B. INDIKATOR KEBERHASILAN
Pada 2004 Asian Development Bank dan Kemitraan untuk Reformasi Tata
Pemerintahan di Indonesia (Partnership for Governance Reform in Indonesia) menerbitkan
Laporan Tata Pemerintahan Negara Indonesia. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa tiga
tujuan reformasi tata pemerintahan yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia yakni,
penataan struktur pemerintahan negara, desentralisasi pemerintahan, dan reformasi keuangan
negara, telah berjalan cukup lancar tetapi belum berhasil seperti diharapkan.
Skala reformasi yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dinilai cukup luas
cakupannya, bahkan dipandang terlalu luas dan terlalu cepat dari yang pernah dijalankan oleh
banyak negara-negara di dunia. Indonesia juga dipandang telah melakukan perubahan radikal
dalam tata hubungan antara pusat dan daerah melalui program desentralisasi pemerintahan
yang belum pernah ditempuh oleh negara mana pun di dunia.
Tetapi mengapa reformasi pemerintahan negara yang demikian luas jangkauannya
dan begitu radikal perubahannya belum berhasil menciptakan good governance yang mampu
membawa Indonesia keluar dari multi krisis yang sudah melanda bangsa ini sejak 1998?
Mengapa kita belum seberhasil? Muangthai dan Korea Selatan yang telah mampu keluar dari
krisis ekonomi yang sebenarnya lebih parah?
Harus kita fahami bersama, bahwa pembangunan bagi sebuah Negara merupakan hal
yang sangat esensial dalam rangka mencapai tujuan utama dari keberadaan sebuah Negara
yakni bagaimana mewujudkan kebahagiaan bagi masyarakatnya. Dalam konteks Indonesia,
tujuan dari dibentuknya pemerintahan negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakanlah
Setiap kali kita memperbicangkan masalah inovasi industri, baik industri secara umum
maupun bidang farmasi, kita tidak bisa memungkiri keberadaan salah satu aktor utamanya
yang lebih sering bermain di belakang layar tetapi perannya sungguh menentukan. Pemeran
tersebut adalah pemerintah yang memiliki wewenang sebagai kreator dan regulator.
Peran pemerintah yang paling terasa tentu saja di bidang pembuatan kebijakan yang
mempengaruhi dunia usaha secara keseluruhan, seperti kebijakan moneter/fiskal, perpajakan,
tenaga kerja, atau kemudahan persyaratan pendirian usaha baru, atau kebijakan yang
berpengaruh terhadap industri tertentu. Melalui regulasi (atau deregulasi) pemerintah, peta
persaingan bisa berubah dalam sekejap. Industri yang sebelumnya kelihatan menarik, bisa
tiba-tiba bermasa depan suram; atau industri yang sebelumnya diproteksi tiba-tiba menjadi
industri yang menjanjikan potensi persaingan sangat keras.
Saat ini Indonesia dihadapkan pada era globalisasi. Salah satu bentuknya terjadi
bidang ekonomi melalui Asian Free Trade Agreement (AFTA). Zona perdagangan bebas
Asia mempunyai dampak langsung terhadap dunia usaha dan tenaga kerja Indonesia yang
harus bersaing secara bebas dengan industri dan tenaga kerja dari negara-negara Asia yang
relatif lebih maju.
Ekonomi global dimasa depan dan otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah
untuk dapat menarik investor sebanyak-banyaknya. Perkembangan teknologi yang semakin
canggih dimasa depan memudahkan pemerintah daerah untuk menawarkan potensi daerah
kepada pihak investor. Bentuk kerja sama ekonomi antar pemerintah daerah dengan negara-
negara luar akan menjadi suatu yang umum. Kondisi tersebut mengharuskan pemerintah
untuk membuat suatu kebijakan serta strategi yang tepat dalam mempersiapkan industri dan
tenaga kerja yang kompetitif dan juga kondisi perekonomian yang kondusif sehingga dapat
menarik investor agar menanamkan investasi-nya di Indonesia.
Target pemerintah agar investasi di Indonesia meningkat yang dicanangkan pada masa
pemerintahan Presiden Megawati tidak tercapai. Penyebab tersbesar adalah tidak adanya
kepastian hukum, ekonomi biaya mahal dan birokrasi yang rumit. Tiga faktor ini dapat
dikaitkan langsung dengan kinerja staf di pemerintahan Indonesia. Antara lain lemahnya
unsur penegak hukum, longgarnya sistem pengawasan dan aturan-aturan yang tidak
menunjang. Hal ini diperburuk dengan staf yang tidak inovatif dan tidak berorientasi pada
kepentingan rakyat, mulai dari staf yang paling bawah sampai jajaran birokrat.
Kondisi staf pegawai pemerintah yang memiliki keahlian dan ditunjang dengan
teknologi yang cukup memadai ternyata tidak membawa perubahan besar dalam peningkatan
kinerja masyarakat. Hal ini disebabkan karena staf pegawai pemerintah yang bertugas tidak
mempunyai etos kerja yang berorientasi untuk memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.
c) tanggung jawab
f) cinta pekerjaan
g) hidup sederhana
Ada 3 strategi pendekatan yang dapat dijadikan pedoman perwujudan staf paripurna.
Untuk membentuk seorang staf yang memiliki kejujuran dan kompetensi dapat
dimulai dari pembentukan moral pemimpin sehingga dapat mempengaruhi stafnya. Seperti
diketahui bahwa di Indonesia cenderung menganut faham paternalistik, dimana bawahan
selalu mengikuti apa yang dicontohkan dan diperintahkan oleh pemimpin. Aspek moral ini
merupakan akar permasalahan yang terjadi di dunia pemerintahan, sehingga langkah
pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki aspek moral. Melalui perbaikan aspek
moral diharapkan akan dapat mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan dalam
pelaksanaan pemerintahan serta dapat berpengaruh terhadap perbaikan kinerja
pemerintahan secara keseluruhan.
Selain itu perlu ditingkatkan pula pengawasan oleh masyarkat melalui lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat lainnya yang independen. Hal ini
diharapkan dapat memberikan pengawasan secara terus menerus terhadap kinerja
pemerintah. Dengan adanya perbaikan aspek moral yang didukung oleh pengawasan
amsyarakat diharapkan terjadi perbaikan dalam berbagai aspek dalam pelaksanaan kinerja
pemerintah. Salah satu aspek yang juga penting adalah aspek penegakan hukum. Ketika
aparat pemerintah telah menerima pembinaan moral dan mendapatkan pengawasan yang
ketat dari masyarakat, diharapkan akan tertanam kesadaran akan pentingnya penegakan
hukum.
Teknologi informasi sekalipun penting dengan kondisi moral yang rendah menjadi
tidak efektif dan menghamburkan biaya. Hal ini ditunjukan pada beberapa instansi
pemerintahan yang telah mempunyai sistem teknologi informasi yang memadai menjadi
tidak bermanfaat karena staf tidak melaksanakan secara benar. Alasan utama yang
melandasi hal ini adalah staf tidak ingin kehilangan “pungutan” dari masyarakat yang
membutuhkan pelayanan yang cepat. Dimasa depan teknologi dan sistem informasi sangat
memungkinkan untuk mempercepat proses birokrasi dengan cara prosedur-prosedur yang
menggunakan kertas akan dilakukan secara digital (paperless).
BAB II
Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang
menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan
jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah
mesti mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas.
Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage,
yakni reformasi birokrasi pemerintah daerah, perluasan akses pendidikan bagi masyarakat,
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
B. Makna Reformasi Administrasi
Kurang populernya konsep inovasi pada era administrasi publik tradisional dapat
dipahami karena karakter reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi
Weber. Dalam konsepsi weber, birokrasi memerlukan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi
dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi dipandang tidak banyak
diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah. Kewajiban administrator pemerintah adalah
menjalankan aturan yang telah ditetapkan (rule driven). Jika kemudian inovasi dilaksankan,
hanya dalam intensitas yang kecil dan dilakukan terbatas pada level pimpinan puncak.
Inovasi, dalam hal ini sebagaimana reformasi administrasi dilakukan melalui mekanisme top
down (Caiden, 1969).
Dengan demikian, saat ini sudah terdapat 13 K/L yang melaksanakan RBI. Dalam
rangka meningkatkan koordinasi, menajamkan dan mengawal pelaksanaan
reformasibirokrasi, telah ditempuh langkah-langkah kebijakan, antara lain;
Penerbitan Keppres 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi
Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi BirokrasiNasional, yang disempurnakan menjadi
Keppres Nomor 23 Tahun 2010;
Salah satu hal yang sangat mempengaruhi motivasi adalah struktur dan besaran
remunerasi. Di sini saya bilang struktur dan besaran, bukan hanya besaran. Ada banyak
contoh kasus dimana remunerasi besar tidak bisa mendorong motivasi jika tidak diatur
oleh struktur yang cocok.
Lembaga adhoc lain yang dibentuk adalah Engineering Services ((ES) yang dibentuk
untuk membuat seluruh perencanaan yang bersifat konstruksi. Perencanaan berikut estimasi
Reformasi struktural birokrasi pemda juga memiliki varian lain, yakni reengineering
process terhadap pelayanan publik. Reformasi ini menekankan pada rekayasa mekanisme
pelayanan publik yang dilekatkan dengan aspek struktural suatu birokrasi publik. Contoh
nyata varian reformasi ini adalah pelayanan satu pintu (one stop service), tidak sekadar satu
atap, untuk melaksanakan pelayanan perizinan dan nonperizinan. Bentuk pelayanan ini baru
bisa direkayasa dengan restrukturisasi organ satuan kerja ke dalam satu Badan berikut
pelimpahan kewenangan padanya, dipadukan dengan penggunaan teknologi informasi
intranet sebagai pewujudan e-government dalam pengertian yang sebenarnya.
Namun, ini tidak melupakan upaya perbaikan infrastruktur pendidikan. Di saat banyak
sekolah di berbagai daerah mengalami kondisi fisik yang memperihatinkan, Pemkab
Jembrana justru melakukan perbaikan gedung dan sarana belajar-mengajar. Untuk
mengoptimalkan fungsi pendidikan yang tidak terperangkap pada rutinitas pengajaran,
Pemkab Jembrana menyelenggarakan Sekolah Kajian. Sekolah ini memadukan sistem
pendidikan yang diberlakukan di sejumlah sekolah, seperti SMA Taruna Nusantara, Pondok
Pesantren, serta pola pendidikan di sekolah-sekolah Jepang. Jadilah kemudian model sekolah
ini berorientasi pada pengembangan pendidikan secara lebih inovatif, muatan disiplin yang
tinggi, pendidikan akhlak secara intensif, keterampilan praktis, penguasaan IPTEK sejak dini,
dan berwawasan global. Secara praktis sekolah ini dilaksanakan dengan sistem asrama
(boarding school) dengan konsep full-day school dalam pengertian yang sebenarnya, ditandai
Berbeda dengan contoh di tiga kabupaten tadi, Pemkab Sragen tidak menerapkan
pendidikan gratis. Anggaran yang ada lebih banyak dialokasikan pada upaya peningkatan
kualitas keterampilan kerja masyarakat, baik untuk keperluan bersaing di dunia kerja maupun
modal nonfinansial dalam berwirausaha. Inilah yang dijalankan pemkab Sragen melalui
program pelatihan kerja masyarakat secara gratis dan swadana di Badan Diklat. Pendidikan
dalam jalur formal diasumsikan lebih banyak dititikberatkan pada pengasahan pengetahuan,
sementara untuk tetap survive di lapangan dibutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan, yakni
keahlian praktis, pengalaman yang memadai, dan semangat berwirausaha.
Pemkot Tarakan juga tidak menerapkan pendidikan gratis. Jika di Halmahera Selatan
pendidikan gratis diarahkan untuk mencapai keadilan antaretnis, Pemkot Tarakan
memandang pendidikan gratis justru mengarah pada ketidakadilan berdasarkan stratifikasi
sosial antara masyarakat mampu dan kurang mampu. Sebagai gantinya, diselenggarakan
subsidi silang antara siswa yang mampu kepada siswa yang kurang mampu. Bentuk beasiswa
yang diberikan pun terbagi atas dua jenis: beasiswa tdak mampu dan beasiswa prestasi, serta
dibagikan kepada para siswa di sekolah negeri dan swasta.
Buruknya fasilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat biasanya tercermin atas tiga
hal. Pertama, infrastruktur dan sarana penunjang yang tidak memadai, sebaliknya justru
kumuh dan tak terawat. Kedua, pelayanan kesehatan oleh tenaga medis dan ketersediaan
obat-obatan. Ketiga, biaya pelayanan kesehatan yang mahal. Pemkab Jembrana, Bali,
menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) untuk mengatasi problem kesehatan
masyarakat. Subsidi bidang kesehatan semula diarahkan pada pengadaan obat-obatan di
RSUD dan puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat.
Namun, subsidi ini kemudian dialihkan langsung kepada pengguna jasa kesehatan,
yakni masyarakat itu sendiri, dengan mekanisme asuransi jaminan kesehatan. Subsidi ini
diberikan dalam bentuk premi biaya rawat jalan tingkat pertama di unit-unit pelayanan
kesehatan yang telah melakukan kesepakatan dalam bentuk kontrak kerja dengan Badan
Di Halmahera Selatan, hal serupa dijalankan oleh pemkab melalui Badan Layanan
Umum Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati. BLUD menyelenggarakan
jaminan kesehaan daerah dengan sistem iuran mirip dengan premi asuransi di Jembrana.
Kesehatan gratis diselenggarakan bagi seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin.
Yang juga diprioritaskan oleh pemkab adalah pembukaan unit-unit pelayanan kesehatan di
seluruh pelosok wilayah Halmahera Selatan. Hal ini menemukan urgensinya tersendiri
mengingat Halmahera Selatan terdiri atas daratan dan kepulauan. Namun, diproyeksikan ke
depan, melalui iuran masyarakat dalam jumlah yang terjangkau, Rp 5.000,00/ bulan, bagi tiap
orang masyarakat bisa mendapatkan layanan pengobatan.
Hal yang sangat penting adalah penggunaan manajemen strategis dalam mengelola aparat
pemerintah daerah. Manajemen strategis, yang diarahkan dengan pemikiran yang strategis
pula, akan menjamin keberlangsungan pembangunan karena telah memperhitungkan
keuntungan sekaligus risiko di masa depan, jauh melampaui usia periode kepemimpinan
seorang kepala daerah. Di samping itu, manajemen strategis juga menjadikan pemda turut
mencurahkan perhatian mereka pada sektor-sektor yang memberikan manfaat dalam jangka
BAB IV
METODOLOGI DALAM PERANCANGAN DAN PENERAPAN GOOD PRACTICE
Salah satu fungsi pelayanan publlk mendasar bagi masyarakat adalah fasllltas
perolehan hak slpil mereka yaitu KTP (kartu tanda penduduk). Undang-undang No.23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mengatur proses pelayanan K1P
dllakukan dltlngkat kecamatan. Namun bagi wilayah pemerlntah daerah dllndonesla yang
mempunyai wilayah administratif sangat luas sepertl halnya kabupaten, hal ini
menimbulkan kendala tersedlri. Banyak masyarakat yang terkendala untuk mengurus KTP
karena lokasi yang jauh dan proses yang lama. Padahal, tujuan utama penyelenggaraan
admlnlstrasl kependudukan (adminduk) adalah menclptakan data kependudukan yang
akurat dan menyeluruh,agar berguna sebagal basis statlstlk kependudukan,pendaftaran
pemlllh dan juga sebagal dasar pembuatan kebljakan publik.
Akibat sistem pelayanan di atas yang masih memiliki banyak kelemahan, maka
berakibat ketidakakuratan data kependudukan. Beberapa kasus terjadi kepemilikan
dokumen ganda khususnya KTP dan KK (kartu keluarga). Dan menyebabkan perbedaan
data kependudukan antara yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) dengan data BPS Kabupaten Kudus. Hal ini tentunya akan menimbulkan
kebingungan dalam proses penyusunan database termasuk dalam proses penyusunan
kebijakan. Ini diakibatkan karena belum adanya SOP dalam proses kependudukan
termasuk pelayanan KTP untuk memberikan kejelasan mengenai prosedur, biaya dan
waktu pelayanan.
Pada tahap awal implementasi UPIK, Walikota secara berkala memantau tindak lanjut
penanganan UPIK hingga tahun 2009, dan diterbitkan Peraturan Walikota No. 77/2009
yang mengalihkan tugas monitoring pelaksanaan UPIK kepada Wakil Walikota.
Beberapa hasil capaian dari program ini dapat ditunjukkan dengan dengan tabel berikut:
Melalui Bupati H.Mustafa yang memulai kepemimpinannya pada tahun 2008, muncul
gagasan untuk meletakkan fungsi pelayanan KTP di tingkat desa/kelurahan demi
kemudahan dan memberikan pelayanan KTP gratis bagimasyarakat dan menata
administrasikependudukan. Halitu juga merupakan perwujudan sistem administrasi
kependudukan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) 2008-2013.
Disdukcapil sendiri merekrut empat tenaga kontrak dengan keahlian teknis IT untuk
mengeloka dan mengoperasikan NOC (Network Operational Centre) sebagai server dari
sistem jaringan adminduk.
Sejumlah pihak dalam instansi Pemerintah Kabupaten Kudus terlibat dalam proses
perubahan sistem dan pelayanan KTP di desa/kelurahan ini. Berikut tabel tentang pihak yang
terlibat, jenis keterlibatan mereka dan koordinasinya:
Tabe
l Pihak lain dan keterlibatan mereka
Pada tahap awal implementasi UPIK,Walikota secara berkala memantau tindak lanjut
penanganan UPIK hingga pada tahun 2009. Ketika UPIK telah berjalan dengan
baik,Walikota menerbitkan Peraturan Walikota No. 77 Tahun 2009 yang mengalihkan tugas
monitoring pelaksanaan UPIK pada Wakil Walikota. Adapun informasi dan keluhan
disalurkan melalui media berikut ini :
Pengetahuan menjadi aset penting dalam organisasipublik dalam rangka pelaksanaan praktik
inovasi pelayanan publik. Oleh karena itu diperlukan keahlian untuk mendukung UPIK :
Gagasan ini muncul sejak Pemerintah Kota meyakini bahwa dalam mengatasi masalah
seperti itu sejumlah argumen harus dibangun. Misalnya, alasan yuridis menjadi penting
karena bukan hanya mengatur pembaharuan dalam penataan, tetapi juga akan memecahkan
berbagai hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan yang seringkali muncul dalam penataan
adminduk biasanya dipicu oleh kurangnya keterpaduan langkah koordinasi antara internal
instansi maupun antar instansi.
Perwujudan administrasi yang modern adalah alasan kedua. Koordlnasi dan relasi
antar instansi pemerintah merupakan tantangan dalam proses penataan adminduk.
Berdasarkan kebutuhan ini dan mengacu pada peraturan perundang-undangan, pemerintah
perlu membangun pola relasi antar instansi yang lebih sinergis dalam proses penataan
adminduk.
Kelompok inisiator ini meminta dukungan dan memastikan bahwa para penentu
kebijakan (Walikota dan DPRD) memahami pentingnya penataan adminduk, memberi
persetujuan serta menyediakan anggaran yang diperlukan bagi penataan itu.
Maka, sejak Maret 2010, Tim Pemutakhiran Data sebagai tim pemrakarsa
mengembangkan suatu rancangan Perda terbaru. Semua semangat yang terkandung dalam
UU No. 23 Tahun 2006 terkandung di dalam rancangan Perda. Melalui serangkaian
pertemuan dan diskusi, akhirnya draft tersebut disetujui oleh DPRD Kota Surakarta pada
bulan Juli 2010. Dua bulan berikutnya, 6 September 2010, Perda ini ditetapkan sebagai
Peraturan Daerah Kota Surakarta mengenai Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
Perda No. 10 Tahun 2010 juga secara serius mengadopsi banyak hal penting pada UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Administtrasi Kependudukan. Perda inilah yang mendasari lima
terobosan. Empat merupakan adopsi dari UU No. 23 Tahun 2006, sementara satu yang lain
adalah upaya untuk meningkatkan penerapan dari UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
Meski SOP ini tidak ditandatangani oleh Walikota Surakarta, namun dia telah
menjadi dasar bagi semua staf pemerintah daerah menangani masalah administrasi
kependudukan. Bahkan, untuk memperkuatnya sehingga menjadi standar kerja, Pemerintah
Kota Surakarta mendapatkan sertifikasi dari ISO, setelah SOP dianggap telah menerapkan
ISO 9001-2008.
Karena sejak awal SIMDUK dikerjakan dan dipelihara dengan baik, proses
perpindahan ini tidak memakan waktu lama. Dengan menggunakan Nomor lnduk
Kependudukan (NIK) sebagai basis identitas penduduk, migrasi dilakukan. Hasilnya, hanya
lebih kurang 40% penduduk Kota Surakarta yang memiliki data kependudukan valid.
Sisanya {60%) tidak memiliki NIK. Artinya, data mereka perlu dimutakhirkan. Langkah ini
terbilang tidak mudah karena Dinas harus berkali kali memastikan bahwa proses migrasi
berjalan dengan balk dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Data hasil migrasi ini kemudian dicetak dalam bentuk kartu keluarga (KK). Cetakan
KK inilah yang kemudian menjadi dasar bagi tim dalam melakukan pemutakhiran. Tim
kemudian mengirimkan hasil cetakan KK dari tingkat kecamatan hingga pada tingkat rukun
tetangga (RT). Ketua RT kemudian melakukan pemutakhiran data dengan cara mengunjungi
rumah warga satu persatu.Kegiatan ini berlangsung hampir enam bulan. Pengalaman ini
menunjukkan bahwa pemutakhiran memerlukan waktu yang lebih panjang daripada yang
dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri yang hanya memakan waktu dua hingga empat
bulan.
Namun, verifikasi ini juga menjadi penting dan berdampak baik ketika Data Agregat
Kependudukan per Kecamatan (DAK2) Kota Surakarta tahun 2012 hanya berselisih lebih
kurang 17 ribu penduduk. Angka ini membuat Kota Surakarta menjadi satu dari delapan
kota/kabupaten di Indonesia yang memenuhi target pemutakhiran.
Pendekatan Pelayanan
Pendekatan pelayanan ini juga didukung dengan proses perekaman data yang cepat
dan teratur. Sejak 2010, proses ini dilakukan dengan melakukan kontrak kerja sama dengan
pihak swasta, yang menyediakan 18 orang tenaga entry data kependudukan dan disebar di
tiap kecamatan dan Balaikota Solo. Mereka membantu peng-entry-an data dan mengolahnya
dengan cepat.
Tenaga ini sangat membantu langkah dan irama kerja pelayanan adminduk ditingkat
kecamatan dan balaikota. Terbukti semua data terpelihara/terekam dengan baik dan
sistematis.
Selain itu, ruang pelayanan yang baru juga menerapkan prinsip single point of
contact. Prinsip ini menyatukan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (yang
selama initerpisah dan terkesan berdiri sendiri) menjadi satu kesatuan pelayanan. Hal ini
memungkinkan setiap pemohon hanya berurusan dengan satu petugas untuk mengurus
seluruh dokumen kependudukan yang diperlukan.
Sejumlah pihak terlibat dalam modernisasi pelayanan adminduk ini. Ada yang terlibat
sejak awal, ditengah, bahkan ada juga yang terllbat pada akhir proses. Berikut tabel tentang
pihak yang terlibat, jenis keterlibatan mereka dan bentuk koordinasi:
Keahlian utama
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan, tantangan yang paling utama adalah
terbatasnya anggaran yang tersedia. Pada saat inisiasi dilakukan, Pemerintah Kota Surakarta
tidak memiliki anggaran yang cukup. Pemerintah harus berpikir keras mendapatkan dana
tambahan.
A. KESIMPULAN
Keberadaan sejumlah persoalan dalam birokrasi pemerintah yang dari tahun ke tahun
menjadi isu publik merupakan indikasi dari lemahnya kinerja reformasi birokrasi.
Keberadaan sejumlah persoalan dalam birokrasi pemerintah yang dari tahun ke tahun menjadi
isu publik merupakan indikasi dari lemahnya kinerja reformasi birokrasi.
Salah satu aspek budaya birokrasi yang sangat penting bagi keberhasilan reformasi
birokrasi adalah budaya inovasi. Pada birokrasi pemerintah di Indonesia, inovasi ini belum
menjadi nilai utama dari budaya birokrasi. Namun, belajar dari pengalaman inovasi yang
dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten
Sragen, Kota Jogjakarta, Kabupaten Kudus maka birokrasi pemerintah di Indonesia pada
dasarnya memilki potensi untuk melakukan berbagai inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Hal pertama yang harus mereka lakukan adalah mengetahui
kemampuan inovasi birokrasi pemerintah, melalui pengenalan sejumlah dimensi kemampuan
inovasi yang meliputi:
1. Visi dan strategi.
2. Perekatan dasar kompetensi
3. Penguatan informasi dan kecerdasan organisasi
4. Orientasi pasar dan pelanggan
5. Manajemen gagasan dan kreativitas
6. Sistem dan struktur organisasi
7. Manajemen teknologi
Pemahaman akan kemampuan inovasi tersebut akan membantu birokrasi pemerintah
untuk melakukan inovasi. Namun demikian, kemampuan inovasi ini tidak akan dengan
sendirinya menghasilkan inovasi. Inovasi birokrasi pemerintah baru akan terjadi jika
kemampuan inovasi tersebut diletakan dalam tiga domain yang merupakan drivers dan
enablers kemampuan inovasi pemerintah daerah: sustainable development, e-governmenet,
dan new product development.