Cessie
1. Pengertian
Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas nama dengan cara membuat akta otentik/di
bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan lama tidak hapus, hanya beralih kepada
pihak ketiga sebagai kreditur baru.
2. Syarat Cessie
Cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama keabsahan
cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak terutang untuk disetujui dan
diakuinya. Pihak terutang di sini adalah pihak terhadap mana si berpiutang memiliki tagihan.
Pengaturan mengenai cessie diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUH Perdata”) disebutkan bahwa “penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan
tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta di bawah
tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Dari hal
tersebut dapat dipelajari bahwa yang diatur dalam Pasal 613 ayat [1] adalah penyerahan tagihan
atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya.
3. Subjek Cessie
Dalam praktik transaksi bisnis di Indonesia saat ini, akta cessie biasa dibuat dalam bentuk
"Assignment Deed". Hal pokok yang diatur dalam Assignment Deed adalah sebagai berikut:
Para pihak, yaitu pihak yang memiliki piutang (Transferor) dan pihak yang akan menerima
pengalihan piutang (transferee);
Pernyataan pengalihan piutang oleh Transferor kepada Transferee dan pernyataan penerimaan
pengalihan piutang tersebut oleh Transferee dari Transferor;
Syarat adanya pemberitahuan dari Transferor kepada pihak yang berhutang dan penegasan si
berhutang ini bahwa ia menerima pengalihan hutangnya (atau piutang si Transferor) kepada
Transferee.
Akta cessie biasanya dibuat dalam hubungan dengan perjanjian hutang piutang biasa dalam
konteks perdagangan (pembelian dan penjualan barang dagangan secara cicilan), perjanjian
pinjaman (kredit), dan anjak piutang (factoring).
B.Novasi
1. Pengertian
Novasi diatur dalam Pasal 1413 s.d. 1424 KUH Perdata yang merupakan pembaruhan hutang
atau suatu perikatan yang bersumber dari kontrak baru yang mengakhiri atau menghapuskan
perikatan yang bersumber dari kontrak lama dan pada saat bersamaan menimbulkan perikatan
baru yang bersumber dari kontrak baru yang menggantikan perikatan yang bersumber dari
kontrak lama tersebut.
2. Jenis-jenis novasi :
1. Novasi objektif, apabila seorang debitur membuat perikatan utang baru bagi kreditur
untuk menggantikan perikatan yang lama yang dihapuskan karenanya.
2. Novasi subjektif pasif, apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan
seorang debitur lama yang dibebaskan dari perikatannya.
3. Novasi subjektif aktif, Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorang
kreditur baru, untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si debitur dibebaskan
dari perikatannya.
Novasi pada hakikatnya merupakan hasil perundingan segitiga yaitu antara Pihak Kreditur,
Debitur dan Pihak Ketiga,dimana Para Pihak tersebut bersifat aktif.
4. Subjek Novasi
Novasi atau pembaharuan utang hanya dapat dilakukan oleh orang- orang yang cakap untuk
mengadakan perikatan (Pasal 1414 BW)
5. Terjadinya Novasi
A. Novasi obyektif :
Novasi obyektif berarti perikatan yang terjadi di antara kreditur dan debitur digantikan dengan
perikatan yang baru. Ini berarti terjadi perubahan pada kausa, yaitu isi dan maksud perjanjian.
Misalnya dari sewa menyewa menjadi jual beli. 8 Namun apabila perubahan hanya terjadi pada
besarnya utang pokok, bunga dan jangka waktu, maka tidak terjadi novasi.
B. Novasi subyektif :
Expromissio (Pasal 1416 KUH Perdata). Yaitu terjadinya pembaruan utang dengan
penunjukan debitur baru untuk menggantikan debitur lama. Pembaruan utang ini dapat
terjadi tanpa melibatkan debitur lama. Karena inisiatif untuk mencari debitur baru
berasal dari pihak kreditur.
Delegasi (Pasal 1417 KUH Perdata). Adalah novasi yang terjadi karena debitur lama
menawarkan debitur baru kepada kreditur. Dalam hal ini debitur baru bersedia untuk
membayar dan menggantikan kedudukan debitur lama. Terdapat dua bentuk delegasi,
yaitu:
Delegasi imperfek (delegatio imperfecta), terjadi apabila di samping debitur
lama, debitur baru juga diwajibkan untuk membayar utang. Dalam hal ini tidak
terjadi pembaruan utang.
Delegasi perfek (delegatio perfecta), terjadi apabila kreditur dengan tegas
menyetujui penggantian debitur dan membebaskan debitur lama dari
kewajibannya untuk membayar utang kepada kreditur.
Pada novasi subyektif aktif, terjadi penggantian kreditur dari kreditur yang lama kepada
kreditur yang baru. Dengan penggantian kreditur tersebut, debitur dibebaskan dari perikatan
dengan kreditur lama.
6. Akibat Novasi
Akibat hukum dari dilakukannya novasi atau persetujuan pembaruan utang berdasarkan
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah persetujuan yang dilakukan oleh
debitur dengan kreditur menjadi undang-undang atau aturan yang mengikat yang harus
dilaksanakan oleh kedua belah pihak.
Dalam delegasi, kreditur tidak dapat menuntut debitur lama jika ternyata debitur baru jatuh
pailit, kecuali pada saat delegasi debitur baru memang sudah pailit (KUHPerdata 1418).
C. Subrogasi
1. Pengertian
Subrogasi merupakan penggantian hak-hak (piutang) kreditur lama oleh pihak ketiga/kreditur
baru yang telah membayar, sehingga dapat disimpulkan bahwa subrogasi terjadi karena adanya
pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada Kreditur sebelumnya.
2. Unsur-unsur Subrogasi
1) Harus ada lebih dari 1 ( satu ) Kreditur dan 1 (satu) orang Debitur yang sama;
3. Subjek Subrogasi
1) Dari segi individu (Person) yang menjadi Subjek Subrogasi adalah setiap orang yang
dinyatakan cakap sesuai ketentuan Pasal 1329 KUH Perdata;
c) Pihak Ketiga yaitu pihak yang memberikan pinjaman kepada Debitur untuk membayar
utangnya kepada Kreditur sekaligus sebagai pengganti Kreditur Lama.
4. Terjadinya Subrogasi
Subrogasi terjadi karena pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada kreditur (si
berpiutang) baik secara langsung maupun secara tidak langsung yaitu melalui debitur (si
berutang) yang meminjam uang dari pihak ketiga. Pihak ketiga ini menggantikan kedudukan
kreditur lama, sebagai kreditur yang baru terhadap debitur.
Untuk Subrogasi yang timbul karena Perjanjian, Supaya subrogasi kontraktual dianggap sah,
harus diikuti tata cara sebagai berikut:
Subrogasi yang timbul karena undang-undang, terjadi disebabkan adanya pembayaran yang
dilakukan pihak ketiga untuk kepentingannya sendiri dan seorang kreditur melunasi utang
kepada kreditur lain yang sifat utangnya mendahului. Oleh karena itu Subrogasi menurut
undang-undang terjadi tanpa perlu persetujuan antara pihak ketiga dengan kreditur lama,
maupun antara pihak ketiga dengan debitur dan persyaratannya ditentukan dari jenis peristiwa
hukum yang telah ditentukan dalam Pasal 1402 BW. Sebagai contoh, misalnya A berutang pada
B, kemudian A meminjam uang pada C untuk melunasi utangnya pada B dan menetapkan bahwa
C menggantikan hak-hak B terhadap pelunasan utang dari A.
5. Akibat Subrogasi
Akibat adanya subrogasi adalah beralihnya hak tuntutan dari kreditur kepada pihak ketiga.
Oleh karena itu Pihak ketiga sebagai kreditur baru berhak melakukan penagihan utang terhadap
debitur dan jika debitur wanprestasi, maka kreditur baru mempunyai hak untuk melakukan
eksekusi atas benda-benda debitur yang dibebani dengan jaminan seperti gadai, hipotek, dan
hak tanggungan.
Definisi Penggantian hak-hak oleh seorang pihak ketiga Cara pengalihan piutang-piutang atas nama dan
Sumber Hukum Buku III KUHPerdata Pasal 1400 sampai Buku II KUHPerdata Pasal 613 sampai dengan
dengan Pasal 1403 Pasal 624
Unsur-unsur 1. Harus ada lebih dari 1 kreditur dan 1 orang 1. Harus menggunakan akta otentik maupun
2. Adanya pembayaran oleh kreditur baru 2. Terjadi pelimpahan hak-hak atas barang-
Konfisio/ Percampuran percampuran utang menurut KUH Perdata pasal 1436 adalah “Bila
kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi
hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang dihapuskan”. Dari ketentuan
diatas, dapat disimpulkan bahwa percampuran utang dapat terjadi apabila kedudukan orang
berpiutang (kreditur) dan orang yang berhutang (debitur) berkumpul pada 1 orang (atau
menjalin sebuah hubungan perkawinan atau sedarah) maka secara otomatis terhapusnya
piutang.
Misalnya :
Debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.
Debitur menikah dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta bersama.
Hapusnya utang piutang dalam hal percampuran ini, adalah betul-betul demi hukum dalam arti
otomatis.
Misalnya, A punya utang kepada B. Ternyata karena berjodoh A akhirnya menikah dengan B.
Dalam kondisi demikian maka terjadilah percampuran utang karena antara A dan B telah terjadi
suatu persatuan harta kawin akibat perkawinan. Padahal dulunya A mempunyai utang kepada
B. Bisa juga percampuran terjadi berdasarkan alasan hak khusus seperti dilakukannya jual beli
atau leegat.
Contoh 2 :
yaitu ketika seorang bapak (kreditor) meminjamkan sejumlah uang kepada anaknya (debitor).
Ketika kreditor meninggal dunia, maka debitor akan berkedudukan selaku ahli waris dari
kreditor, yang menerima boedel waris dari pewaris. Maka ahli waris yang awalnya
berkedudukan sebagai debitor setelah kreditor meninggal dunia, secara otomatis menurut
hukum menggantikan kedudukan pewaris sebagai kreditor termasuk utang piutang dengan
dirinya sendiri. Dalam hal demikian maka perjanjian utang piutang antara bapak dengan
anaknya tersebut otomatis berakhir menurut hukum.
Menurut Pasal 1444 KUHPerdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan
itu musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, di luar kesalahan debitur dan
sebelum ia lalai menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan, maka perikatannya
menjadi hapus.
akibat dari percampuran utang adalah bahwa perikatan menjadi hapus, dan hapusnya
perikatan menghapuskan pula penjaminan (borgtocht), tetapi hapusnya penjaminan (borgtocht)
dengan percampuran utang tidak menghapuskan utang pokok.
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum di mana dengan itu kreditur melepaskan haknya
untuk menagih piutangnya dari debitur. Teranglah, bahwa apabila kreditur dengan tegas menyatakan
tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau
pemenuhan perjanjian, naka perikatan yaitu hubungan utang piutang adalah hapus. Perikatan di sini
hapus karena pembebasan.
Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan, kecuali jika adanya kesepakatan
dari para pihak yang membuatnya. Atau dapat juga disebabkan adanya alasan-alasan yang
diperkenankan oleh undang-undang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
setidaknya mengatur terdapat 10 alasan berakhirnya (hapus) suatu perjanjian, yaitu:
1. Pembayaran
Dalam hal ini debitor telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang
diperjanjikannya kepada pihak kreditor. Baik dengan melakukan penyerahan sejumlah
uang atau barang yang dijanjikannya. Pembayaran dapat diartikan juga sebagai
pelunasan. Tehitung sejak dilunasinya utang-utang pihak yang berutang (debitor) maka
berakhirlah perjanjian tersebut.
Adakalanya pihak kreditor menolak pembayaran utang yang akan dilakukan si debitor.
Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut pihak yang berutang debitor dapat
menitipkan apa yang akan diserahkannya kepada kreditor di pengadilan. Pengadilan yang
dimaksud yaitu pengadilan yang telah ditunjuk para pihak dalam perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya.
5. Percampuran utang
Merupakan suatu keadaan dimana 1 (satu) orang berkedudukan sebagai kreditor dan
debior untuk suatu permasalahan utang yang sama.
Salah satu contohnya yaitu ketika seorang bapak (kreditor) meminjamkan sejumlah uang
kepada anaknya (debitor). Ketika kreditor meninggal dunia, maka debitor akan
berkedudukan selaku ahli waris dari kreditor, yang menerima boedel waris dari pewaris.
Maka ahli waris yang awalnya berkedudukan sebagai debitor setelah kreditor meninggal
dunia, secara otomatis menurut hukum menggantikan kedudukan pewaris sebagai
kreditor termasuk utang piutang dengan dirinya sendiri. Dalam hal demikian maka
perjanjian utang piutang antara bapak dengan anaknya tersebut otomatis berakhir
menurut hukum.
6. Pembebasan utang
Pembebasan utang merupakan suatu perbuatan hukum yang mana, pihak kreditor
melepaskan haknya untuk melakukan penagihan piutang terhadap debitor. Termasuk
berlaku demi hukum dalam utang piutang secara tanggung renteng.
Sebagai contoh A memiliki piutang kepada B, C dan D sejumlah Rp.3.000.000 secara
tanggung renteng. Kemudian A secara sukarela menyatakan membebaskan B atas utang-
utang yang dimilikinya terhadap A. Pada dasarnya demi hukum pembebasan utang
tersebut juga berlaku terhadap C dan D. Kecuali jika ada pernyataan tegas dari A yang
menyatakan sebaliknya.
Hilang atau musnahnya suatu obyek dalam perjanjian, mengakibatkan perjanjian yang
bersangkutkan berakhir. Dengan catatan hilang atau musnahnya obyek tersebut bukan
merupakan kesalahan dari pihak debitor dan terjadinya sebelumnya debitor lalai dalam
melakukan penyerahan kepada kreditor
8. Pembatalan
Hal ini berkaitan dengan dipenuhinya syarat sah perjanjian sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1320 – 1337 KUHPerdata, yaitu adanya syarat subyektif dan syarat obyektif.
Tidak terpenuhinya syarat obyektif (sepakat dan kecapakan para pihak) memberikan hak
kepada pihak yang merasa dirugikan untuk mengajukan pembatalan atas perjanjian
tersebut. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat objektif (sesuatu hal tertentu dan obyek
yang halal) mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Pembatalan tersebut
perlu diajukan ke forum penyelesaian (pengadilan atau arbitrase) yang ditunjuk dalam
perjanjian yang telah disepakati para pihak
Hal ini berkaitan erat dengan adanya perjanjian bersyarat yang disepakati para pihak
yaitu berakhirnya suatu perjanjian disebabkan oleh terjadinya hal-hal tertentu yang telah
ditentukan dalam perjanjian.
10. Daluwarsa
Batas waktu untuk melakukan suatu tuntutan hukum atas pemenuhan prestasi
berdasarkan sutau perjanjian yaitu 30 tahun terhitung sejak timbulnya hak tersebut.
Selain sebab-sebab hapusnya perikatan yang ditentukan oleh Pasal
1381 KUH Perdata tersebut, ada beberapa penyebab lain untuk
hapusnya suatu perikatan, yaitu:
Mariam Darus menterjemahkan pasal tersebut yaitu “kompensasi terjadi apabila dua orang
saling berhutang pada yang lain dengan mana hutang-hutang antara kedua orang tersebut
dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa di antara mereka telah terjadi suatu
perhitungan menghapuskan perikatannya”.
1. Dua orang secara timbal balik merupakan debitur satu daripada yang lain.
2. Obyek perikatan berupa sejumlah uang, atau barang yang sejenis yang dapat dipakai
habis.
3. Piutang-piutangnya dapat ditagih.
4. Piutang-piutangnya dapat diperhitungkan dengan segera.
3. Terjadinya Kompensasi
Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang
berutang, dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya, pada
saat utang-utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.
Ketentuan pasal 1426 KUH Perdata tersebut menerangkan bahwa perjumpaan utang atau
kompensasi terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak sepengetahuan orang-orang yang
berutang, hal ini bukan berarti bahwa perjumpaan utang atau kompensasi terjadi secara
otomatis, tanpa usaha dari pihak yang berkepentingan. Perjumpaan utang atau kompensasi
dapat terjadi apabila kedua utang tersebut seketika dapat dapat ditentukan atau ditetapkan
besarannya dan seketika pula dapat ditagih. Sehingga apabila utang yang satu dapat ditagih
sekarang, sedangkan utang yang satunya tidak dapat ditagih sekarang atau bersamaan dengan
utang yang satunya, maka perjumpaan utang atau kompensasi tersebut tidak dapat terjadi.
Novasi pada hakikatnya merupakan hasil perundingan segitiga yaitu antara Pihak Kreditur,
Debitur dan Pihak Ketiga,dimana Para Pihak tersebut bersifat aktif.
Poin 1 tersebut di atas merupakan novasi objektif, yaitu novasi karena faktor objek hukum
(bendanya), sedangkan poin 2 dan 3 merupakan novasi subjektif, yaitu novasi karena faktor
subjek hukumnya (debitur dan kreditur).
Pada novasi objektif, perubahan terjadi dalam perjanjiannya, sedangkan para pihaknya tetap
sama. Perjanjian lama harus hapus sama sekali dan dibuat suatu perjanjian baru. Penghapusan
perjanjian lama merupakan kausa dari perjanjian baru, oleh sebab itu, perjanjian lama yang
hendak dihapuskan tidak boleh tidak ada atau batal ( nietig). Yang perlu diingat, tidak semua
perubahan yang terjadi dalam perjanjian mengakibatkan terjadinya novasi objektif.
Pada novasi subjektif, dapat terjadi penggantian pada salah satu subjek, bahkan dimungkinkan
pula semua subjek. Apabila yang diganti debitur, maka disebut novasi subjektif pasif,
sedangkan apabila yang diganti kreditur, maka disebut novasi subjektif aktif.
Pasal 1414 KUHPerdata memuat ketentuan bahwa pembaruan utang hanya dapat terlaksana
antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan-perikatan. Lebih lanjut pula Pasal
1415 KUHPerdata memuat ketentuan bahwa pembaruan utang tidak dapat dipersangkakan.
Kehendak para pihak untuk mengadakan pembaruan utang harus ternyata tegas dari
perbuatannya.
Pasal 1411
Kreditur yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur setelah penitipan
itu, dikuatkan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat lagi
menggunakan hak-hak istimewanya atau hipotek yang melekat pada piutang tersebut untuk menuntut
pembayaran piutangnya.
Pasal 1412
Jika apa yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat barang itu berada,
maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan pengadilan supaya mengambilnya,
dengan suatu akta yang harus diberitahukan kepada kreditur sendiri atau ke alamat tempat tinggalnya,
atau ke alamat tempat tinggal yang dipilih untuk pelaksanaan persetujuan. Jika peringatan itu telah
dijalankan dan kreditur tidak mengambil barangnya, maka debitur dapat diizinkan oleh Hakim untuk
menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain.
BAGIAN 3
Pembaruan Utang
Pasal 1413
Pasal 1414
Pembaruan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan.
Pasal 1415
Pembaruan utang tidak dapat hanya dikira-kira; kehendak seorang untuk mengadakannya harus terbukti
dan isi akta.
Cessie
Cessie diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata. Cessie merupakan cara pengalihan piutang atas
nama dengan cara membuat akta otentik/di bawah tangan kepada pihak lain, dimana perikatan
lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Cessie ini tidak ada
akibatnya bagi yang berutang sebelum cessie itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya
secara tertulis atau diakuinya. Sehingga Cessie berbeda dengan Subrogasi, dimana dalam cessie
utang piutang tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur baru. Sedangkan
dalam subrogasi, utang piutang yang lama hapus, untuk kemudian dihidupkan lagi bagi
kepentingan kreditur baru.
Cessie menurut Prof. Subekti
Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian orang
berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang berpiutang baru, yang
dalam hubungan ini dinamakan cessionaris. Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta
otentik atau di bawah tangan, jadi tak boleh dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya
saja. Agar pemindahan berlaku terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan
padanya secara resmi (betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu
akta cessie itu dibuat, jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan pada si berutang.
Ilustrasi pengalihan piutang secara Cessie adalah Ketika X berpiutang kepada Y, tetapi X
menyerahkan piutangnya itu kepada Z maka Z sebagai kreditur baru yang berhak atas piutang
yang ada pada Y.