Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki luasan lautan yang lebih besar daripada luasan
daratannya dan memiliki kekayaan hayati yang melimpah. Tidak sedikit
masyarakat Indonesia yang bergantung hidup pada ekosistem laut, tidak hanya
untuk mendapatkan penghasilan tetapi laut juga menjadi salah satu media
transportasi yang banyak digunakan masyarakat Indonesia. Kebutuhan hidup yang
semakin hari semakin meningkat dan meningkatnya harga bahan bakar untuk
perahu sedikit banyak menuntut para nelayan untuk menggunakan cara yang lebih
efisien untuk menangkap ikan. Yang menjadi masalah adalah ketika para nelayan
menggunakan cara yang menghasilkan banyak ikan tetapi berbanding lurus
dengan kerusakan ekosistem. Salah satu metode yang banyak kerugiannya adalah
cara pemboman, dengan cara ini ikan-ikan berukuran kecil yang belum waktunya
ditangkap ikut terbunuh, batu karang yang merupakan habitat ikan mengalami
kerusakan, dan tidak hanya itu pencemaran air laut pun sangat besar kemungkinan
terjadinya dengan penggunaannya metode pemboman ini. Selain itu, tingkat
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang rendah menambah parahnya
kerusakan ekosistem laut. Masih banyak warga atau perusahaan yang membuang
limbahnya ke laut. Hal ini, menjadi salah satu faktor yang menuntut pemerintah
untuk selalu mengawasi dan mengontrol kualitas air laut.
Monitoring atau pemantauan air laut bertujuan untuk mengontrol kualitas
air laut sehingga pemerintah dapat membentuk dan menetapkan kebijakan
maupun peraturan yang dapat menjadi acuan dan pegangan agar kerusakan
ekosistem air laut tidak semakin parah. Monitoring ini harus dilakukan secara
berkala agar kebijakan dan peraturan yang dibentuk selalu diperbaharui, karena
setiap hari kandungan bahan pencemar di air laut dapat berubah-ubah.
1.2 Tujuan
Pembuatan makalah tentang monitoring air laut ini bertujuan untuk :

Menelaah lebih lanjut mengenai monitoring air khususnya monitoring air

laut
Mengetahui tentang manfaat dari monitoring air laut.

BAB II
ISI

Laut mengandung berbagai kekayaan hayati dan mineral yang penting bagi
perekonomian bangsa, media transportasi yang umum digunakan dan kelestarian
lingkungan. Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut perlu dilakukan
upaya pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang dapat mencemari atau
merusak lingkungan laut, seperti melalui kegiatan monitoring. Monitoring air
pada intinya merupakan pemantauan terhadap kulitas air yang sangat perlu untuk
dilakukan secara berkala. Hal ini penting untuk dilakukan agar pemerintah
khususnya dapat membuat dan menentukan kebijakan mengenai kualitas air laut
dan ambang batas kadar logam-logam berat serta bahan pencemar yang selalu
terbarukan agar kondisi pencemaran pada air laut tidak semakin buruk dimana hal
itu dapat merusak ekosistem.
Tahap pelaksanaan monitoring terdiri dari :
a)
b)
c)
d)
e)

Perencanaan
Pengambilan sampel air laut di lapangan
Analisis atas sampel dengan pengendalian mutu yang sesuai
Pelaporan hasil analisis
Konsultasi dan pemberian rekomendasi terhadap hasil uji

Monitoring air laut dilakukan untuk memantau serta mengontrol kadar bahan
pencemar berbahaya pada suatu perairan. Jika air laut tercemar dan mempunyai
kualitas buruk dapat mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya dimana
beberapa kekayaan laut diperlukan manusia khususnya untuk bertahan hidup. Ada
beberapa faktor yang menjadi sumber pencemar penyebab tercemar atau
menurunnya kualitas air laut yang harus diperhatikan, sebab sumber pencemar ini
mayoritas berasal dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan di sekitar laut maupun
di tengah laut.
Adapun manfaat yang diperoleh dari pelaksaan monitoring, yaitu :
a) Diperolehnya data kualitas air laut sebagai rona awal

b) Melakukan pengendalian terhadap air laut yang dikelola dari segala


bentuk pencemaran atau perusakan lingkungan laut berdasarkan
peraturan dan perundangan yang berlaku
c) Laporan dapat digunakan sebagai bukti adanya pengelolaan yang baik.
Dalam pelaksanaan monitoring air laut, ada beberapa parameter logam
berat yang kerap digunakan diantaranya Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni. Pemilihan Pb
menjadi salah satu parameter logam berat yang digunakan dalam monitoring air
laut berhubungan dengan penggunan air laut sebagai media transportasi,
penggunaan motor pada alat transportasi laut membutuhkan bahan bakar yang
menghasilkan limbah buangan yang mengandung Pb dimana pada akhirnya
buangan tersebut akan mempengaruhi kualitas air laut. Tingkat kadar Pb akan
semakin besar pada bagian pinggiran laut, sebab pada bagian inilah kapal-kapal
banyak berlabuh. Tidak hanya limbah buangan yang berasal dari alat transportasi
laut, limbah buangan atau sampah kota yang berasal dari kegiatan manusia di
wilayah daratan pun dapat menjadi salah satu penyebab meningkatnya kadar
logam di perairan laut, yakni logam Cu. Hal ini dimungkinkan terjadi akibat dari
aliran limbah atau sampah tersebut mengalir ke daerah perairan laut. Salah satu
yang menjadi penyebab meningkatnya kadar logam berat Zn dan Ni pada air laut
yakni banyaknya industri-industri yang dibangun di pesisir laut, dimana hal ini
sangat berpotensi jika limbah hasil di industri terbuang atau sengaja dibuang di
laut sehingga mencemari dan mempengaruhi ekosistem.
Salah satu monitoring air laut yang pernah dilakukan yakni monitoring air
laut di perairan Pulau Bacan Maluku Utara. Pada penelitian monitoring air laut
tersebut digunakan 10 sampel dari beberapa titik dan dilakukan pengukuran kadar
logam beratnya dengan beberapa variable uji yakni Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni. Dari
hasil pengukuan kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air laut di Pulau
Bacan [Data hasil pengukuran beberapa variable uji tersebut tertera pada Tabel
2.1] dimana kadar Pb berkisar antara < 0.001-0.002 ppm dengan rerata < 0.001
ppm, Cd antara < 0.001-0.001 ppm dengan rerata < 0.001 ppm, Cu antara <
0.001-0.003 ppm dengan rerata 0.0014 ppm, Zn antara < 0.001-0.011 ppm dengan
rerata 0.003 ppm, Ni antara < 0.001-0.001 ppm dengan rerata < 0.001 ppm. Kadar
Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni lebih rendah dari nilai ambang batas (NAB) yang

ditetapkan oleh KMNLH (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup) untuk biota
laut yakni 0.008, 0.001, 0.008, 0.008, 0.008 ppm. Berdasarkan hasil uji variablevariable logam berat tersebut dan dibandingkan dengan acuan nilai ambang batas
dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup maka kadar kelima logam berat
tersebut belum berbahaya bagi kehidupan dan perkembangan biota laut.
Tabel 2.1 Kadar Logam Berat dalam Air Laut di Pulau Bacan, ppm

Nilai status
mutu

air

laut

Perairan

Bacan

adalah

dengan

skor

di

(memenuhi

baku mutu)

yang

berarti

bahwa

kualitas air

laut

perairan ini

termasuk

kelas

(baik

sekali).

di

Maka dari

data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa masukan logam berat baik yang
berasal dari peluruhan mineral logam secara alami, proses geologis, maupun
berbagai kegiatan yang terdapat di darat belum mempengaruhi terhadap fluktuasi
kadar logam berat [Data hasil pengukuran status mutu air tertera pada Tabel 2.2].
Tabel 2.2 Status Mutu Air Laut di Perairan Bacan,
Maluku Utara (ppm), September 2005

Perbandingan kadar Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni di Perairan Pulau Bacan


dengan perairan lainnya di Maluku Utara. Dari perbandingan tersebut secara

keseluruhan terlihat bahwa kadar logam berat pada perairan ini relatif lebih rendah
dibandingkan dengan perairan lainnya di Maluku Utara. Hali ini menunjukkan
bahwa perairan Pulau Bacan relatif lebih bersih dari cemaran kelima logam berat
tersebut [Data hasil pengukuran status mutu air tertera pada Tabel 2.3].
Tabel 2.3 Kadar Rerata beberapa Logam Berat dalam Air Laut
di Maluku Utara, ppm

Dari hasil
pengukuran kadar logam berat dalam sedimen [Data hasil pengukuran status mutu
air tertera pada Tabel 2.4] yaitu Kadar Pb berkisar antara 0.987-27.168 ppm
dengan rerata 7.741 ppm, Cd antara 0.004-0.219 ppm dengan rerata 0.111 ppm.
Cu antara 15.494-151.740 ppm dengan rerata 55.985 ppm, kadar Pb dan Cd ini
lebih rendah dari kriteria yang ditetapkan yakni untuk keamanan biota laut yakni
antara 33.0 ppm dan 1.0 ppm, sedangkan kadar Cu lebih tinggi dari kriteria yang
ditetapkan yakni untuk keamanan biota laut yakni antara 30.0 ppm. Zn berkisar
antara 16.595-104.041 ppm dengan rerata 62.063 ppm, kadar ini lebih rendah dari
kriteria yang ditetapkan yakni untuk keamanan biota laut yakni antara 20.0-150.0
ppm dan 120.0 ppm. Ni berkisar antara 3.248-44.280 ppm dengan rerata 21.871
ppm, kadar ini lebih tinggi dari kriteria yang ditetapkan yakni untuk keamanan
biota laut yakni < 16.0 ppm. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa Cu
dan Ni relatif tinggi dan telah melewati NAB untuk keamanan biota laut.

Tabel 2.4 Kadar Logam Berat dalam Sedimen di Bacan, ppm

Tabel 2.5

Kadar
Rerata beberapa Logam Berat dalam Sedimen
di Maluku Utara, ppm

Logam
berat merupakan bahan pencemar yang dapat merugikan kesehatan manusia
(sebagai consumer akhir) dalam rentang waktu lama, karena efek lanjutnya
(delayed effect) dapat mempengaruhi sistem syaraf, penyebab mutasi
gen, menghambat sistem metabolisme sel dan dapat menyebabkan kanker. Lebih
spesifiknya Pencemaran komoditas perairan oleh logam berat berkaitan erat
dengan kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk tersebut. Bahaya-bahaya
yang disebabkan oleh logam-logam berat antara lain adalah :
1.

Pb dapat menyebabkan gangguan biosintesis sel darah merah dan anemia,


kenaikan tekanan darah, kerusakan ginjal dan otak serta gangguan sistem

2.

saraf
Cd dalam jangka pendek dapat menyebabkan mual-mual, kejang otot,
muntah-muntah, gangguan panca indera, kerusakan hati dan gagal ginjal

3.

sedangkan dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan tulang.


Cu yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan muntah-muntah,
diare, mual bahkan memicu gagal ginjal hingga menyebabkan kematian

Kandungan logam dalam air dapat berubah bergantung pada lingkungan


dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena proses
pelarutan sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi
karena logam menjadi terkonsentrasi. Logam berat yang masuk ke perairan akan
mengalami berbagai proses mencakup transport oleh arus pasang surut,
pengenceran, berasosisasi dengan bahan tersuspensi, koagulasi dan sedimentasi ke
dasar, berasosiasi dengan bahan organik sedimen, diserap oleh plankton. Logam
berat yang beasosiasi dengan plankton dan sedimen, pada gilirannya akan
memasuki rantai makanan (food chain) yang selanjutnya mengalami akumulasi
pada hewan ikan. Ikan laut, pada hierarki rantai makanan tingkat atas, secara
langsung akan menyerap (uptake) pencemaran dari badan air, atau secara tidak
langsung akan terjadi biomagnifikasi melalui rantai makanan. Proses transport Pb,
Cd, Cu, Ni dan Zn ke dalam tubuh ikan dapat melalui passif (passive transport)
karena adanya gradient konsentrasi dan melalui transport aktif (facilitated
transport) yang dimediasi molekul makro. Kadar Pb, Cd, Cu, Ni dan Zn ikan
konsumsi di perairan; waduk buatan, sungai, perairan pesisir, yang telah
diindakasikan tercemar, menunjukkan kadar yang mendekati standar baku mutu.
Monitoring kualitas fisik dari perairan Pulau Bacan meliputi monitoring
suhu, slinitas, TSS, turbiditas dan tingkat kecerahan atau transmisi cahaya. Setelah
diambil sampel air laut dari perairan tersebut, didapatkan suhu berkisar 27.71828.955 C dengan rerata 28.322 C. Suhu di permukaan laut yang normal berkisar
antara 25.6-32.3 C dan antara 20.0-30.0 C. Sedangkan menurut KMNLH, suhu
yang umum dijumpai di perairan laut Indonesia berkisar antara 27-32 C.
KMNLH juga menetapkan suhu yang baik untuk biota laut adalah suhu alami,
untuk coral dan lamun berkisar antara 28.0-30.0 C, untuk mangrove antara 28.032.0 C. Untuk pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang, suhu yang ideal
berkisar antara 25.0-28.0 C dan antara 23.0-29.0 C. Untuk kehidupan ikan
daerah tropis, yang baik adalah berkisar antara 25.0-32.0 C. Dengan demikian,
suhu ini masih baik untuk kehidupan dan perkembangbiakan biota, terumbu
karang, mangrove dan lamun. Adanya kerusakan terumbu karang di perairan ini
bukan disebabkan oleh fluktuasi suhu, akan tetapi dapat akibat sedimentasi atau

dibom oleh para nelayan. Keadaan ini hampir dijumpai di semua perairan di
Indonesia. Suhu air laut di perairan ini juga masih baik kegiatan pariwisata.
Suhu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan, mulai dari telur,
benih sampai ukuran dewasa. Suhu air akan berpengaruh terhadap proses
penetasan telur dan perkembangan telur. Rentang toloransi serta suhu optimum
tempat pemeliharaan ikan berbeda untuk setiap jenis/spesies ikan, hingga standart
pertumbuhan yang berbeda. Suhu memberikan dampak sebagai berikut terhadap
ikan, yaitu :
a) Suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan/biota laut jika terjadi
b)
c)
d)
e)

peningkatan suhu
Peningkatan aktivitas metabolisme ikan/biota laut
Penurunan gas (oksigen) terlarut
Efek pada proses reproduksi ikan/biota laut
Suhu ekstrim bisa menyebabkan kematian pada ikan/biota laut
Tabel 2.6 Hasil Pengukuran beberapa Parameter Fisika
di Pulau Bacan (St 1-10)

Ket. :
*KMNLH, **untuk Lamun dan Coral, ***untuk Mangrove
Salinitas dapat diartikan sebagai tingkat keasinan atau kadar garam yang
terlarut dalam air. Salinitas pada perairan Pulau Bacan setelah diteliti berkisar
antara 33.742-34.332 ppt dengan rerata 34.195 ppt. Salinitas ini masih baik untuk
biota laut. KMNLH menetapkan nilai ambang batas salinitas untuk biota laut
adalah salinitas alami ( < 5 variasi alami), untuk karang dan lamun 33.0-34.0 ppt
(( < 5 variasi alami), untuk mangrove sampai dengan 34 ( < 5 variasi alami).
Salinitas di perairan ini masih sesuai dengan salinitas yang dijumpai di perairan
laut umumnya, salinitas di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 30.0-35.0
ppt. Untuk daerah pesisir salinitas berkisar antara 32.0-34.0 ppt, sedangkan untuk
laut terbuka umumnya salinitas berkisar antara 33.0-37.0 ppt dengan rata-rata 35.0

ppt. Dengan demikian salinitas di perairan ini masih baik untuk biota, karang,
lamun dan mangrove.
Nilai salinitas yang tinggi dapat berpengaruh terhadap organisme laut,
karena tidak semua organisme laut dapat hidup di air dengan konsentrasi garam
yang berbeda. Secara mendasar ada 2 kelompok organisme laut, yaitu organisme
euryhaline yang toleran terhadap perubahan salinitas dan organisme stenohaline
yang memerlukan konsentrasi garam yang konstan dan tidak berubah. Kelompok
pertama misalnya adalah ikan yang bermigrasi seperti salmon, eel dan lain-lain
yang beradaptasi sekaligus terhadap air laut dan juga air tawar. Sedangkan
kelompok kedua, seperti udang laut yang tidak dapat bertahan hidup pada
perubahan salinitas yang ekstrim. Salinitas mempunyai peran penting dan
memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana
secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan ostomik ikan
tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah sebagai berikut :
a) Penguapan
Semakin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka
salinitasnya tinggi, dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat
penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kada garamnya.
b) Curah hujan
Semakin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah perairan laut maka
salinitas air laut itu akan rendah, dan sebaliknya semakin sedikit/kecil
curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
c) Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut
Semakin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas
laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya semakin sedikit sungai yang
bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Kadar zat padat tersuspensi (TSS) berkisar antara 0.016-0.020 ppm dengan
rerata 0.018 ppm. Kadar ini relatif rendah dan belum berpengaruh terhadap
kualitas perairan. Baku mutu air laut ditetapkan NAB untuk padatan tersuspensi
sebesar < 23.0 ppm untuk kepentingan perikanan, < 80.0 ppm untuk pariwisata
dan < 2500 ppm untuk taman laut konservasi. Sebaliknya KMNLH menetapkan
NAB TSS sebesar 20.0 ppm untuk koral, 80.0 ppm untuk mangrove dan 20,0 ppm
untuk lamun dan pariwisata bahari. Sedangkan, kandungan zat padat tersusupensi

10

> 25,0 mg/L dapat menurunkan produksi biota perairan. Dengan demikian
berdasarkan kadar zat padat tersuspensi, kualitas perairan ini termasuk kategori
baik. TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan
yang tersuspensi di dalam air berupan bahan-bahan organik dan anorganik yang
dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0.45 m. Materi yang
tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air kerena dapat
mengurani penetrasi matahari ke dalam badan air, meningkatnya kekeruhan air
menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produsen.
Turbiditas berkisar antara 3.938-7.132 ntu dengan rerata 4.588 ntu.
Turbiditas ini masih sesuai dengan NAB yang ditetapkan oleh KMNLH untuk
biota laut yakni 5 ntu. Dengan demikian, tingkat kekeruhan di perairan ini relatif
rendah, sehingga transmisi cahaya ke perairan masih dapat mencapai 74,33%.
Turbiditas atau yang sering disebut dengan kekeruhan dapat mempengaruhi
tatanan ekosistem yang ada di laut. Kekeruhan dapat mengurangi cahaya yang
masuk sehingga mengganggu aktifitas fotosintesis serta mengakibatkan stress dan
membatasi pertumbuhan pada lamun (hydrilla). Sebaliknya, vegetasi lamun dapat
meningkatkan laju sedimentasi dan mengurangi laju resuspensi sehingga dapat
mengurangi kekeruhan, oleh karena itu dapat memicu pertumbuhan lamun.
Kekruhan tidak hanya mempengaruhi flora pada tatanan ekosistem laut tetapi juga
faunanya, contohnya ikan. Ikan bersifat fototaktik (responsif terhadap cahaya)
baik secara positif maupun negatif. Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu
memijah (perkawinan) dan juga pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat
mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya
hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah
produksi kandungan zat organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
cahaya, tidak hanya itu cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larva.
Hasil pengukuran sifat kimia air laut lainnya disajikan pada Tabel 2.7.
Kadar oksigen terlarut berkisar antara 6.8-6.28 ppm dengan rerata 6.22 ppm.
Kadar rerata ini masih sesuai dengan kadar oksigen terlarut di lapisan permukaan
perairan laut yang normal umumnya. Kadar oksigen yang terlarut di dalam massa
air nilainya adalah relatif, biasanya berkisar antara 6.0-14.0 ppm (4.28-10 ml/L).
Pada umumnya kandungan oksigen sebesar 5.0 ppm dengan suhu air berkisar
11

antara 20.0-30.0 C relatif masih baik untuk kehidupan ikan-ikan, bahkan apabila
dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik (tidak
tercemar), kandungan oksigen sebesar 2.0 ppm sudah cukup untuk mendukung
kehidupan organisme perairan. Dan umumnya hampir semua organisme akuatik
menyukai kadar oksigen terlarut > 5.0 ppm.
Ada beberapa hal yang dapat menyebakan menurunnya oksigen dalam air,
antara lain :
1. Respirasi biota
2. Dekomposisi bahan organik
3. Pelepasan oksigen ke udara
Hampir semua bentuk kehidupan akuatik memerlukan oksigen terlarut
untuk melakukan proses pembakaran dalam tubuh guna keberlangsungan
hidupnya. Meskipun tidak semua makhluk hidup memerlukan oksigen terlarut,
seperti beberapa bakteri yang mampu bertahan hidup tanpa ketersediaan oksigen
terlarut ( anaerobik ) sama sekali. Pada umumnya binatang lain mampu bertahan
hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan persediaan
oksigen yang berlimpah setiap kali. Sebagian besar diantaranya mampu bertahan
hidup dalam keadaan kondisi kandungan oksigen yang rendah dan sangat minim,
tetapi tidak dapat bertahan hidup jika kandungan oksigen tidak tersedia sama
sekali. Pada daerah perairan ada beberapa sumber penghasil oksigen terlarut,
diantaranya berasal dari udara diatas permukaan ( atmosfer ), hasil dari
fotosintesis tumbuhan-tumbuhan didalam perairan tersebut ( misalnya lamun ) dan
glikogen yang berasal dari binatang itu sendiri. Pada perairan laut terutama
perairan di samudera hampir semua airnya mengandung oksigen terlarut dan
sangat jarang ditemukan air pada perairan ini tidak mengandung oksigen terlarut.
Ketersediaan oksigen yang cukup pada suatu perairan sangat penting, karena
oksigen ini sangat diperlukan untuk keberlangsungan hidup biota laut didalamnya.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik
dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan
oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen
adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya

12

adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam
kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa
kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses
oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk
membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun
secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri
dan rumah tangga. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai
pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,
sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain
yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air
buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih
dahulu diperkaya kadar oksigennya.
Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh air buangan industri
dan limbah penduduk terhadap organisme perairan, terutama pengaruhnya
terhadap ikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan
kelumpuhan ikan, karena otak tidak mendapat suplai oksigen serta kematian
karena kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak
dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (JONES, 1964). Untuk
mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati
beberapa parameter kimia, sepeti oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dan
kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand = BOD).

Tabel 2.7 Sifat Kimia Air Laut di Perairan Bacan

13

Derajat
keasaman

(pH)

berkisar

antara

8.00-8.06

dengan

rerata

8.02.

pH ini

masih sesuai

dengan

kriteria yang
ditetapkan

oleh

Kantor
Menteri

Negara

Lingkungan

Hidup

yakni 7.0-8.5

untuk

berbagai
kepentingan biota laut dan pariwisata bahari. Bahkan pH di suatu perairan yang
normal berkisar antara 8.0-8.3, pH yang baik untuk terumbu karang berkisar
antara 6.0-9.0. dengan demikian pH air laut di perairan ini masih baik untuk
kepentingan terumbu karang.
Pada dasarnya air laut mempunyai kemampuan secara alami menyangga
yang sangat besar untuk mencegah terjadinya perubahan pH. Perubahan pH
mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap sistem penyangga dan
ekosistem disekitarnya, meskipun perubahan pH terjadi hanya sedikit saja dari pH
alami, perubahan itu akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga.
Kestabilan pH pada air laut berhubungan dengan keseimbangan kadar CO 2, jika
pH mengalami perubahan dibandingkan dengan pH alaminya keseimbangan kadar
Co2 akan terganggu dimana hal ini dapat mempengaruhi keberlangsungan
kehidupan biota laut. Banyaknya permukaan air laut di Indonesia mempunyai pH
permukaan yang bervariasi dari setiap daerah ke daerah lain. pH permukaan
tersebut berkisar antara 6.0 8,5. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk
terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akibat langsung dari perubahan pH pada air laut adalah kematian ikan, burayak,
telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak
langsung dari perubahan pH pada air laut diantaranya perubhaan toksisitas zat-zat

14

yang ada didalam air, misalnya penurunan pH sebesar 1,5 dari nilai alami dapat
memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali.
Kadar fosfat berkisar antara 0.04-0.22 g.at/L dengan rerata 0.081 g.at/L.
Kadar ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar fosfat di lapisan
permukaan yang dijumpai di perairan laut yang umum. Kadar fosfat di lapisan
permukaan laut yang tersubur di dunia mendekati 0.6 g.at/L. Kadar ini juga
masih sesuai dengan kandungan fosfat yang umum dijumpai di perairan laut yang
normal.

Kadar fosfat diperairan laut yang normal berkisar antara 0.01-1.68

g.at/L dan antara 0.01-4 g.at/L. Di perairan laut dalam, kandungan fosfat di
lapisan permukaan dapat mencapai 0.01 g.at/L dan di lapisan yang lebih dalam
dapat mencapai 3.0 g.at/L. Kadar fosfat yang tinggi pada permukaan umumnya
dijumpai di perairan di mana terjadi kenaikan massa air. Perubahan kandungan
fosfat di laut dapat dijadikan sebagai indikator dari pergerakan massa air dan
indeks pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup memberikan nilai ambang batas (NAB) untuk fosfat sebesar
0.015 ppm atau 15 g.at/L untuk kepentingan biota laut dan pariwisata bahari.
Seperti yang dijelaskan di atas kadar fosfat erat kaitannya dengan karakteristik
masing-masing lokasi dan kepadatan populasi fitoplankton. Kadar fosfat yang
rendah diduga karena zat hara fosfat yang tersedia digunakan oleh fitoplankton,
khususnya di lapisan permukaan. Dengan demikian berdasarkan kategori tersebut
maka perairan Pulau Bacan termasuk ke dalam kategori cukup subur serta kadar
fosfat di perairan Pulau Bacan ini masih baik untuk kehidupan biota laut.
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi
berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas
pertukaran energi dari organisme yang di butuhkan dalam jumlah sedikit
(mikronutrien),

sehingga

fosfat

berperan

sebagi

faktor

pembatas

bagi

pertumbuhan organisme. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu ekosistem


perairan akan meningkatkan pertumbuahan algae dan tumbuhan hewan lainnya
secara cepat. Peningkatan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen
terlarut, diikuti dengan timbulnya anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa
toksik misalnya methan, nitrat, dan belerang.

15

Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara


langsung oleh tumbuhan akuatik. Sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan
dengan sumber nitrogen di perairan dan keberadaan fosfor di perairan alami
biasanya relatif sedikit dengan konsentrasi yang relatif kecil dibandingkan
nitrogen. Sumber antropogenik fosfor di perairan adalah limbah industri dan
domestik, yaitu fosfor yang berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian
yang menggunakan pupuk juga memberikan konstribusi yang cukup besar bagi
keberadaan fosfor .
Kadar Nitrat berkisar antara 0.22-0.98 g.at/L dengan rerata 0.571 g.at/L.
Kadar nitrat ini relatif tinggi, kadar nitrat di perairan laut yang normal berkisar
antara 0.01-0,50 g.at/L atau 0,10-0,50x10-3 ppm. Departemen Pertanian
menetapkan kadar nitrat yang diperkenankan untuk tujuan budidaya perikanan
antara lain untuk ikan kakap dan kerapu berkisar antara 0.9-3.2 g.at/L. Seperti
halnya fosfat, variasi kadar nitrat juga erat kaitannya dengan kepadatan
fitoplankton. KMNLH memberikan NAB untuk nitrat sebesar 0.008 ppm atau
8.00 g.at/L untuk kepentingan biota laut dan pariwisata bahari. Dengan demikian
dilihat dari kadar nitrat, perairan ini termasuk kategori sangat baik. Secara
keseluruhan bila dilihat dari skor hasil penilaian status mutu air laut, maka
perairan ini termasuk kategori tercemar ringan (Kelas B) dengan skor -2 [Data
hasil pengukuran status mutu air tertera pada Tabel 2.8]. Kadar Nitrat erat
kaitannya dengan fitoplankton dan merupakan nutrisi bagi organisme. Zat hara
Nitart dan Fosfat berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organisme
serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di
suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat
dan fosfat. Senyawa nitrat dan fosfat secara alamiah berasal dari perairan itu
sendiri melalui proses-proses penguraian, pelapukan ataupun dekomposis tumbuhtumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan limbah , baik llimbah dari
daratan, seperti domestik, industri, pertanian dan limbah peternakan ataupun sisa
pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara.
Konsentrasi nitrat bervariasi menurut letak geografis dan kedalaman .
Dimana, pola geografis nitrat di lapisan bawah lebih dikontrol oleh sirkulasi air
lapisan bawah lebih dikontrol oleh sirkulasi air lapisan bawah dan proses
16

mineralisasi nitrogen organik partikulat. Kandungan fosfat pada umumnya


semkain menurun semakin jauh ke arah laut, disebut juga dengan off shore.
Tabel 2.8 Penilaian Status Mutu Parameter Oseanografi
Di Pulau Bacan

Beberapa penjabaran mengenai sebab-sebab dan dampak-dampak yang


terjadi akibat penemaran di air laut seperti yang telah disebutkan diatas pada
dasarnya belum secara keseluruhan. Dalam artian, monitoring yang dilakukan
terhadap air laut sejauh ini masih dilakukan uji terhadap air laut pada permukaan.
Tidak hanya air laut permukaan, kandungan logam berat yang masuk kedalam
ekosistem laut dapat terakumulasi dan menumpuk dibagian dasar laut
(sedimentasi).
Proses akumulasi atau masuknya bahan cemaran ke dalam lingkungan laut
dibagi menjadi 3 macam proses, yakni proses fisik, kimia dan biologis. Lebih
jelasnya bagaimana terjadinya proses akumulasi digambarkan dalam diagram
dibawah ini :
Diagram 2.1 Proses yang terjadi bila bahan pencemar masuk ke dalam
lingkungan laut

17

Seperti yang tertera di dalam diagram diatas, masuknya bahan pencemar


ke dalah lingkungan laut dipengaruhi oleh arus laut. Jika arus pda suatu perairan
laut lambat maka bahan pencemar yang masuk partikel-partikel didalam logam
berat tersebut tidak terpecah dengan baik sehingga semakin

besar

kemungkinannya terakumulasi, sebaliknya jika arus laut cepat maka partikelpartikel dari logam berat tersebut akan terpecah menjadi partikel yang jauh lebih
kecil sehingga mudah diurai.
Akumulasi logam berat di perairan tidak hanya terdapat pada dasar air
laut, melainkan unsur logam berat ini dapat terakumulasi pula didalam tubuh
organisme sebagai akibat terjadinya interaksi antara logam berat dan sel atau
jaringan tubuh organisme tersebut. Pada dasarnya logam berat diperlukan
organisme untuk proses organ tubuh didalamnya, misalnya logam Cu dan Zn.
Dimana kedua logam berat ini bermanfaat dan diperlukan organisme untuk
menjadi metal faktor dalam proses kerja enzim. Kadar logam berat yang
18

dibutuhkan dan dapat diterima tubuh organisme, serta yang terkandung dalam
suatu perairan harus dalam kondisi yang seimbang (tidak kekurangan apalagi
berlebihan). Bila kadar logam berat yang terkandung di dalam suatu perairan
terlalu rendah, kehidupan organisme yang ada pada perairan tersebut dapat
mengalami defisiensi. Sebaliknya bila unsur logam berat yang terkandung
didalam perairan tersebut terlalu banyak dan berlebihan maka logam berat
tersebut akan menjadi toksik atau racun.
Akumulasi logam berat biasanya terindikasi lebih tinggi pada daerah dasar
laut (bagian sedimentasi dasar laut). Pada dasarnya laut mempunyai kemampuan
secara alami untuk mengencerkan kadar logam berat yang terakumulasi, yakni
dengan memanfaatkan arus kuat yang pasang surutnya air laut. Yang menjadi
masalah adalah kurangnya aturan maupun kebijakan-kebijakan mengenai nilai
ambang batas logam berat atau bahan pencemar yang terkandung di dalam air
laut. Monitoring air laut itu sendiri mayoritas dilakukan dengan pengambilan
sampel air pada bagian permukaan, sejatinya tidak hanya air permukaan saja yang
perlu dilakukan monitoring bagian sedimentasi juga perlu.

BAB III

19

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan makalah diatas antara lain :
1. Monitoring air laut dilakukan untuk memantau serta mengontrol kadar
bahan pencemar berbahaya pada suatu perairan.
2. Kandungan logam dalam air dapat berubah bergantung pada lingkungan
dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena
proses pelarutan sedangkan pada musim kemarau kandungan logam
akan lebih tinggi karena logam menjadi terkonsentrasi.
3. Logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami berbagai proses
mencakup transport oleh arus pasang surut, pengenceran, berasosiasi
dengan bahan tersuspensi, koagulasi dan sedimentasi ke dasar,
berasosiasi dengan bahan organik sedimen, diserap oleh plankton.
4. Salinitas laut adalah jumlah kadar garam yang terdapat dalam air laut.
Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan. Setiap
daerah perairan di bumi ini memiliki salinitas yang berbeda-beda.
3.2

Saran
Ada baiknya pemerintah melakukan monitoring air laut secara berkala, agar

kualitas air laut tetap terjaga. Monitoring sedimentasi di dasar laut juga diperlukan
agar di ketahui logam berat apa saja yang terendap dan dapat diatasi secara cepat.
Selain itu, masyarakat juga harus sadar betul akan pentingnya menjaga
lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Bangun, Julius Martinus. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (pb) dan

20

Kadmium (cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang
(triacanthus nieuhofi) Di Perairan Ancol, Teluk Jakarta. Institut Pertanian
Bogor (IPB). Bogor
Huda, Thorikul. 2009. Hubungan antara Total Suspended Solid dengan Turbidity
dan Dissolved Oxygen
http://thorik.staff.uii.ac.id/2009/08/23/hubungan-antara-total-suspendedsolid-dengan-turbidity-dan-dissolved-oxygen/
diakses pada tanggal 29 Oktober 2014
Marasabessy, M. Djen dkk. 2010. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Air
Laut dan Sedimen di Perairan Pulau Bacan, Maluku Utara. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Maluku Tenggara
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
sebagai

Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jakarta


Wahyuni, Hasti dkk. 2013. Kandungan Logam Berat pada Air, Sedimen dan
Plankton di Daerah Penambangan Masyarakat Desa Batu Belubang
Kabupaten Bangka Tengah. Universitas Diponegoro. Semarang
Yulisman dkk. 2010. Karakterisitik dan Sebaran Nitrat, Fosfat, dan Oksigen
Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. Universitas sriwijaya.
Palembang.

21

Anda mungkin juga menyukai