ISSN : 2302-9579
VOLUME 1, NOMOR 1, Desember 2012
Ketua Penyunting
Vicky Salamena, SST., MT
Redaktur
Aleksander A Patty, ST., MT
Penyunting Pelaksana
Luwis H. Laisina, ST., MT
Paulus F. Picauly, ST., M.Eng
Graciadiana I. Huka, ST., MT
Reynold P. J. V. Nikijuluw, S.Pd., M.Ed
Desain Grafis
Ridolf Kermite, ST
Tata Usaha
Wa Hauli
i
DAFTAR ISI
STUDI PERBANDINGAN UNJUK KERJA TRAFO OPEN DELTA DAN TRAFO DELTA 74 - 81
PADA KEADAAN BERBEBAN
(PELPINUS SINAY)
ii
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Edison Effendy
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon
Email : edisoneffendy@gmail.com
Abstract
Walnut shell powder and coconut fiber are the two waste materials derived from the processing of walnut
and coconuts which are plentifull in the Maluku region and not been optimally accomodate. Both of these materials
can be utilized for the develop of composites using polyester resin as the matrix.
Polyester resin under open-air conditions will be formed in liquid, walnut shell powder (SBK) is hard and
strong, and coconut fiber (SSK) are light and fragile, therefore the nature of the adhesive polyester will be used as a
binder between coco fiber and walnut shell powder as a filler. If done setting the volume fraction variation between
Walnut Shell Powder (SBK) and coconut fiber (SSK) in the polyester resin is expected to be seen large variations in
the mechanical properties of this composite for each composition. Testing was performed mechanical testing
standard ASTM D790 flexural test.
From the results seen any changes in the mechanical properties due to the addition of fibers and powders.
Bending Tests obtained for bending strength hybrid composite average Coconut Coir Fiber and Walnuts Shell
Powder SBK 10%: 30% SSK: 60% Polyester Resins adalah119.2046 MPa, the highest bending modulus of elasticity
at 10% SBK: 30% SSK: 60% Polyester resin for 8026.32071 MPa.
fiber glass, dan sudah diterapkan misalnya, dalam 1.2 Rumusan Masalah
industri mobil dan mebel. Selanjutnya Majid Ali, Pada penulisan ini rumusan masalah yang akan
(2010) menyajikan fleksibilitas dari serat kelapa untuk dibahas adalah:
Bagaimana pengaruh variasi fraksi volume serbuk batok
pengaplikasian dalam berbagai cabang rekayasa,
kenari (SBK) dan serat Sabut kelapa (SSK) terhadap
khususnya dalam rekayasa sipil sebagai bahan perubahan sifat mekanis dari komposit serbuk kenari
konstruksi. Komposit diperkuat serat kelapa telah dan serat sabut kelapa resin poliester.
digunakan sebagai elemen non-struktural murah dan
tahan lama.
1.3 Batasan Masalah
Penelitan tentang komposit berbasis serat sangat Agar penelitian yang dilakukan Untuk
beragam mulai dari variasi jenis matriks dan serat, jenis memperlancar dan memudahkan jalannya penelitian ini
anyaman hingga bahan dasar matriks maupun serat. maka batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
Penelitian juga berkembang dengan penggunaan bahan Material yang digunakan sebagai filler adalah serbuk
serat alam untuk beberapa variasi matrik resin sintetis batok kenari dan serat sabut kelapa dengan
dan alami. Komposit dengan penguat serat alami ini perbandingan variasi volumenya yaitu: 30%:10%,
20%:20% dan 10%:30% yang ditambahkan 60%
semakin intensif berkaitan dengan meluasnya
resin poliester tipe 157 BTQN dengan serat pendek
penggunaan komposit pada berbagai bidang kehidupan (1cm) acak dan serbuk batok kenari ukuran mesh
serta tuntutan penggunaan material yang kuat dan berat 180.
yang lebih ringan yang sebagian dapat dipenuhi oleh Perlakuan alkali dilakukan terhadap serat dan serbuk
komposit berbasis serat (fibre reinforced composites). masing masing pada larutan 5% NaOH
Serat alam dapat menjadi filler dalam komposit Pengujian mekanik yang dilakukan adalah pengujian
karena kandungan selulosa yang dimilikinya. Beberapa dan pengujian bending (ASTM D790-03 ).
serat alam yang memiliki selulosa antara lain, sabut
1.4 Tujuan Penelitian
kelapa, kenaf, , tebu, jagung, abaca, padi, ramie dan lain Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
- lain. Variasi komposit ini akan membentuk kombinasi mendapatkan nilai maksimal variasi fraksi volume
serat alam dan partikel serbuk alami menjadi komposit serbuk batok kenari dan serat sabut kelapa terhadap
hibrid (terdiri atas 2 atau lebih reinforced). Salah satu perubahan sifat mekanis khususnya nilai kekuatan
partikel yang dapat menjadi pengisi (filler) adalah bending dari komposit serbuk batok kenari dan serat
serbuk batok kenari (Canarium sp). sabut kelapa resin poliester sebagai bahan pengganti
fibre glass pada pembuatan perahu nelayan serta upaya
Penelitian ini dititik beratkan pada meneliti
untuk meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis dari
kekuatan bending dan impack material yaitu untuk kedua material serat alam tersebut.
mengetahui sifat mekaniknya dan sifat fisiknya sesuai
dengan aplikasi yang diinginkan. Bahan yang digunkan 1.5 Manfaat Penelitian
pada komposit ini berasal dari biomaterial biomaterial 1. Mendapatkan material teknik yang lebih baik,
yaitu filler serat sabut kelapa dan serbuk batok kenari kuat, dan murah khususnya komposit hibrid
Sebagai alternatif pengganti serat sintetis yang
yang divariasikan terhadap matrik poliester type 157
lebih mahal dan tidak ramah lingkungan
BTQN. 2. Mengetahui komposisi optimum serat kelapa dan
Batok kenari dan serat kelapa yang digunakan serbuk batok kenari pada pembuatan komposit
adalah yang berasal dari daerah Maluku. Kedua produk serta pengaruh variasi fraksi volume serat
pertanian ini sangat banyak terdapat di daerah Maluku kelapa dan serbuk batok kenari sehingga
namun sangat disayangkan karena selama ini belum kecendrungan sifat mekanis dan aplikasi
penggunaan komposit dapat dipilih berdasarkan
dimanfaatkan sebagai suatu material yang bernilai
sifat komposit.
ekonomi karena bahan dasar dari kedua material ini
lebih banyak dijadikan limbah. Arah dan aplikasi dari 2. Tinjauan Pustaka
penelitian ini adalah untuk mendapatkan material baru 2.1 Komposit
yang nantinya dapat bermanfaat untuk bahan dasar Kata komposit berasal dari kata “to compose”
pembuatan lambung perahu pengganti fybre glass yang yang berarti menyusun atau menggabung. Secara
saat ini sering digunakan oleh masyarakat Maluku serta sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari
dua atau lebih bahan yang berlainan. Jadi komposit
menambah khasanah biomaterial yang ada di Indonesia
adalah suatu bahan yang merupakan gabungan atau
dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. campuran dari dua material atau lebih pada skala
2
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
makroskopis untuk membentuk material ketiga yang memiliki karakteristik istimewa adalah serat sabut
lebih bermanfaat. Pada bahan komposit, sifat-sifat unsur kelapa yang dapat menjadi bahan penguat dengan
pembentuknya masih terlihat jelas yang pada paduan berbagai keunggulan yang dapat dimanfaatkan.
sudah tidak lagi tampak secara nyata. Justru keunggulan
bahan komposit di sini adalah penggabungan sifat-sifat
unggul masing-masing unsur pembentuknya tersebut
Secara umum material komposit dapat
diklasifikasikan atas tiga macam yaitu, Metal Matrix
Composites (MMCs), Polymer Matrix Compsites
(PMCs) dan Ceramics Matrix Coposites (CMCs) (Imra,
2009; Jacob, 1994)
2.2 Polyester
Polyester, dalam kebanyaan hal resin polyester
tak jenuh ini disebut polyester saja. Karena berupa resin
cair dengan viscositas yang relatif rendah, mengeras Gambar 1. Klasifikasi Bahan Penguat Komposit
pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa Sumber P.C.Pandey, 2004
menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak
resin termoseting yang lainnya, maka tak perlu diberi 2.1 Serat sabut kelapa (coco fiber)
tekanan untuk pencetakan. Berdasarkan karateristik ini, Kelapa merupakan tanaman perkebunan/ industri
bahan dikembangkan secara luas sebai plastik penguat berupa pohon batang lurus dari family Palmae. Tanaman
serat (FPR) dengan menggunakan bahan serat gelas. kelapa (Cocos nucifera L) merupakan tanaman
Menurut (Davis,1982) Polyester berasal dari reaksi serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi
kimia asam dibasa bereaksi secara kondensasi dengan tinggi.
alkohol dihidrat. Karena asam tak jenuh digunakan Struktur serat ditentukan oleh dimensi dan
dengan berbagai cara sebagai bagian dari asam dibasa, pengaturan sel-sel berbagai unit, dan yang juga
yang menyebabkan terdapatnya ikatan tak jenuh dalam mempengaruhi sifat serat. ''Serat adalah sel memanjang
rantai utama dari polimer yang dihasilkan, maka disebut dengan ujung runcing dan sangat tebal dinding sel
polyester tak januh. Kemudian, monomer vinil berlignin 'seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
dicampur, yang bereaksi dengan gugus tak jenuh pada
pencetakan untuk mengeset. Sifat dari polyester sendiri
adalah kaku dan rapuh. Mengenai sifat termalnya,
karena banyak mengandung monomer stiren, maka suhu
deformasi termal lebih rendah dari pada resin termoset
lainnya dan ketahanan panas jangka panjangnya kira- Gambar 2. Iirisan Sel Serat Sabut Kelapa
kira 110-140°C. Ketahanan dingin adalah baik secara Sumber: Afa Austin Waifielate, 2008
relatif. Sifat listriknya lebih baik diantara resin termoset, Bagian melintang dari sel unit dalam serat memiliki
tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup pusat berongga yang dikenal sebagai lumen dan bahwa
pada saat pencampuran dengan gelas. bentuk dan ukuran tergantung pada dua faktor seperti
Polyester merupakan bahan termoseting yang ketebalan dari dinding sel dan sumber serat. Lembah
banyak beredar dipasaran karena harganya yang relatif rongga berfungsi sebagai isolator akustik dan thermal
murah dan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam karena kehadirannya menurunkan bulk density serat.
penggunaan. Aplikasi dari Polyester termasuk
pengecoran tombol, bola bowling, marmer, dan produk 2.2 Serbuk batok kenari
dekoratif. Industri marmer juga mengembangkan Batok kenari seperti berasal dari buah kenari.
polimer beton yang diisi Polyester tak jenuh yang Buah kenari banyak terdapat di daerah Maluku dan
menawarkan bahan yang ekonomis untuk bangunan dan sering dijumpai pada UKM-UKM usaha pembuatan
industri konstruksi. penganan/kue. Serbuk kenari (gambar 2.4) berasal dari
batok kenari yang digerus dan diayak. Dalam
2.3 Bahan Penguat pemanfaatannya masih sebagai bahan bakar, bahan dasar
Bahan penguat yang digunakan sebagai penguat briket, namun masih sedikit penelitian yang
komposit sangat beragam yang antara lain terdiri atas memanfaatkan serbuk batok kenari untuk bahan penguat
bahan reinforced sintesis dan alami. Pada gambar 2.2 komposit. Salah satu publikasi yang didapat
ditunjukkan beberapa jenis penguat dalam komposit. mengemukakan pemanfaatan serbuk batok kenari adalah
Bahan penguat yang banyak digunakan adalah serat sebagai bahan pengganti karbon aktif pada proses
(fiber). Bahan penguat serat ini masih terbagi lagi atas carburizing.
jenis serat sintetis dan alam. Salah satu serat alam yang
3
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
(1)
dengan :
σb = Tegangan bending (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span(mm)
b = Lebar/ Width (mm)
h = Tebal / Depth (mm)
4
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
5
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4. Pemahasan
5.1 Pengujian Bending
Berdasarkan pengujian bending menggunakan
UTM (Tarno Grocky) diperoleh data pembebanan. Dari
Gambar 10. Wax hasil pengujian tiga perulangan spesimen yang dirata-
rata dalam satu nilai sesuai fraksi volumenya sehingga
diperoleh besar kekuatan bendingnya biokomposit serat
sabut kelapa 10%, 20%, dan 30%. Dari hasil uji bending
komposit diperoleh perbedaan kandungan bahan pengisi
terhadap nilai kekuatan bending bahan komposit.
Kekuatan bending bahan komposit menurun dengan
naiknya kandungan bahan pengisi Serbuk Batok Kenari
(SBK) terhadap matriks. Penurunan nilai kekuatan
Gambar 11. Serbuk Batok Kenari Bending ini disebabkan rendahnya sifat adhesi bahan
matriks, selain itu sifat kepolaran bahan matriks dan
2. Alat : bahan pengisi yang berbeda menghalangi terjadinya
Peralatan yang digunakan dalam penelitian : interaksi antara keduanya.
- Alat tekan cetak Dua hal yang dibutuhkan pada bahan untuk
- Cetaka tekan memperkuat bahan komposit agar membentuk produk
- Timbangan digital yang efektif yaitu komponen penguat harus memiliki
- Alat pengering modulus elastisitas yang lebih tinggi dari matriksnya
- Grinding mechine dan Amplas dan harus ada ikatan permukaan yang kuat antara
- Mesin uji Bending komponen penguat dan matriks. Tanpa adanya factor
- Spidol, cutter,kuas, gunting dll tersebut penambahan bahan penguat dapat menurunkan
nilai kekuatan tarik komposit .
3.6 Pembuatan Komposit
Dalam pembuatan komposit digunakan langkah-
langkahnya adalah :
1. Timbang serat sabut kelapa dan serbuk batok
kenari sesuai dengan fraksi volumnya
2. Siapkan cetakan daan lapisi permukaan dan
dinding cetakan dengan Wax
3. Resin dicampur dengan hardener dengan
perbandingan 1% hardener per berat resin polyester
serta serbuk batok kenari sesuai fraksi volum
Kemudian dilakukan pengadukan agar campuran Gambar 12. Spesimen uji Bending
resin dan hardener merata,
4. Selanjutnya campuran tersebut dituangkan secara Tabel 4.1 Uji Bending Komposit Hibrid
merata pada cetakan yang sudah ditata serat sabut
kelapa seuai fraksi volumnya
5. Lakukan pembersihan terhadap void hingga void
berkurang dan tidak terdapat void
6. Keringkan komposit pada suhu kamar selama ± 12
jam. Setelah benar-benar kering, keluarkan
kompoosit dari cetakan.
7. Lakukan pengamatan pada komposit terhadap ada
tidaknya void yang terjadi dengan cara
menerawang lembaran komposit. Diameternya
tidak lebih dari 1 mm. Void tidak boleh
mengumpul pada suatu tempat (radius jarak antar
void yang diijinkan adalah 1 cm)
8. Memanaskan komposit dalam oven dengan
temperature 70°C selama 4 jam
6
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
hasil yang lebih maksimal sesuai dengan aplikasi serta Pengaruh Komposisi Bahan Dan Beban
perlu adanya teknologi yang memadai untuk Pengempaan Terhadap Kuat Lentur
menyiapkan bahan dasar khususnya serat sabut kelapa (Bending), Pusat Penelitian Sain Dan
(SSK) dan serbuk batok kenari (SBK). Selain itu Teknologi, Direktorat Penelitian Dan
mengingat ketersediaan serat alam (natural fibre) Pengabdian Masyarakat Universitas Islam
khususnya sabut kelapa (SK) dan batok kenari Indonesia, Yogyakarta,.
(BK).dengan jumlah yang cukup banyak serta
Perubahan sifat komposit hibrid tergantung panjang K. G. SATYANARAYANA, 1982, Structure roperty
serat, ukuran butir sebuk dan variasi fraksi volum dapat studies of fibres from various parts of the
dilihat dari perbedaan kekuatan impak dan kekuatan coconut tree, j o u r n a l of materials science
bending komposit untuk masing - masing fraksi volum. 17
Nur Irawan Ph.D, 2007, Mengolah Data Statistik
dengan Mudah Menggunakan Minitab 14:
6. Daftar Pustaka CV Andy Offset, Yogyakarta
Aart van Vuure. 2008. Natural Fiber Composites Putu Lokantoro.2007.Analisa arah dan perlakuan
Recent Development. Katholieke Universiteit serat tapis serta rasio epoxy hardener
Leuven. terhadap sifat fisis dan mekanik tapis /
Afa Austin, Waifielate Bolarinwa, Oluseun Abiola, epoxy.Jurnal ilmiah Teknik Mesin Cakra
2008. Mechanical Property Evaluation Of vol 1. Diakses tanggal 5 – 10 – 2010.
Coconut Fibre, ,Department Of Mechanical Saira Taj, 2007, Natural Fiber-Reinforced Polymer
Engineering Blekinge Institute Of Technology Composites Proc. Pakistan Acad. Sci.
Karlskrona, Sweden 44(2s):A1ir2a9 T-1a4j 4e.T2 A0l0.7
Ali, Majid. 2010. Coconut Fibre – A Versatile Material
and its Applications in Engineering. National Schwartz M. M. ; 1996. “Composite Meterials
Engineering Services Pakistan (NESPAK) Polimers, ceramics and Metal Matrices ;
Islamabad. Prentice-Hall, USA.
Alexander Patty
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon
Email : a.andaria@yahoo.co.id
Abstract
This research is intended to analyze the effect of Reynolds number and distance number step-up
influence and distance across trilateral balk to the flow pattern and pressure drop.
Experimental set up was a closed rectangular channel where five balks triangularities with size (d) 10
mm were placed in it. Reynolds variation number was 50, 100, 150, 200, 250, 300 and the distances among
triangularities (Y) were 1d, 1,5d and 2d. Measurement was by using water manometer to get pressure drop
whereas camera was utilized to record flow pattern surrounding the balk.
The result stated that the greater Reynolds number are, the greater result in the greater pressure drop and
the degree of turbulent. Pressure drop occurs in the smallest number Re = 50 is 9.792 Pa at a distance barrier (Y /
d) = 1 while the greatest pressure drop occurs in numbers Re = 300 which is 31, 335 Pa at a distance barrier (Y /
d) = 2
Keterangan :
1. Katup by pass 7. Katup buang
2. Nosel 8. Bak penampung
3. Pompa 9. Reservoir air
4. Seksi uji 10. Katup masuk
5. Kamera 11. Tabung Pewarna
6. Saluran uji
Gambar 1. Skema alat penelitian
10
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Tabel 2. Data Pengukuran Tinggi Kolom Kenaikan Air Pada Manometer Pada
Jarak Penghalang Y = 1d Pada Setiap Bilangan Reynolds
Sisi Masuk Sisi Keluar
Tabel 3. Data Pengukuran Tinggi Kolom Kenaikan Air Pada Manometer Pada
Jarak Penghalang Y = 1,5d Pada Setiap Bilangan Reynolds
Sisi Masuk Sisi Keluar
Tabel 4. Data Pengukuran Tinggi Kolom Kenaikan Air Pada Manometer Pada
Jarak Penghalang Y = 2d Pada Setiap Bilangan Reynolds
Sisi Masuk Sisi Keluar
Re
h1 (mm ka) h2 (mm ka)
Banyaknya Pengambilan Rerata Banyaknya Pengambilan Rerata
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
50 19 19 20 20 19 19,4 18 17 18 18 19 18
100 22 21 21 21 21 21,2 20 20 19 19 19 19,4
150 23 23 22 23 23 22,8 21 21 20 21 21 20,8
200 26 25 25 26 25 25,4 23 23 24 23 23 23,2
250 29 30 28 28 29 28,8 27 26 27 26 25 26,2
300 30 30 30 29 31 30 27 27 27 26 27 26,8
Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)
11
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Tabel 6. Data Pengukuran Beda Tinggi Kolom Kenaikan Air dan Kecepetan Aliran
Jarak Penghalang
Bilangan 1d 1,5d 2d
Reynolds
(Re) h V h V h V
(m) (m/s) (m) (m/s) (m) (m/s)
50 0,001 0,140071 0,0012 0,153441 0,0014 0,1657347
100 0,0014 0,165735 0,0016 0,177178 0,0018 0,1879255
150 0,0014 0,165735 0,0018 0,187926 0,002 0,1980909
200 0,0018 0,187926 0,0020 0,198091 0,0022 0,2077595
250 0,0022 0,207759 0,0024 0,216998 0,0026 0,2258584
300 0,0024 0,216998 0,0026 0,225858 0,0032 0,2505674
Jarak Penghalang
Bilangan 1d 1,5d 2d
Reynolds P P P
(Re) h h h
(m) (Pa) (m) (Pa) (m) (Pa)
50 0,001 9,792342 0,0012 11,75081 0,0014 13,70928
100 0,0014 13,709279 0,0016 15,66775 0,0018 17,62622
150 0,0014 13,709279 0,0018 17,62622 0,002 19,58468
200 0,0018 17,626216 0,002 19,58468 0,0022 21,54315
250 0,0022 21,543152 0,0024 23,50162 0,0026 25,46009
300 0,0024 23,501621 0,0026 25,46009 0,0032 31,33549
Sumber : Hasil pengukuran (data diolah)
12
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Berdasarkan hasil perhitungan analisis dua arah Reynolds terhadap kecepatan fluida dengan
yang ditunjukan pada tabel 9, dengan mengambil tingkat keyakinan 95 %.
tingkat keyakinan 95 % ( 5 % ) dapat diambil 2. FB Hitung > FB Tabel , menunjukkan bahwa ada
kesimpulan : pengaruh nyata pada perubahan jarak melintang
1. FA Hitung > FA Tabel , menunjukan bahwa ada penghalang terhadap kecepatan fluida.
pengaruh nyata pada perubahan bilangan
30
y = 0.0649x + 10.184
30 R2 = 0.9611
20
25 15
Tekanan (Pa)
10
20 y = 0.0537x + 9.5312
R2 = 0.9874
5
15
5 10 15 20 25
10 Jarak Penghalang d (m m )
y = 0.0548x + 7.0505
R2 = 0.9662
Re = 50 Re = 100 Re = 150
5
Re = 200 Re = 250 Re = 300
0 100 200 300 400
Linear (Re = 50) Linear (Re = 100) Linear (Re = 150)
Bilangan Reynolds (Re)
Linear (Re = 200) Linear (Re = 250) Linear (Re = 300)
Y = 1d Y = 1,5d Y = 2d
Linear (Y = 1d) Linear (Y = 1,5d) Linear (Y = 2d) Gambar 3. Grafik hubungan jarak penghalang dan
penurunan tekanan
Gambar 2. Grafik hubungan bilangan Reynolds
terhadap tekanan Pada gambar 3 diatas terlihat ada kecenderungan
penurunan tekanan akan semakin besar. Apabila
Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan bilangan semakin besar bilangan Reynolds dan jarak
Reynolds terhadap penurunan tekanan. Dimana penghalang maka penurunan tekanan akan meningkat.
semakin besar bilangan Reynolds maka penurunan Untuk bilangan Reynolds yang rendah dan jarak
tekanan akan semakin besar. Hal ini disebabkan penghalang yang kecil penurunan tekanan masih tidak
kecepatan fluida yang meningkat sehingga fluktuasi terlalu besar. Hal ini disebabkan aliran masih
tekanan makin besar. Kecepatan fluida adalah dipengaruhi gaya viscous sehingga aliran tidak
berbanding lurus dengan semakin meningkatnya mengalami percepatan aliran dan fluktuasi tekanan
bilangan Reynolds. kecil.
Hal ini disebabkan karena diantara celah Dari pembahasan diatas dapat dijelaskan bahwa pada
penghalang terbentuk suatu lapisan batas yang tebal setiap variasi jarak penghalang, beda tekanan akan
sehingga menghalangi aliran yang akan melalui celah meningkat dengan meningkatnya bilangan Reynolds.
penghalang. Pada bilangan Reynolds yang sama beda tekanan
Untuk lebih memperjelas pembacaan grafik (pressure drop) terus meningkat dan mencapat nilai
pada gambar 3 dan kecenderungan penurunan tekanan, yang tertinggi pada jarak penghalang Y = 2d
maka dibuat grafik hubungan variasi jarak penghalang
terhadap penurunan tekanan pada tiap variasi bilangan
Reynolds.
13
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
A. POLA ALIRAN
Gambar 5. Pola aliran pada Re 50 untuk jarak penghalang (a) Y=1d; (2) Y=1,5d dan (c) Y=2d
Gambar 5, menunjukkan aliran fluida dengan semakin lemah dan hampir tidak ada aliran yang
Re 50 mempunyai pola aliran yang masih laminer, melewati celah antar penghalang. Hal ini karena
dimana pusaran-pusaran yang timbul masih sangat diantara penghalang terbentuk lapisan batas yang tebal
kecil yang ditandai dengan pola aliran yang sehingga cukup efektif untuk memblokir aliran yang
melengkung. Hal ini disebabkan karena kecepatan akan melewati celah antar penghalang, sehingga pada
fluida masih kecil dan pengaruh dari gaya viskos bilangan Re yang rendah dan jarak celah yang kecil,
fluida dapat menghambat gaya inersianya sehingga fluida hanya mengalir secara aksial atau dibelokkan
aliran masih laminar. Selama gaya-gaya viskos besar (Yuwono, T. et.al., 2001). Karena adanya blockage
maka gaya-gaya tersebut akan mencegah timbulnya effect antara penghalang dimana aliran tidak dapat
gangguan-gangguan selama fluida mengalir sehingga bebas mengalir, sehingga tidak mengganggu aliran
aliran laminar. Dan tampak bahwa semakin kecil jarak disampingnya.
dari penghalang maka pusaran/vortex yang timbul
Gambar 6. Pola aliran pada Re 100 untuk jarak penghalang (a) Y= 1d; (2) Y=1,5d dan (c) Y=2d
Gambar 6, aliran dengan Re 100 menunjukkan resirkulasi aliran masih kecil bila dibandingan dengan
pusaran-pusaran (vorteks) yang terjadi nampak lebih gambar (c) yang jarak antar penghalangnya lebih
jelas bila dibandingkan dengan aliran pada Re 50. besar. Karena semakin besar jarak penghalang , maka
Bahkan mulai terbentuk aliran turbulen dibelakang pusaran yang terjadi semakin besar, dan ini dapat
penghalang. Hal ini disebabkan semakin besar dilihat pada gambar 6 (c). Karena dengan semakin
kecepatan seiring dengan meningkatnya Re. Akibat besar jarak penghalang maka lapisan batas yang
dari kecepatan yang mulai meningkat menyebabkan terbentuk renggang, sehingga pusaran-pusaran yang
ada peningkatan beda tekanan pada bagian depan dan terjadi semakin merata.
belakang penghalang sehingga aliran mulai tidak
stabil. Dan bahwa pada gambar 6 (a) dan (b) terlihat
Gambar 7. Pola aliran pada Re 150 untuk jarak penghalang (a) Y= 1d; (b) Y=1,5d dan (c) Y=2d
Gambar 7, aliran dengan bilangan Re 150 semakin tipis. Hal ini disebabkan kecepatan fluida
menunjukkan bahwa pusaran-pusaran yang terjadi yang meningkat sehingga ketidakstabilan semakin
semakin kuat, dan lapisan batas yang terbentuk kuat yang menyebabkan terjadinya pembalikan arah
14
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
aliran di belakang penghalang. Dengan adanya pusaran-pusaran turbulen. Akibat dari kecepatan dan
pembalikan aliran fluida tersebut menyebabkan tekanan yang meningkat menyebabkan perbedaan
adanya gangguan-gangguan sehingga terbentuk tekanan yang terjadi pada penghalang semakin besar.
Gambar 8. Pola aliran pada Re 200 untuk jarak penghalang (a) Y= 1d; (2) Y=1,5d dan (c)Y=2d
Gambar 8, aliran dengan bilangan Re 200, pusaran- arah aliran dibelakang penghalang. Dan dapat diamati
pusaran yang terjadi semakin kuat dibandingkan pula pada jarak penghalang yang lebih besar seperti
dengan Re 150 dan aliran turbulen sudah terbentuk di pada gambar 8 (c) terlihat bahwa pusaran sebelah
belakang penghalang. Hal ini disebabkan karena Re bawah dan diatas penghalang saling menukar fluida
meningkat dan ketidakstabilan semakin kuat sehingga yang terdapat di pusat dengan fluida yang berdekatan
kecepatan meningkat yang menimbulkan pembalikan dengan dinding.
Gambar 9. Pola aliran pada Re 250 untuk jarak penghalang a) Y= 1d; 2) Y=1,5d dan c)Y=2d
Pada aliran dengan bilangan Re 250, pusaran-pusaran semakin besar antara daerah didepan dan belakang
yang terjadi semakin kuat dan terbentuk aliran penghalang sehingga akan terbentuk mempercepat
turbulen di belakang penghalang. Hal ini disebabkan terbentunya pusaran-pusaran (vorteks). Pada gambar 9
karena dengan meningkatnya bilangan Re dapat diamati bahwa pada jarak penghalang yang lebih
ketidakstabilan semakin kuat sehingga fluktuasi besar, lapisan pusaran (vorteks) sebelah atas
kecepatan semakin besar yang menyebabkan penghalang akan saling lepas dan diganti pusaran dari
pembalikan gangguan sehingga pusaran-pusaran bagian bawah penghalang secara bergantian dari
turbulen terbentuk. Akibat dari kecepatn fluida yang kedua sisi dan menunjukkan pola aliran anti-phase
semakin besar maka ketika aliran menumbuk (berlawanan). Hal ini disebabkan percepatan fluida
penghalang akan timbul pusaran yang semakin kuat. yang terjadi diantara penghalang seiring dengan
Hal ini juga menyebabkan perbedaan tekanan yang semakin besarnya bilangan Reynolds.
Gambar 10. Pola aliran pada Re 300 untuk jarak penghalang (a) Y=1d; (2) Y=1,5d dan (c) Y=2d
Pola aliran yang terjadi pada Re 300 semakin turbulen percepatan sehingga mendorong terjadinya pusaran
dibelakang penghalang. Pusaran yang paling kuat sebelah atas sehingga polanya berlawanan. seperti
terjadi pada penghalang dengan jarak Y= 2d dimana terlihat pada gambar 10 (c). Dan penguatan vorteks
aliran yang mengalir antar penghalang mengalami hampir terjadi sepanjang saluran uji yang disebabkan
15
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
karena bilangan Re semakin besar sehingga fluktuasi Kreith, F., 1995. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas,
kecepatan dan energi kinetik ke arah hilir meningkat. Jakarta; Erlangga.
Pada daerah ini pertukaran molekul-molekul fluida Nishimura, T., 2000. Oscilator Momentum Transport
meningkat sehingga meningkatkan frekuensi vortex. and Fluid Mixing in Groved Channels for
Pada jarak yang kecil Y=1d masih membentuk pola Pulsatile Flow, Journal Fluid Eng, Vol. 116,
aliran yang masih searah karena arus aliran yang pp.499-507.
mendapat percepatan adalah pada celah antara Potter, C. and Wiggert. 1997. Mechanics of Fluid,
penghalang dan dinding saluran. Sedangkan pada Second Edition. Prentice-Hall International.
Y=1,5d terbentuk pola aliran transisi. Inc.
Sahin, M, and R. G. Owens. 2004. A numerical
5. Penutup Investigation of Wall Effects Up To High
5.1 Kesimpulan Blockage Ratios On Two-Dimensional Flow
1. Semakin besar bilangan Reynolds maka pola Past A Confined Circular Cylinder, Journal
aliran yang terjadi semakin turbulen. Karena Physics of Fluids, vol. 16 (5): 1-15.
kecepatan aliran yang besar sehingga perbedaan Smortrys, M.L. et al. 2003. Flow and Heat Transfer
tekanan juga semakin besar. Behavior for a Vortex Enhanced Interruped
2. Perubahan jarak penghalang segitiga akan Fin, Journal of Heat Transfer, Vol. 125, Issue
mempengaruhi pola dan osilasi aliran di belakang 5, p.788-794
penghalang. Tekad, M. 2005. Pengaruh Peningkatan Bilangan
3. Meningkatnya bilangan Reynolds menyebabkan Reynolds dan Jarak Melintang Antar dua
Pressure drop meningkat. Pada bilangan Penghalang Segitiga Terhadap Pola Dan Osilasi
Reynolds yang sama, penurunan tekanan Aliran Pada Aliran Laminar. Tesis.
(pressure drop) meningkat dengan bertambahnya Valencia, A. 2000. Laminar Flow Past Square Bars
jarak antar penghalang dan mencapai nilai Arraged Side by Side in a plane Channel,
maksimum pada jarak penghalang (Y) = 2d Departemento de Ingenieria Mecanica
sebesar 31, 33 Pa sedangkan nilai terkecil pada Universidad de Chili, Santiago.
jarak penghalang (Y) = 1d sebesar 13, 71 Pa. Welty J. R., W. Charles, R. Wison, and R. Gergory,
2000. Dasar-Dasar Fenomena Transport, Vol.1
5.2 Saran Edisi ke-4. Penerbit Erlangga.
Untuk penelitian lanjut, dapat dengan Yuwono T., B.Utomo, M. Yuniarto dan P.Satyo. Studi
menggunakan metode numerik. Eksperimental tentang Pengaruh Aliran Fluida
pada Susunan Louver Fin terhadap Laju
6. Daftar Pustaka Perpindahan Kalor . Majalah Iptek, Jurusan
Teknik Mesin, FTI ITS Surabaya, Vol.12, No.3,
Giles, R.V., 1996. Mekanika Fluida dan Hidraulika, Agustus, pp.152-162.
Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Herman
Widodo Soemitro. Erlangga, Jakarta.
16
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Abstract
Bridge and road (street is vital transportation infrastructure to connect keterisolasian of district that one
otherly. Development of reinforced concrete bridge by unfolding < 30 m quite a lot with various form of girder and
also immeasurable foundation type. Determination of this foundation type hardly determined from result of
investigation of soil (recommendation of laboratory test).
This research takes soil test result which has specified foundation pit type reinforced concrete at
development of Wai Sapia Bridge with length unfolds ( span of beam) 10 m. Dimension foundation of fairish pit of
external diameter (outer ring, Rout) = 3000 mm, and inner diameter ( inner ring, Rinn) = 2400 mm Thick (d) = 300
mm.
Result obtained for Concrete Compressive Strength, fc'=20 MPa (K250) and Steel Tensile Strength, fy = 240
MPA (U24). prime bone, 16-150 and extra bone, 12-200 and anchorage 25. Total bone weight is obtained, wtot = 8 965
kg, concrete K125 = 73 m3 and concrete K250 = 78 m3.
17
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
18
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Beton K250
s As1+As’ Ts
b
Gambar 1. Momen Nominal Tulangan.
19
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
V = A.d
= 7.07x0.75
3.00 = 5.30 M3
20
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
21
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4.2 Analisis Baja Tulangan dan Beton. 3. Panjang Keseluruhan (total length), Ltot.
Tulangan 12 = LT1 = n1.R1
Footing & Pondasi = 15 x 10
= 150 m
Tulangan 12 = LT2 = n2.R2
= 15 x 8
= 120 m
Tulangan 16 = LT3 = n4.h1
= 48 x 4.00
= 192 m
Beton Siklop Tulangan 16 = LT4 = n4.h2
K-175
= 38 x 4.00
= 152 m
Angkur 22 = LA = n5.l1
= 4 x 2.00
=8m
22
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
A12 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0122
= 0.000113 m2
Tulangan Vertical Footing Abutment
(Baja Tulangan U24 & U32) A16 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0162
= 0.000201 m2
A25 = (1/4).π.D2
= 0.25x3.14x0.0252
= 0.000491 m2
Gambar 10. Analisis Tulangan Footing Abutment. 5. Berat Keseluruhan (total weight), wtot.
w12 = A12.L12.BJBaja.nabutm
1. Baja Tulangan U32 : 25 = 0.000113x266x7850x2
L1 = n1.L25 = 471.91 kg
= 46x6.00 ≈ 472 kg
= 276.00 m
w16 = A16.L16.BJBaja.nabutm
L2 = n2.L25
= 0.000201x433x7850x2
= 46x5.00
= 230.00 m = 1 367 kg
w25 = A25.L25.BJBaja.nabutm
2. Baja Tulangan U24 : 12
= 0.000491x506x7850x2
L3 = n3.L12 = 3 901 kg
= 46x4.40
= 203.00 m Sehingga, diperoleh :
L4 = n4.L12 wTot = 5 740 kg
= 4x8.30
= 34.00 m
23
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Elastomerik
24
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
25
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Edyson Hukom 1), Graciadiana Irene Huka 2), Rudy Serang 3), Paulina Limba 4)
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 1)
Teknik Mesin Politeknik Negeri Ambon 2)
PLP Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 3)
PLP Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon 4)
Email : edisonhukom@ymail.com 1)
Email : gracia_huka71@yahoo.com 2)
Email : rudyserang@ymail.com 3)
Email : paulinalimba@yahoo.co.id 4)
Abstract
The use of natural fibers as a filler in the composite more often used in the manufacturing industry. Green
materials, can be recycled, and is able to destroy itself by nature is the technology demands of today. One
material that is expected to be the reinforcement of composite polyester fiber sago pulp pith. Sago pith fiber pulp
is the waste material derived from the processing of sago palms. This material is available in abundance and the
mostly untapped potential as a composites polyester reinforcement. This research focused to find out the bending
and impact strength polyester composites as a basis in apllication techniques as desired.
The research was conducted by combining polyester resin with pulp fibers treated sago pith, which were
subjected to alkali 5% NaOH for 60 minutes with a variation of fiber volume fraction 10%, 20%, 30%, 40%
,50% and 60%.
From the test results, showed that the tensile and bending strength of composites with polyester fibers as
reinforcement sago pith pulp fibers to increase with the addition of fiber volume. Thus, the obtained tensile
strength and bending the maximum is at 50% volume fraction,is obtained 107.4803 Mpa and 0.101202 J/mm2
Keywords: Mechanical properties, polyester composite, volume fraction, sago pith residue
a) Bobotnya yang ringan jika dibandingkan dengan 140°C. Ketahanan dingin adalah baik secara relatif.
material logam, tetapi memiliki kekuatan yang Sifat listriknya lebih baik diantara resin termoset,
hampir sama. tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup
b) Ekonomis (biaya produksi murah). pada saat pencampuran dengan gelas.
c) Tahan korosi. Polyester merupakan bahan termoseting yang
d) Tidak sensitif terhadap bahan-bahan kimia. banyak beredar dipasaran karena harganya yang relatif
Penelitian ini dititik beratkan untuk mengetahui murah dan dapat diaplikasikan untuk berbagai macam
sifat mekanik material komposit yaitu kekuatan penggunaan. Aplikasi dari Polyester termasuk
bending dan kekuatan impak. Bahan yang digunakan pengecoran tombol, bola bowling, marmer, dan
pada komposit ini berasal dari biomaterial yaitu filler produk dekoratif. Industri marmer juga
serat ampas empulur sagu yang divariasikan terhadap mengembangkan polimer beton yang diisi Polyester
matrik polyester. tak jenuh yang menawarkan bahan yang ekonomis
untuk bangunan dan industri konstruksi.
1.1 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 2.3 Bahan Penguat
mendapatkan nilai perubahan variasi fraksi volume Bahan penguat yang digunakan sebagai penguat
serat ampas empulur sagu terhadap sifat mekanik komposit sangat beragam yang antara lain terdiri atas
komposit (nilai kekuatan bending dan kekuatan bahan reinforced sintesis dan alami. Pada gambar 2.1
impak). ditunjukkan beberapa jenis penguat dalam komposit.
Bahan penguat yang banyak digunakan adalah serat
2. Tinjauan Pustaka (fiber). Bahan penguat serat ini masih terbagi lagi atas
2.1 Komposit jenis serat sintetis dan alam. Salah satu serat alam
Kata komposit berasal dari kata “to compose” yang memiliki karakteristik istimewa adalah serat
yang berarti menyusun atau menggabung. Secara ampas empulur sagu yang dapat menjadi bahan
sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan penguat dengan berbagai keunggulan yang dapat
dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Komposit dimanfaatkan
adalah suatu material yang terdiri dari campuran atau
kombinasi dua atau lebih material baik secara mikro
atau makro, dimana sifat material yang tersebut
berbeda bentuk dan komposisi kimia dari zat asalnya
(Smith, 1996).
Secara umum material komposit dapat
diklasifikasikan atas tiga macam yaitu,Metal Matrix
Composites (MMCs), Polymer Matrix Composites
(PMCs) dan Ceramics Matrix Coposites (CMCs)
(Imra, 2009; Jacob, 1994).
bagian Timur sampai Thailand di bagian Barat, Pengolahan sagu di tingkat masyarakat melalui
Mindanau (Filipina) di bagian Utara sampai Timor beberapa cara yaitu tradisional, semi mekanis dan
(Indonesia) mekanis sederhana.
Tanaman sagu tersebar luas di seluruh daerah di Pengolahan semi mekanis berbeda dengan
Indonesia terutama di daerah-daerah yang tradisional hanyalah pada proses penghancuran
menjadikan sagu sebagai makanan pokok yaitu Irian empulur yaitu penghancuran empulur dengan mesin,
Jaya dan Maluku. Perkembangan Industri sagu di tetapi ekstraksi (peramasan) sampai pemisahan
Indonesia dengan didirikanya sebuah Industri ampas sagu dilakukan secara tradisional. Hasil dari
pengolahan sagu oleh PT. Sagindo Sari Lestari pada ekstraksi (peramasan) akan mendapatkan serat ampas
pertengahan tahun 1989 diArandai,Bintuni, sagu yang biasanya disebut ela sagu.
Manokwari, Irian Jaya. Pengolahan sagu ini adalah
yang paling moderen pada saat itu.Hal ini benar-
benar memberikan indikasi bahwa sagu, selain
sebagai bahan pangan modern, merupakan bahan
baku untuk berbagai macam industri.
Pemanfaatan bagian lain dari sagu adalah daun
(pinnae) untuk atap atau keranjang, pelepah (rachis)
untuk dinding dan loteng dan bahan dasarnya disebut
gaba-gaba dan bagian pangkal rachis yang disebut
sahani digunakan sebagai tempat peremasan
empulur, kulit batang (cortex) yang disebut waa
digunakan untuk lantai, juga sebagai kayu bakar
serta belahan utuhnya digunakan sebagai bagian alat
pengolahan sagu yang disebut goti, bekas tebangan
(pith) untuk perkembangan ulat sagu, ampas empulur Gambar 4. Keanekaragaman manfaat Sagu
yang disebut ela sagu dapat juga digunakan sebagai
media pertumbuhan jamur 2.5 Bahan Tambahan
Penanganan limbah ampas empulur (ela sagu) Bahan tambahan secara langsung turut berperan
pada prinsipnya adalah pemberian perlakuan pada dalam meningkatkan kemampuan pemrosesan atau
limbah agar dapat digunakan atau dimanfaatkan mengubah kualitas serta sifat produk material
kembali sebagai bahan dasar atau bahan tambahan komposit
untuk berbagai keperluan. Pemanfaatan limbah sagu Bahan aditif yang biasa dipakai adalah: Pigmen atau
(ampas sagu) sebagai papan partikel sudah dilakukan pewarna, disamping untuk memberi nilai estetis yang
walaupun secara ekonomi belum maksimal sehingga tinggi dengan mewarnai hasil produk yang berfungsi
perlu pengkajian yang lebih mendalam (PPHH dan untuk melindungi dari pengaruh sinar karena mampu
BPPT, 1989). Pemanfaatan lainnya dari ampas sagu menyerap dan memantulkan jenis sinar tertentu.
yaitu sebagai bahan bakar dengan dijadikan sebagai (Surdia.T 2005. Beberapa bahan tambahan yang dapat
briket. digunakan pada resin Polyester antara lain:
Bahan hardener merupakan bahan yang
memungkinkan terjadinya proses curing, yaitu proses
pengerasan pada resin. Hardener ini terdiri dari dua
bahan yaitu katalisator dan accelerator. Katalisator
yang digunakan adalah Methyl Ethyl Ketone Peroxide
(MEKP) yang merupakan hasil dari reaksi Methyl
Ethyl Ketone dengan Hidrogen Peroxide. Produk dari
reaksi ini merupakan sebuah percampuran
sesungguhnya dari dua campuran ganda atau majemuk
peroxide yang berbeda yang disebut monomer dan
dimer. Accelerator, bahan yang mempercepat
terjadinya ikatan-ikatan diantara molekul-molekul
yang sudah mempunyai ikatan tunggal dan untuk
Gambar 2. Manfaat Daun Sagu mempercepat proses curing (pengerasan).
28
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
dimana :
Esrp : energi serap (J)
Gambar 5. Penampang bending (balok) m : berat pendulum (kg)
Sumber : ASTM D 790, 1997
g : percepatan gravitasi (m/s2) m/s2
R : panjang lengan (m)
Dalam material komposit kekuatan tekannya lebih α : sudut pendulum sebelum diayunkan
tinggi dari pada kekuatan tariknya. Karena tidak β : sudut ayunan pendulum setelah
mampu menahan tegangan tarik yang diterima, mematahkan specimen
spesimen tersebut akan patah, hal tersebut Harga impak dapat dihitung dengan :
mengakibatkan kegagalan pada pengujian komposit. = . (4)
Kekuatan bending dapat ditentukan dengan persamaan dimana :
2.5 (ASTM D 790): HI : Harga Impak (J/mm2)
Esrp : energi serap (J)
3PL
σ
b
Ao : Luas penampang (mm2)
2bh 2 (1)
dengan :
σb = Tegangan bending (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span(mm)
b = Lebar/ Width (mm)
h = Tebal / Depth (mm)
Modulus elastisitas bendingnya dapat
dirumuskan dengan persamaan (2.3): Gambar 6. Mesin Pengujian Impak
29
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
polyester. Semakin tinggi fraksi volume serat ampas 8. Bentuklah spesimen uji sesuai dengan standar uji
empulur sagu sebagai penguat komposit polyester bending (ASTM 790) dan uji bending (ISO 179-
diduga akan menghasilkan kekuatan bending dan 1)
kekuatan impak
4. Hasil dan Pembahasan
3.2 Variabel Penelitian 4.1 Data Hasil Uji Bending
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Tabel 4.1 Nilai Uji Bending
perbandingan fraksi volume serat ampas empulr Fraksi Tegangan Modulus
sagu terhadap resin polyester. Dengan variasi No Volume Bending Elastisitas
perbandingan serat 10%, 20%, (%) Mpa Gpa
30%,40%,50%,60%, 1 10 65.7480 0.2600
b. Variabel terikat 2 20 74.0157 0.2700
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah: 3 30 86.6142 0.5900
kekuatan bending dan kekuatan impak 4 40 98.8189 0.5767
c. Variabel terkontrol 5 50 107.4803 0.5533
Variabel terkontrol yang digunakan antara lain:
6 60 98.8189 0.1266
Penambahan MEKPO sebesar 1%
Resin Poliester BQTN-EX 157
Ukuran panjang serat ampas empulur sagu 4.2 Data Hasil Uji Impak
adalah 80 mm
Perlakuan alkali menggunakan NaOH 5% Tabel 4.2. Nilai Uji Impak
selama 60 menit Fraksi Esrp rata-rata (J) Harga Impak Rata-rata
Volume (%) (J/mm2)
3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian 10 0.21577088 0.0053945
Bahan dalam penelitian ini adalah resin polyester 20 0.174091752 0.0043523
BQTN-EX 157, NaOH, Aquades dan serat Ampas 30 0.238923832 0.0059731
Empulur Sagu. 40 0.29750268 0.0074376
Alat dalam penelitian ini adalah : 50 0.404807949 0.0101202
60 0.319148027 0.0079787
1. Alat cetak uji bending dan uji Impak
2. Timbangan digital
4.3 Analisa Pengaruh Fraksi Volume terhadap
3. Mesin uji impak
kekuatan Bending
4. Mesin uji bending
3.4 Pembuatan Spesimen Uji Pengujian Bending dilakukan pada komposit yang
Langkah-langkah pembuatan spesimen uji sebagai dibuat dengan serat ampas empulur sagu yang telah
berikut : mengalami perlakuan 5% NaOH.
1. Dilakukan penimbangan serat ampas empulur Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada
sagu sesuai dengan variasi fraksi volume yang perubahan sifat mekanis terhadap kekuatan bending
ditetapkan dengan variasi fraksi volume yang berbeda antara
2. menyiapkan cetakan dan melapisi permukaan dan 10%,20%,30%,40% ,50% dan 60% serat.
dinding cetakan dengan wax Dengan mengacu pada data hasil pengujian bending
3. Resin dicampur dengan hardener dengan pada tabel 4.1 dapat diketahui sifat mekanik dengan
perbandingan 1% hardener per berat resin menghitung nilai rata-rata harga tegangan bending dan
polyester. Kemudian dilakukan pengadukan modulus elastisitas komposit serat seperti pada tabel
selama 5 menit agar campuran resin dan hardener 4.2.
merata
4. Kemudian campuran tersebut dituangkan secara
merata pada cetakan yang sudah ditata serat
ampas empulur sagu sesuai fraksi volumenya.
5. Lakukan pembersihan terhadap void hingga void
berkurang dan tidak terdapat void yang secara
visual diameternya tidak lebih dari 1 mm
6. Keringkan komposit pada suhu kamar selama ±
48 jam. Setelah benar-benar kering, keluarkan
komposit dari cetakan.
7. Lakukan pengamatan pada komposit terhadap ada
tidaknya void yang terjadi dengan cara Gambar 7. σ Bending dan fraksi volume (%)
menerawang lembaran komposit. Diameternya
tidak lebih dari 1 mm. Void tidak boleh Pada gambar 5.1 terlihat bahwa Grafik
mengumpul pada suatu tempat (radius jarak antar tegangan bending menunjukkan kenaikkan tegangan
void yang diijinkan adalah 1 cm) dikarenakan adanya penambahan serat. Grafik tersebut
menjelaskan semakin tinggi fraksi volume serat maka
30
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
tegangan bendingnya semakin tinggi, hal ini peningkatan kekuatan bending dan kekuatan impak
ditunjukkan pada fraksi volume 10 % besarnya dengan bertambahnya fraksi volume serat 10-60%.
tegangan bending yaitu 65.7480 MPa, lebih kecil Kekuatan bending dan kekuatan impak meningkat
dibanding fraksi volume 50% yang sebesar 107.4803 seiring dengan bertambahnya fraksi volume serat.
MPa. Dari hasil diatas menunjukkan peningkatan nilai Peningkatan kekuatan bending tertinggi pada 50%
tegangan bending seiring penambahan volume serat. serat sebesar 107.4803 J dan kekuatan impak tertinggi
pada 50% serat sebesar 0.0101202 (J/mm²).
6. Daftar Pustaka
a Austin, Waifielate Bolarinwa, Oluseun Abiola,
2008. Mechanical Property Evaluation Of
Coconut Fibre, ,Department Of Mechanical
Engineering Blekinge Institute Of Technology
Karlskrona, Sweden
Gambar 8. Modulus Elastisitas vs fraksi volume (%) A.H.D, Abdullah. 2006. Pemilihan serat alam dan
4.4 Analisa Pengaruh Fraksi Volume Terhadap analisis pengaruh perlakuan silane terhadap
Kekuatan Impak kekuatan geser komposit serat alam-poliester,
Berdasarkan hasil analisis varian pengaruh fraksi Tesis Magister, Program studi Teknik Material
volume terhadap Harga Impak didapatkan bahwa F
hitung 15.8413 dan level signifikan α 5 % diperoleh F ITB.
tabel 4.387374. Karena F hitung > F tabel maka H0 Aart van Vuure. 2008. Natural Fiber Composites
ditolak. Kemudian jika memperhatikan nilai Recent Development. Katholieke Universiteit
Probabilitas (P) = 0,000 maka P < α, sehingga dapat Leuven.
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari Ali, Majid. 2010. Coconut Fibre – A Versatile
fraksi volum terhadap energi serap komposit. Material and its Applications in Engineering.
National Engineering Services Pakistan
0.015 y = -8E-05x2 + 0.010x + 0.024 (NESPAK) Islamabad.
R² = 0.815
HI (J/mm²)
31
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Elisabeth Talakua
Teknik Sipil Politeknik Negeri Ambon
Email : elistalakua@gmail.com
Abstract
The volume of traffic in Ambon city has increased each year due to the increasing number of vehicle
ownership, the potential intersection congestion between Air Salobar and Gudang Arang. Congestion at the
intersection of Air Salobar and Gudang Arang is the impact of traffic growth is quite steeper and traffic systems are
not functioning well.
Field surveys to obtain primary data (geometric conditions, traffic volume, environmental conditions and
vehicle speed data) and secondary data (total population). Survey method using survey methods of moving vehicles.
The survey was conducted over three days on Monday, Wednesday, and Saturday. Analysis of capacity and service
level by using the method of Indonesian Manual Capacity (MKJI 1997).
The result of the analysis of the intersection Air Salobar and Gudang Arang, showed that the value of the
capacity = 2578 SMP / h with a value of DS = 0.85. This measurement result is larger than suggested by MKJI 1997
for an intersection hotspot DS <0.85. Therefore the intersection should be improved services through extreme traffic
management measures.
32
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan menggunakan DS = (1-DS) x (PT x 6+ (1 - PT) x 3) + DS x 4 (15)
rumus : Untuk DS ≥ 1,0 : DG = 4
DS = QTOT / C (9) Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang
Dengan : DS = Derajat kejenuhan
DS= derajat kejenuhan PT = Rasio belok total
C = kapasitas (smp/jam)
QTOT = jumlah arus total pada simpang (smp/jam) Tundaan simpang (D)
untuk DS ≤ 0,6
untuk DS≥ 0
34
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4.2 Kecepatan Lalu Lintas Tabel 3 Komposisi lalulintas selama 12 jam pada
hari tersibuk (hari senin)
Tabel 1. Hasil perhitungan kecepatan rata – rata Jumlah Presentase
untuk ruang
Kendaraan (%)
No Jenis Kendaraan
Pos Kendaraan
Kecepatan rata-rata ruang Pengamatan
no Jenis kendaraan
m/det Km/jam 1. Kendaraan 9391 28,04
1 Kendaraan
4,170 15,011 2. Ringan (LV) 718 2,14
ringan
3. Kendaraan 116 0,35
2 Kendaraan
4,131 14,871 4. Berat (HV) 23263 69,47
berat
3 Kendaraan Kendaraan
2,482 8,934
tidak bermotor Tidak Bermotor
4 Sepeda motor 6,136 22,090 (UM)
jumlah 16,918 60,096 Kendaraan
Jumlah Rerata 4,230 15,227 Sepeda Motor
Sumber :Hasil Perhitungan (MC)
Jumlah 33488 100
4.3 Kepadatan Lalu Lintas
Untuk menghitung kepadatan lalulintas
digunakan persamaan kepadatan lalulintas 4.5 Analisis Simpang
Data jam puncak yang dikumpulkan dari
1786,333 lapangan dalakukan selama tiga hari. Untuk keperluan
K = perhitungan digunakan data yang memiliki jam puncak
15,227 tertinggi diantara periode jam sibuk dari ketiga hari
= 117,313 smp/km tersebut. Pada perhitungan analisis simpang ini
digunakan metode MKJI 1997 untuk menentukan
Untuk Perhitungan selanjutnya dapat dilihat perilaku lalulintas.
dalam Tabel 2 dibawah ini. Digunakan data pada hari Senin, 6 September
2011, periode jam puncak (10.00 – 11.00). Data ini
Tabel 2 Kepadatan Lalulintas harian dianggap mewakili data - data lainnya karena
mempunyai volume arus lalulintas tertinggi (jam puncak
Pos Kepadatan Lalulintas (smp/km) tertinggi).
No
Pengamatan Senin Rabu Sabtu
1. A–B 117,313 117,237 107,233 4.5.1 Formulir USIG-I
Sumber : Hasil Perhitungan Komposisi lalulintas meliputi:
QLV = 978 smp/jam
4.4 Komposisi Lalu Lintas QHV = 91 smp/jam
Komposisi lalulintas adalah untuk mengetahui QMC = 1119 smp/jam
presentase masing – masing jenis kendaraan terhadap QMV = 2188 smp/jam
total kendaraan hasil pengamatan selama 12 jam dari QUM = 8 kend/jam
jam 06.00 – 18.00 WIT. QMI = 609 smp/jam
Analisa komposisi lalulintas pada hari tersibuk QMA = 1579 smp/jam
adalah sebagai berikut : Rasio berbelok:
Perhitungan komposisi lalulintas pada hari senin adalah: Rasio kendaraan belok kiri
Komposisi = × 100% PLT = QLT / QMV
QLT = 358
PLT = 358/ 2188 = 0,16
= × 100% Rasio kendaraan belok kanan
PRT = QRT / QMV
= 28, 04 % QRT = 395
QRT = 395 / 2188= 0,18
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel
3 sebagai berikut :
35
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Rasio Jalan Minor / (Jalan. Utama + Minor) total. 2) Median jalan utama ( FM )
PMI = QMI / QMV Nilai median jalan utama dari Tabel. Untuk
jalan utama yang tidak ada median adalah
untuk QMI = 609 smp/jam dan QMV = 2188 FM = 1
smp/jam. Diperoleh nilai : PMI = QMI / QMV =
609 / 2188 = 0,28. 3) Ukuran kota ( FCS )
Berdasarkan variabel jumlah penduduk Kota
Rasio kendaraan tak bermotor ( UM / MV ) Ambon tahun 2010 dari Tabel yaitu 331.254
PUM = QUM / QMV jiwa didapat nilai FCS = 0.88
Untuk QUM = 8 kend/jam dan QMV = 2188 4) Hambatan samping ( FRSU )
smp/jam, diperoleh nilai: PUM = QUM / QMV = 8 Hambatan samping yang dipakai untuk
/ 2188 = 0,0024 kend/jam perhitungan adalah hambatan samping pada
jalan utama (terbesar). Berdasarkan data
4.5.2 Formulir USIG-II
survei, Variabel kelas tipe lingkungan jalan
Dr. Siwabessy adalah Komersial, kelas
1. Menentukan lebar pendekatan dan tipe simpang
hambatan samping (SF) adalah Sedang, akibat
a. Lebar pendekatan jalan minor
dari kendaraan bermotor dan rasio kendaraan
Lebar pendekatan jalan minor Utara W C = 3 m,
tak bermotor (UM/MV) = 0,0024 . Didapat
Selatan WA = 3 m. Lebar rata – rata pendekat
nilai FRSU = 0,97 dihitung dengan
pada jalan minor :
menggunakan interpolasi linier pada Tabel
WAC = (WA + WC)/2
yaitu
WAC = (3 + 3)/2 = 3 m
( X X )
Lebar rata-rata pendekat Utara dan Selatan adalah Y1 = (X
1 0
. (Y2 – Y0) + Y0
X )
WAC = 3 m < 5,5 m. 2 0
( 0 . 0024 0 . 00 )
b. Lebar pendekat jalan utama = ( 0 . 05 0 . 00 ) . (0.92 –
Lebar pendekat jalan utama Timur W D = 4 m, 0.97) + 0.97
Barat WB = 3,5 m. Lebar rata - rata pendekat = 0.97
pada jalan utama :
WBD = (WB + WD)/2 5) Belok kiri ( FLT )
WAC = (3.5 + 4)/2 = 3.75 m Variabel masukan adalah rasio belok kiri PLT
Lebar rata-rata pendekat Utara dan Selatan adalah = 0,16 . Batas nilai yang diberikan adalah
WBD = 3 m < 5,5 m. pada Grafik atau digunakan rumus: FLT =
0,84 + 1,61 PLT. Didapat nilai FLT = 1,10
c. Lebar pendekat rata-rata untuk jalan utama dan
minor adalah 6) Variabel masukan adalah rasio belok kanan
W1 = ( Wutama + Wminor ) / 2 = ( 3 + 3.75) / 2 PRT = 0,18 . Batas nilai yang diberikan adalah
= 3.38 m. pada Grafik Untuk
d. Tipe simpang untuk lengan simpang = 4, jumlah simpang 4 lengan, FRT =1
lajur pada pendekat jalan utama dan jalan minor
masing-masing = 2, maka dari Tabel diperoleh 7) Rasio minor/total ( FMI )
IT = 422. Variabel masukan adalah rasio arus jalan
minor PMI = 0,28 dan tipe simpang IT = 422.
2. Menentukan Kapasitas Batas nilai yang diberikan untuk FMI adalah
a. Kapasitas dasar ( Co ) Grafik atau dengan menggunakan rumus pada
Variabel masukan adalah tipe IT = 422, kapasitas Tabel untuk IT : 422. Rumus FMI = 1,19 ×
dasar Co = 2900 smp/jam PMI2 – 1,19 × PMI + 1,19
b. Faktor Penyesuaian Kapasitas FMI = 1,19 × 0,282 – 1,19 × 0,28 + 1,19
1) Lebar pendekatan rata-rata ( FW ) = 0,95
Variabel masukan adalah lebar rata-rata semua 8) Kapasitas ( C )
pendekat W1 = 3,38 m dan Berdasarkan Rumus 2.10 diperoleh :
tipe simpang IT = 422. Batas nilai dapat C= CO x Fw x FM x FCS x FRSU x FLT x
digunakan rumus untuk klasifikasi IT yaitu : FRT x FMI
Untuk 422 : FW = 0,70 + 0,0866 W1 = 2900 x 0,99 x 1 x 0.88 x 0,97 x 1,10 x 1 x
FW = 0,70 + (0,0866 x 3,38) 0,95
= 0.99 = 2578 smp/jam.
36
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
5.2 Saran
1. Pemasangan rambu lalu lintas sesuai dengan yang
direncanakan.
2. Melakukan upaya manajemen lalu lintas
diantaranya:
Pelarangan parkir di tepi jalan selama jam
puncak.
Lokasi parkir khusus untuk parkir jangka
pendek.
6. Daftar Pustaka
38
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Abstract
Vehicles passing through an intersection of Halong and Halong Atas, should put at full cautious, view from
opposite direction are nebulous, and speed must be reduced. This is caused by the side of the barrier and the bend of
the intersection condition is in bad condition. For therefore the design of the road must provide safety and comfort,
such as a good road geometric design, which takes into account for the driver’s visibility.
The purpose of this research is to improve the horizontal alignment and determine the visibility that can
provide a good level of comfort. This research is conducted by field surveys and using AASHTO 2010.
From the calculation, stopping sight distance and visibility is 25.74 m at the range of 179, 73 m.
Horizontal alignment used for planning arch-circle Spiral-Spiral, with the distance of side of freedom is
29.64 m. When crossing at an intersection curve Halong and Halong Atas, vehicle speed should be reduced. To
increase the capacity of the road needs a curved horizontal road widening.
39
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
R = (7)
( )
d = 30 s/d 100 m d = .d , ( )
T = waktu reaksi yang besarnya D = (8)
tergantung pada kecepatan yang sesauai dengan dimana :
persamaan t = 2,12+0,026 V . R = jari – jari tikungan minimum (m)
T = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada e = superelevasi maksimum (%)
pada lajur kanan yang dapat ditentukan dengan f = koefisien gesek melintang maksimum
mempergunkan korelasi T = 6,56 + 0,048 V .
m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang Berdasarkan metode ke 5 (AASHTO 2010),
menyiap dan disiap, (biasanya diambil 10 - 15 perhitungan nilai super-elevasi yaitu :
km/jam). e = (e + f) – f (D) (9)
a = percepatan rata – rata yang besarnya tergantung (e + f) = (e +f )× (9a)
pada kecepatan rata – rata kendaraan yang
f = −0,00065 x V + 0,192 → V <
menyiap yang dapat ditentukan dengan
80 km/jam (9b)
mempergunakan korelasi a = 2,052+0,0036 V .
f = −0,00125 x V + 0,24 → V <
80 km/jam (9c)
Tabel 2. Besaran d , (m)
40
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Xs, Ys = koodinat titik peralihan dari spiral ke 2. Study kepustakaan, penelitian dilakukan dengan
circle (SC), m membaca referensi-referensi tentang masalah jarak
pandang dan Alinyemen Horisontal.
2.4 Jarak Kebebasan samping
Besarnya jarak kebebasan samping : Permasalahan
1. Jika jarak pandang henti (Jh) lebih kecil daripada Jarak pandang jelek pada
simpang jalan Halong dan
panjang tikungan (Lt) :
,
Halong atas
E = R′ 1 − cos (21)
′
dimana :
E = kebebasan samping, m Studi Literatur
R = jari-jari tikungan, m
R' = jari-jari sumbu lajur dalam, m (adanya kemacetan)
Jh = jarak henti, m Survei Pendahuluan:
Lt = panjang tikungan, m - Geometrik jalan
- Kondisi lalu lintas
2. Jika jarak pandang henti (Jh) lebih besar dari
Survei Primer:
panjang tikungan (Lt)
, , - Survei arus kendaraan
′ - Survei waktu tempuh
E=R ′ ′ (22)
kendaraan
- Jarak pandang
3. Metodologi
3.1 Jenis Penelitian Pengolahan Data:
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif - Kecepatan
dimana pada kajian ini akan diperoleh gambaran jarak Rencana
pandang berdasarkan perjalanan kendaraan. - Jari-jari
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, yaitu lengkung
melakukan pengamatan, pengukuran, dan pencatatan di Analisis Data dan Pembahasan:
lapangan guna memperoleh data dan menganalisisnya - Jarak Pandang
berdasarkan tinjauan pustaka. - Alinyemen Horisontal
- Jarak kebebasan samping
3.2 Teknik Pengambilan Data
1. Pengambilan data dilakukan langsung dilapangan
pada simpang jalan Halong dan Halong Atas Kesimpulan dan Saran
dengan data-data sebagai berikut:
a) Kecepatan rencana: dua orang pengamat Gambar 1. Bagan Alir Metode Penelitian
ditempatkan secara terpisah sejarak 50 m,
pengamat satu memberi tanda ke pengamat dua 4. Hasil Dan Pembahasan
untuk mengaktifkan stop watch saat kendaraan 4.1 Kecepatan Rencana (VR)
melewati pengamat satu, pengamat dua 20
mematikan stop watch saat kendaraan melewati
pengamat dua.
Si
i l 25 × 50
b) Jari-jari lengkung, diukur dengan menggunakan = = = 9,62 m/det
20 130
roll meter dari titik penghalang pandangan
sampai ke batas tikungan sebelah kiri dan Si
i l
kanan tikungan, roll meter ditarik dari titik
penghalang sampai ke tengah jalur jalan. VR = 9,62 × 60 × 60 ×
c) Jari-jari sumbu lajur dalam,diukur dari titik = 34,62 /
penghalang pandangan sampai ke tengah lajur
jalan dengan menggunakan roll meter.
d) Panjang tikungan, diukur dari batas tikungan
sebelah kanan sampai batas tikungan sebelah 4.2 Jarak Pandang
kiri dengan menggunakan roll meter. Jarak Pandang Henti Minimum:
e) Lebar jalan, diukur dari batas tebal perkerasan Jh = 0,278 × V × T + ,
sebelah kanan sampai ke batas tebal perkerasan ×
42
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
= 25,74 m = 0,62 m
44
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil perhitungan didapat alinyemen
horisontal yang baik, yang harus
digunakanpadasimpang jalan Halong dan Halong
Atas yaitu harus memiliki Jari-jari minimum
35.264 m, memiliki panjang lengkung (Ls) 54,77
m, menggunakan lengkung Spiral-Cicle-Spiral, dan
memiliki jarak kebebasan samping 29,64 m.
2. Jarak pandang henti yang baik, yang harus
digunakan pada simpang jalan Halong dan Halong
Atas25,74 m dan jarak pandang mendahului yang
baik179,73 m.
5.2 Saran
1. Saat melintasi tikungan pada simpang jalan Halong
dan Halong Atas, kecepatan kendaraan baik mobil,
truk, dan sepeda motor sebaiknya dikurangi.
2. Sebaiknya untuk meningkatkan kapasitas jalan
yang ada dilakukan pelebaran jalan pada lengkung
horisontal.
3. Perlu penelitian lanjutan dengan
mempertimbangkan alinyemen vertikal.
6. Daftar Pustaka
Abstract
Elements of the construction project including man (labor), money (cost), methods (method),
machines (equipment), materials (substance) and the market (the market), all these elements should be
arranged in such a way that the proportion of elements of the needs of the construction project can be
precisely calculated in its use, and projects can be run efficiently. The accuracy of the calculation of these
requirements is needed in planning. Calculation inaccuracy will cause swelling cost (cost overrun) so the
efficiency of the project are difficult to achieve.
This study aimed to examine what factors that are mostly dominant that cause Cost Overrun in
building construction projects in the city of Ambon. Based on the results of the factor analysis, the dominant
factors causing the occurrence of Cost Overrun on the implementation of building construction projects in the
city of Ambon is:
Planning Factor; human resource management factor; the loading factor value of 81.9%. which
consists of a) high frequency change of implementation; b) too much repetition of work due to poor quality;
c) too many projects are handled in the same time; d) lack of coordination between the main contractor and
sub-contractors; e) lack of coordination between the Construction Manager - Planner-Contractors; f) any
difference / disputes on the project; g) The project manager is incompetent / proficient.
Part coordination of resources ie labor factor; loading factor value of 86.6%, consisting of: a)
labor shortages, b) high labor costs, c) poor quality of manpower. The control section with the financial
aspect factor loading value of 66.0%, consisting of: a) the payment is not on unscheduled; b) control / poor
financial control, c) high interest rates on bank loans; d) lack of ability to sub-contractors in funding /
financial. Cause of cost overruns of construction projects between contracting group B (large) with the
contractor group M (medium). This is indicated by the value of Wilks' Lamda less than 0.05. Labor factor,
the time factor of the project and material factors are the strongest differentiating factor with each value are:
the labor factor of 1705, the project implementation time factor for 1405 and 1315 by material factors.
dalam kontrak. Secara umum sumber daya adalah proyek, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
suatu kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat pekerjaan, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk
dimanfaatkan oleh kegiatan manusia untuk kegiatan melaksanakan pekerjaan. Dalam hal ini yang
sosial ekonomi. Sehingga lebih spesifik dapat dimaksud dengan sumber daya adalah human
dinyatakan bahwa sumber daya proyek konstruksi resources (tenaga ahli dan pekerja), dan non-human
merupakan kemampuan dan kapasitas potensi yang resources (material dan peralatan) Penggunaan
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan konstruksi. material dalam proses konstruksi secara efektif sangat
Sumber daya proyek konstruksi terdiri dari beberapa bergantung dari desain yang dikehendaki dari suatu
jenis diantaranya biaya, waktu, sumber daya manusia, bangunan. Penghematan material dapat dilakukan
material, dan juga peralatan yang digunakan dalam pe- pada tahap penyediaan, handling, dan processing
laksanaan proyek, dimana dalam mengoperasionalkan selamawaktu konstruksi. Pemilihan alat yang tepat dan
sumber daya sumber daya tersebut perlu dilakukan efektif akan mempengaruhi faktor kecepatan proses
dalam suatu sistem manajemen yang baik, sehingga konstruksi, pemindahan atau distribusi material
dapat dimanfaatkan secara optimal. dengan cepat,baik arah horizontal maupun vertikal.
Unsur input dari proyek konstruksi diantaranya Pekerja adalah salah satu sumber daya yang sangat
man (tenaga kerja), money (biaya), methods (metode), sulit dilakukan pengontrolannya, upah yang diberi
machines (peralatan), materials (bahan) dan market sangat bervariasi tergantung kecakapan masing-
(pasar), semua unsur tersebut perlu diatur sedemikian masing pekerja, karena tidak ada satu pekerja yang
rupa sehingga proporsi unsur unsur yang menjadi sama karakteristiknya. Pengendalian secara terpadu
kebutuhan dalam proyek konstruksi tersebut dapat untuk keseluruhan proses konstruksi harus ditunjang
tepat dalam penggunaanya dan proyek dapat berjalan dengan upaya koordinasi dan pengorganisasian agar
secara efisien. Ketepatan perhitungan kebutuhan tidak terjadi kesimpangsiuran, untuk itu diperlukan
tersebut sangat dibutuhkan dalam perencanaan. adanya suatu standar dalam pencapaian sasaran.
Ketidaktepatan perhitungan akan menyebabkan Ketepatan perhitungan proporsi sumber daya yang
pembengkakan biaya sehingga efisiensi proyek sulit harus dikeluarkan oleh suatu proyek konstruksi, akan
dicapai (Hermiaty, 2007) Perkiraan biaya merupakan dapat terorganisir apabila terdapat suatu standar yang
unsur penting dalam pengelolaan biaya proyek secara digunakan sebagai suatu acuan sehingga penggunaan
keseluruhan. Pada taraf pertama, tahap konseptual cost secara efisien akan tercapai.
dipergunakan untuk mengetahui berapa besar biaya Pada kenyataannya, pelaksanaan proyek
yang diperlukan untuk membangun proyek atau konstruksi di kota Ambon banyak mengalami
investasi (Soeharto, 1995). Selanjutnya, perkiraan pembengkakan biaya, sementara dari peneliti
biaya memiliki fungsi dengan spektrum yang amat terdahulu ( Indriani Santoso, 1999) disebutkan bahwa
luas, yaitu merencanakan dan mengendalikan sumber delapan dari sepuluh proyek mengalami
daya, seperti material, tenaga kerja, maupun peralatan. pembengkakan biaya. Dengan demikian
Meskipun kegunaannya sama, namun penekanannya pembengkakan biaya menjadi bahasan dalam
berbeda-beda untuk masing-masing organisasi peserta penelitian ini dengan menitikberatkan pada faktor-
proyek. Bagi pemilik, angka yang menunjukkan faktor yang menjadi penyebab dari pembengkakan
jumlah perkiraan biaya akan menjadi salah satu biaya tersebut.
patokan untuk menentukan kelayakan investasi. Bagi
kontraktor, keuntungan finansial yang akan diperoleh 1.2 Perumusan Masalah
tergantung pada berapa jauh kecakapannya Permasalahan dalam penelitian ini dapat
memperkirakan biaya, sedangkan untuk konsultan, dirumuskan sebagai berikut :
angka tersebut diajukan kepada pemilik sebagai 1. Faktor-faktor apa saja yang paling dominan
usulan jumlah biaya terbaik untuk berbagai kegunaan menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya
sesuai perkembangan proyek dan sampai derajat (Cost Overrun) pada proyek konstruksi gedung di
tertentu,kredibilitasnya terkait dengan kebenaran dan kota Ambon.
ketepatan angka-angka yang diusulkan. Dalam 2. Apakah ada perbedaan yang jelas antara
konteks yang luas manajemen konstruksi berfungsi perusahaan kontraktor golongan B (Besar)
menjamin pelaksanaan proyek (konstruksi) dengan dengan perusahaan kontraktor golongan M
baik agar dapat mencapai sasaran kinerja proyek, (menengah) terhadap faktor dominan
yakni ketepatan waktu, biaya dan mutu. karena pembengkakan biaya proyek di kota Ambon.
sasaran sasaran kinerja tersebut sebenarnya adalah
hasil dari suatu perkiraan (estimasi), maka harus 1.3 Tujuan Penelitian
diakui bahwa kesesuaian antara sasaran sasaran 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang paling
kinerja tersebut dengan hasil nyata yang dicapai tidak dominan menyebabkan terjadinya pembengkakan
dapat dijamin tepat. Oleh karena itu, dalam biaya (Cost Overrun) pada proyek konstruksi
merencanakan susunan program suatu proyek, perlu gedung di kota Ambon.
diketahui adanya saling ketergantungan antara 2. Mengetahui perbedaan yang jelas antara
berbagai parameter seperti dana untuk membiayai perusahaan kontraktor golongan B (Besar) dengan
47
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
execution. Berikut ini adalah uraian dari masing- 2.4 Sumber Daya Proyek Konstruksi
masing tahapan pada project life cycle. Sumber daya diperlukan guna melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang merupakan komponen
proyek. Hal tersebut dilakukan terkait dengan
ketepatan perhitungan unsur biaya, mutu, dan waktu.
Bagaimana cara mengelola (dalam hal ini efektivitas
dan efisiensi) pemakaian sumber daya ini akan
memberikan akibat biaya dan jadwal pelaksanaan
pekerjaan tersebut. Khusus dalam masalah
sumberdaya, proyek menginginkan agar sumber daya
tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang cukup pada
waktunya, digunakan secara optimal dan dimobilisasi
secepat mungkin setelah tidak diperlukan. Secara
umum sumber daya adalah suatu kemampuan dan
Gambar 1. Keterkaitan kebutuhan sumberdaya dengan kapasitas potensiyang dapat dimanfaatkan oleh
project life-cycle kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi.
Sehingga lebih spesifik dapat dinyatakan bahwa
2.3.1 Tahap Conceptualization sumber daya proyek konstruksi merupakan
Conceptualization adalah tahapan pertama kemampuan dan kapasitas potensi yang dapat
dalam project life-cycle. Seiring dengan semakin dimanfaatkan untuk kegiatan konstruksi. Sumber daya
kompleksnya aktivitas organisasi, top manager proyek konstruksi terdiri dari beberapa jenis
merasakan kebutuhan akan perlunya melaksanakan diantaranya biaya, waktu, sumber daya manusia,
aktivitas khusus yang secara spesifik berbeda dengan material, dan juga peralatan yang digunakan dalam
aktivitas yang umum dan rutin dilakukan di organisasi pelaksanaan proyek, dimana dalam
mengoperasionalkan sumber daya-sumber daya
2.3.2 Tahap Planning tersebut perlu dilakukan dalam suatu sistem
Planning adalah tahap kedua dalam project manajemen yang baik, sehingga dapat dimanfaatkan
life-cylce. Dalam tahap ini ditetapkan dan diformalkan secara optimal.
tujuan khusus yang akan dicapai melalui aktivitas
proyek (King, 1983). Selanjutnya, setelah tujuan 2.4.1 Waktu (Time)
proyek ditetapkan, ditentukan manajer proyek yang Waktu merupakan sumberdaya utama dalam
bertangungjawab penuh terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu proyek. Perencanaan dan
operasionalisasi proyek. Manajer proyek pengendalian waktu dilakukan dengan mengatur
mempertanggungjawabkan aktivitas dan keberhasilan jadwal, yaitu dengan cara mengidentifikasi titik kapan
proyek langsung ke pemilik proyek atau pelanggan pekerjaan mulai dan kapan berakhir. Perencanaan dan
pengendalian me-rupakan bagian dari penyusunan
2.3.3 Tahap Execution biaya. Dalam hubungan ini, sering kali pengelola
Execution adalah tahap ketiga dalam project life- proyek beranggapan bahwa penyelesaian proyek
cycle. Tahap ini merupakan perasionalisasi dari semakin cepat semakin baik. Akan tetapi pada
perencanaan yang telah dibuat. Dengan demikian kenyataannya perencanaan waktu harus dihitung
tensi aktivitas proyek dalam tahap ini akan sangat berdasarkan man-hour dari perkiraan biaya, hal
tinggi, sehingga kebutuhan sumberdaya adalah tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk
terbanyak jika dibanding dengan tahapan lain dalam menghitung lamanya kegiatan pada jadwal itu.
project life-cycle. Tahap ini merupakan titik kritis dari Sehingga penggunaan waktu dapat optimal.
keseluruhan tahapan dalam project life-cycle karena
hasil dari aktivitas dalam tahapan ini akan menentukan 2.4.2 Biaya (Cost)
efektif-tidaknya suatu proyek. Biaya merupakan modal awal dari pengadaan
suatu konstruksi. Dimana biaya dapat didefinisikan
2.3.4 Tahap Termination sebagai jumlah segala usaha dan pengeluaran yang
Termination adalah tahap terakhir dalam project dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi, dan
life cycle. Dalam tahap ini tensi aktivitas proyek mulai mengaplikasikan produk. Penghasil produk selalu
menurun, karena tujuan proyek sebagian besar telah memikirkan akibat dari adanya biaya terhadap
dicapai, dan pada akhirnya jika seluruh tujuan proyek kualitas, reliabilitas, dan maintainability karena ini
telah tercapai pada waktu yang telah ditentukan maka akan berpengaruh terhadap biaya bagi pemakai. Biaya
proyek tersebut berakhir. Pada tahapan ini mulai produksi sangat perlu diperhatikan karena sering
dilakukan realokasi sumberdaya yaitu mengembalikan mengandung sejumlah biaya yang tidak perlu. Dalam
sumberdaya ke tempat asal semula, membuat laporan menentukan besar biaya suatu pekerjaan atau
pertanggungjawaban, dan menyerahkan hasil proyek pengadaan tidaklah harus selalu berpedoman kepada
kepada pemilik proyek atau pelanggan (King, 1983). harga terendah secara mutlak. Sebagai contoh,
49
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
misalkan pada suatu pembelian peralatan (equipment). 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi (the
Beberapa perusahaan yang berlainan dapat accuracy of classification).
memproduksi peralatan tersebut dengan kualitas yang Teknik analisis diskriminan dibedakan menjadi
dianggap sama, tetapi perusahaan perusahaan yang dua yaitu analisis diskriminan dua kelompok/kategori,
satu menawarkan harga yang lebih tinggi karena dapat kalau variabel terikat Y dikelompokkan menjadi dua.
menyerahkan pesanan peralatan tersebut lebih cepat Diperlukan satu fungsi diskriminan. Kalau variabel
dari perusahaan lain. Dalam hal ini, memutuskan terikat dikelompokkan menjadi lebih dari dua
membeli dari penawaran terendah belum tentu kelompok disebut analisis diskriminan berganda
keputusan yang terbaik, karena harus dilihat (multiple discriminant analysis) diperlukan fungsi
dampaknya terhadap jadwal. Oleh karena itu, diskriminan sebanyak (k-1) kalau memang ada k
pemilihan alternatif harus secara optimal kategori.
memperhatikan parameter-parameter yang lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada 3. Metodologi
gambar berikut ini: 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian survey yang bertujuan untuk membuat
X1
lukisan mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu
Berapa F yang populasi atau daerah tertentu secara sistimatis, faktual
X2 akan terbentuk? dan teliti. Variabel-variabel yang diteliti terbatas atau
X3 tertentu saja, tetapi dilakukan secara meluas pada
F? suatu populasi atau daerah itu
X4 Data yang digunakan dalam penelitian ini
F tersebut adalah data primer dan data sekunder. Data primer
X3 merupakan variabel diperoleh melalui wawancara dan menggunakan daftar
laten apa saja? pertanyaan yang telah dipersiapkan/kuesioner. Data
X4 sekunder diperoleh dari dokumen instansi terkait serta
publikasi lainnya yang memuat informasi yang
Gambar 2. Variabel Manifest dan Laten mendukung penelitian ini. Berdasarkan pendekatan
yang digunakan, penelitian ini dikombinasikan antara
Dalam gambar tersebut terdapat 6 variabel kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah data
manifest, dan dari 6 variabel tersebut akan membentuk yang berbentuk kalimat, kata atau gambar, sedangkan
berapa faktor (F) dan faktor tersebut merupakan data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau
variabel laten, yang belum dapat diketahui sebelum data kualitatif yang diangkakan (scoring) (Sugiono,
dilakukan analisis.. 2008).
Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel Dengan Tingkat Kesalahan 1%, 5% dan 10%
s S s
N 10 N 10 N 10
1% 5% % 1% 5% % 1% 5% %
10 10 10 10 70 63 58 56 160 129 110 101
15 15 14 14 75 67 62 59 170 135 114 105
20 19 19 19 80 71 65 62 180 142 119 108
25 24 23 23 85 75 68 65 190 148 123 112
30 29 28 27 90 79 72 68 200 154 127 115
35 33 32 31 95 83 75 71 210 160 131 118
40 38 36 35 100 87 78 73 220 165 135 122
45 42 40 39 110 94 84 78 230 171 139 125
50 47 44 42 120 102 89 83 240 176 142 127
55 51 48 46 130 109 95 88 250 182 146 130
60 55 51 49 140 116 100 92 260 187 149 133
65 59 55 53 150 122 105 97 270 192 152 135
Sumber: Sugiyono, 2008
Dimana :
Ni = Jumlah sampel menurut kelompoknya
N = Jumlah populasi keseluruhan
51
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
antar sejumlah variabel-variabel yang saling statistik multivariat yang mencoba menerangkan
independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling
dibuat satu atau lebih kumpulan variabel yang lebih independen antara satu dengan yang lain sehingga bisa
sedikit dari jumlah variabel awal. Analisis faktor juga dibuat satu atau lebih kumpulan variabel yang lebih
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor dominan sedikit dari jumlah variabel awal.
dalam menjelaskan suatu masalah. A. Analisis Diskriminan
Dengan tahapan sebagai berikut: Tujuan dari analisa diskriminan pada penelitian
a. Model Matematik dalam Analisis Faktor ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaaan
Model analisis faktor mensyaratkan bahwa yang jelas antara perusahaan kontraktor golongan B
hubungan antar-variabel terobservasi harus linear dan (besar) dengan perusahaan kontraktor golongan M
nilai koefisien korelasi tak boleh nol, artinya benar- (menengah) terhadap faktor dominan overrun biaya
benar harus ada hubungan. proyek. Dengan tahapan sebagai berikut :
b. Penentuan Banyaknya Faktor 1. Membuat suatu fungsi diskriminan atau
Untuk menentukan banyaknya faktor dilakukan kombinasi linier, dari prediktor atau variabel
berdasarkan nilai eigen yaitu, hanya faktor dengan bebas yang yang bisa mendiskriminasikan atau
nilai eigen lebih besar dari 1 yang dipertahankan, membedakan kategori variabel terikat atau
kalau lebih kecil dari satu, faktornya tidak criterion atau kelompok, artinya mampu
diikutsertakan dalam model. Suatu nilai eigen membedakan suatu objek masuk
menunjukkan besarnya sumbangan dari faktor kelompok/kategori yang mana.
terhadap varian seluruh variabel asli. 2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara
c. Rotasi Faktor-faktor kategori/kelompok, dikaitkan dengan variabel
Suatu hasil atau output yang penting dari bebas atau prediktor.
analisis faktor ialah apa yang disebut dengan matriks 3. Menentukan prediktor/variabel bebas yang mana
faktor pola (factor pattern matrix). Matriks faktor pola yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
memuat/berisi koefisien yang dipergunakan untuk terjadinya perbedaan antar-kelompok.
mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan 4. Mengklarifikasi/mengelompokkan objek/kasus ke
dalam faktor. dalam suatu kelompok/kategori didasarkan pada
d. Interpretasi Faktor nilai variabel bebas.
Interpretasi dipermudah dengan 5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi (the
mengidentifikasi variabel yang muatannya accuracy of classification).
(loadingnya) besar pada faktor yang sama. Faktor
tersebut kemudian bisa diinterpretasikan, dinyatakan 3.6 Variabel Dan Indikator Penelitian
dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini
padanya. dibedakan menjadi variable manifest dan variable
e. Menghitung Skor Faktor Laten.
Sebetulnya analisis faktor tidak harus 1. Variable manifest (X) adalah instrumen
dilanjutkan dengan menghitung skor faktor, sebab penelitian berupa kuisioner, yang di dalamnya
tanpa menghitung pun hasil analisis faktor sudah memuat indikator-indikator (item-item berupa
bermanfaat yaitu mengekstrak variabel asli menjadi pertanyaan).
lebih sedikit. 2. Variable Laten (F) adalah variabel yang diperoleh
f. Memilih Surrogate Variables setelah dilakukan eksplorasi dan interpretasi
Kadang-kadang sebagai pengganti menghitung terhadap variabel-variabel manifest yang ada.
skor faktor, peneliti mungkin ingin memilih surrogate
variable yaitu suatu subset (bagian dari) variabel asli
yang dipilih untuk digunakan dalam analisis
selanjutnya. Pemilihan substitute variables atau
surrogate variables meliputi sebagian dari beberapa
variabel asli untuk dipergunakan dalam analisis
selanjutnya.
g. Menentukan “Model Fit”
Langkah terakhir dalam analisis faktor ialah
menentukan model ketepatan/kecocokan model.
Untuk data yang diperoleh dari kuesioner,
sebelum melakukan analisis faktor data tersebut
terlebih dahulu di transformasi. Metode transformasi
yang digunakan antara lain MSI (Method of
Successive Interval) dan LSR (Likert Summated
Rating). Analisis faktor yang digunakan adalah
Gambar 5. Hubungan Variabel Penelitian
analisis faktor informatori. Yaitu salah satu metode
53
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
54
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Tabel 9. Data Hasil Kusioner Aspek Pelaksanaan dan 4. Data Hasil Kuesioner Aspek Peralatan(X5)
Hubungan Kerja X2.1. Dari 45 responden diperoleh data seperti yang
Jumlah ditunjukkan pada tabel 13.
Skala pengukuran Responden Persen
Tabel 13. Data Hasil Kuesioner Aspek Peralatan X5.1
Sangat Setuju 12.00 0.27
Jumlah
Setuju 18.00 0.40 Skala Pengukuran Responden Persen
Tidak Setuju 8.00 0.18 Sangat Setuju 14.00 0.31
Sangat Tidak Setuju 7.00 0.16 Setuju 14.00 0.31
45.00 100.00 Tidak Setuju 13.00 0.29
Sumber : Data primer diolah
Sangat Tidak Setuju 4.00 0.09
Sedangkan menurut pendapat dari masing- 45.00 100.00
masing kualifikasi perusahaan dapat dilihat pada tabel Sumber: Data primer diolah
5.16
55
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas nilai |rhitung| ≥ r tabel atau nilai signifikansi (p-value)
Pengujian Validitas kurang dari alfa 0,05 (5%).
Pada penelitian ini, pengujian validitas Hipotesis :
menggunakan teknik korelasi rumus Product Moment, Ho : Item Pertanyaan tidak valid, lawan
yaitu korelasi antara skor item dengan skor total. Jika H1 : Item Pertanyaan telah valid
terdapat korelasi yang nyata antara item dengan total α = 0,05 (Tingkat Kesalahan 5%)
item, mengindikasikan bahwa item yang bersangkutan Dengan rekapitulasi hasil pengujian seperti
adalah valid. Korelasi nyata diidentifikasikan dengan ditunjukkan pada tabel 15.
Dari Tabel 14 diatas terlihat bahwa nilai digunakan untuk mengukur variabel berulangkali
korelasi (|rhitung|) untuk semua variabel lebih besar yang akan menghasilkan data yang sama atau
dari rtabel dan nilai signifikansi (p-value) juga hanya sedikit bervariasi. Pada penelitian ini
kurang dari α 0,05. Sehingga kita dapat menolak pengujian reliabilitas menggunakan koefisien
Ho dan dapat dikatakan bahwa dengan tingkat Cronbach Alpha, jika nilai alpha di atas 0,6 maka
kesalahan 5% seluruh item pertanyaan adalah instrumen dikatakan handal. Rekapitulasi hasi
valid. pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel 15.
56
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Dari Tabel 15 diatas terlihat bahwa merupakan faktor pembeda terkuat dengan
seluruh koefisien Cronbach Alpha yang nilai masing-masing adalah: faktor tenaga
dihasilkan telah lebih besar dari 0,6, sehingga kerja sebesar 1.705, Faktor waktu
semua item pertanyaan/indikator adalah reliabel. pelaksanaan proyek sebesar 1.405 dan faktor
Setiap item pertanyaan dalam instrumen material sebesar 1.315.
kuesioner yang akan digunakan telah valid dan
reliabel maka dapat digunakan pada analisis 5.2 Saran
selanjutnya. Disarankan untuk penelitian selanjutnya
agar dapat dikembangkan dengan meninjau lebih
5. Penutup detail lagi faktor-faktor penyebab cost overrun
5.1 Kesimpulan per kelompok pekerjaan.
Kesimpulan dari permasalahan
penelitian mengenai Faktor-faktor Penyebab
Terjadinya Cost Overrun pada Proyek Konstruksi 6. Daftar Pustaka
di kota Ambon adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis factor, faktor- Anonim. (1991). Peraturan Menteri Pekerjaan
faktor dominan penyebab terjadinya Cost Umum No. 57/PRT/ 1991 Tahun 1991,
Overrun pada pelaksanaan proyek konstruksi Tentang Pedoman Teknis Pembangunan
gedung di kota Ambon adalah : Bangunan Gedung Negara.
a. Bagian perencanaan yaitu; factor Djatmika, S.S., dkk (2005). Peningkatan Kinerja
pelaksanaan hubungan kerja; dengan Tenaga Kerja Konstruksi dengan
nilai loading factor sebesar 81.9 %. Yang Melakukan Restrukturisasi Kerangka
terdiri dari a)tingginya frekwensi Klasifikasi, kualifikasi dan Bakuan
perubahan pelaksanaan; b)terlalu kompetensi Kerja, Proceeding Seminar
banyak pengulangan pekerjaan karena Nasional Peringatan 25 tahun Pendidikan
mutu jelek; c)terlalu banyak proyek yang MRK di Indonesia, Fakultas Teknik Institut
ditangani dalam waktu yang sama; Teknologi bandung, Bandung.
d)kurangnya koordinasi antara Fahirah et al., (2005). Faktor-faktor penyebab
kontraktor utama dan sub kontraktor; terjadinya overrun biaya pada proyek
e)kurangnya koorninasi antara konstruksi gedung di Makasar. Jurnal
Construction Manger– Perencana– Penelitian. ITS. Surabaya.
Kontraktor; f) terjadi Hermiaty, Dessy ( 2007). Pemodelan dan
perbedaan/perselisihan pada proyek; g) Analisis Proporsi Upah Tenaga Kerja pada
Manajer proyek tidak kompeten/cakap. Proyek Konstruksi, Tesis Magister
b. Bagian koordinasi sumber daya yaitu Manajemen Konstruksi, UII
faktor tenaga kerja; dengan nilai loading Indriayi Santoso, (1999). Analisa Overruns
factor sebesar 86,6% yang terdiri dari : Biaya Pada Beberapa Tipe Proyek, Jurnal
a)kekurangan tenaga kerja; b)tingginya Penelitian Fakultas Teknik Universitas
upah tenaga kerja; c)kualitas tenaga Kristen Petra, Surabaya
kerja yang buruk. King, W.R. dan Cleland, D.I. (1983). Life Cycle
c. Bagian kontrol Faktor aspek keuangan Management, dalam Cleland, D.I. dan King,
dengan nilai loading sebesar 66,0% yang W.R. (Eds), Project Management
terdiri dari; a)cara pembayaran yang Handbook, Van Nostrand Reinhold, New
tidak tepat waktu; York.
b)pengendalian/control keuangan yang Pinto, J.K. dan Prescott, J.E. (1988). Variations
jelek; c)tingginya suku bungan in critical success factors over the stages in
pinjaman bank; d)kurangnya project life cycle, Journal of Management.
kemampuan sub kontraktor dalam hal Purbandono, Rahmat, (2007). Pengaruh Strategi
pendanaan/financial. Dan Taktik Terhadap Kesuksesan Tahap
2. Berdasarkan hasil analisa diskriminasi, Operasionalisasi Proyek, Jurnal manajemen.
terdapat perbedaan yang signifikan pada Setijo, Hari, et al. (2006). Analisa Kecepatan
faktor dominan penyebab cost overrun biaya Pelaksanaan Pembangunan Gedung di
proyek konstruksi antara kontraktor Semarang, Prosiding Seminar Nasional
golongan B (besar) dengan kontraktor Manajemen Konstruksi, Magister Teknik
golongan M (menengah). Hal ini Sipil UNISSULA.
diindikasikan dengan nilai Wilks’ Lamda
yang kurang dari 0.05.
3. Faktor tenaga kerja, faktor waktu
pelaksanaan proyek dan faktor material
57
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Abstract
The beach area around the Hamlet Erie - Village Nusaniwe Ambon practicaly, erosion / abrasion caused
by the influence of ocean waves and beaches and the taking of materials for construction. This study aims to find
an effective coastal protection systems as an alternative to protect the coast of Erie - Village Nusaniwe.
Coastal protection systems obtained under the mathematical test models using Surface-water Model
Software System (SMS) version 8.1 is based on the characteristics of the wave at Erie Village - Village
Nusaniwe well as to the effects of sea level fluctuations were analyzed using the Admiralty model.
The results of the research has obtained the best alternative in the form of rubble mound breakwater
structure placed parallel to shore at a depth of - 5 m distance from the shoreline (y) = 70 m and width of the gap
(b) = 50.60 m of length L = 134 m building can stand the waves along the coast and beaches can form
commensurate and still providing access for fishing boats to reach the beach. The simulation results of
mathematical models in software CGWAVE Surface-water Model System (SMS) version 8.1 indicates that the
high waves off the coast are protected by breakwaters building acquired HA of 0.16 m to 0.58 m. Thus the
existing maintained sea well but needs mmore layer of protective gaiters (toe protection) use masonry to protect
the facilities and infrastructure along the coastal village of Erie - Village Nusaniwe.
sesuai karakteristik gelombang di Dusun Erie dan b. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari
menganalisa pasang surut untuk menentukan sifat instansi-instansi terkait meliputi peta bathimetri
pasang surut yang terjadi dan menentukan elevasi muka dan topografi serta peta geologi pulau Ambon.
air sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data
struktur pelindung pantai. Menganalisa dan menentukan yang diperoleh di lapangan maupun data sekunder dalam
sistim perlindungan pantai yang paling sesuai dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
kondisi wilayah yang bersangkutan dan selanjutnya 1. Untuk memprediksi tinggi gelombang signifikan
mensimulasikan model gelombang digunakan modul dilakukan analisis Karakteristik gelombang
CGWAVE pada software Surface-water Model System berdasarkan hasil penelitian Frans dan Lilipory,
(SMS) versi 8.1). (2011).
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei, 2. Data pasang surut dianalisa menggunakan metode
sedangkan metodenya yaitu metode studi kasus adalah Admiralty untuk mengetahui tipe pasang surut dan
suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam menentukan elevasi muka air laut (MHWL, MLWL,
konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara MSL) berdasarkan pengukuran pasang surut selama 1
fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di bulan dan sinkrunkan dengan data pasang surut yang
mana multi sumber bukti dimanfaatkan, (Robert dikeluarkan oleh TNI AL Dinas Hidro-Oseanografi.
Yin,1996), dalam Sugiono, (2007). 3. Pola pengaman pantai di buat kajian secara empirik
Penelitian ini dilakukan di Dusun Erie Kota Ambon. dan simulasi model matematik menggunakan
Pemilihan lokasi didasarkan pada pengembangan perangkat lunak software Surface-water Model
wilayah pesisir Kota Ambon sebagai Pusat Kegiatan System (SMS) versi 8.1 untuk mencari nilai parameter
Nasional (PKN).. Penelitian ini dilaksanakan bulan April dan kejadian yang akan dikaji.
sampai dengan bulan Juni 2012.
4. Hasil Dan Pembahasan
4.1 Pasang Surut
Hasil analisis harmonik nilai formzahl, maka
diperoleh tipe pasang surut di lokasi studi dapat
diklasifikasikan sebagai pasang campuran, condong ke
pasang harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
dengan nilai F = 0,78 lihat persamaan (27) atau 0,25 <
F = 0,78 < 1,5. Selanjutnya dengan didasarkan pada tipe
pasang surut dan oleh definisi Australia yaitu Indian
Spring Low Water, maka ditentukan elevasi pasang
purnama (highest high water level, HHWL) dan elevasi
surut purnama (lowes low water level, LLWL) dan
Gambar 1. Peta Dusun Eri-Desa Nusaniwe muka air laut rerata (mean sea level, MSL) dengan
pendekatan melalui 4 konstanta utama pasang surut yaitu
Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian S2 ,M2, K1 dan O1, sehingga diperoleh:
ini, adalah: MHWL = + 208 cm
1. Peta Batimetri dan Topografi Pulau-pulau Maluku MWL = + 114 cm
tahun 2009 (dikoreksi 25 Mei 2010), oleh TNI AL MLWL = - 20 cm
Dinas Hidro-Oseanografi Jakarta. Skets visualisasi elevasi acuan dan karakteristik pasang
2. Peta Geologi Lembar Ambon, Maluku tahun 1993, surut pada lokasi studi diperlihatkan pada gambar 2
oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Geologi berikut:
(PPPG) Bandung. HHWL +114,00 cm
3. Data pasang surut; berupa pengukuran pasang surut
bulan April 2010 dan pasang surut ramalan bulan
April tahun 2010 oleh TNI AL Dinas Hidro- HWL +64,00 cm
Oseanografi Jakarta.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Studi
Dokumentasi yang diuraikan sebagai berikut : MHWL +30,00 cm
1. Studi Observasi berupa pengamatan secara langsung
ke objek penelitian untuk melihat dan membaca dari MSL 0,00 Tunggang Pasang Tunggang
Saat Neap Tide Pasang
dekat mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dan Saat Spring
= 60,00 cm
dicatat dengan singkat dalam daftar anekdot. MLWL -30,00 cm Tide
2. Studi Dokumentsi berupa : = 128,00 cm
a. Data primer yang berisikan data langsung dari LWL -64,00 cm
tempat penelitian meliputi pengukuran batasan
area studi dengan menggunakan Digital
Theodolite guna mengetahui beda tinggi daratan
LLWL -114,00 cm
dan pesisir pantai dan foto-foto tentang fenomena
kerusakan pada lokasi studi. Gambar 2. Elevasi acuan pasang surut pada lokasi studi
60
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4.2 Karakteristik Gelombang dan kondisi pantai. Berdasarkan kondisi lokasi studi
Frans dan Lilipory, (2011).:Hasil penelitian tentang permasalahan yang dihadapi dapat diperlihatkan lewat
Karakteristik gelombang di Dusun Erie – Desa foto pada gambar 4.
Nusaniwe, diperoleh tinggi gelombang maksimum di
laut dalam (Ho) 2,60 m, panjang gelombang (L) 35,679
m dengan kecepatan rambat (C) 4,789 m/det pada
periode (T) 6,70 detik dari arah Barat Daya. Hasil
analisa refraksi dan shouling pada kedalaman laut - 5 m,
diperoleh tinggi gelombang (H) 2,78 m. Gelombang
pecah terjadi pada kedalaman (db) 3,99 m dengan tinggi
gelombang pecah (Hb) 3,47 serta hasil simulasi model
matematik CGWAVE pada software Surface-water
Model System (SMS) versi 8.1 menunjukan tinggi
gelombang dilaut dalam antara 1,79 m sampai 2,70 m
dan menjalar ke pesisir dengan tinggi gelombang Gambar 4. Permasalahn pantai di lokasi studi
berkisar antara 0,40 m sampai 1,27 m, serta gelombang
di lokasi bangunan seperti ditnujukan pada gambar Dari pemeriksaan di lapangan terhadap kondisi pantai
berikut : Dusun Erie – Desa Nusaniwe, diperoleh indikasi adanya
erosi pantai akibat gelombang badai dan limpasan
H = Ho.Kr.Ks Hb Ho (overwash) serta penggalian pasir daerah done atau spit.
7 Hal yang perlu dilakukan adalah memelihara
lingkungan pantai agar garis pantai berada pada kondisi
Tinggi Gelombang (m)
6
5 stabil dinamis yaitu meskipun selalu terjadi erosi dan
4 tetapi dalam satu periode musim secara rata-rata garis
3 pantai tetap pada posisi semula. Jika terjadi gangguan
2 lingkungan pantai yang berlebihan, maka akan
1 menimbulkan ketidak seimbangan di pantai yang
0 akhirnya menyebabkan perubahan garis pantai yang
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 berlebihan.
Kedalaman ds (m)
- Pemilihan sistim perlindungan pantai
Gambar 3. Gelombang rencana di lokasi studi Pada foto gambar 4 memperhatikan dengan jelas
Tinggi Muka Air Rencana (design water level, DWL) permasalahan pantai Dusun Erie - Desa Nusaniwe yang
harus diatasi adalah:
Elevasi muka air rencana pada penelitian ini, 1. Serangan gelombang terhadap pemukiman, sarana
didasarkan pada pasang surut, wave setup dan dan prasarana umum yang ada di lokasi.
pemanasan global. 2. Erosi/abrasi pantai menyebabkan rusaknya
1. Pasang surut, dari data pengukuran pasang surut infrastruktur jalan dan fasilitas umum serta
diperoleh beberapa elevasi muka air yaitu MHWL: + pemukiman pesisir pantai.
2,08 m; MSL: +1,14 m dan MLWL: + 0,20 m. 3. Pendaratan dan perlindungan kapal/perahu nelayan
2. Wave Setup, setup gelombang dihitung dihitung saat badai.
dengan persamaan 7, dengan nilai Hb = 3,47 m; Untuk mengatasi permasalahan pantai Dusun Erie
diperoleh Sw = 0,65 m. sepanjang 2,68 km sesuai tabel 2.
3. Kenaikan muka air laut karena pemanasan global
diperkiraan untuk 2050 diperoleh sebesar 0,30 m. Tabel 2. Hubungan permasalahan pantai Dusun Erie
Elevasi muka air rencana ditetapkan berdasarkan ketiga dengan jenis bangunan
faktor tersebut, sehingga:
DWL MHWL = MHWL + Sw + SLR Jenis angunan detach Revet Reboi Beach
= +2,08+0,65+0,30 = + 3,03 m breakw men sasi Nourish
DWL MLWL = MLWL + Sw
= + 0,20 + 0,69 = + 0,89 m Permasalahan ater ment
Dengan hasil elevasi muka air rencana (DWL) akan Serangan
S S KS KS
dilakukan pententuan elevasi puncak bangunan gelombang
perlindungan pantai pada lokasi studi. Erosi/Abrasi S S KS KS
Pendaratan/perli
4.3 Sistim Perlindungan Pantai
ndungan perahu S KS KS KS
- Analisis Permasalahan
Menurut Pratiko, dkk (2000), Informasi tentang faktor- Keterangan: S (sesuai) dan KS (kurang sesuai)
faktor penyebab terjadinya erosi bisa diperoleh dari hasil
wawancara masyarakat setempat, pemerintah daerah
setempat maupun dengan cara analisa data lingkungan
61
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
0,80 m
- Alternatif Bangunan Pengaman Pantai Elevasi puncak bangunan + 5,50 m 0,20 m
Berdasarkan hubungan permasalahan pantai dengan 0,70 R
0,90 m
jenis bangunan, selanjutnya langkah pemecahan masalah
sebagaimana diringkaskan dalam tabel 3. HWL + 1,14 m
Tabel 3. Ringkasan pemecahan masalah lokasi studi 3,00 m
Tanah Urug
1,25 m
No Permasalahan Pemecahan masalah MWL + 0,00 m
0,25 m 0,40 m
1 - Limpasan - Revetmen Batu 0,51 ton (2 lapis)
W/15-W/10 (200 -350 kg
gelombang - detach breakwater
MWL – 1,14 m Timbrisan batu
pada 2
(3 lapis)
2.00 m
pemukiman 1
2Elevasi dasar - 2,10 m 0,60 m
- Pendaratan/perl - detach breakwater
Kemiringan dasar 1: 20 3,85 m
indungan
perahu
2 Abrasi gelombang - revetmen Gambar 6. Tipikal revetmen hasil hitungan
pada jalan dan - detach breakwater
fasilitas umum Alternatif penanganan 2
3 - Erosi pantai - detach breakwater Alternatif 2 adalah bangunan pemecah gelombang lepas
- Sempadan - Perda sempadan pantai pantai. Dengan adanya bangunan ini gelombang yang
pantai - Penyuluhan masyarakat datang menghantam pantai sudah pecah pada suatu
tempat yang agak jauh dari pantai, sehingga energi
Alternatif penanganan 1 gelombang yang datang sampai di pantai cukup kecil.
Alternatif 1 adalah bangunan revetment yang Detach breakwater selain untuk melindungi hantaman
memisahkan daratan dan perairan pantai dan berfungsi gelombang juga digunakan untuk menahan sedimen
sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan yang kembali ke laut yang disebabkan oleh onshore-
gelombang. Revetment dibuat dengan sisi miring offshore transport.
menghadap ke laut guna menyerap energi gelombang Dari hasil analisis secara empirik diperoleh bangunan
sepenuhnya pada dinding dan terbuat dari beton breakwater didesain agar terjadinya formasi tombolo
bertulang dan timbrisan batu sebagai pengisi. Pada pada daerah dibelakangnya. Penentuan panjang
bagian bawah depan bangunan dibuat lapisan pelindung breakwater L dan Lebar gap B ditentukan sesuai range
kaki proteksi (toe protection) menggunakan pasangan yang diberikan dari panjang struktur breakwater L
batu. Pada bagian belakang konstruksi dibuatkan sebagai fungsi dari panjang gelombang Ls dan jarak
drainase agar air tidak masuk ke belakang revetment. antara breakwater dan garis pantai y (CEM, 1992).
Pada gambar 5 memperlihatkan lay out revetment Berdasarkan lokasi penelitian pada kedalaman d = - 5,00
diletakkan sepanjang 2,86 km sebagai pelindung jalan m dengan jarak antara garis pantai dengan letak
raya, permukiman dan sarana umum lainnya. Elevasi bangunan y = 70 m dan panjang gelombang Ls = 52,20
revetment dihitung dan dianalisa terhadap DWL MHWL = m, maka diperoleh panjang bangunan L = 134 m dan
+ 3,03 m dan DWL MLWL = + 0,89 m, untuk mengatasi lebar gap B = 50,60 m. Bangunan ini diletakan sejajar
limpasan gelombang agar tidak naik ke permukaan garis pantai dengan membentuk formasi tombolo. Pada
bangunan, maka diperoleh runup gelombang Ru = 1,61 gambar 10 memperlihatkan lay out penempatan
m dan Wave Set-up Sw = 0,65 m, sehingga penentuan breakwater sesuai hasil hitungan.
elevasi puncak bangunan diperoleh Hmax = 5,50 m. Guna
mengatasi erosi, maka pada bagian bawah depan
bangunan dibuat lapisan pelindung kaki proteksi (toe
protection) menggunakan pasangan batu sesuai hasil
hitungan. Selanjutnya berdasarkan letak kemiringan
bangunan sebesar 410 terhadap arah datangnya
gelombang dihitung dan dianalisa kestabilan struktur
akibat gaya hidrostatis dan hidrodinamis serta daya
dukung tanah diperoleh struktur aman.
gelombang Ru = 2,73 m, sehingga penentuan elevasi simulasi terhadap panjang garis pantai 2,86 km
puncak bangunan untuk breakwater Hbw = 10,31 m. memberikan domain area laut membentuk setengah
Hasil analisa transformasi gelombang dan deformasi lingkaran dengan kedalaman (d) - 30 m sampai - 20 m
gelombang dilakukan dengan tujuan untuk menetapkan menghasilkan tinggi gelombang antara 1,79 m sampai
tinggi gelombang yang mengalami refraksi dan difraksi. 2,70 m, pada kedalaman (d) - 20 sampai - 10 m tinggi
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi gelombang antara 1,14 m sampai dengan 1,79 m, pada
dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di kedalaman (d) - 10 m sampai - 5 m tinggi gelombang
sepanjang pantai. Berdasarkan lokasi studi diperoleh antara 1,01 m sampai 1,14 m dan pada kedalaman (d) - 5
koefisien refraksi Kr = 0.916. Difraksi gelombang terjadi sampai pada garis pantai tinggi gelombang berkisar
apabila suatu deretan gelombang terhalang banguan antara 0,40 m sampai 1,27 m.
breakwater menyebabkan perpindahan energi sepanjang
puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih
kecil. Dengan menggunakan hasil analisa gelombang
ekstrim Hs = 3,03 m diperoleh hitungan untuk koefisien
defraksi K’ = 0.18. Pada studi ini besar kemampuan
breakwater memantulkan energi diberikan oleh koefisien
refleksi x = 0.3, sehingga energi yang terpantul E t =
201,49 kN , energi yang ditransmisikan Etr = 122,24 kN
sehingga energy yang diserap oleh breakwater Es =
347,91 kN atau dapat di simpulkan bahwa energi yang
ditimbulkan oleh gelombang ET = 671, 65 kN akan
diserap oleh breakwater sebesar 51,80%. Berdasarkan
hasil analisa inilah diperoleh tinggi gelombang yang
terletak di daerah belakang breakwater HA = 0,55 m.
Tipe yang digunakan adalah Rouble mound breakwater,
sesuai hasil hitungan seperti pada gambar 8. Gambar 9. Kontur tinggi gelombang sebelum ada
3,35 m
breakwater
Elevasi puncak breakwater +
5,31 m
Mencermati akan profil pantai pada lokasi studi
Batu 0,82 ton (2
lapis) 2 HWL+ 2,08 m berdasarkan kondisi A dan B terlihat mengalami
MWL + 1,14
3,9
1 mLWL - kemunduran garis pantai ke daratan yang disebabkan
0
1,35
Batu 2,37 ton (2m
2,25 m
0,20 m
1.7
oleh erosi pantai akibat serangan gelombang di pesisir
2,40 m
m lapis)
W/15-W/10 (200 -350 kg 1 pantai mencapai 1,27 m dan limpasan gelombang terjadi
(3 lapis) (0,5 -16
W/200-W/6000
kg) 1,56 m
pada saat pasang tinggi MHWL: + 2,08 m membentur
- 5,0 m pantai dan melimpas ke daratan mengakibatkan abrasi
Gambar 8. Tipikal breakwater hasil hitungan pada sarana dan prasarana yang ada di sepanjang pantai
tersebut. Hal yang perlu dilakukan adalah memelihara
Guna mengetahui suatu penjalaran gelombang dan tinggi lingkungan pantai dengan mengurangi energi gelombang
gelombang sebelum dan sesudah adanya breawater atau memperkuat/melindungi muka pantai agar mampu
dilakukanlah simulasi model matematik CGWAVE menahan serangan gelombang yang sampai ke pantai
dengan menggunakan software Surface-water Model agar garis pantai berada pada kondisi stabil dinamis
System (SMS) versi 8.1. Adapun parameter-parameter yaitu meskipun selalu terjadi erosi dan tetapi dalam satu
yang diperlukan dalam simulasi ini berupa: periode musim secara rata-rata garis pantai tetap pada
4.1 Peta bathimetri dan topografi pantai Teluk Ambon posisi semula.
Bagian Luar yang batasi sesuai dengan batasan area
studi sepanjang 2,68 km.
4.2 Hasil analisa arah gelombang dari Barat Daya dan
tinggi gelombang ekstrim Hs = 3,03 m dengan
periode gelombang Ts = 7,45 detik.
4.3 Hasil analisa breakwater berdasarkan lokasi
penelitian pada kedalaman d = - 5,00 m dengan jarak
antara garis pantai dengan letak bangunan y = 70 m,
panjang bangunan L = 134 m dan lebar gap B =
50,60 m.
Berdasarkan parameter-parameter inilah diperoleh hasil
simulasi untuk kondisi gelombang sebelum dan sesudah
adanya bangunan breakwater seperti pada gambar 9
memperlihatkan gelombang yang datang dari arah Barat
Daya selama penjalarannya menuju pantai akan Gambar 10. Kontur tinggi gelombang setelah ada
mengalami perubahan tinggi gelombang disebabkan breakwater
karena pengaruh kedalaman perairan. Berdasarkan hasil
63
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Pada gambar 10 memperlihatkan hasil simulasi 8.1 menunjukan bahwa tinggi gelombang bagian
gelombang pada lokasi studi setelah adanya breakwater. pantai yang dilindungi dengan bangunan breakwater
Berasarkan hasil analisa breakwater yang ditempatkan diperoleh HA sebesar 0,16 m sampai dengan 0,58 m.
pada kedalaman d = - 5,00 m, jarak antara garis pantai Dengan demikian sea well yang sudah ada dapat
dengan letak bangunan y = 70 m, panjang bangunan L = dipertahankan namun perlu dibuat lapisan pelindung
134 m dan lebar gap B = 50,60 m. Pada simulasi ini kaki proteksi (toe protection) menggunakan
terjadi perubahan akibat proses refleksi gelombang pasangan batu guna melindungi sarana dan
terlihat bahwa gelombang yang terjadi di depan prasarana sepanjang pantai Dusun Erie - Desa
breakwater pada kedalaman (d) - 30 m sampai - 20 m Nusaniwe.
mengalami penurunan tinggi gelombang antara 1,42 m
sampai 2,08 m, pada kedalaman (d) - 20 sampai - 10 m 6. Daftar Pustaka
tinggi gelombang antara 1,14 m sampai dengan 1,56 m,
pada kedalaman (d) - 10 m sampai - 5 m tinggi Army Corps of Engineers, 1997, BOSS SMS User’s
gelombang antara 0,89 m sampai 1,14 m. Dari hasil Manual, International and Bringham Young
tersebut menunjukan bahwa dengannya bangunan University, USA.
breakwater energi gelombang dikurangi sehingga Berhitu Th. P, Kakisina T. J, 2009. Regional Damage
terhadap kegiatan pendaratan/ perlindungan perahu dapat Study of Coastal Area at Town Ambon and
dilakukan pada saat badai dan terhadap sea well yang Middle of Malucas Regency Inwroughtly With
sudah ada dapat dipertahankan guna melindungi sarana Geographical Information System (SIG) and
dan prasarana sepanjang pantai Dusun Erie - Desa Physical Analysis for The Coastal Area
Nusaniwe. Planalogy Planning, Senta Jurnal. B –53
CERC, 1984. Shore Protection Manual, Departement of
4.4 Pola Pengaman Pantai the ARMY, Waterways Experiment Station,
Analisis permasalahan Pantai Dusun Erie – Desa Corp of Engineers, Costal Engineering
Nusaniwe dan solusinya telah dilakukan secara empirik Research Center, Washington DC.
terhadap kedua alternatif dan melalui kajian model CEM, 1992. Costal Groins and Nearshore Breakwaters,
matematik CGWAVE yang telah disimulasikan guna Engineering and Design, Departement of the
memperoleh pola terbaik. Selanjutnya dari hasil analisa Army, US. Army Corps of Engineers,
tersebut di buatlah penilaian terhadap pola terbaik yang Washington DC.
akan digunakan, secara ringkas hasil penilaian disajikan Demirbilek, Zeki dan Vijay, 1998, CGWAVE: A Coastal
dalam tabel 4. Surface Water Wave Model of the Mild Slope
Equation, Army Corps of Engineers, USA.
Tabel 4 Ringkasan hasil penilaian kedua alternatif Ehrlich, L. A. and Fred H. Kulwahy, 1982. Breakwater,
Jetties and Groins, A Design Guide, New York,
Penilaian SCEECU.
Aspek Penilaian Alternatif Alternatif Frans dan Lilipory, (2011).: Analisa Karakteristik
1 2 Gelombang Untuk Pembangunan Pangkalan
Limpasan gelombang Baik Baik Pendartan Ikan (PPI) Eri Ambon, Logika Vol.
10 nomor 2, November 2012.
Erosi/Abrasi Baik Baik
Goda, Y. 2000, Random Seas ang Design of Maritime
Sempadan pantai Sedang Baik Structure, University of Tokyo.
Pendaratan/perlindungan Hutabarat, S., Evans, M, S. 1984. Pengantar
perahu Sedang Baik
Oseanografi, UIP Jakarta,
Kramadibrata, Soedjono, 2002, Perencanaan
Dari tabel 4 terlihat bahwa pola terbaik untuk Pelabuhan, ITB, Bandung.
pengamanan pantai Dusun Erie - Desa Nusaniwe adalah Lilipory, I. 2004. Analisa Perubahan Garis Pantai Di
alternatif 2. Sekitar Bandara Pattimura Ambon, Tesis S2,
Program Pasca Sarjana Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Surabaya
5. Penutup
Ossenbruggen, J, P. 1983. Systim Analysis For Civil
5.1 Kesimpulan
Engineerings, University of New Hampshire,
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara
United States Of America, Durham, New
empirik maupun secara uji matematik dapat disimpulkan
Hampshire.
bahwa:
Paotonan, Thaha, 2009. Alat Peredam Gelombang
1. Alternatif terbaik berupa struktur rubble mound
Sederhana (APGS) Dari Bambu Vertikal. Senta
breakwater yang ditempatkan sejajar pantai pada
Jurnal. B – 115
kedalaman - 5 m dengan jarak dari garis pantai (y) =
Pratikto. W. A, Armono. H. D, dan Suntoyo, 1996.
70 m dan lebar gap (b) = 50,60 m dengan panjang
Perencanaan Fasilitas Pantai Dan Laut. Edisisi
bangunan L = 134 m dapat mengatasi limpasan
Pertama, BPFE Yogjakarta, Surabaya
gelombang sepanjang pantai.
2. Hasil simulasi model matematik CGWAVE pada
software Surface-water Model System (SMS) versi
64
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Abstract
Coast Retaining Wall Type Cellular (Buis pitting) is one type of retaining wall that was placed on the
shore line, in order to protect the shoreline from erosion caused by ocean waves. Viewed from the function, this
structure must withstand a given load by waves and the pressure exerted by the load sand fill behind the wall.
The purpose of this study is to determine the strength of the structure against the force, shear force, and
soil bearing capacity obtained by the value of these factors of wind speed, wave height, type of tidal water areas
where the structure was established, the quality of concrete structures, the weight of the structure, the dimensions
of the structure, the centre wight, the coefficient of active soil, the coefficient of passive soil.
The survey results and calculations obtained turns out that the quality of concrete buis wells ranged
from 61.82 to 163.63 kg/cm2 with quality concrete averaged 101.89 kg/cm2 and quality of the concrete ring
beam ranged from 48.96 to 143.21 kg / cm2 with an average of 89.37 kg/cm2 concrete quality.
66
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
a3 61.82 a3 52.54
Balok
ANALISIS STRUKTUR b1 163.63 2 bagian
dalam b1 83.72
Buis
HASIL ANALISIS FAKTOR 2 bagian
KEAMANAN dalam c1 84.24 b2 73.50
- Gaya guling c2 66.32 b3 79.54
- Gaya geser Balok
- Daya dukung tanah 3 bagian
c3 76.50 atas c1 121.95
d1 112.35 c2 141.27
d2 105.77 c3 143.21
KESIMPULAN
d3 93.67 Jumlah 804.31
Gambar 3. Diagram alir penelitian Nilai rata-rata
Jumlah 1018.90 (kg/cm2) 89.37
4. Hasil Dan Pembahasan Nilai rata-rata
4.1 Pengujian Mutu Beton dengan Hammer Test (kg/cm2) 101.89
Dalam pengujian mutu beton pada struktur dinding
penahan pantai type cellular (buis sumuran), diambil atas
beberapa bagian dari struktur tersebut, baik buis
sumuran maupun balok seperti, pada bagian struktur 4.2 Perhitungan Struktur Dinding Pelindung Pantai
yang berhubungan langsung dengan air laut dan bagian Type Cellular (Buis Sumuran)
struktur yang berada di belakang dinding (tidak
berhubungan langsung dengan air laut). Untuk setiap Tabel 2. Dimensi struktur
bagiannya diambil 3 titik yang berada di bagian atas,
tengah dan bawah (buis sumuran) dan bagian atas, Keterangan Dimensi
Notasi
belakang dinding dan bagian depan yang berhubungan notasi (m)
dengan air laut (balok) dengan tujuan untuk dapat h1 Tinggi buis 0,7
mewakili secara keseluruhan dari bagian struktur
d1 Diameter buis 1,1
tersebut, kemudian dilakukan pengujian mutu beton
dengan menggunakan hammer test yang setiap titik dari h2 Tinggi buis - penutup beton pelindung 0,6
bagian struktur diberi tumbukan sebanyak 10 kali pada d2 Diameter buis - Tebal buis 0,9
tempat tumbukan yang berbeda-beda. Kemudian nilai h3 Tebal penutup beton pelindung 0,05
yang terbaca pada hammer test (R) dijumlahkan dan
diambil nilai rata-ratanya. Sehingga untuk mendapatkan d3 Tebal Buis 0,1
mutu beton dari buis sumuran maupun balok yaitu h.balok Tinggi balok 0,4
dengan menjumlahkan nilai rata-rata dari setiap titik b.balok Lebar balok 1
pada bagian struktur, lalu diambil nilai rata-ratanya.
Df Tinggi struktur yang terbenam 1,4
Nilai-nilai yang terdapat pada tabel merupakan nilai
dari hasil bacaan pada hammer test saat dilakukannya D1 Df + Tinggi pasak 3,7
pengujiann mutu beton. Contoh jika nilai resultan (R)
yang terbaca pada hammer test = 29, maka nilai dari
hasil tumbukan itu dapat terbaca pada hammer test yang
68
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4.3 Buis sumuran 4.4 Balok Dinding Pelindung Pantai Type Cellular
(Buis Sumuran)
Diketahui :
Luar (d1) = 110 cm = 1,1 m Gambar 5. Dimensi Balok
Tebal buis = 10 cm = 0,1 m
Jadi : Volume balok = P × b × h
= 1 × 1 × 0.4
dalam (d2) = 1,1 – ( 0,1 + 0,1) = 0,9 m
= 0,4 m3
A (d2) = ¼ π. d 22 Berat balok = Volume × γ beton
= ¼ × 3,14 × 0,92 = 0,4 m3 × 2.200 kg/m3
= 0,63585 m2 = 880 kg
A (d1) = ¼ π. d 12
= ¼ × 3,14 × 1,12
= 0,94985 m2
Volume bersih = (Ad1 - Ad2) . h1
= (0,94985 – 0,63585) × 0,7
= 0,2198 m3
Sehingga ;
Berat (W1) = Volume bersih × γ beton
= 0,2198 m3 × 2.200 kg/m3
= 483,56 kg
Beton (tumbuk) pelindung
Luasan penutup beton pelindung
= ¼ π. (d 22)
= ¼ × 3,14 × 0,92
= 0,63585 m2
Volume beton pelindung (atas + bawah)
= Luasan penutup × h3 × 2
= 0,63585 m2 × 0,05 m × 2
= 0,064 m3
Berat beton pelindung (w2)
= Volume beton pelindung × γ beton Gambar 6. Titik berat setiap bagian penampang buis
= 0,064 m3 × 2.200 kg/m3 sumuran dan balok
= 140,8 kg
Sirtu pengisi buis 4.5 Kontrol Stabilitas Terhadap Gaya Guling
Luasan pengisi buis (Fsguling) Koefisien Tanah Aktif
= ¼ π. (d 22)
= ¼ × 3,14 × 0,92
Ka = Tg2(45 – )
= 0,63585 m2
Volume pengisi buis Pa = ½. × H × Ka
= Luasan pengisi × h2 = Tg2 (45 – ) = ½. ( sat. H) × H ×Ka
= 0,63585 m2 × 0,6 m = Tg2 (30) = ½. [( W + S)× H2 × Ka
= 0,382 m3 = 0,333 = ½. [(1000 + 1.570,363) ×2,12×0,333 =
Berat pengisi buis (w3) 1.887,328 kg
= Volume × γ sirtu Koefisien Tanah Pasif
= 0,064 m3 × 1.850 kg/m3
Kp = Tg2(45 + )
= 705,8 kg
Berat total buis beton per buah Pp = ½ ( sat. D12) × Kp
Wtotal = W1 + W2 + W3 = Tg2(45 + ) = ½ [( W + S). D12]×Kp
= 483,56 + 140,8 + 705,8 = Tg2 (60) = ½.[(1000+1.570,363) × 3,72]×3
= 1.330,16 kg = 52.782,404 kg
69
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Titik Berat masing-masing Buis dinding cenderung lebih kecil karena, tinggi material
x1 = ½. (x1) yang ditimbun tidak mencapai ketinggian yang
= ½.1,10 m maksimal atau hanya mengikuti ketinggian dari struktur,
= 0,55 m ditambah lagi dengan sering terjadinya penyusutan
x2 = (x1) + (½ . x2) ketinggian dari timbunan yang disebabkan oleh
= 1,10 + ½ 1,10 penggerusan dari gelombang laut pada saat cuaca
= 1,65 m terekstrim. Sehingga jika dibandingkan dengan besarnya
x3 = 0,5+ ½ (x3) momen perlawanan (momen resistent) yang diberikan
= 0,5 + ½ 1,10 oleh struktur, yang mana besarnya momen perlawanan
= 1,05 m ini didapat dari berat masing-masing bagian struktur di
x4 = 0,5 + (x3) + (½.x4) kali dengan letak titik beratnya ternyata besarnya momen
= 0,5 + 1,10 + ½.1,10 guling lebih kecil, sehingga struktur tersebut aman
= 2,15 m terhadap gaya guling.
X5 = 0,5 + 0,4 + (½ .x5)
= 0,5 + 0,4 + ½.1,10 4.7 Stabiliitas Terhadap Gaya Geser
= 1,45 m a. Jumlah Gaya-gaya Horisontal
x6 = 0,5 + 0,4 + (x5) + (½.x6) ΣH = Pa – (Pp + beban akibat gelombang)
= 0,5 + 0,4 + 1,10 + ½.1,10 = 2.621,593 – (52.782,404 + 4.731,272)
= 2,55 m = - 54.892,281 kg (arah tekanan struktur ke
x7 = 0,5 + 0,4 + 0,4 + (½.x7) belakang)
= 0,5 + 0,4 + 0,4 + ½.1,10 b. Stabilitas terhadap gaya geser
= 1,85 m Fsgeser =
′
70
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
4.8 Kontrol Stabilitas terhadap Kapasitas Daya Tabel 4. Nilai dari hasil perhitungan gaya-gaya pada
Dukung Tanah struktur
No Gaya-gaya dalam perhitungan
a. Eksentrisitas (e) H.gelomb
∑ ∑ 1 ang Tinggi gelombang 1,5
x = 2 Ka Koefisien tanah pasif 0,333
∑
. . , 3 Pa Tekanan tanah aktif 1.887,328 kg
= 4 Kp Koefisien tanah aktif 3
.
=1,748 m 5 Pp Tekanan tanah pasif 52.782,404 kg
, 6 ΣV Jumlah gaya-gaya vertikal 11.522,180 kg
e = – , … …. = = 0,583 7 ΣMR Jumlah momen resisten 21.022,927 kgm
, Jumlah momen
= – 1,748 8 ΣMO overtunning 880,753 kgm
= 0,002 m < 0,583 m Jumlah gaya-gaya
Keterangan : 9 ΣH horisontal 54.892,281 kg
Faktor keamanan terhadap
Jika e < maka, q min dan q max = + (positif) 10 Fs guling geser 23,869 > aman
Faktor keamanan terhadap 1,135 < tidak
Jika e = maka, q min = 0 dan q max = + (positif) 11 Fs geser guling aman
Jika e > maka, q min = - (negatif) dan q max = + 12 e Eksentrisitas 0,002 m
13 qmax Daya dukung maksimum 3.303,733 kg/m'
(positif) 14 qmin Daya dukung minimum 3.283,969 kg/m'
4.9 Distribusi Tegangan dalam Tanah 4.10 Daya Dukung Ultimit (qu)
∑ ∑
qmaks = . 1+ qmin = . 1− Diketahui : φ = 300
. . , .( , ) Tabel 5. Nilai Nc, Nq dan Nγ
= = × 1−
, , , Φ Nc Nq Nγ
= 3.292,051 × [(1 + 0,003)]
= 3.293,851 × [(1 - 0,003)] 0 5,14 1,00 0,00
= 3.293,851 × 1,003) 1 5,38 1,09 0,002
= 3.293,851 × 0,997
2 5,63 1,20 0,01
= 3.303,733 kg/m
= 3.283,969 kg/m’ 3 5,90 1,31 0,02
………….. ………… …………
30 30,14 18,40 15,67
72
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
6. Daftar Pustaka
73
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
STUDI PERBANDINGAN UNJUK KERJA TRAFO OPEN DELTA DAN TRAFO DELTA
PADA KEADAAN BERBEBAN
Pelpinus Sinay
Teknik Elektro Politeknik Negeri Ambon
Email : Pelpinussinay@yahoo.com
Abstract
Transformator is an equipment that can transmit (distribute) and change electrical energy from one to other electrical
circuit with the equal frequency based on electromagnetic induction.
Transformator used in this research was the three phase delta connection transformator and open delta,
connected to the delta connected load. If one of three phase wounds in the delta connection transformator in the
loaded condition experienced damage, then the rest of another two wounds could be implemented or designed to be
open delta connection three phase, which can be functioned to distribute the three phase electrical power to the load.
The open delta transformator has no equal performance to the performance of delta transformator when
loaded with the balanced load and the imbalance load that equal in magnitude, this case due to the current increase
on each of phases did not balanced, thus take place the input power increase absorbed by the imbalance load causing
the larger power losses (losses) with the decreased efficiency.
The purpose of this research was the comparison study of open delta transformator and delta transformator
performances in the condition without load. And the research method was experimental method in laboratory,
involved the testing on three phase transformator of open delta and delta connections in the loaded condition.
The measurement result indicated that there was comparison of performance (output) between current
imbalance to the losses and to the efficiency on the open delta transformation connection was smaller its value if
compared to the delta transformator connection, this case due to the load power capacity supplied to the open delta
transformator was smaller than to the delta transformator, with the comparison of V = 0.577 : = 1, from the real
power capacity needed/used was as much as 2100 VA.
sementara, sehingga sistem bekerja terus menerus 2.2 Prinsip kerja Transformator Berbeban
sampai pergantian trafo yang baru. Transformator dikatakan ber-beban, jika
Pada umumnya beban yang dilayani suatu kumparan sekunder dihubungkan dengan beban Z L ,
transformator diusahakan seimbang. Tetapi dalam seperti terlihat pada Gambar 2.1.
kenyataannya sering beban yang dilayani oleh suatu
transformator tidak seimbang. Ketidakseimbangan
beban mengakibatkan arus pada masing-masing fasa
tidak seimbang sehingga resultan arus beban tidak sama
dengan nol. Akibatnya untuk daya output yang sama
(beban yang sama besar) transformator berbeban tidak
seimbang akan mempunyai rugi daya (loses) yang lebih
besar dan akan menyerap daya yang lebih besar
sehingga efisiensinya akan lebih kecil. Arus pada Gambar 1. Transformator dalam keadaan berbeban
masing-masing fasa tidak seimbang dapat terjadi karena
impedansi dari beban perfasa tidak seimbang. Jika Menurut Zuhal, 1991, Mene-rangkan bahwa
transformator open delta dan delta dibebani tidak apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban
seimbang maka arus-arus fasa akan tidak seimbang yang ZL, akan mengalir arus I2 pada kumparan sekunder,
mengakibatkan tegangan sekundernya pada
transformator tidak seimbang, sehingga dapat V2
dimana I 2 dengan faktor kerja cos yang
mengurangi daya input (Pin) yang disalurkan ke beban. ZL
Maka sebelum dioperasikan perlu dilakukan pengujian. merupakan faktor kerja beban.
Pengujian dimaksud untuk membahas unjuk kerja dari Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya
trafo open delta dan trafo delta pada keadaan berbeban. gerak magnet (ggm) N2 I2 yang cenderung menentang
2. Tinjauan Pustaka fluks ( ) bersama yang telah ada akibat arus
2.1 Pengertian Perbandingan Unjuk Kerja pemagnetan. Agar fluks bersama itu tidak berubah
Melihat dari isi penelitian sebelumnya, belum nilainya, pada kumparan primer harus mengalir arus I 2’,
ada penyelasan yang mendekati pembasan penelitian yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus
mengenai studi perbandingan unjuk kerja trafo open beban I2, hingga keseluruhan arus yang mengalir pada
delta dan delta dalam keadaan berbeban, sehingga kumparan primer menjadi:
pengertian dari perbandingan unjuk kerja dapat I I 0 I 2 ' (ampere) (1)
dijelaskan sebagai berikut : Bila komponen arus rugi inti (Ic) diabaikan, maka I0 =
Unjuk kerja adalah merupakan performen, Im, sehingga:
respon, karakteristik atau hasil keluaran suatu sistem, I I m I 2 ' (ampere) (2)
sedangkan perbandingan unjuk kerja serupa dengan
hasil keluaran suatu sistem yang perlu dibandingkan Dimana : I1 = Arus pada sisi primer
antara sistem pada trafo tiga fasa hubungan open delta I0 = Arus penguat.
dan trafo tiga fasa hubungan delta dalam keadaan Im = Arus pemagnetan
berbeban. Hasil keluaran dari trafo hubungan open delta Ic = Arus rugi-rugi inti
dan trafo hubungan delta yaitu; berupa rata-rata arus
fasa beban, rugi daya aktif (Loses) serta efisiensi.
Perbandingan unjuk kerja (perbandingan hasil keluaran) 2.3 Traformator Tiga Fasa Hubungan delta
dalam rata- rata arus fasa beban dari kapasitas daya Hubungan delta ini juga mempunyai tiga buah
(VA) yang diberikan pada trafo open delta dan trafo belitan dan masing-masing memiliki rating yang
delta saat dibebani beban seimbang maupun tidak sama,seperti pada Gambar 2.2 berikut ini.
seimbang dengan beban yang sama besar Perbandingan
kapasitas daya antara trafo tiga fasa hubungan open
delta dan trafo tiga fasa hubungan delta diperoleh
sebesar 1
V 0,577 : 1 ,
3
Atau sama dengan
V = 66,6% = 0,66 : = 100% = 1. Gambar 2. Trafo Hubungan Delta
Untuk V = 0,577 ini dianggap sama dengan 66,6% =
0,66. Menurut Panjaitan R. (1989) menjelaskan bahwa dari
gambar diatas dapat kita ketahui sebagai berikut.
IA = IL Iph (ampere)
75
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
76
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Dimana:
VCA VAB VBC Gambar 5. Beban tiga phasa terhubung ∆
0 0 dan diagram fasornya
V 120 V 0
0.5 V j 0,866V V Pernyataan arus beban seimbang untuk hubungan (),
arus line tidak sama dengan arus phasa dapat ditentukan
0.5 V j 0,866V V menjadi :
V 240 0 Vab
Hubungan arus fasa dan arus saluran adalah sebagai
I ab
Z ab
berikut:
Ia = Iab V
I bc bc
Ic = Ibc Z bc
lb = - Iab -1b (9)
Sehingga besar daya pada transformator open delta V
I ca ca
adalah: Z ca
P V p I p Cos Arus saluran Ia’a diperoleh dengan menerapkan arus
P1 V p
I p Cos 30 0
hukum Kirchoff yaitu:
Ia’a = Iab +Iac = Iab - Ica
1 Ib’b = Iba +Ibc = Ibc - Iab
3 VP I p Ic’c = Ica +Icb = Ica - Ibc
2 Pada keadaan tidak seimbang () impedansi beban pada
P 2 V p I p Cos 300 masing-masing phasanya, adalah tidak sama besarnya,
sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
1
3 VP I p (10) Vab
2 I a 'a I a
Sehingga kapasitas tiga fasa hubungan open delta Za
diperoleh : V
P P1 P2 I b 'b I b bc
Zb
(11)
Atau ; P 3Vp I p V
I c 'c I c ca
2.5 Rangkaian Beban Tiga Fasa Seimbang Dan Zc
Tidak Seimbang Hubungan Delta
Arus saluran pada beban tidak seimbang Ia , Ib , Ic sama
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah dengan arus beban seimbang (), hanya terjadi
suatu keadaan dimana: pergeseran sudut fasa arus dan tegangan tidak sama
1. Ketiga vektor arus atau tegangan sama besar besar dan tidak membentuk sudut 120 0 satu sama lain.
2. Ketiga vektor saling membentuk sudut 120° satu Ia’a = Ia = Iab +Iac = Iab - Ica
sama lain. Ib’b= = Ib = Iba +Ibc = Ibc - Iab
Yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang Ic’c = Ic = Ica +Icb = Ica - Ibc
adalah keadaan dimana salah satu atau kedua syarat
keadaan seimbang tidak terpenuhi. Kemungkinan 2.6 Rata-Rata Arus–Arus Fasa Beban Tidak
keadaan tidak seimbang ada dua yaitu: seimbang
Apabila beban dalam keadaan seimbang maka besar
1. Ketiga vektor arus atau tegangan tidak sama besar
daya beban terhubung delta seperti pada percobaan ini
2. Ketiga vektor tidak saling mem-bentuk sudut 120°
adalah:
satu sama lain.
P 3 V I Cos Φ
77
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Dimana I adalah besar arus fasa beban pada keadaan 4. Hasil dan Pembahasan
seimbang, maka untuk daya yang sama tetapi dengan Tranasformator tiga fasa hubungan delta ( -)
keadaan tidak seimbang, besarnya arus-arus fasa beban adalah hubungan yang paling efektif digunakan untuk
dapat dinyatakan dengan koefisien-koefisien a, b dan c tegangan rendah dengan arus beban yang besar, trafo
sebagai berikut: delta ini sangat erat hubungannya dengan trafo open
I AB aI delta (V-V), jika pada trafo delta salah satu lilitannya
mengalami kerusakan, maka trafo ini dapat diubah
I BC bI menjadi trafo open delta.
I CA cI Trafo tiga fasa hubungan open delta adalah suatu
hubungan belitan khusus, dengan kapasitas daya yang
Bila faktor daya pada ketiga fasa sama lebih rendah bila dibandingkan dengan trafo delta,
walaupun besarnya arus berbeda, besar dayanya dapat dengan menggunakan dua buah belitannya daya tiga fasa
dinyatakan sebagai : dapat ditransferkan ke beban.
P a b c V I Cos Φ (12) Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
Sehingga diperoleh : studi perbandingan unjuk kerja trafo open delta dan
a b c 3 delta pada keadaan berbeban.
Sehingga rata-rata arus adalah :
4.1 Persamaan – Persamaan Yang Digunakan
a 1 b 1 c 1 x100% Dalam Pengujian Transformator Tiga Fasa
3 Pada Keadaan Berbeban
Dimana pada keadaan seimbang nilai
a = b = c = 1. Persamaan yang digunakan dalam menganalisa
unjuk kerja (karakteristik) dari transformator tiga fasa
hubungan open delta dan delta adalah sama dengan
3. Metodologi Penelitian
analisa karakteristik pada transformator satu fasa, hanya
Metodologi penelitian yang digunakan dalam
saja besarannya diganti dengan besaran tiga fasa.
penelitian ini adalah metode pengujian/pengukuran dan
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan unjuk kerja
analisis yaitu melakukan pengujian di laboratorium
untuk memperoleh data pengujian . (karakteristik / hasil keluaran) dari trafo open delta dan
delta tiga fasa tersebut. Persamaan yang digunakan
Langkah-langkah metodologi penelitian yang
untuk mendapatkan karakteristik transformator tiga fasa
akan dilakukan dalam proposal tesis ini ditunjukkan
berbeban, untuk memperoleh daya pada sisi primer
dalam, diagram alir (flow chart) pada
maupun sekunder dan faktor daya perfasa sebagai
Gambar 2 berikut ini :
berikut:
P = V . I . cos Ф
Dimana : P
V. I
cos
Dimana : P
Cos
V .I
Sedangkan daya tiga Fasa untuk hubungan delta
diperoleh :
P = 3 I L VL cos φ , Daya tiga fasa open delta
diperoleh P 3 V I cos .
Sehingga daya input diperoleh :
P in = P out + P rugi rugi
Sedangkan daya Output :
Pout = P in – P loses
Maka rugi - rugi daya (loses) diperoleh:
P loses = P in - P out
Jika diperoleh daya output lebih rendah dari pada daya
input , ini disebabkan adanya rugi- rugi didalam
transformator tersebut. Sehingga efisiensi transformator
adalah :
Gambar 6. Diagram Alir Metodologi Penelitian
78
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
a 1 b 1 c 1 x100% Data Pengukuran Berbeban Tidak Seimbang,
Dengan 2 fasa Seimbang Sedangkan Fasa Lain
3 Tidak Dibebani, Pada Trafo Hubungan Open Delta.
Perbandingan kapasitas daya trafo open delta dan trafo
Dengan pengaturan V1 = 55 Volt
delta :
V = 0,577 : = 1 Tabel 1. Data pengukuaran dengan 2 fasa seimbang
sedangkan fasa lain tidak dibebani, pada trafo hubungan
open delta.
4.2 Data Name Plate Transformator Tiga Fasa
Hubungan Open Delta Dan Delta
79
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Tabel 2. Hasil analisis data pengukuran dengan 4.4 Pengukuran Dan Analisis Transformator Tiga
2 fasa seimbang sedangkan fasa lain tidak Fasa Hubungan Delta Pada Keadaan Berbeban
dibebani, pada trafo hubungan open delta.
Data Pengukuran Berbeban Tidak Seimbang,
Rata-Rata Arus Dengan 2 fasa Seimbang Sedangkan Fasa Lain
Loses (watt) Efisiensi (%)
(%)
Tidak Dibebani, Pada Trafo Hubungan Delta.
66,66 103 90,49
50 94,83 91,25
33,33 85,33 92,02 Dengan Pengaturan V1 = 55 Volt
0 64 93,87
93.5
93 Rugi-rugi transformator :
Efiisiensiii
92.5
Y Loses = P in – P out
= 2072- 1966 = 106 watt
92
Predicted Y
91.5
91 Linear
(Predicted Y)
Efisiensi transformator :
90.5
Pout 1966
90
x 100 % x 100 94,88 %
P in 2072
0 20 40 60 80
Rata- Rata Arus
Gambar 7. Karakteristik hubungan antara rata-rata Sedangkan rata-rata arus beban adalah:
arus beban dengan loses Untuk arus-arus fasa beban tidak seimbang = (8, 8,
0)
Selain itu, dari tabel hasil analisis data pengukuran Dengan I = 4 amper = arus fasa rata-rata / arus fasa
berbeban tidak seimbang, diperoleh unjuk kerja dalam keadaan berbeban seimbang.
(karakteristik) hubungan antara rata-rata arus beban IAB = a x I, maka a = 2
dengan efisiensi, pada trafo tiga fasa hubungan open IBC = b x I, maka b = 2
delta, seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.2, ICA = c x I, maka c = 0
halaman berikut ini: Sehingga rata-rata arus adalah :
Regresi Linier
21
120
100
2 1 0 1 3
80 x 100 % 1 x 100 100 %
3 3
Losess
Y
60
Predicted Y
40
Linear
(Predicted Y)
Dengan cara yang sama, data selanjutnya dapat
20
ditentukan sehingga diperoleh tabel hasil analisis data :
0
0 50 100
Rata- Rata Arus
80
JURNAL SIMETRIK VOL 1, NO. 1, DESEMBER 2012
Y
60
Predicted Y
40
20
Linear
(Predicted Y)
6. Daftar Pustaka
0
0 50 100 150
Kadir, A. 1993, Pengantar Teknik
Tenaga Listrik, Penerbit PT. Pustaka LP3ES,
Rata- Rata Arus
95.8
95.6 Y
81
FORMAT PENULISAN ARTIKEL JURNAL SIMETRIK
Jurnal SIMETRIK adalah jurnal yang mempublikasikan tentang bidang ilmu yang berkaitan dengan
Teknik Sipil, Teknik Mesin, dan Teknik Elektro-Listrik, terbit secara berkala dua kali dalam setahun (Juni
dan Desember).
Jurnal SIMETRIK berisikan artikel ilmiah hasil penelitian dan kajian konseptual (teoritik) yang belum
pernah diterbitkan oleh jurnal atau makalah ilmuah lainnya.
Penulisan Artikel :
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris, Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Panjang penulisan 7 – 14 halaman dalam format dua kolom kecuali penulisan Abstrak. Isi artikel harus
diketik menggunakan huruf Times New Roman 10 pt (untuk penulisan judul Bold 12 pt) termasuk
didalamnya tabel/gambar. Margin pengetikan atas 2.5 cm, kiri 3.0 cm, kanan 2.0 cm, dan bawah 2.0 cm.
Format Penulisan :
- Judul :
Judul merupakan kalimat singkat yang mencerminkan masalah yang diteliti, diketik ditengah dengan
huruf besar (Bold 12 pt)
- Nama penulis :
Nama penulis ditulis mulai dari penulis utama kemudian penulis pendamping. Pengkodean status penulis
untuk alamat dilakukan dengan menaruh angka super skrip dibelakang nama bersangkutan dan tanpa
gelar (contoh: Dr. Monica A. Sapulette, ST, M.Eng sebagai penulis utama dan Ir. A. Persulessy, MT
sebagai penulis pendamping ditulis Monica A. Sapulette1), A. Persulessy2)
- Alamat Penulis :
Alamat penulis merupakan alamat dimana penulis bekerja/ditempatkan misalnya nama Jurusan, Fakultas
di Universitas/Politeknik dan super skrip yang ditempatkan dibelakang alamat bersesuaian dengan nama
penulis (contoh: Dr. Monica A. Sapulette, ST, M.Eng staf pengajar di Jurusan Teknik Mesin Politeknik
Negeri Ambon sebagai penulis utama ditulis Tekniik Mesin Politeknik Negeri Ambon1). Alamat
penulis dilengkapi dengan alamat e-mail.
- Abstrak :
Abstrak bertujuan menjelaskan secara singkat mengenai latarbelakang/tujuan (merupakan inti dari
penjelasan Pendahuluan), cara penelitian (menjelaskan inti dari penjelasan metodologi) dan hasil
penelitian (diambil dari makna kesimpulan). Abstrak ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
(minimal 150)
- Kata Kunci :
Kata kunci terdiri dari beberapa kata atau dua kata atau lebih yang mempunyai satu makna. Sebagai
contoh: transmisi, saklar-tukar, gate-turn-off. Kata kunci ditulis Junalrdalam Bahasa Inggris dan Bahasa
Indonesia setelah Abstrak (Maksimal 3 sampai 5 kata).
1. Pendahuluan :
Pendahuluan menggambarkan latar belakang atau alasan pentingnya masalah ini perlu diteliti, tujuan
untuk melaksanakan penelitian ini dan harapan akan hasil atau pemecahan masalah yang diperoleh.
2. Tinjauan Pustaka :
Tinjauan Pustaka mengurai tentang prinsip-prinsip utama dari konsep keilmuan atau batasan-batasan,
norma-norma yang berhubungan dengan analisis atau sintesis untuk pemecahan masalah sehingga
diperoleh hasil penelitian.
3. Metodologi :
Menjelaskan rancangan penelitian yang akan digunakan yaitu: menjelaskan pengumpulan
informasi/data pendukung, menguraikan langkah-langkah untuk membahas/menganalisis (mendefinisikan
variabel, teknik komputasi/ mengolah data) serta penjelasan asumsi. Metodologi dapat menggambarkan
teknik atau prosedur analisis data.
4. Hasil Dan Pembahasan :
Menampilkan hasil analisis dan menjelaskan hasil tersebut yang mengarah kepada kesimpulan. Hasil
dapat ditampilkan sebagai rumusan, pernyataan, gambar dan tabel yang akan dikomentari atau
direkomendasikan. Gambar dalam Hasil dan Pembahasan dapat berupa kurva yang menyatakan
keterkaitan variabel, gambar konstruksi atau desain yang semuanya bermakna sebagai hasil analisis yang
menjawab persoalan penelitian. Pembahasan dilakukan untuk setiap hasil yang diperoleh dan dilakukan
sesuai kaidah-kaidah keilmuan yang telah diuraikan di dalam uraian Tinjauan Pustaka.
5. Penutup :
Penutup terdiri dari Kesimplan dan Saran. Kesimpulan merupakan pernyataan dari hasil yang diperoleh
yang dapat menjawab maksud penelitian. Kesimpulan dapat ditulis berupa item (1. ..., 2. ..., dst). Saran
adalah mengungkapkan kondisi khusus yang harus dilakukan bila penelitian ini akan dilaksanakan ulang
atau merupakan pernyataan yang merupakan pedoman untuk penelitian selanjutnya dari masalah ini.
6. Daftar Pustaka:
Penulisan Daftar Pustaka menggunakan sistem harvard (author date system) diurut berdasarkan huruf.
Pengkutipan yang dilakukan pada naskah dengan menulis nama pengarang dan diikuti oleh tanda koma
kemudian penulisan tahun. Contoh: (Bahri et al., 2010), (Iswadi H.R., 2007), (Raharjo, 2008). Untuk
penulisan yang pengarangnya berjumlah tiga orang atau lebih menggunakan penulis pertama dkk/et al.
Daftar Pustaka harus memuat nama penulis, tahun, judul, volume, kota dan penerbit seperti terlihat pada
contoh:
Artikel pada Jurnal
Bahri S., Muhdarina dan Fitra A., 2010, Lempung Alam Termodifikasi Sebagai Adsorben Larutan
Anorganik: Kesetimbangan Adsorbsi Lempung Terhadap Ion Cu2+. Jurnal Sain dan Teknologi,
9(1), pp. 9-13
Laporan Thesis/Disertasi
Iswardi-HR, 2007, Teknik Proteksi Diferensial Transformator Daya Tiga Fasa dengan Menggunakan
Transformasi Wavelet Paket, Master Degree Thesis, Bandung, Institut Teknologi Bandung
Prosiding pada Seminar/Konferensi Ilmiah
Kezunovic M., Latisko G dan Ren Z., 1998, Automatic Analysis of Circuit Breaker, in 17th International
Conference on Electric Distribution, Barcelona
Buku
Ong C., 1998, Dynamic Simulation of Electric Machinery, 2nd ed. Prentice Hall, New Jersey
Sumber dari Internet
Raharjo B., 2008, Pola Akses Internet Yang Bursty. [Online] Available at:
http://raharjo.wordpress.com/2011/04/04/pola-akses-internet-yang-bursty/ [Accessed 3 March
2011]