Pendahuluan
Perhatian terhadap formulasi dan aplikasi nanopartikel telah berkembang pesat selama
dekade terakhir. Nano-kitosan adalah bahan partikel nano yang memiliki potensi tinggi untuk
digunakan sebagai pengawet makanan. Nano-kitosan adalah transformasi kitosan menjadi
ukuran partikel nano. Chitosan sendiri adalah biopolimer yang aman, tidak beracun dan
ramah lingkungan [1]. Perubahan ukuran partikel kitosan tidak mengubah sifat-sifat kitosan
yang disebutkan sebelumnya dalam [2,3], tetapi memang mengubah sifat-sifat antibakteri [4].
Nano-kitosan telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik daripada larutan
kitosan [5]. Ini mendorong aplikasi nano-chitosan sebagai pengawet makanan. Beberapa studi
tentang aplikasi nanochitosan untuk produk perikanan telah dilakukan, termasuk aplikasi
pada fillet ikan mas perak [6], udang kaki putih [7] dan jari-jari ikan [8], di mana dampak
positif penggunaan nano-chitosan pada perluasan kehidupan rak produk diamati.
Menggunakan proses bottom-up adalah pendekatan umum membangun nano-kitosan
karena molekul kitosan terlarut mampu berkumpul sendiri di hadapan pengikat silang [9].
Dalam asam asetat encer ke kitosan, kitosan menjadi larut dan terprotonasi. Protonasi
menyebabkan ukuran partikel yang sangat besar dalam kitosan karena adanya tolakan
elektrostatik [10]. Pengurangan ukuran partikel adalah strategi untuk mengoptimalkan
aktivitas kitosan karena meningkatnya daya muatan positif terkonsentrasi dan pembesaran
area permukaan kontak. Proses bottom-up seperti modifikasi ukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan presipitasi [11], gelasi ion [12,13] atau metode kompleks polielektrolit [14].
Ketiga metode ini banyak digunakan karena sederhana dan murah. Perbedaan antara tiga
metode terletak pada bahan kimia yang digunakan untuk mengubah kitosan terlarut menjadi
partikel berukuran nano. Metode presipitasi menggunakan sifat fisikokimia spesifik kitosan,
yaitu ketidaklarutannya dalam larutan alkali. Dalam penerapan metode ini, larutan kitosan
dicampur dengan NaOH atau senyawa alkali lainnya untuk membuatnya diendapkan [11]. Di
sisi lain, gelasi ionik dan metode kompleks polielektrolit mengubah kitosan menjadi nano-
kitosan dengan menciptakan ikatan silang antara gugus amina dari polimer kitosan. Pengikat
silang dapat berupa molekul mikro anionik (seperti tripolifosfat) atau molekul anionik
makro (oligosakarida seperti gum Arab).
Pembentukan partikel nano-kitosan dipengaruhi oleh karakteristik larutan (pH,
suhu, rasio kitosan dan crosslinker, dan konsentrasi awal kitosan) dan oleh adanya molekul
lain yang mampu menyumbangkan muatan molekulnya [12,16,17 ] Pemanfaatan NaOH
mempengaruhi nilai pH, sementara TPP dan Gum Arab dipisahkan ketika dilarutkan dalam
air pada pH netral [14,18] sehingga masing-masing pengaruh ini berkontribusi terhadap
nanochitosan dengan karakteristik yang berbeda. Penggantian TPP sebagai crosslinker
dalam sintesis nano-kitosan diperlukan karena TPP dikenal untuk memanipulasi berat
ikan karena retensi air [19]. Sejauh ini, karakteristik nanochitosan yang dibuat
menggunakan metode tersebut belum mapan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode untuk menemukan metode yang
paling tepat untuk menghasilkan nano kitosan sebelum diterapkan untuk pengawetan
makanan, terutama produk perikanan, yang sangat mudah rusak karena kandungan gizinya
yang tinggi.
Kesimpulan
Metode persiapan nano-kitosan mempengaruhi ukuran partikel nanochitosan yang dihasilkan
dan kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Metode alkalipresipitasi
dianggap tidak tepat untuk memformulasikan nano-kitosan sebagai pengawet makanan
karena meskipun menghasilkan ukuran partikel yang kecil, metode ini juga mengurangi
potensi zeta karena efek netralisasi. Partikel yang dihasilkan juga menunjukkan
kecenderungan aglomerasi yang lebih tinggi, yang membuatnya tidak stabil selama
penyimpanan. Baik metode gelasi ionik (menggunakan TPP sebagai pengikat silang)
maupun metode kompleks polielektrolit (menggunakan pengikat gum Arab sebagai
pengikat silang) menghasilkan kisaran ukuran partikel nano-kitosan yang diharapkan,
menunjukkan stabilitas ukuran yang baik selama penyimpanan, dan menunjukkan aktivitas
penghambatan bakteri yang tinggi. Di antara kedua metode tersebut, metode kompleks
polielektrolit menyebabkan aktivitas penghambatan tertinggi. Ini menunjukkan potensi tinggi
dari metode kompleks polyelectrolyte untuk aplikasi sebagai bahan pengawet makanan alami
dan terjangkau. Namun, penelitian ini hanya dimaksudkan sebagai studi awal untuk
mengeksplorasi potensi dari tiga metode dan konsekuensi dari masing-masing metode.
Metode kompleks polielektrolit perlu diselidiki lebih lanjut dalam kaitannya dengan berbagai
aspek pengawetan makanan, terutama yang berkaitan dengan produk perikanan, sehingga
potensi getah Arab untuk digunakan sebagai pengikat silang alternatif untuk menggantikan
TPP, yang dilarang di industri perikanan, dapat dievaluasi.