DINAMIKA MOLEKULER
PERCOBAAN 4
KINETIKA REAKSI
Oleh:
Gambar 1. Grafik Laju Reaksi antara Waktu dengan Konsentrasi Produk dan Reaktan
(Atkins, 2010)
Konsentrasi memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab
semakin besar konsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak,
sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil
konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga
laju reaksi pun semakin kecil . Hubungan kuantitatif antara konsetrasi pereaksi dengan
laju reaksi dinyatakan dalam suatu persamaan, yaitu persamaan laju reaksi. Untuk reaksi :
mA + nB→ pC+qD…………………… (1.1)
Persamaan laju reaksi dari persamaan diatas adalah
m n
v=k [ A ] [ B ] ………………………..…(1.2)
Laju reaksi terlihat dari perubahan konsentrasi molekul reaktan atau konsentrasi molekul
produk terhadap waktu. Laju reaksi tidak tetap melainkan berubah terus-menerus seiring
dengan perubahan konsentrasi (Ulfin, 2010).
Hubungan laju reaksi dengan temperatur dijelaskan melalui persamaan Arhenius.
kenaikan temperatur akan meningkatkan gerakan molekul. Semakin banyak molekul
yang bergerak dengan kecepatan rata- rata tinggi akan memperbesar peluang terjadinya
tumbukan efektif, yaitu tumbukan yang mencapai energi pengaktifan, sehingga laju
reaksi akan meningkat. Dibawah ini adalah grafik yang menggambarkan energi kinetik
molekul pada dua temperatur yang berbeda, dimana energi aktivasi pada suhu yang lebih
tinggi (T 2) lebih kecil dari pada energi aktivasi pada suhu rendah (T 1).
Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) dan besarnya energi
aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius
sebagai berikut :
−Ea
k=Ae RT ………………………….…..(2.3)
Ea
ln k =ln A− ……………………….(2.3)
RT
Dimana A adalah faktor frekuensi dan R adalah konstanta gas (Schwedt, 1994). Katalis
adalah zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia, tetapi pada akhir reaksi tidak
mempengaruhi produk yang terbentuk. Katalis tidak muncul dalam persamaan kimia.
Sifat dari katalis adalah katalis tidak bereaksi secara permanen, katalis tidak
mempengaruhi hasil akhir reaksi, katalis bekerja pada suhu optimum. Katalis
memumngkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicu oleh atalis terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi(Chang, 2006).
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama, yaitu katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan rektan
yang akan dikatalisnya. Katalis homogen adalah katalis yang memiliki fase yang sama
dengan reaktan yang akan dikatalisnya. Berikut ini adalah skema umum reaksi katalitik :
A+C → AC………………………………………….(2.4)
AC + B→ AB+ C ………………………………………….(2.5)
C adalah katalis, meskipun katalis C termakan pada tahap reaksi 1, namun selanjutnya
dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhan menjadi :
A+ B+C → AB+C ………………….……………………(2.6)
(syukri, 199).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Erlenmeyer 250ml 1 buah
Erlenmeyer 100ml 3 buah
Gelas ukur 10ml, 25ml, 50ml
Buret
Stopwatch
Labu takar 50ml
2. Bahan
Larutan kalium iodide 1M
Larutan H2SO4 2M
Larutan H2O2 3%
Larutan Na2S2O3 0,5N dan 0,1N
Indikator amilum (larutan kanji)
Aquades
* Sebelum dan setelah digunakan semua alat harus dicuci dengan deterjen.
D. CARA KERJA
1. Penentuan kadar H2O2 secara iodometri
1ml larutan KI, 15ml H2SO4 1M, 3ml H2O2 3% dimasukkan kedalam erlenmeyer.
1
Dimasukkan 2 ml Na2S2O3 0,1N hingga warna biru muncul dan catat waktunya (t1).
Ditambahkan 2 ml Na2S2O3 0,1N hingga menjadi jernih dan catat waktunya (t 2).
Diulangi penambahan Na2S2O3 dan catat waktunya sampe t7 dan amati suhu larutan.
No Log
V (ml) tn (s) Vo-V (ml) Vo/(Vo-V) tn-to (s)
. Vo/(Vo-V)
2. Perhitungan
a) Reaksi yang terjadi
−¿⇋ 4 H2 O+ I 2 ¿
2 H 2 3+¿+2 I ¿
−2
−¿+ S O
3 ⇋2I
I 2+ 2 S2 O−2 4 6 ¿
V S 2 O −2 −2
( 3 x N S2 O3 )
Normalitas H2O2 =
3 ml
(5,1 ml x 0,5 N )
¿
3 ml
(5,1 ml x 0,5 N )
¿
3 ml
¿ 0 , 85 N
N H 2 O2
Molaritas H2O2 =
2
0,85 N
¿
2
¿ 0,425 M
Massa H2O2 = M x V x Mr
gr
¿ 0,425 M x 0,003 L x 34
mol
¿ 0,04335 gr
Massa H 2 O 2
Kadar H2O2 = x 100 %N
Vawal
0,04335 gr
¿ x 100 %
3 ml
¿ 1,45 %
No Log
V (ml) tn (s) Vo-V (ml) Vo/(Vo-V) tn-to (s)
. Vo/(Vo-V)
V0
Grafik hubungan antara (tn-t0) dengan log
V 0−V
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 50 100 150 200 250 300
tn-to (s)
ln 2
t 1=
2
k
log 2 x 2.303
¿
6.909 x 10−4
0.30103 x 2.303
¿
6.909 x 10−4
¿ 1003.43 s
F. PEMBAHASAN
Percobaan keempat berjudul “ Kinetika reaksi oksidasi I- oleh H2O2 bertujuan
untuk mempelajari kinetika reaksi oksidasi ion iodide oleh hydrogen peroksida dengan
cara menentukan harga tetapan laju. Pada tahap pertama yaitu penentuan kadar H2O2
secara iodometri. Iodometri merupakan titrasi terhadap iodium yang dibebaskan dari
suatu reaksi redoks. Percobaan ini dilakukan dengan memasukkan 1 ml larutan KI 1M,
15 ml larutan asam sulfat 1M, dan 3 ml larutan hidorogen peroksida 3% dalam
Erlenmeyer. Penambahan asam sulfat disini sebagai pemberi suasana asam dalam rekasi.
Selanjutnya didiamkan selama 10 menit hingga terbentuk larutan bewarna coklat tua.
Setelah itu mentitrasi larutan dengan natrium tiosulfat 0,5N, hingga warna coklat berubah
menjadi jernih . Selanjutnya tambahkan amilum sebanyak 5 ml dan titrasi kembali hingga
warna larutan biru menjadi warna jernih. volume total larutan natrium tiosulfat yang
digunakan dicatat sebagai V dengan 3 kali percobaan.
Larutan didiamkan dengan tujuan I- dapat teroksidasi secara sempurna oleh H2O2
membentuk I2. Larutan KI dioksidasi oleh H2O2 untuk membentuk I2 tersebut
berlangsung dalam suasana asam. Reaksi yang terjadi yaitu :
−¿⇋ 4 H2 O+ I 2 ¿
2 H 2 3+¿+2 I ¿
I2 hasil oksidasi tersebut dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,5N sehingga yang terbentuk
akan memudar. Reaksi yang terjadi yaitu:
−2
−¿+ S O ¿
3 ⇋2I
I 2+ 2 S2 O−2 4 6
Warna yang memudar menandakan bahwa reaksi belum selesai,yang berarti I 2 belum
sempurna menjadi I-.
Larutan tersebut dititrasi kembali dengan menggunakan indicator amilum.
Amilum digunakan untuk mendeteksi adanya I2 dalam suatu zat. Amilum ditambahkan
bukan diawal reaksi karena apabila amilum ditambahkan diawal reaksi maka akan
membentuk senyawa kompleks yang kuat dengan I 2. Titrasi yang kedua dihentikan ketika
larutan sudah menjadi jernih tidak bewarna. Larutan jernih yang tidak bewarna
menandakan bahwa sudah tidak ada lagi I2 dalam larutan dan I2 telah habis bereaksi.
Volume Na2S2O3 yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan adalah 5.2 ml , 5
ml , 5.1 ml. Sehingga volume rata-rata Na2S2O3 adalah 5.1 ml. Dengan data tersebut
dapat digunakan untuk menghitung N H2O2 dengan rumus
V H2O2 . N H2O2 = V S2O3-2 . N S2O3-2
Sehingga diperoleh N H2O2 sebesar 0.85N, dan dapat digunakan untuk menghitung
molaritas H2O2 dengan rumus :
N H 2 O2
M=
2
Sehingga molaritas H2O2 yaitu 0,425M, massa darim H2O2 dapat ditentukan dengan rumus :
Massa H2O2 = M x V x Mr
Sehingga massanya sebesar 0,04335 gr. Kadar H2O2 dapat ditentukan dengan
rumus :
Massa H 2 O 2
Kadar H2O2 = x 100 %
Vawal
Sehingga diperoleh kadar H2O2 secara iodometri pada percobaan ini sebesar 1.45% .
Pada tahap kedua yaitu penentuan waktu reaksi peruraian. Percobaan ini
dilakukan dengan memasukkan 15 ml asam sulfat 1M, 15 ml aquades dan 1 ml larutan
KI 1M serta 5 ml larutan amilum dalam Erlenmeyer. Setelah ditambahkan amilum,
campuran dalam erlenmeyer akan berubah warna menjadi biru. Kemudian
menambahkan 3 ml larutan H2O2 3% sehingga larutan menjadi bewarna biru pekat. Saat
penambahan H2O2 hingga terjadi perubahan warna menjadi biru pekat, waktunya dicatat
sebagai t0. Kemudian memasukkan natrium tiosulfat 0,1N dengan mengamati perubahan
warnanya yaitu warna biru yang terbentuk akan semakin pudar dicatat sebagai V1.
Waktu dari warna biru pudar hingga muncul kembali dicatat sebagai t 1. Kemudian
ditambahkan berulang sambal dicatat sebagai t2-t7.
Dari percobaan dapat dibuat grafik hubungan antara (tn-t0) dengan log ( V0/V0-V).
Berikut data yang dihasilkan:
No Log
V (ml) tn (s) Vo-V (ml) Vo/(Vo-V) tn-to (s)
. Vo/(Vo-V)
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 50 100 150 200 250 300
tn-to (s)
ln 2
t 1=
2
k
log 2 x 2.303
¿
6.909 x 10−4
0.30103 x 2.303
¿
6.909 x 10−4
¿ 1003.43 s
Hasil perhitungan dan pembuktian adalah sama. Factor yang mempengaruhi ketetapan
hasil percobaan yaitu: ketetapan menghitung waktu, ketetapan perubahan warna saat
titrasi, dan ketelitian dalam mengukur volume yang digunakan.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
Besarnya tetapan laju reaksi dalam kinetika reaksi oksidasi ion iodide oleh
hidrogen peroksida adalah k = 6.909 x 10−4
Waktu paruhnya adalah = 1003.43 s
H. DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W F.,Julio de Paula. (2010).“Physical Chemistry ninth edition”.New York :W.
H. Freeman and Company.
Chang,Raymond.(2006). “Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti Jilid 2”. Jakarta : Erlangga
Oxtoby, D. W.(1999). “Prinsip-Prinsip Kimia Modern”. Jakarta: Erlangga.
Schwedt, G. (1994). “Chemistry Analitycal”. USA : John Wiley Sons Inc
Ulfin, Ita dkk.(2010). “Kimia Dasar”. Surabaya : ITS Press
Syukri.1999. Kimia Dasar 2. Bandung : ITB Press