Anda di halaman 1dari 75

MODUL: 06

PERANCANGAN DAN PENERAPAN


GOOD PRACTICE

KEMENTERIAN DALAM NEGERI


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
REGIONAL MAKASSAR
I. DESKRIPSI SINGKAT:

Modul Perancangan dan penerapan Good Practice ini, berisikan gambaran


umum Perancangan dan penerapan Good Practice dan bagaimana
mereformasi dan berinovasi dalam pemerintahan serta bagaimana metodologi
merancang dan menerapkan good practice.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN:


A. KOMPETENSI DASAR

Setelah mempelajari materi ini, peserta pelatihan akan memahami gambaran


umum Perancangan dan penerapan Good Practice dan langkah-langkah
mereformasi dan berinovasi dalam pemerintahan serta bagaimana metodologi
merancang dan menerapkan good practice.

B. INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah selesai mempelajari Modul ini peserta diharapkan dapat :

1. Menjelaskan gambaran umum Perancangan dan penerapan Good Practice.

2. Menyebutkan Landasan dan Langkah-langkah Membangun Reformasi


Birokrasi.

3. Menjelaskan Best Practice Inovasi Dalam Budaya Birokrasi Di Indonesia

4. Menjelaskan konsep dan proses Perancangan dan penerapan Good


Practice..

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

1. Gambaran umum Perancangan dan penerapan Good Practice.

2. Peran Pemerintah Sebagai Kreator dan Regulator dalam Inovasi.

3. Reformasi dan Inovasi Pemda Dalam Pembangunan.

4. Landasan dan Langkah-langkah Membangun Reformasi Birokrasi..


5. Best Practice Inovasi Dalam Budaya Birokrasi Di Indonesia.
6. Metodologi Dalam Perancangan Dan Penerapan Good Practice
7. Proses Perancangan Good Practice: Penggagas, Pelaku Utama dan
Penggerak

2 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


IV. BAHAN AJAR

1. Modul Konsepsi Inovasi.


2. Bahan Ajar
3. Multimedia (OHP/LCD-computer )
4. White Board (+ Spidol)
5. Kertas Koran (+ Spidol)
6. Ruang Diskusi

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


1. Menjelaskan Gambaran umum dan metodologi Perancangan dan penerapan Good
Practice dalam pelaksanaan inovasi penyelenggaraan pemerintahan.
2. Menguraikan materi dengan metode ceramah, tanya jawab dan dan diskusi tentang
materi pokok dan sub pokok bahasan.
3. Menggunakan media dan alat bantu yang tepat disesuaikan dengan metode yang
digunakan.
4. Menyampaikan tugas-tugas atau latihan/exercise yang harus diselesaikan oleh
peserta.
5. Menguraikan rencana evaluasi baik kuantitatif maupun kualitatif yang akan
digunakan untuk mengukur kemampuan awal peserta maupun pencapaian
kompetensi sesuai tujuan pembelajaran.
6. Menyediakan format evaluasi yang digunakan.
7. Alokasi waktu yang digunakan 12 x 45’ hingga kompetensi yang diharapkan
tercapai.

3 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


BAB I
PENDAHULUAN

Reformasi dan Budaya Inovasi Birokrasi


Merupakan Kebutuhan Dasar Kita
A. Latar Belakang

Pada 2004 Asian Development Bank dan Kemitraan untuk Reformasi Tata
Pemerintahan di Indonesia (Partnership for Governance Reform in Indonesia) menerbitkan
Laporan Tata Pemerintahan Negara Indonesia. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa tiga
tujuan reformasi tata pemerintahan yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia yakni,
penataan struktur pemerintahan negara, desentralisasi pemerintahan, dan reformasi keuangan
negara, telah berjalan cukup lancar tetapi belum berhasil seperti diharapkan.
Skala reformasi yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dinilai cukup luas
cakupannya, bahkan dipandang terlalu luas dan terlalu cepat dari yang pernah dijalankan oleh
banyak negara-negara di dunia. Indonesia juga dipandang telah melakukan perubahan radikal
dalam tata hubungan antara pusat dan daerah melalui program desentralisasi pemerintahan
yang belum pernah ditempuh oleh negara mana pun di dunia.
Tetapi mengapa reformasi pemerintahan negara yang demikian luas jangkauannya
dan begitu radikal perubahannya belum berhasil menciptakan good governance yang mampu
membawa Indonesia keluar dari multi krisis yang sudah melanda bangsa ini sejak 1998?
Mengapa kita belum seberhasil? Muangthai dan Korea Selatan yang telah mampu keluar dari
krisis ekonomi yang sebenarnya lebih parah?
Harus kita fahami bersama, bahwa pembangunan bagi sebuah Negara merupakan hal
yang sangat esensial dalam rangka mencapai tujuan utama dari keberadaan sebuah Negara
yakni bagaimana mewujudkan kebahagiaan bagi masyarakatnya. Dalam konteks Indonesia,
tujuan dari dibentuknya pemerintahan negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilaksanakanlah

4 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


sejumlah program pembangunan dari semenjak awal berdirinya Republik Indonesia sampai
dengan saat ini baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Keberhasilan dari pembangunan tersebut salah satunya akan sangat ditentukan oleh
kemampuan Pemerintah dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan yang benar
dan sesuai dengan kondisi lokal serta dalam mengembangkan perangkat kelembagaan yang
akan menjadi infrastruktur utama dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.Dalam Jurnal
Ilmu Administrasi yang berjudul “ Budaya Inovasi dan Reformasi “  halaman 1 mengatakan
bahwa dewasa ini, dalam birokrasi pemerintahan Indonesia cukup banyak permasalahan yang
menjadi isu public yang beberapa dari permasalahan itu tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJMN ) tahun 2004- 2009 antara lain:  tigginya
penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan; rendahnya kinerja sumberdaya aparatur;
belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)
pemerintahan; rendahnya kesejahteraan PNS; serta banyaknya peraturan perundang-
undangan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
pembangunan.
Isu- isu publik tersebut pada dasarnya bukanlah isu- isu yang baru dalam birokrasi
berdasarkan telaah atas berbagai dokumen rencana pembangunan nasional yakni sejak
Rencana Pembangunan Lima Tahun ( Repelita ) I tahun 1969/1970- 1973/1974 sampai
dengan RPJM tahun 2004- 2009. Berdasar telaah tersebut didapati bahwa sebagian  besar isu
dalam birokrasi yang sekarang berkembang adalah isu- isu klasik yang sudah muncul lama,
bahkan sebelum repelita I digulirkan.
Hal ini yang membuat  sangat menarik dimana isu- isu publik tersebut dari waktu ke
waktu belum mampu di pecahkan dan masih bertahan. Sementara sejak tahun 1966 hingga
masa RPJMN 2004/2009 sekarang ini, pemerintah telah melaksanakan berbagai program dan
kegiatan yang ditujukan untuk reformasi birokrasi. Belanja public yang terserap untuk
kepentingan reformasi birokrasi ini juga tidak sedikit. Hal ini patut dipertanyakan.
Budaya inovasi yang sejatinya merupakan salah satu aspek budaya birokrasi yang
sangat penting bagi keberhasilan reformasi birokrasi belum menjadi nilai utama dari budaya
birokrasi pemerintah di Indonesia saat ini. Pada dasarnya birokrasi pemerintah di Indonesia
memiliki potensi untuk melakukan berbagai inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan. Pemahaman atas kemampuan inovasi tersebut akan membantu birokrasi
pemerintah untuk melakukan inovasi. Namun demikian, tidak serta merta kemampuan
inovasi ini mampu menghasilkan inovasi dengan sendirinya.

5 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Inovasi penting dalam setiap lapisan pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Pentingnya inovasi pada pemerintahan lokal di Indonesia mulai menjadi
perhatian sejak terjadinya pergeseran sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi.
Dengan desentralisasi, daerah dituntut untuk mandiri yakni penciptaan daerah yang
kompetitif bagi keberlangsungan daerah tersebut. Inovasi di pemerintah daerah merupakan
keharusan dalam upaya mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dan daerahnya.

B. Peran Pemerintah Sebagai Kreator dan Regulator dalam Inovasi

Setiap kali kita memperbicangkan masalah inovasi industri, baik industri secara umum
maupun bidang farmasi, kita tidak bisa memungkiri keberadaan salah satu aktor utamanya
yang lebih sering bermain di belakang layar tetapi perannya sungguh menentukan. Pemeran
tersebut adalah pemerintah yang memiliki wewenang sebagai kreator dan regulator.

Peran pemerintah yang paling terasa tentu saja di bidang pembuatan kebijakan yang
mempengaruhi dunia usaha secara keseluruhan, seperti kebijakan moneter/fiskal, perpajakan,
tenaga kerja, atau kemudahan persyaratan pendirian usaha baru, atau kebijakan yang
berpengaruh terhadap industri tertentu. Melalui regulasi (atau deregulasi) pemerintah, peta
persaingan bisa berubah dalam sekejap. Industri yang sebelumnya kelihatan menarik, bisa
tiba-tiba bermasa depan suram; atau industri yang sebelumnya diproteksi tiba-tiba menjadi
industri yang menjanjikan potensi persaingan sangat keras. 

Tentunya regulasi atau deregulasi pada tingkatan industri sangat berpengaruh terhadap


upaya-upaya perusahaan dalam melakukan terobosan-terobosan baru pada bidang
industri yang digeluti. Regulasi yang dimaksud untuk kepentingan rakyat banyak bisa
menjadi penghambat inovasi bila pemerintah tidak sensitif pada impact suatu kebijakan
yang akan atau telah dibuatnya.

Di sektor farmasi pun regulasi sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah, karena


bidang farmasi memiliki dua orientasi yakni bisnis dan sosial. Contoh yang paling hangat saat
ini adalah kebijakan pemerintah soal penetapan harga obat generik. Penetapan harga obat
generik yang dilakukan tanpa melibatkan industri farmasi tersebut tentu tidak bisa begitu saja
diterapkan. 
Banyak industri mengeluh harga obat generik yang ditetapkan pemerintah jauh dibawah
biaya produksi. Akibatnya banyak industri yang tak mampu memproduksi obat yang biasanya

6 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


dibuat, lantaran margin profit-nya sudah tipis.Tentunya saat ini beberapa jenis obat generik
sudah mulai tidak nampak hadir dipasaran.
Peran pemerintah sebagai kreator dapat diambil contoh yakni memberi dukungan pada
kegiatan penelitian suatu produk baru untuk mengatasi penyakit menular di
Indonesia, membantu industri farmasi khususnya Industri kecil agar lebih mandiri dan
mampu mengupgrade industrinya menyongsong Pasar Bebas ASEAN, atau menciptakan
persaingan yang sehat melalui perpajakan, bea masuk dan regulasi lainnya.
Pemerintah sebagai regulator meliputi Introduction of New Products, Pricing of Drugs,
Trade in Ethical Pharmaceutical Drugs, Patent & Trademarks, Manufacturing Process &
facilities, Marketing Implication, Efficient of Cost Regulation.
Melihat kedua peran tersebut, secara sederhana kita memang bisa mengatakan, bahwa
sikap dan peran pemerintah tentunya memiliki potensi untuk mendukung inovasi
adalah sumbangannya dalam menciptakan positive externalities melalui penyaluran dana
untuk pendidikan atau riset. Dana tersebut bisa diibaratkan investasi jangka panjang yang
bukan saja akan dinikmati lembaga penerima dana. Namun manakala hasil risetnya dapat
dikembangkan menjadi produk yang sama sekali baru, jelas masyarakat akan dapat memetik
manfaatnya, karena itu disebut positive externalities.
Dalam konteks inovasi ini, peran pemerintah memang sulit digantikan pemain lain
karena pemerintah relatif bisa berpikiran jangka panjang dibanding perusahaan yang selalu
mendapat tekanan untuk menghasilkan keuntungan secepatnya. Karena jarak pandang
pemerintah yang relatif jauh tersebut, riset-riset yang memerlukan waktu lama tentunya
sangat membutuhkan sumbangan dana dari pemerintah. Dukungan kuat pemerintah juga
dibutuhkan dalam pembentukan kluster industri yang sangat berperan dalam mempercepat
inovasi sebuah industri.
Dalam menjalankan kedua peran tersebut, pemerintah yang terdiri dari ’orang-orang
biasa’, tentu saja lebih cenderung bisa dan sering melakukan kesalahan. Tidak jarang, meski
dilandasi niat baik, kebijakan pemerintah tersebut melahirkan dampak negatif yang tidak
diramalkan sebelumnya. Kadang, efek positif yang diharapkan tidak menjadi kenyataan.
Misalnya, setelah deregulasi diberikan untuk memacu kompetisi, tetap tidak ada perusahaan
baru yang bersedia masuk. Kasus seperti ini umumnya terjadi karena pemerintah hanya
berfokus pada penghilangan legal barriers tanpa memperhatikan adanya halangan lain seperti
hambatan dari sisi teknologi atau ekonomis dan dampak buruk yang bisa terjadi
dibelakangnya.

7 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Harus diakui, kebijakan pemerintah memberikan dampak yang berbeda kepada masing-
masing pelaku dalam bisnis. Ancaman buat pemain yang satu bisa jadi merupakan
peluang bagi pemain lainnya. Saat ini, bila Anda adalah pemilik usaha, apa yang bisa Anda
lakukan untuk mengantisipasi permainan yang dilakukan ’aktor kuat’ ini? Tidak mudah,
tentunya. Tetapi bukan berarti Anda tidak berdaya sama sekali dan hanya bisa berteriak agar
pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan perusahaan Anda.
Bagi perusahaan, langkah pertama tentu saja melakukan pemantauan terus menerus.
Penting untuk di cermati, bahwa jarang sekali ada kebijakan yang dikeluarkan
secara mendadak tanpa adanya sinyal-sinyal atau berita-berita yang mendahuluinya. Sebelum
sebuah peraturan disahkan menjadi UU, pihak pemerintah akan mengeluarkan RUU
terlebih dahulu. Perusahaan yang proaktif tentu akan mencurahkan waktu dan energi untuk
mempelajari dampak RUU tersebut terhadap dirinya di masa depan. 
Selain itu, biasanya terdapat tren yang bisa diamati. Belakangan ini, misalnya, yang
mencuat adalah tren deregulasi. Perusahaan yang masih memegang kekuasaan monopoli
tentunya sudah bisa bersiap-siap mulai sekarang. Globalisasi juga membuat pemerintah
perlahan-lahan harus membuka pasardomestiknya dan kebijakan-kebijakan yang mendukung
hal tersebut pasti akan dikeluarkan satu demi satu.
Gencarnya pemerintah mengharapkan penerimaan dari sisi pajak adalah satu tren kuat
lainnya. Tren lainnya adalah peran pemerintah yang semakin menonjol dalam isu
pemeliharaan lingkungan. Tren-tren seperti itu seharusnya sudah bisa diantisipasi dari jauh
dan dimasukkan dalam perencanaan strategis jangka menengah atau jangka panjang
perusahaan. Tentunya, perusahaan-perusahaan juga bisa berusaha melakukan pendekatan
melalui asosiasi-asosiasi dagang untuk berusaha mempengaruhi pemerintah, selama lobi-
lobi tersebut masih berpijak pada jalur hukum dan etika yang berlaku.
Bagi perusahaan yang harus mengalami nasib buruk karena dikeluarkannya peraturan
pemerintah, pemerintah sering dijadikan kambing hitam. Tetapi sebagaimana halnya
kunci sukses lainnya, menyalahkan pihak lain bukanlah tindakan yang bijaksana. Kekuasaan
dan kekuatan perusahaan dalam menghadapi pemerintah memang relatif tidak
berimbang, tetapi bukannya berarti perusahaan tidak bisa mempersiapkan diri dari awal.
Dengan melakukan inovasi terus menerus yang memuaskan konsumen, dalam situasi apapun,
perusahaan akan tetap memiliki pijakan kuat untuk tetap hidup dan berkembang.
Melalui cara-cara yang inovatif, perusahaan juga bisa berkreasi dari batasan-batasan
peraturan yang ada tanpa harus melanggar hukum. Sedangkan bagi pemerintah,

8 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


pengeluaran kebijakan-kebijakan yang mendorong inovasi sangat dibutuhkan. Tanpa
peningkatan inovasi, daya saing bangsa ini akan semakin lemah dan tertinggal jauh.

C. Reformasi dan Inovasi Pemerintah Daerah

Saat ini Indonesia dihadapkan pada era globalisasi. Salah satu bentuknya terjadi
bidang ekonomi melalui Asian Free Trade Agreement (AFTA). Zona perdagangan bebas
Asia mempunyai dampak langsung terhadap dunia usaha dan tenaga kerja Indonesia yang
harus bersaing secara bebas dengan industri dan tenaga kerja dari negara-negara Asia yang
relatif lebih maju.

Ekonomi global dimasa depan dan otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah
untuk dapat menarik investor sebanyak-banyaknya. Perkembangan teknologi yang semakin
canggih dimasa depan memudahkan pemerintah daerah untuk menawarkan potensi daerah
kepada pihak investor. Bentuk kerja sama ekonomi antar pemerintah daerah dengan negara-
negara luar akan menjadi suatu yang umum. Kondisi tersebut mengharuskan pemerintah
untuk membuat suatu kebijakan serta strategi yang tepat dalam mempersiapkan industri dan
tenaga kerja yang kompetitif dan juga kondisi perekonomian yang kondusif sehingga dapat
menarik investor agar menanamkan investasi-nya di Indonesia.

Target pemerintah agar investasi di Indonesia meningkat yang dicanangkan pada masa
pemerintahan Presiden Megawati tidak tercapai. Penyebab tersbesar adalah tidak adanya
kepastian hukum, ekonomi biaya mahal dan birokrasi yang rumit. Tiga faktor ini dapat
dikaitkan langsung dengan kinerja staf di pemerintahan Indonesia. Antara lain lemahnya
unsur penegak hukum, longgarnya sistem pengawasan dan aturan-aturan yang tidak
menunjang. Hal ini diperburuk dengan staf yang tidak inovatif dan tidak berorientasi pada
kepentingan rakyat, mulai dari staf yang paling bawah sampai jajaran birokrat.

Kondisi staf pegawai pemerintah yang memiliki keahlian dan ditunjang dengan
teknologi yang cukup memadai ternyata tidak membawa perubahan besar dalam peningkatan
kinerja masyarakat. Hal ini disebabkan karena staf pegawai pemerintah yang bertugas tidak
mempunyai etos kerja yang berorientasi untuk memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat.

9 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Berikut aspek-aspek yang dibutuhkan untuk menuju staf paripurna berdasarkan
kompetensi.

1. Pengetahuan untuk dapat melaksanakan tugasnya, seorang staf dituntut untuk


memiliki pengetahuan yang memadai sesuai dengan tugas dan bidang pekerjaannya.

2. Keterampilan Merupakan kemampuan teknis yang harus dimiliki seorang staf.


Sebagai contoh, seorang arsiparis harus memiliki keterampilan pengarsipan dan
pengoperasian teknologi pendukung.

3. Sikap Merupakan kecenderungan untuk berperilaku. Seorang staf dituntut untuk


bersikap positif terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya.

4. Nilai-nilai luhur Pemahaman dan implementasi terhadap nilai-nilai luhur. Adapun


nilai-nilai luhur tersebut diantaranya;

a) etika, sebagai prinsip dasar

b) integritas atau harga diri

c) tanggung jawab

d) taat hukum dan peraturan yang berlaku

e) hormat terhadap hak-hak orang lain

f) cinta pekerjaan

g) hidup sederhana

h) tekad untuk bekerja lebih baik

i) bekerja sesuai dengan tugas

Ada 3 strategi pendekatan yang dapat dijadikan pedoman perwujudan staf paripurna.

a. Strategi Pendekatan Jangka Pendek

10 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Pendekatan ini terutama dititikberatkan pada aspek moral. Aspek moral masih lemah
khususnya dikalangan staf pegawai pemerintah, hal ini ditunjukan dengan sikap staf yang
lebih mengutamakan keuntungan pribadi berupa materi dan kekuasaan, sehingga aspek-
aspek kompetensi yang sudah dimiliki tidak digunakan untuk meningkatkan kinerjanya.

Untuk membentuk seorang staf yang memiliki kejujuran dan kompetensi dapat
dimulai dari pembentukan moral pemimpin sehingga dapat mempengaruhi stafnya. Seperti
diketahui bahwa di Indonesia cenderung menganut faham paternalistik, dimana bawahan
selalu mengikuti apa yang dicontohkan dan diperintahkan oleh pemimpin. Aspek moral ini
merupakan akar permasalahan yang terjadi di dunia pemerintahan, sehingga langkah
pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki aspek moral. Melalui perbaikan aspek
moral diharapkan akan dapat mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan dalam
pelaksanaan pemerintahan serta dapat berpengaruh terhadap perbaikan kinerja
pemerintahan secara keseluruhan.

Langkah konkret yang dilaksanakan berupa pembinaan keagamaan, kedisiplinan,


sikap dan mental yang dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan. Sebagai
pendukungnya dilakukan pula sistem insentif terhadap aparat yang berprestasi dan
memiliki kinerja yang baik. Untuk mendukung perbaikan aspek moral tersebut, diperlukan
pula partisipasi masyarakat. Peran masyarakat dalam hal ini adalah sebagai kontrol.
Aspirasi masyarakat dapat disampaikan melalui berbagai media baik itu berupa kotak
saran yang disediakan disetiap kantor-kantor pemerintah, surat pembaca di koran dan e-
mail. Tempat-tempat yang memberikan pelayanan pada masyarakat dapat menyediakan
angket kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Selain itu perlu ditingkatkan pula pengawasan oleh masyarkat melalui lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat lainnya yang independen. Hal ini
diharapkan dapat memberikan pengawasan secara terus menerus terhadap kinerja
pemerintah. Dengan adanya perbaikan aspek moral yang didukung oleh pengawasan
amsyarakat diharapkan terjadi perbaikan dalam berbagai aspek dalam pelaksanaan kinerja
pemerintah. Salah satu aspek yang juga penting adalah aspek penegakan hukum. Ketika
aparat pemerintah telah menerima pembinaan moral dan mendapatkan pengawasan yang
ketat dari masyarakat, diharapkan akan tertanam kesadaran akan pentingnya penegakan
hukum.

11 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


b. Strategi Pendekatan Jangka Menengah

Setelah target nilai-nilai moral aparatur tercapai, kemampuan komunikasi harus


ditingkatkan. Baik komunikasi yang terjadi antar aparat, aparat dengan pimpinan, antar
pimpinan dan antar departemen. Untuk meningkatkan komunikasi antar departemen dapat
mengikuti contoh pada pegawai di kota Hampton Virginia, dimana mereka melakukan
rotasi pegawai untuk jangka waktu singkat de departemen lain, dengan tujuan agar
mengenal langsung cara kerja departemen lain dan meningkatkan saling pengertian antar
departemen tersebut. Sehingga diharapkan komunikasi antar departemen dapat berjalan
dengan lancar. Dapat pula dilakukan pelayanan satu atap untuk mempermudah pelayanan
kepada masyarakat.

Untuk mempersiapkan aparatur pemerintah menghadapi dunia global, kemampuan


bahasa yang baik ditunjang dengan moral baik akan mempermudah jalinan kerja sama
dengan negara-negara lain. Bentuk komunikasi dimasa depan akan menggunakan
bermacam format elektronik disamping cara langsung bertatap muka. Strategi yang
dilakukan adalah dengan mewajibkan aparat pemerintah untuk mempelajari bahasa asing
yang relevan dengan strategi kerja sama global. Mereka juga dituntut untuk dapat
memahami budaya asing sehingga mereka dapat melihat potensi untuk kerja sama
tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan bahasa asing bagi
aparat pemerintah di instansi masing-masing.

c. Strategi Pendekatan Jangka Panjang

Teknologi informasi sekalipun penting dengan kondisi moral yang rendah menjadi
tidak efektif dan menghamburkan biaya. Hal ini ditunjukan pada beberapa instansi
pemerintahan yang telah mempunyai sistem teknologi informasi yang memadai menjadi
tidak bermanfaat karena staf tidak melaksanakan secara benar. Alasan utama yang
melandasi hal ini adalah staf tidak ingin kehilangan “pungutan” dari masyarakat yang
membutuhkan pelayanan yang cepat. Dimasa depan teknologi dan sistem informasi sangat
memungkinkan untuk mempercepat proses birokrasi dengan cara prosedur-prosedur yang
menggunakan kertas akan dilakukan secara digital (paperless).

Sehingga kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi akibat keterlambatan atau


kurang lengkapnya persyaratan dapat dideteksi secara dini dan ditanggulangi secepatnya.

12 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Staf yang bekerja pada kondisi seperti ini harus memiliki integritas moral, dan
kemampuan berkomunikasi yang sangat tinggi. Penggunaan teknologi harus didukung
oleh nilai-nilai moral karena akan sangat memungkinkan dilakukannya penyimpangan
yang berakibat sangat luas. Lemampuan komunikasi melalui format elektronik, video
conference, e-mail merupakan satu hal penting yang harus dimiliki staf pegawai
pemerintah masa depan.

BAB II

REFORMASI DAN INOVASI PEMDA DALAM PEMBANGUNAN

A. Inovasi Dan Reformasi Administrasi

Implementasi desentralisasi di banyak daerah otonom kini tidak sepenuhnya bersifat


reaksioner. Beranjak dari pengalaman getir bahwa kebijakan otonomi daerah di Indonesia
diwarnai arogansi pemerintah daerah dalam membuat perda, tindakan eksploitatif terhadap
sumberdaya & stakeholders demi penimbunan PAD, serta ketimpangan antardaerah
berdasarkan polarisasi kaya-miskin, kini sedikit-banyak mulai memiliki alternatif bentuk
aplikasi yang terencana, inovatif, dan tentunya reformis. Jumlahnya tidak banyak, memang,
tetapi taksiran awal sebanyak hanya 5% dari seluruh kabupaten/ kota dan propinsi di
Indonesia yang berinovasi serta melaksanakan reformasi birokrasi dalam pemerintah
daerahnya bisa menjadi bukti bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala
lokal, regional, dan nasional.

Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang
menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek dan
jenis pembangunan. Untuk mengoptimalkan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah
mesti mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala prioritas.
Keberhasilan pembangunan daerah pada pokoknya menggunakan sejumlah pola leverage,
yakni reformasi birokrasi pemerintah daerah, perluasan akses pendidikan bagi masyarakat,
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

B. Makna Reformasi Administrasi

13 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Sebagaimana halnya dalam ilmu-ilmu sosial, konsep reformasi administrasi diartikan
berbeda antara pakar yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada
konsepsi yang dapat diterima secara umum. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Gerald E.
Caiden (1969) yang menyatakan bahwa studi tentang reformasi administrasi terhambat oleh
tidak adanya definisi yang bisa diterima secara universal. Perbedaan pemakaian istilah ini
telah menyebabkan adanya kesulitan, tidak hanya dalam menentukan parameter dalam
penelitian namun juga dalam pengembangan teori.

Namun demikian, definisi reformasi administrasi yang dikemukakan oleh Caiden


seringkali digunakan sebagai konsep dasar dalam memaknai reformasi administrasi. Caiden
(1969) mendefinisikan reformasi administrasi sebagai: the artificial inducement of
administrative transformation against resistance. Berdasarkan definisi ini, reformasi
administrasi mempunyai tiga unsur yang melekat, yaitu (1) reformasi administrasi merupakan
usaha yang dibuat oleh manusia, tidak bersifat otomatis ataupun alamiah, (2) reformasi
administrasi merupakan suatu proses, (3) adanya resistensi yang beriringan dengan proses
reformasi administrasi. Dalam hal ini, reformasi administrasi muncul sebagai implikasi tidak
berfungsinya perubahan administrasi yang terjadi secara alamiah.

Sebagai sebuah kegiatan yang berawal dari penciptaan manusia, reformasi


administrasi tidak bisa dipisahkan dari sebuah inovasi. Selama perubahan administrasi tidak
berjalan sebagaimana mestinya, maka diperlukan inovasi untuk menyelamatkan kegiatan
administrasi. Dalam perkembangan awal, inovasi merupakan bagian dari sebuah reformasi
administrasi, namun seiring perkembangan teori dan pengalaman praktis, inovasi merupakan
reformasi itu sendiri. Caiden (1969) menguraikan inovasi sebagai bagian dari reformasi
administrasi (administrative reform). Hanya saja, konsep inovasi kemudian masih belum
cukup populer dalam ranah administrasi publik dan reformasi administrasi. Inovasi populer
dalam bidang tersebut baru pada beberapa dekade terakhir.

Kurang populernya konsep inovasi pada era administrasi publik tradisional dapat
dipahami karena karakter reformasi yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip birokrasi
Weber. Dalam konsepsi weber, birokrasi memerlukan aturan yang jelas, hirarki, spesialisasi
dan lingkungan yang relatif stabil. Dalam konteks ini, inovasi dipandang tidak banyak
diperlukan bagi aparatur birokrasi pemerintah. Kewajiban administrator pemerintah adalah
menjalankan aturan yang telah ditetapkan (rule driven). Jika kemudian inovasi dilaksankan,
hanya dalam intensitas yang kecil dan dilakukan terbatas pada level pimpinan puncak.
Inovasi, dalam hal ini sebagaimana reformasi administrasi dilakukan melalui mekanisme top
down  (Caiden, 1969).

Bergulirnya new public management (NPM) mulai menggeser hegemoni konsepsi


Weber dalam reformasi administrasi. Reformasi mengalami pembelokan arah menuju

14 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


birokrasi yang mengedepankan hasil, partisipasi, berorientasi pelanggan, digerakan oleh misi,
dan desentralisasi (Osborne, 1992). Pada era ini, inovasi justru sangat dihargai oleh
pendukung gerakan reformasi. Perkembangan terakhir menunjukan kemajuan pada
penggunaan istilah inovasi dalam bidang administrasi publik. Pada negara seperti Korea,
konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi (Asropi, 2008). Pengalaman
Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut telah meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal (Yoo, 2002). Keberhasilan
sebagaimana Korea ini juga terjadi pada penerapan inovasi di Kanada (Robertson and Ball,
2002). Sementara di China, inovasi telah dianggap sebagai bagian dari tradisi China
(Shenkar, 2006). Inovasi atas birokrasi sangat mendukung bagi berkembangnya ekonomi dan
teknologi China dewasa ini. Semua ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan
yang dinginkan dalam sebuah reformasi administrasi.     
Reformasi administrasi tidak bisa dipisahkan dari sebuah inovasi. Selama perubahan
administrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka diperlukan inovasi untuk
menyelamatkan kegiatan administrasi. Dalam perkembangan awal, inovasi merupakan bagian
dari sebuah reformasi administrasi, namun seiring perkembangan teori dan pengalaman
praktis, inovasi merupakan reformasi itu sendiri. Caiden (1969) menguraikan inovasi sebagai
bagian dari reformasi administrasi (administrative reform).

C. Landasan Reformasi Birokrasi Di Indonesia


Pelaksanaan reformasi birokrasi telah mendapatkan landasan yang kuat melalui
penerbitan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi
Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya, dalam implementasinya telah ditetapkan landasan
operasional dalam bentuk Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang
Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Kemajuan yang cukup berarti, dalam tahun 2010
ini, sebanyak 9 kementerian/lembaga telah melaksanakan reformasibirokrasi instansi (RBI).

 Dengan demikian, saat ini sudah terdapat 13 K/L yang melaksanakan RBI. Dalam
rangka meningkatkan koordinasi, menajamkan dan mengawal pelaksanaan
reformasibirokrasi, telah ditempuh langkah-langkah kebijakan, antara lain;
        Penerbitan Keppres 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi
Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi BirokrasiNasional, yang disempurnakan menjadi
Keppres Nomor 23 Tahun 2010;

15 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


        Keputusan Menpan dan RBNomor 355 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Independen,
dan Keputusan Menpan dan RBNomor 356 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Penjamin
Kualitas (Quality Assurance).
        Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 mengamanatkan
bahwapembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung
keberhasilanpembangunan bidang-bidang lain.
 Terkait dengan hal itu, Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi ditetapkan
sebagai rancangan induk dan peta jalan untuk mewujudkan amanat tersebut. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Ismail Mohammad Menyatakan
Reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia
dalam mengarungi abad ke-21.

 Jika pertaruhan dalam melaksanakan reformasi birokrasi berhasildilaksanakan


dengan baik, dapat dipastikan Indonesia menjadi negara yang memiliki birokrasibersih,
kompeten, dan melayani. Indonesia pun mampu meningkatkan mutu perumusan
danpelaksanaan kebijakan/program pemerintah serta mampu mengurangi dan menghilangkan
setiappenyalahgunaan kewenangan publik.
Disebutkan bahwa kebijakan dan program reformasi birokrasi yang tertuang dalam
Grand Design dan Road Map, antara lain, mencakup berbagai langkah perubahan di semua
aspek manajemenpemerintahan dari aspek organisasi, tata laksana, sumber daya manusia
aparatur, peraturanperundang-undangan, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik dengan
melakukan perubahanbudaya kerja aparatur (culture-set dan mind-set). Pelaksanaan dari
kebijakan dan program reformasibirokrasi dilakukan melalui proses yang terdesentralisasi,
serentak, dan bertahap serta terkoordinasi.

D. Langkah-langkah Membangun Reformasi Birokrasi


            Menurut beberapa referensi yag kami baca,inti dari Reformasi Birokasi, harus
mengarah pada perbaikan kinerja (hasil). Berikut 7 tahap yang harus dibangun dalam
reformasi birokasi terutama untuk pemerintahan daerah:
1.      Bangun Sistem Usulan dan Pemantauan Hasil Pembangunan antara Masyarakat dan
Struktur Pemerintahan
Karena tujuan reformasi birokrasi adalah perbikan kinerja, sedangkan kinerja dituntut
oleh “pemilik” maka yang harus pertama kita perbaiki adalah hubungan antara

16 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


masyarakat sebagai “pemilik” dan struktur pemerintahan sebagai “operator”. Fokus
diskusi kita di sini adalah hubungan terkait dengan mekanisme aspirasi/usulan kinerja
dan mekanisme monitoring kinerja.
Yang harus dihasilkan pada tahap pertama ini adalah satu mekanisme hubungan yang
efektif antara masyarakat termasuk kelompok masyarakat sipil, DPRD dan pemerintah
dalam mengelola aspirasi masyarakat ke dalam bentuk “mandat” dan memonitor
pencapaian dari mandat tersebut. Mandat harus dirumuskan dalam bentuk hasil atau
kinerja.Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a) Memperbaiki tata tertib DPRD agar lebih transparan;
b) Memperbaiki hubungan DPRD dengan “konstituennya” sehingga lingkup konstituen
menjadi kewilayahan bukan pada “kelompok yang memilih saya”.
c) Penguatan kompetensi DPRD dalam menjalankan peran perencanaan dan
monitoring kinerja yang partisipatif
d) Penguatan kelompok masyarakat sipil dan kelompok kepentingan lainnya agar dapat
mandiri dan juga menjalankan peran fasiltiasi perencanaan dan monitoring kinerja
secara partisipatif;
e) Membangun transparansi yang proaktif di pemerintahan;
f) Memperbaiki hubungan antara unit-unit pelayanan publik danpara pelanggannya
terutama agar aspirasi dan keluhan pelanggan diperiksa setiap waktu dan dijadikan
masukan untuk perbaikan pengelolaan unit pelayanan publik secara terus menerus.
2.      Definisikan Hasil dan Anggaran untuk Mencapai Hasil dalam RPJMD/Renstra
Sebelum PP 6/08 dan PP 8/08, perencanaan daerah bersifat perencanaan
kegiatan/program. Hal ini membuat sistem birokrasi sibuk dengan kegiatan dan program
tetapi tidak tau apa yang dicapai. Pendekatan ini bukan hanya berpotensi membelanjakan
dana publik untuk hal yang tidak perlu, tetapi juga membuat struktu birokasi tidak tau
persis apa yang harus dilakukan. Semua hal terlihat penting.
Pendekatan ini harus diubah!. Setelah PP 6/08 dan PP 8/08 pemerintahan daerah harus
berpikir HASIL. Merencanakan HASIL, menganggarkan untuk HASIL, memonitor
HASIL dan melaporkan HASIL. Pemilik (baca: rakyat) tidak terlalu pusing dengan apa
yang dilakukan oleh birokrat, para pembayar pajak lebih mementingkan pencapaian
hasil. Mereka ingin agar pasar tidak kumuh lagi, jalanan tidak macet lagi, semua anak
bersekolah, semua orang yang sakit dapat perawatan, mudah dapat modal usaha dll.
Rumusan hasil harus datang dari warga masyarakat lewat satu mekansime tertentu yang
menjamin keterwakilan dan transparansi.
17 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
Anggaran harus dirancang untuk mencapai hasil, bukan hanya untuk melaksanakan
kegiatan. Pada akhirnya setiap hasil harus didelegasikan kepada jabatan-jabatan yang ada
di Pemda dalam bentuk kontrak kinerja.
3.     Bangun Tata Organisasi, Tata Laksana dan Deskripsi Jabatan yang Mendukung
Pencapaian Hasil-Hasil
Atas dasar RPJMD/Renstra, Biro/Bagian Organisasi bersama dengan setiap SKPD
menyusun: (a) struktur organisasi, (b) tata laksana ataustandard operating
procedure (SoP), (c) uraian jabatan yang mencakup standar kompetensi dan target kinerja
(hasil).
SoP harus memberikan kepastian tercapainya hasil-hasil yang telah dimandatkan oleh
masyarakat. SoP juga menjelaskan tugas dan capaian dari setiap jabatan yang ada di
SKPD berdasarkan RPJMD/Renstra. Uraian jabatan, terutama standar kompetensi,
mendefinisikan dengan jelas indikator-indikator kompetensi yang harus dimiliki oleh
orang yang akan menempati jabatan. Selain itu, uraian jabatan juga secara tegas
menetapkan hasil-hasil yang harus didapat oleh setiap pemegang jabatan.
Pada akhirnya, Biro/Bagian Organisasi siap menyampaikan paket deskripsi jabatan
berikut kontrak kinerja untuk setiap jabatan kepada BKD. Untuk selanjutnya BKD
mencari orang yang tepat untuk menduduki jabatan tersebut.
4.      Pastikan Setiap Pegawai Menempati Posisi yang Tepat untuk Mencapai Hasil-Hasil
Selanjutnya BKD mencari orang yang tepat untuk menduduki jabatan sesuai uraian
jabatan yang dibuat oleh Biro/Bagian Organisasi. Berdasarkan deskripsi jabatan juga,
BKD dapat menyusun pola karir pegawai agar sistem promosi dan mutasi pegawai
dikelola secara profesional sesuai dengan potensi yang dimiliki setiap pegawai.
Rekrutmen pegawai baru dilakukan lewat analisis kebutuhan pegawai yang profesional
dengan mempertimbangkan hasil ananlisis jabatan tadi. Sebagai hasilnya, pegawai yang
direkrut adalah orang-orang yang benar-benar atau paling paling mendekati standar
kompetensi yang diharapkan.
Promosi jabatan juga dilakukan secara profesional. Pertimbangan politik sangat minim.
Lewat informasi pola karir dan sistem informasi kepegawaian dan sistem promosi yang
terbuka, pemda akan mendapatkan pegawai yang paling tepat menduduki jabatan
struktural atau fungsional uang kosong.
5.      Pastikan Setiap Pegawai Memiliki Kompetensi Memadai Untuk Mencapai Hasil-Hasil
BKD juga melakukan pengkajian kompetensi pegawai secara reguler. Hasilnya berupa
kebutuhan pengembangan kompetensi dibahas bersama dengan Badan Diklat. Seluruh
18 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
kebutuhan diklat dikerjakan oleh Badan Diklat sesuai dengan analisis kebutuhan diklat
sebagai tindak lanjut dari analsisi kompetensi yang dilakukan BKD.
Badan Diklat tidak melakukan kegiatan diklat kecuali yang memang dibutuhkan oleh
para pegawai untuk memenuhi target kinerjanya sesuai dengan kontrak kinerja yang
sejalan dengan Renstra/RPJMD dan tuntutan warga masyarakat.
Upaya-upaya pengembangan kompetensi lainnya selain pelatihan (misalnya: magang,
studi banding, bimtek, dll) dilakukan bersama dengan BKD dan SKPD-SKPD terkait.
6.      Lengkapi Fasilitas dan Peralatan Kerja Pegawai Sesuai Kebutuhan untuk Mencapai
Hasil-Hasil
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DP2KA)membuat analisis
kebutuhan peralatan dan fasilitas kerja, dan bersama dengan dinas komunikasi dan
informasi juga mengkaji kebutuhan teknologi informasi. Seluruh belanja barang yang
terkait dengan fasilitas dan peralatan kerja dilakukan oleh DP2KA atas konsultasi dengan
SKPD terkati dengan didasarkan atas analisis kebutuhan yang profesional. Proses
pengadaan dilakukan lewat prosedur standar seperti diatur dalam aturan pengadaan.
Dengan demikian, tidak ada satu pun pegawai yang tidak memiliki peralatan dan fasilitas
kerja minimal. Tetapi juga tidak ada pegawai yang memiliki fasilitas yang berlebihan
dan tidak diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
7.      Bangun Sistem Pemeliharaan Motivasi Pegawai: Prosperity Follow Performance

Salah satu hal yang sangat mempengaruhi motivasi adalah struktur dan besaran
remunerasi. Di sini saya bilang struktur dan besaran, bukan hanya besaran. Ada banyak
contoh kasus dimana remunerasi besar tidak bisa mendorong motivasi jika tidak diatur
oleh struktur yang cocok.

19 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


BAB III

PERANCANGAN DAN PENERAPAN BEST PRACTICE

A. Inovasi Reformasi Birokrasi Pemerintah Daerah

Reformasi birokrasi publik pada pemerintah daerah dilaksanakan tidak hanya


mencakup pembenahan ”jika tidak disebut perombakan”struktural menuju perampingan
ukuran dan komponen birokrasi, sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 8 Tahun 2003 (kini
PP No. 41 Tahun 2007). Lebih dari itu, reformasi birokrasi publik juga mencakup perubahan
secara gradual terhadap nilai (public value) dan budaya aparat pemerintah daerah yang
berimplikasi pada etos kerja, kualitas pelayanan publik, hingga perubahan perilaku sebagai
penguasa (ambtenaar) menjadi pelayanan & pengayoman.

Pemerintah Kabupaten Sragen, misalnya, melakukan perombakan struktural dengan


penambahan satuan kerja adhoc. Kelembagaan satker adhoc ini tidak masuk ke dalam
struktur birokrasi pemda tetapi mengemban fungsi yang justru menunjang pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintahan lainnya agar lebih optimal. Marketing Unit (MU) dibentuk
Pemkab Sragen sebagai unit fungsional yang bertugas dalam memasarkan potensi
sumberdaya kompetitif, peluang investasi, serta produk-produk unggulan kepada pihak-pihak
di dalam dan luar Kabupaten Sragen. Bentuk kelembagaan adhocracy unit fungsional ini
tidak hanya menjadikan MU dapat lincah dan leluasa bergerak dengan koordinasi langsung
dengan Bupati/ Wakil Bupati tetapi juga memenuhi ketentuan PP No. 8 Tahun 2003 yang
lebih menekankan keterpenuhan fungsi daripada pengayaan struktur birokrasi.

Lembaga adhoc lain yang dibentuk adalah Engineering Services ((ES) yang dibentuk
untuk membuat seluruh perencanaan yang bersifat konstruksi. Perencanaan berikut estimasi

20 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


yang dibuat oleh satker ini akan menyelaraskan kebutuhan biaya konstruksi dengan
sumberdaya yang harus dikeluarkan pada setiap proyek konstruksi. Cara kerja ini mirip sekali
dengan Tim Owner Estimate (OE) bentukan Pemkab Jembrana, Bali. Tim OE, melalui
estimasi dan kalkulasi matematis atas kebutuhan pekerjaan konstruksi, memberikan second
opinion kepada Bupati perihal kebutuhan yang sesungguhnya dari suatu pekerjaan konstruksi.
Kerja kedua satker ini, baik ES maupun OE, diarahkan pada minimasi praktek korupsi yang
hamper menjadi keumuman di banyak tempat terjadi dalam proyek-proyek konstruksi.

Reformasi struktural birokrasi pemda juga memiliki varian lain, yakni reengineering
process terhadap pelayanan publik. Reformasi ini menekankan pada rekayasa mekanisme
pelayanan publik yang dilekatkan dengan aspek struktural suatu birokrasi publik. Contoh
nyata varian reformasi ini adalah pelayanan satu pintu (one stop service), tidak sekadar satu
atap, untuk melaksanakan pelayanan perizinan dan nonperizinan. Bentuk pelayanan ini baru
bisa direkayasa dengan restrukturisasi organ satuan kerja ke dalam satu Badan berikut
pelimpahan kewenangan padanya, dipadukan dengan penggunaan teknologi informasi
intranet sebagai pewujudan e-government dalam pengertian yang sebenarnya.

Sebagai contoh, Pemkab Kutai Timur membentuk Badan Sistem Informasi


Manajemen Pemerintahan Kabupaten (Badan Simpekab) yang melayani 42 jenis pelayanan.
Dalam ragam yang sama, Pemkab Sragen membentuk Badan Pelayanan Terpadu (BPT) yang
melayani 62 jenis pelayanan dengan batas waktu pelayanan maksimal 12 hari (khusus
pelayanan IMB 15 hari). Pengambil keputusan dalam pemberian izin tidak lagi bergantung
pada Bupati tetapi telah diserahkan kepada Kepala BPT. Kerja BPT ditunjang oleh teknologi
informasi (TI), menggunakan intranet dalam aplikasi Kantaya (Kantor Maya) yang secara
resiprokal menjamin pertukaran informasi secara efisien sekaligus mekanisme pengawasan
secara transparan antarsatker. Secara lebih luas Pemkab Sragen memanfaatkan TI dalam
pengoperasian kerja pemda sehingga tidak terbatas pada BPT. Keberadaan Badan pelayanan
satu pintu semacam ini memangkas kesemrawutan pengurusan izin di berbagai dinas
sehingga pelayanan bisa memanfaatkan waktu yang lebih singkat.

Perubahan struktural mesti diikuti oleh perubahan kultural, berupa internalisasi


mindset dan perilaku, serta revitalisasi etos kerja. Beranjak dari keinginan untuk melepaskan
diri dari budaya birokratis yang kaku, beberapa kepala daerah mengarahkan perubahan
kultural menuju corporate culture yang berlandaskan semangat kewirausahaan. Bupati
Sragen, misalnya, selama enam bulan pertama masa jabatannya secara rutin mengadakan
21 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
pertemuan dengan kepala-kepala satker untuk membicarakan persoalan masyarakat yang
terakumulasi dan belum terselesaikan untuk kemudian dipecahkan bersama saat pertemuan
itu juga. Bupati juga mencanangkan nilai-nilai publik di tengah-tengah jajaran birokrasi
pemda berupa 5K: Komitmen, Konseptual, Kontinu, Konsisten, dan konsekuen.

5K tidak sekadar dicanangkan tapi diintegraskan dalam mekanisme kerja harian,


terutama yang bersinggungan langsung dengan tupoksi Bupati/ Wakil Bupati. Pemkab Sragen
juga mengundang pelaku bisnis di perusahaan swasta untuk memberikan pelatihan perilaku
organisasi bagi pegawai BPT agar mereka berperilaku dan bertindak selayaknya karyawan
swasta yang berorientasi pada kepuasan pengguna jasa (consumer, customer). Di samping itu,
pelatihan ESQ telah beberapa kali diselenggarakan.

Untuk menangani masalah-masalah psikologis pegawai, Pemkab Sragen membangun


Klinik Terapi Holistik yang menjadi pusat konsultasi dan penyelesaian problem personal
pegawai, baik psikologis, spiritual, dan medis. Klinik ini kemudian dikembangkan menjadi
Assessment Center yang menjalankan penilaian prestasi kerja secara terukur dan solutif
dengan pendekatan holistik tadi. Semangat keiwarusahaan dipompa melalui penyediaan
professional fee bagi para pegawai satker yang melakukan kegiatan-kegiatan produktif
danmarketable. Production training center (PTC) Garmen dan Meubel di Badan Diklat,
Perangkat Pilkades secara elektronik di Bag. Pemerintahan Umum Setda, aplikasi TI di Bag.
Litbang & PDE Setda, merupakan sedikit dari sekian banyak contoh satker yang bisa meraih
profit dari program-program kegiatannya.

Berbeda dengan Pemkab Sragen, Gubernur Gorontalo mengurangi mekanisme


honorarium sebagai cara pemberian insentif berbasis take-home pay. Sebagai gantinya,
penilaian kinerja pegawai dilakukan secara terukur berdasarkan produktivitas kerja sehingga
diterapkan insentif bagi pegawai yang tercatat berprestasi dalam aktivitas mereka. Di
samping itu, pengerjaan kegiatan-kegiatan Pemprov Gorontalo tidak lagi menggunakan
sistem proyek. Setiap elemen dalam satuan kerja telah memiliki pembagian tugasnya masing-
masing dan bertindak atas job specification yang telah dibagi itu. Inilah salah satu wujud
penerapan anggaran berbasis kinerja, pegawai dengan kinerja bagus akan mendapatkan
insentif tersendiri. Di samping menekankan anggaran berbasis kinerja dan efisiensi keuangan,
transparansi dan akuntabilitas Pemprov Gorontalo diwujudkan dengan pemuatan laporan
keuangan yang spesifik di media massa.

22 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Cara berbeda diterapkan Walikota Tarakan. Pemkot Tarakan, Kalimantan Timur,
melakukan outsourcing SDM dari luar jajaran Pemkot untuk duduk menjabat sebagai kepala
satker tertentu. Kepala Bappeda Kota Tarakan bisa menjadi salah satu contoh. Target yang
hendak dicapai melalui cara ini adalah terjadinya transfer pengetahuan, budaya, cara berpikir,
dan cara kerja baru di lingkungan Pemkot. Pihak luar yang digandeng untuk ikut menjalankan
roda pemerintahan daerah diasumsikan memiliki karakter yang masih segar dan belum
mengalami kontak asimilasi budaya dengan pegawai lama. Posisinya yang strategis
memudahkannya dalam mengambil keputusan sekaligus menjalankan peran pentng di
lingkungan satker tempat ia bertugas.

Langkah lain adalah dengan memangkas pengelolaan fungsi-fungsi yang bukan


merupakan pekerjaan pokok (core-business) pemkot. Pengelolaan pasar, melalui sistem
tender yang terbuka dan akuntabel, dikelola perusahaan swasta dengan regulasi tetap di
tangan Pemkot sehingga intervensi pengelolaan pasar dan pengelolaan keuangan oleh Pemkot
melalui Perusahaan Daerah (Perusda) menjadi berkurang. Hal ini di Tarakan diterapkan di
Pasar Boom-Panjang yang sekarang dikenal sebagai pasar dengan kreativitas penggalian
potensi laba, bersih dan apik, berbeda dengan kondisi pasar-pasar tradisional pada umumnya.
Perusahaan swasta dalam mengelola pasar hanya menggunakan setengah karyawannya,
setengah kebutuhan jumlah pengelola diambil dari kalangan pedagang pasar per blok.

Perluasan Akses Pendidikan bagi Masyarakat

Upaya memajukan dunia pendidikan merupakan investasi jangka panjang, jauh


melebihi usia tampuk pemerintahan seorang kepala daerah, bahkan hingga dua kali masa
jabatannya. Inilah yang menyebabkan tidak banyak kepala daerah menjejakkan program-
programnya pada sektor ini karena dalam kurun waktu periode kekuasaannya, hasilnya tidak
langsung dirasakan, pun bersifat intangible. Tidak banyak pula pemda yang menjadikan
upaya peningkatan kualitas pendidikan sebagai pengungkit utama dalam mencapai kemajuan
daerah. Namun, yang menjadi tren adalah mengasumsikan kegiatan penarikan investor dan
pengembangan kegiatan-kegiatan jasa sebagai pengungkit kemajuan daerah. Hal ini tidak
sepenuhnya salah, memang, tetapi memandang dunia pendidikan sebelah mata jelas bukan
sikap yang bijak.

Ditengah-tengah menjamurnya tren tersebut, terdapat beberapa pemda yang concern


memajukan dunia pendidikan dengan memperluas akses pendidikan bagi masyarakat

23 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


sekaligus memperbaiki mutu keberlangsungannnya. Di Maluku Utara, Pemkab Halmahera
Selatan dalam dua tahun terakhir telah menerapkan pendidikan gratis agar program wajib
belajar 12 tahun tidak sekadar jargon. Pendidikan gratis bagi para siswa sekolah dasar hingga
menengah atas berkenaan dengan keadilan antaretnis yang diharapkan berujung pada
kebersamaan etnis. Jika pendidikan gratis diterapkan untuk semua siswa, tidak akan ada
kalangan etnis tertentu yang merasa didiskriminasikan. Hal yang sama diterapkan di
Kabupaten Kutai Timur dalam setahun terakhir. Pemkab Kutai Timur menerapkan
pembebasan biaya pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi, termasuk pungutan uang
gedung, dan biaya ujian. Selain itu, pemkab juga memberikan insentif tambahan bagi tenaga
pendidik hingga Rp 1,5 juta. Ini semua soal concern pemda agar tuntutan anggaran sebesar
20% dari APBD, selain dari APBN, terpenuhi secara riil.

Di Kabupaten Jembrana, Bali, concern terhadap dunia pendidikan telah dilakukan


sejak lama, lebih-kurang enam tahun berjalan. Untuk memajukan dunia pendidikan Pemkab
Jembrana menggunakan kebijakan-kebijakan jitu berdasarkan pelaku, program, dan sarana
yang bermain di sektor ini. Terhadap para siswa, Pemkab Jembrana menerapkan pendidikan
gratis dari tingkat pendidikan dasar hingga menengah (SMA) bagi mereka yang menempuh
pendidikan di sekolah negeri. Bagi yang bersekolah di swasta, Pemkab memberikan beasiswa
bagi siswa tidak mampu. Program ini untuk membuka kesempatan yang sama bagi seluruh
warga masyarakat untuk mengecap pendidikan. Bagi tenaga pendidik, insentif Rp 5.000,00/
jam mengajar dan tunjangan Rp 1 juta setiap tahun merupakan instrumen pendorong
semangat mengajar sekaligus membantu memperbaiki kesejahteraan guru.

Namun, ini tidak melupakan upaya perbaikan infrastruktur pendidikan. Di saat banyak
sekolah di berbagai daerah mengalami kondisi fisik yang memperihatinkan, Pemkab
Jembrana justru melakukan perbaikan gedung dan sarana belajar-mengajar. Untuk
mengoptimalkan fungsi pendidikan yang tidak terperangkap pada rutinitas pengajaran,
Pemkab Jembrana menyelenggarakan Sekolah Kajian. Sekolah ini memadukan sistem
pendidikan yang diberlakukan di sejumlah sekolah, seperti SMA Taruna Nusantara, Pondok
Pesantren, serta pola pendidikan di sekolah-sekolah Jepang. Jadilah kemudian model sekolah
ini berorientasi pada pengembangan pendidikan secara lebih inovatif, muatan disiplin yang
tinggi, pendidikan akhlak secara intensif, keterampilan praktis, penguasaan IPTEK sejak dini,
dan berwawasan global. Secara praktis sekolah ini dilaksanakan dengan sistem asrama
(boarding school) dengan konsep full-day school dalam pengertian yang sebenarnya, ditandai

24 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


dengan waktu belajar yang lebih lama daripada sekolah-sekolah konvensional serta interaksi
antara peserta didik dan pengasuh/ gurunya lebih intensif. Pilot project program ini adalah
SMPN 4 Mendoyo dan SMAN 2 Negara.

Berbeda dengan contoh di tiga kabupaten tadi, Pemkab Sragen tidak menerapkan
pendidikan gratis. Anggaran yang ada lebih banyak dialokasikan pada upaya peningkatan
kualitas keterampilan kerja masyarakat, baik untuk keperluan bersaing di dunia kerja maupun
modal nonfinansial dalam berwirausaha. Inilah yang dijalankan pemkab Sragen melalui
program pelatihan kerja masyarakat secara gratis dan swadana di Badan Diklat. Pendidikan
dalam jalur formal diasumsikan lebih banyak dititikberatkan pada pengasahan pengetahuan,
sementara untuk tetap survive di lapangan dibutuhkan lebih dari sekadar pengetahuan, yakni
keahlian praktis, pengalaman yang memadai, dan semangat berwirausaha.

Pemkot Tarakan juga tidak menerapkan pendidikan gratis. Jika di Halmahera Selatan
pendidikan gratis diarahkan untuk mencapai keadilan antaretnis, Pemkot Tarakan
memandang pendidikan gratis justru mengarah pada ketidakadilan berdasarkan stratifikasi
sosial antara masyarakat mampu dan kurang mampu. Sebagai gantinya, diselenggarakan
subsidi silang antara siswa yang mampu kepada siswa yang kurang mampu. Bentuk beasiswa
yang diberikan pun terbagi atas dua jenis: beasiswa tdak mampu dan beasiswa prestasi, serta
dibagikan kepada para siswa di sekolah negeri dan swasta.

Peningkatan Kualitas Kesehatan Masyarakat

Buruknya fasilitas dan pelayanan kesehatan masyarakat biasanya tercermin atas tiga
hal. Pertama, infrastruktur dan sarana penunjang yang tidak memadai, sebaliknya justru
kumuh dan tak terawat. Kedua, pelayanan kesehatan oleh tenaga medis dan ketersediaan
obat-obatan. Ketiga, biaya pelayanan kesehatan yang mahal. Pemkab Jembrana, Bali,
menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) untuk mengatasi problem kesehatan
masyarakat. Subsidi bidang kesehatan semula diarahkan pada pengadaan obat-obatan di
RSUD dan puskesmas sesuai kebutuhan masyarakat.

Namun, subsidi ini kemudian dialihkan langsung kepada pengguna jasa kesehatan,
yakni masyarakat itu sendiri, dengan mekanisme asuransi jaminan kesehatan. Subsidi ini
diberikan dalam bentuk premi biaya rawat jalan tingkat pertama di unit-unit pelayanan
kesehatan yang telah melakukan kesepakatan dalam bentuk kontrak kerja dengan Badan

25 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Penyelenggara JKJ. Karena subsidi untuk obat-obatan telah dialihkan ke premi asuransi JKJ,
RSUD dan puskemas mesti mencari sendiri pembiayaan untuk pengadaannya. Peserta JKJ
adalah seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin dengan perolehan kartu keanggotaan
JKJ yang bisa dipergunakan untuk menjalani pengobatan rawat jalan di unit pelayanan
kesehatan pemerintah dan swasta.

Di Halmahera Selatan, hal serupa dijalankan oleh pemkab melalui Badan Layanan
Umum Daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Bupati. BLUD menyelenggarakan
jaminan kesehaan daerah dengan sistem iuran mirip dengan premi asuransi di Jembrana.
Kesehatan gratis diselenggarakan bagi seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin.
Yang juga diprioritaskan oleh pemkab adalah pembukaan unit-unit pelayanan kesehatan di
seluruh pelosok wilayah Halmahera Selatan. Hal ini menemukan urgensinya tersendiri
mengingat Halmahera Selatan terdiri atas daratan dan kepulauan. Namun, diproyeksikan ke
depan, melalui iuran masyarakat dalam jumlah yang terjangkau, Rp 5.000,00/ bulan, bagi tiap
orang masyarakat bisa mendapatkan layanan pengobatan.

Pembenahan Kelembagaan Birokrasi

Perubahan di daerah memang biasanya dimulai dengan pembenahan kelembagaan


birokrasi pemerintah daerah sebelum akhirnya merambah pada pembenahan di sektor lain,
misalnya peningakatan kualitas pendidikan dan perluasan akss masyarakat ke dalamnya,
peningkatan mutu kesehatan, penggalian potensi daerah untuk melakukan pembangunan
berbasis keunggulan lokal, penggalakan usaha-usaha di bidang jasa, dll. Beberapa penelitian
hingga kini masih menemukan bahwa perubahan-perubahan pada aparatur pemda masih
terkait erat dengan langgam keterikatan sistem yang diberlakukan secara birokratis. Belum
ada penemuan mutakhir bahwa perubahan tersebut mencakup perubahan secara ideologis dan
paradigmatik, dua hal yang justru menjadikan perubahan lebih permanen tanpa
ketergantungan pada sistem dan figur kepala daerah.

Hal yang sangat penting adalah penggunaan manajemen strategis dalam mengelola aparat
pemerintah daerah. Manajemen strategis, yang diarahkan dengan pemikiran yang strategis
pula, akan menjamin keberlangsungan pembangunan karena telah memperhitungkan
keuntungan sekaligus risiko di masa depan, jauh melampaui usia periode kepemimpinan
seorang kepala daerah. Di samping itu, manajemen strategis juga menjadikan pemda turut
mencurahkan perhatian mereka pada sektor-sektor yang memberikan manfaat dalam jangka

26 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


menengah dan panjang, misalnya sektor pendidikan dan kesehatan. Namun, dari banyak
penelitian di berbagai daerah, peran kepala daerah sebagai inisiator reformasi dan inovasi
pemda dalam pembangunan regional merupakan faktor penting yang tak bsa ditawar kembali
keberadaannya. Manajemen strategis yang seharusnya dijalankan pemda bisa berjalan dengan
pola pikir visioner kepala daerah beserta aparaturnya agar fenomena Renstrada (rencana
strategis daerah) yang kini hanya menjadi dokumen bisu seakan tiada keharusan bagi pemda
untuk menerapakannya tidak berulang lagi di masa selanjutnya.
 
B. Best Practice Inovasi Dalam Budaya Birokrasi Di Indonesia
          Dalam dasawarsa terakhir, praktek inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia secara empiris banyak kita saksikan. Beberapa daerah yang sering menjadi rujukan
sebagai best practices dalam penerapan inovasi adalah Provinsi Gorontalo, Kabupaten
Sragen, kabupaten Jembrana, dan Kota Surakarta
            Kita ambil contoh Kabupaten Jembrana, dalam prakteknya  berinovasi dalam 3
prioritas utama yakni bidang  pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi (Daya Beli Masyarakat)
serta pelayanan umum  masyarakat baik fisik dan non fisik.Di bidang pendidikan Kabupaten
Jembrana berinovasi yang meliputi :
1.     Memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada masyarakat  Jembrana, baik
pada sekolah-sekolah negeri maupun pada sekolah swasta, melalui :
a.     Program pembebasan SPP pada sekolah negeri dari jenjang SD, SLTP, SLTA
b.     Program pemberian beasiswa kepada siswa di sekolah swasta, yang akan dibiayai 
dengan jumlah masing-masing Rp. 7.500,- untuk SD, Rp. 12.500,- pada SLTP dan
20.000,- untuk SMA.
c.     Pemberian bonus beasiswa untuk siswa yang berprestasi
2.      Peningkatan Kualitas Guru melalui :
a.      Memberikan pendidikan dan laitihan
        Memberikan kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
melanjutkan ke D-3, D-4, S-1 dan S-2 dengan biaya sebagian ditanggung dari
pemerintah Kabupaten.
         Memberikan penyegaran pada setiap liburan semester.
b.       Pemberian Motivasi :
         Pemberian insentif tambahan untuk guru setiap jam Rp. 5.000,- diluar tunjangan
guru dan bonus Rp. 1.000.000,- setiap tahun.

27 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


        Pertemuan guru seluruh guru di Kabupaten Jembrana dengan Bupati yang
menjadi agenda tetap setiap bualan, dimana diatur pada setiap kecamatan.
3.      Peningkatan sarana dan prasarana dengan pola Block Grant, bukan proyek.
4.      Pengembangan Model Pola Pendidikan melalui Program Sekolah Kajian,
Pemerintah Kabupaten Jembrana juga melakukan trobosan  kreatif dan inovetif dengan
membuka sekolah yang disebut sebagai Sekolah Kajian.  Sekolah Kajian adalah
merupakan pengembangan model pola pendidikan dari  perpaduan anatara beberapa pola
pendidikan pada sekolah, seperti SMU Taruna  Nusantara, Pola Pendidikan di Pondok
Pesantren, dan pola pendidikan sekolah- sekolah di Jepang.
Di bidang Kesehatan, Kabupaten Jembrana melakukan inovasi meliputi :
1.      Program makanan sehat.
2.      Program perilaku hidup sehat.
3.      Program diteksi dini.
Ketiga program ini diimplementasikan pada kegiatan penyuluhan-penyuluhan dan 
pembinaan kesehatan masyarakat, yang dipelopori mulai dari sekolah yang diintegrasikan 
dengan program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).  Faktor keempat untuk meningkatkan
derajat kesehatan yaitu Pelayanan Kesehatan. Berdasarkan permaslahan pada kualitas
pelayanan kesehatan pada Puskesmas maka  pemerintah kabupaten Jembrana membuat
kebijakan dengan program JKJ (Jaminan  Kesehatan Jembrana). JKJ ini merupakan
pemberian asuransi kesehatan kepada seluruh masyarakat.
Di bidang pelayanan umum, pemerintah Kabupaten Jembrana melakukan inovasi
seperti memberikan pelayanan satu pintu, membuat J-ID ( Jembrana Indentitas Diri )
merupakan  kartu multi fungsi, mengembangkan program e-government dalam pemerintahan
dan lainnya.
Dengan merujuk pada kinerja pemerintahan dan pembangunan di daerah-daerah
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi sangat diperlukan bagi birokrasi pemerintah
dalam proses reformasi. Kemampuan pemerintah daerah untuk melakukan inovasi juga
tampaknya berkorelasi positif dengan dukungan masyarakat di daerah tersebut. Bentuk
dukungan yang paling nyata adalah terpilihnya kembali Gubernur, Bupati atau Walikota
untuk periode kedua di daerah tersebut. Keberhasilan pemimpin di daerah tersebut untuk
mendapatkan dukungan dan kepercayaan publik adalah karena strategi dan kebijakan yang
telah mereka kembangkan pada periode kepemimpinan sebelumnya telah memberikan hasil
yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

28 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Seiring dengan hal tersebut, inovasi kemudian menjadi kata yang populer di lidah dan
telinga penyelenggara pemerintahan di Indonesia. Dalam perkembangan sekarang ini, inovasi
bahkan diyakini sebagai keharusan bagi pemerintah daerah. Dasar pemikirannya adalah
bahwa inovasi telah terbukti meningkatkan efektivitas pemeritah daerah. Lebih dari itu,
inovasi diperlukan dalam menghadapi kondisi lingkungan pemerintah daerah dewasa ini.
Sejak otonomi daerah digulirkan tahun 1999, pemerintah daerah selain memiliki kewenangan
yang luas dalam mengelola pemerintahan di tingkat daerah, juga memiliki kewajiban yang
besar untuk memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakatnya. Dalam konteks ini inovasi
diperlukan agar kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah daerah lebih dekat dengan
kebutuhan nyata masyarakat.
Mesipun kesadaran perlunya inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah
tampaknya makin menguat, namun kenyataannya belum banyak pemerintah daerah sekarang
ini yang menerapkan inovasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahannya. Menurut
Jurnal yang kami telaah mengatakan bahwa dari keseluruhan jumlah pemerintah daerah yang
terdiri dari 33 provinsi dan 472 Kabupaten/Kota, diperkirakan tidak lebih dari 5 % yang
menonjol dalam inovasi. Pada umumnya, pemerintah daerah memberlakukan
penyelenggaraan pemerintahan sebagai rutinitas, business as usual. Berbagai upaya
pemerintah untuk mendorong inovasi pada birokrasi melalui berbagai penghargaan, juga tidak
banyak menunjukan hasil sebagaimana yang diharapkan.
            Inovasi, dengan demikian belum menjadi unsur penting dari budaya birokrasi
pemerintah. Hal demikian ini juga mengindikasikan bahwa birokrasi pemerintah sekarang
belum mampu menyerap dan mengembangkan nilai-nilai manajemen yang lebih maju.
Menurut Farago dan Skymer ( 1995 ) masalah itu muncul karena :
1.     Learning Culture. Budaya Pembelajaran di kalangan Instansi pemerintahan tampak
semakin meredup. Sedangkan di satu sisi karakteristik budaya pembelajaran berkaitan
sangat kuat terhadap inovasi sebuah organisasi.
2.      Processes. Proses manajemen kunci berorientasi pada internal per se, terkungkung dalam
wilayah internal  yang membutakan wawasan dan pengetahuan penghuni- penghuni di
dalamnya. Hal ini seringkali menimbulkan prasangka bahwa sebagian besar institusi
pemerintah sekitarnya bukanlah mitra tetapi pesaing yang harus dikalahkan.
3.     Tool dan Techniques. Metode yang berkembang hanya dianggap sebagai tontonan. Bukan
dikaji agar mampu menciptakan kreativitas dan pemecahan masalah  bagi individu dan
kelompok

29 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


4.     Skill dan Motivation. Kurang memadainya motivasi sumberdaya manusia aparatur
mengakibatkan rendahnya keinginan untuk belajar sedangkan terbatasnya keahlian
mereka berakibat pada ketidak mampuan mereka dalam beradaptasi dengan perubahan-
perubahan yang terus bergerak tanpa belas kasih.

BAB IV
METODOLOGI DALAM PERANCANGAN DAN PENERAPAN GOOD PRACTICE

A. Gambaran Umum Good Practice

1. Inovasi Pelayanan KTP Kabupaten Kudus

Salah satu fungsi pelayanan publlk mendasar bagi masyarakat adalah fasllltas
perolehan hak slpil mereka yaitu KTP (kartu tanda penduduk). Undang-undang No.23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan mengatur proses pelayanan K1P
dllakukan dltlngkat kecamatan. Namun bagi wilayah pemerlntah daerah dllndonesla yang
mempunyai wilayah administratif sangat luas sepertl halnya kabupaten, hal ini
menimbulkan kendala tersedlri. Banyak masyarakat yang terkendala untuk mengurus KTP
karena lokasi yang jauh dan proses yang lama. Padahal, tujuan utama penyelenggaraan
admlnlstrasl kependudukan (adminduk) adalah menclptakan data kependudukan yang
akurat dan menyeluruh,agar berguna sebagal basis statlstlk kependudukan,pendaftaran
pemlllh dan juga sebagal dasar pembuatan kebljakan publik.

Alasan Pengembangan Program dan Permasalahan yang dihadapi

Sebelum tahun 2008, Kabupaten Kudus masih sering menerima keluhan


darimasyarakat, terutama dalam hal pelayanan administrasi kependudukan seperti KTP
yaitu antara lain:

1. Proses pelayanan yang memakan waktu dan biaya.


2. Keterbatasan informasiyang diketahuimasyarakat dalam proses pelayanan KTP
mengenai prosedur,biaya dan sebagainya.
30 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
3. Proses yang tidak sederhana karena belum adanya prosedur yang jelas, koordinasi
antar instansi  yang belum maksimal dan juga disebabkan kapasitas aparatur yang
masih lemah;
4. Kesadaran masyarakat masih rendah untuk mengurus administrasi kependudukan,
warga baru menyadari pentingnya KTP ketika mereka berhadapan  dengan masalah
atau mengurus suatu kepentingan.
5. Terbatasnya partisipasimasyarakat untuk mewujudkan kebijakan yang memudahkan
masyarakat.

Akibat sistem pelayanan di atas yang masih memiliki banyak kelemahan, maka
berakibat ketidakakuratan data kependudukan. Beberapa kasus terjadi  kepemilikan
dokumen ganda khususnya KTP dan KK (kartu  keluarga). Dan menyebabkan perbedaan
data kependudukan antara yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
(Disdukcapil) dengan data BPS Kabupaten Kudus. Hal ini tentunya akan menimbulkan
kebingungan dalam proses penyusunan database termasuk dalam proses penyusunan
kebijakan. Ini diakibatkan karena belum adanya SOP dalam proses kependudukan
termasuk  pelayanan  KTP untuk memberikan kejelasan mengenai prosedur, biaya dan
waktu pelayanan.

Kondisi itu semua dapat menimbulkan dampak psikologis ketidakpuasan masyarakat


dengan kinerja  aparat pemerintah sehingga mempengaruhi tingkat  ketidak percayaan
masyarakat terhadap pemerintah.

2. UPIK Dongkrak Partisipasi Masyarakat di Kota Jogjakarta

Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memerangi KKN diwujudkan dengan


mempermudah sambungan komunikasi Antara pemerintah dengan masyarakat. Untuk
membuka akses partisipasi masyarakat dibentuk Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan
(UPIK).  Unit ini tidak sekadar menampung keluhan masyarakat, seperti halnya
layanan hotline service yang memiliki kelemahan, karena masyarakat tak dapat
mengetahui status tindak lanjut keluhannya, serta pencatatan laporan yang masih manual.
UPIK bertanggungjawab menerima pengaduan dan keluhan masyarakat, serta
menyampaikan informasi dan keluhan kepada setiap dinas atau unit kerja. UPIK juga juga
memberikan informasi terkait respons atau tindak lanjut keluhan dan masukan.  

31 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Gagasan awal layanan informasi dan keluhan yang mudah diakses masyarakat ini,
pertama kali digagas Walikota Yogyakarta Herry Zudianto tahun 2001. Semula
layanannya sangat sederhana, informasi dan keluhan masyarakat disampaikan secara lisan
atau terulis melalui SMS ke hotline. Sistem informasi ini keudian dievaluasi dan
dikembangkan menjadi system komputerisasi. Sejak 14 November 2003, unit pelayanan
informasi dan keluhan masyarakat dikelola oleh Kantor Humas dan Informasi.

Pada tahap awal implementasi UPIK, Walikota secara berkala memantau tindak lanjut
penanganan UPIK hingga tahun 2009, dan diterbitkan Peraturan Walikota No. 77/2009
yang mengalihkan tugas monitoring pelaksanaan UPIK kepada Wakil Walikota.

Setelah delapan tahun beroperasi, UPIK membawa perubahan positif di Kota


Yogyakarta. 

 Warga bisa menyampaikan informasi dan keluhan setiap hari;


 Memudahkan aparat pemda untuk menentukan prioritas kebutuhan masyarakat;
 Mempermudah masyarakat dalam menyampaikan informasi, keluhan, pertanyaan dan
saran kepada pemerintah daerah;
 Meningkatnya tanggung jawab aparat atas layanan kepada masyarakat, karena setiap
SKPD wajib merespon dan menindaklanjuti informasi dan keluhan masyarakat dalam
2 x 24 jam;
 Meningkatnya komitmen aparat dalam melayani masyarakat, dan masyarakat lebih
mudah berpartsipasi mengawasi aparat pemda, sehingga kinerjanya juga meningkat.
 Keberhasilan program layanan UPIK merupakan hasil koordinasi dan kerjasama
antarorganisasi.

3. Modernisasi Adminduk Surakarta


Kota Surakarta di era kepemimpinan Walikota Jokowi, memang lebih dikenal dunia
dengan kebijakan relokasi pedagang kaki lima (PKL). Namun sebenarnya ada inovasi lain
yang menjadi rujukan pengambilan kebijakan di tingkat nasional, yakni modernisasi
pelayanan administrasi kependudukan (adminduk) yang dimulai pada tahun 2008.
Inovasi yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan ini diikutsertakan
dalam penghargaan pelayanan publik oleh PBB, atau yang dikenal dengan United
National Public Service Award (UNPSA) tahun 2014, bersama 18 unit pelayanan publik

32 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


terpilih. Ternyata, modernisasi pelayanan adminduk Surakarta ini berhasil menyodok dan
masuk ke putaran kedua, bersama dengan delapan unit pelayanan publik lainnya.
Berikut ini derap dan langkah, serta kiprah modernisasi pelayanan adminduk yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta.

B. Pengantar Model Good Prastice dan Unsur-unsur Inovasi


1. Inovasi Pelayanan KTP Kabupaten Kudus

Perubahan Sistem Administrasi Kependudukan  (SIAK) dalam pelayanan KTP oleh


aparat desa/kelurahan di Kabupaten Kudus merupakan suatu terobosan/inovasi. Semula
terobosan itu menimbulkan pertanyaan daripemerintah pusat karena tidak diatur dalam UU
No.23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Namun pertanyaaan itu terjawab bahwa pelaksanaan ditingkat desa/kelurahan


merupakan bentuk inovasi teknis pelaksanaan untuk  memudahkan masyarakat (daripada
pelayanan administrasi kependudukan terbatas dilaksanakan di tingkat
kecamatan).Meskidllaksanakan di tingkat  desa/kelurahan,koridor koordinasi sistem data
secara terintegrasi/online masih dikendalikan di Kecamatan dan Disdukcapil Kabupaten
Kudus. Ide-ide inovatif yang dikembangkan dari terobosan tersebut adalah:

33 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Terobosan Layanan Administrasi Kependudukan, Khusus Pelayanan Pembuatam KTP di Kabupaten Kudus

Hasil yang Dicapai dan Dampaknya terhadap Masyarakat

Beberapa hasil capaian dari program  ini dapat ditunjukkan dengan dengan tabel berikut:

34 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Hasil yang Dicapai pada Program KTP 4 Menit di Kudus

Gambaran perbandingan antara situasisebelum dan sesudah inovasidilakukan adalah sebagai


berikut:

35 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Tabel situasi Sebelum dan Sesudah inovasi KTP 4 menit

2. UPIK Dongkrak Partisipasi Masyarakat Kota Jogjakarta


 Pengantar model Best Practice dan Unsur-Unsur Inovasi
"Pak   Walikota, Lurah   soya  jarang ada  di  kantor. Akibatnya berkas  saya
belum  bisa ditandatangani........Mengapa Lurah jarang ada di tempat ?"
Begitu pesan singkat SMS seorang warga salah satu kelurahan ke Unit Pelayanan
lnformasi dan Keluhan (UPIK) Pemerintah Kota Yogyakarta. Tanpa menyebutkan
namanya,warga tadikesal dengan pelayanan kelurahan,yang dinilainya tidak maksimal
melayani kepentingan  warga.
Sehari kemudian, Bagian Tata Pemerintahan Kota Yogyakarta membalas SMS
warga tadi mengucapkan terima kasih dan berterima kasih dan berjanji
menindaklanjuti keluhan tersebut. Keesokan harinya,giliran pihak pihak kecamatan

36 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


membenarkan sanglurah pada hari itu memang tidak  ada di tempat karena mengikuti
kegiatan  di Balai Kota. Jelaslah sudah persoalan.
Tak ada keluhan yang dianggap sepi di Kota Yogyakarta. Warga bisa
mengeluhkan apa saja, mulaidari penerangan jalan yang padam atau pelayanan
kelurahan yang lamban.Keluhan dan masukan bisa disampaikan melaluitelepon,pesan
singkat SMS,surat elektronik (email) maupun datang langsung ke UPIK di setiap
SKPD (satuan kerja pemerintah daerah) dan kecamatan. Semua keluhan akan
ditanggapidalam waktu 2X24 jam.
 Alasan pengembangan Program dan Permasalahan yang dihadapi
Salah satu tujuan otonomi daerah untuk memangkas birokrasi dan mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat. Warga tidak harus repot jika ingin menyampaikan
aspirasi baik keluhan, kritik maupun masukan kepada pemerintah.Sebaliknya
pemerintah pun memerlukan masukan dan kritik atas kebijakan dan pelayanan
terhadap masyarakat.
Sebelum ada saluran/wadah,warga kesulitan menyampaikan
informasi,laporan,keluhan dan masukan. Pemerintah daerah pun berinisiatif
membentuk Unit Pelayanan lnformasidan Keluhan (UPIK). Kepala daerah yang
terpilih langsung di tahun  2001mempunyai keinginan untuk meningkatkan pelayanan
publik, dengan  cara membuka  akses partisipasi masyarakat.
Tujuan awal dariadanya aksiafirmatif (affirmative action) iniuntuk menciptakan
daerah yang bebas kolusi,korupsi dan nepotisme (KKN). Saluran informasiyang
menghubungkan masyarakat dan pemerintah diharapkan akan mendorong iklim bisnis
dan pembangunan yang kondusif. Tanggal 30 Januari2003,Walikota Yogyakarta
membuka layanan hotline service Unit Pelayanan Terpadu Satu  Atap  (UPTSA)
untuk menampung informasi dan  keluhan warga  kota.
Pada perkembangannya disadaribahwa  layanan hotline service mempunyai
kelemahan:(1) masyarakat Kota Yogyakarta tidak dapat mengetahui status tindak
lanjut dariinformasi dan keluhan yang mereka sampaikan,(2) pencatatan laporan
melaluihotline service (lisan maupun pesan singkatSMS) masih dilakukan secara
manual ke dalam buku,lalu petugas menyampaikannya kepada Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang terkait.
Kekurangan-kekurangan sistem hotline service terus dievaluasi,sehingga
selanjutnya timbul ide untuk mengembangkannya menjadiunit layanan yang didukung

37 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


teknologimodern bernama UPIK yang dikelola Kantor Humas dan lnformasi.Cakupan
tugasnya tak hanya menampung keluhan masyarakat,melainkan juga memberikan
informasi atas respons atau tindak lanjut keluhan dan masukan.
 Hasil yang dicapai
Kemudahan penyampaian informasi dan keluhan  masyarakat melalui UPIK
memudahkan masyarakat  berpartisipasi membangun kota  dan mengawasi kinerja
pemerintah daerah. Sebaliknya, Pemerintah  Kota Yogyakarta juga menerima  banyak
masukan demi perbaikan pelayanan publik yang profesional,akuntabel dan transparan.

Delapan  tahun beroperasi, UPIK  membawa perubahan positif  di  Kota


Yogyakarta :
1. Peningkatan kemampuan dalam mengenali kebutuhan masyarakat
Sebelum adanya unit yang menangani informasi dan keluhan dari
masyarakat,kebijakan disusun secara top-down, sehingga seringkali tidak
memenuhi  kebutuhan  masyarakat. Saluran penyampaian kebutuhan masyarakat
hanya terbatas pada melalui jaring aspirasi masyarakat  (jaring asmara) yang
dilakukan oleh lembaga  legislatif dan musyawarah perencanaan  pembangunan
(musrenbang)  yang dilakukan  setahun sekali. Sedangkan melalui UPIK, warga  
bisa  menyampaikan informasi dan  keluhan setiap hari.
2. Kemudahan dalam menyusun agenda dan skala prioritas.
Informasi dari masyarakat memudahkan pemerintah daerah menyusun agenda dan
skala prioritas. Daftar informasi dan statistik  yang dimiliki UPIK memudahkan
aparat Pemda untuk menentukan prioritas kebutuhan masyarakat.
3. Mempermudah masyarakat dalam menyampaikan informasi,keluhan,pertanyaan
dan saran kepada pemerintah daerah.
Melalui UPIK, masyarakat tidak lagi kesulitan menyampaikan informasi dan
keluhan; tak lagi menghadapi birokrasi yang berbelit-belit dan ketidakpastian atas
tindak  lanjut dari informasi dan keluhan yang mereka berikan. lnformasi dan
keluhan warga melalui pesan singkat SMS,email, surat,telepon maupun situs UPIK
pasti sampai ke jajaran perangkat pemerintah  daerah.
4. Meningkatnya  tanggung jawab  aparat  atas   layanan  kepada  masyarakat.
Setiap SKPD berkewajiban merespons atau menindaklanjuti informasi dan keluhan
masyarakat dalam 2X24

38 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


5. Meningkatnya komitmen aparat dalam melayani masyarakat.
Masyarakat lebih mudah berpartisipasimengawasi aparat pemerintah
daerah,sehingga meningkatkan kinerja aparat.

3. Modernisasi Adminduk Surakarta


Reformasi birokrasi  sudah menjadi salah satu dari tiga tujuan utama  pemerintah,
selain pemberantasan korupsi,dan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur.Tujuan
Reformasi Birokrasi adalah menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan
karakteristik adaptif, berintegritas,berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu
melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan
kode etik aparatur Negara. Salah satu sasarannya adalah peningkatan kualitas pelayanan
publik.
Kualitas pelayanan publik dalam konteks administrasi kependudukan (adminduk) 
menjadi salah satu bidang yang selama iniingin dlperbaiki oleh pemerintah. Sebab, hakikat
dari adminduk sebenarnya adalah pemberian  perlindungan dan pengakuan Negara
terhadap status publik dan sipil warga negara, baik yang berada di dalam maupun di luar
wilayah Rl.
Dikalangan masyarakat umum, pemahaman mengenai administrasi kependudukan
(adminduk) sementara ini masih dianggap sebagai sekedar pengurusan kartu tanda
penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran saja. Padahal, lebih dari itu,
tujuan utama penyelenggaraan adminduk adalah menciptakan data kependudukan yang
sahih dan menyeluruh, yang berguna sebagai basis statistik kependudukan, pendaftaran
pemilih dan juga sebagai dasar pembuatan kebijakan publik maupun panduan bagi
pemerintah untuk melaksanakan kewajiban negara dalam bentuk pelayanan publik.
Pengantar Model Good Practice dan Unsur-unsur lnovasi
Pelayanan adminduk diKota Surakarta  sering disebut sebagai salah satu pelayanan
adminduk yang terbaik di Indonesia. Banyak pihak dari berbagai kabupaten/kota belajar
dan menimba pengalaman dariPemerintah Kota dalam menerapkan dan mengembangkan
system adminduk yang handal.
Banyak inisiatif dan terobosan di bidang adminduk dilakukan dikota ini. Terobosan
tersebut terjadipada lima hal: pertama, pengembangan data perekaman sehingga
memudahkan untuk administrasi kependudukan; kedua, pelayanan
pembuatan/pembaharuan KTP yang hanya memakan waktu 1jam; ketiga, pelaksanaan

39 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Sistem lnformasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) secara online; dan keempat,
penerbitan Kartu lntensif Anak (KIA). Keempat terobosan yang sangat penting itu
meningkatkan kualitas pelayanan adminduk.
Kelima, sejak tahun  2008, secara bertahap, seluruh  kecamatan  dan sebagian
kelurahan menginovasi penataan ruang pelayanan secara modern dan alur pelayanan
adminduk. Penataan ini bertujuan mempermudah penyelenggara untuk memberikan
pelayanan prima. Langkah ini berupaya untuk memenuhi standar pelayanan publik (SPP).
Juga mempermudah masyarakat mendapatkan manfaat dari suatu birokrasi yang efektif
dan efisien.
Alasan Pengembangan Program dan Permasalahan yang Dihadapi
Sebelum tahun 2008, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil)
memiliki tiga sumber data kependudukan yang bersumber dari sistem informasiyang
berbeda. Pemerintah kota tidak memiliki database kependudukan yang sahih dan dapat
diandalkan sebagai sumber perumusan kebijakan.
Rumusan kebijakan hampir sepenuhnya mengacu pada data kependudukan yang
diterbitkan secara berkala oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Surakarta. Padahal, data
mengenai jumlah penduduk yang dikeluarkan BPS cenderung berbeda dengan data yang
dimilikioleh Disdukcapil. Perbedaan data ini sering menjadi sumber perdebatan di antara
para penentu  kebijakan, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota.
Masalah kedua adalah kualitas pelayanan  adminduk yang sangat terbatas. Hampir
semua kecamatan tidak memiliki ruang pelayanan yang memadai. Meski terletak di
gedung yang baru, beberapa pelayanan adminduk ditingkat kecamatan bahkan terkesan
kumuh dan tidak tertata dengan baik.
Pemohon harus menunggu pelayanan dalam waktu  lama. Tidak ada antrian,meski
dalam bentuk yang sederhana. Ruang tunggu yang tersedia pun tidak memadaiuntuk
menampung jumlah pemohon. Lagi,ruang tunggu tidak dilengkapi dengan tempat duduk
yang nyaman. Seringkali mereka bergerombol di depan loket karena tak sabar untuk
mendapatkan kepastian pelayanan. Secara tidak langsung bergerombolnya para pemohon
dl depan loket memprovokasi para petugas. Seringkali  juga akhirnya  petugas terganggu 
konsentrasinya.
Tidak ada penerapan aturan  yang tegas dalam pelayanan itu. Seringkali, pemohon
dapat menerobos masuk ke ruang operator untuk menanyakan status penerbitan dokumen.
Bahkan, lebih jauh,pemohon dapat menemuipejabat kecamatan untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih cepat.
40 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
Ruang pelayanan juga tidak mencerminkan semangat pelayanan dan keterbukaan.
Sekat yang terlalu tinggi antara pemohon dengan petugas memberikan kesan
sebagaisebuah pelayanan publik yang tertutup dan berjarak. Komunikasi antara pemohon
dan petugas hanya dimungkinkan melalui lubang kecil diloket pelayanan yang
meminimalisasi pemohon  untuk mendapatkan informasi lebih terkait dengan penerbitan
dokumen.
Ini artinya, pelayanan adminduk belum berjalan optimal dan masih perlu ditingkatkan.
Salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya Standard Operating Procedures
(SOP) yang bersifat  baku di instansi pelaksana adminduk  di Indonesia. Padahal, SOP
diperlukan  untuk memberikan kejelasan mengenai prosedur, biaya dan waktu pelayanan.
Ketidakjelasan prosedur ini sangat mempengaruhi keengganan  masyarakat  untuk 
berpartisipasi aktif  mengurus dokumennya. Ketiadaan SOP juga memunculkan  peluang
terjadinya  kepemilikan dokumen ganda.
Dua persoalan di atas, cenderung tidak kondusif untuk pencapaian visi dan misi
pemerintah. Dalam konteks data, pemerintah kota kesulitan mencari rujukan dalam
pengembangan kebijakan. Data yang tidak sahih tersebut tidak dapat diandalkan sebagai
rujukan. Bila dipaksakan pasti memiliki implikasi negatif  di kemudian  hari. Dan, semua
itu telah  memperburuk kualitas pelayanan.
Dalam konteks pelayanan masyarakat, situasi diatas tak urung menimbulkan keluhan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.Waktu mereka terbuang. Biaya
yang dikeluarkan tinggi. lnefisiensi ini juga mempengaruhi tingkat ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintah.
Hasil yang Dicapai dan Dampaknya terhadap Masyarakat
Sejalan dengan peningkatan kualitas pelayanan, Pemerintah Kota Surakarta juga
melakukan pemutakhiran data  penduduk untuk meningkatkan kualitas data 
kependudukan. Hasil pemutakhiran data ini menjadi referensiyang dapat
dipertanggungjawabkan sebagaisalah satu sumber dalam menentukan  kebijakan
pembangunan, termasuk penyediaan kartu sehat bagi penduduk miskin.
Data yang sama juga dimanfaatkan oleh Komisi Pemilihan  Umum  Daerah (KPUD)
dalam pemilukada  tahun 2009 sebagai dasar untuk menentukan daftar pemilih sementara
(DPS). Hasilnya, hanya lebih kurang 1000 orang yang mempunyai  hak pilih namun tidak
terdaftar. Kenyataan ini dipandang lebih baik dari penyelenggaraan pemilukada
sebelumnya dimana cukup banyak pemilih yang tidak terdaftar.

41 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Karena efektivitas kerjanya, dalam konteks pembuatan e-KTP, Pemerintah Kota
Surakarta juga melakukan proses perekaman data kependudukan  dalam tempo  yang
sangat cepat. Hanya dalam tempo beberapa hari,Kota Surakarta mampu merampungkan
perekaman sebelum batas waktu yang ditentukan?
Ditiap kecamatan, pelayanan adminduk dilakukan,baik untuk penerbitan dokumen
pencatatan sipil (akta-akta pencatatan sipil) maupun dokumen pendaftaran penduduk
(KK,KTP dan Surat Pindah). Dengan menempatkan kedua jenis layanan di tingkat
kecamatan,Pemerintah Kota
Surakarta berhasil mendekatkan pelayanan adminduk. Penduduk yang memerlukan
dokumen kependudukan tidak perlu lagi mendatangi Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil. Mereka cukup mengunjungi kantor kecamatan di wilayah administratifnya masing-
masing. Model pelayanan ini berbeda dengan kecenderungan dibanyak kabupaten/kota di
Indonesia yang memusatkan seluruh pelayanan penerbitan dokumen  kependudukan  di
instansi pelaksana administrasi kependudukan.
Kini,menunggu pembuatan KTP atau apapun terkait kependudukan bukanlah suatu
hal yang membosankan. Di beberapa kecamatan tersedia sistem antrean bagi pemohon.
Layaknya pelayanan disebuah bank,warga tertib antri dan tak berebut serta duduk nyaman.
Nyaris tak lagi ditemukan ruang pelayanan adminduk yang riuh,lambat, dan tak tertata.
C. Proses Perancangan Good Practice: Penggagas,Pelaku Utama dan Penggerak
1. Inovasi Pelayanan KTP di Kabupaten Kudus

Pemerintah Kabupaten Kudus sangat ingin mewujudkan good governance dengan


memberikan pelayanan prima termasuk dibidang administrasi kependudukan. Untuk itu
sejak tahun 2006, Pemerintah Kabupaten Kudus mengubah dan memodifikasi Sistem
Kependudukan yang lama menjadi Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) sesuai
amanah Undang-Undang  No. 23 tahun 2006 tentang AdministrasiKependudukan.Proses
persiapan perubahan sistem dilakukan sejak 2006 hingga tahun 2008.

Melalui Bupati H.Mustafa yang memulai kepemimpinannya pada tahun 2008, muncul
gagasan untuk  meletakkan  fungsi pelayanan KTP di tingkat  desa/kelurahan demi
kemudahan  dan memberikan  pelayanan KTP gratis bagimasyarakat dan menata
administrasikependudukan. Halitu juga merupakan perwujudan sistem administrasi
kependudukan yang dituangkan dalam Rencana  Pembangunan   Jangka  Menengah   
Daerah   (RPJMD)  2008-2013.

42 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Untuk  itu, Dinas Kependudukan  dan Catatan Sipil (Disdukcapil)  selaku pelaksana
fungsi kependudukan segera merealisasikan gagasan yang telah tertuang dalam RPJMD.
Disdukcapil bersama Dinas Perhubungan dan Kominfo serta Kecamatan yang selama ini
melaksanakan fungsipelayanan KTP,melakukan integrasi pelaksanaan kebijakan agar
berjalan lancar.Sejak awal gagasan digulirkan pun,DPRD Kabupaten Kudus mendukung
ide untuk segera memperbaiki sistem administrasi kependudukan melaluiSIAK.

Proses Penerapan Good Practice dan Tahapan Kegiatan

Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, pelayanan adminduk diKabupaten


Kudus terdiri dari pelayanan KTP dilaksanakan oleh aparat desa/kelurahan, pelayanan KK
oleh kecamatan, dan administrasi kependudukan  lain seperti pengurusan akta kelahiran,
pindah datang dan legalisir dokumen dllaksanakan oleh Disdukcapil.

Pelaksanaan SIAK dengan pelayanan KTP di desa/kelurahan Kabupaten Kudus


dimulai pada 2 Juni 2008. Proses dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap dimana setiap
tahapan selain dilakukan persiapan dari aspek sistem peralatan (hardware dan software)
demikian juga dikembangkan proses sosialisasi, pelatihan dan pendampingan bagi aparat
di desa/kelurahan untuk melakukan pelayanan KTP dengan sistem yang mudah, gratis,
cepat dan terkoneksi secara online. Dalam waktu 2 (dua) tahun seluruh desa/kelurahan di
Kabupaten Kudus telah siap melakukan pelayanan KTP.

 Adapun langkah-langkah pengembangan pelaksanaan pelayanan KTP di


desa/kelurahan adalah sebagai berikut:

43 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Kotak Langkah Pengembangan Inovasi

Gambar Tipologi jaringan Tahap I dan Tower Triangle Tahap I


44 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
 
Gambar Jaringan Tahap II dengan Menara Tower Bersama

Untuk terwujudnya pelayanan administrasi kependudukan yang lebih baik, maka


dibentuk Tim Pelayanan untuk tugas adminduk pelayanan KTP didesa/kelurahan dan
pelayanan kartu keluarga (KK) di kecamatan. Tim yang terdiri dari 4 orang didesa/kelurahan
dan 7 orang di kecamatan ini diputuskan dengan SK Bupati dan dukungan  dana dari
Disdukcapil.  Pertemuan/rapat koordinasi dengan Disdukcapil setidaknya diadakan setahun
tiga kali.

Tugas Tim Pelayanan ini adalah:

 melakukan  pelayanan  KTP di tingkat desa/kelurahan atau KK di tingkat kecamatan;


 verifikasidan validasi data;
 membuat laporan bulanan sebagai  bentuk pemutakhiran data  kependudukan;
 sosialisasikependudukan kepada masyarakat.

Disdukcapil sendiri merekrut empat tenaga kontrak dengan keahlian teknis IT untuk
mengeloka dan mengoperasikan NOC (Network Operational Centre) sebagai server dari
sistem jaringan adminduk.

45 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Gambar Mekanisme Proses PelayananPembuatan KTP

Dalam proses pengembangan sistem adminduk, pembuatan KTP akan mendapatkan


Nomor lnduk  Kependudukan (NIK) sebagai basis identitas penduduk. Setelah  melalui
proses di atas termasuk foto langsung untuk ditampilkan dalam KTP dan dengan pemberian
NIK, maka dalam waktu 4-5 menit KTP telah selesai dan bisa langsung dibawa oleh warga.
Setiap bulan petugas dikelurahan akan mengirimkan data pemutakhiran kepada petugas
dikecamatan dan Disdukcapil.

Dasar hukum pelaksanaan pelayanan publik administrasi kependudukan yang inovatif


ini tertuang dalam RPJMD 2008- 2013  yang  diatur dalam Perda  No. 5 tahun 2009. Selain
menerbitkan Perda No.12 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan,
Kabupaten Kudus  juga menetapkan prosedur standar pelaksanaan (standard operating
procedures, SOP) adminduk di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Ketentuan
pemberlakukan pelayanan KTP gratis juga dituangkan dalam Perda No.2 Tahun 2009
Tentang Retribusi Pelayanan Pendaftaran Penduduk dan  Pencatatan Sipil. Sedangkan
pelaksanan pelayanan KTP di desa/kelurahan diatur dalam Peraturan BupatiKudus Nomor 17
Tahun 2009 Tentang Pelaksanaan Perda Kab. Kudus No. 12 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan khususnya dalam pasal 87-89.

46 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Koordinasi dan Pengorganisasian Proses

Sejumlah pihak dalam instansi Pemerintah Kabupaten Kudus terlibat dalam proses
perubahan sistem dan pelayanan KTP di desa/kelurahan ini. Berikut tabel tentang pihak yang
terlibat, jenis keterlibatan mereka dan koordinasinya:

Tabe
l Pihak lain dan keterlibatan mereka

47 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Keahlian utama

Peningkatan sistem administrasikependudukan (SIAK) di Kabupaten Kudus


khususnya pelayanan KTP   di  desa/kelurahan  memerlukan  beberapa  keahlian  sebagai
berikut: 

48 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


 
Keahlian utama yang diperlukan

2. UPIK Dongkrak Partisipasi Masyarakat Kota Jogjakarta

Proses Perancangan Good Practice: Penggagas,Pelaku Utama dan Penggerak


Gagasan awal layanan informasi dan keluhan yang mudah diakses masyarakat pertama kali
digagas Walikota Yogyakarta Herry Zudianto tahun 2001.Semula layanannya sangat
sederhana, informasi dan keluhan masyarakat disampaikan secara lisan maupun tertulis
melalui pesan singkat SMS ke hotline service.Sistem informasi dan keluhan ini kemudian
dievaluasi dan dikembangkan menjaditerkomputerisasi. Setelah mengadukan sesuatu,warga
bisa memantau tindak lanjut dari aparat  pemerintah. Pemerintah daerah berkewajiban
merespons  dan menindaklanjutilaporan warga dalam waktu  2X24 jam.

49 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Proses Penerapan Good Practice dan Tahapan Kegiatan
Untuk mewujudkan ide membangun layanan penanganan informasi dan keluhan,Pemerintah
Kota Yogyakarta berkerjasama dengan Swisscontact,Perkumpulan Untuk Kajian
Perkembangan EkonomiKerakyatan (PKPEK) dan Gatra Tribrata Gerakan Kemitraan Bisnis
Beretika Berkelanjutan. Kerjasama tersebut  merencanakan dan melaksanakan
sistem,cakupan dan metode layanan UPIK pada 14 November 2003.Sejak saat itu unit
pelayanan informasi dan keluhan masyarakat dikelola oleh Kantor Humas dan lnformasi.

UPIK dibentuk berdasarkan Keputusan Walikota No.86 Tahun 2003 tanggal16


November 2003. Pada perkembangan selanjutnya UPIK dipayungi oleh SK Walikota No.
125/KEP/2005 tentang Tim KoordinasiHotline UPIK,Peraturan Walikota No.77 tahun 2009
Tentang Pelayanan lnformasi dan Keluhan pada Unit  Pelayanan lnformasi dan Keluhan
(UPIK) dan Keputusan Walikota Yogyakarta No. 133/KEP/2010 Tentang Pembentukan Tim
Pengelolaan UPIK Kota Yogyakarta.

Proses pembentukan unit inidimulai dari ditetapkannya PT Exindo sebagaipemenang


tender untuk pengadaan sistem dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) untuk
mengoperasikan sistem komunikasi antara  warga dan pemerintah daerah berbasis  elektronik.
PT Exindo menawarkan pengembangan  sarana pengaduan menggunakan teknologi yang
populer di masyarakat:pesan singkat SMS,telepon langsung dan email. Peluncuran program
UPIK berbasis komputer dilaksanakan pada 31Januari 2004.

50 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Tugas  UPIK  berdasarkan Surat   Keputusan Walikota  No.  86  Tahun  2003   adalah :

1. Menerima informasiyang disampaikan masyarakat melaluimedia yang disediakan


Pemerintah Kota Yogyakarta yang meliputi pernyataan/berita, aduan/komplain,
keluhan, kritikan, pertanyaan,  usulan  dan   saran  baik  langsung  maupun  tidak   
langsung;
2. Mendistribusikan informasikepada SKPD terkait;
3. Menyampaikan tanggapan/jawaban kepada masyarakat berdasarkan informasi yang
masuk dari instansi/pejabat;
4. Melaksanakan inventarisasi permasalahan dan  mengupayakan penyelesaian;
5. Melaporkan hasil kegiatan pelayanan informasi dan keluhan secara berkala kepada
Walikota Yogyakarta melaluiKetua Tim KoordinasiTindak Lanjut Permasalahan
Pelayanan Masyarakat melalui Kepala Kantor Humas dan lnformasi.

Pada tahap awal implementasi UPIK,Walikota secara berkala memantau tindak lanjut
penanganan UPIK hingga pada tahun 2009. Ketika UPIK telah berjalan dengan
baik,Walikota menerbitkan Peraturan Walikota No. 77 Tahun 2009 yang mengalihkan tugas
monitoring pelaksanaan UPIK pada Wakil Walikota. Adapun informasi dan keluhan
disalurkan melalui media berikut ini :

Setelah memantau selama setahun,sebagian besar aduan ternyata disampaikan melalui


SMS, sehingga konsultan  teknologi informasi Pemerintah  Kota Yogyakarta merancang
fitur-fitur feedback melaluiSMS. Begitu informasi atau pengaduan masuk ke sistem UPIK,
pengirim pesan akan mendapatkan auto-reply berupa ucapan terima kasih karena telah
menggunakan layanan UPIK. Pengirim akan memperoleh nomor kode atau akses untuk
melihat respons pengaduannya di situs UPIK.

Infomasi dan keluhan UPIK kemudian disaring oleh petugas/operator dan


didistribusikan ke instansi atau dinas teknis terkait. Walikota menggariskan bahwa keluhan
harus direspons dan ditanganidalam waktu 2x24 jam oleh setiap SKPD.

51 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Informasi atau keluhan yang kompleks yang memerlukan koordinasi lebih lanjut-
disampaikan pada Tim Koordinasi Tindak Lanjut Permasalahan Pelayanan Masyarakat yang
beranggotakan para kepala SKPD. Permasalahan yang bersifat lintas SKPD ditindaklanjuti
dalam jangka waktu 6x24 jam. Sebagian jawaban mungkin bersifat normatif, tetapi Walikota
selalu menekankan pentingnya tindakan nyata atas setiap aduan yang masuk. Sekretariat
UPIK selalu mengingatkan SKPD-SKPD dan unit-unit kerja jika telah mendekati batas waktu
2 x 24 jam.

Untuk memacu para kepala SKPD menindaklanjuti informasi dan keluhan


masyarakat, Pemerintah Kota Yogyakarta membuat pemeringkatan sepuluh besar SKPD atau
unit kerja terburuk dalam hal tindak lanjut informasi dan  keluhan masyarakat. Penilaiannya
didasarkan persentase informasi dan keluhan yang tidak ditindaklanjuti oleh SKPD atau unit
kerja tersebut. Sejak tahun 2004 Pemerintah Kota Yogyakarta  telah menerima 6.765
keluhan, 6302 pertanyaan, 8.122 informasi dan 3.537 usulan dari masyarakat. Sebesar 94
persen aduan dilakukan melalui SMS, 5 persen melaluisitus UPIK dan sisanya 1 persen
melalui telepon, datang sendiri atau melalui faksimili.

Koordinasi dan Pengorganisasian Proses

Keberhasilan program layanan informasi dan keluhan masyarakat  (UPIK) merupakan


hasil koordinasidan kerjasama antarorganisasi. Berikut peran dan langkah masing-masing
pihak :

No. Nama Peran Langkah yang Diambil


1. Wallkota - Memberikan ide awaldan ide
- lnisiator
  atau Wakil pengembangan layanan
  Walikota - Memotivasi Sekretariat UPIK agar
  Yogyakarta - Pembina melakukan tugas  denga n  penuh  ta
  nggung  jawab
- Memberikan komitmen untuk secara
berkala menindaklanjuti informasi,
keluhan dan usulan yang diterima
- Evaluator
melaluiTim KoordinasiTindak Lanjut
Permasalahan  dan  Laporan  dari
Koordinator UPIK

52 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


- Memerintahkan jajarannya  agar  setiap
informasi tentang  tindakan KKN
langsung ditujukan kepada
  Walikota/Wakil Walikota tanpa
diteruska n  kepada operator
- Mengevaluasi SKPD atau unit kerja
terburuk dalam menindaklanjuti UPIK
2. Tim Melakukan koordinasisecara berkala
Melaksanakan pembinaan
  Koordinasi setiap bulannya membahas informasi,
- dan monitoring -
  Tindak keluhan, pertanyaan dan   usulan
pelaksanaan UPIK
  Lanjut masyarakat
  Permasalahan - Melakukan  koordinasi
  Pelayanan tindak lanjut permasala Melakukan komunikasi rutin dengan
  han dalam sesama anggota tim  melalui telepon,
penyelenggaraan  tugas SMS, lnternet/lntranet, netmeeting dan
UPIK email membahas tindak lanjut
-
informasi,keluhan, pertanyaaan  dan 
Menginventarisasi usulan   masyarakat
masalah pengelolaan
-
layanan informasi dan  
keluhan
- Menginventarisir informasi, usulan  dan
keluhan untuk dijadikan bahan
Mengkoordinasikan
penyusunan kebijakan dan evaluasi
- instansi terkait untuk
terhadap kebijakan kebijakan yang
tindak lanjut
dikeluarkan oleh pemerintah kota atas
dasar haltersebut
- Membangun networking / Mengevaluasi kegiatan operasional dan
 
jejaring kerja SOP UPIK
- Membangun jaringan kerja dengan
Muspida, instansivertikal,masyarakat,
- Evaluator
LSM,dan pihak swasta guna
menindaklanjuti pelaksanaan UPIK
- Melaporkan pelaksanaan -
Membuat  laporan  bulanan  kepada
tugas kepada walikota /
walikota / wakil walikota
wakil walikota
Kepala Penanggung jawab atas
   
SKPD / UK respon UPIK
3. Koordinator Koordinator pelayanan - Melaksanakan tugas pengelolaan
  Operasional informasi dan keluhan sekretariat UPIK sehari-hari
  dilingkungan Pemerintah - Menyampaikan pertanggungjawaban
  Kota  Yogyakarta keuangan atas UPIK
menggunakan sarana UPIK
- Membuat laporan bulanan  kepada
dan  berpedoman  pada
Kepala Bidang Humas dan
ketentuan peraturan
lnformasiSetda Yogyakarta
perundangan yang berlaku
- Menyampaikan laporan kepada
walikota/wakil walikota, sekretaris
daerah,asisten I,II,Ill, Komisi A DPRD
53 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
Kota Yogyakarta, Bappeda, Dinas
Kimpraswil, Dinas Pajak Daerah dan
Pengelolaan Keuangan dan arsip
4. Admin - Verifikator - Memverifikasiinformasi yang
  disampaikan masyarakat melalui media
yang disediakan pemkot meliputi
pernyataan/berita,aduan, keluhan,
kritik, pertanyaan, usul/saran;
- Distributor  informasi dari - Mendistribusikan informasi yg   masuk
masyarakat yang kepada dari/kepada admin untuk diteruskan
operator yangada disetiap kepada/dari  Operator UPIK
SKPD atau Unit Kerja SKPD/UK;
- Melaksanakan inventarisasi
permasalahan & mengupayakan
penyelesaianya;
5. Bidang Pengumpulan -
Pengelolaan informasi,keluhan, Menginventarisasi informasi, keluhan,
Hotline pertanyaan dan usulan pertanyaan dan usulan dari
Service dariSMS, telepon,website SMS,telepon, web dan email serta
dan email serta menerima menerima informasidari warga yang
informasi dari warga yang datang langsung ke sekretariat UPIK
datang langsung ke untuk  diteruskan  kepada admin
sekretariat UPIK
6. Bidang Pemelihara jaringan dan - Merawat jaringan, perangkat keras  dan
teknik perangkat Komputer perangkat lunak komputer
Jaringan dan - Menangani permasalahan teknis seperti
Perangkat penanganan peretas
Komputer jaringan,memperbesar kapasitas server
UPIK serta mengubah bahasa
pemrograman
- Pengembangan perangkat dan sistem
operasi komputer guna  menyesuaikan
dengan perkembangan penggunaan
teknologi yang ada dimasyarakat.
Operator Penerima dan Penyebar - Mengoperasionalkan  sara na    UPIK
UPIK lnformasi di SKPO atau Unit - Menerima informasisecara langsung
disetiap Kerja dengan menggunakan sarana UPIK
SKPO / UK
- Memverifikasiinformasidan
menindaklanjuti atau merespons
permasalahan dariinformasi dan
keluhan yang menjaditugas pok.ok dan
fungsi
- Menerima informasi balik dan
mengirimkan kembali kepada  pengirim
informasi dan keluhan serta
menyampaikan tembusannya kepada
admin

54 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Keahlian yang Diperlukan

Pengetahuan menjadi aset penting dalam organisasipublik dalam rangka pelaksanaan praktik
inovasi pelayanan  publik. Oleh karena itu diperlukan keahlian  untuk mendukung UPIK :

Keahlian Utama Guna / Tugas


No.
yang Dibutuhkan  
1. Statistik - Membaca data dan menganalisa pergerakan data yang menjadi
trend yang berguna bagi formulasikebijakan dan analisa
Regulatory Impact Assesment
2. Hukum - Membantu membuat peraturan yangmenjadi dasar huk.um
  pembentukan UPIK serta  peraturan-peraturan yang  mengatur 
perkembangan- perkembangan fungsi dan organisasi UPIK
agar terus  sesuai dengan perkembangan dinamika
masyarakakat
- Kualifikasi minimal S1
3. Teknologi Komputer - Mengembangkan program komputer sesuai dengan
  perkembangan teknologiyang digunakan masyarakat dan
  kebutuhan untuk mendukung pekerjaan UPIK
  Kualifikasi minimal S1
- Merawat jaringan komputer, perangkat keras dan  server UPIK
(minimal 03)
- Melatih operator di SKPO dan unit kerja menggunakan
program komputer dan perawatan harlan perangkat kerja
(minimal 03)
- Mengelola aplikasi UPIK (minimal 03)
4. Komunikasi - Mengembangkan alat atau metodologi agar masyarakat
  mendapatkan tindak lanjut atas informasi,keluhan,pertanyaan
dan saran cepat,efisien dan tepat
- Kualifikasi minimal S1
5. Manajemen - Mendesain tugas pokok dan fungsi (tupoksi) UPIK serta
  membuat sistem informasi manajemen yang dibutuhkan
  Mendesain sistem  administrasi yang tepat untuk penc:atatan
  - dan pendataan guna   mempermudah  kegiatan operasional
UPIK
Menghitung waktu yang dibutuhkan untuk memberikan
- pelayanan dalam penanganan  informasi,keluhan,pertanyaan
dan usulan masyarakat
- Kualifikasi minimal S1
6. Pemerintahan - Untuk  mengidentifikasi dan   memverifikasi jenis  pesan   dan
  mendistribusikannya pada 5KPD dan unit kerja yang tepat di
lingkungan pemerintah kota
- Kualifikasi minimal S1

55 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Keseluruhan  keahlian  diperlukan untuk  menjalankan UPIK. Tentunya dalam
menjalankan program ini pemerintah daerah melibatkan beberapa pihak selain bagian Humas
dan lnformasi Setda Kota Yogyakarta :

No. Pihak Peran


Mendukung dan mengesahkan anggaran serta
1. DPRD
mengembangkan peraturan daerah  sesuai   
Memberimasukan dalam pembuatan dan
pengembangan software UPIK. Pada
Bagian Teknologi lnformasidan
2. perkembangan UPIK bagian ini bertugas
Telematika
untuk memelihara jaringan, perangkat keras
dan server UPIK.
Menyusun 5urat Keputusan Walikota dan
3. Bagian Organisasi
Peraturan Walikota tentang UPIK
Legal drafting   peraturan perundang-
4. Bagian Hukum
undangan yang menjadi payung hukum UPIK
Melaksanakan survei lndeks Kepuasan
Masyarakat mengenai utilitas kota, salah
5. PSKKUGM satunya tentang layanan UPIK. Hasil survei
dipergunakan untuk mengembangkan
pelayanan UPIK
Perkumpulan Untuk Kajian Membantu proses perencanaan sistem
6. Perkembangan Ekonomi Kerakyatan manajemen,terutama monitoring dalam
(PKPEK) organisasidan etika pelayanan.

Gerakan Kemitraan Bisnis     Beretika


7. Memonitor efektivitas kelembagaan UPIK
berlekanjutan (Gatra Tribrata)

Memantau  pelaksanaan UPIK, menyebarkan


8. Media Massa
perkembangan  UPIK

Pengadaan software yang digunakan UPIK


9. Swiss Contact
sejak tahun 2004 hingga tahun 2012

Anggaran untuk Penerapan Good Practice


UPIK didanaidariAPBD Kota Yogyakarta. Pada tahun 2011Sekretariat UPIK
mendapat anggaran Rp 44.210.000. Sedangkan pada tahun 2012 UPIK mendapat anggaran
Rp 43.375.000.Biaya pemeliharaan dan pengadaan jaringan ditanggung oleh anggaran IT
secara keseluruhan yang besarannya tidak dapat dipisahkan dari biaya pengadaan jaringan
seluruh SKPD dan Unit Kerja pemerintah Kota Yogyakarta.
3. Modernisasi Adminduk Kota Surakarta

56 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Menanggapi masalah-masalah tersebut di atas, Pemerintah Kota Surakarta  berinisiatif
meningkatkan kualitas  pelayanan adminduk dan kualitas data kependudukan melalui
pelaksanaan proyek percontohan peningkatan kualitas pelayanan. Sebagai lokasi
percontohan, Pemerintah memilih Banjarsari dan Pasar Kliwon.

Gagasan ini muncul sejak Pemerintah Kota meyakini bahwa dalam mengatasi masalah
seperti itu sejumlah argumen harus dibangun. Misalnya, alasan yuridis menjadi penting
karena bukan hanya mengatur  pembaharuan dalam penataan, tetapi juga akan memecahkan
berbagai hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan yang seringkali muncul dalam penataan
adminduk biasanya dipicu oleh kurangnya keterpaduan langkah koordinasi antara internal
instansi maupun antar instansi.

Perwujudan administrasi yang modern  adalah alasan kedua. Koordlnasi dan relasi
antar instansi pemerintah merupakan tantangan dalam proses penataan adminduk.
Berdasarkan kebutuhan ini dan mengacu pada peraturan perundang-undangan, pemerintah
perlu membangun pola relasi antar instansi yang lebih sinergis dalam proses penataan
adminduk.

Perangkat peraturan perundang-undangan dalam penataan adminduk perlu disiapkan


dengan baik. Pertama, hal tersebut terkait dengan jaminan perlindungan serta rasa nyaman
bagi penduduk untuk  mendapatkan kepastian hukum  berdomisili di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam mengakses hak-haknya baik sebagai warga
negara maupun sebagai penduduk Indonesia. Kedua, peraturan perundang-undangan
dibutuhkan agar tidak diskriminatif, jelas (tidak multitafsir), tidak saling bertentangan dengan
peraturan perundang undangan lainnya. Ketiga, dapat digunakan sebagai instrumen
pengendalian penduduk, serta dapat berfungsi mendorong terwujudnya pelayanan adminduk
yang modern.

Proses Perancangan Good Practice: Penggagas, Pelaku Utama dan Penggerak 

Pemerintah Kota juga meyakini bahwa modernisasibukan hanya bermakna


komputerisasi. Modernisasi juga mencakup hal yang lebih kompleks. Misalnya, sistem
database yang hendak dibangun. Atau, bentuk layanan yang modern lainnya adalah instansi
pelaksana yang aktif melakukan atau  memberikan layanan  yang  dekat  dengan  tempat
tinggal penduduk. 

57 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Inisiatif ini diambil guna meminimalisasi keluhan masyarakat terhadap pelayanan 
publik, khususnya dalam pelayanan adminduk. Pemerintah Kota Surakarta kemudian
mengalokasikan sejumlah anggaran yang diperlukan serta menyusun rencana implementasi.
Dalam perencanaan, peningkatan kualitas pelayanan ditiga kecamatan lainnya dilakukan
secara bertahap melalui APBD pada tahun-tahun berikutnya.

Untuk  meningkatkan kualitas  data kependudukan, Walikota  Surakarta (c.q. Kepala


Dinas) membentuk Tim Pemutakhiran Data Kependudukan. Tim ini terdiri dari sejumlah
satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), kecamatan dan kelurahan. Tim dipimpin  oleh
Sekretaris Daerah dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai
sekretaris. Tim inilah yang kemudian secara  aktif  menyusun konsep, jadwal dan  anggaran
yang  diperlukan.

Tim ini kemudian menjadi kelompok pemrakarsa (inisiator). Penataan yang


merupakan cikal bakal terbentuknya Tim Penataan Adminduk. Kelompok pemrakarsa ini
bertugas menentukan ruang lingkup, jangka waktu serta anggaran yang diperlukan untuk
seluruh proses penataan.

Untuk memudahkan pelaksanaan hingga tingkat bawah, Walikota juga mendorong


pelibatan banyak pihak, termasuk tokoh agama dan pengurus RT/RW.  Pelibatan
pemutakhiran data dipandang hanya akan berjalan dengan baik jika koordinasi dengan
berbagai pihak juga berjalan baik. 

Proses Penerapan Good Practice dan Tahapan Kegiatan

Tim pemrakarsa kemudian menetapkan sejumlah strategi untuk mengatasi masalah


adminduk. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai

58 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


berikut: 

Kelompok inisiator ini meminta  dukungan dan memastikan bahwa para penentu
kebijakan (Walikota dan DPRD) memahami pentingnya penataan adminduk, memberi
persetujuan serta menyediakan anggaran yang diperlukan bagi penataan itu.

Penyesuaian dasar hukum

Sesuai dengan tujuan dari proyek  percontohan peningkatan kualitas pelayanan,


Pemerintah Kota Surakarta kemudian memandang bahwa langkah pertama  adalah
penyesuaian dasar hukum atau peraturan daerah (Perda) yang ada. Peraturan yang ada harus
disesuaikan dengan peraturan hukum terbaru. Artinya, suatu Perda yang baru dan sesuai
dengan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

UU No.23 Tahun 2006 memiliki sejumlah semangat: anti diskriminasi;


profesionalisme pelayanan; penyesuaian alur penerbitan dokumen dari kelurahan sampai
kabupaten/kota; adanya kejelasan prosedur;  dan ada sanksi bagi yang mengeluarkan KTP

59 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


secara serampangan. Semangat semangat inilah yang menjadi dasar dari peraturan daerah
baru.

Maka, sejak Maret 2010, Tim Pemutakhiran Data sebagai tim pemrakarsa
mengembangkan suatu rancangan Perda terbaru. Semua semangat yang terkandung dalam
UU No. 23 Tahun 2006 terkandung di dalam rancangan Perda. Melalui serangkaian
pertemuan dan diskusi, akhirnya draft tersebut  disetujui oleh DPRD Kota Surakarta pada
bulan Juli 2010. Dua bulan berikutnya, 6 September 2010, Perda ini ditetapkan sebagai
Peraturan Daerah Kota Surakarta mengenai Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Perda No. 10 Tahun 2010 juga secara serius mengadopsi banyak hal penting pada UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Administtrasi Kependudukan. Perda inilah yang mendasari lima
terobosan. Empat merupakan adopsi dari UU No. 23 Tahun 2006, sementara satu yang lain
adalah upaya untuk meningkatkan penerapan dari UU No. 23 Tahun  2002 Tentang
Perlindungan Anak.

Pengadopsian ini secara langsung mendorong pengembangan standard operating


procedures (SOP) yang baru. Sejumlah SOP juga kemudian  dikembangkan. Misalnya, SOP
peningkatan kualitas pelayanan. Pemerintah Kota Surakarta merumuskan ulang tata cara ini
dengan tujuan untuk memudahkan semua staf pemerintah kota menyediakan pelayanan
secara sistematis. Lagi, SOP ini juga mendorong adanya jaminan keberlanjutan pelayanan.

Meski SOP ini tidak  ditandatangani oleh  Walikota Surakarta, namun  dia telah
menjadi dasar bagi semua staf pemerintah daerah menangani masalah administrasi
kependudukan. Bahkan, untuk memperkuatnya sehingga menjadi standar kerja, Pemerintah
Kota Surakarta mendapatkan sertifikasi dari ISO, setelah SOP dianggap telah menerapkan
ISO 9001-2008.

60 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Penerapan prosedur yang baru memerlukan adanya pemahaman yang sama bagi
seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan. Pemerintah Kota Surakarta juga mengembangkan
kapasitas staf pemerintah dalam  memberikan pelayanan sesuai SOP yang baru  dalam bentuk
pelatihan. Mengingat jumlah peserta  yang cukup  banyak, pelatihan dilakukan secara
bertahap. Tidak seperti pelatihan-pelatihan teknis umumnya, pelatihan SOP dirancang dengan
menggunakan metode penyampaian teknis, simulasi/role play dan team building. Pendekatan
pelatihan juga menggunakan cara belajar  orang dewasa (andragogy).

Peningkatan kualitas data kependudukan

Pemerintah Kota  Surakarta memutuskan menggunakan data base Sistem lnformasi


dan Administrasi Kependudukan (SIAK).   Keputusan ini berimplikasi pada  kebutuhan
integrasi database Sistem lnformasi Kependudukan (SIMDUK)  dan  aplikasi lokal  yang
sebelumnya digunakan. Pengambilan keputusan integrasi ini dilakukan dengan cepat.
Padahal, integrasi tersebut mensyaratkan dipindahkannya (migrasi)  seluruh database  yang
ada dalam SIMDUK ke dalam SIAK.

Karena sejak awal SIMDUK dikerjakan dan dipelihara dengan baik, proses
perpindahan ini tidak memakan waktu lama. Dengan menggunakan Nomor lnduk
Kependudukan (NIK) sebagai basis identitas penduduk, migrasi dilakukan. Hasilnya, hanya
lebih  kurang 40% penduduk  Kota Surakarta yang memiliki data kependudukan valid.
Sisanya {60%) tidak memiliki NIK. Artinya, data mereka perlu dimutakhirkan. Langkah ini
terbilang tidak mudah karena Dinas harus berkali kali  memastikan bahwa   proses  migrasi
berjalan dengan   balk  dan  hasilnya  dapat  dipertanggungjawabkan.

Data hasil migrasi ini kemudian dicetak dalam bentuk kartu keluarga (KK). Cetakan
KK inilah yang kemudian menjadi  dasar bagi tim  dalam  melakukan  pemutakhiran. Tim
kemudian mengirimkan hasil cetakan KK dari tingkat kecamatan hingga pada tingkat rukun
tetangga (RT). Ketua RT kemudian melakukan  pemutakhiran data dengan cara mengunjungi
rumah warga satu persatu.Kegiatan ini berlangsung hampir enam bulan. Pengalaman ini
menunjukkan bahwa pemutakhiran memerlukan waktu yang lebih panjang daripada yang
dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri yang hanya memakan waktu dua hingga empat
bulan.

61 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Data yang telah dimutakhirkan, kemudian dibawa ke tingkat kelurahan. Pada tingkat
inilah, verifikasi data dilakukan. Hasil verifikasi dikirimkan kembali secara berjenjang
hingga ke Tim Pemutakhiran Data di tingkat kota. Setiap penduduk yang datanya telah
diverifikasi kemudian diberikan NIK dan dimasukkan (input) ulang ke dalam SIAK oleh
Dinas.

Pemutakhiran data kependudukan tidak langsung menghasilkan data penduduk yang


valid. Data yang diverifikasi di tingkat kelurahan juga perlu dilengkapi kernbali oleh pihak
ketua RT. Pelengkapan data dilakukan menyusul kenyataan bahwa tidak  seluruh  penduduk 
ber-KTP Surakarta berada ditempat ketika pemutakhiran dilakukan. lni menyebabkan hasil
pemutakhiran tidak mencakup seluruh populasi. Namun,tim meyakini bahwa kualitas data
kependudukan jauh   lebih  baik   setelah  pemutakhiran  dilakukan  dengan validitas  yang  
dapat dipertanggungjawabkan.

Namun, verifikasi ini juga menjadi penting dan berdampak baik ketika Data Agregat
Kependudukan per Kecamatan (DAK2) Kota Surakarta tahun  2012 hanya berselisih  lebih 
kurang 17 ribu penduduk. Angka ini membuat  Kota Surakarta menjadi satu dari delapan
kota/kabupaten di Indonesia yang memenuhi target pemutakhiran.

Pendekatan Pelayanan

Kehadiran petugas registrasi di kantor kelurahan bermanfaat dalam rangka untuk


menjaga dan memastikan bahwa proses pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain itu dengan kehadiran petugas registrasi,
pelayanan adminduk akan semakin dekat kepada masyarakat.

Pendekatan pelayanan ini juga didukung dengan proses perekaman data yang cepat
dan teratur. Sejak 2010, proses ini dilakukan dengan melakukan kontrak kerja sama dengan
pihak swasta, yang menyediakan 18 orang tenaga entry data kependudukan dan disebar di
tiap kecamatan dan Balaikota Solo. Mereka membantu peng-entry-an data dan mengolahnya
dengan cepat. 

Tenaga ini sangat membantu langkah dan irama kerja pelayanan adminduk ditingkat
kecamatan dan balaikota. Terbukti semua data terpelihara/terekam dengan baik dan
sistematis.

62 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Dalam menjalankan pelayanan adminduk, Kota Surakarta selama ini menerapkan asas
stelsel aktif. Dalam stelsel aktif pemerintah hanya menunggu warga masyarakat yang
berkepentingan mendaftarkan diri ke  instansi pelaksana. Melalui perubahan ini, pemerintah
kota mengombinasikan dengan stelsel pasif. Dalam proses ini, instansi pelaksana aktif
mendekatkan pelayanan adminduk. Hal ini banyak membantu masyarakat dalam hal
mengurus dan memiliki dokumen kependudukan.

Peningkatan kualitas ruang pelayanan

Pemerintah kemudian menata ulang ruang pelayanan dengan menerapkan prinsip


transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik. Prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan
dengan menghapuskan sekat antara pemohon dengan petugas, namun tetap menciptakan
batas yang tegas diantara  keduanya. Dahulu, pemohon tidak dapat melihat  langsung staf
pemerintah memproses permohonan. Juga, sering tidak ada  sekat  antara pemohon dan 
staf. Lalu, pemerintah Kota melakukan pemisahan antara back office (tempat  proses
penerbitan dokumen) dan front office (tempat pemohon berhubungan dengan staf
pemerintah)  dengan tetap memberikan akses yang luas bagipemohon.Kecuali dengan alasan
khusus, tidak seorang pemohon pun diperkenankan memasuki wilayah back office. Ruang
pelayanan adminduk kemudian menjelma layaknya ruang pelayanan di suatu bank. 

Selain itu, ruang pelayanan yang baru juga menerapkan prinsip single point of
contact. Prinsip ini menyatukan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (yang
selama initerpisah dan terkesan berdiri sendiri) menjadi satu kesatuan pelayanan. Hal ini
memungkinkan setiap pemohon hanya  berurusan dengan  satu  petugas  untuk mengurus
seluruh dokumen kependudukan yang diperlukan.

Ini berbeda  dengan model pelayanan sebelumnya yang memisahkan pelayanan


pencatatan sipil dengan pelayanan pendaftaran penduduk,sekali pun keduanya berlokasidi
ruang pelayanan yang sama.Penerapan prinsip inimembuat pemohon tak lagiharus berpindah
dari satu meja ke meja pelayanan lainnya untuk mendapatkan  dokumen yang diperlukan.
Dari sisi beban pekerjaan, penerapan prinsip ini berhasil mendistribusi beban pekerjaan yang
lebih merata pada setiap petugas pelayanan.

Untuk meningkatkan kepastian pelayanan, Pemerintah Kota Surakarta menerapkan


sistem antrean (dengan nomor). Untuk mendukung penerapan sistem ini, kecamatan

63 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


menempatkan seorangpetugas yang membantu pemohon dalam hal mengurus jenis pelayanan
yang dikehendaki dan mempersilakan pemohon menunggu hingga nomor antreannya
dipanggil petugas. Sistem antrean terbukti efektif menghilangkan kerumunan pemohon
diloket pelayanan dan menciptakan budaya antre yang kondusifterhadap iklim pelayanan.
Sistem antrean ini ditunjang oleh ruang tunggu yang cukup memadai yang memungkinkan
pemohon  menunggu dengan nyaman.

Peningkatan kesadaran masyarakat

Pemutakhiran data dengan melibatkan ketua RT dan masyarakat mendorong


masyarakat memahami pentingnya administrasi kependudukan. Terlebih ketika masyarakat
harus menemui bahwa hanya 60% data mereka yang dinilai sahih.

Pemutakhiran juga  mendorong masyarakat  mengetahui adanya  masalah administrasi


kependudukan. Misalnya, mereka  mengetahui adanya kesenjangan antara faktual dan data
kependudukan yang  dimiliki. Mereka  akan  paham  betapa  perlunya data  yang valid.

Koordinasi dan Pengorganisasian Proses

Sejumlah pihak terlibat dalam modernisasi pelayanan adminduk ini. Ada yang terlibat
sejak awal, ditengah, bahkan ada juga yang terllbat pada akhir proses. Berikut tabel tentang
pihak yang terlibat, jenis keterlibatan mereka dan bentuk koordinasi:

64 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


 

65 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Tabel Pihak dan Peran yang Diambil (Adminduk, Surakarta)

Keahlian utama

Modernisasi pelayanan adminduk memerlukan keahlian yang diharapkan dapat


mempertajam dan memudahkan Pemerintah Kota Surakarta. Keahlian tersebut  adalah
sebagai berikut:

66 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


Tabel Keahlian utama yang diperlukan (Adminduk,Surakarta)

 Sementara dalam konteks suksesnya  lima  terobosan yang dilakukan Kota


Surakarta,keahlian keahlian utarna yang dibutuhkan adalah:

67 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


 

68 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


69 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
 

70 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


71 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
Tabel  Keahlian yang dibutuhkan pada setiap terobosan (Adminduk, Surakarta)

Keterlibatan Publik dan lnstansi Pemerintah Lainnya

Modernisasi pelayanan adminduk di Kota Surakarta  ini terjadi ketika  Pemerintah


Kota sejak awal menyadari bahwa  ada kebutuhan untuk mengikut sertakan atau bekerja sama
dengan pihak  lain. Ini terjadi di setiap tahapan. Keterlibatan banyak  pihak  inilah, baik
masyarakat, organisasi non pemerintah, organisasi internasional, maupun instansi pemerintah
lainnya yang mampu mendorong terwujudnya layanan adminduk yang modern. Pihak lain,
peran dan tahapan di mana mereka  terlibat adalah sebagai berikut:

72 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


73 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice
Anggaran Penerapan Good Practice

Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan, tantangan yang paling utama adalah
terbatasnya anggaran yang tersedia. Pada saat inisiasi dilakukan, Pemerintah Kota Surakarta
tidak memiliki anggaran  yang cukup.  Pemerintah harus  berpikir keras mendapatkan dana
tambahan.

Pemerintah Kota Surakarta menangkap peluang ketika Kementerian Dalam Negeri


membuka peluang untuk pelaksanaan Proyek Pemutakhiran Data sebagai langkah awal
program e-KTP. Kota Surakarta mengajukan diri menjadi wilayah percontohan, dana
dekonsentrasi proyek tersebut disediakan untuk Kota Surakarta. Proyek dianggap layak
dicontoh, Kementerian Dalam Negeri menambah dukungan.

Sementara dalam konteks APBD, Pemerintah Kota Surakarta kerap mempertunjukkan


keberhasilan tersebut kepada khalayak dan menjadikan keberhasilan tersebut sebagai bahan
pembicaraan dengan DPRD Kota. Melalui pembicaraan intensif dengan DPRD, persoalan
tersebut kemudian dapat diatasi. Selama 2009- 2011, anggaran modernisasi pelayanan
adminduk meningkat sebanyak 5- 10%.

74 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice


BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Keberadaan sejumlah persoalan dalam birokrasi pemerintah yang dari tahun ke tahun
menjadi isu publik merupakan indikasi dari lemahnya kinerja reformasi birokrasi.
Keberadaan sejumlah persoalan dalam birokrasi pemerintah yang dari tahun ke tahun menjadi
isu publik merupakan indikasi dari lemahnya kinerja reformasi birokrasi.
            Salah satu aspek budaya birokrasi yang sangat penting bagi keberhasilan reformasi
birokrasi adalah budaya inovasi. Pada birokrasi pemerintah di Indonesia, inovasi ini belum
menjadi nilai utama dari budaya birokrasi. Namun, belajar dari pengalaman inovasi yang
dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten
Sragen, Kota Jogjakarta, Kabupaten Kudus maka birokrasi pemerintah di Indonesia pada
dasarnya memilki potensi untuk melakukan berbagai inovasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Hal pertama yang harus mereka lakukan adalah mengetahui
kemampuan inovasi birokrasi pemerintah, melalui pengenalan sejumlah dimensi kemampuan
inovasi yang meliputi:
1. Visi dan strategi.
2. Perekatan dasar kompetensi
3. Penguatan informasi dan kecerdasan organisasi
4. Orientasi pasar dan pelanggan
5. Manajemen gagasan dan kreativitas
6. Sistem dan struktur organisasi
7. Manajemen teknologi

            Pemahaman akan kemampuan inovasi tersebut akan membantu birokrasi pemerintah
untuk melakukan inovasi. Namun demikian, kemampuan inovasi ini tidak akan dengan
sendirinya menghasilkan inovasi. Inovasi birokrasi pemerintah baru akan terjadi jika
kemampuan inovasi tersebut diletakan dalam tiga domain yang merupakan drivers dan
enablers kemampuan inovasi pemerintah daerah: sustainable development, e-governmenet,
dan new product development.

75 Modul Inovasi : Perancangan dan Penerapan Good Practice

Anda mungkin juga menyukai