Anda di halaman 1dari 28

TUGAS NEUROLOGI KLINIS

MEMBANDINGKAN INTERVENSI OKUPASI TERAPI PADA


KONDISI MYASTENIA GRAVIS

DISUSUN OLEH :

Adinda Putri Rahayu (P27228018001)


Ellza Fiera (P27228018012)
Fania Ayu M (P27228018016)
Intira Mega (P27228018025)
Sella Novita (P27228018043)
Theresia Kasih Setyawati (P27228018051)

JURUSAN OKUPASI TERAPI


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas Makalah Myastenia Gravis. Adapun tujuan penyusunan dari
makalah ini salah satunya untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Neurologi Klinis.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dr. Prasaja, STr.kes., M.kes.
Dan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
yang selalu sabar membimbing kami.
Kami sadar akan keterbatasan dan kemampuan yang kami miliki, maka
kami mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan
makalah ini. Saran dan kritik kami harapkan untuk meningkatkan bobot makalah
ini. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Karanganyar, 02 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I LATAR BELAKANG...................................................................... 1

BAB II KAJIAN TEORI


A. Definisi.................................................................................................... 4
B. Gejala....................................................................................................... 4
C. Etiologi.................................................................................................... 5
D. Diagnosis................................................................................................. 6
E. Pengobatan.............................................................................................. 6
F. Prognosis................................................................................................. 8

BAB III ISI


A. Pemaparan Jurnal.................................................................................... 10
B. Pembahasan Jurnal.................................................................................. 19

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 20
B. Saran....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 21
LAMPIRAN.................................................................................................. 22

ii
BAB I
LATAR BELAKANG

Myasthenia gravis atau selanjutnya disingkat MG merupakan suatu


penyakit autoimun dari neuromuscular junction (NMJ) yang disebabkan oleh
antibodi yang menyerang komponen dari membran postsinaptik, mengganggu
transmisi neuromuskular, dan menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot rangka.
Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan otot secara umum maupun dapat
terlokalisasi pada suatu otot tertentu. Keterlibatan dari otot bulbar dan otot
pernapasan dapat menyebabkan kematian. Patogenesis MG tergantung pada target
dan isotipe dari antibodi tersebut.
Myashenia gravis merupakan suatu kelainan pada neuromuscular junction
yang paling sering ditemukan, dengan prevalensi 20/100.000 pada populasi yang
bervariasi. Patogenesisnya melibatkan antibodi komplemen yang bertindak
melawan reseptor asetilkolin, tirosin-kinase spesifik otot, atau protein 4 yang
berhubungan dengan reseptor Low Density Lipoprotein (LDL).2 Myasthenia
gravis dapat menyebabkan kelemahan pada kelopak mata dan otot-otot mata pada
hingga 90% kasus; setengah dari pasien tersebut menunjukkan gejala okular yang
terisolasi seperti ptosis dan/atau hanya diplopia.3 Jarangnya kasus MG yang
ditemukan menyebabkan penulis melaporkan kasus yang terjadi di Rumah Sakit
Abdul Moeloek (RSAM). Myasthenia gravis dapat dialami oleh siapa saja, namun
kondisi ini lebih sering dialami oleh wanita berusia 20-30 tahun dan pria berusia
di atas 50 tahun.

Myasthenia gravis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh mengalami


gangguan dan menghasilkan antibodi yang menyerang jaringan sehat dalam
tubuh. Dalam hal ini, antibodi menyerang jaringan yang menghubungkan sel saraf
dan otot, sehingga otot melemah dan penderitanya menjadi cepat lelah. Belum
diketahui secara pasti penyebab terjadinya gangguan autoimun pada penderita
myasthenia gravis, namun kelainan pada kelenjar timus diduga sebagai faktor
yang dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit autoimun ini.

1
Kelenjar timus adalah suatu kelenjar di bagian dada yang berperan sebagai
penghasil antibodi. Sebagian penderita myasthenia gravis mengalami pembesaran
kelenjar timus akibat tumor atau pembengkakan kelenjar.

Gejala utama myasthenia gravis adalah melemahnya otot. Gejala ini akan
timbul setelah beraktivitas dan hilang setelah istirahat. Seiring waktu, otot yang
sering digunakan akan makin melemah dan tidak akan membaik meskipun
penderita telah beristirahat. Gejala myasthenia gravis diawali dengan gangguan
penglihatan, seperti penglihatan kabur atau ganda, akibat melemahnya otot-otot
mata. Salah satu atau kedua kelopak mata juga bisa turun. Selain itu, myasthenia
gravis dapat memengaruhi otot wajah dan tenggorokan. Pada kondisi ini, gejala
yang muncul adalah:

 Bicara menjadi cadel.


 Sulit menunjukkan ekspresi wajah, misalnya tersenyum.
 Suara serak.
 Sulit mengunyah dan menelan makanan atau minuman, sehingga mudah
tersedak.
 Napas pendek, terutama ketika berbaring atau setelah berolahraga.

Kondisi melemahnya otot akibat myasthenia gravis juga dapat menyerang


bagian tubuh lain, seperti otot leher, lengan, dan tungkai. Gejala yang dapat
muncul adalah:

 Nyeri otot setelah beraktivitas.


 Sulit mengangkat kepala setelah berbaring.
 Sulit bergerak, seperti bangun dari posisi duduk ke berdiri, mengangkat
benda, naik-turun tangga, menyikat gigi, atau mencuci rambut.
 Gangguan dalam berjalan.

2
Tiap penderita myasthenia gravis mengalami gejala yang berbeda-beda. Gejala
ini berkembang secara perlahan dan cenderung memburuk dalam beberapa tahun
sejak munculnya gejala, bila tidak diobati.

1
Peran okupasi terapi pada dasarnya memberikan latihan untuk membantu
pasien dalam melakukan occupational performance. Latihan diberikan dalam
bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa
latihan secara bertahap dan melihat kondisi pasien, jangan sampai melelahkan
pasien.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi

Myastenia Gravis adalah melemahnya otot tubuh akibat gangguan


pada saraf dan otot. Pada awalnya, penderita myasthenia gravis akan merasa
cepat lelah setelah melakukan aktivitas fisik, tetapi keluhan akan membaik
setelah beristirahat. Gangguan saraf dan otot ini disebabkan oleh autoimun,
yaitu kondisi ketika system kekebalan tubuh (antibody) malah menyerang
tubuh orang itu sendiri.

B. Gejala

Gejala utama myasthenia gravis adalah melemahnya otot. Gejala ini akan
timbul setelah beraktivitas dan hilang setelah istirahat. Seiring waktu, otot yang
sering digunakan akan makin melemah dan tidak akan membaik meskipun
penderita telah beristirahat. Gejala myasthenia gravis diawali dengan gangguan
penglihatan, seperti penglihatan kabur atau ganda, akibat melemahnya otot-otot
mata. Salah satu atau kedua kelopak mata juga bisa turun. Selain itu, myasthenia
gravis dapat memengaruhi otot wajah dan tenggorokan. Pada kondisi ini, gejala
yang muncul adalah:

 Bicara menjadi cadel.


 Sulit menunjukkan ekspresi wajah, misalnya tersenyum.
 Suara serak.
 Sulit mengunyah dan menelan makanan atau minuman, sehingga mudah
tersedak.
 Napas pendek, terutama ketika berbaring atau setelah berolahraga.

4
Kondisi melemahnya otot akibat myasthenia gravis juga dapat menyerang
bagian tubuh lain, seperti otot leher, lengan, dan tungkai. Gejala yang dapat
muncul adalah:

 Nyeri otot setelah beraktivitas.


 Sulit mengangkat kepala setelah berbaring.
 Sulit bergerak, seperti bangun dari posisi duduk ke berdiri, mengangkat
benda, naik-turun tangga, menyikat gigi, atau mencuci rambut.
 Gangguan dalam berjalan.

Tiap penderita myasthenia gravis mengalami gejala yang berbeda-beda.


Gejala ini berkembang secara perlahan dan cenderung memburuk dalam
beberapa tahun sejak munculnya gejala, bila tidak diobati.

C. Etiologi

Etiologi Myastenia Gravis (MG) adalah reaksi autoimun yang


umumnya bersifar isiopatik, MG adalah penyakit autoimun yang paling
dimengerti dibandingkan penyakit autoimun lainnya. Meskipun demikian,
faktor dan mekanisme yang menyebabkan MG masih belum diketahui
dengan pasti.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan MG adalah :

 Penyakit timus : timoma, hyperplasia timus

 Tumor ekstra timus : penyakit Hodgkin, kanker paru tipe small cell

 Hipertiroidisme

 Genetic : NF-kB, TNIP1, Anti-AChR, antibody, Antibodi MuSK

 Human Leukocyte Antigen (HLA)-A1, HLA-A3, HLA-B7, HLA-B8,


HLA-DRw3, HLA-DQw2

5
 Sensitifitas antigen asing yang cross-reactive dengan reseptor Ach
nikotinik

D. Diagnosis

Dalam mendiagnosis myasthenia gravis, dokter akan menanyakan gejala


yang muncul dan riwayat kesehatan penderita. Pemeriksaan saraf juga dilakukan
untuk menguji refleks tubuh, memeriksa kekuatan dan massa otot, menguji
respons tubuh terhadap sentuhan, serta memeriksa keseimbangan dan koordinasi
tubuh.

Dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis,


dan membedakannya dengan kondisi lain yang juga menyebabkan kelemahan
otot, seperti multiple sclerosis. Tes lanjutan yang dilakukan adalah:

 Tes darah, untuk mendeteksi keberadaan antibodi di dalam darah yang


menyebabkan otot melemah.
 Tes fungsi paru, untuk memeriksa kondisi paru dan mendeteksi gangguan
pernapasan akibat melemahnya otot tubuh.
 Elektromiogram (EMG), untuk mengukur aktivitas listrik yang mengalir
dari saraf ke otot.
 Tes stimulasi saraf repetitif, untuk mengukur kemampuan saraf dalam
mengirim sinyal ke otot.
 Tes pencitraan, seperti MRI dan CT scan, untuk mendeteksi keberadaan
tumor dan kelainan pada kelenjar timus.

E. Pengobatan

Walaupun belum ada cara yang efektif untuk menyembuhkan myasthenia


gravis, tetapi pengobatan yang diberikan oleh dokter dapat meredakan gejala,
meningkatkan fungsi otot, dan mencegah kelumpuhan otot-otot pernapasan yang
berakibat fatal.

6
Jenis penanganannya pun berbeda-beda untuk tiap penderita, tergantung
usia, tingkat keparahan, dan kondisi pasien secara keseluruhan. Beberapa tindakan
pengobatan untuk mengatasi myasthenia gravis adalah:

Obat

Jenis obat yang digunakan untuk menangani gejala myasthenia gravis meliputi:

 Penghambat kolinesterase, untuk meningkatkan kekuatan dan pergerakan


otot. Obat ini digunakan sebagai penanganan awal myasthenia gravis.
Contoh obat ini adalah pyridostigmine dan neostigmine.
 Kortikosteroid, seperti prednisone, untuk menghambat sistem kekebalan
tubuh dalam memproduksi antibodi.
 Obat imunosupresif, seperti azathioprine, ciclosporin, methotrexate,
dan tacrolimus. Obat ini juga digunakan untuk menekan sistem kekebalan
tubuh, sehingga produksi antibodi dapat dikendalikan.
 Imunoglobulin (IVIG), yaitu antibodi normal yang diberikan melalui infus
untuk mengembalikan sistem kekebalan tubuh.
 Antibodi monoklonal, misalnya rituximab, yaitu obat yang diberikan
melalui infus untuk meredakan gejala myasthenia gravis yang tidak dapat
ditangani dengan jenis pengobatan lain.

Plasmaferesis

Plasmaferesis adalah prosedur membuang plasma darah dengan mesin


khusus. Plasma akan dibuang dan diganti dengan cairan khusus untuk membuang
antibodi penyebab myasthenia gravis. Antibodi ini berada di dalam plasma darah.

7
Operasi

Jika penderita myasthenia gravis juga mengalami pembesaran kelenjar


timus, dokter akan melakukan tindakan operasi untuk mengangkat kelenjar
tersebut. Prosedur bedah ini disebut timektomi.

F. Prognosis

Mengingat pengobatan saat ini, yang menggabungkan inhibitor


cholinesterase, obat imunosupresif, plasmapheresis, imunoterapi, dan perawatan
suportif dalam pengaturan unit perawatan intensif (ICU) (bila perlu), sebagian
besar pasien dengan MG memiliki rentang hidup yang hampir normal. Kematian
sekarang 3-4%, dengan faktor risiko utama adalah usia lebih dari 40 tahun,
riwayat penyakit progresif, dan timoma; sebelumnya, mencapai 30-40%. Dalam
kebanyakan kasus, istilah gravis sekarang keliru.

Morbiditas terjadi akibat gangguan kekuatan otot yang intermiten,


yang dapat menyebabkan aspirasi, peningkatan kejadian pneumonia, jatuh, dan
bahkan kegagalan pernapasan jika tidak diobati. Juga, obat yang digunakan untuk
mengendalikan penyakit dapat menghasilkan efek samping.

Saat ini, satu-satunya kondisi yang ditakuti muncul ketika kelemahan


melibatkan otot-otot pernapasan. Kelemahan mungkin menjadi sangat parah
sehingga membutuhkan bantuan ventilasi. Pasien-pasien itu dikatakan dalam
krisis myasthenic.

Penyakit ini sering muncul (40%) dengan hanya gejala okular.


Namun, ekstraokular hampir selalu terlibat dalam tahun pertama. Dari pasien yang
hanya menunjukkan keterlibatan okular pada permulaan MG, hanya 16% masih
memiliki penyakit okular eksklusif pada akhir 2 tahun.

8
Pada pasien dengan kelemahan umum, nadir kelemahan maksimal
biasanya dicapai dalam 3 tahun pertama penyakit. Akibatnya, setengah dari
kematian terkait penyakit juga terjadi selama periode ini. Mereka yang bertahan 3
tahun pertama penyakit biasanya mencapai kondisi mapan atau membaik.
Memburuknya penyakit jarang terjadi setelah 3 tahun.

Timektomi menghasilkan remisi total penyakit pada beberapa pasien.


Namun, prognosisnya sangat bervariasi, mulai dari remisi hingga kematian.

9
BAB III

PEMAPARAN JURNAL

JURNAL 1
Myasthenia Gravis A Manual for the Health Care Provider James F.
Howard, Jr., M.D. (2009)

 Intervensi OT
Setelah tujuan ditetapkan, terapis okupasi akan mengembangkan strategi
intervensi berdasarkan pengetahuan/edukasi, rehabilitasi dan / atau teknik
kompensasi. Untuk terapi tertentu akan tergantung pada beberapa faktor
yang sama yang memandu proses evaluasi. Selain itu, klien perlu edukasi
yang cukup tetang penyakit ini, tentang proses penyakit. Keinginan pasien
untuk kembali hidup normal juga akan memengaruhi jalannya terapi.

 Kelebihan
1. Dijelaskan secara runtut bagaimana strategi untuk pasien
2. Intervensi OT berorientasi kepada berfungsinya kembali fisik
pasien
3. Terapi tidak hanya mendukung ketrampilan untuk aktivitas sehari
hari, namun juga aktivitas yang perlu menyesuaikan lingkungan
4. Bisa dilakukan dimana saja

 Kekurangan
1. Dalam strategi OT pasien mempunyai banyak sekali limitasi, tetapi
jurnal ini hanya berfokus pada adaptasi lingkungan.

10
10
JURNAL 2

Exercise and Myasthenia Gravis: A Literature Review

Julia Naumes , Charlene Hafer-Macko and Sarah Foidel

School of Occupational Therapy, Pacific University, USA


Department of Neurology, Neuromuscular Division, University of Maryland
School of Medicine, and Geriatric Research Education Clinical Center (GRECC),
Baltimore Veteran’s Administration Medical Center, USA

A. Intervensi Okupasi Terapi (OT) :


 Latihan kelelahan pada pasien Myasthenia Gravis
- Dalam hasil survei, tindakan perawatan diri muncul sebagai strategi
tambahan untuk mengurangi kelelahan dan menghemat energi.
Intervensi mental mengurangi persepsi kelelahan melalui kontrol
kognitif, gangguan, pengalihan dan pengurangan stres. Konservasi
energi, kesadaran akan fisik seseorang, keterlibatan dalam pekerjaan
yang menenangkan, dan tidur yang nyenyak serta istirahat sangat
bermanfaat bagi pasien. Kelelahan pada MG dapat bertambah buruk
karena kurang tidur, gizi buruk, dan stres.
- Langkah-langkah untuk mengatasi kelelahan MG termasuk rehabilitasi
untuk meningkatkan mekanisme tubuh untuk mengurangi potensi
cedera dan untuk konservasi energi dan cara latihan terstruktur.
Rekomendasi kegiatan ini harus gabungan dari kesehatan dan
kesejahteraan, dan disesuaikan bagi setiap orang dengan MG untuk
memperhitungkan variabilitas penyakit.
 Leddy dan Chutkow merinci tantangan yang dihadapi oleh orang-orang
dengan MG yang berpartisipasi dalam atletik terorganisir. Olahraga
intensitas aerobik dan anaerobik rendah, seperti golf, bowling, kriket,
harus didorong untuk memungkinkan individu dengan MG melanjutkan

11
latihan untuk berhasil. Selain itu, pentingnya latihan menahan beban
ditekankan sebagai tindakan pencegahan untuk melawan osteoporosis.
 Program latihan strategi keseimbangan 16-sesi meningkatkan
kemampuan fungsional dan keseimbangan dalam pasien MG. Pasien
dilatih sekali atau dua kali seminggu pada latihan workstation
terapeutik, mis. tumit-kaki berjalan, duduk untuk berdiri, dan
menangkap bola dan melempar serta keseimbangan berdiri pada busa
dengan mata tertutup.
 Lohi et al menunjukkan bahwa latihan fisik aman dan dapat
meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan maksimal untuk individu
dengan MG ringan. Program ini dimodifikasi karena banyak pasien
tidak dapat menyelesaikan jumlah pengulangan yang ditentukan atau
peningkatan progres beban kerja. Pasien tidak memiliki efek negatif
dari latihan kekuatan. Intervensi berupa Resistance exercises (bench
press, lat pulldown, shoulder press, leg extension, and leg curl) 3 kali
per minggu.

Terapis okupasi (OT) memungkinkan pasien dengan Myasthenia Gravis


untuk terlibat dalam pekerjaan yang bermakna bagi mereka dengan
mengadaptasi lingkungan, pekerjaan, atau orang. Selain itu, dengan
pengetahuan OT tentang analisis aktivitas dan fisiologi, para praktisi
dapat mengembangkan program latihan terapi khusus untuk
memungkinkan individu-individu dengan MG terlibat dalam pekerjaan,
kegiatan, atau olahraga yang penting bagi mereka. Istirahat sering,
pengulangan rendah, latihan intensitas rendah, dan latihan berbasis
fungsi akan memungkinkan keterlibatan yang sukses dan aman dalam
latihan untuk pasien MG.

12
B. Kelebihan
- Program latihan fisik meningkatkan fungsi, memodifikasi tugas hidup
sehari-hari menggunakan prinsip konservasi energi, memfasilitasi
kembali bekerja dan partisipasi sosial, mengatasi dan beradaptasi
dengan keterbatasan fisik, dan meningkatkan mental kesehatan pasien.
- Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik atau olahraga pada
individu dengan MG ringan mampu meningkatkan kekuatan dan daya
tahan, dapat mengurangi kelelahan, meningkatkan kekuatan, dan
meningkatkan mobilitas fungsional pasien.
C. Kekurangan

Program latihan fisik terutama latihan fisik yang berat membuat pasien MG
merasa kelelahan yang berlebhihan.

JURNAL 3
Hindawi Publishing Corporation
Autoimmune Diseases
Volume 2012, Article ID 874680, 10 pages
doi:10.1155/2012/874680

Review Article
Myasthenia Gravis : A Review
Myasthenia Gravis (MG) adalah kelainan yang relatif tidak umum,
dengan tingkat prevalensi yang meningkat menjadi sekitar 20 per 100.000
pada populasi AS. Penyakit autoimun ini ditandai oleh kelemahan otot
yang berfluktuasi, memburuk dengan aktivitas, dan membaik dengan
istirahat. Pada sekitar dua pertiga dari pasien, keterlibatan otot mata
ekstrinsik muncul sebagai gejala awal, biasanya berkembang dengan
melibatkan otot bulbar lain dan otot tungkai, yang menghasilkan general
Myasthenia Gravis. Meskipun penyebab gangguan ini tidak diketahui,
peran antibodi yang bersirkulasi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin
dalam patogenesisnya telah diketahui dengan baik. Karena gangguan ini
sangat dapat diobati, pengenalan yang cepat sangat penting.

13
Rehabilitasi MG dan Intervensi OT

Program rehabilitasi dalam kombinasi dengan bentuk-bentuk


perawatan medis lainnya dapat membantu meringankan gejala dan
meningkatkan fungsi di MG. Tujuan utama adalah untuk membangun
kekuatan individu untuk memfasilitasi kembali bekerja dan kegiatan
kehidupan sehari-hari. Intensitas dan perkembangan latihan tergantung
pada stadium penyakit dan kesehatan keseluruhan. Pendekatan
interdisipliner termasuk pengobatan neuromuskuler, pengobatan fisik dan
rehabilitasi, dan terapi pernapasan direkomendasikan. Terapi fisik
bermanfaat untuk pemulihan kekuatan otot jangka panjang. Latihan
penguatan bertingkat membantu individu tetap sefungsional mungkin. Ada
terapi wicara untuk pelatihan pidato esofagus setelah trakeostomi.
Konseling kejuruan mungkin diperlukan jika persyaratan pekerjaan saat ini
tidak dapat dipenuhi. Intervensi psikologis untuk mengatasi penyakit
mungkin diperlukan
Terapi okupasi membantu individu beradaptasi dengan cara-cara
baru dalam melakukan tugas hidup sehari-hari menggunakan konservasi
energi dan teknik kompensasi. Konservasi energi melibatkan pengurangan
kegiatan besar menjadi tugas yang lebih kecil dan / atau menggunakan
prinsip-prinsip biomekanik dan ergonomi untuk mengurangi jumlah energi
yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan. Konservasi energi dapat
mencakup periode istirahat, mondar-mandir dan menilai kegiatan untuk
meningkatkan partisipasi individu dalam suatu pekerjaan. 
Keunggulan :
 Pada jurnal ini sudah menjelaskan secara jelas apa itu penyakit MG
dengan bahasa yang mudah dipahami
 Pada jurnal ini juga menjelaskan bagaimana perjalanan penyakit
MG ini

14
 Didalam jurnal ini adapun beberapa rangkuman rehalibitasi
misalnya OT dan TW

14
Kekurangan :

Sayang dalam jurnal ini belum dijelaskan secara detail bagaimana intervensi OT
yang tepat dan tidak diberikan contoh aktivitas sehari-hari apa yang menggunakan
konservasi energi dan teknik kompensasi yang bagaimana yang harus dilakukan.
Dalam menggunakan cara konservasi energi pun tidak dijelaskan bagaimana
caranya.

JURNAL 4
Peningkatan functional oral intake scale dan kualitas hidup pada myastenia gravis
pasca rehabilitasi menelan

A. Latar belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang mengenai transmisi


neuromuskular yang disebabkan berkurangnya reseptor asetilkolin di tautan saraf
otot.3-5 Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot yang meningkat
atau bertambah parah pada saat aktivitas dan mengalami perbaikan setelah
istirahat. Salah satu otot yang dapat terkena adalah otot mengunyah dan menelan
yang menyebabkan disfagia.
Disfagia adalah keadaan sulit menelan makanan, baik itu makanan
berbentuk padat, cair, atau keduanya. Disfagia juga didefinisikan sebagai keluhan
subjektif atau objektif yang berkaitan dengan kesulitan menelan, batuk tersedak
atau kesulitan mengolah makanan, dan sekresi. Disfagia bukan suatu penyakit,
namun merupakan gejala yang diakibatkan penyakit yang mendasarinya.
Disfagia pada pasien miastenia gravis dapat menimbulkan berbagai
komplikasi seperti malnutrisi, dehidrasi, pneumonia aspirasi, obstruksi saluran
pernapasan, dan menurunnya kualitas hidup karena keterbatasan untuk melakukan
aktivitas.

15
B. Tujuan

Menganalisis perbaikan disfagia orofaring pada pasien MG dengan


melihat peningkatan functional oral intake scale (FOIS) pada pemeriksaan
fiberoptic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) dan untuk mengetahui
perbaikan kualitas hidup dengan menggunakan swallowing quality of life
(SWAL-QoL) pasca program rehabilitasi menelan.

C. Metode

Penelitian ini merupakan quasi experimental open label pre and post-test
design dan data dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon. Penelitian
berlangsung di Poliklinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung sejak Januari − April
2013 pada 10 subjek penelitian. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian FOIS dengan melihat konsistensi makanan yang
aman ditelan berdasarkan temuan pemeriksaan FEES sebelum dan sesudah
mengikuti program rehabilitasi menelan selama 6 minggu dan penilaian kualitas
hidup dengan kuesioner SWAL-QoL.
Penatalaksanaan disfagia orofaring pada miastenia gravis dapat berupa
penatalaksaan medikamentosa dan non-medikamentosa. Penatalaksanaan
medikamentosa adalah dengan pemberian obat antikolinesterase dan salah satu
penatalaksanaan nonmedikamentosa adalah dengan program rehabilitasi
menelan.13

D. Intervensi OT

Melakukan Terapi rehabilitasi menelan yang dilakukan adalah latihan Shaker.


Latihan Shaker merupakan latihan isometrik dan isotonik yang dapat memperkuat
otot suprahioid dan memberikan perubahan dalam proses menelan. Latihan
dilakukan 1 kali seminggu dibawah supervisi dokter Rehabilitasi Medik dengan

16
lama 1 sesi 30 menit, terapi rehabilitasi menelan dilakukan juga di rumah 3 kali
setiap hari selama 6 minggu. Program rehabilitasi dilakukan 1 jam setelah subjek
mendapat terapi obat antikolinesterase.

16
E. Hasil

Didapatkan perbedaan bermakna (p=0,002) pada hasil FOIS dan


perbedaan bermakna pada seluruh domain kuesioner SWAL-QoL setelah
program rehabilitasi menelan (p<0,05).
F. Kelebihan

Dalam program rehabilitasi ini Bisa membantu memprekdiksi


kemampuan pasien untuk menelan. Program dapat membantu pasien
menelan makan dan Intervensi OT dapat meningkatkan fungsional dalam
kualitas hidup. Program rehabilitasi dapat dilakukan dirumah.

G. Kekurangan

Pasien dalam program rehabilitasi membuat pasien diet dalam makan padat. Dan
dalam jurnal ini hanya dapat membantu makanan yang tidak padat agar bisa
lansung menelan. Tidak memberikan strategi nya dalam mengunyah.

JURNAL 5
Effects Of Balance Strategy Training In Myasthenia Gravis : A Case Study
Series
 Intervensi okupasi terapi
Intervensi terdiri dari kontraksi isometrik maksimal berulang, dan
latihannya yaitu terfokus pada satu sendi dan otot yang sama. Strategi,
penguatan, dan latihan disesuaikan secara individual dengan kemampuan
fisik mereka. Program intervensi yang dipilih dalam studi ini adalah model
setelah metode workstation yang dijelaskan oleh Rendah Choy dan Nitz.
Latihan workstation serupa, yang menangani kebutuhan fungsional subjek,
contoh latihan ini termasuk berjalan tumit-Toe, duduk untuk berdiri, serta
menangkap bola dan melempar. Meningkatnya tantangan progresif
diperkenalkan jika subjek mampu mengatasi. Hal ini dilakukan dengan
meningkatkan jumlah pengulangan, mengubah kecepatan,
memperkenalkan tugas ganda, dll.

17
 Kelebihan
1. Metode ini dapat dilakukan di mana saja
2. Metode penelitian ini dapat diterapkan pada berbagai jenis kelamin
(perempuan dan laki-laki) dan dapat juga diterapkan pada klien dengan
berbagai latar belakang.
3. Metode ini dijelaskan secara baik tentang bagaimana melakukan
strategi sesuai dengan kondisi /kemampuan fisik pasien
4. Intervensi berfokus pada kebutuhan fungsional pasien tersebut

 Kekurangan

Kurang menjelaskan secara runtut bagaimana peningkatan fungsional pasien dan


kurang jelas dalam mencantumkan hasil atau efek dari intervensi tersebut.

Pembahasan Jurnal
Berdasarkan jurnal atau artilek yang telah dianalisis, dapat
disimpulkan bahwa metode terapi yang efektif adalah metode Latihan
Fisik dipadukan dengan metode Latihan Workstation. Karena metode
latihan fisik dapat meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan maksimal
untuk individu, kemudian metode workstation menangani kebutuhan
fungsional subjek, contoh latihan ini termasuk berjalan tumit, duduk untuk
berdiri, serta menangkap bola dan melempar sehingga individu dapat
melakukan aktivitas ringan, dan tidak selalu berada di tempat tidur.

18
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Myastenia Gravis adalah melemahnya otot tubuh akibat gangguan


pada saraf dan otot. Pada awalnya, penderita myasthenia gravis akan
merasa cepat lelah setelah melakukan aktivitas fisik, tetapi keluhan akan
membaik setelah beristirahat. Gangguan saraf dan otot ini disebabkan oleh
autoimun, yaitu kondisi ketika system kekebalan tubuh (antibody) malah
menyerang tubuh orang itu sendiri. MG disebabkan oleh antibodi yang
menyerang komponen dari membran postsinaptik, mengganggu transmisi
neuromuskular, dan menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot rangka.
Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan otot secara umum maupun
dapat terlokalisasi pada suatu otot tertentu. Keterlibatan dari otot bulbar
dan otot pernapasan dapat menyebabkan kematian. Patogenesis MG
tergantung pada target dan isotipe dari antibodi tersebut.

Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya


gangguan autoimun pada penderita myasthenia gravis, namun kelainan
pada kelenjar timus diduga sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko
munculnya penyakit autoimun ini. Kelenjar timus adalah suatu kelenjar di
bagian dada yang berperan sebagai penghasil antibodi. Sebagian penderita
myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar timus akibat tumor
atau pembengkakan kelenjar.

B. Saran

Penyusun memberikan saran kepada terapis untuk menggunakan


metode yang sesuai dengan kondisi klien, karena klien dengan kondisi
Myasthenia Gravis mudah merasa lelah karena kelemahan otot yang
dialami, juga dipertimbangkan apakan klien bisa berpartisipasi aktif agar
hasil terapi dapat dicapai secara optimal.

19
DAFTAR PUSTAKA

Diakses tanggal 3 April 2020

dr, T. W. (2019). Myasthenia Gravis. ALODOKTER,


https://www.alodokter.com/myasthenia-gravis.
Permana, d. K. (2017). Myasthenia Gravis. ALOMEDIKA,
https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/miastenia-gravis/etiologi.

Diakses tanggal April 16, 2020

Jowkar, A. (2007). Myasthenia Gravis.


https://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview#a7.

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai