Anda di halaman 1dari 52

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi saat ini telah mencakup pada segala aspek. Sejak
ditemukan logam atau besi, ketergantungan manusia terhadap material ini tidak
terlepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Selain logam, bahan baku plastik juga
menjadi material yang sudah biasa digunakan dalam segala perkakas sehari-hari.
Namun kadangkala penggunaan material logam dan plastik ini dirasakan kurang
efisien, selain mahalnya biaya pengolahannya juga tidak ramah lingkungan.
Kemajuan teknologi telah dapat menciptakan material-material yang dapat
ditekan biaya pengolahannya atau lebih ekonomis serta yang ramah lingkungan.
Penggunaan materi dari alam menjadi salah satu solusinya, termasuk juga
mengolah kembali limbah yang tidak terpakai menjadi terpakai kembali (recycle).
Penggunaan materi alam seperti serat pohon, daun, buah, kulit dan ampas sisa
tumbuhan untuk dijadikan materi pengganti logam dan plastik dalam bentuk
materi komposit dirasakan lebih baik. Dengan perlakuan pencampuran filler dan
matrik yang sesuai, maka akan didapatkan suatu materi komposit yang memiliki
ketahanan fisik lebih kokoh.
Komposit berbahan baku serat alam terus diteliti dan dikembangkan
karena sifat dari serat yang kuat dan ringan. Pengembangan tanaman yang
menghasilkan serat alam sebagai bahan pembuat komposit sesuai dengan anjuran
FAO kepada dunia industri dengan adanya deklarasi pada International Year of
Natural Fibres 2009 yang menganjurkan agar mulai tahun 2009 sudah dapat
menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan dan mudah terdegradasi
(Salahuddin, 2012).
Penggunaan komposit berbahan serat alam di bidang industri otomotif
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pesatnya perkembangan komposit
serat alam mengakibatkan tergesernya keberadaan bahan sintetis yang biasa
digunakan sebagai penguat komposit, seperti serat gelas, karbon, kevlar, silikon

1
2

karbida, aluminium oksida, dan boron. Penggunaan serat alam sebagai bahan
komposit yang aplikasinya sebagai interior mobil didasarkan karena beberapa
kelebihan yang dimiliki, diantaranya yaitu memiliki sifat mekanik yang tinggi,
dan biaya pembuatan yang relatif murah. Komponen yang dibuat dari komposit
harganya dapat turun hingga 50% jika dibandingkan dengan produk bahan logam.
Salah satu jenis serat alam yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
komposit seperti serat daun pandan duri (pandanus tectorius). Pandan duri selama
ini hanya digunakan untuk pembuatan bahan baku obat dan juga digunakan untuk
pembuatan kerajinan anyaman seperti tikar, tas dan lain-lain. Serat pandan duri
memiliki kekuatan yang baik dengan memiliki massa jenis 0,96 gr/cm3.
Komposit adalah material yang didapatkan dengan menggabungkan dua
atau lebih bahan yang berbeda untuk memperoleh sifat yang lebih baik yang tidak
dapat diperoleh dari masing-masing bahan. Sifat material dari komposit
diharapkan akan saling memperbaiki kekurangan material penyusunnya. Beberapa
sifat yang dapat diperbaiki yaitu kekuatan, kekakuan, ketahanan bending dan
massa jenis.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini penulis akan
menguji kekuatan impact terhadap papan komposit serat pandan duri yang
diperkuat dengan resin polyester.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan diteliti dalam tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah potensi serat pandan duri dapat dimanfaatkan menjadi produk
komposit yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis?
2. Bagaimana susunan variasi komposisi serat yang baik pada pencampuran
filler pandan duri dengan matriks resin polyester sehingga mendapatkan
suatu material komposit yang kokoh setelah diuji impact.

1.3 Pembatasan Masalah


Pembatasan masalah dalam penelitian ini meliputi :
3

1. Bahan baku serat alam adalah pandan duri yang telah dikupas dari batang
daunnya.
2. Menggunakan perekat matriks dari resin polyester BQTN 157-EX.
3. Orientasi serat panjang (searah).
4. Komposisi campuran resin dan serat variasi 70% : 30%, 60% : 40% dan
50% : 50%.
5. Pengujian kekuatan fisik materi yang diteliti menggunakan uji impact

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui sifat fisik materi komposit yang dibuat dari serat alam
(pandan duri) setelah dicampur menggunakan resin polyester BQTN 157-
EX dengan orientasi serat panjang variasi komposisi fraksi berat antara
serat dan resin.
2. Meningkatkan kemampuan manufaktur material komposit berbasis serat
alam.
3. Untuk pengembangan potensi pemanfaatan serat alam, melalui penelitian
material dan proses produk komposit ramah lingkungan.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian adalah :
1. Untuk mengkaji potensi serat alam dari pandan duri untuk bisa digunakan
dalam dunia industri dalam bentuk papan komposit.
2. Mengetahui komposisi ideal pencampuran serat dan matriks resin polyester
BQTN 157-EX sehingga mendapatkan material komposit yang kokoh.
4

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan Teori


Dalam dunia yang modern ini penggunaan material komposit mulai
banyak dikembangkan dalam industri manufaktur. Penggunaan material komposit
yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang kembali, merupakan tuntutan
teknologi saat ini. Salah satu komposit yang berkembang di dunia industri yaitu
material komposit dengan pengisi (filler) baik yang berupa serat alami maupun
serat buatan. Pada dasarnya material komposit merupakan gabungan dari dua atau
lebih material yang berbeda menjadi suatu bentuk unit mikroskopik, yang terbuat
dari bermacam-macam kombinasi sifat atau gabungan antara serat dan matriks.
Saat ini bahan komposit yang diperkuat dengan serat merupakan bahan teknik
yang banyak digunakan karena kekuatan dan kekakuan spesifik yang jauh di atas
bahan teknik pada umumnya (Wiratama, 2014).
Pramono, (2008) dalam Wijoyo,dkk (2011) melakukan penelitian pada
serat enceng gondok (eichornia crassipes) yang bertujuan untuk mengetahui
kekuatan tarik serat enceng gondok dan kompatibilitas serat enceng gondok pada
matrik unsaturated polyester yukalac tipe 157 BQTN-EX. Hasil pengujian tarik
mulur serat enceng gondok menunjukkan tegangan tarik tebesar pada serat non
perlakuan 27.397 N/mm2 namun elongasi pada serat non perlakuan tersebut
menunjukkan nilai yang terendah yaitu 0.857%. Bentuk patahan serat dilihat dari
samping akibat pengujian tarik menunjukkan patahan yang berbentuk tak
beraturan seperti gerigi dan semakin ke ujung meruncing, hal ini menunjukkan
adanya kecocokan serat terhadap matrik.
Hasil penelitian Yudhyadi, (2013) untuk menilai kemungkinan seret alam
dari Pandan Wangi dan serbuk gergajian kayu sebagai bahan penguat komposit.
Selanjutnya, komposit kayu dibuat dan dibentuk dengan teknik hand lay-up.
Variasi panjang serat yang digunakan adalah 15 mm, 20 mm, 25 mm, 50 mm dan
100 mm dengan 20% sampai 30% fraksi volume serat dan 5% fraksi volume

4
5

serbuk gergaji. Resin yang digunakan adalah polyester. Selain itu, alkali serat
diperlakukan dengan menggunakan 4% NaOH. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan bahwa sifat mekanik seperti kekuatan impak resin polyester
meningkat cukup besar ketika diperkuat dengan pandan wangi dan serbuk gergaji.
Hasil ini mengidentifikasikan bahwa Pandan Wangi dan serbuk gergaji dapat
menjadi kandidat potensial untuk digunakan dalam komposit diperkuat serat
alami.
Dari hasil analisa Porniawan, (2014) berupa grafik pada penelitian
pengaruh variasi fraksi volume terhadap kekuatan mekanik komposit sandwich
polyester berpenguat serat pandan duri dengan core Styrofoam diketahui bahwa
terjadi peningkatan kekuatan sesuai grafik. Diketahui bahwa harga impak rata-rata
terendah yaitu pada variasi fraksi volume serat 5% yaitu sebesar 180,75 kJ/m²,
kemudian pada fraksi volume serat 10% harga rata-rata kekuatan impact
meningkat sekitar 4% menjadi 188,25 kJ/m², dan fraksi volume serat 15%
mempunyai harga impact tertinggi yaitu dengan rata-rata sebesar 195,5 kJ/m² atau
meningkat sekitar 8%. Peningkatan kekuatan tersebut terjadi karena ikatan yang
bagus antara matriks dan serat dengan ditandai banyaknya fiber break pada daerah
patahan. Jenis patahan yang terjadi adalah patah getas, karena permukaan patahan
dari specimen rata dan tidak terlihat adanya deformasi plastis pada daerah
patahan. Untuk kekuatan bending fraksi volume 5% mempunyai nilai kekuatan
bending terendah yaitu 0,264 MPa dan momen maksimum sebesar 412,5 N.mm
serta defleksi maksimum sebesar 7,2 mm. Untuk fraksi 10% mempunyai kekuatan
bending sebesar 0,312 MPa dan momen bending maksimum yaitu sebesar 487,5
N.mm atau mengalami peningkatan sebesar 18%, serta defleksi maksimum 7,4
mm atau meningkat sebesar 3%. Sedangkan fraksi 15% mempunyai kekuatan
bending tertinggi yaitu 0,432 MPa dan momen maksimum yaitu 675 N.mm atau
meningkat 64% dari fraksi volume 5%, serta defleksi maksimum memiliki nilai
7,95 mm atau meningkat sekitar 10%.
Sementara itu, penggunaan serat alami sebagai penguat pada bahan
komposit disebabkan karena melimpahnya jenis tanaman penghasil serat,
khususnya di Indonesia, sehingga membuat peneliti tertarik untuk
6

mengembangkan material komposit menggunakan bahan dari serat alam. Material


komposit yang berasal dari serat alam kekuatannya tidak kalah dengan material
komposit dari logam seperti aluminum.

2.2 Teori Dasar


2.2.1 Komposit
Material komposit adalah kombinasi antara dua bahan atau lebih yang
memiliki sejumlah sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh masing-masing
komponen. Pada bahan komposit bahan pembentuknya masih terlihat seperti
aslinya (Budinski,2003). Menurut Kaw (1997), komposit adalah struktur material
yang terdiri dari dua kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala
makroskopik dan menyatu secara fisika. Sedangkan menurut Matthews dkk
(1993), komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau
lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat
mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran
tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan
karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya. Material komposit
mempunyai sifat dari material konvensional pada umumnya dari proses
pembuatannya melalui percampuran yang tidak homogen, sehingga kita leluasa
merencanakan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan
mengatur komposisi dari material pembentuknya. Komposit merupakan sejumlah
sistem multi fasa sifat gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau
pengikat dengan penguat.
Salah satu bahan komposit adalah plastik yang diperkuat serat. Dipilihnya
Plastik oleh pendesain material karena dapat menghasilkan sifat gabungan yang
tidak mungkin diperoleh pada jenis bahan lain seperti ringan, tangguh, tahan
korosi, warna tahan lama, transparan, mudah pemrosesannya (Hosen J.,
2001).Untuk meningkatkan kekuatan mekanik diberikan bahan penguat berupa
serat sintetis atau serat alam. Penguat yang digunakan pada polimer, baik yang
termoplastik maupun termoseting pada umumnya dalam bentuk serat (fibre),
benang (filament) dan butiran/serbuh (Bernins,1991). Sifat mekanik dari komposit
7

banyak ditentukan oleh penguatan serta posisi. Dilain pihak, resin memiliki
ketahanan terhadap bahan kimia dan cuaca dan untuk menambah kekuatannya
maka perlu diberi bahan penguat. Perbandingan antara resin dan penguat
merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan sifat struktur komposit
(Schwartz M.,1996).
Kelebihan material komposit adalah sifat mekanik spesifiknya tinggi,
ketahanan korosi yang tinggi, mudah dibuat dan serat dapat diatur sesuai dengan
arah pembebanan. Untuk membuat komposit ada beberapa metode yang
digunakan, bergantung pada matriks yang ingin digunakan, termoset atau
termoplas. Metode pembuatan komposit yang paling mudah digunakan adalah
metode wet hand lay up. Pada pembuatan komposit dengan metode ini
menggunakan preform yang kemudian dituangkan resin sambil ditekan dengan
roll. Walaupun metode ini mudah dilakukan, namun kelemahan dari metode ini
adalah produk yang dihasilkan bisa berbeda kualitasnya karena pengaruh gaya
penekanan yang berbeda-beda. Komposit dapat diklasifikasikan berdasarkan
strukturnya seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Klasifikasi komposit berdasarkan strukturnya


8

2.2.2 Komposit berdasarkan bahan pengisi


Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat
sebagai penguat. Serat yang digunakan biasanya berupa serat gelas, serat karbon,
serat aramid dan sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan
orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti
anyaman. Bila peningkatan kekuatan menjadi tujuan utama, komponen penguat
harus mempunyai rasio aspek yang besar, yaitu rasio panjang terhadap diameter
harus tinggi, agar beban ditranfer melewati titik dimana mungkin terjadi
perpatahan.
Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Laminated Composite (Komposit Laminat)
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung
menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.
2. Particulate Composite (Komposit Partikel)
Merupakan komposit yang menggunakan partikel/serbuk sebagai pengisinya
dan terdistribusi secara merata dalam matriksnya.
3. Fibrous Composite (Komposit Serat)
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan
yang menggunakan penguat berupa serat (fiber). Fiber yang digunakan bisa
berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan
sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi
tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
Pada penelitian ini, jenis bahan pengisi yang digunakan adalah serat yaitu serat
daun pandan duri.
Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang
digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima
oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban
sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik
dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit.
9

Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan komposit yaitu jenis,


geometri, arah, dan distribusi serat. Panjang serat sebagai penguat komposit
sekurang-kurangnya 100 kali diameter atau lebarnya, supaya didapat penguatan
yang optimal. Bahan komposit memiliki banyak keunggulan, diantaranya berat
yang lebih ringan, dan kekuatan yang lebih tinggi, tahan korosi serta memiliki
biaya perakitan yang lebih murah karena berkurangnya jumlah komponen dan
baut-baut penyambung. Kekuatan mekanik dari komposit serat karbon lebih tinggi
daripada semua paduan logam. Semua itu menghasilkan berat pesawat yang lebih
ringan.

2.2.3 Tipe orientasi susunan komposit


Berdasarkan orientasi susunannya ada beberapa tipe serat pada komposit,
yaitu :
1. Komposit serat anyaman (woven fiber composite)
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan
seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjangnya yang tidak
begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.

Gambar 2.2 Susunan woven fiber composites


10

1. Komposit Gabungan
Komposit gabungan merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus
dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat
dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.
2. Komposit Serat Panjang (long fiber composite)
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina
diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar lapisan.
Keistimewaan komposit serat panjang adalah lebih mudah diorientasikan, jika
dibandingkan dengan serat pendek. Secara teoritis serat panjang dapat
menyalurkan pembebanan atau tegangan dari suatu titik pemakaiannya.
Perbedaan serat panjang dan serat pendek yaitu serat pendek dibebani secara
tidak langsung atau kelemahan matriks akan menentukan sifat dari produk
komposit tersebut yakni jauh lebih kecil dibandingkan dengan besaran yang
terdapat pada serat panjang. Pada penelitian ini penulis menggunakan orientasi
serat panjang seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tipe orientasi susunan serat panjang

3. Komposit Serat Pendek (short fiber composite)


Komposit ini adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan
lagi menjadi tiga seperti pada Gambar 2.5, yaitu :
a. Serat dengan susunan lurus (Aligned discontinuous fiber)
b. Serat dengan susunan miring (Off-axis aligned discontinuous fiber)
c. Serat acak (Randomly oriented discontinuous fiber).
11

Gambar 2.5 Tipe susunan komposit serat pendek

Berdasarkan arah orientasi material komposit yang diperkuat dengan serat


pendek dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu serat acak (inplane random
orientasi) dan serat satu arah. Tipe serat acak sering digunakan pada produksi
dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah.
Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari
penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.

2.2.4 Faktor yang mempengaruhi sifat komposit


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat – sifat komposit yang
dihasilkan antara lain :
1. Faktor letak serat
Serat adalah bahan pengisi matriks yang digunakan untuk dapat memperbaiki
sifat dan struktur matriks yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu
menjadi bahan penguat matriks pada komposit untuk menahan gaya yang
terjadi. Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matriks
yang akan menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah
dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut. Menurut tata letak dan arah
serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:
a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus
maksimum pada arah axis serat.
b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua
arah atau masing-masing arah orientasi serat.
c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic kekuatannya
lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.
12

Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika


orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada satu arahnya
akan melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan
menyebar ke segala arah maka kekuatan akan meningkat.

2. Panjang serat
Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matriks sangat
berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran
komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat
dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis
mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya.
Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan
maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding diameter serat sering
disebut dengan istilah aspect ratio. Bila aspect ratio makin besar maka makin
besar pula kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang
(continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek.
Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang.
Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada
umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan
dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan
proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matriks akan
menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan.
Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun
tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Pada struktur continous
fiber yang ideal, serat akan bebas tegangan atau mempunyai tegangan yang
sama. Selama fabrikasi, beberapa serat akan menerima tegangan yang tinggi
dan yang lain mungkin tidak terkena tegangan sehingga keadaan di atas tidak
dapat tercapai.
Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan
menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber.
Hal ini terjadi pada whisker, yang mempunyai keseragaman kekuatan tarik
13

setinggi 1500 kips/in2 (10,3 GPa). Komposit berserat pendek dapat


diproduksi dengan cacat permukaan yang rendah sehingga kekuatannya dapat
mencapai kekuatan teoritisnya. Faktor yang mempengaruhi variasi panjang
serat chopped fiber composites adalah critical length (panjang kritis). Panjang
kritis yaitu panjang minimum serat pada suatu diameter serat yang
dibutuhkan pada tegangan untuk mencapai tegangan saat patah yang tinggi.

3. Bentuk serat
Bentuk serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu
mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada
umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan
komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga
mempengaruhi.

4. Faktor matriks
Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau
memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matriks,
sehingga matriks dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit serat
membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matriks. Selain
itu matriks juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang
tidak diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk
memilih matriks harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan
terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang
biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matriks. Bahan
Polimer yang sering digunakan sebagai material matriks dalam komposit ada
dua macam adalah termoplastik dan termoset. Termoplastik dan termoset ada
banyak macam jenisnya, yaitu:
a. Termoplastik, contohnya : polyamide (PI), polysulfone (PS),
polyetheretherketone (PEEK), polyhenylene sulfide (PPS), polypropylene
(PP), polyethylene (PE), dan sebagainya.
14

b. Termoset, contohnya : epoksi, polyester, phenolic, plenol, resin amino,


resin furan, dan sebagainya.

5. Faktor ikatan fiber matriks


Komposit serat yang baik harus mampu untuk menyerap matriks yang
memudahkan terjadi antara dua fase. Selain itu komposit serat juga harus
mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat
dan matriks berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan.
Kemampuan ini harus dimiliki oleh matriks dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matriks adalah void, yaitu adanya celah
pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan
matriks tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit
tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah
void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian
tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matriks. Hal ini disebabkan
karena kekuatan atau ikatan interfacial antara matriks dan serat yang kurang
besar.

6. Katalis
Katalis ini digunakan untuk membantu proses pengeringan resin dan serat
dalam komposit. Waktu yang dibutuhkan resin untuk berubah menjadi plastik
tergantung pada jumlah katalis yang dicampurkan. Semakin banyak katalis
yang ditambahkan maka makin cepat pula proses curing-nya. tetapi apabila
pemberian katalis berlebihan maka akan menghasilkan material yang getas
ataupun resin bisa terbakar.

2.2.5 Serat alam


Dalam dunia pertekstilan serat alam dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar yaitu : serat tumbuh-tumbuhan, serat binatang, dan serat mineral
atau anorganik. Serat tumbuh-tumbuhan ialah serat yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan mempunyai tiga sub kelompok yaitu serat biji, serat batang, dan
serat daun.Yang ternasuk serat biji misalnya kapas, kapok, sabut kelapa, dan
15

sebagainya. Yang termasuk serat batang yaitu rami, Jute, kenaf dan sebagainya.
Yang termasuk serat daun yaitu serat abaka, nanas, sisal dan pandan.
Untuk mendapatkan serat alam tumbuh-tumbuhan dengan kadar selulosa
yang tinggi seperti abaka, sabut kelapa, serat sawit, serat nanas dan sebagainya
perlu diolah dan dimurnikan. Pengolahan serat tersebut dapat dilakukan dengan
cara pemasakan (scouring) menggunakan alkali dan biasanya dengan kostik soda
dan zat aktif permukaan, selanjutnya dilakukan pemurnian atau pengelantangan
(bleaching) menggunakan oksidator kuat seperti hydrogen peroksida.
Adanya komposit akan menciptakan bahan baru dengan sifatnya masing-
masing yang dapat memperkaya jenis bahan yang telah ada di alam. Berbagai
jenis bahan alam seperti serat alam (selulosa, hemiselulosa, lignin), serat karbon,
serat gelas, metal, keramik dan sebagainya dapat dijadikan komposit dengan
monomer/polimer dari jenis termoseting maupun jenis termoplastik yang
jumlahnya sangat banyak dan bervariasi. Selain itu, pembuatan komposit dengan
konstituen lebih dari dua macam tentu akan menghasilkan material baru yang
lebih bervariasi. Serat selulosa yang banyak mengandung gugus hidroksil (-OH)
dengan resin reaktan yang mempunyai gugus metilol akan terjadi reaksi
kondensasi menghasilkan reaksi samping berupa molekul air (Amin, 2011).
Serat alam yang dikenal bersifat ramah lingkungan perlu kita manfaatkan
menjadi bahan sandang maupun non sandang yang dapat memberi manfaat bagi
kehidupan. Serat alam terdiri dari serat tumbuh-tumbuhan, serat binatang, dan
serat mineral mengandung berbagai macam kandungan kimia dapat melengkapi
kebutuhan kehidupan manusia. Serat alam dari tumbuh-tumbuhan mengandung
banyak selulosa berpeluang besar untuk dijadikan salah satu komponen bahan
komposit sebagai bahan baru yang bermanfaat. Peluang tersebut akan dapat
direalisasi apabila kita banyak melakuan penelitian dan percobaan secara serius
seperti yang akan penulis lakukan terhadap serat pandan duri.
Fungsi utama dari serat adalah sebagai penopang kekuatan dari komposit,
sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang
digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima
oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban
16

sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik
dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit.

2.3 Potensi Bahan Baku Serat


Serat dikelaskan dalam dua bagian besar yaitu serat alam dan serat buatan.
Serat alam yang utama adalah kapas, wol, sutra, sedangkan serat buatan seperti
rayon, poliester, akril, atau nilon. Setiap serat buatan (sintetik) terdiri dari rantai
polimer, dan kebanyakan merupakan polimer berkristal, sehingga sifat kimianya
bergantung kepada struktur rantai polimer tersebut. Serat mempunyai bentuk tipis
dan panjang.
Tanaman penghasil serat dikenal dengan istilah bast plant, seperti rami,
kenaf, flax, rosella, dan jute. Serat alam juga dapat diperoleh dari serat buah,
seperti buah kelapa, buah kelapa sawit, dan kapas. Selain itu, serat alam bisa
didapat dari serat daun, seperti pandan, nanas, dan sisal.
Keunggulan utama penggunaan serat alam dibandingkan dengan serat
sintetis yaitu serat alam dapat terurai oleh kondisi lingkungan (biodegradable).
Keunggulan tersebut yang mendorong peneliti untuk senantiasa meneliti dan
mengembangkan pemanfaatan serat alam di berbagai sektor aplikasi. Berdasarkan
sifat mekaniknya, perbandingan serat alam dan serat sintetis dapat dilihat pada
Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbandingan sifat mekanik serat
17

2.3.1 Serat pandan duri


Pandan duri (pandanus tectorius) pada Gambar 2.6 merupakan salah satu
jenis pandan yang hidup tersebar luas di daerah terbuka dataran rendah. Pandan
ini banyak digunakan untuk bahan baku kerajinan karena panjang daunnya
mencapai 25 cm dan lebar 9 cm. Untuk menghasilkan produk anyaman dari bahan
tumbuhan diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenal tumbuhan
yang memiliki serat yang panjang dan kuat. Salah satu ragam tumbuhan yang
memenuhi kedua persyaratan tersebut ialah pandan duri yang merupakan bagian
dari suku pandan-pandanan (Pandanaceae).
Penggunaan daun pandan selama ini hanya sebagai bahan pembuat tikar,
lontrong ataupun complong, sehingga nilai guna dari daun pandan masih rendah
(Salahuddin, 2012). Serat daun pandan didapat dengan cara membusukkan daun
pandan sehingga serat dapat dengan mudah dipisahkan dengan bagian daun yang
lain. Serat daun pandan yang digunakan pada penelitian berfungsi sebagai bahan
penguat pada pembuatan komposit. Massa jenis serat daun pandan yaitu 0,96
gr/cm3.

Gambar 2.6 Pohon Pandan Duri

Pada pohon pandan duri tersebut, maka dipotong daunnya seperti pada
Gambar 2.7 sebagai bahan baku serat dimana proses penyeratan dilakukan dengan
cara perendaman menggunakan air tawar selama 7 hari. Cara yang paling umum
18

dan praktis adalah secara manual, yaitu dengan proses water retting
(perendaman) dan scraping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh
micro-organism (bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat
perekat (gummy substances) yang berada disekitar serat daun pandan duri.

Gambar 2.7 Daun pandan duri

2.3.2 Matriks
Pada penggabungan serat dan matriks, serat akan berfungsi sebagai
penguat yang memiliki kekuatan lebih tinggi, sedangkan matriks berfungsi
sebagai perekat dan penerus gaya geser yang diberikan pada komposit. Kelebihan
komposit dibandingkan dengan material lain yaitu rasio antara kekuatan dan
densitasnya cukup tinggi, proses pembuatan yang relatif mudah, dan tahan
terhadap kondisi lingkungan.
Matrik dalam komposit berperan sebagai pengikat serat dan
mendistribusikan tegangan pada saat pembebanan. Bahan matrik yang sering
digunakan dalam pembuatan komposit adalah matrik polimer, adapun jenisnya
antara lain thermoset dan thermoplastic. Yang termasuk thermoset antara lain
epoxy, polyester, dan phenolic. Yang termasuk thermoplastic antara lain
polyetylene, dan polypropylene. Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan
mengadakan penelitian mengenai penggunaan epoxy dan polyester sebagai bahan
matrik pengganti phenolic pada pembuatan papan komposit karena polyester,
epoxy, dan phenolic memiliki kesamaan yang merupakan matrik polimer yang
19

berjenis thermoset. Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat


serat menjadi sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal,
meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat
dan matrik, sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit
serat membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matrik. Selain
itu matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak
diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk memilih
matrik harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan terhadap panas,
tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang biasanya menjadi
pertimbangan dalam pemilihan material matrik.
Berdasarkan unsur kimia utama (major chemical component), perekat
dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1) Perekat alami (adhesive of natural origin)
a. Berasal dari tumbuhan, seperti pati (starches), turunan pati (dextrins) dan
getah-getahan (vegetable gums)
b. Berasal dari protein, seperti kulit, tulang, urat daging, darah (albumin dan
darah keseluruhan), susu (caselin) serta soybean meal (termasuk kacang
tanah dan protein nabati seperti biji-bijian pohon dan biji durian)

2) Perekat sintetis (adhesive of synthetic origin)


a. Perekat thermoplastic yaitu resin yang akan kembali menjadi lunak ketika
dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan, seperti polyvinyl
alcohol (PVA), polyvinyl acetate (PVAc), copolymers, cellulose esters dan
ethers, polyamids, polystyrene, polyvinyl butyral serta polyvinyl formal.
b. Perekat thermosetting yaitu resin yang mengalami reaksi kimia dari
pemanasan, katalis, sinar ultraviolet dan sebagainya serta tidak kembali ke
bentuk semula, seperti urea, melamine, phenol, resorcinol, furfuryl alcohol
epoxy, polyurethane, unsaturated polysters.

2.3.3 Resin Polyester


Polimer merupakan bahan matrik yang paling sering digunakan. Adapun
jenis polimer yaitu : thermoset, adalah plastik atau resin yang tidak bisa berubah
20

karena panas (tidak bisa di daur ulang). Misalnya : epoxy, polyester, phenotic.
Sedangkan thermoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus
menerus dengan pemanasan atau dikeraskan dengan pendinginan dan bisa berubah
karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya : polyamid, nylon, polysurface,
polyester. Matrik polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi
konstruksi ringan, selain itu harganya murah, resin ini mempunyai karakteristik
yang khas yaitu dapat diwarnai, transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan
air, tahan cuaca dan bahan kimia. Polyester dapat digunakan pada suhu kerja
mencapai 7900 C atau lebih tergantung partikel resin dan keperluannya.
Keuntungan lain matrik polyester adalah mudah dikombinasikan dengan serat dan
dapat digunakan untuk semua bentuk penguatan plastik.
Unsaturated Polyester Resin (UPR) merupakan jenis resin thermoset atau
lebih populernya sering disebut polyester saja. UPR berupa resin cair dengan
viskositas yang cukup rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan
katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin thermoset
lainnya. Serat polyester mempunyai kekuatan yang tinggi dan E-Modulus serta
penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan
dengan serat industri lainnya. Kain polyester tertenun digunakan dalam pakaian
konsumen dan perlengkapan rumah seperti seprei panjang, penutup tempat tidur,
tirai dan korden. Polyester industri digunakan dalam penguatan ban, tali, kain buat
sabuk mesin pengantar (konveyor), sabuk pengaman kain berlapis dan penguatan
plastik dengan tingkat penyerapan energi yang tinggi. Fiber fill dari polyester
digunakan pula untuk mengisi bantal dan selimut penghangat.
Menurut Jufri (2007) polyester berasal dari reaksi kimia asam dibasa
bereaksi secara kondensasi dengan alkohol dihidrat. Karena asam tak jenuh
digunakan dengan berbagai cara sebagai bagian dari asam dibasa, yang
menyebabkan terdapatnya ikatan tak jenuh dalam rantai utama dari polimer yang
dihasilkan, maka disebut polyester tak jenuh. Kemudian, monomer vinil dicampur
yang bereaksi dengan gugus tak jenuh pada pencetakan untuk mengeset. Sifat dari
polyester sendiri adalah kaku dan rapuh. Mengenai sifat thermalnya, karena
banyak mengandung monomer stiren, maka suhu deformasi thermal lebih rendah
21

daripada resin termoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjangnya kira-kira
1100-1400 C. Ketahanan dingin adalah baik secara relatif. Sifat listriknya lebih
baik diantara resin termoset, tetapi diperlukan penghilangan lembaban yang cukup
pada saat pencampuran dengan gelas.
Pada penelitian ini akan menggunakan matrik resin polyester BQTN 157-EX
dengan sifat mekanisnya ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat mekanis resin polyester BQTN 157 – EX
Sifat mekanis Nilai Satuan
Kekuatan tarik statis (tensile strength) 5,5 Kg/mm
Modulus elastisitas (tensile modulus) 300 Kg/mm
Kekuatan lentur (flexural strength) 9,4 Kg/mm
Modulus lentur (flexural modulus) 300 Kg/mm
elongation 1,6 %

2.6 Aplikasi Material Komposit


Tanaman penghasil serat dikenal dengan istilah bast plant, seperti rami,
kenaf, flax, rosella, dan jute. Serat alam juga dapat diperoleh dari serat buah,
seperti buah kelapa, buah kelapa sawit, dan kapas. Selain itu, serat alam bisa
didapat dari serat daun, seperti pandan, nanas, dan pandan duri. Keunggulan
utama penggunaan serat alam dibandingkan dengan serat sintetis yaitu serat alam
dapat terurai oleh kondisi lingkungan (biodegradable). Keunggulan tersebut yang
mendorong peneliti untuk senantiasa meneliti dan mengembangkan pemanfaatan
serat alam di berbagai sektor aplikasi, seperti interior kenderaan.
Melihat perkembangan industri otomotif yang semakin pesat,
meningkatkan kebutuhan akan interior mobil yang semakin baik dari segi fisik
maupun sifat mekaniknya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut
yaitu dengan menggunakan komposit serat alam. Penggunaan serat alam sebagai
bahan komposit yang aplikasinya sebagai interior mobil didasarkan karena
beberapa kelebihan yang dimiliki, diantaranya yaitu memiliki sifat mekanik yang
tinggi, dan biaya pembuatan yang relatif murah. Komponen yang dibuat dari
komposit harganya dapat turun hingga 50% jika dibandingkan dengan produk
22

bahan logam. Pesatnya perkembangan komposit serat alam mengakibatkan


tergesernya keberadaan bahan sintetis yang biasa digunakan sebagai penguat
komposit, seperti serat gelas, karbon, kevlar, silikon karbida, aluminium oksida,
dan boron. Sebagai contoh, PT. Toyota di Jepang memanfaatkan serat kenaf
sebagai penguat bahan komposit untuk interior mobil, dan produsen mobil
Daimler-Bens memanfaatkan komposit serat abaca sebagai penguat bahan untuk
pembuatan dashboard. Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan komposit
yaitu jenis, geometri, arah, dan distribusi serat. Panjang serat sebagai penguat
komposit sekurang-kurangnya 100 kali diameter atau lebarnya, supaya didapat
penguatan yang optimal.
Berdasarkan sifat mekaniknya, perbandingan serat alam dan serat sintetis
dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat mekanik serat alam sebagai pembanding terhadap


fiber konvensional

Meninjau potensi yang dimiliki Kabupaten Aceh Utara terutama


ketersediaan serat daun pandan, menunjukkan tingginya prospek untuk
pemanfaatan serat daun pandan sebagai komponen komposit. Pemanfaatan serat
daun pandan akan meningkatkan nilai fungsi dari serat dan penggunaan bahan
23

serat alam lebih disukai karena disamping biayanya relatif lebih murah juga
bersifat ramah lingkungan.

2.7 Tahapan Proses Pembuatan Komposit


Tahapan pembuatan komposit secara umum memerlukan beberapa tahapan
proses, yaitu sebagai berikut:
a. Persiapan serat
Sebelum proses pencetakan, serat diberi perlakuan awal berupa perlakuan
alkali. Tujuan perlakuan alkali yaitu menghilangkan zat-zat hemi selulosa,
lignin dan waxes. Zat-zat tersebut perlu dihilangkan dari permukaan serat
karena dapat mengurangi kekuatan serat daun pandan dan mengurangi daya
ikat serat dengan matriks.

b. Pencetakan komposit
Pencetakan komposit dapat dilakukan menggunakan beberapa metode.
Pemilihan metode pencetakan komposit didasarkan dengan kebutuhan.
Metode yang dapat digunakan yaitu:
1) Autoclave
2) Compression Molding
3) Pultrusion
4) Reinforced Reaction Injection Molding (RRIM)
5) Thermoplastic Molding
6) Resin Transfer Molding (RTM)
7) Structural Reaction Injection Molding (SRIM)

c. Post-Curing
Proses post-curing dilakukan terhadap spesimen uji dengan menggunakan
furnace. Post-curing dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan interface
komposit.
24

2.8 Cara Pembuatan Komposit


Dalam pembuatan komposit diperlukan suatu cetakan dimana cetakan itu
harus bersih dari kotoran dan permukaannya halus. Untuk bahan cetakan dapat
digunakan dari logam, kayu, gips, dan kaca. Pembuatan komposit dapat dilakukan
dengan empat cara yaitu :

2.8.1 Spray Up
Resin, katalis, dan filler dicampur di dalam penyemprot lalu kemudian
disemprotkan ke dalam cetakan seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Proses Spray Up


2.8.2 Hand Lay up
Cara ini sangat manual pengerjaannya, yaitu dengan cara menuang resin
yang telah dicampur dengan filler ke dalam cetakan. Setelah itu menggunakan
roller untuk meratakan hasilnya dan juga bertujuan agar tidak ada udara yang
terjebak (void) di dalam cetakan sehingga hasilnya nanti bisa lebih padat seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.9. Penelitian ini menggunakan metode ini dengan
memmbuat cetakan dari bahan kayu dan kaca.
25

Gambar 2.9 Cara Hand Lay-up

Pada Penelitian ini digunakan metode pencetakan terbuka jenis hand lay-
up dengan cara manual. Proses ini dilakukan pada suhu ruangan dan dengan
memanfaatkan keterampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa
mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian dituangkan resin sebagai
pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya,
sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang telah ditentukan. Ada dua cara
aplikasi resin yaitu:
a. Manual Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber
dilakukan secara manual dengan tangan.
b. Mechanical Resin Application, proses pengaplikasian antara resin dan fiber
menggunakan bantuan mesin dan berlangsung secara kontinu.

2.8.3 Injection molding


Cara yang satu ini menggunakan mesin injeksi. Resin yang berbentuk
padat dan filler dimasukkan kedalam mesin ini lalu dengan temperatur yang telah
diatur sehingga resinnya dapat mencair semuanya itu diinjeksikan ke dalam
cetakan seperti pada Gambar 2.10.
26

Gambar 2.10 Alat Injection Molding

2.8.4 Proses cetakan tekan (Compression Molding)


Proses pada cetakan tekan (compression moulding) ini
menggunakan hydraulic sebagai penekannya. Fiber yang telah dicampur dengan
resin dimasukkan ke dalam rongga cetakan, kemudian dilakukan penekanan dan
pemanasan. Resin termoset khas yang digunakan dalam proses cetak tekan
ini adalah poliester, vinil ester, epoxies, dan fenolat.

Gambar 2.11 Cara Compresion Molding

2.9 Pengujian Impact


Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan
penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik komposit. Gabungan matriks dan
serat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan dan kekakuan
yang lebih tinggi dari bahan konvensional. Untuk mengetahui kekuatan dan
27

kemampuan rekayasa material komposit maka dilakukan suatu uji kekuatan seperti
uji impact. Pada penelitian ini dilakukan pengujian impact tipe charpy. Pengujian
impact merupakan suatu pengukuran pengujian untuk mengukur keuletan atau
kegetasan bahan terhadap beban tiba-tiba. Karakterisasi material komposit
mencakup karakterisasi sifat fisik, mekanik, atau termal. Karakterisasi sifat
mekanik yang dilakukan salah satunya adalah melalui uji impact.
Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan
dengan beban kejut. Untuk menentukannya perlu diadakan pengujian impact.
Dalam pengujian impact terdiri dari dua teknik pengujian standar yaitu Charpy
dan Izod. Pada pengujian standar Charpy dan Izod seperti pada Gambar 2.12,
dirancang dan masih digunakan untuk mengukur energi impact yang juga dikenal
dengan ketangguhan takik.

Gambar 2.12 Peletakan spesimen uji impact

Ketahanan impact biasanya diukur dengan metode Charpy atau Izood yang
bertakik maupun tidak bertakik. Pada pengujian ini, beban diayun dari ketinggian
tertentu untuk memukul benda uji, yang kemudian diukur energi yang diserap
oleh perpatahannya. Pengujian impact charpy banyak dipergunakan untuk
menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai
keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Permukaan benda uji
pada impact charpy dan izod dikerjakan halus pada semua permukaan. Harga
pukul takik didapat dengan cara mengukur usaha atau energi yang diserap untuk
28

mematahkan benda uji yang dinyatakan dalam Joule (J) atau kilogram force meter
(kgfm) atau dengan persamaan berikut ini.

………………………………………. (2.1)

Dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:

………………………………………. (2.2)

Dimana :
W1 = Usaha yang dilakukan (kg m).
G = Berat pendulum (kg).
h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m).
Λ = Jarak lengan pengayun (m).
cos α = Sudut posisi awal pendulum.

Simulasi kerja alat uji impact ditunjukkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Simulasi skematik alat uji impact


29

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji adalah sebagai berikut.

………………………………………. (2.3)

dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:


………………………………………. (2.4)

Dimana :
W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m).
G = Berat pendulum (kg).
h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m).
λ = Jarak lengan pengayun (m).
cos β = Sudut posisi akhir pendulum.
Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji adalah:

………………………………………. (2.5)

dan dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut:

………………………………………. (2.6)

Dimana :
W = Usaha yang diperlukan mematahkan benda uji (Kg m).
W1 = Usaha yang dilakukan (Kg m).
W2 = Sisa usaha setelah mematahkan benda uji (Kg m).
G = Berat pendulum (Kg).
λ = Jarak lengan pengayun (m).
cos α = Sudut posisi awal pendulum.
cos β = Sudut posisi akhir pendulum.
dan besarnya harga impact dapat digunakan persamaan berikut:

………………………………………. (2.7)
30

Dimana :
K = nilai impact (Kg m/mm2)
W = Usaha yang diperlukan mematahkan uji (Kg m)
Ao = Luas penampang dibawah tatikan (mm2)

Keretakan dan patahan pada spesimen akibat uji impact ada tiga bentuk,
yaitu :
1. Patahan getas
Permukaan patahan terlihat rata dan mengkilap, kalau potongan-potongannya
kita sambungkan lagi, ternyata keretakannya tidak disertai dengan
deformasinya bahan. Patahan jenis ini mempunyai harga impact yang rendah.
2. Patahan liat
Permukaan patahan ini tidak rata, nampak seperti buram dan berserat, tipe ini
mempunyai harga impact yang tinggi.
3. Patahan campuran
Patahan yang terjadi merupakan campuran dari patahan getas dan patahan liat.
Patahan ini paling banyak terjadi.
Semakin besar posisi sudut β akan semakin getas, demikian sebaliknya.
Artinya pada material getas, energi untuk mematahkan material cenderung
semakin kecil, demikian sebaliknya (Hartanto, 2009).
31

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


3.1.1 Tempat
Penelitian pembuatan komposit dari pandan duri ini dilakukan pada
laboratorium Teknik Mesin Universitas Malikussaleh dan pengujian impact telah
dilakukan pada laboratorium Teknik Mesin Universitas Muhammadyah Sumatera
Utara (UMSU) Medan.

3.1.2 Waktu
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2016 sampai dengan
selesai kurang lebih 4 sampai 6 bulan. Perhitungan waktu penelitian ini meliputi
kegiatan ; penyelesaian revisi proposal tugas akhir setelah seminar proposal,
persiapan bahan dan material kerja, pembuatan spesimen dan kegiatan pengujian
serta penyusunan hasil penelitian.

3.2 Bahan dan Peralatan


3.2.1 Bahan
Bahan penelitian adalah daun pandan duri yang telah kering dan dipotong-
potong. Potongan daun pandan duri ini disaring untuk mendapatkan potongan
yang berukuran seragam secara susunan searah. Potongan daun pandan duri yang
telah kering ini dibuat menjadi pengisi komposit dengan komposisi 30%, 40% dan
60% dari total campuran bersama resin polyester. Bahan matriks atau pengikat
komposit digunakan resin polyester dengan komposisi 70%, 60% dan 50% dari
total campuran dalam cetakan komposit.

3.2.2 Peralatan
Peralatan digunakan sebagai alat bantu pembuatan papan komposit. Alat-
alat tersebut adalah :
1) Cetakan sesuai ukuran standar spesimen

31
32

Cetakan dapat dibuat dengan menggunakan dua material yaitu


menggunakan cetakan kaca dan cetakan kayu yang telah dirapikan
permukaannya. Cetakan yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Cetakan untuk pembuatan spesimen

2) Sendok takaran
Sendok takaran ini digunakan untuk menakar komposisi campuran bahan
komposit.
3) Kertas aluminium foil
Digunakan untuk pelapis agar tidak lengket saat ditekan dalam cetakan.
Selain menggunakan kertas aluminium foil ini (Gambar 3.2), untuk mudah
melepaskan spesimen dari cetakan juga menggunakan lotion sabun
pencuci yang berguna melicinkan spesimen saat dilepaskan.

Gambar 3.2 Kertas Aluminium foil


33

4) Timbangan takaran.
Timbangan yang digunakan untuk menakar komposisi campuran bahan
komposit adalah timbangan digital dengan ketelitian 0,001 kg ditunjukkan
pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Timbangan digital

5) Jangka sorong untuk mengukur ketepatan ukuran spesimen.


6) Sarung tangan.
7) Cutter (pisau pemotong)
Penggunaan cutter untuk memotong serat yang panjangnya telah
ditentukan sesuai standar uji dan seukuran cetakan seperti ditunjukkan
pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Penggunaan cutter memotong serat


34

3.3 Prosedur Penelitian


Langkah penelitian adalah sebagai berikut.
1) Mengumpulkan bahan penelitian yaitu daun pandan duri dan resin polyester
serta katalis sebagai hardener. Daun pandan duri diperoleh disekitar pantai
laut Bangka Kecamatan Krueng Geukuh, dimana daun pandan duri yang
digunakan sebagai bahan baku komposit adalah daun yang telah hampir layu
(kering) karena struktur seratnya lebih kuat dibandingkan dengan daun yang
masih hijau atau masih muda. Proses pengambilan daun yang relatif hijau
terlebih dahulu dijemur dan dikeringkan. Pengumpulan bahan baku serat
pandan duri dilakukan dengan cara penguraian melalui media air tawar yang
bersih selama 7 – 10 hari untuk menghasilkan penguraian serat yang alami.

2) Melakukan penyeratan pada daun duri yang telah mengelupas.


Serat yang terkelupas dari daun pandan duri kemudian dikeringkan dan
dilakukan proses pencucian kembali, diurai dan dikeringkan pada terik
matahari sampai kering. Pengeringan ini dilakukan selama 2-3 hari untuk
memperoleh serat yang tidak lembab. Serat daun pandan duri yang telah
kering selanjutnya dipotong ukuran yang seragam. Pembuangan serat yang
berserabut dilakukan untuk memilih serat yang berserat tunggal.

3) Memotong dan menyusun serat pada mal cetakan.


Pemotongan serat menggunakan cutter dengan ukuran seragam sepanjang 80
mm. Setelah seluruh serat yang menjadi bahan baku filler komposit ditimbang
menggunakan timbangan digital untuk mengetahui komposisi pencampuran
dengan resin. Penyusunan serat pada mal cetakan dibantu dengan pengeleman
perekat agar penyusunan tidak bergeser. Selanjutnya penyusunan dilakukan
bersilang berbentuk anyaman seperti pada Gambar 2.3 pada laporan ini.
Susunan diupayakan maksimal agar rapat namun berongga untuk masuknya
resin saat disiram dalam cetakan. Kerapatan serat dapat menutup ruang
mengalirnya matrik saat dicampur, hal ini akan menyebabkan timbulnya
gelembung udara (void). Gelembung udara merupakan akibat yang tidak bisa
dihindari pada saat proses pembuatan. Untuk itu sebisa mungkin
35

meminimalkan void yang dihasilkan pada bahan komposit. Voids


(kekosongan) yang terjadi pada matrik sangatlah berbahaya, karena pada
bagian tersebut penguat tidak didukung oleh matriks, sedangkan penguat
selalu akan mentransfer tegangan ke matriks. Hal seperti ini menjadi
penyebab munculnya crack, sehingga komposit akan gagal lebih awal. Agar
terhindar dari void yang terjadi dalam campuran resin dan serat, maka cetakan
ditekan (dikempa) secara manual selama 15 menit seiring mengerasnya
spesimen.

4) Menyusun serat sebanyak 2 layer (dua tingkatan) pada cetakan selanjutnya


disiramkan resin polyester BQTN 157 EX yang telah dicampurkan katalis
untuk cepatnya proses pengerasan berdasarkan komposisi yang telah
ditentukan. Dengan ketebalan spesimen 10 mm, maka jarak antar susunan
(layer) diatur dengan ketebalan 3 mm, sehingga berbentuk lapisan 2 mm
dasar disiram resin kemudian susunan anyaman serat, selanjutnya pada sisi
tengah setebal 3 mm disiram resin dan diatasnya diletakkan susunan anyaman
serat kembali dan sisa bagian atas ditutup dengan resin seperti pada Gambar
4.1 Bab pembahasan dan hasil. Seluruh uraian dokumentasi prosedur
pembuatan spesimen akan dilampirkan pada lembaran lampiran laporan ini.

5) Memotong spesimen telah dicetak dengan ukuran spesimen seperti pada


Gambar 3.5.

70

70 10

Gambar 3.5 Ukuran standar uji spesimen ASTM 5942 - 96


36

Materi bahan komposit yang dicetak menggunakan cetakan dengan ukuran


yang lebih besar untuk mendapatkan 4 sampai 5 spesimen uji dalam sekali
cetak. Hal ini dilakukan agar lebih mudah dibandingkan dengan pencetakan
menggunakan ukuran sesuai spesimen uji.
Setelah pemotongan spesimen dilakukan, maka perlu dibuat kampuh takik
impact pada bagian tengah dari spesimen untuk posisi pemukulan impact
seperti pada Gambar 3.6 .

Gambar 3.6 Spesimen yang telah dibuat kampuh takik

Pengelompokan spesimen dipilah berdasarkan komposisi pencampuran resin


dan serat yaitu sebanyak 3 kelompok dengan masing-masing spesimen uji
sebanyak 5 buah spesimen.
37

6) Menguji impact spesimen


Metode pengujian impact dilakukan dengan cara metode charpy, dengan
godam (pemukul) seberat 6 Kg (58,8 Newton). Spesimen uji yang telah
dibuat alur takik seperti pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Spesimen untuk diuji impact

7) Menganalisa hasil pengujian dengan membandingkan nilai kekuatan


spesimen dengan komposisi serat yang berbeda. Hasil analisa dan
perhitungan uji impact akan dibahas pada Bab IV.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data untuk menunjang penelitian dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
1) Membaca literatur penelitian terdahulu melalui jurnal-jurnal dan buku
panduan tentang materi komposit dan serat alam yang pernah dilakukan
dan diuji oleh peneliti sebelumnya.
2) Mengumpulkan bahan dan peralatan untuk melakukan metode praktek atau
eksperimen langsung kemudian meneliti dan mengujinya dengan salah
satu standar uji material yaitu uji impact untuk memperoleh nilai
perbandingan dari spesimen yang diuji.
38

3.5 Diagram Alir Penelitian

MULAI

STUDI
KEPUSTAKAAN

- Perendaman bahan baku


PERSIAPAN - Penguraian serat
BAHAN DAN - Pengeringan
PERALATAN - pencucian

PEMBUATAN
SPESIMEN

Komposit serat dan matrik Komposit serat dan matrik Komposit serat dan matrik
30% : 70% 40% : 60% 50% : 50%

Pencampuran serat dan matrik

Pencetakan dan penentukan standar uji

PENGUJIAN IMPACT

HASIL DAN
ANALISA

KESIMPULAN
DAN
REKOMENDASI

SELESAI

Gambar 3.13 Diagram alir penelitian


39

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Ukuran Pembuatan Spesimen


Bahan baku spesimen dipersiapkan dengan 3 pengelompokan komposisi
(serat 30% : resin 70%, serat 40% : 60% dan serat 50%: resin 50%). Penyusunan
orientasi serat panjang dengan susunan 2 layer seperti pada Gambar 4.1.

Resin

Susunan serat panjang


searah 2 layer

Gambar 4.1 Penyusunan materi komposit dalam cetakan


Setelah dicetak, kemudian dipotong dengan ukuran spesimen uji impact yaitu
standar ASTM 5942-96, seperti ditampilkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Spesimen komposit untuk uji impact

39
40

3.2 Hasil Perhitungan Uji Impact


Alat uji impact yang digunakan pada Laboratorium Mesin Universitas
Muhammadyah Sumatera Utara (UMSU) Medan pada Gambar 4.3 dengan
spesifikasi berikut.
Panjang lengan : 500 mm (0,5 m)
Berat pendulum : 6 Kg (58,8 N)
Jenis : Charpy Impact test
Buatan : Metapoly Work shop Bandung

Gambar 4.3 Mesin Uji Impact Charpy

Energi impact diserap dihitung berdasarkan perbedaan ketinggian H1 dan


H2 yang menunjukkan ketangguhan material. Transisi ulet-getas material,
merupakan fungsi utama pemakaian uji impak. Tinggi H1 adalah tinggi pendulum
sebelum melakukan impact seperti pada Gambar 4.4. Sedangkan H2 adalah tinggi
pendulum setelah melakukan impact pada spesimen.
41

Posisi awal pendulum

0
H1 130
140°
Posisi akhir pendulum

Spesimen
H2

Gambar 4.4 Gerak uji impact dengan sudut awal dan sudut akhir

Untuk menghitung nilai energi serap impact digunakan persamaan :


EP1 = m . g . H1.
Dimana :
EP1 = Energi potensial pendulum (Joule)
m = massa pendulum (Newton)
g = Gaya Gravitas (9,8 m/s2)
H1 = Tinggi awal pendulum (m)
Persamaan ini untuk dapat diketahui nilai nergy serap sebelum terjadinya
impact. Selanjutnya setelah terjadinya impact maka diukur menggunakan
persamaan :
EP2 = m . g . H2.
Maka Energi serap impact adalah :
EP1 – EP2 = Joule.
Dan harga Impact adalah :
EP1  .EP2
Harga Impact (J/mm2) =
A
Setelah pengujian impact pada seluruh spesimen komposit, maka
diperoleh data sudut impact sebagai data awal dicantumkan pada Tabel 4.1.
42

Tabel 4.1 Data hasil pengujian impact


Dimensi Spesimen (mm) Hasil Pengamatan
No Bahan Spesimen Keadaan Keadaan
P L t A
Awal Akhir
1 Serat 30% : Resin 70% 70 10 8 80 130 115
2 Serat 30% : Resin 70% 70 10 8 80 130 124
3 Serat 30% : Resin 70% 70 10 8 80 130 112
4 Serat 30% : Resin 70% 70 10 8 80 130 118
5 Serat 30% : Resin 70% 70 10 8 80 130 120
Rata-rata 117.8

Dimensi Spesimen (mm) Hasil Pengamatan


No Bahan Spesimen Keadaan Keadaan
P L t A
Awal Akhir
1 Serat 40% : Resin 60% 70 10 8 80 130 120
2 Serat 40% : Resin 60% 70 10 8 80 130 125
3 Serat 40% : Resin 60% 70 10 8 80 130 124
4 Serat 40% : Resin 60% 70 10 8 80 130 119
5 Serat 40% : Resin 60% 70 10 8 80 130 117
Rata-rata 121

Dimensi Spesimen (mm) Hasil Pengamatan


No Bahan Spesimen Keadaan Keadaan
P L t A
Awal Akhir
1 Serat 50% : Resin 50% 70 10 8 80 130 120
2 Serat 50% : Resin 50% 70 10 8 80 130 130
3 Serat 50% : Resin 50% 70 10 8 80 130 128
4 Serat 50% : Resin 50% 70 10 8 80 130 125
5 Serat 50% : Resin 50% 70 10 8 80 130 120
Rata-rata 124.6

Berdasarkan pengujian pada seluruh spesimen, maka diperoleh nilai hasil


pada variasi komposisi serat dan resin terdapat nilai sudut akhir yang berbeda
secara keseluruhan dan nilai rata-ratanya. Untuk memperoleh nilai perhitungan
harga impact, maka dapat dihitung sebagai berikut.
43

3.2.1 Perhitungan harga impact spesimen komposisi serat 30% : resin 70%
Pengujian impact pada spesimen kelompok komposisi serat 30% dan resin
70% dilakukan sebanyak 5 spesimen. Hasil data uji seperti disebutkan pada Tabel
4.1. maka dapat dihitung untuk nilai harga impact sebagai berikut.
Diketahui (spesimen 1) :
Sudut awal (β1) : 1300
Sudut akhir (β2) : 1150
Panjang lengan : 0,5m
Berat pendulum : 58,8 N
Gaya gravitasi : 9,8 m/s2
Dapat dihitung nilai H1 dan H2 dengan cara simulasi sudut seperti pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Simulasi sudut impact


Berdasarkan Gambar 4.5, maka diketahui nilai H1 adalah 0,83 m dan nilai H2
adalah 0,72 m. maka dapat dihitung nilai Energi potensial (EP1) dan Ep2.
EP1 = m . g . H1
= 58,8 N . 9,8 m/s2 . 0,83 m
= 478,28 Joule.
44

EP2 = m . g . H2
= 58,8 N . 9,8 m/s2 . 0,72 m
= 414,89 Joule.
Energi serap impact adalah :
EP1 – EP2 = 58,8 N . 9,8 m/s2 (0,83 – 0,72)
= 58,8 N . 9,8 m/s2 (0,11)
= 63,386 Joule.
EP1  .EP2
Harga Impact =
A
63,386
=
80
= 0,79 J/mm2.
Perhitungan terhadap spesimen lainnya dicantumkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil perhitungan harga impact spesimen 30% : 70%
Bahan
Harga
Spesimen A g m H1 H2 EP1 EP2
No Impact
Serat : (mm2) (m/s2) (N) (m) (m) (Joule) (Joule)
(J/mm2)
Resin
1 80 9.8 58.8 0.83 0.72 478.279 414.893 0.79
2 80 9.8 58.8 0.83 0.79 478.279 455.230 0.29
3 30% : 70% 80 9.8 58.8 0.83 0.697 478.279 401.639 0.96
4 80 9.8 58.8 0.83 0.744 478.279 428.723 0.62
5 80 9.8 58.8 0.83 0.76 478.279 437.942 0.50
Rata-rata 0.74 427.69 0.63

3.2.2 Perhitungan harga impact spesimen komposisi serat 40% : resin 60%
Selanjutnya pengujian impact pada spesimen kelompok komposisi serat
40% dan resin 60% dilakukan sebanyak 5 spesimen. Hasil data uji seperti
disebutkan pada Tabel 4.1. maka dapat dihitung untuk nilai harga impact sebagai
berikut.
Diketahui (spesimen 1) :
Sudut awal (β1) : 1300
Sudut akhir (β2) : 1200
Panjang lengan : 0,5 m
45

Berat pendulum : 58,8 N


Gaya gravitasi : 9,8 m/s2
Dapat dihitung nilai H1 dan H2 dengan cara simulasi sudut seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Simulasi sudut impact 1200

Berdasarkan Gambar 4.6, maka diketahui nilai H1 adalah 0,83 m dan nilai H2
adalah 0,76 m. maka dapat dihitung nilai Energi potensial (EP1) dan Ep2.
EP1 = m . g . H1
= 58,8 N . 9,8 m/s2 . 0,83 m
= 478,28 Joule.
EP2 = m . g . H2
= 58,8 N . 9,8 m/s2 . 0,76 m
= 437,94 Joule.
Energi serap impact adalah :
EP1 – EP2 = 58,8 N . 9,8 m/s2 (0,83 – 0,76)
= 58,8 N . 9,8 m/s2 (0,07)
= 40,337 Joule.
46

EP1  .EP2
Harga Impact =
A
40,337
=
80
= 0,5 J/mm2.
Perhitungan terhadap spesimen lainnya dicantumkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil perhitungan harga impact
Bahan Harga
A g H1 H2 EP1 EP2
No Spesimen m (N) Impact
(mm2) (m/s2) (m) (m) (Joule) (Joule)
Serat : resin (J/mm2)
1 80 9.8 58.8 0.83 0.76 478.279 437.942 0.50
2 80 9.8 58.8 0.83 0.797 478.279 459.263 0.24
3 40% : 60% 80 9.8 58.8 0.83 0.79 478.279 455.230 0.29
4 80 9.8 58.8 0.83 0.762 478.279 439.095 0.49
5 80 9.8 58.8 0.83 0.737 478.279 424.689 0.67
Rata-rata 0.77 443.24 0.44

3.2.3 Perhitungan harga impact spesimen komposisi serat 50% : resin 50%
Kemudian pengujian impact pada spesimen kelompok komposisi serat
50% dan resin 50% dilakukan sebanyak 5 spesimen. Hasil data uji seperti
disebutkan pada Tabel 4.1. maka dapat dihitung untuk nilai harga impact sebagai
berikut.
Diketahui (spesimen 1) :
Sudut awal (β1) : 1300
Sudut akhir (β2) : 1200
Panjang lengan : 0,5 m
Berat pendulum : 58,8 N
Gaya gravitasi : 9,8 m/s2
Dapat dihitung nilai H1 dan H2 dengan cara simulasi sudut seperti pada Gambar 4.7.
47

Gambar 4.7 Simulasi sudut impact 1200

Berdasarkan Gambar 4.7, maka diketahui nilai H1 adalah 0,83 m dan nilai H2
adalah 0,76 m. maka dapat dihitung nilai Energi potensial (EP1) dan Ep2.
EP1 = m . g . H1
= 58,8 N . 9,8 m/s2 . 0,83 m
= 478,28 Joule.
EP2 = m . g . H2
= 58,8 N . 9,8 m/s2 . 0,76 m
= 437,94 Joule.
Energi serap impact adalah :
EP1 – EP2 = 58,8 N . 9,8 m/s2 (0,83 – 0,76)
= 58,8 N . 9,8 m/s2 (0,07)
= 40,337 Joule.
EP1  .EP2
Harga Impact =
A
40,337
=
80
= 0,5 J/mm2.
48

Perhitungan terhadap spesimen lainnya dicantumkan pada Tabel 4.4.


Tabel 4.4 Hasil perhitungan harga impact
Bahan Harga
A g m H1 H2 EP1 EP2
No Spesimen Impact
(mm )2
(m/s2) (N) (m) (m) (Joule) (Joule)
Serat : resin (J/mm2)
1 80 9.8 58.8 0.83 0.76 478.279 437.942 0.50
2 80 9.8 58.8 0.83 0.83 478.279 478.279 0.00
3 50% : 50% 80 9.8 58.8 0.83 0.817 478.279 470.788 0.09
4 80 9.8 58.8 0.83 0.797 478.279 459.263 0.24
5 80 9.8 58.8 0.83 0.76 478.279 437.942 0.50
Rata-rata 0.79 456.84 0.27

Dapat digambarkan dalam grafik perbedaan kekuatan impact pada 3


variasi komposisi serat pandan duri dengan matriks resin polyester. Grafik
perbandingan tersebut pada Gambar 4.8.

J/mm2

Gambar 4.8 Grafik perbandingan kekuatan impact spesimen

4.2 Pembahasan
Berdasarkan keterangan grafik Gambar 4.8 dapat dijelaskan jika spesimen
dengan komposisi serat 30% berbanding resin 70% diperoleh nilai uji rata-rata
0,63 J/mm2 lebih kokoh dalam menerima beban impact dibandingkan dua
49

kelompok spesimen dengan komposisi serat 40% berbanding resin 60% dengan
nilai rata-rata hasil impact 0,44 J/mm2 dan komposisi serat 50% berbanding resin
50% dengan nilai rata-rata kekuatan impact 0,27 J/mm2.
Hal ini disebabkan kerapatan resin dalam menutup serat pandan duri lebih
baik dengan terhindarinya terjadinya void (rongga udara) yang terjadi dicelah-
celah serat yang disusun. Dibandingkan dengan kelompok dengan susunan serat
lebih banyak (40% dan 50%) dapat menyebabkan susunan resin menjadi tidak
merata dan mengikat serat-serat serta menimbulkan celah void yang menyebabkan
kekuatan impact menjadi tidak maksimal kekuatannya. Besar atau kecilnya energi
impact yang diperlukan untuk mematahkan specimen berkorelasi positif terhadap
besar atau kecilnya kekuatan impact material komposit. Hal ini berarti bahwa
semakin besar energi impact maka kekuatan impactnya juga semakin besar
demikian juga sebaliknya.
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap sejumlah spesimen dengan
komposisi serat dan resin diperkuat katalis kemudian dilakukan penyusunan
orientasi serat searah dengan dua layer menghasilkan suatu bahan komposit
dengan perbandingan ideal antara matrik dan penguat yaitu 30% penguat dan 70%
matrik. Ideal dalam hal ini menunjukkan bahwa penguat dapat terbasahi secara
merata oleh matrik, sehingga terbentuk interface yang kuat. Material ini dapat
digunakan aplikasinya sebagai material lunak dengan beban rendah, seperti
dinding perkakas furniture dan sejenisnya.
50

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Setelah tahapan penelitian dan pengujian dilakukan, maka maka
disimpulkan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat diketahui jika materi serat pandan duri memiliki kekuatan fisik yang
baik menjadi bahan filler komposit dengan pencampuran matrik resin
polyeter BQTN 157 EX, dimana kemampuan fisiknya divariasikan melalui
komposisi pencampuran serat pandan duri dengan susunan searah (long
fiber composites) 30% sampai 50% berdasarkan fraksi berat dibandingkan
dengan pencampuran matrik resin polyester BQTN 157 EX 50% sampai
70%.
2. Berdasarkan hasil pengujian kekuatan impact bahwa nilai kekuatan materi
komposit serat pandan duri dengan matrik resin polyester dapat
ditingkatkan kekuatannya dari variasi komposisi pencampuran. Hasil
pengujian diperoleh jika pencampuran serat dan resin polyester BQTN 157
EX berimbang (50%:50%) diperoleh nilai kekuatan rata-rata 0,27 J/mm2
dan dapat ditingkatkan nilai kekuatannya menjadi rata-rata 0,44 J/mm2 jika
pencampuran serat 40% dan resin 60%, selanjutnya kemampuan impact
dapat dimaksimalkan dengan komposisi yang lebih ideal yaitu serat
pandan duri 30% dan resin 70% diperoleh nilai kekuatan impact rata-rata
0,63 J/mm2.
3. Meninjau potensi yang dimiliki Kabupaten Aceh Utara terutama
ketersediaan serat daun pandan, menunjukkan tingginya prospek untuk
pemanfaatan serat daun pandan sebagai komponen komposit. Pemanfaatan
serat daun pandan akan meningkatkan nilai fungsi dari serat dan
penggunaan bahan serat alam lebih disukai karena disamping biayanya
relatif lebih murah juga bersifat ramah lingkungan.

50
51

1.2 Saran
Saran yang akan diberikan pada penelitian ini dan untuk penelitian
selanjutnya adalah :
1. Kesediaan alat uji bahan yang minim pada laboratorium Teknik Mesin
Universitas Malikussaleh turut menghambat dan menjadi kendala tidak
maksimalnya suatu penelitian.
2. Agar kedepan mahasiswa dapat mengambil penelitian yang relevan dengan
kesediaan alat uji pada laboratorium kampus.
3. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan susunan orientasi serat
berbentuk anyaman dan jumlah layer yang lebih padat lagi.
52

DAFTAR PUSTAKA

- Jufri, 2007, Pembuatan Komposit Berbasis Polyester dengan Penguat Serat


Alam. Fakultas Teknik Universitas Muhammadyah Malang

- Budinski Keneth G.,2003. Engineering Material Properties and Selection,


Prentice Hall, New Jesey

- Bernins Michael L.,1991 Spi Plastic Engineering, Hand Book The Society of
Plastics Industry Inc, New York

- Hosen J., 2001,”Polimerisasi, Pemrosesan Produk Plastik berbasis Polyester ”


ITB Bandung

- http://m-amin.com/2011/10/25/daftar-nama-serat-dan-matrik-untuk-bahan-
komposit/

- Schwartz M. M. ; 1996. “Composite Meterials Polimers, ceramics and Metal


Matrices ; Prentice-Hall, USA

- Xander Salahudin, 2012, Kaji Pengembangan Serat Daun Pandan di Kabupaten


Maglang sebagai Bahan Komposit Interior Mobil, Jurnal Teknik Mesin
Universitas Tidar Magelang

- K.A. Kaw, 1997, Mechanics of Composite Materials, Boca Rato CRC Press

- Lui Hartanto, 2009, Studi Perlakuan Alkali dan Fraksi Volume Serat terhadap
Kekuatan Bending, Tarik, dan Impact Kompoit Berpenguat Serat Rami
Bermatriks Polyester BQTN 157, Skripsi Teknik Universitas Muhammadyah
Surakarta

- Dwi Yono Porniawan, 2014, Pengaruh Variasi Fraksi Volume terhadap


Kekuatan Mekanik Komposit Sandwich Polyester Berpenguat Serat Pandan
Duri dengan Core Styrofoam, Skripsi Teknik Mesin Universitas Jember

- IGNK. Yudhyadi, 2013, Analisa Kekuatan Impact Kompost Polyester diperkuat


Serat Pandan Wangi dengan Penguat Serbuk Gergaji Kayu, Jurnal Energi dan
Manufaktur Vol. 6 No. 2 Teknik Mesin Unram

- Fachri Wiratama, 2014, Pengaruh Panjang dan Komposisi Serat terhadap


Komposit Epoksi berpenguat Serat Daun Nanas, Skripsi Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai