + P2 + P3
= 665 + 738 + 669 = 2072 watt
Regresi Linier P output total:
94.5
P out = P4 + P5 + P6
= 983 + 983 + 0 = 1966 watt
94

93.5

93 Rugi-rugi transformator :
Efiisiensiii

92.5
Y Loses = P in – P out
= 2072- 1966 = 106 watt
92
Predicted Y
91.5

91 Linear
(Predicted Y)
Efisiensi transformator :
90.5
Pout 1966
90
 x 100 %  x 100  94,88 %
P in 2072
0 20 40 60 80
Rata- Rata Arus

Gambar 7. Karakteristik hubungan antara rata-rata Sedangkan rata-rata arus beban adalah:
arus beban dengan loses Untuk arus-arus fasa beban tidak seimbang = (8, 8,
0)
Selain itu, dari tabel hasil analisis data pengukuran Dengan I = 4 amper = arus fasa rata-rata / arus fasa
berbeban tidak seimbang, diperoleh unjuk kerja dalam keadaan berbeban seimbang.
(karakteristik) hubungan antara rata-rata arus beban IAB = a x I, maka a = 2
dengan efisiensi, pada trafo tiga fasa hubungan open IBC = b x I, maka b = 2
delta, seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.2, ICA = c x I, maka c = 0
halaman berikut ini: Sehingga rata-rata arus adalah :
Regresi Linier

21 
120

100
2 1  0 1  3
80  x 100 %  1 x 100  100 %
3 3
Losess

Y
60
Predicted Y
40
Linear
(Predicted Y)
Dengan cara yang sama, data selanjutnya dapat
20
ditentukan sehingga diperoleh tabel hasil analisis data :
0
0 50 100
Rata- Rata Arus

Gambar 8. Karakteristik hubungan antara rata-rata


arus beban dengan efisiensi

80
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012

Tabel 5. Hasil analisa data pengukuran dengan2 fasa 5. Penutup


seimbang sedangkan fasa lain tidak 5.1 Kesimpulan
dibebani, pada trafo hubungan delta. Dari pembahasan yang telah dilakukan,
Daya makadiperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Daya Input Loses Efisiensi 1. Dari deskripsi diperoleh bahwa trafo open delta
No output
(watt) (watt) (%)
(watt) tidak mampu menanggung beban yang sama besar
1 2072 1966 106 94,88 dengan beban yang ditanggung trafo delta, karena
2 2072 1962 110 94,69 perbandingan kapasitas daya antara trafo open
3 2072 1964 108 94,78 delta (V) dan trafo delta () adalah V = 0,577 : 
= 1, dari kapasitas daya yang digunakan.
Tabel 6. Hasil analisis data rata-rata arus beban, 2. Perbandingan unjuk kerja (hasil keluaran)
pada trafo hubungan delta. berdasarkan analisis data yang diperoleh dari
percobaan trafo open delta dan trafo delta
Rata-Rata Arus Loses menunjukan bahwa rata-rata arus beban perfasa
Efisiensi (%) pada trafo open delta sebesar 66,6%, dengan
(%) (watt)
100 106 94,88 kapasitas daya untuk trafo open delta 0,577 dari
kapasitas daya aktif yang digunakan. Sedangkan
50 98,83 95,20
pada trafo delta didapat rata-rata arus beban
33,33 97,33 95,66
perfasa sebesar 100%, dengan kapasitas daya untuk
0 73 96,41
trafo open delta 1 dari kapasitas daya aktif yang
digunakan.
Dari tabel hasil analisis data pengukuran berbeban tidak 3. Trafo open delta tidak memiliki unjuk kerja yang
seimbang, diperoleh unjuk kerja (karakteristik) sama dengan unjuk kerja trafo delta pada saat
hubungan antara rata-rata arus beban dengan loses, pada dibebani beban seimbang dan beban tidak
trafo tiga fasa hubungan delta, seperti yang ditunjukan seimbang yang sama besar, hal ini disebabkan
pada Gambar 3.3, berikut ini: karena kenaikan arus pada setiap fasa tidak
Regresi Linier
seimbang, sehingga terjadi kenaikan daya input
120 yang diserap oleh beban tidak seimbang
100 mengakibatkan rugi daya (loses) yang lebih besar
80
dengan efisiensi yang mengecil.
Losess

Y
60

Predicted Y
40

20
Linear
(Predicted Y)
6. Daftar Pustaka
0
0 50 100 150
Kadir, A. 1993, Pengantar Teknik
Tenaga Listrik, Penerbit PT. Pustaka LP3ES,
Rata- Rata Arus

Gambar 3.3 Karakteristik hubungan antara rata-rata


Jakarta.
arus beban dengan loses
Kadir, A. 1998, Transmisi Tenaga Listrik, Penerbit
Selain itu ,dari tabel hasil analisis data pengukuran
Universitas Indonesia, Jakarta.
berbeban tidak seimbang, diperoleh unjuk kerja
Mismail, B. 1997, Rangkaian Listrik, Penerbit ITB,
(karakteristik) hubungan antara rata-rata arus beban
Bandung.
dengan efisiensi, pada trafo tiga fasa hubungan delta,
seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.4, halaman
Edminister, J. A. 1984, Rangkaian Listrik, Penerbit
berikut ini :
Regresi Linier
Erlanga, Jakarta.
96.6
96.4
96.2
Neidle, M. 1999, Teknologi Instalasi Listrik, Penerbit
96 Erlangga, Jakarta.
Efisiensisi

95.8
95.6 Y

95.4 Predicted Y Muhaimin, 1995, Instalasi Listrik 1, Penerbit Pusat


95.2
95
Linear Pengembangan Pendidikan Politeknik,Bandung.
(Predicted Y)
94.8
94.6
0 50 100 150 Ramdhani, M. 2008, Rangkaian Listrik, Penerbit
Rata- Rata Arus
Erlangga, Jakarta.
Gambar 9. Karakteristik hubungan antara rata-rata
arus beban dengan efisiensi

81
FORMAT PENULISAN ARTIKEL JURNAL SIMETRIK

Jurnal SIMETRIK adalah jurnal yang mempublikasikan tentang bidang ilmu yang berkaitan dengan
Teknik Sipil, Teknik Mesin, dan Teknik Elektro-Listrik, terbit secara berkala dua kali dalam setahun (Juni
dan Desember).
Jurnal SIMETRIK berisikan artikel ilmiah hasil penelitian dan kajian konseptual (teoritik) yang belum
pernah diterbitkan oleh jurnal atau makalah ilmuah lainnya.

Penulisan Artikel :

Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris, Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Panjang penulisan 7 – 14 halaman dalam format dua kolom kecuali penulisan Abstrak. Isi artikel harus
diketik menggunakan huruf Times New Roman 10 pt (untuk penulisan judul Bold 12 pt) termasuk
didalamnya tabel/gambar. Margin pengetikan atas 2.5 cm, kiri 3.0 cm, kanan 2.0 cm, dan bawah 2.0 cm.

Format Penulisan :

- Judul :
Judul merupakan kalimat singkat yang mencerminkan masalah yang diteliti, diketik ditengah dengan
huruf besar (Bold 12 pt)
- Nama penulis :
Nama penulis ditulis mulai dari penulis utama kemudian penulis pendamping. Pengkodean status penulis
untuk alamat dilakukan dengan menaruh angka super skrip dibelakang nama bersangkutan dan tanpa
gelar (contoh: Dr. Monica A. Sapulette, ST, M.Eng sebagai penulis utama dan Ir. A. Persulessy, MT
sebagai penulis pendamping ditulis  Monica A. Sapulette1), A. Persulessy2)
- Alamat Penulis :
Alamat penulis merupakan alamat dimana penulis bekerja/ditempatkan misalnya nama Jurusan, Fakultas
di Universitas/Politeknik dan super skrip yang ditempatkan dibelakang alamat bersesuaian dengan nama
penulis (contoh: Dr. Monica A. Sapulette, ST, M.Eng staf pengajar di Jurusan Teknik Mesin Politeknik
Negeri Ambon sebagai penulis utama ditulis  Tekniik Mesin Politeknik Negeri Ambon1). Alamat
penulis dilengkapi dengan alamat e-mail.
- Abstrak :
Abstrak bertujuan menjelaskan secara singkat mengenai latarbelakang/tujuan (merupakan inti dari
penjelasan Pendahuluan), cara penelitian (menjelaskan inti dari penjelasan metodologi) dan hasil
penelitian (diambil dari makna kesimpulan). Abstrak ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
(minimal 150)
- Kata Kunci :
Kata kunci terdiri dari beberapa kata atau dua kata atau lebih yang mempunyai satu makna. Sebagai
contoh: transmisi, saklar-tukar, gate-turn-off. Kata kunci ditulis Junalrdalam Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia setelah Abstrak (Maksimal 3 sampai 5 kata).
1. Pendahuluan :
Pendahuluan menggambarkan latar belakang atau alasan pentingnya masalah ini perlu diteliti, tujuan
untuk melaksanakan penelitian ini dan harapan akan hasil atau pemecahan masalah yang diperoleh.
2. Tinjauan Pustaka :
Tinjauan Pustaka mengurai tentang prinsip-prinsip utama dari konsep keilmuan atau batasan-batasan,
norma-norma yang berhubungan dengan analisis atau sintesis untuk pemecahan masalah sehingga
diperoleh hasil penelitian.
3. Metodologi :
Menjelaskan rancangan penelitian yang akan digunakan yaitu: menjelaskan pengumpulan
informasi/data pendukung, menguraikan langkah-langkah untuk membahas/menganalisis (mendefinisikan
variabel, teknik komputasi/ mengolah data) serta penjelasan asumsi. Metodologi dapat menggambarkan
teknik atau prosedur analisis data.
4. Hasil Dan Pembahasan :
Menampilkan hasil analisis dan menjelaskan hasil tersebut yang mengarah kepada kesimpulan. Hasil
dapat ditampilkan sebagai rumusan, pernyataan, gambar dan tabel yang akan dikomentari atau
direkomendasikan. Gambar dalam Hasil dan Pembahasan dapat berupa kurva yang menyatakan
keterkaitan variabel, gambar konstruksi atau desain yang semuanya bermakna sebagai hasil analisis yang
menjawab persoalan penelitian. Pembahasan dilakukan untuk setiap hasil yang diperoleh dan dilakukan
sesuai kaidah-kaidah keilmuan yang telah diuraikan di dalam uraian Tinjauan Pustaka.
5. Penutup :
Penutup terdiri dari Kesimplan dan Saran. Kesimpulan merupakan pernyataan dari hasil yang diperoleh
yang dapat menjawab maksud penelitian. Kesimpulan dapat ditulis berupa item (1. ..., 2. ..., dst). Saran
adalah mengungkapkan kondisi khusus yang harus dilakukan bila penelitian ini akan dilaksanakan ulang
atau merupakan pernyataan yang merupakan pedoman untuk penelitian selanjutnya dari masalah ini.
6. Daftar Pustaka:
Penulisan Daftar Pustaka menggunakan sistem harvard (author date system) diurut berdasarkan huruf.
Pengkutipan yang dilakukan pada naskah dengan menulis nama pengarang dan diikuti oleh tanda koma
kemudian penulisan tahun. Contoh: (Bahri et al., 2010), (Iswadi H.R., 2007), (Raharjo, 2008). Untuk
penulisan yang pengarangnya berjumlah tiga orang atau lebih menggunakan penulis pertama dkk/et al.
Daftar Pustaka harus memuat nama penulis, tahun, judul, volume, kota dan penerbit seperti terlihat pada
contoh:
Artikel pada Jurnal
Bahri S., Muhdarina dan Fitra A., 2010, Lempung Alam Termodifikasi Sebagai Adsorben Larutan
Anorganik: Kesetimbangan Adsorbsi Lempung Terhadap Ion Cu2+. Jurnal Sain dan Teknologi,
9(1), pp. 9-13
Laporan Thesis/Disertasi
Iswardi-HR, 2007, Teknik Proteksi Diferensial Transformator Daya Tiga Fasa dengan Menggunakan
Transformasi Wavelet Paket, Master Degree Thesis, Bandung, Institut Teknologi Bandung
Prosiding pada Seminar/Konferensi Ilmiah
Kezunovic M., Latisko G dan Ren Z., 1998, Automatic Analysis of Circuit Breaker, in 17th International
Conference on Electric Distribution, Barcelona
Buku
Ong C., 1998, Dynamic Simulation of Electric Machinery, 2nd ed. Prentice Hall, New Jersey
Sumber dari Internet
Raharjo B., 2008, Pola Akses Internet Yang Bursty. [Online] Available at:
http://raharjo.wordpress.com/2011/04/04/pola-akses-internet-yang-bursty/ [Accessed 3 March
2011]

Anda mungkin juga menyukai