Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM DI DUNIA DAN INDONESIA


Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I

Oleh :

1. Prityaswari Rucita Astya (2030711017)


2. Laila Rahma (2030711033)
3. Frisda Amelia Agusty (2030711034)
4. Nesya Nurhalimah (2030711036)
5. Pramumudya Langlang Buana (2030711048)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABMI

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya,
yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Tokoh-tokoh Pembharuan Islam Di Dunia dan Di Indonesia” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen mata kuliah Kemuhammadiyahan serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan
bagi kami pribadi.
Kepada Ibu Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I Kami ucapkan terimakasih karena telah
memberikan tugas makalah ini sehingga dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kami selaku
penulis dan bagi pembaca. Mungkin makalah yang kami susun ini belum sempurna karena
tentunya kami masih dalam tahap belajar, oleh karena itu kami menerima kritik dan saran dari
pembaca agar kedepannya makalah yang kami susun akan lebih baik dari sebelumnya.

Sukabumi, 03 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................... 6
BAB II........................................................................................................................................ 7
TNJAUAN TEORI .................................................................................................................... 7
1.1 Definisi Pembaharuan Islam ....................................................................................... 7
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 9
3.1 Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Dunia dan Indonesia .............................................. 9
3.1.1 Tokoh Pembaharuan Dalam Islam kawasan Timur ................................................... 9
3.1.2 Tokoh Pembaharuan Islam di Turki ........................................................................ 14
3.1.3 Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia ................................................................. 17
BAB IV .................................................................................................................................... 24
PENUTUP................................................................................................................................ 24
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 24
4.2 Saran ............................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada abad 10-12 M, dunia Islam menjadi mercusuar peradaban dunia, dan selanjutnya
ketika dunia Barat maju pada abad ke-18 sampai sekarang, dunia Barat menjadi barometer
peradaban dunia. Keduanya juga saling belajar, selayaknya antara guru dan murid yang saling
mengajar dan belajar satu sama lain. Dalam kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seperangkat paham di dunia Barat telah membawa perubahan cara pandang masyarakat yang
semula didominasi oleh paham keagamaan berpindah ke rasionalisme. Dari religion oriented
menuju science oriented. Karena itu, modernisasi sebagai respon terhadap dominasi paham
keagamaan di dunia Barat dipahami sebagai usaha baik dalam bentuk pemikiran, aliran atau
gerakan bagi mengubah pemahaman, budaya atau adat-istiadat serta lembaga yang sangat
dipengaruhi oleh paham keagamaan (Kristen) pada waktu itu untuk disesuaikan dengan
paham kondisi yang baru karena efek dari kemajuan teknologi atau ilmu pengetahuan yang
ada.
Pembaharuan Islam sebagaimana bisa dimaknai sebagai sebuah usaha-usaha untuk
melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi yang berlangsung di dunia
Islam. Proses harmonisasi ini menemui hambatan psikologis, ketika umat Islam harus
berguru kepada Barat di mana pembaharuan identik dengan modernism, sementara itu
modernism bagian dari westernism. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa modernisme
mengandung unsur westernism, karena ia berasal dari Barat, namun demikian yang datang
dari Barat tidak semuanya salah dan jelek seperti halnya apa yang diwariskan Islam klasik.
Pola berpikir rasional yang tumbuh dan berkembang di Barat memungkinkan memperoleh
ruang di dunia Islam yang telah mentradisi sebelumnya, sehingga bisa menangkap
rasionalitas dan modernitas Barat dan memilah-milah mana yang baik dan buruk dari apa
yang dibawa oleh modernism Barat. Upaya untuk memberi jawaban secara rasional atas
persoalan-persoalan yang muncul pada zaman modern, dan dampak yang ditimbulkan
modernisasi.
Dalam bahasa Arab (dunia Islam), kata yang identik dengan pembaharuan antara lain
tajdid dan ishlah, yang artinya memperbaharui, atau mengembalikan sesuatu kepada kondisi
yang seharusnya. Gerakan pembaharuan di dunia Islam bermula dari negara-negara Timur
Tengah, terutama Mesir, dan kerajaan Ustmani di Turki, yang kemudian pengaruhnya meluas
ke sejumlah negara Islam atau negara dengan penduduk mayoriti Muslim, termasuk
Indonesia Ide-ide pembaharuan, utamanya Mesir, masuk ke Indonesia setidaknya melalui tiga
jalur, yaitu haji dan mukim, publikasi, dan pendidikan, yang kemudian menginspirasi umat
Muslim Indonesia, Adapun penyebab terjadi gerakan pembaharuan oleh karena adanya
kesadaran atas realiti dunia Islam yang sedang dalam kemunduran, keterbelakangan dan
kejumudan pada satu sisi, dan kemajuan dunia Barat modern di sisi lain.
Pembaharuan di dunia Islam mempunyai stressing yang berbeda- beda, dan secara
umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu; pertama, pembaharuan institusi-
institusi pemerintahan; kedua, transformasi ilmu Pengetahuan Barat modern; ketiga,
reinterprestasi terhadap paham keagamaan dalam Islam yang dianggap sebagai problem
teologis. Pembaharuan dalam artian “reinterpretation” merupakan proses tafsir ulang terhadap
paham, pengetahuan dan pemikiran dalam Islam untuk disesuaikan dengan perkembangan
zaman dan kondisi sosial setempat sebagai akibat perubahan zaman. Pembaharuan
merupakan upaya transformasi pengetahuan dan teknologi dari dunia Barat modern, dan
proses perbaikan paham keagamaan dengan melakukan kajian terhadap tradisi pemikiran
yang ada untuk disesuaikan dengan paham baru, dengan tetap merujuk pada doktrin Islam.
Dalam perspektif ini, pembaharuan menggunakan dua pendekatan, yaitu: pertama, kembali
pada ajaran Islam sepertimana pada masa Rasulullah dalam segala aspeknya; kedua, adalah
memahami teks-teks al-Qur‟an dan Hadis untuk dipahami makna dan ruhnya dengan
menggunakan pendekatan ilmu modern.
Studi tentang gerakan dan pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia sampai pada
saat ini secara umum dapat dikelompokkan ke dalam empat periode, yaitu: Pra Kemerdekaan
(1905-19450, Orde Lama (1945-1967), Orde Baru (1967-1999), dan Era Reformasi (1999-
sampai sekarang). Pengelompokan itu mengindiksikan aspek sosial-politik di mana gerakan
pembaharuan pemikiran dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial politik di mana
ia lahir dan berkembang.
Oleh karena itu cukup beralasan, jika Sarikat Islam dan Muhammadiyah disebut
sebagai “pelopor dan cikal bakal” gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, adapun alasan
yang mendasari kenapa kedua organisasi dimasukkan dalam katagori gerakan Islam modern,
yaitu: pertama, Sarikat Islam dan Muhammadiyah adalah organisasi yang tidak hanya
membatasi gerakannya pada bidang agama; kedua, dari aspek manajemen organisasi di mana
organisasi tersebut dikelola secara modern; ketiga, beberapa ide dan gerakannya melampui
organisasi keagamaan pada waktu itu.
Dalam dakwahnya, Muhammadiyah tampak aktif melawan paham dan perilaku
keberagamaan yang berbau takhayul, bid‟ah dan khurafat, karenanya ia masuk dalam
katagori gerakan puritanism sepertimana dijalankan dan atau perpanjangan dari gerakan
Wahabiyah di Arab Saudi. Mengikut Dawam Rahardjo, memasuki abad ke-20, pembaharuan
pemikiran keagamaan dianggap sebagai sebuah keharusan, dan jika tidak dijalankan maka
paham keagamaan akan semakin tertinggal jauh karena tidak mampu lagi mewadahi berbagai
persoalan umat. Oleh karena itu para agamawan diharapkan untuk bisa menyesuaikan diri
terhadap proses pembaharuan. Keharusan berijtihad bagi umat Muslim merupakan cara yang
tepat untuk menghadapi perubahan dunia. Melalui ijtihad akan ditemukan formula pemikiran
keagamaan yang tepat dan sesuai dengan perubahan zaman .
Maka dari itu pembaharuan perlu dilakukan dengan melakukan perubahan-perubahan
dalam bidang ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kembali sayap Islam. Pembaharuan
ini ditandai dengan tumbuhnya para tokoh-tokoh dan gerakangerakan baik dalam bidang ilmu
pendidikan, sosial maupun politik. Untuk itu makalah ini akan fokus membahas mengenai
tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam pembaharuan islam di Dunia dan Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam gerakan pembaharuan islam di
Dunia dan di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berpengauh dalam gerakan pembaharuan islam
di Dunia dan Indonesia.
BAB II
TNJAUAN TEORI

1.1 Definisi Pembaharuan Islam


Pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan
Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.[1] Dalam bahasa arab Pembaharuan Islam disebut Tajdidsecara harfiah
tajdid berarti pembaharuan dan pelakunya disebut Mujaddid. Dengan demikian pembaharuan
dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun
Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya
paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada
kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasional, dan
sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang
relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang
seharusnya”.
Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih
erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk
mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih
jelas, Thahir ibn „Ansyur mengatakan, Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan
mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya
mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi
pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya
menguatkan kekuasaan agama. Rasulullah pernah mengisyaratkan bahwa:

” Sesungguhnya Allah akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang yang
akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun” (HR. Daud).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau
mengubah agama, akan tetapi seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya
adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai kebatilan
yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Tema
“mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid
(mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah memberikan
jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta‟ala setelah ia dimurnikan
dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di
saat yang sama, upaya tajdidsecara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang
mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama
sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar‟i yang shahih, atau
menafsirkan teks-teks syar‟i dengan metode yang menyelisihi ijma‟ ulama Islam[3]. Sama
sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
Pertama, memurnikan agama setelah perjalanannya berabad-abad lamanya dari hal-hal yang
menyimpang dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali
kepada bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam
keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul
dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa
“memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau
menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban terhadap hal itu.
Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup
seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya.
Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah umat telah mengalami pergeseran
dari yang seharusnya.
Pembaruan Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran
yang terdapat didalam Al Quran dan Al-Sunnah. Diperlukan karena terjadi kesenjangan
antara yang dikehendaki Al Quran dengan kenyataan di masyarakat. Al Quran misalnya
mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan pengetahuan modern serta
teknologi secara seimbang: hidup bersatu, rukun dan damai yang bersifat dinamis, kreatif,
inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu dan
menyukai kebersihan.
Pembaharuan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide pembaruan dalam Islam
dengan maksud seperti diungkapkan diatas, Muhammad Abduh dengan cara menghilangkan
bid‟ah yang terdapat dalam ajaran Islam kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya
dibuka kembali ke pintu ijtihad. Sementara itu, Sayyid Ahmad Khan bahwa untuk mencapai
kemajuan perlu meninggalkan paham qadariah , perlu percaya bahwa hukum alam dengan
wahyu yang ada dalam Al Quran tidak bertentangan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tokoh-tokoh Pembaharuan Islam di Dunia dan Indonesia

3.1.1 Tokoh Pembaharuan Dalam Islam kawasan Timur


A. Jamaluddin Al-Afghani
a. Biografi
Jamaluddin Al-Afghani lahir di As‟adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul,
Afghanistas tahun 1839 dan meninggal di Istambul tahun 1897. Tetapi penelitian para
sarjana menunjukkan bahawa ia sebenarnya lahir di kota yang bernama sama
(As‟adabad) tetapi bukan di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini menyebabkan banyak
orang, khususnya mereka di Iran lebih suka menyebut pemikir pejuang muslim
modernis itu Al-As‟adabi, bukan Al-Afghani, walaupun dunia telah terlanjur
mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang bersangkutan sendiri, dengan
sebutan Al-Afghani. Ia mempunyai pertalian darah dengan Husein bin Ali melalui Ali
At-Tirmizi,ahli hadis terkenal. Keluarganya mengikuti mazhab Hanafi. Ia adalah
seorang pembaharu yang berpengaruh di Mesir. Ia menguasai bahasa-bahasa Afghan,
Turki, Persia, Perancis dan Rusia.
Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengaji Al-Qur‟an dari ayahnya
sendiri, di samping bahsa Arab dan Sejarah. Ayahnya mendatangkan seorang guru
ilmu tafsir, hadits, dan fiqih yang dlengkapi dengan ilmu tasawuf dan ilmu ketuhanan,
kemudian dikirim ke India untuk mempelajari ilmu pengetahuan modern (Erofa). Ia
menetap di Kairo dan menjauhkan urusan politik untuk berkonsentrasi ke bidang
ilmiah dan sastra Arab. Rumah tempat tinggalnya menjadi pusat pertemuan bagi para
mahasiswa, diantaranya adalah Muhammad Abduh.
Melihat kepada kegiatan politik yang demikian besar dan daerah yang
demikian luas, maka dapat dikatakan bahwa Al-Afghani lebih banyak bersifat
pemimpin politik daripada pemimpin dan pemikir pembaharuan dalam Islam, tetapi
kegiatan yang dijalankan Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang
pembaharuan dalam Islam.
b. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan suatu bangsa,
dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini yang kadangkala berpusat di
Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang mengembangkan pertanian, industri, dan
perdagangan, yang menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta. Tetapi filsafat
menurutnya merupakan ilmu yang laping teratas kedudukannya di antara ilmu-ilmu
yang lain.
Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang universal.
Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia antara laki-laki dan perempuan.
Menurutnya keduanya mempunyai akal untuk berpikir, maka tidak ada tantangan bagi
wanita bekerja di luar jika situasi menginginkan. Ini membuktikan bahwa pendidikan
bagi beliau mendapat prioritas utama agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan
menuju kemajuan. Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki saja
melainkan perempuan pun harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut.
B. Tahtawi
a. Biografi
al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa‟ah Badawi Rafi‟ al-Tahtawi, ia
merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan
pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta merupakan kota
yang berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di kairo. Ketika
Muhammad Ali mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua al-Tahtawi
termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh pendidikan
masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun al-
Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar dan pada tahun 1822 ia
menyelesaikan studinya.
Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-Attar
yang banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke mesir.
Gurunya al-Tahtawi ini sering mengadakan kunungan kepada ahli-ahli dari Prancis
tersebut untuk mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Dan mereka pun
menerima kunjungan itu dengan senang hatu karena mereka bisa belajar bahasa arab
dari gurunya al-Tahtawi.
b. Pemikiran
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang
universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian kesempatan
yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat. Menurutnya,
perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan kesempatan belajar
yang sama antara pria dan wanita, sebab wanita itu memegang posisi yang
menentukan dalam pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi isteri dan ibu
rumah tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan melahirkan putra-putri yang
cerdas.
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I
adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi
pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur‟an, agama, dan matematika. Tahap II,
pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa
asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang tugas
utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam proses
belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih sayang antara
guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran
dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan
kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik.
Dengan demikian, dipahami bahwa al-Tahtawi sangat memperhatikan metode
mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.
C. Muhammad Abduh
a. Biografi
Syekh Muhamad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah. Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah,
Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan
bukan pula keturunan bangsawan.
Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga petani di pedesaan.
Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi
pertolongan. Semua saudaranya membantu ayahnya mengelola usaha pertanian,
kecuali Muhammad Abduh yang oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu
pengetahuan. Pilihan ini bisa jadi hanya suatu kebetulan atau mungkin juga karena
ia sangat dicintai oleh ayah dan ibunya. Hal tersebut terbukti dengan sikap ibunya
yang tidak sabar ketika ditinggal oleh Muhammad Abduh ke desa lain, baru dua
minggu sejak kepergiannya, ibunya sudah datang menjenguk. Beliau dikawinkan
dalam usia yang sangat muda yaitu pada tahun 1865, saat ia baru berusia 16 tahun.
Pendidikan Muhammad Abduh dimulai dari Masjid al-Ahmadi Thantha
(sekitar 80 Km. dari Kairo) untuk mempelajari tajwid Al-Qur'an. Setelah dua tahun
berjalan di sana, pada tahun 1864 ia memutuskan untuk kembali ke desanya dan
bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya. Waktu kembali ke desa inilah ia
dikawinkan.
b. Pemikiran
Menurut Abduk, pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis untuk
mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial secara sistematis. Gagasannya yang
paling mendasar dalam sistem pendidikan adalah bahwa ia sangat menentang sistem
dualisme. Menurutnya, dalam lembaga-lembaga pendidikan umum harus diajarkan
agama. Sebaliknya, dalam lembaga-lembaga pendidikan agama harus diajarkan
ilmu pengetahuan modern.
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan
pembaharuannya adalah melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh
kurikulum pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan saat itu. Ilmu-ilmu filsafat dan
logika yang sebelumnya tidak diajarkan, dihidupkan kembali. Demikian juga
dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-Azhar. Dengan memasukkan ilmu
pengetahuan modern ke lembaga-lembaga pendidikan agama dan sebaliknya,
dimaksudkan untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan ulama dan ahli
modern, dan diharapkan kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul di zaman modern.
D. Rasyid Redha
a. Biografi
Nama lengkap Muhammad Rasyid Rida adalah al-Sayyid Muhammad Rasyid
Rida ibn Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn al-Sayyid Baharuddin ibn al-
Sayyid Munla Ali Khalifah al-Baghdadi. Beliau dilahirkan di Qalmun, suatu
kampung sekitar 4 Km dari Tripoli, Libanon, pada bulan Jumadil „Ula 1282 H
(1864 M). Dia adalah seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan
langsung dari Sayyidina Husain, putra Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah putri
Rasulullah saw.
Pada tahun 1898 M. Muhammad Rasyid Rida hijrah ke Mesir untuk
menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dua tahun kemudian ia menerbitkan
majalah yang diberi nama “al-Manar” untuk menyebar luaskan ide-idenya dalam
usaha pembaharuan.
b. Pemikiran
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu,
peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat Islam. Hal ini relevan dengan
pendapat gurunya (Muhammad Abduh) bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang
di Barat wajib dipelajari umat Islam untuk kemajuan mereka. Beliau juga
berpendapat bahwa mengambil ilmu pengetahuan Barat modern sebenarnya
mengambil kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.
Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah membangun sekolah misi
Islam dengan tujuan utama untuk mencetak kader-kader Muballig yang tangguh,
sebagai imbangan terhadap sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut didirikan
pada tahun 1912 di Kairo dengan nama Madrasah al-Dakwah wa al-Irsyad. Dalam
lembaga tersebut Ridha memadukan antara kurikulum Barat dan kurikulum yang
biasa diberikan madrasah tradisional.
E. Qasim Amin
a. Biografi
Qasim Amin di lahirkan di kota Cairo paada tahun 1863, dari seorang ayah
Muhammad Beik Amin yang berdarah Turki dan Ibundanya berdarah Mesir
Kelahiran Sha‟id. Keluarga Muhammad Beik berasal dari keluarga penguasa negara
dan tergolong kaya.
Muhammad Beik juga merupakan sosok pratisi yang tergolong ilmuan dan kaya
dengan pengalaman praktis, terutama dari pengalaman sebagai pegawai tinggi
Turki, Beliau juga turut berperan dalam karir Amin. Karena sang ayah tidak rela
jika anaknya hanya sekedar mempunyai kemampuan teoritis. Cara Beliau
mewujudkan kepeduliannya yaitu dengan cara menjalin hubungan yang baik dengan
Mustafa Fahmi. Yaitu dengan cara, menitipkan putranya untuk dilatih secara praktis
di kantor pengacara tersebut.
Qasim Amin ialah sosok intelektual Mesir yang memiliki basis pendidikan dan
pergaulan yang luas, perjalanannya pun mulai dari Dunia Arab khas Timur Tengah
hingga dunia Eropa dan Amerika yang metropolis. Qasim Amin bisa diandaikan
sebagai “ikon” yang begitu getol memperjuangkan terciptanya peradaban baru islam
yang berbingkai keadilan, kesetaraan dan kemuliaan bagi laki-laki dan perempuan
sekaligus.
b. Pemikiran
Usaha Amin memberdayakan dan mengangkat martabat perempuan, di mata
Amin, adalah usaha untuk menegakkan apa yang di pandangnya sebagai prinsip
ideal Islam vis avis realitas sosial perempuan Mesir, dan juga demi sebuah
kemajuan bangsa. Gagasan ini muncul sebagai refleksi dan wujud kepedulisn
intelektual Amin terhadap realitas perempuan Mesir. Ia juga melihat perempuan di
Mesir telah dipinggirkan dalam relasi laki-laki. Ide emansipasi wanita yang
dicetuskan oleh Qasim Amin timbul karena sentakan tulisan wanita prancis Duc. D‟
Haorcourt yang mengkritik struktur sosial masyarakat Mesir, terutama keadaan
perempuan di sana.
Qasim Amin begitu menaruh harapan kepada kaum perempuan untuk dapat
menempuh pendidikan. Karena terdapat hubungan yang positif antara pendidikan
perempuan dengan kemajuan perempuan. Pendidikan untuk perempuan di yakini
sebagai salah satu cara untuk melepaskan kaum perempuan Mesir dari perlakuan
diskriminatif.
F. Thaha Husein
a. Biografi
Thaha Husein dilahirkan tahun 1889 M. di Izbat al-Kilu. Ketika berumur dua
tahun telah terkena penyakit optualmia (kebutaan), penyakit yang biasa menyerang
anak-anak ketika itu, namun penyakit tersebut tidak menghalanginya menuntut
ilmu. Ia belajar al-Quran dan dapat menghafalnya pada usia sembilan tahun. Pada
tahun 1902, ia dikirim orang tuanya untuk belajar di al-Azhar dengan harapan agar
kelak Thaha Husein menjadi alim Azhar, memberi palajaran agama dalam halaqah
yang besar.
Akan tetapi Thaha Husein keluar dari al-Azhar, ia kecewa dengan sistem
pengejarannya yang sempit dan tidak berkembang serta materi pelajarannya amat
tradisonal dan menjemukan. Pada tahun 1905, ia mendalami pemikiran Muhammad
Abduh, salah satu yang amat menonjol dari keterpengaruhannya adalah sikapnya
yang menentang praktek tawassul di desanya sehingga dicap sebagai seorang yang
tersesat dan menyesatkan.
Pada tahun 1908 bersamaan dengan dibukanya Universitas Kairo, Thaha
Husein mendaftarkan diri, di sinilah ia berkenalan dengan sederatan orientalis
semisal Iguazio Buidi, Enno Litman, Santillana, Nallino dan Masignon. Pada
tanggal 5 Mei 1914 Thaha Husein mempertahankan disertasinya yang berjudul
Dzikra Abi al-'Ala dan berhasil yudisium jayyid jiddan pada tahun itu juga Thaha
Husein dikirim ke Perancis untuk belajar sejarah.
b. Pemikiran
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat bahwa perguruan
tinggi adalah sarana terbaik mencetak ilmuwan dan tenaga ahli yang diharapkan
melakukan perubahan-perubahan fundamental yang dapat memajukan Mesir yang
saat itu masih berada pada kondisi yang memprihatinkan dan terkebelakang dalam
berbagai bidang khususnya pendidikan, di banding dengan Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual, keilmiahan,
dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan intelektual dan kemerdekaan
jiwa menurutnya hanya bisa diperoleh melalui kemerdekaan ilmu dan intelektual.
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual, maka beliau menegaskan
agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem dan metode Barat sejak
tingkat menengah sampai ke Perguruan Tinggi, demikian juga metode
penelitiannya.
Gagasan Thaha Husain ini memiliki arti penting bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di Mesir karena mampu melahirkan inovasi-inovasi baru dalam bidang
pendidikan dan di sinilah muncul kemampuan belajar efektif dalam belajar yang
sesungguhnya.

3.1.2 Tokoh Pembaharuan Islam di Turki


A. Sultan Mahmud II
Kegagalan Sultan Sanlim III tidak menyulutkan penggantinya Sultan
Mahmud II untuk mengadalan pembaharuan. Pada tahun 1826 Sultan Mahmud II
membentuk korp tentara baru di luar Jeniseri dan menggunakan instruktur dari
Mesir tidak berasal dari Eropa agar tidak direspon negatif oleh ulama dan segera
membubarkan. Jeniseri serta melarang Tarekat Bektasy, mengadakan penghapusan
wajir agung diganti dengan perdana menteri, wajir agung pada saat itu dipegang
oleh syaikh al-Islam, pembaharuan sistem hukum yang memberlakukan hukum
sekuler di samping hukum syari‟ah, peradilan syariah diserahkan kepada syaikh al-
Islam sedangkan peradilan sekuler diserahkan kepada Majlich-I Ahkam-I Adliye,
dan pembaharuan di bidang pendidikan dengan membentuk sekolah umum (
Mekteb-I Ma‟arif) dan sekolah sastra ( mekteb-i „Ulum-u Edebiye).
B. Tanzimat
Sepeninggal Sultan Mahmud II, gerakan pembaharuan dilakukan oleh Abdul
Majid (1839-1861) dengan perdana menteri Rasyid Pasya. Periode ini disebut masa
Tanzimat yang mengandung arti peraturan dan perundang-undangan baru. Tokoh-
tokoh Tanzimat antara lain: Rasyid Pasya, Mehmed Sadik Rifat Pasya, dan
Muhammad Ali Pasya dan Fuad Pasya. Diantara beberapa peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan pada masa tanzimat antara lain:
1) Piagam Hatt-I Sherif Gulhane tahun 1839 sebagai dasar pembaharuan di
bidang administrasi, perpajakan, hukum, pendidikan, kau minoritas dan
militer yang menyebabkan perang di Crimea akibat penolakan kaum ulama
akibat dari reduksi peran ulama.
2) Piagam Hatt-I Humayun ( 1856 M) yang mengakomodir hak-hak minoritas.
Piagam ini mendapat reaksi keras dari ulama dan kelompok penduduk yang
berpendidikan Barat yang tergabung dalam Usmani Muda.
C. Utsmani Muda
Usmani Muda merupakan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1865
dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut menjadi pemerintahan yang
konstitusional. Tokoh Usmani muda antara lain Mihdat Pasya, Ziya Pasya, dan Nanik
Kemal. Kematian Perdana Menteri Ali Pasya ( 1871 M) menandai berakhirnya
Tanzimat, gerakan pembaharuan diganti oleh kelompok Usmani Muda yang berhasil
menurunkan secara paksa Sultan Abdul Aziz pada tahun 1876 melalui fatwa Syaikh
al-Islam dan diganti oleh Murad V yang mendapat dukungan Usmani Muda. Akan
tetapi karena Murad V dianggap tidak berhasil memimpin Turki Usmani dan
dianggap sakit mental oleh Syaikh al-Islam di kemudian hari, maka diganti oleh S
sultan Abdul Hamid ( 31 Agustus 1876) dan perdana menterinya Mihdat Pasya salah
seorang tokoh Usmani Muda.
Usmani Muda dalam pembaharuannya terbagi kepada 2 partai ditinjau dari
segi liberalisnya. Usmani Muda pertama liberal yang menghendaki sistem
pemerintahan otonomi bagi daerah-daerah ( desentralisasi), kedua Usmani muda yang
tergabung dalam partai Ittihadi ve Terekki, pemenang pemilu 1908 yang ingin
mempertahankan sistem pemerintahan sentralistik. Dan pada tahun 1912 M, partai
tersebut juga tampil sebagai pemenang yang melibatkan diri Turki Usmani dalam
perang Balkan bersama Jerman dengan harapan menjadi media untuk merebut
kembali daerah-daerah yang sudah memerdekakan diri sebelumnya dalam sistem
pemerintahan federasi. Diantara negara yang sudah memerdekakan diri dari Turki
Usmani Bulggaria,Austria, Yunani, Bosnia dan Herzegivina.
D. Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan Usmani Muda,
maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut.
Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang demikian timbullah
gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana
halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan
perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan rahasia, dikalangan cendekiawan
dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana melanjutkan oposisi
mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite
rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki
Muda.Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza (1859-1930),
Mehmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).[21]
E. Kemal At-Turk
Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah di Salonika. Sering dikenal
dengan nama Mustafa Kemal Pasya. Dan dikenal juga dengan Mustafa Kemal
Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat julukan Ghazi, artinya sang
pembela keyakinan. Julukan ini diberikan ketika beliau dengan gemilang membawa
Turki kepada kemenangan dalam perang kemerdekaan melawan Yunani, Mustafa
Kemal dielu-elukan dan dipanggil dengan gelar kehormatan Ghazi. Ayahnya bernama
Ali Riza, seorang juru tulis rendahan di salah satu kantor pemerintahan di kota itu.
Beliau sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara menegak racun.
Sedangkan Ibunya bernama Zubayde, seorang wanita sholihah. Ali Riza meninggal
saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya.
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak
terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia secara brutal menentang
peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia sering memaki-maki gurunya saat
bersekolah. Sehingga suatu hari pernah ditampar salah satu gurunya karena sang guru
sudah kehilangan kesabaran menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya,
Mustafa Kemal kecil lari dan tidak mau masuk sekolah lagi.
3.1.3 Tokoh Pembaharuan Islam di Indonesia
A. Cak Nur (Nurcholis Madjid)
Cak Nur atau biasa di sebut nurcholis madjid dianggap sebagai ikon pembaruan
pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang pluralisme telah
menempatkannya sebagai intelektual Muslim terdepan di masanya, terlebih di saat
Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi
bangsa. Cak Nur dikenal dengan konsep pluralismenya yang mengakomodasi
keberagaman / ke-bhinneka-an keyakinan di Indonesia. Menurut Cak Nur, keyakinan
adalah hak primordial setiap manusia dan keyakinan meyakini keberadaan Tuhan
adalah keyakinan yang mendasar. Keyakinan tersebut sangat mungkin berbeda-beda
antar manusia satu dengan yang lain, walaupun memeluk agama yang sama.
Hal ini berdasar kepada kemampuan nalar manusia yang berbeda-beda, Cak Nur
mendukung konsep kebebasan dalam beragama. Bebas dalam konsep Cak Nur tersebut
dimaksudkan sebagai kebebasan dalam menjalankan agama tertentu yang disertai
dengan tanggung jawab penuh atas apa yang dipilih. Cak Nur meyakini bahwa manusia
sebagai individu yang paripurna, ketika menghadap Tuhan di kehidupan yang akan
datang akan bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan, dan kebebasan dalam memilih
adalah konsep yang logis.
Manusia akan bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang ia lakukan dengan
yakin. Apa yang diyakini, itulah yang dipertanggung jawabkan. Maka pahala ataupun
dosa akan menjadi imbalan atas apa yang secara yakin ia lakukan. Sebagai tokoh
pembaruan dan cendikiawan Muslim Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), Cak Nur sering mengutarakan gagasan-gagasan yang dianggap
kontroversial terutama gagasan mengenai pembaruan Islam di Indonesia. Pemikirannya
dianggap sebagai sumber pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam terutama
setelah berkiprah dalam Yayasan Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam yang
moderat. Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa Indonesia mengalami krisis
kepemimpinan pada tahun 1998. Cak Nur sering diminta nasihat oleh Presiden Soeharto
terutama dalam mengatasi gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah
Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan imbas krisis 1997. Atas saran Cak Nur,
Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari gejolak
politik yang lebih parah.
Ide dan Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dan pluralisme tidak sepenuhnya
diterima dengan baik di kalangan masyarakat Islam Indonesia. Terutama di kalangan
masyarakat Islam yang menganut paham tekstualis literalis (tradisional dan konservatif)
pada sumber ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa paham Cak Nur dan
Paramadinanya telah menyimpang dari teks-teks Al-Quran dan Al-Sunnah. Gagasan
Cak Nur yang paling kontroversial adalah saat dia mengungkapkan gagasan "Islam Yes,
Partai Islam No?" yang ditanggapi dengan polemik berkepanjangan sejak dicetuskan
tahun 1960-an, sementara dalam waktu yang bersamaan sebagian masyarakat Islam
sedang gandrung untuk berjuang mendirikan kembali partai-partai yang berlabelkan
Islam. Konsistensi gagasan ini tidak pernah berubah ketika setelah terjadi reformasi dan
terbukanya kran untuk membentuk partai yang berlabelkan agama.
B. K.H. Ahmad Dahlan
Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan), Beliau adalah
pendiri Muhammadiyah. Beliau adalah putera keempat dari tujuh bersaudara. Bapaknya
bernama K.H. Abu Bakar. K.H. Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka
di Masjid Besar Kasultanan Yogjakarta pada masa itu. Ibu dari K.H. Ahmad Dahlan
adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia di Yogyakarta,
tanggal 23 Februari 1923. Beliau juga dikenal sebagai seorang Pahlawan Nasional
Indonesia.
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan,
kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari
Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara
Walisongo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan
Islam di Tanah Jawa. Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan)
bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas
bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin
Maulana „Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Makkah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan
Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti
nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Makkah
dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh
Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912,
ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari
Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji
Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional
dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan,
Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad
Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai
Yasin Pakualaman Yogyakarta. Beliau dimakamkan di Karang Kajen, Yogyakarta.
K.H. Ahmad Dahlan atau dikenal dengan Kiai Dahlan telah membawa
pembaharuan dan membuka kacamata modern Islam di Indonesia sesuai dengan
panggilan dan tuntutan zaman, bukan lagi secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab
suci Al Qur‟an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai
membaca ataupun melantunkan ayat Al Qur‟an semata, melainkan dapat memahami
makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan
amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan dalam Al Qur‟an itu sendiri. Menurut
pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari
kulitnya saja tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya menjadi
suatu dogma yang mati.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan,secara praktis-
organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan
rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam)
yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang
mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam
tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman
Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah
agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam
waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan
menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru,
juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan juga mereformasi sistem pendidikan pesantren
zaman itu, yang menurutnya tidak jelas antara jenjang dan metode yang diajarkan
lantaran mengutamakan hafalan dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Sehingga
Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran
pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah
seperti H.I.S. met de Qur‟an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama
pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun
sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah,
masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan.Beliau semakin meningkatkan dakwah
dengan pelajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau
mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi
Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan
perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keratin seperti keris, kereta kuda,
dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran
ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang Organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah
yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga
merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, sebagai bentuk kesadaran pentingnya
peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner
kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu –
sekarang dikenal dengan nama Pramuka – dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W.
Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek,
berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian
seragam, mirip Pramuka sekarang.
b. Pemikiran-pemikirannya
1) Berkaitan dengan sosial kemasyarakatan yang ada di Jawa khususnya, Ahmad
Dahlan menawarkan 3 konsep pemikiran, yaitu modernisme, tradisionalisme
dan jawanisme. Menghadapi modernisme Dahlan menyikapinya dengan
mendirikan sekolah-sekolah model Barat. Tradisionalisme disikapi Ahmad
Dahlan dengan metode tabligh, yaitu mengunjungi murid-muridnya untuk
melakukan pengajian, ini merupakan perlawanan terhadap pemujaan tokoh dan
perlawanan terhadap mistisisme agama yang bertentangan ajaran Islam.
Sedangkan dalam menghadapi jawanisme, Ahmad Dahlan menyikapinya
dengan metode positive action yang mengedepankan amar ma‟ruf nahi munkar.
Dengan metode ini Ahmad Dahlan menekankan bahwa keberuntungan hidup
semata-mata kehendak Tuhan yang diperoleh manusia melalui shalat, bukan
melalui jimat, pengeramatan kuburan, dan tahayul.
2) Pembaharuan Islam dilakukan melalui agenda perbahan sosial dengan metode
ijtihad dan tajdidnya. Ahmad Dahlan dalam melakukan proses ijtihad tanpa
harus memperhatikan berbagai persyaratan yang ketat bagi seorang mujtahid.
Hal penting dalam berijtihad adalah berpedoman kepada al-Qur‟an dan al-
Hadits.
3) Melakukan perbaikan kehidupan masyarakat Jawa agar sesuai dengan
pemahaman Islam yang benar yaitu kembali kepada al-Qur‟an dan al-Hadits,
pemurnian ajaran tauhid dan tidak beriman secara taqlid.
C. K.H. Hasyim asy‟ari
a. Biografi
K.H. Hasyim Asy‟ari nama aslinya adalah Muhammad Hasyim, lahir di Demak
pada tahun 1876 M. Dilihat dari silsilah, dapat diketahui bahwa M. Hasyim berasal dari
keluarga dan keturunan pesantren yang terkenal. Pendidikan ke berbagai pesantren
ditempuh Muhammad Hasyim mulai beranjak usia lima belas tahun, berpindah dari satu
pesantren ke pesantren lain di Jawa dan Madura. Dikabarkan bahwa beliau pernah
belajar bersama-sama dengan K.H. Ahmad Dahlan di Semarang sebagai kawan
sekamar.
Muhammad Hasyim selama tujuh tahun bermukim di Mekkah, di antaranya
berguru kepada Syeikh Mahfudz Al-Tarmisi (ahli Hadits) dan Syeikh Ahmad Khatib
Minangkabau. Dari berbagai perjalanan mencari ilmu dari pesantren ke pesantren baik
Indonesia maupun luar negeri pengetahuannnya pun semakin luas. Oleh karena itu,
dada Muhammad Hasyim telah dipenuhi ilmu agama, sehingga beliau diberi gelar Kiai..
Muhammad Hasyim mendirikan organisasi yang bernama “Nahdlatul Ulama”
(Kebangkitan Ulama) yang didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 M./ 16 Rajab 1344
H. Berdirinya organisasi NU ini dilatarbelakangi berdirinya “Komite Hijaz” yang
mengutus delegasinya ke Mekah untuk mewakili kepentingan-kepentingan tradisional
dalam muktamar Alam Islami kedua tahun 1926 yang diselenggarakan di Saudi Arabia.
Komite mengurtus delegasi yakni K.H. Bisri Syamsuri dan K.H. R. Asnawi untuk pergi
ke tanah Hijaz, tapi kemudian gagal dilakukan karena keduanya ketinggalan kapal.
Sebagai gantinya Komite Hijaz mengawatkan melalui telegram empat pesan untuk Raja
Ibnu Saud, yaitu :
1) Meminta Raja Ibnu Saud untuk tetap memberlakukan kebebasan bermazhab
empat;
2) Memohon tetap diresmikannya tempat-tempat bersejarah yang telah diwakafkan
untuk masjid, seperti kelahiran Siti Fatimah dan Khoizyran;
3) Memohon agar disebarkan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum datangnya
bulan haji mengenai hal ihwal haji, seperti ongkos haji dan syeikh haji;
4) Memohon semua hukum yang berlaku di Hijaz ditulis sebagai Undang-Undang,
supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum tertulis.
b. Pemikiran-pemikirannya
1) Berusaha melestarikan ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal jamaah yang
bermazhab, dalam bidang theologi bermazhab kepada Abu Hasan Asy‟ari dan Abu
Manshur al-Maturidi, dan bidang fiqh (hukum) bermazhab kepada 4 mazhab, yaitu
Abu Hanifah, Anas bin Malik, Muhammad Idris As Syafi‟i dan Ahmad bin Hanbal,
dan bidang tasawuf mengikuti tasawuf Imam Ghazali dan bidang tihariqah
mengikuti Thariqoh Qadariyah dan Naqsabandiyah.
2) Melestarikan budaya dan adat istiadat yang memiliki kemanfaatan serta yang tidak
bertentangan dengan aqidah islamiyah.
3) Ijtihad telah tertutup, dengan alasan persyaratan untuk menjadi seorang mujtahid
harus memilki persyaratan yang cukup berat dan permasalahan hukum telah cukup
betittiba‟/taqlid kepada 4 mazhab.
4) Di bidang pendidikan NU banyak mengelola pesantren sebagai basis perjuangan
mengusir penjajah di samping sebagai tempat menuntut ilmu agama.
5) Selain pesantren NU juga mendidrikan madrasah-madrsah, sebagai upaya
pengembangan kemajuan terhadap system pesantren.
D. Abdul Karim Amrullah
Lahir dengan nama Muhammad Rasul di Nagari Sungai Batang, Maninjau, Agam,
Sumatera Barat, 10 Februari 1879. Beliau dijuluki sebagai Haji Rasul dan merupakan
salah satu ulama terkemuka sekaligus reformis Islam di Indonesia. Beliau juga
merupakan pendiri Sumatera Thawalib, sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Abdul Karim Amrullah dilahirkan dari pasangan Syekh Muhammad Amrullah dan
Andung Tarawas. Ayahnya, yang juga dikenal sebagai Tuanku Kisai, merupakan syekh
dari Tarekat Naqsyabandiyah. Bersama dengan Abdullah Ahmad, Abdul Karim
Amrullah menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doktor kehormatan
dari Universitas Al-Azhar, di Kairo, Mesir.
Pada tahun 1894, beliau dikirim oleh ayahnya ke Mekkah untuk menimba ilmu dan
berguru pada Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang pada waktu itu menjadi
guru dan imam Masjidil Haram. Pada tahun 1925, sepulangnya dari perjalanan ke Jawa,
beliau mendirikan cabang Muhammadiyah di Minangkabau, tepatnya di Sungai Batang,
kampung halamannya. Salah satu putranya, yaitu Hamka, nama pena dari Haji Abdul
Malik Karim Amrullah, dikenal banyak orang sebagai ulama besar dan sastrawan
Indonesia angkatan Balai Pustaka.
Abdul Karim Amrullah meninggal di Jakarta, 2 Juni 1945 pada usia 66 tahun.
Pemikirannya tentang komponen pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan islam,
kewajiban kedua orangtua sebagai pendidik pertama dann utama dalam menanamkan
nilai akhlak pada seorang anak, kewajiban guru dan kriteria guru yang ideal, metode
pendidikan, memberikan peluang kepada anak didik untuk berfikir secara kritis dan
merdeka, integralitas materi pendidikan islam, serta peranan pemerintah dalam
pendidikan. Dinamika pemikiran inovatifnya tentang pendidikan Islam dapat terlihat dari
upayanya menggeser sistem pendidikan tradisional yang masih sederhana, kepada sistem
pendidikan modern yang kompleks dan sistematis. Proses ini merupakan perwujudan
pemahamannya terhadap inklusivitas ajaran Islam yang dinamis. Melalui peahaman
tersebut, ia berupaya mengolaborasi sistem pendidikan umat Islam yang lebih adatif dan
proposional. Dengan sistematika model pendidikan yang demikian, pelaksanaan.
Pendidikan diharapkan akan mampu mengantarkan peserta ddidik menjawab dinamika
aman secara aktif, tanpa melepaskan diri dari norma-norma ajaran agamanya.
Wacana pemikirannya tentang pendidikan dilakukan sebagai respon terhadap
realitas sosialnya, terutama terhadap praktek pendidikan tradisional yang masih
dipertahankan umat Islam waktu itu. Ia mencoba merombak dan sekaligus melakukan
pembaruan terhadap orientasi pendidikan Ilsam yang selama ini masih rendah dan
tertutup (eksklusif). Upaya tersebut dilakukan melalui pendapatan modern drngan
menekankan pada adspek religiusitas. Di sini terlihat bagaimana ide-ide pembaruannya
tentang pendidikan Islam serta informasi dalam upayanya ikut merespon situasi sosial
yang sedang dihadapi umat Islam. Ia mencoba membangun sebuah “Terobosan baru”
kultural maupun keagamaan untuk mengembalikan daya gerak psikologis (psychological
stricking force)umat Islam yang selama ini terbelenggu.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pembaharuan merupakan upaya transformasi pengetahuan dan teknologi dari dunia
Barat modern, dan proses perbaikan paham keagamaan dengan melakukan kajian terhadap
tradisi pemikiran yang ada untuk disesuaikan dengan paham baru, dengan tetap merujuk
pada doktrin Islam. Dalam perspektif ini, pembaharuan menggunakan dua pendekatan, yaitu:
pertama, kembali pada ajaran Islam sepertimana pada masa Rasulullah dalam segala
aspeknya; kedua, adalah memahami teks-teks Al- Qur‟an dan Hadist untuk dipahami makna
dan ruhnya dengan menggunakan pendekatan ilmu modern.
Pembaruan Islam hampir setiap tokoh mengutamakan pembaharuan dalam metode
menuntut ilmu dalam hal ini pendidikan. Agar Ummat mengubah keadaan umat agar
mengikuti ajaran yang terdapat didalam Al Quran dan al-sunnah. Diperlukan karena terjadi
kesenjangan antara yang dikehendaki Al Quran dengan kenyataan di masyarakat. Al Quran
misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan pengetahuan modern
serta teknologi secara seimbang: hidup bersatu, rukun dan damai yang bersifat dinamis,
kreatif, inovatif, demokratis, terbuka.
Ide-ide pembaharuan, utamanya Mesir, masuk ke Indonesia setidaknya melalui tiga
jalur, yaitu haji dan mukim, publikasi, dan pendidikan, yang kemudian menginspiarsi umat
Muslim Indonesia, yang salah satunya adalah pendirian organisasi Muhammadiyah (1912)
(H. Johns, tt:21). Adapun penyebab terjadi gerakan pembaharuan oleh karena adanya
kesadaran atas realiti dunia Islam yang sedang dalam kemunduran, keterbelakangan dan
kejumudan pada satu sisi, dan kemajuan dunia Barat modern di sisi lain.

4.2 Saran
Penulis menyadari Makalah ini masih belum sempurna maka dari itu kami
mengharapkan Kritik serta saran yang bermanfaat serta membangun agar kelak dikemudian
hari penulis dapat membuat makalah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhamad. t.t. Risalah Tauhid. Dar al-Hilal


Abdul Sani. 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam. Cet. I;
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Abdulrahim, Muhammad Imadudin. 1993. Islam dan Masa Depan; Permasalahan Ilmu
Pengetahuan” dalam, Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok,
Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal
Aziz, Ahmad Amir (1999), Neo Modernisme Islam di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta
______ (2009), Pembaharuan Teologi: Perspektif Modernisme Muhammad Abduh dan Neo-
Modernisme Fazlurrahman, Yogyakarta: Teras
Azra, Azyumardi (1996). Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme
Hingga Post- Modernisme, Jakarta: Paramadina Qodir, Zuly,(2006), Pembaharuan
Pemikiran Islam; Wacana dan Aksi Indonesia (Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar )
Rabiah, Abu (1972), Arbata Asyara Qurun Maal Quran Al-Karim, Kairo, Kutub Islamiyah
Rahardjo, M. Dawan (2003), “Pembaharuan Pemikiran Islam: Sebuah Catatan
Pribadi”, Makalah Disampaikan pada Orasi Ilmiah Ahmad Wahid Award yang
diselenggarakan oleh HMI Cabang Ciputat Kerjasama dengan Freedom Institute di
Jakarta, tanggal 20 Mei 2003.
Saleh, Kamarrudin (2012), Transformasi Pemikiran Pembaharuan dan Modernisme di
Malaysia: Suatu Penyelidikan Awal” dalam International Journal of Islamic Thought,
Vol. 2 (Des. 2012).
A. Athaillah, Aliran Akidah Tafsîr al-Manar, Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN Antasari,
1990.
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.), h. 181.
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke masa, Bandung: Remaja /Rosdakarya.
Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab .Cet. II; Jakarta: Logos, 1999. Eka
Yanuarti.Kumpulan Materi Pemikiran Modern Dalam Islam.
H.M. Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia
Isam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang,
1994.John J. Donohue, John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
https://aina1327.blogspot.com/2019/02/makalah-tokoh-pembaharuandalam-islam.html

https://dark5ne55.blogspot.com/p/blog-page.html

http://eprints.uad.ac.id/6714/1/TOKOH%20PEMBAHARUAN%20MUSLIM%20ABAD%2
0MODERN.pdf

Anda mungkin juga menyukai