Anda di halaman 1dari 9

.

kemampuan manajer untuk memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan


para bawahannya akan menentukan efektifitas manajer. Bab ini berkenaan dengan cara manajer
dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiat-an dan kepuasan kerja mereka
meningkat. Bagian Pengarahan dan Pemgembangan organisasi dimulai dengan bab Motivasi, karena
para manajer tidak dapat mengarahkan kecuali bawahan dimotivasi untuk mengikutinya. Motivasi
merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia.
Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena manurut definisi manajer harus
bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu menamami orang-orang berperilaku tertentu
agar dapat mempengaruhi saya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Motif
adalah juga subyek mencengangkan, karena motif tidak dapat di- matikan atau diukur secara
langsung, tetapi harus dikatakan dari peri-orang yang tampak. laku Motivasi bukan hanya satu-
satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Dua faktor lainnya yang terlibat
adalah kemampuan individu dan pemahaman tentang perilaku yang diperlakukan untuk mencapai
prestasi yang tinggi atau disebut presepsi.

peranan. Motivasi, kemampuan, dan persepsi peranan adalah saline berhubungan. Jadi, bila salah
satu faktor rendah, maka tingkat prestasi akan rendah, walaupun faktor-faktor lainnya tinggi.
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motifavi (motivasi) atau motif, antara lain kebutuhan
(need), desakan (urge). keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini akan diguna- kan
istilah motivasi, yang sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan ke- giatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada
seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai
tujuan kepuasan dirinya. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, sehingga banyak
ahli telah mencoba mengembangkan berbagai teori dan konsep yang akan dibahas berikut ini.
BERBAGAI PANDANGAN TENTANG MOTIVASI DALAM ORGANISASI Perkembangan teori manajemen
juga mencakup model-model atau teori-teori motivasi yang berbeda-beda. Berikut ini akan dibahas
tiga di antara model-model motivasi dengan urutan atas dasar kemun-culannya, yaitu model

tradisional, model hubungan manusiawi, dan model sumber daya manusia. Pandangan manajer
yang berbeda sepuluh tang masing-masing model adalah penentu keberhasilan saya dalam
mengelola karyawan. Perbandingan antara ketiga model tersebut secara ringkas dapat dilihat dalam
tabel 12.1. Model Tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran
manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-
pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi para
pekerja lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan.

Pandangan tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan dapat dimotivasi
dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini cukup efektif. Sejalan
dengan meningkatnya efesiensi kerja, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat
dikurangi. Lebih lanjut, manajer mengurangi besamya upah insentif.Pemutusan hubungan biasa dan
pekerja akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.

Model Hubungan Manusia Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional
tidak memadahi. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa
kontak-kontak sosial karvawan pada pekerjaan adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan
tugas-tugas yang bersifat variabel adalah faktor-faktor pengurang motivasi, Mayo dan lain-lainnya
juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting.

Sebagai hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri
dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan pada kelompok-kelompok kerja
organisasi informal. Lebih banyak informasi yang disediakan untuk karyawan tentang perhatian
manajer dan operasi organisasi.

Model Sumber Daya Manusia

para teoritisi seperti McGregor dan Maslow, dan para Peneliti seperti Argyris dan Likert,
melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan mengemukakan pendekatan yang lebih
“sophisticated” untuk memanfaatkan para karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan
dimotivasi olch banyak faktor tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga
kehutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa
kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak
se cara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat.

menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuh kepuasan
dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para karyawar dapat diberi tanggung jawab yang lebih
besar untuk pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas. Para manajer dapat
menggunakan model motivasi hubungan manusiawi dan sumber daya manusia secara bersama.
Dengan bawahan-nya, manajer cenderung menerapkan model hubungan manusiawi: Mereka
mencoba untuk mengurangi bawahan dengan baikan moral dan kepuasan. Bagi dirinya sendiri,
manajer akan lebih menyukai model sumber daya manusia : Mereka merasa kemampuan-nya tidak
digunakan secara penuh oleh karena mereka mencari tanggung jawab yang lebih besar dari atasan
mereka.

TEORI-TEORI MOTIVASI

Teori-teori motivasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelom- pok-petunjuk, isi dan proses. Teori-
teori petunjuk (teori preskriptif) mengemukakan bagaimana memotivasi para karyawan. Teori-teori
ini didaarkan atas pengalaman coba-coba. Faktor-faktor yang dapat dipakai untuk saya motivasi
telah dibahas di bagian-bagian sebelumnya, sehingga teori-teori ini tidak diliput dalam pembicaraan
berikut. Teori-teori isi (content theory), kadang-kadang disebut teori- teori kebutuhan (need
theory), berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab perilaku atau pertanyaan "apa" dari
tindakan. Teori yang sangat terkenal diantaranya:

1) hierarki kebutuhan dari psikolog Abraham H. Maslow,

2) Frederick Herzberg dengan teori motivasi – peneliti pemeliharaan atau motivasi higienis, dan

3) teori prestasi dari penulis dan David McClelland. Teori-teori proses (process theory) berkenaan
dengan bagaima- na perilaku dimulai dan dilaksanakan atau aspek "bagai- mana" dari motivasi.
Teori-teori yang termasuk katagori teori-teori proses adalah

1) teori pendekatan,

2) pembentukan perilaku (operant conditioning),

3) teori Porter - Lawler, dan


4) teori keadilan.

TEORI-TEORI ISI

Teori isi dari pencarian perhatiannya pada perta- nyaan : apa penyebab-penyebab perilaku yang
terjadi dan berhenti ?, Ja. wabannya memperhatikan 1) kebutuhan-kebutuhan, mc tif-motif atau
dorongan-dorongan yang mendorong, menekan, memacu, dan mendukung karyawan untuk
melakukan kegiatan dan 2) hubungan- hubungan para karyawan dengan faktor-faktor eksternal
(insentif) yang disarankan, menyebabkan , mendorong, dan mempengaruhi mereka untuk
melaksanakan suatu kegiatan. Teori yang menekankan pentingnya pengertian akan faktor-faktor
internal individu tertentu, kebutuhan atau motif, yang menyebabkan mereka memilih ke- giatan,
cara dan perilaku tertentu untuk memuaskan kebutuhan yang dirasakan. faktor eksternal, seperti
gaji, kondisi kerja, hubungan kerja, dan faktor perusahaan tentang kenaikan pangkat, delegasi
berwenang, dan sebagainya, memberikan nilai atau ke- gunaan untuk mendapatkan perilaku positif
dalam usaha tujuan organisasi. Dekat dengan banyak dihubung- kan dengan nama-nama seperti
Maslow, McGregor, Herzberg, At-kinson dan McClelland. Nama-nama ini merupakan para penulis
yang memiliki pengaruh sangat kuat dalam bidang manajemen dan pada pemikiran dan kegiatan
para manajer praktisi.

Hirarki Kebutuhan dari Maslow Maslow

Maslow mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip. 1) Pertama, kebutuhan-
kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hierarki dari kebutuhan terendah sampai yang
tertinggi, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 12.1. Kedua, suatu kebutuhan yang te- "lah
terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku.

Menurut Maslow, manusia akan memenuhi kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan
pengalam- an yang bersangkutan mengikuti suatu hierarki. Dalam tingkat ini, kebutuhan pertama
yang harus terlebih dahulu adalah ke257 butuhan fisiologis, seperti balas jasa, istirahat dan
sebagainya. Sebutlah kebutuhan pertama dipuaskan, kebutuhan yang lebih tinggi ber- ikutnya akan
menjadi kebutuhan utama, yaitu kebutuhan akan amanan dan rasa aman. Kebutuhan ketiga akan
muncul setelah kebu- tuhan kedua terpuaskan. Proses ini berjalan terus sampai memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri, dimana manajemen dapat memberikan motivasi untuk memotivasi
hubungan kerja sama, kewibawaan pribadi serta rasa tanggung jawab untuk mencapai hasil prestasi
yang tinggi dari karyawan.

Proses di atas menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan saling bergantung dan saling mendukung.
Kebutuhan yang telah terpuaskan akan berhenti menjadi motivasi utama dari perilaku, tergantung
kebutuhan-kebutuhan selanjutnya yang mendominasi. Tetapi meskipun suatu kebutuhan telah
terpuaskan, kebutuhan itu masih mempenga-ruhi perilaku dan tidak hilang, hanya intensitasnya
lebih kecil.

Gambar 12.1. juga menujukkan bagaimana hierarki kebutuhan dapat digunakan dalam manajemen
motivasi. Teori Maslow ini harus dilihat sebagai pedoman umum bagi manajer, karena konsepnya
relatif dan bukan merupakan penjelasan mutlak tentang semua peri laku manusia. konsentrasi juga,
teori Maslow banyak berguna bagi manajer dalam usaha memotivasi paling tidak untuk dua hal.
Pertama, teori ini dapat digunakan untuk memperjelas dan menilai perilaku tidak hanya perilaku
individu tetapi juga kelompok dengan melihat rata-rata kebutuhan yang menjadi motivasi mereka.
Kedua, teori ini menunjukkan bahwa bila tingkat kebutuhan terendah relatif terpuaskan, faktor-
faktor tersebut akan berhenti menjadi motivator penting dari perilaku tetapi dapat menjadi sangat
penting bila mereka menghadapi situasi khusus, seperti disingkirkan, diancam atau dibuang.
Teori Motivasi – Pemeliharaan Dari Herzberg

Pada umumnya, para karyawan baru mengarahkan perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan
lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka, terutama keamanan. Tetapi, setelah hal itu
terpuaskan, mereka akan berusaha untuk mementhi tingkat-tingkat kebutuhan yang lebih tinggi,
seperti kebutuhan inisiatif, kreativitas dan tanggung jawab. Beberapa percobaan penelitian telah
dilakukan yang memperagakan pentingnya tingkat kebutuhan yang lebih tinggi tersebut sebagai
motivasi. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Frederick Herzberg dengan
kelompok risetnya dari "Psychological Service Pitts burgh". 2)

Berdasarkan penelitiannya, yang dilakukan dengan wawancara. terhadap lebih dari dua ratus
insinyur dan akuntan, Herzberg dan ka-wan-kawannya telah menemukan dua kelompok faktor-
faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi. Faktor-faktor pe- nyebab kepuasan
kerja memiliki pengaruh pen- dorong bagi prestasi dan semangat kerja. dan faktor-faktor penyebab
ketidakpuasan kerja mempunyai pengaruh negatif. Jadi, menurut penemuannya para peneliti
membedakan antara yang mereka sebut "motivator" atau "pemuas" (satisfiers) dan faktor-faktor
pemeliharaan" (kadang-kadang disebut hygienic factors ") atau "dissatisfiers", seperti terlihat dalam
tabel 12.2. Motivator memiliki pengaruh untuk meningkatkan prestasi atau kepuasan kerja. Faktor-
faktor pemeliharaan mempertahankannya semangat ker-ja atau efisiensi, dan meskipun faktor-
faktor ini tidak dapat memotiva- vasi, tetapi dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja atau menurun-
kan produktifitas. Perbaikan terhadap faktor-faktor pemeliharaan akan mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan kerja, tetapi tidak dapat digunakan sebagai sumber kepuasan kerja.
Faktor-faktor ini dapat diperbandingkan dengan pasta gigi. Penyikatan secara teratur tidak akan
memperbaiki, tetapi hal itu membantu mencegah kerusakan lebih lanjut.

Teori motivasi-pemeliharaan atau teori motivasi-higienis atau teori dua faktor, sebenarnya paralel
dengan teori hirarki kebutuhan nya Maslow (lihat tabel 12. 3). Motivator-motivator berhubungan
dengan kebutuhan aktualisasi diri dan penghargaan, dan faktor- faktor pemeliharaan berhubungan
dengan kebutuhan-kebutuhan lebih rendah, terutama kebutuhan keamanan/rasa aman.

Tabel. 12.2. Faktor-faktor Pemuas dan Pemeliharaan Dalam Kerja


Jadi secara ringkas, penemuan penting dari penelitian Herzberg dan kawan-kawannya adalah bahwa
manajer perlu memahami faktor-faktor apa yang dapat digunakan untuk memotivasi para karyawan.
Faktor-faktor pemeliharaan sebagai faktor negatif (yang ekstrinsik) dapat mengurangi dan
menghilangkan ketidakpuasan kerja untuk menghindarkan masalah, tetapi tidak akan dapat
digunakan untuk memotivasi bawahan. Hanya faktor-faktor positiflah, "motivators”(yang intrinsik),
yang dapat memotivasi para karyawan untuk melaksanakan keinginan para manajer.

Teori Prestasi dari McClelland

David McClelland dan para peneliti lainnya mengemukakan bahwa ada korelasi positif antara
kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. 3) McClelland, melalui riset
empiriknya, menemukan bahwa para usahawan, ilmuwan dan profesional memiliki tingkat motivasi
prestasi di atas rata-rata. Motivasi se-orang pengusaha tidak semata-mata ingin mencapai
keuntungan demi keuntungan itu sendiri, tetapi karena dia memiliki keinginan yang kuat untuk
berprestasi. keuntungan (laba) hanya suatu ukuran sederhana yang menunjukkan seberapa baik
pekerjaan yang telah dilakukan, tetapi tidak sepenting tujuan itu sendiri.
McClelland juga menemukan bahwa kebutuhan prestasi terse- but dapat dikembangkan pada orang
dewasa. Orang-orang yang berorientasi pada prestasi memiliki karakteristik-karakteristik tertentu
yang dapat dikembangkan, yaitu :

1. Menyukai pengambilan risiko yang Tayak (moderat) sebagai fungsi keterampilan, bukan
kesempatan; menyukai suatu tan- tangan; dan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi
hasil- hasil yang dicapai.
2. Memiliki kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan
menghadapi risiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak
perusahaan berpiridah ke program management by objectives (MBO) adalah kare-na adanya
korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi.
3. Memiliki kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakannya.
4. Memiliki keterampilan dalam jangka panjang panjarg dan memiliki kemampuan-
kemampuan organisasional.

Melalui program-program pengembangan manajemen, para manajer dapat mendasarkan pada


teori prestasi dari McClelland ini untuk meningkatkan prestasi kerja para karyawan, karena motivasi
berprestasi dapat diajarkan melalui berbagai bentuk latihan.

TEORI-TEORI PROSES

Teori-teori sebelumnya menggambar diri pada kebutuhan-kebu- tuhan yang mendorong atau
memacu perilaku dan insentif-insentif yang menarik atau menycbabkan perilaku. Sedangkan teori
teori tentang bagaimana perilaku yang timbul dan dijalankan. Teori-teori proses yang akan dibahas
1) teori serial, 2) pembentukan perilaku, 3) teori Porter Lawler, dan 4) teori keadilan.

Teori Pengharapan

Banyak teori yang didasarkan pada apa yang disebut teori harapan (expectancy theory). Konsep ini
ber- hubungan dengan motivasi, di mana individu diperkirakan akan mer- jadi pelaksana dengan
prestasi tinggi bila mereka melihat 1) suatu ke-mungkinan (probabilitas) tinggi bahwa usaha-usaha
mereka akan mewujudkan prestasi tinggi, 2) suatu probabilitas tinggi bahwa prestasi tinggi akan
mengarah pada hasil-hasil yang menguntungkan, dan 3) bahwa hasil-hasil tersebut akan menjadi,
pada keadaan keseimbang-an, penarik efektif bagi mereka.

Teori mendefinisikan bahwa perilaku kerja dapat dijelaskan dengan kenyataan para karyawan
menentukan apa yang melebihi apa yang dapat dijalankan dan nilai-nilai yang diperkirakan sebagai
hasil-hasil altematif perilakunya. Sebagai contoh, bila seseorang mengharapkan bahwa me-
nyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memperoleh pengharga-an, maka dia akan termotivasi
untuk memenuhi target tersebut.

Menurut Victor Vroom, dikenal sebagai teori penghapan Vroom, orang dimotivasi untuk bekerja bila
mereka (1) mengharapkan usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu,
dan (2) menilai balas jasa sebagai hasil dari usaha- usaha mereka. 4) Jadi, dari sudut pandangan
manajer, menghasilkan rumts-rumus an :
Teori ini mengandung berbagai kesulitan dalam penerapannya. Tetapi penemuan-penemuan sejenis
lainnya menunjukkan konsistensi- si dalam hal adanya pengaruh hubungan sebab-akibat antara
pengharapan, prestasi, dan penghargaan (balas jasa) ekstrensik seperti peng- upahan atau kenaikan
pangkat.

B.F. Skinner mengemukakan pendekatan lain terhadap motivasi yang mempengaruhi dan perilaku
kerja yaitu teori pembentukan perilaku (operant conditioning), ) atau sering disebut istilah-istilah
lain seperti behavior modification, positive reinforecement, dan Skinnerian conditioning.
Pendekatan ini didasarkan terutama atas hukum pengaruh (law of effect), yang menyatakan bahwa
perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi pemuasan akan mengikuti, sedangkan
perilaku yang diikuti konse. kuensi-konsekuensi hukuman cenderung idak diulang. Dengan demi-
kian perilaku individu di waktu mendatang dapat diperkirakan atau dipelajari dari pengalaman di
waktu lalu.

Proses pembentukan perilaku ini secara sederhana dapat digam- barkan sebagai berikut :

Jadi, suatu perilaku (tanggapan) individu terhadap situasi atau keja- dian (stimulus) adalah penyebab
konsekuensi tertentu. Bila konse- kuensi itu positif, individu akan memberikan tanggapan yang sama
terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensinya tidak menyenangkan individu akan
melakukan perilakunya untuk menghindari dari konsekuensi tersebut. Hal ini memberikan petunjuk
bila manajer akan mengubah perilaku bawahan, dia harus mengubah konsekuensi dari perilaku ter-
sebut. Sebagai contoh, seorang karyawan yang sering datang terlambat dapat dimotivasi agar
datang tepat pada waktunya (pengubahan perilaku), dengan memberikan penghargaan untuk
kedatangan yang tepat. Keterlambatan juga dapat dihentikan dengan pernyataan celaan yang keras.
Namun penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya lebih efektif dengan memberikan
penghargaan atas perilaku yang diinginkan dibandingkan hukuman bagi perilaku yang tidak
diinginkan.

Ada empat teknik yang dapat digunakan manajer untuk mengubah perilaku bawahan : (1)
memperkuat positif, bisa memperkuat primer seperti minuman atau makanan yang memuaskan
kebutuhan-ke- butuhan biologis, ataupun penguat sekunder seperti penghargaan ber- ujud hadiah,
promosi dan uang; (2) mendukung negatif, individu akan mempelajari perilaku yang membawa
konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa mendatang
(menghindari pembelajaran); (3) pemadaman, dilakukan dengan penadaan penguatan; dan (4)
hukuman, melalui manajer manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat
dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif.

W. Clay Hammer, telah mengidentifikasikan 6 (enam) pedoman penggunaan teknik pembentukan


perilaku, atau teori belajar (learning theory), yaitu :

1. Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang.

2. Perhatikan bahwa kegagalan untuk memberi tanggapan dapat mengubah perilaku.

3. Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan.

4. Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara shalat.

5. Jangan memberi hukuman di depan karyawan lain.

6. Bertindaklah adil.

Teori Porter– Lawler

Model Porter-Lawler adalah teori pengharapan dari motivasi dengan orientasi masa mendatang, dan
juga menekankan antisipasi tanggapan atau hasil. Para manajer tergantung terutama pada serial
yang akan datang, dan bukan ngalaman biasa yang lalu. Atas dasar probabilitas usaha-pengharapan
yang dirasakan sebagai usaha yang dijalankan, prestasi yang dicapai, penghargaan yang diterima,
kepuasan yang terjadi, dan ini mengarahkan ke usaha di masa yane akan datang.

Secara teoritik, model pendekatan ini sebagai berikut (menurut nomer dalam gambar 12.2.) : 1)
nilai penghargaan yang diharapkan karyawan dikombinasikan dengan, 2) persepsi orang tersebut
tentang usaha yang dicapai dan peluang dari penghargaan yang diberikan untuk menyebabkan atau
menimbulkan, 3) suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan, 4) ke- mampuan, sifat-
sifat karyawan, dan 5) persepsinya mengenai kegiat-an-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai,
6) tingkat prestasi yang diperlukan atau disyaratkan untuk menerima penghargaan-peng- hargaan
intrinsik yang melekat pada penyelesaian tugas (7 A), dan penghargaan-penghargaan ekstrinsik dari
manajemen bagi pencapai- an prestasi yang diinginkan (7 B). 8) Persepsi individu mengenai "ke-
adilan" dari penghargaan-penghargaan ekstrinsik yang diterima, ditambah perasaan yang dihasilkan
dari prestasinya, menghasilkan 9) tingkat kepuasan yang dialami oleh karyawan. Pengalaman ini
kemudian akan diterapkan pada penilaian individu di masa mendatang terhadap penghargaan dan
penghargaan karena itu akan mempengaruhi tugas dan kepuasan yang akan datang.

Model pengharapan ini menyajikan sejumlah implikasi manajer tentang bagaimana seharusnya
memotivasi bawahan dan juga implikasi bagi organisasi. Seperti yang diutarakan oleh Nadler dan
Lawler, manajer impplikasi model tersebut untuk mencakup :

1. Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawah-an.

2. Menentukan prestasi yang diinginkan.

3. Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai.

4. Penghubungan penghargaan dengan prestasi.

5. Penganalisaan faktor-faktor apa yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan.

6. Penetapan penghargaan yang mencukupi atau memadai.


Sedangkan implikasi-implikasi bagi organisasi adalah meliputi:

1. Sistem penghargaan harus dirancang untuk memotivas perilaku yang beringinkan.


2. Pekerjaan itu sendiri dapat dibuat sebagai pemberian penghargaan intrinsik.
3. Atasan langsung memiliki peran penting dalam proses motivasi.

Teori Keadilan
Teori lain tentang motivasi sebagai hasil dari berbagai peneli- tian adalah teori keadilan dan
ketidak-adilan. Teori ini mengemuka-kan bahwa orang akan selalu cenderung
membandingkan antara 1) masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaan dalam
bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha, dengan 2) hasil-hasil (penghargaan-
penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan balas jasa yang
diterima karyawan lain dengan yang diterima dirinya untuk pekerjaan yang sama.

Keyakinan, atas dasar pembandingan, tentang adanya ketidak-adilan, dalam bentuk


pembayaran atau lebih, akan mempengaruhi perilaku dalam pelaksanaan kegiatan. Faktor
kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidak-adilan dirasa-kan, dan bukan apakah
ketidak-adilan secara nyata ada. Ketidakadilan ini akan ditanggapi dengan bermacam-
macam yang berbeda, misalnya dengan menurunkan prestasi, mogok, minta berhenti, dan
sebagainya. Bagi manajer, teori keadilan memberikan implikasi bahwa penghargaan sebagai
motivasi kerja harus se- suai dirasa adil oleh individu-individu yang bersangkutan.

MOTIVASI ADALAH LEBIH DARI SEKEDAR TEKNIK-TEKNIK

Manajer dapat membeli waktu karyawan; manajer dapat mem- beli kemampuan phisik karyawan,
dan sebagainya; tetapi manajer tidak dapat membeli antusiasme, inisiatif, kesetiaan, hati, ijwa dan
akal budinya. Manajer harus memperoleh hal-hal tersebut.

Pernyataan di atas menggambarkan bahwa motivasi adalah lebih inklusif dari sekedar aplikasi
berbagai peralatan atau cara tertentu untuk mendorong peningkatan keluaran. Motivasi adalah juga
filsa-fat, atau pandangan hidup yang dibentuk berdasarkan kebutuhan dan keinginanan karyawan.
Jadi, penting diperhatikan oleh manajer balhva teori-teori motivasi harus digunakan secara
bijaksana. Berbagai teori tidak mencukupi atau mencukupi untuk diterapkan secara meluas dan
bahkan dapat menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang negatif.

Manajer yang dapat melihat motivasi sebagai sistem, yang mencakup sifat-sifat individu, pekerjaan,
dan situasi kerja; dan menmahami hubungan antara insentif, motivasi dan produktifitas, mereka
akan menilai perilaku bawahan. Hanya manajer yang mengetahui hal ini dan mengetahui bagaimana
menerapkannya dapat mengharapkan realisasi peningkatan produktifitas dari para karya-wan.

Anda mungkin juga menyukai