Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Demam Berdarah Dengue (DBD)

OLEH

YERMI ANANDA SUEK


1807010331

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Virus Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di wilayah
perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini (Kemenkes RI, 2018).  Penyakit DBD pertama kali
dikenal di Filipina pada tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubu
ngan dengan virus dengue ketika serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi dari pasien di Filipina pada
tahun 1956, 2 tahun kemudian virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama
epidemik di Bangkok, Thailand. Selama tiga dekade berikutnya, demam berdarah ditemukan
di Kamboja, Cian, India, Indonesia, Masyarakat Republik Demokratis Lao, Malaysia,
Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kelompok kepulauan
Pasifik (WHO, 1999). Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD,
namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka
tertinggi terjadinya kasus DBD. Kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat
melebihi 1,2 juta pada 2008 dan lebih dari 3,2 juta pada 2015 (berdasarkan data resmi yang
disampaikan oleh Negara Anggota WHO). Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan terus
meningkat. Pada 2015, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan di Amerika, di mana
10.200 kasus didiagnosis menderita demam berdarah parah yang menyebabkan 1.181
kematian. Pada tahun 2018, demam berdarah juga dilaporkan dari Bangladesh, Kamboja,
India, Myanmar, Malaysia, Pakistan, Filipina, Thailand, dan Yaman. Diperkirakan 500.000
orang terkena demam berdarah berat memerlukan rawat inap setiap tahun, dengan perkiraan
2,5% kasus kematian setiap tahunnya. Secara umum, terjadi penurunan kasus kematian
sebesar 28% yang tercatat antara 2010 dan 2016 dengan peningkatan yang signifikan dalam
manajemen kasus melalui peningkatan kapasitas di negara tersebut (WHO, 2018).
Sedangkan kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun
1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 penduduk. Hingga pada tahun 2009 terjadi
peningkatan jumlah provinsi dan kota yang endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota
menjadi 32 provinsi dan 382 kota dengan jumlah kasus 158.912 penduduk (Kemenkes RI
dalam Divy dkk, 2018). Indonesia tahun 2013 mencatat Angka Insiden (AI) sebesar 45,85 per
100.000 penduduk atau 112.511 kasus, dan tahun 2014 bulan Januari-April tercatat AI
sebesar 5,17 per 100.000 penduduk atau 13.031 kasus. Hingga tahun 2010, Indonesia masih
menduduki peringkat atas untuk jumlah kasus DBD di ASEAN yaitu 150.000 kasus (WHO
dalam Divy dkk, 2018).  Pada tahun 2015, tercatat terdapat sebanyak 126.675 penderita DBD
di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah tersebut
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni sebanyak 100.347 penderita DBD dan
sebanyak 907 penderita meninggal dunia pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh
perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan (Kemenkes
RI, 2016). Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah
kasus 68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak
204.171 kasus. Sedangkan perbandingan kasus kematian pada tahun 2017  berjumlah 493
kasus jika dibandingkan tahun 2016 berjumlah 1.598 kasus, kasus ini mengalami penurunan
hampir 3 kali lipat. Fakta menarik lainnya, provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3
(tiga) provinsi di Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10.167
kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus. Data tersebut tidak
sebanding dengan jumlah kasus kematiannya karena kasus kematian tertinggi terjadi di
Provinsi Jawa Timur sebanyak 105 kasus dan diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah sebanyak 92
kasus. Sedangkan untuk jumlah kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku Utara dengan
jumlah 37 kasus (Kemenkes RI, 2018).

B.     Tujuan
1. Mengetahui definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
2. Mengetahui Distribusi DBD pada Daerah Tropis
3. Mengetahui model penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
4. Mengetahui gejala dan tanda timbulnya Demam Berdarah Dengue (DBD)
5. Mengetahui riwayat alamiah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
6. Mengetahui diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)
7. Mengetahui pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
8. Mengetahui pengobatan Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi

Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue
yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
seperti Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah vektor penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang paling banyak ditemukan. Nyamuk dapat membawa virus
dengue setelah menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
inkubasi virus di dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitannya (Najmah, 2016).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat
fatal dalam waktu yang relatif singkat dan menyerang semua umur baik anak-anak maupun
orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengue (Hastuti, 2008).
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh
virus dengue  yang dapat menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler  dan sistem
pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan yang dapat menimbulkan kematian
(Misnadiarly,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes
aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

B. Distribusi penularan DBD di daerah Tropis


Kejadian demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi permasalahan global di
Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan kasus DBD adalah iklim, antara
lain curah hujan, hari hujan, suhu dan kelembaban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat pola kecenderungan antara kondisi iklim dan kejadian DBD di Kota Yogyakarta.
Bahan penelitian sumber data berupa menggunakan data sekunder, berupa jumlah kasus DBD
yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan data iklim yang berasal dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data tersebut diambil dalam rentang
waktu delapan tahun mulai dari 2004 sampai dengan 2011. Analisis data dilakukan secara
deskriptif menggunakan software Minitab 16 statistical data dan program exelanalitik
menentukan pola hubungan keterkaitan antara iklim, dengan mengambil kasus di hasil analisa
memperlihatkan adanya keterkaitan peningkatan curah hujan, hari hujan, dan kelembaban
serta penurunan suhu yang terjadi di bulan Januari-Maret dan Oktober-Desember hubungan
antara dan hari hujan dengan dengan peningkatan jumlah kasus DBD yang terjadi di Kota
Yogyakarta. Peningkatan kasus DBD dapat dipengaruhi oleh curah hujan yang berkisar di
atas 200 mm dan hari hujan lebih dari 20 hari. Perkiraan perubahan suhu antara ±25-27oC
dan kelembaban sebesar 80-87% juga dapat mempengaruhi berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah kasus DBD sampai dengan lebih dari 200 kasus. Peningkatan jumlah
kasus DBD tersebut disebabkan adanya peningkatan jumlah tempat perindukan nyamuk
seperti genangan air sehingga terjadi peningkatan jumlah nyamuk. Dapat disimpulkan bahwa
perubahan iklim dapat mempengaruhi kejadian penyakit DBD di masyarakat khususnya di
Kota Yogjakarta sekitarnya.

C. Model Penularan DBD

Penyakit DBD dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian


terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini
ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan
gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap
virus dengue. Jika orang digigit nyamuk Aedes aegypti maka virus dengue masuk bersama
darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar
virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat
mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan
kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka alat tusuk
nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah itu diisap, terlebih dulu
dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama
dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain. Tidak semua orang
yang digigit nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue itu, akan terserang penyakit
demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue,
tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya
pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan
sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan
syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya (Tjokronegoro, 1999).
Ada 2 faktor tentang terjadinya manifestasi yang lebih berat itu yang dikemukakan
oleh pakar demam berdarah dunia.
1. Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu munculnya manifestasi itu disebabkan karena
adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen.
2. Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi ulangan oleh
virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya (Tjokronegoro, 1999).

D.     Gejala dan Tanda

Pada kasus DBD terjadi demam tinggi berlangsung selama 3 hingga 14 hari. Gejala lain
dari demam berdarah adalah: Nyeri retro-orbital (pada bagian belakang mata), sakit kepala
pada bagian depan , nyeri otot, Rash (bintik merah pada kulit), sel darah putih rendah,
pendarahan, dan dehidrasi (Kesehatan dan Layanan dalam Jaweria, 2016). Dalam sebagian
besar kasus, infeksi dengue tidak menunjukkan gejala, terlebih pada pasien yang sebelumnya
tidak memiliki riwayat penyakit. Jika pasien tidak mendapatkan perawatan tepat waktu maka
penyakit dapat bertambah parah. Tanda-tanda yang muncul pada kondisi ini meliputi: muntah
yang persisten, sakit perut akut, perubahan suhu tubuh, dan iritabilitas (Hyattsville dalam
Jaweria, 2016). Demam berdarah dengue dapat berubah menjadi dengue shock
syndrome (DSS) dengan gejala seperti: kulit yang dingin, gelisah, denyut nadi cepat, sempit
dan lemah (Jaweria, 2016).
Menurut Widoyono (2011), tanda dan gejala DBD meliputi:
1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+) sampai
perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau buang air besar darah-hitam
3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal : 150.000-300.000 µL), hematokrit meningkat
(normal : pria < 45, wanita < 40)
4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome).

E.    Riwayat Alamiah Penyakit

1. Tahap Prepatogenesis

Pada tahap ini terjadi interaksi antara pejamu (Host) dan agen nyamuk Aedes aegypti  yang
telah terinfeksi oleh virus dengue. Jika imunitas pejamu sedang lemah, seperti mengalami
kurang gizi dan keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan maka virus dengue yang
telah menginfeksi nyamuk Aedes aegypti akan melanjutkan riwayat alamiahnya yakni ke
tahap Patogenesis (Najmah, 2016).
2. Tahap Patogenesis

Masa inkubasi virus dengue berkisar selama 4-10 hari (biasanya 4-7 hari), nyamuk yang
terinfeksi mampu menularkan virus selama sisa hidupnya. Manusia yang terinfeksi adalah
pembawa utama dan pengganda virus, melayani sebagai sumber virus nyamuk yang tidak
terinfeksi. Pasien yang sudah terinfeksi dengan virus dengue dapat menularkan infeksi
(selama 4-5 hari, maksimum 12 hari) melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama mereka
muncul (Najmah, 2016).
Klasifikasi WHO tradisional pada tahun 1997 diklarifikasikan sebagai berikut :
i. Demam berdarah dengue adalah demam yang berlangsung dari 2-7 hari,
bukti hemoragik manifestasi atau tes tourniquet positif, trombositopenia
(<100,000 sel per mm3), bukti kebocoran plasma yang ditunjukkan oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit >20% di atas rata-rata untuk usia
atau penurunan hematokrit >20% dari awal mengikuti terapi pengganti cairan),
atau efusi pleura, asites atau hypoproteinemia.
ii. Sindrom Dengue Lanjut pada tahap shock (Dengue Shock
Sindrome (DSS)) adalah penderita DHF yang lebih berat ditambah dengan
adanya tanda-tanda renjatan: denyut nadi lebih lemah dan cepat, tekanan nadi
lemah (< 20 mmHg), hipotensi dibandingkan nilai normal pada usia
tersebut, gelisah, kulit berkeringat dan dingin.
3. Tahap Pasca Patogenesis

Apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna tetapi apabila penyakit
tidak ditangani dengan segera atau pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maka akan
mengakibatkan kematian.

F.     Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 teridir
dari kriteria klinis dan laboratorium
a.       Kriteria klinis

1.      Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus-menerus selama 2-7
hari

2.      Terdapat manifestasi perdarahan, jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit
seperti uji tourniquet (uji Rumple Leede = uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis
dan perdarahan konjungtiva. Petekie merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan.
Perdarahan lain yaitu epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya
terjadi menyertai syok. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan subkonjungtiva atau
hematuri. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10-20 atau lebih petekie dalam
diameter 2,8 cm (1 inci persegi) di lengan bawah bagian depan (volar) dan pada lipatan siku
(fossa cubiti).

3.      Pembesaran hati (hepatomegali)

4.      Syok (renjatan), ditandai denyut nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin kulit lembab, dan gelisah.  

b.      Kriteria laboratorium

1.      Trombositopenia (< 100.000/mm3),

2.      Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih menurut


standar umum dan jenis kelamin.

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi (atau


peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura
dan/atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan/atau
terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya
trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Tjokronegoro,1999).

G.      Pencegahan

1.      Pencegahan Primordial

Saat ini, cara untuk mengendalikan atau mencegah penularan virus demam berdarah
adalah dengan memberikan penyuluhan yang sangat penting untuk menginformasikan kepada
masyarakat mengenai bahaya nya DBD. Menurut Kemenkes RI (2018), di Indonesia dikenal
dengan istilah 3M Plus dalam pencegahan primer DBD yaitu :
a. Menguras, tempat penampungan air dan membersihkan secara berkala, minimal
seminggu sekali karena proses pematangan telur nyamuk Aedes 3-4 hari dan menjadi
larva di hari ke 5-7. Seperti, di bak mandi dan kolam supaya mengurangi
perkembangbiakan nyamuk.
b. Menutup, Tempat-tempat penampungan air. Jika setelah melakukan aktivitas yang
berhubungan dengan tempat air sebaiknya anda menutupnya supaya nyamuk tidak bisa
meletakkan telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah
sangat menyukai air yang bening.
c. Mengubur, kuburlah barang-barang yang sudah tidak layak dipakai yang dapat
memungkinkan terjadinya genangan air.
d. Plus yang bisa dilakukan tergantung kreativitas Anda, misalnya :
1) Memelihara ikan cupang yang merupakan pemakan jentik nyamuk.
2) Menaburkan bubuk abate pada kolam atau bak tempat penampungan air, setidaknya 2
bulan sekali. Takaran pemberian bubuk abate yaitu 1 gram abate/ 10 liter air. Tidak
hanya abate, kita juga bisa menambahkan zat lainnya yaitu altosoid pada tempat
penampungan air dengan takara 2,5 gram/ 100 liter air. Abate dan altosoid bisa
didapatkan di puskesmas, apotik atau toko bahan kimia.
3) Menggunakan obat nyamuk, baik obat nyamuk bakar, semprot atau elektrik.
4) Menggunakan krim pencegah gigitan nyamuk.
5) Melakukan pemasangan kawat kasa di lubang jendela/ventilasi untuk mengurangi
akses masuk nyamuk ke dalam rumah.
6) Tidak membiasakan atau menghindari menggantung pakaian baik pakaian baru atau
bekas di dalam rumah yang bias menjadi tempat istirahat nyamuk.
7) Sangat dianjurkan untuk memasang kelambu di tempat tidur.

2.      Pencegahan Primer

Beberapa bentuk pencegahan primer yaitu dengan pengendalian vektor dan implementasi
vaksin. Saat ini vaksin dengue sudah ditemukan, akan tetapi belum ditetapkan sebagai
imunisasi dasar lengkap oleh pemerintah sehingga harganya masih belum terjangkau oleh
masyarakat umum (Susanto dkk, 2018).
3.      Pencegahan Sekunder

Untuk demam berdarah yang parah, dilakukan pengobatan medik oleh dokter atau
perawat yang berpengalaman, pengobatan medik dapat menurunkan angka kematian lebih
dari 20% sampai 1%. Menjaga volume cairan tubuh pasien adalah hal yang sangat kritikal
untuk pasien dengan demam berdarah yang aparah. Diperlukan pengawasan penderita, kontak
dan lingkungan sekitar dengan melaporkan kejadian kepada instansi kesehatan setempat,
mengisolasi atau waspada dengan menghindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada
siang hari dengan memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan menggunakan
kelambu yang telah direndam dalam insektisida, atau lakukan penyemprotan tempat
pemukiman dengan insektisida yang punya efek knock down terhadap nyamuk dewasa
ataupun dengan insektisida yang meninggalkan residu. Lakukan investigasi terhadap kontak
dan sumber infeksi : selidiki tempat tinggal penderita 2 minggu sebelum sakit.

4.      Pencegahan Tersier

Untuk penderita DBD yang telah sembuh, diharapkan menerapkan pencegahan primer
dengan sempurna. Melakukan stratifikasi daerah rawan wabah DBD diperlukan bagi dinas
kesehatan terkait.

H.    Pengobatan

Demam berdarah biasanya merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan


sendirinya. Tidak ada pengobatan antivirus khusus saat ini tersedia untuk demam
berdarah demam. Perawatan pendukung dengan cukup memberikan analgesik, penggantian
cairan, dan istirahat yang cukup. Saat ini belum ditemukan obat yang benar-benar bermanfaat
untuk mengobati demam berdarah dan hubungannya maupun
komplikasi. Namun, Acetaminophen dapat digunakan untuk mengobati demam dan
meringankan gejala lainnya. Aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan
kortikosteroid seharusnya dihindari. Penatalaksanaan demam berdarah yang parah
membutuhkan perhatian pada pengaturan cairan dan perawatan
pendarahan. Metilprednisolon dosis tunggal menunjukkan tidak ada manfaat mortalitas
dalam pengobatan syok dengue sindrom pada calon, acak, double-blind, uji coba terkontrol
placebo (Pooja dkk, 2014).
Cara penanganan DBD menurut Depkes RI (2004) ada 2 macam, yaitu:
1.      Penanganan Simtomatis : mengatasi keadaan sesuai keluhan dan gejala klinis pasien. Pada
fase demam pasien dianjurkan untuk : tirah baring, selama masih demam, minum obat
antipiretika (penurun demam) atau kompres hangat apabila diperlukan, diberikan cairan dan
elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit
diberikan selama 2 (dua) hari.
2.      Pengobatan Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma dan kekurangan cairan. Pada
saat suhu turun bisa saja merupakan tanda penyembuhan, namun semua pasien harus
diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari, setelah suhu turun. Karena
pada kasus DBD bisa jadi hal ini merupakan tanda awal kegagalan sirkulasi (syok), sehingga
tetap perlu dimonitor suhu badan, jumlah trombosit dan kadar hematokrit, selama perawatan.
Penggantian volume plasma yang hilang, harus diberikan dengan bijaksana, apabila terus
muntah, demam tinggi, kondisi dehidrasi dan curiga terjadi syok (presyok). Jumlah cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% didalam larutan NaCL 0,45%. Jenis cairan sesuai rekomendasi WHO, yakni:
larutan Ringer Laktat (RL), ringer asetat (RA), garam faali (GF), (golongan Kristaloid),
dekstran 40, plasma, albumin (golongan Koloid).

Beberapa tindakan menurut Pooja (2016) dapat diambil sebagai


perawatan pendukung demam berdarah. Mereka dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori:
1.      Untuk terduga (suspek) demam berdarah:

a. Pasien dengan dehidrasi sedang yang disebabkan oleh demam tinggi dan muntah
direkomendasikan terapi rehidrasi oral.
b. Harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari hari ketiga
sakit hingga 1-2 hari setelah suhu badan menjadi normal.
c. Pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi dan peningkatan kadar hematokrit atau
penurunan jumlah trombosit telah mengganti defisit volume intravaskular di bawah
tutup observasi

2.      Untuk demam berdarah parah:

a. Demam berdarah yang parah membutuhkan perhatian lebih terhadap pengaturan cairan dan


pengobatan perdarahan secara proaktif. Masuk ke unit perawatan intensif untuk pasien yang
terindikasi sindrom syok dengue.
b. Pasien mungkin memerlukan jalur intravena sentral untuk volume penggantian dan garis
arteri untuk tekanan darah yang akurat pemantauan dan tes darah yang sering.
c. Defisit volume intravaskular harus dikoreksi dengan cairan isotonik seperti larutan Ringer
lactat.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue,
dengan agent Aedes aegypti dengan lingkungan banyak genangan atau penampungan air
memungkinkan untuk berkembangbiaknya nyamuk. Pencegahan DBD dapat dilakukan
dengan imunisasi vaksin demam berdarah, penyuluhan kesehatan, rutin melakukan “Gerakan
3 M” (Menguras, Menutup, Mengubur) dan fogging. Virus dengue membutuhkan waktu
berkisar selama 4-10 hari sampai timbulnya gejala, pasien yang sudah terinfeksi dengan virus
dengue dapat menularkan infeksi (selama 4-5 hari : maksimum 12 hari) melalui nyamuk
Aedes setelah gejala pertama mereka muncul. Oleh sebab itu, jagalah kesehatan dan
lingkungan dengan melakukan “Gerakan 3 M” supaya terhindar dari penyakit DBD.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Tatalaksana DBD di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2MPL.


Divy, Ni Putu Anindya, dkk., 2018. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUP
Sanglah Bulan Juli-Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika, 7(7), pp. 1-7.
Hastuti, Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Yogyakarta : Kanisius.
Jaweria, Anum, dkk., 2016. Dengue Fever: Causes, Prevention and Recent Advances. Journal of
Mosquito Research, 6(29), pp. 1-9.
Kemenkes RI. 2016. Situasi Demam Berdarah  Dengue di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Jakarta : Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Misnadiarly, Ed.1. 2009. Demam Berdarah Dengue (DBD): Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa untuk
Mengatasi DBD. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Trans Info Media.
Pooja, Chawla, Yadav Amrita, dan Chawla Viney., 2014. Clinical Implications and Treatment of
Dengue. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, pp. 169-178.
Susanto, Bambang H., dan Aras U., 2018. Hubungan Faktor Lingkungan Institusi Pendidikan dan
Perilaku Siswa dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Anak Usia 5-14 Tahun. Jurnal
Kedokteran Diponegoro, 7(4), pp. 1696-1706.
Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1999. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Edisi 2: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
WHO. 2018. Dengue and Severe Dengue.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai