Makna kata tarawih ini secara bahasa adalah istirahat. Dan tidak ada makna lain selain itu.
Secara bahasa, kata tarawih ( )تراويحadalah bentuk jama' dari bentuk tunggalnya ( ( )راحةRehat), karena dilakukan secara terus
menerus selama 1 bulan menjadi tarwihah ( )ترويحة.
Dalam kamus Lisanul Arab disebutkan ; Tarawih pada asalnya adalah nama untuk duduk yang santai. Duduk yang dilakukan setelah menyelesaikan 4 rakaat shalat di malam bulan Ramadhan disebut tarwihah, karena orang- orang beristirahat setiap empat rakaat. Para ulama sepakat bahwa di sela-sela rakaat tarawih disyariatkan duduk untuk istirahat. Bahkan nama tarawih itu sendiri diambilkan dari adanya pensyariatan untuk duduk istirahat. Dan para ulama menjelaskan bahwa duduk istirahat itu dilakukan pada tiap empat rakaat, meski pun shalat tarawih dilakukan dengan dua rakaat salam. Sejarah Tarawih Beberapa minggu setelah peristiwa di Gua Hira, Nabi mendapat perintah shalat malam dengan turunnya surat al-Muzammil ayat 1-11 (di antara ayatnya) : َ َ ُّ َ مْل ُ َّ ُ ُ ْ َّ ْ َ اَّل َ اًل قم الليل ِإ ق ِلي# ياأيهاا ز ِِّمل Hai orang yang berselimut (Muhammad). bangunlah (untuk salat) di malam hari kecuali sedikit (daripadanya). Al Muzammil 1-2. Kata Aisyah, "Maka beliau dan para sahabatnya melaksanakan perintah itu setiap malam hingga kaki-kaki mereka bengkak dan Allah Swt menahan (belum menurunkan) ayat akhir dari surat itu (al-muzammil) selama 12 bulan. Kemudian Allah memberikan keringanan dengan menurunkan ayat terakhir dari surat itu (ayat 20), dimana salat itu hukumnya menjadi sunat (bagi kaum muslimin, namun tetap wajib hukumnya bagi Nabi saw). Nabi melaksanakan salat malam itu selama 13 tahun hidup di Mekah sebelum hijrah. Dan selama itu, istilah shalat malam hanya disebut qiyamul lail dan tahajjud, walaupun dilakukan di bulan Ramadhan. Setelah Nabi hijrah ke Madinah, salat malam terus dilakukan oleh Nabi dan istilah salat ini masih qiyamul lail dan tahajjud. Namun setelah turunnya ayat 183 - 184 Al Baqarah, Nabi menyebut Istilah lain bagi shalat tersebut dengan ungkapan Qiyamu Ramadhan. Berdasarkan pada hadits ; َ َ ََ َ َ ْ َ ْ ان إ ْي َم ًانا َو ...اح ِت َس ًابا ِ من قام رمض Selain menyebut dengan istilah baru, Nabi pun menetapkan beberapa aturan pada salat malam di bulan Ramadhan itu yang sebelumnya tidak dilakukan, antara lain: A. dikerjakan dengan berjama'ah atau munfarid. Hanya berjamaah lebih utama. ُ اَل َ اح َي ِة امْل َ ْس ج ِد َف َق َ َ ُّ َ ُ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ال َم ا َه ؤ ِء ؟ ِ ِ ِن ي ف ون ل ص ي ان ض م ر ي فِ اس الن اذ إ ِ ف ص ه ِ خ رج رس ول:عن أ ِبي هري رة ق ال الل َ َ النب ُّي ص أ َّ َ َ َ اَل َ ون ب ّ ُ َ ُّ َ ُ ْ ُ َ َ ُ ْ َ ُ ْ ُّ َ َ ٌ ْ ُ ْ ُ َ َ َ ْ َ ٌ َ َ َ َ ُ اَل ص ُابوا َو ِن ْع َم َم ا ِ ال ق ف هِ تِ ص ِ ه ؤ ِء ن اس ليس معهم ق رآن وأبي بن كع ٍب يص ِلي وهم يص ل:ف ِقيل ََ صن ُعوا Dari Abi Hurairah, beliau berkata: ‘Rasulullah SAW keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat di bulan Ramadhan (tarawih) di sudut masjid. Beliau bertanya, ‘Siapa mereka ?’ Kemudian dijawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai Al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal Al-Qur’an). Dan sahabat Ubay bin Ka’ab pun shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata, ‘Mereka itu benar, dan sebaik-baik perbuatan adalah yang mereka lakukan,” (HR Abu Dawud) B. Dikerjakan pada awal, tengah, atau akhir malam. Hal ini berbeda dengan Ramadhan ketika di Mekah atau di luar bulan Ramadhan ketika sudah hijrah ke Madinah. Pada riwayat Al-Bukhari, Umar bin Khathab menyatakan: َ َ َ ُ ُ َ ُ َّ َ َ َ ومون أ َّول ُهوكان الناس يق Dan orang-orang melakukan (Tarawih itu) pada awal malam. (Al-Bukhari) Keterangan tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan orang-orang melakukannya pada awal malam. Dari sinilah kita mendapatkan adanya kaifiyat yang berbeda ketika shalat itu dilaksanakan di luar ramadhan yang populer dengan sebutan Tahajud dan witir serta yang dilakukan di ramadhan yang popoler dengan sebutan qiyamu ramadhan atau tarawih. Jumlah dan Formasi Rakaat Ummul Mukminin Aisyah pernah ditanya oleh Abu Salamah bin Abdurahman: َ َ َ ُ ول هللا َيز َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َّ َ َ ف َك َان ْت ُ ص َال ُة َر َ َْ يد ِفى َر َمض ان َوال ِفى ِ ِ ُ ان َر ُس ك ا م ت ال ق ، ان ض م ر ى فِ م ل س و ه ِ ي ل ع هالل ى ل ص هللا ِ ول ِ س كي َّصِلى َأ ْر َبعًا َف َال َت ْس َأ ْل َع ْن ُح ْس نهنَ ُ َّ ُ َّ ُ َ َّ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ ً ْ َ ُ َ َ ً ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َْ ِِ ِّ ول ِهن ثم ي ِ غي ِر ِه على ِإحدى عش َرة ركعة يص ِِّلى أربعا فال تسأ ْل عن حس ِن ِهن وط ً َ َ َ ُ َّ ُ َّ ُ َ .ص ِِّلى ثالثا ول ِهن ثم ي ِ وط "Bagaimana (cara) salat Rasulullah saw. pada malam bulan Ramadhan ? Aisyah menjawab, 'Tidaklah Rasulullah saw. menambah pada bulan Ramadhan, (juga) pada bulan yang lainnya, dari sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat, dan engkau jangan bertanya tentang baik dan panjangnya, beliau salat (lagi) empat rakaat, dan jangan (pula) engkau bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian beliau salat tiga rakaat. (Al Bukhari) Yang jadi pokok persoalan, apakah format 4-4-3 yang ditegaskan Aisyah ini merupakan ta'yin (kemestian) atau takhyir (pilihan). Untuk fi ghairihi (diluar Ramadhan) format ini bukan ta'yin, karena ditemukan format lain yang pernah dilakukan oleh Nabi, sebagaimana keterangan Aisyah sendiri juga sahabat lainnya, antara lain ; 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1 = 11 cara ini disebut witir dengan 1 rakaat.
ِ هللا يص ِِّلي ِإحدى عش َرة ركعةيس ِِّلم بين ك ِِّل ركعتي ِن ويو ِت ُر ِبو ِ ُ قالت عا ِئشة كان رس Aisyah Berkata, "Rasulullah saw salat sebelas rakaat. Beliau salam setiap dua rakaat dan witir dengan satu rakaat." Sedangkan untuk fi Ramadhan (di bulan Ramadhan), adalah ta'yin, karena tidak ditemukan format lain yang dilakukan oleh Nabi pada bulan Ramadhan, selain keterangan Aisyah. Dalam lain diriwayatkan Aisyah yang menerangkan peristiwa salat tarawih Nabi secara berjamaah selama tiga malam di awal Ramadhan.
ِ عن عا ِئش ة ص لى الن ُبي ص في املس جد ذ ُ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ ص ن ْعت ْم ال َرأ ْيت ال ِذى فلما أص بح ق، فلم يخ رج إليهم رس ول هللا ص،اجتمع وا من الليل ة الثالث ة أوالرابع ة َ َ ُ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ ُ َ َ َّ ْ ُ ْ َ ُ َف َل ْم َي ْم َن ْعنى م َن ْال ُخ متفق عليه.ض َعل ْيك ْم َو ِذل َك ِفي َر َمضان وج ِإليكم ِإال أ ِِّني خ ِشيت أن تفتر ِ ر ِ ِ Dari Aisyah : “Nabi SAW shalat di masjid pada suatu malam. Maka orang-orang pun shalat bermakmum kepada beliau. Kemudian kabilah-kabilah pun ikut shalat bersama beliau, sehingga jumlahnya sangat banyak. Kemudian pada malam yang ketiga atau keempat mereka sudah berkumpul di masjid, namun Rasulullah SAW tidak keluar. Ketika pagi hari tiba beliau bersabda: ‘Aku telah melihat apa yang kalian lakukan, tidaklah ada yang menghalangi aku untuk keluar kecuali aku khawatir shalat tersebut diwajibkan atas kalian’. Itu ketika bulan Ramadan”.". Muttafaq 'Alaih. Umumnya para fuqaha fiqih berpendapat bahwa shalat tarawih itu disunnahkan untuk dilakukan dengan berjamaah. Dasarnya adalah karena dahulu dilakukan dengan berjamaah di masa nabi SAW. Dan bahkan salah satu penyebab mengapa kemudian Nabi SAW tidak berjamaah lagi di masjid, justru karena peserta shalat tarawih di masa Nabi membeludak. Maka kesimpulan yang pertama, bahwa shalat tarawih di masa nabi pernah dilakukan dengan berjamaah. Kemudian Nabi SAW tidak lagi melakukan shalat tarawih berjamaah, dengan alasan takut kalau-kalau nantinya diwajibkan. Setelah itu sampai akhir hayatnya, Rasulullah SAW tidak tarawih berjamaah bersama dengan kaum muslimin. Kesimpulan yang kedua, ketidak berjamaahan Nabi SAW di masa lalu ada sebabnya, yaitu karena takut akan diwajibkan oleh Allah SWT. Seandainya ketakutan itu sudah tidak ada lagi, maka tentu shalat tarawih berjamaah berlangsung kembali. Kemudian, ketika beliau SAW wafat, kaum muslim memang tidak langsung mengadakan shalat tarawih berjamaah. Tarawih berjamaah baru berlangsung kembali di masa khilafah Umar. Umar bin Al Khattab berijtihad untuk melakukan beberapa pembenahan. Termasuk menghidupkan kembali sunnah nabi SAW dalam melakukan shalat tarawih dengan berjamaah. Di masa Nabi, tidak berlangsungnya shalat tarawih berjamaaah karena alasan takut diwajibkan. Di masa Abu Bakar, alasannya karena ada banyak pe-er mendesak dan itupun hanya 2 tahun saja. Dan di masa khalifah Umar ia menghidupkan kembali sunnah Rasulullah SAW, yaitu shalat tarawih berjamaah di masjid dengan satu orang imam. Ubay bin Ka'ab ditunjuk oleh khalifah karena bacaan beliau sangat baik. Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar yaitu kembali shalat tarawih berjamaah sebagaimana dahulu pernah dilakukan oleh nabi SAW disetujui oleh semua shahabat. Maka boleh dibilang bahwa shalat tarawih dengan berjamaah merupakan ijma' para shahabat. Dan ijma' merupakan salah satu sumber syariah yang disepakati. Seluruh ulama fiqih sepakat atas masyru'iyah shalat tarawih berjamaah di belakang satu imam, karena seperti itulah yang awal mula dikerjakan oleh nabi SAW. Tidak berlangsungnya shalat tarawih berjamaah karena ada alasan yang bersifat temporal. Begitu alasannya sudah tidak ada lagi, maka sunnahnya dikembalikan lagi sebagaimana aslinya.