Anda di halaman 1dari 8

PAPER INTERNATIONAL

ABSTRACT

1. Introduction

Struktur amorf selulosa, kristalinitas, kandungan dan distribusi lignin/hemiselulosa, porisitas dan ukuran

partikel mempengaruhi aksesibilitas enzim (Park, et. al., 2010). Namun, kerapuhan atau

elongasi rendah pada pemutusan ikatanya membatasi penggunaannya, khususnya sebagai biomaterial.
Kemajuan biopolimer kinerja tinggi membutuhkan penggabungan

pengisi yang menghadirkan penguatan mekanis. Studi ini menganalisa pengaruh MCC sebagai pengisi
skala mikro pada sifat mekanik, fisik dan termal. Fourier

Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) digunakan untuk menganalisis interaksi antara

kitosan dan nanoselulosa. Sifat hidrofilik dari film diselidiki oleh

melakukan tes sudut kontak dan sifat pembengkakan dipantau oleh air

penyerapan film nanokomposit.

sebagai penguat nano yang sangat baik untuk memodifikasi sifat mekanik film komposit

2. Material and methods

2.1 Materials

2.2 Methods

2.2.1. Film preparation

Table 1

Formulation of film forming solution of starch and microcrystalline cellulose based with coumarin and
support polymer (xantan gum, PVA, caraya gum)
2.2.2. Inclution complex

2.2.2.1. Iodin test

2.2.2.2 DMSO test

2.2.3. Determination of moisture content

2.2.3. Determination of Water Vapor Permeability (WVP)

2.2.4. Structural Analysis by Forier transform infrared (FTIR) spectrometer

2.2.5 X-Ray diffraction (XRD) analysis

2.2.6. Mechanical properties

Mechanical properties of the composite film including tensile strength and elongation at break were
determined by testing machine …… with a …N loaded cell in a constant extension speed of .. mm/min at
room temperature. the sample were cut with dimension 1 x 5 cm, and minimum three replicate
specimens were tested.

2.2.6.1 Tensile strength (TS)

2.2.6.2 Elongation

2.2.7. Thermogravimetric analysis (TGA)

TGA analysis of the films was performed by thermogravimetric analyser ( Shimadzu) using nitrogen
atmosphere. Temperature was heated from room temperature to 600 0C at a heating rate of 10 0C/min.

Baca othoman?

2.2.8. Microscope analysis

2.2.8 SEM Analysis

Struktur morfologi film komposit merupakan karakteristik yang penting karena dapat melihat sifat
gabungan beberapa polimer. Hasil sem sampel kontrol memiliki morfologi yang relatif lebih halus, sesuai
dengan (Othoman, 2018; Wittaya, 2019). Penambahan MCC menyebabkan perubahan pada permukaan
sampel kontrol. Makin rendah konsentrasi MCC menyebabkan keseragaman permukaan akibat disperse
yang relative seragam. Othoman menjelaskan konsentrasi 3% b/b masih menunjukkan keseragaman
namun makin tinggi konsentrasi dIspersi makin tidak seragam dan pembentukan aglomerat MCC.
Interaksi antara MCC dan pati melemah akibat MCC yang berlebih dan membentuk aglomerat. Distribusi
MCC tidak merata dan membentuk agregat kecil dilaporkan pada konsentrasi 10% (Othoman, 2018) dan
15-40% (Wittaya, 2009).

2.2.9. Physical Properties

Morfologi – sem
The morphology of TPS/MCC composite films were observed using SEM (Model ….., Hitachi, Japan). All
the films were coated with gold prior observing under SEM.

Ketebalan – mikrometer/ jangka sorong

The thickness of the films was measured using a digital vernier caliper (Mannesmann, Germany) at ……
positions. The average values of the thickness were used to determine the mechanical and barrier
properties of the films.

Analisis warna- hunterlab ultra pindai spektrofotometer vis 8 dengan pencahayaan D65

Colour analysis was conducted using HunterLAB Ultra Scan VIS 8 Spetrophotometer with D65 illuminant
Colour reading was expressed in terms of CIELAB colour parameters: L*= Lightness (0 = black, 100 =
white); a*= Greenness (-), Redness (+); b*= Blueness (-), Yellowness (+). Measurements were taken at 10
random positions on each of the film. Total colour difference (ΔE*) of the films was determined using
the following equation:

….. (1)

Nilai L* tinggi menunjukkan film tidak berwarna, tembus cahaya namun penambahan MCC menurunkan
nilai L*, sesuai penelitian Othoman 2018 dan Wittaya 2009. Partikel MCC yang terdispersi atau
mengalami agregasi menimbulkan efek pemblokiran cahaya sehingga film tampak lebih keruh dan lebih
gelap daripada tanpa MCC. Makin tinggi MCC nilai lightness lebih rendah. (lihat penurunanya kecil atau
signifikan) (buat data cie dalam bentuk batang). Othoman dan Chen et al 2009 menjelaskan makin
rendah konsentrasi MCC menyebabkan tingkat disperse pengisi dalam matriks meningkat sehingga

transparansi film tinggi yang ditunjukkan oleh tingginya nilai transmisi. Lee et al. (2008), transparansi
film dapat dipengaruhi oleh homogenitas dan jumlah bahan pengisi.

2.2.10 Contact angle measurement

One drop of deionized water was dropped onto the surface of each film using ……. , and the contact
angle can recorded by camera at room temperature. the result of measurement was plotted using
imageJ software.

2.2.8 Degradation test

2.2.8.1. Soil Burial

2.2.8.2 Microbial degradation

3. Results and discussion

3.1 Inclusion complex

3.2 Moisture content


Film komposit memiliki kadar air pada ..-… %(b/b) pada Tabel…. Interaksi xantan gum dan kompleks
adalah ikatan hydrogen yang menghalangi hidroksi untuk berasosiasi dengan air sehingga kadar air film
bernilai rendah (Hazirah, et al., 2016). Penambahan xantan gum dapat meningkatkan pembentukan
ikatan hydrogen dan membatasi interaksi dengan air. Xantan gum dapat berinteraksi tidak hanya
dengan senyawa komposit namun juga dengan satu sama lain. Sehingga kadar air film komposit
meningkat karena peningkatan afinitas terhadap air (Hazirah, e al., 2016 & Martins, et al., 2012).

3.3 Mechanical properties of film

Table 2 shows thickness measurement results for different formulations of


starch/MCC/coumarin/support polymer composite films. Film thickness ranged from ….. mm.
Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM)(1985) dan Embuscado (2009)
menyebutkan standar ketebalan film secara berurutan 0,25 mm dan <0,3 mm sehingga film komposit
telah memenuhi syarat film tipis. Perbedaan ketebalan disebabkan oleh komposisi film (Valenzuela,
Abugoch, & Tapia, 2013) dengan variasi polimer pendukung meskipun volume telah dikontrol pada
proses casting. Film komposit dengan xantan gum cenderung lebih tebal karena membentuk ikatan
silang dalam matriks film sehingga menghasilkan jaringan yang lebih kompak.

As film thickness depends on film composition (Valenzuela, Abugoch, & Tapia, 2013)

Bahas perbandingan mekanik sebelum dan sesudah ditambah polymer 2.

3.4 WVP

Meningkatnya nilai wvp akibat koefisien difusi kelembaban yang dipengaruhi oleh reaksi pengikatan
silang. Penambahan polymer pendukung dan komposisi film komposit mempengaruhi hidrofilisitas film
(Hazirah, e al., 2016 & Tong, et al., 2008). Hasil penelitian menunjukkan penambahan variasi jenis
polimer pendukung tidak/memperbaiki sifat penghalang uap air namun meningkatkan permeabilitas
uap air. Berkurangnya penghalang uap air dapat meningkatkan pergerakan uap air melewati film.

3.5 TGA

Analisa TGA untuk mengetahui stabilitas termal film. Suhu transisi gelas dan titik leleh disajikan pada
Tabel. Nilai Tg yang lebih tinggi menunjukkan stabilitas termal film komposit yang lebih tinggi. Nilai Tg
film pati murni, mcc, masing-masing …… (). Peningkatan stabilitas termal menunjukkan peningkatan
interaksi antara komponen film komposit. Selain itu peningkatan berat molekul film akibat penambahan
xantan gum yang berupa hetero poliskarida dengan berat molekul 1-2 juta (Sharma, et. al., 2006)
meningkatkan nilai Tg. pengaruh ikatan silang dengan menggeser nilai Tm lebih tinggi (Hazirah, e al.,
2016). Peningkatan nilai Tm juga dipengaruhi oleh pelelehan kristal selulosa dan adanya gugus hidroksi
selulosa dan xantan gum yang meningkatkan ikatan hydrogen pada matriks film (Hazirah, e al., 2016).
Sun, et. al., (2017) menjelaskan film komposit NCC/EUG mulai kehilangan massa pada suhu 100-150 0C
akibat penguapan air. Penurunan % massa film pada suhu 200-500 0C sedangkan proses dekomposisi
terjadi pada suhu 200-300 0C (Peng, et al., 2013) dan 300-500 0C (Zhang, et. al., 2016). Ncc
terdekomposisi pada suhu sekitar 250 0C namun penambahan NCC meningkatkan suhu degradasi
sekitar 380 dan NCC 4% menunjukkan tingkat degradasi maksimum 2,1 mg/menit.

Penurunan 10% berat teramati pada …… 0C

Penurunan 50% berat terjadi pada suhu …..

Stabilitas termal film komposit lebih rendah/tinggi daripada control. Sampel… memiliki stabilitas termal
tertinggi.

3.6 Structural analysis by Fourier transform infrared (FTIR) spectrometry

Fig menunjukkan spektrum FTIR starch, microcrystalline cellulose, xantan gum, caraya gum and PVA
sedangkan Fig merupakan spektrum FTIR film komposit dengan variasi penambahan polimer pendukung
dan konsentrasi kompleks. Spektrum selulosa menunjukkan pita transmisi di 3262 cm-1 akibat
peregangan OH pada ikatan hydrogen, pita 2915 cm -1 menunjukkan peregangan C-H pada atom
hydrogen cincin metana, pita pada 1586 cm-1 menunjukkan gugus COO- pada peregangan kelompok
karboksil sedangkan peregangan OH dan stretching CH simetris ditunjukkan secara berurutan 1413 dan
1323 cm-1. Pita pada 1052 dan 1021 merupakan peregangan C-O.

Spektrum xantan gum menunjukkan pita pada 3281, 2903, 1700-1800 secara berurutan merupakan
deformasi aksial OH, CHO dan CH (akibat penyerapan simetris dan peregangan CH3 ata CH2 asimetris),
serta deformasi aksial C=O ester, asam karboksilat, aldehid dan keton. Pita pada 1604 merupakan
deformasi aksial C=O enol (diketon), sedangkan pita 1405 dan 1021 merupakan sudut defleksi C=H dan
deformasi aksial C-O (Faria, et al., 2011).

Pergeseran intensitas pada spektrum film menunjukkan homogenitas yang baik dan menyebabkan
interaksi fungsional antara polimer didalam matriks. Pergeseran puncak ….. menjadi … merupakan
interaksi gugus hidroksil selulosa, pati, dengan xantan gum.

3.7 x-Ray diffraction (XRD) analysis

Fig menunjukkan intensitas 2 tetha pada starch, MCC, dan… sedangkan pola XRD film komposit
ditunjukkan pada Fig. puncak difraksi pada starch pada sudut 2 teta 20 yang menunjukkan puncak
amorf. BANDINGKAN DENGAN REFERENSI!

Puncak tajam pada 29 merupakan residu molekul mikrokristalit yaitu grup sampingan anionic CMC
berukuran besar yang tidak terorganisir selama pembetukan film. Penambahan xantan gum mengurangi
puncak difraksi (2 teta = ….) (Hazirah, e al., 2016). Hasil sama ditunjukkan Zhong dan Xia (2008) ketika
menambahkan pati singkong pada film kitosan menghasilkan puncak amorf tunggal. Penurunan
instensitas akibat ikatan silang sehingga berkontribusi pada struktur amorf film komposit. Puncak
difraksi tunggal xantan gum yang luas diakibatkan oleh konformasi heliks ganda (Guo, et. al., 2014).
Bentuk padatan amorf xantan gum dikonfirmasi juga oleh Kocherbitov et. al. (2010) dalam bentuk kaca.
Hasil XRD mendukung hasil WVP film yang meunjukkan nilai lebih tinggi akibat struktur amorf yang
menyebabkan sifat permeable (Souza, et. al., 2010).

SEBUTKAN PUNCAK BARU YG MUNCUL PADA FILM KOMPOSIT, jika tdk ada pergeseran puncak maka
penjelasanya: Penambahan selulosa dan polimer pendukung tidak mengubah posisi punca secara
signifikan.

LIHAT PUNCAK MAKIN MERUNCING ATAU MELEBAR, JIKA MERUNCING MAKA… berdasarkan spektrum
XRD menunjukkan peningkatan kristalinitas pada film komposit dengan penambahan selulosa makin
tinggi.

3.8 mechanical test

Table menunjukkan kuat Tarik film meningkat dibandingkan dengan control (MPa) menjadi ….. MPa
pada masing-masing film MPVA 5% hingga MXG 10%.

Penambahan xantan gum justru menyebabkan penurunan kuat Tarik akibat melemahnya gaya
antarmolekul. Gugus OH pada xantan gum mengurangi kekakuan dan elastisitas film. Penambahan
xantan gum pada 10-25% (w/w) meningkatkan reaksi pengikatan silang sehingga berat molekul film
meningkat (Hazirah, e al., 2016). Ketebalan film yang meningkat akan mempengaruhi penurunan
elastisitas film. Hasil uji mekanik film komposit juga dipengaruhi oleh kristalinitas. Polimer yang
teroganisir dengan baik memiliki tingkat kristalinitas tinggi sehingga meningkatkan sifat mekanik (Souza
et. al., 2010).

3.9 Water contact analysis

Sun, et. al., (2017) menjelaskan penambahan NCC pada film komposit NCC/EUG menyebabkan sudut
kontak menurun sehingga hidrofilisitas film lebih tinggi seiring penambahan konsentrasi NCC. Gugus
hidroksil yang dimiliki NCC berkontribusi terhadap sifat hidrofilisitas film. Oleh karena itu pengujian ini
merupakan indicator untuk mengevaluasi keterbasahan permukaan film.

Table 2

Film Thickness Moisture Tensile Elongation Modulus Thermal Soil


(mm) content strength at break young analysis Burial
(%) (MPa) (%)

Film formulation: MPVA 5% (starch/mcc/ coumarin /pva) 5% w/w solid); Results expressed as means
±standard deviation.

Table 3

Tg values obtained from TGA thermograms for starch/MCC/coumarin/support polymer film formulation

Film Tg (0C) Tm (0C)

Fig 1. FTIR spectrum of each pati/MCC/coumarin/support polymer film formulation.

Film Formulation: MPVA 5% (); MXG 5% ();

Fig 2. XRD Patterns of pati/MCC/coumarin/support polymer film formulation.

Film Formulation: MPVA 5% (); MXG 5% ();

4. Conclusion

Xantan gum berpotensi sebagai polimer pendukung pada film komposit starch/microcrystalline cellulose
dan kumarin akrena dapat membentuk campuran yang kompatibel serta meningkatkan sifat mekanik.
References

Hazirah, Nur., Isa, M., Sarbon, N. (2016). Effect of Xanthan Gum On The Physical and Mechanical
Properties of Gelatin-Carboxymethyl Cellulose Film Blends. Food Packaging and Shelf Life, 9, 55-63.

American Society for Testing and Materials (ASTM) (1985). Standard terminology relating to plastic.
Designation D883-00. Annual book of ASTM standards. Philadelphia: American Society for Testing
Materials.

Embuscado, M., & Huber, K. C. (2009). Edible film and coating applications. New York: Springer Science
Business Media, 430.

Faria, S., de Oliveira Petkowicz, C. L., de Morais, S. A. L., Terrones, M. G. H., de Resendea, M. M., de
Franca, F. P., et al. (2011). Characterization of xanthan gum produced from sugar cane broth.
Carbohydrate Polymers, 86, 469–476.

Guo, J., Ge, L., Li, X., Mu, C., & Li, D. (2014). Periodate oxidation of xanthan gum and its crosslinking
effects on gelatin-based edible films. Food Hydro colloids,39,243–250.

Kocherbitov, V., Ulvenlund, S., Briggner, L., Kober, M., & Arnebrant, T. (2010). Hydration of a natural
polyelectrolyte xanthan gum: comparison with nonionic carbohydrates. Carbohydrate Polymers, 82,
284–290.

Martins, J. T., Cerqueira, M. A., Bourbon, A. I., Pinhero, A. C., Souza, B. W. S., & Vicente, A. A. (2012).
Synergistic effects between k-carrageenan and locust bean gum on physicochemical properties of edible
films made thereof. Food Hydrocolloids, 29, 280–289.

Sharma, B. R., Naresh, L., Dhuldhoya, N. C., Merchant, S. U., & Merchant, U. C. (2006). Xanthan gum—a
boon to food industry. Food Promotion Chronicle, 1(5), 27–30.

Souza, B. W. S., Cerqueira, M. A., Teixera, J. A., & Vicente, A. A. (2010). The use of electric fields for
edible coatings and films development and production: a review. Food Engineering Reviews, 2, 244–255.

Tong, Q., Xiao, Q., & Lim, L. (2008). Preparation and properties of pullulan-alginatecarboxymethyl
cellulose blend films. Food Research International, 4, 1007–1014.

Valenzuela, C., Abugoch, L., & Tapia, C. (2013). Quinoa protein-chitosan-sunflower oil edible film:
mechanical, barrier and structural properties. LWT—Food Science and Technology, 50, 531–537.

Zhong, Q. P., & Xia, W. S. (2008). Physicochemical properties of edible and preservative films from
chitosan/cassava starch/gelatin blend plasticized with glycerol. Food Technology and Biotechnology,
46(3), 262–269.

Sun, Qianqian; Zhao, Xinkun; Wang, Dongmei; Dong, Juane; She, Diao; Peng, Pai (2017). Preparation
and characterization of nanocrystalline cellulose/ Eucommia ulmoides gum nanocomposite film.
Carbohydrate Polymers, (), S0144861717313565–. doi:10.1016/j.carbpol.2017.11.070 

Anda mungkin juga menyukai