Anda di halaman 1dari 70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedudukan sektor agraris adalah sangat penting mengingat penambahan jumlah penduduk
menuntut penyediaan pangan yang memadai. Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi
modal pembangunan yang penting apabila didukung oleh tenaga-tenaga yang berkualitas,
dimana untuk mendapatkan tenaga-tenaga yang berkualitas tersebut ketersediaan akan
pangan menjadi salah satu faktor yang dominan.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah tengah mencanangkan pemanfaatan kembali


lahan – lahan pertanian yang selama ini lahan tidur atau tidak dimanfaatkan,
Pemberdayaan air dan berbagai sumber potensi untuk pertanian sangat memadai dan
kadang melimpah, untuk itu perlunya direncanakan kembali pemanfaatan potensi tersebut,
misalnya daerah permukiman areal pertanian atau prasarana perhubungan yang sudah
tersedia dan sudah sangat memadaai terutama daerah Bereng Bengkel yang sangat dekat
dengan Kota Palangka Raya. Daerah Desa Bereng Bengkel sebelumnya merupakan daerah
banjir dan genangan yang cukup tinggi dan terjadi dalam waktu relatif lama akan
memberikan dampak merugikan bagi hampir semua bentuk kehidupan.

Dalam pengendalian banjir pemerintah sudah membangun tanggul penahan banjir dengan
harapan dapat mengurangi bahkan dapat mengendalikan banjir yang berdampak merugikan
bagi masyarakat.

Sehubungan dengan dibangunnya tanggul penahan banjir berdampak akan terhambatnya


air yang akan mengalir pada lahan pertanian di desa Bereng Bengkel oleh karena itu perlu
adanya perencanaan”SID Pengembangan Jaringan Pengairan DR. Desa Bereng Bengkel
Kota Palangkaraya”.

Tujuan pengembangan jaringan pengairan untuk mengaliri air kembali pada dareah
pertanian yang selama ini terganggu oleh adanya pengendalian banjir di daerah tersebut

I-1
sehinggan wilayah tersebut dapat kembali normalbaikbidang transportasi,sosial
ekonomi,kesehatan,pendidikan,pertanian,perdagangan dll yang selama ini terhambat.

Mengingat Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah sebagai pusat pemerintahan


Provinsi Kalimantan Tengah Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengembangan sistem
pengairanuntuk wilayah yang selama ini banyak lahan pertanian ex sejuta hektar lahan
pertanian terbengkalai disebabkan pemanfaatan lahan yang tidak dapat menghasilkan
secara maksimal atau kurang dapat menghasilkan, untuk itu dengan adanya perecanaan tata
guna air dapat membangkitkan kembali sejumlah lahan pertanian yang ada di Palangkaraya
Khusunya Desa Bereng Bengkel dan Kalimantan Tengah secara umum, untuk itu
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Pekerjaan Umum melalui
penyusunan ”SID Pengembangan Jaringan Pengairan DR. Desa Bereng Bengkel Kota
Palangkaraya”.

Faktor Penyebab kurangnya pemanfaatan sarana Jaringan Pengairan


Faktor hujan / Intensitas Hujan yang sangat tinggi sehinga menjadi banjir.
Faktor rusaknya retensi Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga debit air menjadi
besar atau meningkatnya level permukaan air sungai dan kekeringan sungai
menjadi lebih cepat pada musim kemarau.
Faktor kesalahan pemanfaatan sungai terjadinya penambangan diarea sungai dan
tercemarnya air sungai sehingga air sungai tidak dapat dimanfaatkan untuk
pertanian.
Faktor pedangkalan sungai akibat sedimentasi.
Faktor kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana
Faktor prilaku masyarakat yang tidak peduli arti manfaat air itu sendiri.
Faktor Iklim yang mempengaruhi ketersediaan air secara kontinu baik pada musim
kemarau atau musim hujan..

Dengan melihat kondisi seperti itu, maka pemerintah melalui Pemerintah Propinsi
Kalimantan Tengah lingkup Dinas Pekerjaan Umum memutuskan untuk mengembangkan
lahan tersebut agar lebih produktif dengan pendekatan teknis dan aspiratif masyarakat
setempat. Yang menjadi tolak ukur keberhasilan budidaya padi di lahan persawahan
terletak pada keserasian pengaturan air / sistem suplai dan drainase. Kurang berfungsinya

I-2
areal proyek untuk budidaya pertanian adalah akibat belum ada sarana tata air sehingga
lahan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.

Harapan masyarakat selanjutnya adalah adanya upaya menciptakan keserasian pengaturan


tata air tersebut, keserasian pengaturan tata air tersebut diharapkan akan memperbaiki :
Mencegah terjadinya genangan air yang merugikan tanaman pertanian pada
umumnya terutama pada musim hujan.
Pada saat musim kemarau diharapkan terdapat air yang cukup untuk mengairi areal
persawahan, saat ini dalam kondisi pasang air hanya mampu mencapai  1,00 s/d
2.00 km dari sungai.
Memperbaiki fungsi saluran yang ada sekarang yang saat ini sudah tertutup
endapan (sedimentasi) dan semak-semak.
Mengatur tinggi muka air tanah, sehingga tersedia ruang yang cukup untuk
pertumbuhan akar dan memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pertanian.
Menimbulkan mekanisme tata air yang optimal di lapangan sehingga terdapat air
yang baik, yang berguna untuk memperkaya oksigen dalam tanaman
Mencuci asam-asam organik dalam tanah.

Apabila proyek ini telah dibangun, diharapkan lahan yang ada dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat secara baik, sehingga proyek dapat memberikan daya guna yang optimal bagi
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Atau dengan kata lain pengembangan daerah rawa diperlukan untuk peningkatan
kebutuhan pangan baik lokal maupun regional dengan dengan memanfaatkan potensi yang
ada, dengan meningkatkan intensitas panen dari satu kali setahun menjadi dua kali setahun
melalui sistem pertanian beririgasi. Selain itu dengan adanya fasilitas pengairan didaerah
ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar daerah
pengembangan melalui usaha bidang pertanian.

1.2 Lokasi dan Pencapaian Lokasi

Lokasi pekerjaan terletak di desa Bereng Bengkel kecamatan Sebangau berjarak kurang
lebih 35 km dari pusat kota palangkaraya arah jalan nasional ke kota Banjarmasin.

I-3
Lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Lokasi Pekerjaan
SID Pengembangan
Jaringan Pengairan DR.
Desa Bereng Bengkel
Kota Palangkaraya

I-4
Gambar 1.2 Lokasi Pekerjaan

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pekerjaan ini adalah membuat design rinci untuk peningkatan
pengembangan daerah rawa yang meliputi :

Identifikasi potensi dan kendala yang ada pada lokasi proyek yang meliputi
aspek teknis, pertanian, sosial ekonomi dan lingkungan, kemudian dirumuskan
rencana peningkatan lokasi.
Identifikasi aliran pasang surut air rawa dan sistem hidrologi untuk mengetahui
sistem aliran yang ada serta elevasi atau ketinggian muka air pasang maupun
surut rata-rata atau yang maksimal.
Identifikasi tanah pertanian, khusus yang berkaitan dengan pengembangan
rawa, untuk mengetahui kesuburan jenis tanah yang ada, serta macam tanaman
yang sesuai dengan keadaan tanahnya.
Identifikasi agro sosio-ekonomi di wilayah yang akan dikembangkan serta
sekitamya, untuk mengetahui kondisi perkembangan masyarakat terhadap
sistem pertanian, pembibitan, pengolahan tanah, tata cara tanam, pemeliharaan

I-5
tanaman, tata cara panen, serta pemasaran hasil pertanian, tingkat pendapatan,
kesejahteraan, pendidikan, ketrampilan serta tradisi lokal yang ada.
Identifikasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi pembangunan pertanian
rawa. Identifikasi tataguna lahan yang ada.
Identifikasi prasarana pengairan yang ada.
Mendesain dan meninjau kembali lokasi tata letak serta kedudukan jaringan
saluran rawa yang baru, atau yang akan ditingkatkan, demikian juga kedudukan
bangunan pelengkapnya.

1.4 Lingkup Pekerjaan

Berdasarkan latar belakang, maksud dan tujuan pekerjaan, maka perlu dilakukan
tahapan kegiatan yang berhubungan dengan permasalahan perencanaan jaringan
tata air untuk pengembangan daerah rawa. Tahapan kegiatan ini antara lain meliputi
kegiatan persiapan, survey lapangan,system planning, desain rencana dan
pelaporan.
Tahapan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut :
Untuk memenuhi tujuan studi cakupan studi adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan Persiapan

Mengadakan dan menyiapkan kantor lapangan, mengurus perijinan dan


administrasi dengan berbagai pihak terkait, menyiapkan perumahan dan base
camp di lokasi proyek, kendaraan, peralatan lapangan, peralatan kantor dan
laboratorium, mobilisasi personil dan sebagainya

2. Kegiatan Survey lapangan

Terdiri dari pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Data
primer diperoleh dari survei langsung dilapangan sedangkan data sekunder
didapatkan dari informasi/penjelasan pejabat setempat seperti Bappeda, Dinas
PU tingkat I maupun Tingkat II, hasil studi terdahulu dan buku informasi
lainnya.

I-6
Data primer yang dibutuhkan meliputi :

a. Data kondisi tanah meliputi daya dukung tanah, stabilitasi lereng saluran dan
tanggul, penurunan muka tanah (subsidence), pemadatan tanah, kelulusan air
dan lain-lain

b. Data topografi

c. Gambaran kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta aspirasi masyarakat


terhadap rencana peningkatan jaringan rawa.

Data sekunder yang dibutuhkan meliputi :

a. Data hidrologi, yang tercakup didalamnya data sistem sungai dan pengaliran
yang terkait, data klimatologi, data informasi banjir

b. Data fluktuasi muka air, data pengamatan pasang surut air laut, data tanah
pertanian

c. Kompilasi dan interpretasi data :

- Sosial ekonomi,
- Sosial budaya.
d. Data tata guna lahan

e. Data lokasi quarry

Adapun kegiatan survey ini terdiri dari:

Pengukuran topografi (situasi detail)


Survey hidrologi dan hidrometri
Survey mekanika tanah
Survey tanah pertanian
Survey sosio-agro-ekonomi
Inventarisasi permasalahan lainnya

3. Desain Rencana

Setelah lay out ditetapkan, dapat dilanjutkan dengan yang lebih detail, kemudian
dikonsultasikan dengan Direksi dan dilanjutkan sosialisasi lapangan dengan
masyarakat setempat, dilengkapi dengan pengukuran Stake Out.

I-7
Desain rencana meliputi perencanaan :

Dimensi jaringan reklamasi


Perencanaan bangunan air
Perencanaan tanggul
Perencanaan bangunan-bangunan pelengkap lainnya
Penyiapan dokumen lain-lain

4. Analisa Rencana

Setelah semua komponen diketahui biayanya dan dari analisa pertanian juga
diketahui keadaan produksi pertanian, bersama data lainnya dapat dikukan
analisa ekonomi proyek dengan out put B/C Ratio, NPV.IRR disertai dengan
analisa sensitivitasnya.

5. Digitasi

Peta lkhtisar, Situasi, Lay Out, Peta Pelaksanaan, Skema Jaringan dan Skema
Bangunan.

1.5 Keadaan Umum Lokasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah tengah mencanangkan pemanfaatan kembali


lahan – lahan pertanian yang selama ini lahan tidur atau tidak dimanfaatkan,
Pemberdayaan air dan berbagai sumber potensi untuk pertanian sangat memadai dan
kadang melimpah, untuk itu perlunya direncanakan kembali pemanfaatan potensi tersebut,
Salah satunya DR. Bereng Bengkel yang sangat dekat dengan Kota Palangka Raya.
DR.Bereng Bengkel sebelumnya merupakan daerah persawahan dengan memanfaatkan
genangan air yang ada. DR. Bereng Bengkel pernah merupakan salah satu daerah rawa
areal persawahan kebanggaan Kalimantan Tengah hal ini dibuktikan dengan adanya panen
raya yang pernah diadakan pada DR. bereng bengkel.
Permasalahan yang ada pada saat ini adalah :
1. Adanya dampak banjir yang datang hampir tiap tahun terjadi.
2. Tidak bisanya melakukan penanaman padi diakibatkan adanya banjir.
3. Adanya perubahan sistem jaringan tata air yang ada akibat banjir
4. Pendangkalan saluran air.
5. Semakin berkurangnya lahan sebagai potensi pengembangan lahan pertanian

I-8
Penanganan yang dikerjakan saat ini :
1. Penanganan sistem tata air yang akan dilakukan adalah sistem polder.
2. Normalisasi saluran yang ada.
3. Pembagunan tanggul penahan banjir yang sampai saat ini sedang berjalan.
4. Perencanaan sistem tata tata air dan sistem jaringan irigasi.

I-9
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PEKERJAAN

2.1 Letak Administrasi dan Geografi

Secara geografis, Kota Palangka Raya terletak pada : 113°30′ – 114°07′ Bujur Timur dan
1°35' – 2°24′ Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kota Palangka Raya terdiri atas 5
(lima) wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Sabangau, Jekan Raya, Bukit Batu
dan Rakumpit yang terdiri dari 30 Kelurahan dengan batas-batas sebagai berikut :
 Sebelah Utara: Kabupaten Gunung Mas
 Sebelah Timur: Kabupaten Gunung Mas
 Sebelah Selatan: Kabupaten Pulang Pisau
 Sebelah Barat: Kabupaten Katingan
Kota Palangka Raya mempunyai luas wilayah 2.678,51 Km2 (267.851 Ha) dibagi ke
dalam 5 (lima) Kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Sabangau, Jekan Raya, Bukit Batu
dan Rakumpit dengan luas masing-masing 117,25 Km2, 583,50 Km2, 352,62 Km2, 572
Km2 dan 1.053,14 Km2.

Gambar 2.1. Letak Administratif Kota Palangkaraya

II-1
2.2 Letak Administrasi Kecamatan Sebangau

Kecamatan Sebangau dibentuk berdasarkan Perda Kota palangkaraya Nomor 32 Tahun


2003, tentang pembentukan, pemecahan dan penggabungan kecamatan dan kelurahan.
Diresmikan sejak diangkat dan dilantiknya PNS Eselon II, III dan IV oleh Walikota
Palangkaraya pada tanggal 28 Februari 2003.
Secara geografis Kecamatan Sebangau terletak pada 113030-114004’ Bujur Timur dan
1030’-2030’ Lintang Selatan. Secara administrasi berbatasan dengan :
 Sebelah Utara : Kecamatan Jekan Raya, Kec. Pahandut, Kabupaten
Pulang Pisau
 Sebelah Timur : Kabupaten Pulang Pisau
 Sebelah Selatan : Kabupaten Pulang Pisau
 Sebelah Barat : Kabupaten Katingan
Wilayah Kecamatan Sebangau adalah 583,50 Km2 (58.350 Ha), yang merupakan
kecamatan terluas pada Kota Palangka Raya. Kecamatan Sabangau Ibukotanya
Kalampangan, meliputi wilayah kelurahan sebagai berikut:
1) Kelurahan Kereng Bengkirai
2) Kelurahan Sabaru
3) Kelurahan Kalampangan
4) Kelurahan Kameloh Baru
5) Kelurahan Bereng Bengkel
6) Kelurahan Danau Tundai

II-2
No Desa/Kelurahan Luas Wilayah
(Ha)
1 Kereng Bangkirai 27.050
2 Sebaru 15.225
3 Kalampangan 4.625
4 Kameloh Baru 5.350
5 Bereng Bengkel 1.850
6 Danau Tundai 4.250
Jumlah Kecamatan Sebangau 58.350
Sumber : Kecamatan Sebangau Dalam Angka Tahun 2010
Tabel 2.1. Data Kelurahan Wilayah Kec. Sebangau

2.3 klimatologi
Secara garis besar Kota Palangka Raya merupakan dataran dan perbukitan yang tidak lebih
dari 40% dan dibelah oleh 1 buah sungai besar yaitu Sungai Kahayan yang membelah kota.
Selain itu terdapat 3 sungai buatan yaitu :
 Sungai Pangaringan I
 Sungai Pangaringan II
 Sungai Pangaringan III

Tipe iklim , curah hujan rata-rata 2.490 mm/thn dengan 186 hari hujan, suhu rata-rata
27,2°C dan kelembaban rata-rata 83,08%. Rata – rata kecepatan angin di Kota Palangka
Raya 2 – 4 Knot.

Wilayah Palangkaraya pada umumnya tergolong daerah yang beriklim tropis dan lembab.
Temperatur dan kelembaban udara sepanjang tahun berfluktuasi yaitu pada siang hari
antara 26C -33C, pada malam hari temperatur udara antara 14C-20C. Suhu rata-rata
harian 29C dan temperatur maksimum mencapai 36C dan rata-rata minimum antara
17,1C-21,8C.

Hujan terjadi hampir sepanjang tahun dan curah hujan terbanyak pada bulan Oktober
hingga Desember, serta dari bulan Januari hingga Maret dengan curah hujan rata-rata
(untuk daerah Kecamatan Sebangau) berkisar antara 1.400 mm - 2.500 mm/tahun. Rata-
rata curah hujan bulanan berkisar antara 175 mm- 490 mm dan jumlah rata-rata per tahun
sebanyak 3.479 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata pertahun 183 hari, sedangkan curah

II-3
hujan maksimum harian mencapai 35 mm. Berdasarkan keadaan curah hujan tersebut,
maka menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim di wilayah KAPET DAS-KAKAB
tergolong ke dalam tipe A1 sedangkan menurut klasifikasi Koppen tergolong ke dalam tipe
iklim Alfa, dengan Zona Agroklimat Af menurut klasifikasi Oldeman.

2.4 Topografi

Topografi daerahnya terdiri dari tanah datar dan berbukit dengan kemiringan kurang dari
40%. Secara administratif, wilayahnya yang seluas 2.678,51 Km2 terbagi menjadi 5
kecamatan yang mencakup 30 kelurahan. Hingga 31 Desember 2010, jumlah penduduknya
tercatat sebanyak 220.962 jiwa, terdiri dari 113. 005 (51,14%) laki-laki dan 107.957
(48,86%) perempuan. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata 82 jiwa/Km², dengan sebaran
penduduk tidak merata. Sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Pahandut dan Jekan
Raya (86,79%) dan sisanya (13,21%) tersebar di Bukit Batu, Sabangau dan Rakumpit.
Sebagian besar (73,01%) penduduknya bekerja di sector perdagangan, jasa, dan konstruksi.
Daerah Kecamatan Sebangau yang merupakan bagian selatan dari Kota Palangkaraya
adalah daerah dataran rendah yang merupakan daaerah aliran sungai dan daerah rawa.
Ketinggian kurang dari 60 m dari permukaan laut dengan kemiringan 0 – 8%. Untuk lebih
jelasnya ketinggian Kota Palangka Raya diatas Permukaan Laut dapat dilihat pada Tabel
berikut ini :

No Desa/Kelurahan Ketinggian
1 Kereng Bangkirai 10 – 50 meter
2 Sebaru 0 – 20 meter
3 Kalampangan 0 – 25 meter
4 Kameloh Baru 0 – 20 meter
5 Bereng Bengkel 0 – 25 meter
6 Danau Tundai 0 – 40 meter

Tabel 2.2. Ketinggian Kecamatan Sebangau di atas Permukaan Laut (mdpl)

II-4
2.5 Geologi
Berdasarkan Peta Geologi lembar Palangka Raya (1613) skala 1:250.000 (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, 1995), formasi geologi yang ada di wilayah Kota Palangka
Raya, tersusun atas formasi Aluvium (Qa) yang terbentuk sejak jaman Holosen dan
formasi Batuan Api (Trv). Formasi Aluvium (Qa) merupakan formasi yang tersusun dari
bahan-bahan liat kaolinit dan debu bersisipan pasir, gambut, kerakal dan bongkahan lepas,
merupakan endapan sungai dan rawa.
Hampir seluruh wilayah perencanaan ditempati oleh formasi batuan yang relatif berumur
muda, yaitu Plistosen hingga Holosen. Struktur geologi Kota Palangka Raya sebagian
besar disusun dari batuan kwarsa dan dari endapan kuarter. Endapan kuarter ini
membentuk lahan bergambut sehingga kurang cocok untuk dikembangkan sebagai lahan
perkotaan, terletak di wilayah selatan Kota Palangka Raya, yaitu di Kecamatan Sebangau.
Untuk Kecamatan Sebangai formasi batuan yang membentuk adalah sebagai berikut :
A. Formasi Dahor (TQd)
Formasi Dahor terdiri atas batu pasir kuarsa lepas berbutir sedang dan terpilah buruk,
konglomerat lepas dengan komponen kuarsa berdiameter 1- 3 cm, batu lempung t
lunak, setempat dijumpai lignit dan limonit. Batuan ini berumur Plio-Plistosen,
diendapkan dalam lingkungan fluviatil dengan tebal sekitar 250 m dan menindih secara
tidak selaras Formasi Warukin di bawahnya. Penyebaran formasi ini cukup Was
terutama terdapat pada morfologi dataran, menempati daerah dataran dengan elevasi
relatif tinggi yakni sekitar 20 - 30 maml. Menempati daerah peralihan antara morfologi
dataran dan morfologi perbukitan ataupun antara morfologi dataran dan morfologi
pegunungan dengan elevasi antara 20 - 40 maml. Oleh karena itu formasi ini terdapat
di sebelah barat Kecamatan Sebangu yaitu di Desa Kereng Bengkirai.
B. Aluvium
Batuan lepas ini merupakan endapan termuda sebagai hasil erosi batuan-batuan lebih
tua yang proses pengendapannya masih berlangsung hingga masa kini. Litologinya
terdiri atas lempung kaolinit dan lanau bersisipan pasir, gambut, kerakal dan
bongkahan lepas yang merupakan endapan sungai dan rawa.
Penyebarannya sangat luas, menutupi hampir seluruh morfologi dataran yang
merupakan 70 % dari seluruh daerah pemetaan dengan elevasi kurang dari 30 maml.

II-5
Gambar 2.2. Peta Geologi Kecamatan Sebangau
Formasi geologi wilayahnya tersusun atas formasi Aluvium (Qa), Batuan Api (Trv) dan
Dahor (TQd). Jenis tanahnya didominasi oleh 5 ordo yaitu histosol, inceptosol, entisol,
spodosol dan ultisol. Selama 10 tahun terakhir (1997-2006), curah hujan tahunan berkisar
dari 1.840-3.117 mm dengan ratarata sebesar 2.490 mm. Kelembaban udara berkisar antara
75-89% dengan kelembaban rata-rata tahunan sebesar 83,08%. Sedangkan temperatur
udara rata-rata adalah 26,88° C, dengan angka minimum pada 22,93° C dan maksimum
32,52° C
Perekonomian Kota Palangka Raya pada tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan positif
yakni sebesar 6,95%, meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 5,55%. Pendapatan regional perkapita naik 11,06% dari tahun sebelumnya, yakni
dari Rp. 11,37 juta menjadi Rp. 12,63 juta. Struktur perekonomiannya selama periode
tahun 2008-2010 didominasi oleh 3 sektor yaitu jasa-jasa, pengangkutan dan komunikasi
serta perdagangan, hotel dan restoran. Sebagai ibukota provinsi, kondisi sarana dan
prasarananya telah cukup memadai untuk menunjang dinamika perkembangan ekonomi
dan sosial.

2.6 Jenis Tanah


Berdasarkan hasil analisis kesuburan tanah, diketahui bahwa tanah di Kecamatan Sebangau
mempunyai kesuburan dari sedang sampai rendah. Keadaan ini akan merupakan faktor
pembatas untuk pengembangan komoditi pertanian ataupun daerah terbangun perkotaan.

II-6
Jenis tanah yang ada di wilayah Kota Palangka Raya juga mengikuti pola kondisi
topografinya. Di bagian selatan yaitu Kecamatan Sebangau, jenis tanah yang dominan
adalah tanah Gambut dan tanah Aluvial, terutama pada bagian selatan dan timur
Kecamatan Sebangaudengan kondisi Saluran yang kurang bagus.
Di Wilayah Kecamatan Sebangau terdapat dua sungai/anak sungai besar, yaitu Sungai
kahayan dan Sungai Sebangau. Pada daerah-daerah pinggir sungai umumnya didominasi
oleh tanah aluvial yang berasal dari endapan sungai.

No Jenis Tanah Luas (Ha)

1 Podsol 955
2 Organosol 53.030
3 Aluvial 3.625
4 Kameloh Baru 745
Luas Total 58.335
Tabel 2.3. Penyebaran jenis Tanah Di Kecamatan Sebangau

2.7 Sistem Lahan

Kota Palangka Rayamempunyai luas wilayah 2.678,51 Km2 ( 267.851 ha ) dibagi dalam 5
(lima) kecamatan Pahandut luas 117,25 Km2, Kecamatan Sebagau luas 583,50 Km2,
kecamatan Jekan Raya luas 362,62, Bukit Batu luas 570,00 Km2, Rakumpit luas 1.053,14
Km2. Luas wilayah sebesar 2.678,51 Km2 dapat dirinci sebagai berikut :

1. Kawasan Hutan : 2.485,75 Km2


2. Tanah Pertanian : 12,65 Km2
3. Perkampungan : 45,54 Km2
4. Areal Perkebunan : 22,30 Km2
5. Sungai dan Danau : 42,86 Km2
6. Lain-lain : 69,41 Km2

Berdasarkan struktur penggunaan lahan tersebut, maka pembangunan bidang lingkungan


diarahkan untuk mengembangkan kepengusahaan secara berkelanjutan berwawasan
lingkungan.

II-7
Sistem Lahan ini sangat penting untuk dibahas, melihat kondisi fisik lahan di Kota
Palangkaraya umumnya dan Kecamatan Sebangau khususnya, mengingat terdapat
beberapa kondisi khusus yang berhubungan dengan pola penggunaan lahan dan pola
pemanfaatan lahan kedepan terkait dengan kemampuan sistem lahan tersebut dalam
pengembangan kota kawasan terbangun dan kawasan yang harus dilindungi karena
memiliki sifat kerentanan pemanfaatan lahan dan fungsi konservasi.
Pada dasarnya Kecamatan Sebangau (yang merupakan eks kawasan PLG), terdapat tiga
sistem tanah utama di yang masing-masing memiliki bentang alam yang berbeda dan
dengan beragam opsi penggunaan dan kebutuhan penanganan:
1. Daerah Aliran Sungai dan Tanggul – Pemukiman warga ditemukan di sepanjang
daerah aliran sungai. Sebagian dari pemukiman ini dengan dinding sungai yang kuat
mempengaruhi kelancaran arus, membentuk tepian sungai berstekstur kasar atau
menggunduk.
2. Rawa – Rawa adalah area rendah antara daerah tepian sungai, sering kali mengalami
banjir dan genangan air dalam waktu lama. Tanah terdiri dari tepian sungai dan
memiliki variabilitas ruang yang sangat horizontal dan vertikal, mengandung (tipis)
tanah organik, tanah kotor, dan berpotensi mengandung asam sulfat.
3. Tanah Gambut – Dengan terjadinya akumulasi gambut di rawa, permukaan tanah naik
secara bertahap sehingga menurunkan pengaruh sungai. Setelah mengalami beberapa
kali pertumbuhan gambut yang sepenuhnya tergantung pada curah hujan yang
mengakibatkan lahan gambut berbentuk kubahan biasa. Ketiga area gambut tebal
ditemukan di wilayah studi (Gambar ….): yang berada di antara Sungai Sebangau dan
Sungai Kahayan.
Pada dasarnya keberadaan rawa dan tanah gambut merupakan suatu kendala dan limitasi
pengembangan kawasan terbangun perkotaan di Kecamatan Sebangau dan harus dilindungi
karena pemanfaatan kawasan tersebut selain memiliki kemampuan yang kurang akan
mengakibatkan bencana lingkungan terhadap kawasan lain.

2.8 Hidrologi dan Hidrogeologi


Kondisi hirdologi dan hidrogeologi di Kecamatan Sebangau dapat dijabarkan dan
dikelompokkan sebagai berikut:

II-8
1. Hidrologi Sungai
Aliran air permukaan yang mengalir di wilayah Kota Palangka Raya (Kecamatan
Sebangau) adalah Sungai Kahayan, dan Sungai Sabangau. Secara umum pola aliran
sungai tersebut memperlihatkan pola aliran meranting dengan stadium aliran dewasa
hingga tua, yang ditandai oleh pola meander yang sangat kuat hingga membentuk
danau-danau kecil sebagai akibat meander terpotong. Daya dukung air merupakan
salah satu parameter yang sangat penting dalam perencanaan tata ruang. Untuk itu,
perlu adanya suatu tinjauan tentang keadaan potensi sumber-sumber air.
Sungai Kahayan dan Sungai Sabangau dengan anak-anak sungainya adalah prasarana
transportasi alam yang sangat penting, karena sungai-sungai tersebut menghubungkan
wilayah Kota Palangkaraya dengan wilayah sekitarnya dan menghubungkan desa-desa
di wilayah utara Kota Palangkaraya dengan pusat kotanya, karena keterbatasan
prasana jalan yang menghubungkan pusat kota dengan wilayah (desa/kelurahan) di
utara dan selatan Kota Palangka Raya.
2. Hidrologi Lahan Gambut
Hidrologi Kawasan Lahan Gambut ditentukan oleh pasang laut yang masuk dari pantai
ke hilir sungai dan mengaliri mencapai aliran sungai utama – Sungai Kahayan dan
Sebangau. Dekat batas hulu di Kawasan Lahan Gambut fluktuasi pasang surut hampir
tidak terjadi, dan permukaan sungai musim hujan bisa mencapai 1,55 m di atas
tingginya permukaan pada musim kemarau.
Kawasan Lahan Gambut adalah sebuah delta sungai dengan bentang alam yang
terbentuk dari proses hidrologi: (i) banjir yang sering terjadi dan deposisi sedimen di
area mineral, dan (ii) waterlogging permanen dan akumulasi bahan organik di lahan
gambut. Akibatnya, hidrologi area perencanaan menetapkan kondisi batas untuk
pengembangan area dan beberapa kondisi hidrologi dan proses perlu dipertimbangkan
dalam perencanaan dan pengelolaan.

II-9
Gambar 2.3. Frekuensi luapan air sungai dan genangan air hujan

3. Hidrogeologi
Ketersedian air tanah pada suatu daerah terutama sangat dikontrol oleh beberapa
faktor seperti curah hujan, jenis batuan, dan bentuk melon. Faktor-faktor tersebut
secara berkesinambungan membentuk suatu sistem yang dinamis dan terpadu sehingga
mempengaruhi tingkat kandungan air tanah di daerah tersebut. Air tanah tersebut
berasal dan bersumber dari hasil peresapan air hujan pada daerah setempat dan atau
dari daerah ketinggian lainnya secara regional.
Batuan yang berbeda jenis mempunyai sikap yang berbeda pula terhadap air
disebabkan perbedaan sifat, tekstur, maupun struktur. Perbedaan sifat antara lain
menyangkut tingkat kepaduan suatu material batuan, tekstur menyangkut aspek
geometris dari partikel-partikel yang menyusun batuan seperti ukuran butir, bentuk
butir, dan susunan butir yang selanjutnya berpengaruh terhadap sifat kesarangan dan
kelulusan batuan terhadap air. Di samping itu perbedaan struktur akibat proses
tektonik antara lain menyangkut aspek intensitas sesar (patahan), rekahan, celahan,

II-10
rongga pada batuan tersebut yang kemudian sangat menentukan sikap batuan tersebut
terhadap air, apakah dapat meluluskan air (bertindak sebagai akuifer) atau sebaliknya.
Didasarkan atas seluruh karakteristik tersebut di atas, hidrogeologi daerah Kecamatan
Sebangau dapat diidentifikasikan secara kualitatif, baik keterdapatan air tanah maupun
produktivitas akuifernya. Secara Ketersediaan air tanah Kecamatan Sebangau dapat
dibagi menajdi dua yaitu :
a. Akuifer Produktivitas Sedang denga penyebaran Luas. Berada pada tepian
Sungai Sebangau dan Sungai Kahayan sebelah timur kawasan
b. Setempat aquifer dengan produktifitas kecil sampai sedang. Berada pada
kawasan sebelah barat di Desa Kereng Bengkirai.

Gambar 2.4. Peta Hidrogeologi Kecamatan Sebangau

2.9 Kondisi Ruang

2.9.1 Intensitas Bangunan


Pengaturan tingkat kepadatan/intensitas dalam penggunaan lahan pada suatu kawasan
perkotaan digunakan KDB dan KLB. Yang dimaksud KDB adalah perbandingan antara
luas lantai dasar dengan total luas lahan. Sedangkan KLB adalah perbandingan antara total

II-11
luas lantai dengan total luas lahan. Kawasan yang memiliki aksesibilitas tinggi seperti
pusat ibukota kecamatan yang berada pada kawasan komersial pada umumnya mempunyai
intensitas pembangunan yang tinggi. Dengan demikian angka KLB dan KDB pada
kawasan komersial tersebut biasanya juga tinggi jika dibandingkan dengan kawasan
lainnya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabeltentang kondisi eksisiting intensitas
pemanfaatan lahan ruang kawasan perencanaan. Hasil pengamatan lapangan di Kecamatan
Sebangau menunjukkan baik ketinggian bangunan, koefisien dasar bangunan, maupun
koefisien luas bangunan belum terimplementasi secara baik.
Sebagian besar bangunan di Kecamatan Sebangau memiliki ketinggian bangunan sangat
rendah yaitu terdiri dari 1 lantai dan didominasi oleh bangunan perumahan. Sedangkan
bangunan yang memiliki ketinggian bangunan 1-2 lantai (ketinggian rendah) baiasanya
dimiliki oleh bangunan perdagangan. Berbeda halnya dengan bangunan perkantoran dan
pendidikan yang sebagian besar terdiri dari 2-3 lantai (ketinggian sedang). Rata-rata KDB
bangunan di Kecamatan Sebangau adalah 60-70 %.

INTENSITAS
NO. JENIS PENGGUNAAN LAHAN
KB KDB KLB
1. Perumahan SR 0.85 1.4
2. Peribadatan SR 0.7 0.5-1
3. Pendidikan S 0.6 0.5
4. Perdagangan (Pertokoan) R 0.8 1.6
5. Perdagangan (Pasar) R 0.8 0.8

Tabel 2.4. Kondisi Intensitas Bangunan di Kecamatan Sebangau

2.9.2 Tata Massa Bangunan


Suatu desain kawasan dalam perwujudannya harus memperlihatkan suatu keunikan yang
dapat menjadi image bagi kawasan tersebut, sehingga selain bermakna secara fungsional,
kawasan tersebut juga bermakna secara visual. Makna secara visual artinya kawasan
tersebut dapat mudah diingat, dilihat, dimengerti dan dipahami. Dalam rangka
pengembangan Kecamatan Sebangau, kriteria desain yang akan diwujudkan harus digali
dari budaya setempat yang dipadukan dengan fungsi kawasan yang dielaborasi sedemikian

II-12
sehingga akan mempunyai makna secara mendalam diwujudkan dalam perencanaan
kawasan secara matang.
Aspek teknis bangunan tidaklah sama untuk setiap fungsi penggunaan, baik dari luas ruang
yang dibutuhkan, struktur bangunan serta arsitekturnya. Produk dari rancangan yang baik
memiliki arti terciptanya wujud bangunan yang selaras dengan lingkungannya. Terdapat
hubungan yang erat dan saling menunjang antara elemen-elemen bangunan dengan
lingkungannya. Prinsip arsitektural pada bangunan tidak berdiri sendiri tetapi harus
ditunjang oleh kondisi lingkungan yang baik. Rancangan arsitektur yang dibuat akan
kurang berarti bila faktor penataan lingkungan diabaikan dan hasilnya akan terlihat
menjadi suatu pemandangan yang kontras yang saling berlawanan antara bangunan dengan
lingkungannya baik dipandang secara individual maupun dalam skala wilayah
perencanaan.
Bentuk massa bangunan merupakan produk dari keseluruhan aspek teknis bangunan.
Wujud massa bangunan dengan lingkungannya. Segi arsitektural bangunan akan
membentuk suatu ruang pandang yang memberikan karakter pada kawasan secara
keseluruhan. Berbagai rancangan arsitektur yang dituangkan pada bangunan merupakan
faktor yang akan mendominasi nuansa lingkungan disekitarnya. Perubahan yang akan terus
berkembang dalam arsitektur bangunan merupakan gambaran nyata dari perkembangan
budaya yang ada di masyarakat. Desain arsitektur bagi setiap fungsi bangunan memiliki
karakteristik tersendiri yaitu:
 Kawasan perdagangan dan jasa. memilki karakteristik desain bangunan yang
menonjol sisi aristektur bangunan yang menarik bagi setiap mata memandang.
mudah untuk diingat serta memiliki rancangan ruang bangunan yang semaksimal
mungkin untuk dimanfaatkan dalam rangka menunjang kegiatan perdagangan yang
dilakukan.
 Kegiatan industri dan pergudangan. pada umumnya lebih mengutamakan
rancangan bangunan dengan tingkat efisiensi ruang yang tinggi, keamanan terhadap
berbagai bahaya serta ketersediaan ruang gerak yang lebih tertata dalam menunjang
aktivita pergudangan.
 Kegiatan pelayanan masyarakat. Kesehatan memiliki karakteristik rancangan
arsitektur bangunan yang dapat memberikan kenyamanan yang maksimal bagi
aktivitas yang dilakukan.

II-13
Berbagai karakteristik arsitektrur bangunan di atas akan membentuk konsep rancangan
bangunan dengan tingkat massa bangunan yang berbeda pula yaitu:
 Wujud massa bangunan bagi kegiatan perdagangan dan jasa cenderung untuk
memaksimalkan luas lantai bangunan yang dapat mencukupi kebutuhan ruangbagi
aktivita perdagangan. Dalam kajian yang dilakukan ini, wujud bangunan bagi
kegiatan perdagangan yang dimaksud adalah bangunan rumah toko, pertokoan baik
yang dibangun secara indivisual maupun yang dibangun dalam suatu kompleks
perdagnagan yang tersendiri dari banyak bangunan ruko atau kompeks
pertokoan.Dengan tingginya aktivitas kegiatan perdagangan dimana aktivitas yang
terjadi dapat mendatangkan orang banyak maka rancangan bangunan akan selalu
memaksimalkan setiap ruang yang ada untuk menunjang aktivitas tersebut. Tingkat
pemanfaatan lahan bagi kegiatan perdagangan lebih tinggi proporsinya dibanding
sisa luas lahan terbuka yang ada.
 Wujud massa bangunan bagi kegiatan industri dan pergudangan terbentuk oleh
kebutuhan ruang sebagai tempat penyimpanan barang sementara sebagai bagian
dari rangkaian kegiatan pendistribusian barang. Kegiatan pergudangan pada
dasarnya adalah merupakan salah satu bagian dari kegiatan perdagangan dalam
skala pelayanan yang lebih tinggim. atau dapat dikatakan sebagai rangkaian pada
tahap awal dari pemasaran barang hasil produksi.

2.9.3 Garis Sempadan Bangunan


Garis sempadan bangunan ini berlaku untuk wilayah–wilayah terbangun di tepi jalan,
dengan ketentuan utama, yaitu:
 Garis sempadan muka bangunan dihitung berdasarkan patokan dari tepi jalan
sampai muka bangunan selebar ½ kali lebar jalan;
 Garis sempadan kiri, kanan dan belakang bangunan diatur kemungkinan
kombinasinya. Prinsipnya adalah dalam kondisi paling padat, setidak–tidaknya
terdapat dua sisi yang mempunyai jarak 2 meter terhadap batas kapling. Khusus
untuk fasilitas perdagangan, sempadan ini dapat disesuaikan dengan cara
menetapkan ambang selubung bangunan (building envelope) dalam rencana
tersendiri.

II-14
Untuk kawasan perdagangan dan jasa sepanjang, garis sempadan bangunan tidak
diperbolehkan 0 (nol) dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut adalah kawasan yang
dipadati bangunan–bangunan pertokoan yang secara fungsional lebih baik langsung
menghadap ke trotoar jalan raya yang merupakan jalan utama dengan ruang antara berupa
halaman. Arcade merupakan salah satu pemecahan alternatif yang disarankan.

2.9.4 Garis Sempadan Sungai


Kondisi garis sempadan sungai yang terdapat di Kecamatan sebangau hampir sebagian
besar belum mengikuti peraturan yang ada, dalam hal ini untuk sungai besar garis
sempadan sungai sebesar 100 kana kiri dan sungai yang kecil sebesar 50 kanan kiri.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan ditemukan beberapa garis sempadan sungai masih
dibawah standar peraturan yang ada.

2.9.5 Rawan Banjir


Daerah Kecamatan Sebangau adalah daerah rawan banjir terutama di sebelah utara di sepanjang
Sungai kahayan yaitu Desa Kaneloh Baru, Bereng Bengkel dan Desa Danau Tundai. Ini
diakibatkan karena curuh hujan yang cukup tinggi, sehingga air sungai meluap, kondisi morfologi
yang datara dan landai, serta degradasi penurunan lahan gambut yang terus menerus tanpa adanya
rehabilitasi lahan.

Apabila tidak ada upaya untuk melindungi dan merehabilitasi lahan gambut dan
pencegahan kebakaran pada kawasan Kecamatan Sebangau tersebut, maka skanario
bencana alam kedepan akan semakin parah, tidak hanya di wilayah Kecamatan Sebangau
akan tetapi sampai ke Kota Palangkaraya secara keseluruhan.

II-15
BAB III
METODE DAN PENDEKATAN MASALAH

3.1 Umum

Sebagaimana yang disebutkan dalam kerangka acuan kerja (KAK) dan dalam penjelasan
teknis / aanwijzing, pekerjaan ini dimaksudkan untuk membuat suatu perencanaan detail
desain jaringan rawa, dalam rangka peningkatan pemanfaatan lahan sebagai lahan budi
daya pertanian. Hasil perencanaan ini nantinya akan dipergunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan dan pelaksanaan teknis di lapangan.

Secara singkat kerangka pendekatan dari pekerjaan ini dapat diuraikan sebagai berikut.
Perlu pemahaman tentang ketersediaan sumber daya lahan yang ada,
pengetahuan masalah sumber daya lahan tersebut akan menentukan hasil akhir
dari peningkatan sistem tata airnya.
Aspek sumber daya lahan disini menyangkut sumber daya tanah dan sumber
daya air. Tinjauan terhadap ketersediaan sumber daya tanah, akan dilakukan
berdasarlan analisis kondisi tanah, baik fisik maupun kimiawi, dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat kesuburan dan masalah kematangannya dalam rangka
menunjang usaha pertanian.
Sedangkan tinjauan ketersediaan air, akan menyangkut kuantitas, kualitas dan
aspek probabilitasnya.
Perlu analisis optimasi sistem jaringan saluran, guna menunjang tujuan
reklamasi.
Perlu pemahaman tentang sistem operasi dan pemeliharaan yang optimal, yang
akan menyangkut peningkatan produksi pertanian. Termasuk di dalamnya akan
dipelajari kemungkinan tentang jenis komoditi pertanian, sistem tata air yang
sesuai dan organisasi pelaksanaannya
Perlu dilakukan evaluasi kelayakan ekonomi untuk usaha peningkatan, sehingga
akan diperoleh alternatif peningkatan penyediaan sarana fisik dan

IV-1
III-1
kelengkapannya. Dengan demikian dapat dilaksanakan teknik pengembangan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Perlu pendekatan terpadu antar berbagai disiplin ilmu, sehingga didapat
gambaran umum tentang masalah dominan di lokasi studi. Disamping itu,
tinjauan terhadap lingkungan dengan melibatkan banyak variabel fisik, sosial,
maupun ekonomi akan dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan
perubahan lingkungan yang akan terjadi.
Hal-hal tersebut di atas akan menjadi dasar pendekatan perencanaan ini, yang meliputi
kegiatan survei, analisis data, analisis laboratorium dan perencanaan rinci.

3.2 Metode Pelaksanaan Survei Lapangan

Berdasarkan kerangka pendekatan masalah sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya


dapat dijabarkan metode pelaksanaan kegiatan survei lapangan, seperti berikut ini :

3.2.1. Pemetaan Situasi Detail

a. Maksud dan Tujuan


Kegiatan ini dimaksudkan untuk membuat peta situasi detail terbaru, yang
lengkap dan sesuai dengan keadaan lapangan yang sebenarnya, berikut
pembuatan trace/penampang yang diperlukan, sehingga dapat membantu
desainer dalam melakukan perencanaan teknis.

Peta situasi dibuat berdasarkan hasil pengukuran teristris terbaru.


Hasil data lapangan yang telah diproses akan disajikan dalam bentuk peta
situasi detail dengan skala 1: 5.000, peta ikhtisar skala 1: 20.000, dan gambar
trace saluran. Peta yang merupakan gambaran lapangan yang sebenarnya ini
akan dilengkapi dengan posisi datar (x,y), posisi tegak (z), dan garis kontur.

Tujuan dari pembuatan peta situasi ini adalah untuk menyediakan peta dasar
sebagai masukan dalam perencanaan teknis detail rawa Katingan III.

IV-2
III-2
b. Lingkup Pekerjaan
1. Pekerjaan Persiapan
Dalam pekerjaan persiapan untuk pemetaan situasi ini, akan dilakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
Mengumpulkan dan mengkaji data lapangan yang berhubungan
dengan lokasi studi.
Menyiapkan program kerja.
Menyiapkan perijinan.
Memeriksa peralatan survei.
Mobilisasi peralatan dan personil.
Orientasi lapangan, yang meliputi penentuan titik awal pengukuran,
lokasi BM, batas pengukuran, penyiapan Base Camp, pengadaan
tenaga lokal, dan transporatasi lokal.

2. Pekerjaan Pengukuran Kerangka Dasar Pemetaan


Kerangka dasar pemetaan selain berfungsi sebagai penyebaran titik-titik
kontrol geodesi, juga berfungsi sebagai batas daerah pengukuran.
Pengukuran kerangka dasar pemetaan ini dilakukan dengan:
Pengukuran poligon (loop/kring tertutup, masing-masing loop
mencakup lebih kurang 500 ha) sebagai kerangka horizontal dan
Pengukuran sifat datar (waterpass) sebagai kerangka vertikal
(ketinggian),
Pengukuran kerangka dasar pemetaan ini harus terkait dengan
benchmark-benchmark yang telah dipasang lebih dahulu dan dibagi
dalam beberapa loop/kring-kring sesuai dengan kebutuhan serta diikatkan
pada titik referensi terdekat atau ditentukan oleh Direksi.

3. Pengukuran Situasi Detail


Pengukuran situasi detail dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan
yang sebenarnya dan terbaru, agar dapat disajikan dalam bentuk peta.
Pengukuran situasi detail dilakukan atas seluruh daerah dan harus terikat
pada kerangka dasar pemetaan. Ketinggian pengukuran situasi detail

IV-3
III-3
dilakukan atas seluruh daerah proyek dan titik detail diukur pada lokasi-
lokasi yang representatif untuk ketinggian lapangan sekitar.
Penyebaran titik detail diukur secara merata, yaitu pada:
 setiap perbedaan tinggi tanah,
 situasi batas-batas tata guna lahan, seperti hutan primer, hutan
sekunder, semak belukar, ladang, sawah, kampung,
 situasi bangunan alam, seperti sungai, anak-anak sungai, danau,
genangan air temporer, bukit, lembah, dll,
 situasi bangunan buatan manusia, seperti saluran irigasi/ drainasi
(navigasi, primer, sekunder, tersier), jalan, jalan setapak, kuburan,
kampung, tanggul, bangunan umum, batas-batas kecamatan,
kabupaten, propinsi, dll.

4. Pengukuran Trace dan Penampang


Pengukuran trace dilakukan pada sungai-sungai alam, saluran-saluran
buatan, tanggul/jalan yang ada serta saluran, tanggul dan jalan yang
direncanakan sesuai dengan situasi (layout) yang telah disetujui.
Pengukuran Trace akan mencakup pengukuran penampang memanjang
dan melintangnya, dengan interval jarak 100 m pada as rencana saluran
yang lurus dan interval jarak 25-30 m untuk ruas as saluran yang
berkelok dengan kerapatan titik pada profil melintang sesuai dengan
kebutuhan untuk menentukan lokasi-lokasi yang tepat.
Lebar potongan melintang diukur 50 m ke kiri dan ke kanan dari as
saluran atau tepi saluran/ sungai/ jalan.

5. Pengukuran Situasi Tapak Bangunan


Pengukuran situasi rencana tapak bangungan dilakukan pada lokasi
rencana bangunan maupun bangunan yang ada. Pengambilan titik detail
dilakukan seperti pengukuran situasi di atas, dan dengan luasan minimal
150 m x 150 m. Situasi tapak bangunan ini akan ditampilkan pada skala
1: 200.

6. Pemasangan Bench Mark

IV-4
III-4
Kondisi, ukuran, dan jarak Bench Mark akan disesuaikan dengan
spesifikasi yang diberikan oleh direksi.

c. Metode Pelaksanaan
1. Pemasangan Bench Mark (BM)
Melakukan pemasangan Bench Mark setiap 2000 m.
Titik kontrol dipasang merata menyebar keseluruh areal pengukuran.
Titik kontrol (BM) ditandai dengan pilar beton (konstruksi dan
ukuran BM diberikan dalam lampiran).
Pilar beton ditanam dengan kuat, stabil (tidak goyang), dan dipasang
di tempat yang telah disetujui oleh direksi pada lokasi yang aman dan
mudah dicari.
Setiap Bench Mark diberi nomor / kode sesuai dengan petunjuk
direksi, kemudian didokumentasi dan dibuatkan deskripsinya. Pada
deskripsi tersebut akan termuat:
Foto BM, sehingga tampak nomor serta kuningannya
Sketsa lokasi BM, serta ukuran-ukuran/ jarak-jarak dari detail
yang mudah diidentifikasi
Diskripsi BM serta gambar/sket pada lokasi yang umum,
sehingga diperoleh gambaran untuk mencapai lokasi BM
tersebut.
Koordinat dan ketinggian BM dicantumkan setelah dilakukan
perhitungan dan perataan.
Titik-titik bantu poligon, profil dan lain-lain, dibuat dengan
menggunakan patok kayu yang keras dengan ukuran panjang minimal
75 cm serta penampang 5 x 7 cm, dan ditandai dengan cat pada
bagian atas patok sehingga dapat tahan selam pengukuran. Untuk
tanah yang lembek diperlukan patok kayu yang lebih panjang.

2. Pengukuran Kerangka Dasar Pemetaan


Koordinat (x,y) untuk kerangka dasar pemetaan ditentukan dengan
cara pengukuran poligon sebagai kerangka horizontal dan

IV-5
III-5
pengukuran sipat datar (waterpass) sebagai kerangka vertikal.
Poligon utama akan dibuat mengelilingi unit yang akan diukur.
Pengukuran kerangka dasar pemetaan ini diikatkan dengan Bench
Mark-Bench Mark yang ada dan telah dipasang dan dibagi dalam
beberapa loop/kring sesuai dengan kebutuhan, serta diikatkan pada
titik referensi terdekat atau yang telah ditentukan oleh Direksi.
Untuk ketelitian horizontal, minimal 90% dari titik-titik yang mudah
dikenal dilapangan akan digambarkan dengan toleransi kesalahan
planimetris kurang dari 0,8 mm pada skala peta.
Untuk ketelitian vertikal, minimal 90% dari semua titik tinggi/ garis
kontur pada peta yang mudah dikenal dilapangan. Dengan toleransi
kesalahan maksimum setengah interval garis kontur.
Kontrol azimuth ditentukan dengna pengamatan astronomi atau
pengamatan Gyro Compas dengan ketelitian 20”.
Jumlah titik poligon antara 2 kontrol azimuth maksimum 50 titik.
Koreksi sudut antara 2 kontrol azimuth sama dengan 20”. Koreksi
setiap titik poligon maksimum 8”.
Jarak tiap sisi poligon diukur dengan ketelitian 1: 7,500.
Salah penutup koordinat maksimum 1: 5,000.
Tinggi (elevasi) titik poligon ditentukan dengan ukuran sipat datar, di
mana pengukurannya dibagi menjadi beberapa seksi (ruas-ruas) yang
panjang, dan setiap seksinya maksimum 2 km.
Tiap seksi (ruas)(panjang maksimum 2 km) diukur pergi-pulang
dengan ketelitian 10D mm (D = panjang seksi dalam km) dengan
pembacaan benang atas, benang tengah, dan benang bawah (3 benang
lengkap).
Ketinggian titik detail diukur dengan ketelitian 10 cm.
Pengukuran sipat datar dilakukan dengan menggunakan alat ukur
otomatis Ni2.

IV-6
III-6
3. Pengukuran Situasi Detail dan Situasi Rencana Tapak Bangunan.
Pengukuran topografi detail dilakukan pada seluruh daerah proyek
dan diikatkan pada kerangka dasar pemetaan.
Survei akan mencakup batas-batas tata guna tanah dan wujud-wujud
lain yang sudah ada seperti saluran dan bangunan.
Pengambilan titik-titik detail dilakukan merata ke seluruh daerah
survai sesuai dengan kebutuhan penarikan garis kontur, seperti
misalnya pengambilan detail untuk bangunan alam / bangunan
buatan.
Ketinggian titik detail diukur pada lokasi-lokasi yang representatif
untuk ketingginan lapangan sekitar. Ketinggian titik diukur dalam
garis-garis survei yang sejajar dalam jarak 200 m satu terhadap yang
lain. Dalam garis survai ketinggian, titik diukur pada tiap interval 50
m. Ketinggian titik detail diukur dengan toleransi kurang lebih 10 cm.
Pengukuran detail dilakukan dengan alat ukur theodolit kompas T0.
Pengukuran situasi tapak bangunan yang ada dengan skala 1: 200
Pengukuran situasi tapak bangunan rencana dengan skala 1: 200
Beberapa saluran irigasi, sungai / anak-anak sungai, dan kolam
pasang akan diukur poligon dan sipat datar.
Lokasi dan luas bangunan dan wujud-wujud lain baik yang sudah ada
maupun yang direncanakan harus diukur dan diperlihatkan dengan
skala 1:200. semua pengukuran situasi harus meliputi suatu areal
paling sedikit 150 m x 150 m.

4. Pengukuran Trace dan Penampang


Pengukuran trace dilakukan pada sungai-sungai alam, saluran buatan,
tanggul/jalan yang telah ada maupun yang direncanakan
sesuaidengan situasi (lay out) yang telah disetujui.
Pengukuran trace akan mencakup profil memanjang dan profil
melintang dengan intervaljarak 100 m untuk ruas saluran/ sungai
yang lurus, dan interval jarak 25-30 m untuk ruas saluran/ sungai
yang berkelok (tikungan), dengan kerapatan titik profil melintang

IV-7
III-7
sesuai dengan kebutuhan untuk menentukan lokasi-lokasi dengan
tepat.
Lebar potongan melintang diukur 50 m ke kiri dan 50 m ke kanan
dari tepi saluran/ sungai/ jalan, dan diukur tegak kurus as saluran.
Titik-titik pengukuran tampang memanjang diusahakan bertepatan
dengan profil melintang yang akan diukur, dan pada lokasi
perpotongan dengan saluran-saluan / rencana saluran / anak-anak
sungai.
Ketelitian sipat datar adalah 10 D mm, dimana D ajrak dalam km
diukur pergi pulang pada setiap seksi (ruas) dengan pembacaan
benang yang lengkap.
Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan alat ukur
Waterpass Otomatis Ni2.

5. Buku Ukur
 Data hasil pengukuran dan skets titik detail dibuat dengan jelas, rapi,
dan sistematis.
 Pada tiap buku ukur dicatat tanggal pengukuran, daerah pengukuran,
nama juru ukur, jenis pengukuran, nomor alat ukur, dan keadaan cuaca
saat pengukuran.
 Setiap buku ukur akan dimintakan pengesahan dan ditandatangani
oleh Direksi Lapangan.
 Data pengukuran dibuat rangkap dengan karbon langsung pada saat
pengukuran di lapangan.
 Contoh bentuk buku ukur (formulir survei topografi) disajikan pada
lampiran.

6. Perhitungan/ Penggambaran
Pengolahan data pertama dilakukan di lapangan untuk menyimak/
menentukan ketelitian ukuran yang dicapai.
Perhitungan definitif akan dilakukan utnuk perataan data lapangan
yang akan digunakan dalam proses penggambaran.

IV-8
III-8
Penggambaran peta situasi detail dibuat pada kertas kodak trace atau
kertas lain yang sama kualitasnya.
Penggambaran profil melintang, memanjang dan situasi trace dibuat
pada kertas kalkir dengan berat 90/95 gram.
Gambar dibuat dengan ukuran A1.
Peta ikhtisar digambar dengan skala 20.000 dan interval kontur 0,5
m.
Peta situasi detail dibuat dengan skala 1: 5.000 dan interval kontur
0,5 m.
Situasi trace dan profil memanjang digambar dengan skala horizontal
1: 5.000 dan skala vertikal 1: 100.
Profil melintang digambar dengan skala horizontal 1: 100 dan
vertikal 1:100
Situasi dan luas tapak bangunan air yang ada dan direncanakan
digambar dengan skala 1:200.
Pengecilan dari peta skala 1: 5.000 ke skala 1: 20.000 memakai alat
pantograf.
Garis silang grid baik horizontal maupun vertikal dibuat dengan
interval 10. Pembuatan jaringan Grid dilakukan dengan toleransi
sesuai dengan ketelitian peta.
Tiap titil tetap (Bench Mark) yang diplotkan akan dilengkapi dengan
koordinat planimetris dan ketinggiannya.
Legenda-legenda dan simbol-simbol akan mengikuti aturan-aturan
yang ditentukan oleh Jawatan Topografi Angkatan Darat.
Pada gambar/ peta akan dibuat tanda arah utara, peta indeks, dan
skala garis.
Gambar penampang memanjang dan penampang melintang dibuat
dengan skala yang benar, demikian juga dalam menetapkan bidang
persamaan adalah sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.

IV-9
III-9
d. Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan
1. Prosedur teknis
Semua prosedur pelaksanaan pekerjaan dilakukan berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan dalam spsifikasi teknis/ KAK. Hal-hal
penting lainnya yang belum tercantum dalam spesifikasi teknis/ KAK
akan ditentukan kemudian dalam penjelasan teknis oleh pihak direksi.
Konsultan akan melengkapi Tim yang akan ditugaskan ke lapangan
dengan peralatan yang sesuai untuk mencapai hasil kerja yang optimal,
dan dipimpin oleh orang yang terpercaya, bertanggung jawab dan ahli
dalam bidangnya.
Sebelum pelaksanaan pekerjaan, konsultan akan melakukan konsultasi
teknis dengan pihak direksi. Konsultan menunjukkan alat-alat yang akan
digunakan, dan personil uang akan melaksanakan pekerjaan tersebut
untuk mendapatkan persetujuan dari direksi.
Metode pengukuran, pencatatan data, perhitungan, dan penggambaran
peta akan dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku, dengan
kecermatan yang tinggi, agar tidak dijumpai kesulitan dalam penafsiran
dan penggunaan hasil akhir.
Akibat dari peyimpangan ketentuan di atas, pihak direksi dapat
menghentikan pelaksanaan pekerjaan, yang sepenuhnya menjadi tanggung
jawab konsultan.
2. Titik Referensi
Sebagai titik referensi pengukuran akan diambil BM yang terdekat, untuk
referensi koordinat akan diupayakan untuk mengambil BM BPN orde 2
(dua).
3. Kontrol Horizontal
Pengukuran kerangka dasar horizontal dilaksanakan dengan pengukuran
poligon tertutup. Sudut diukur dengan alat ukur theodolit T2, sedangkan
sisi poligon diukur dengan alat ukur jarak elektronik (EDM). Untuk
kontrol arah dan kontrol ukuran sudut dilakukan pengamatan astronomi
atau Gyro Compas.

IV-10
III-10
4. Kontrol Vertikal
Melalui jalur pengukuran poligon yang telah ada dilaksanakan pula
pengukuran sipat datar dengan cara tertutup. Alat yang dipergunakan
adalah sipat datar otomatis (Automatic Level) Zeiss Ni2.
5. Pengukuran Situasi Detail dan Situasi Rencana Tapak Bangunan
Pengukuran situasi tersebut dimulai dan diakhiri pada perangkat dasar
pemetaan (terikat sempurna). Alat yang digunakan adalah Theodolit T0.
6. Pengukuran Penampang
Pengukuran Penampang Memanjang dilakukan dengan alat ukur
Waterpass otomatis, sedangkan pengukuran profil melintang diukur
dengan alat ukur Waterpass untuk saluran primer, sekunder dan sungai
alam dengan lebar maksimum 10 m, atau dengan pengukuran Echo-
sounder untuk sungai / saluran-saluran yang lebar dan kedalamannya lebih
dari 3 m.
7. Perhitungan dan Penggambaran
Data lapangan yang digunakan adalah yang memenuhi persyaratan
teknis.
Perhitungan data lapangan harus memenuhi toleransi kesalahan
penutup (kring tertutup) perhitungan.
Penggambaran sementara dilaksanakan di lapangan pada kertas
milimeter yang memenuhi syarat. Sebelum penggambaran defenitif di
atas kalkir/ kodak trace dimulai akan dimintakan persetujuan terlebih
dahulu pada direksi.
Penggambaran dilakukan dengan memenuhi kaidah-kaidah dan
peraturan-peraturan yang lazim dipakai seperti pada peta topografi
yang diterbitkan oleh Jawatan Topografi Angkatan Darat dengan
penggambaran isi peta memakai tinta hitam.

IV-11
III-11
3.2.2. Pekerjaan Survei Hidrologi dan Hidrometri

a. Maksud dan Tujuan


Pekerjaan survei hidrologi dan hidrometri dimaksudkan untuk memperoleh
data tentang karakteristik sungai alam, kualitas air, dan informasi tentang
bangunan-bangunan yang telah ada. Kegiatan survei ini juga dimaksudkan
untuk mengumpulkan data hidrologi, banjir, hujan dan klimatologi. Data
tersebut dianggap penting mengingat fungsi sungai sebagai muara pelepasan
dan muara pengambilan, maupun fungsi sungai dalam proses pemanfaatan air
sebagai potensi air suplesi ke dalam wilayah yang akan dikembangkan. Proses
tersebut akan berlangsung melalui prasarana tata pengairan yang akan
direncanakan. Selain itu survai ini juga bertujuan untuk mendapatkan nilai-nilai
perencanaan, sekaligus untuk melengkapi data yang diperoleh dari survei-
survei terdahulu.

b. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjan dalam survei hidrologi dan hidrometri adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan persiapan sebelum ke lapangan.
Mengkaji atas data hidrometri yang telah diperoleh sebelumnya (bila
ada).
Menyiapkan formulir pencatatan: tinggi muka air, kecepatan arus, daya
hantar listrik, keasaman (pH), dan botol contoh air beserta label dan
reagennya.
Menyiapkan peta-peta lokasi daerah survei untuk menentukan lokasi
dan jenis/ macam pengukuran.
Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam survei, yang meliputi :
current meter, untuk mengukur kecepatan arus,
E. C. Meter, untuk mengukur daya hantar listrik,
papan duga (peilschall), untuk mengamati tinggi muka air,
pH meter / pH paper, untuk mengukur tingkat keasaman,
botol sampel, untuk mengambil contoh air,
theodolit/waterpass, untuk mengadakan leveling,
range finder, untuk mengukur jarak dan lebar sungai,

IV-12
III-12
echosounder, untuk mengukur kedalaman dan penampang
melintang sungai, dan

2. Pekerjaan Lapangan
a. Persiapan di Lapangan
Mengumpulkan data curah hujan dan data iklim dari stasiun terdekat
yang dapat diandalkan selama minimum 10 tahun berturut-turut.
Mengumpulkan data klimatologi lainnya (terbaru) minimum selama 5
tahun dari stasiun terdekat.
Mengumpulkan rangkaian data muka air jangka panjang di sungai-
sungai (pasang surut) yang mengelilingi areal proyek. Data ini dapat
diperoleh dari instansi propinsi terkait, atau dari Puslitbang Pengairan
di Bandung.
Mengumpulkan data banjir (debit, lama dan luas genangan), baik
dengan pengamatan langsung maupun dengan wawancara, disamping
dengan pengamatan langsung maupun wawancara, disamping dengan
memperhatikan tanda-tanda bekas banjir.
Mengenal kondisi dan situasi daerah survei dan daerah sekitarnya.
Mengamati dan mengumpulkan data hidrologi dan klimatologi yang
dianggap berpengaruh terhadap daerah yang dikembangkan.
Pengamatan pendahuluan secara visual, dan wawancara dengan
penduduk setempat mengenai kondisi drainasi alam, luas dan tinggi
genangan banjir yang pernah terjadi, banjir besar dan banjir tahunan.
Menentukan metode dan langkah-langkah survei, yang meliputi:
Penetapan lokasi dan jenis pengukuran,
Penetapan jumlah personil dan logistik,
Penyiapan perahu/ klotok yang akan digunakan, dan
Penyiapan bahan dan peralatan yang lain.
Inventarisasi dan penetapan cabang-cabang yang perlu diukur.
Inventarisasi bangunan air yang ada, dalam hubungannya dengan
fungsi, kondisi dan letaknya.

IV-13
III-13
b. Pekerjaan Pengukuran
Pekerjaan pengukuran dilakukan secara simultan yang berupa, fluktuasi
muka air, kecepatan arus, mutu air (salinitas dan pH) untuk jangka waktu
tertentu dan disejumlah lokasi strategis dalam jaringan saluran/ sungai. data
hasil pengukuran tersebut terutama untuk keperluan syarat batas model
simulasi hidraulik dan digunakan kalibrasi model simulasi hidraulik.

Pengukuran tinggi muka air.


Karena daerah perencanaan dipengaruhi oleh gerakan pasang surut,
maka pengukuran tinggi muka air dilakukan sesuai karakteristik pasang
surut, yaitu selama 2  24 jam untuk kondisi spring tide dan neap tide.
Lokasi pengukuran hidrometri akan telah dikonsultasikan pada Direksi
Pekerjaan. Lokasi pengukuran ini disesuaikan dengan rencana
skematisasi model matematik guna keperluan data kondisi batas dan
proses kalibrasi.

Pengukuran kecepatan arus


Seperti halnya pengukuran tinggi muka air, pengukuran kecepatan arus
juga dilakukan pada lokasi yang dipengaruhi gerakan pasang surut.
Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada kedalaman 0.20, 0.60, dan
0.80 dari kedalaman sungai.
Lokasi dan jumlah pengukuran kecepatan arus ditentukan sesuai
dengan kebutuhan kondisi batas model matematik yaitu sebanyak 2
lokasi, dengan lokasi yang sama pada saat pengukuran pasang surut.
Pada setiap lokasi pengukuran kecepatan arus, diukur tinggi muka air
dan penampang melintangnya.
Pengukuran keasaman dan daya hantar listrik (DHL).
Lokasi pengukuran dilakukan pada:
Tempat pengukuran kecepatan air dan tinggi muka air,
Muara dan hulu anak sungai, dan
Tempat yang ada genangan air di tepi sungai

IV-14
III-14
Pengukuran simultan fluktuasi muka air, kecepatan arus, mutu air (salinitas
dan pH) disejumlah lokasi yang telah ditentukan dalam jaringan saluran.
Data tersebut dimaksudkan untuk :
Memberikan syarat-syarat batas untuk model numerik hidrolika,
Dapat digunakan dalam kalibrasi model simulasi hidrolika.
Pengambilan contoh air.
Pengambilan contoh air dimaksudkan untuk mengetahui kualitas air
untuk keperluan irigasi
Lokasi pengambilan contoh air. Untuk irigasi lokasi pengambilan
contoh air adalah:
Pada tempat pengukuran kecepatan arus.
Pada genangan air di tepi sungai/ sumur.
Pengambilan sedimen
Pengambilan sedimen dasar (dengan grab sample) dan sedimen transport
dilakukan pada:
Tempat pengukuran kecepatan arus, dan
Pada muara anak sungai.
Pengukuran sipat datar (leveling)
Pengukuran dilakukan pada:
Lokasi pengukuran kecepatan arus,
Lokasi pengukuran tinggi muka air, dan
Lokasi tempat-tempat BM yang dekat/ di tepi sungai.
Pengukuran ini juga dilakukan untuk mengetahui beda tinggi dari 0
peilschall terhadap BM (pengikatan) sehingga dapat dihitung beda tinggi
muka air terhadap topografi setempat.
3. Elaborasi Data
Perhitungan dan analisa atas data yang diperoleh.
Menghitung kecepatan air rerata pada tiap lokasi pengukuran.
Menghitung tinggi muka air rerata maksimum dan minimum, serta
tinggi muka air pada waktu banjir, dimana hasil hitungan tinggi muka
air harus sudah dihubungkan dengan tinggi topografi setempat.

IV-15
III-15
Mengamati dan menghitung luas dan tinggi genangan.
Menghitung luas penampang basah pada tiap lokasi pengukuran
kecepatan.
Menghitung debit sungai pada tiap lokasi pengukuran.
Menghitung debit run-off dari analisa hujan.

Menghitung imbangan air (neraca air).


Menghitung kemungkinan limpasan akibat banjir.

Analisis Laboratorium
Analisa kualitas air dari sampel air yang diambil adalah sebagai
berikut:
Untuk keperluan air irigasi unsur-unsur yang dianalisis adalah
DHL, pH, Ca, Mg, Cu, K, Na, CO3, SO4, Cl, S, COD,BOD, dan
nilai-nilai SAR serta % Na.
Untuk air minum, unsur-unsur yang dianalisis adalah temperatur,
residu, DHL, pH, Fe, Cu, Zn, Pb, F, Cl, SO4, NO3, NO2,
COD,BOD, dan Sulfida (S).
Kualitas air yang dianalisis untuk air minum diambil dari air
matang dan air mentah.
Analisa sedimen dan distribusi ukuran butir.
Dari hasil analisa laboratorium di atas dibuat grafik dan gambar
mengenai :
hubungan tinggi muka air dan waktu,
hubungan kecepatan arus dan waktu,
hubungan debit aliran dan waktu,
hubungan dhl, ph dan waktu,
hubungan klasifikasi sedimen dasar dan diameternya,
gambar semua data sounding secara lengkap,
gambar pengikatan nol peilschall terhadap bm setempat, beserta
sket lokasi bm dan peilschallnya,
peta lokasi pengukuran hidrometri.

IV-16
III-16
Analisa Hidrologi dan Klimatologi
Analisa frekuensi hujan harian ekstrim,
Run-off akibat hujan harian ekstrim,
Distribusi frekuensi curah hujan bulanan,
Neraca air, dan
Neraca lengas tanah.

Perencanaan Sistem Tata Air :


Koefisien drainase
Kriteria perencanaan, meliputi:
Kapasitas retensi air genangan,
Kapasitas jaringan saluran, dan
Lama pembuangan air genangan
Pengujian kapasitas jaringan saluran.

3.2.3. Pekerjaan Survei Mekanika Tanah

a. Maksud dan Tujuan


Pekerjaan survei mekanika tanah ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat
dan kondisi tanah pada rencana saluran, pada bangunan-bangunan air, dermaga,
jembatan serta pada bangunan-bangunan pelengkap lainnya yang diperlukan.
Formulir survei diberikan dalam lampiran
Hasil dari survei mekanika tanah ini nantinya akan memberikan penjelasan
yang cukup mengenai:
1. Daya dukung tanah/ pondasi, kestabilan lereng dari rencana saluran dan
tanggul, serta perhitungan penurunan tanah (settlement) dan pemadatan
tanah.
2. Dimensi tanggul, saluran, dan rencana pondasi bangunan air.
3. Saran-saran mengenai sistem yang dipakai beserta perhitungan-
perhitungannya, seperti misalnya penentuan jenis pondasi, dan lain-lain.

b. Lingkup Pekerjaan
1. Persiapan

IV-17
III-17
Pekerjaan persiapan dimulai dengan merencanakan titik-titik pengamatan
dan menggambarkannya pada peta kerja (dengan terlebih dahulu konsultasi
dengan Direksi), serta penyiapan bahan-bahan dan peralatan survei.
2. Pengumpulan dan penyelidikan parameter-parameter tanah, yang meliputi
pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut.
Pekerjaan lapangan
Pemboran (boring).
Penetration test (sondir).
Test pits.
Vane shear test.
Hidraulic Conductivity Test
Penyelidikan di laboratorium

c. Prosedur pelaksanaan pekerjaan


Pekerjaan lapangan
1. Pemboran tanah
Pemboran dilaksanakan dengan menggunakan mata bor Iwai biasa (Iwan
auger) dengan diameter 10 cm dan diputar dengan tangan sampai
mencapai kedalaman maksimum lebih kurang 4 meter. Dari pemboran ini
diambil sampel tanah yang tidak terganggu (undisturbed sampel) yang
selanjutnya akan diperiksa/ dianalisis di laboratorium mekanika tanah.
Sampel tanah diambil pada setiap perubahan lapisan tanah, minimal 2
buah.
2. Penetration test
Alat yang digunakan dalam penetration test ini adalah penetrometer tipe
sedang (hand penetrometer) yang berkapasitas sampai batas maksimum
tekanan ujung P = 100 kg/cm2 atau sampai kedalaman paling sedikit 12 m,
dengan pembacaan tekanan ujung setiap kedalaman 20 cm.
3. Test pits
Lubang uji (test pits) dibuat dengan ukuran 1.25 m  1.25 m untuk setiap
perubahan lapisan, pada lubang uji diambil sampel tanah terganggu
seberat lebih kurang 20 kg. Selanjutnya sampel tanah tersebut diuji sifat-

IV-18
III-18
sifat pemadatannya (compaction test) di laboratorium untuk mengetahui
karakteristik tanah yang akan digunakan sebagai timbunan, yang berupa
deskripsi tanah dalam lubang uji tersebut.
4. Vane shear test
Tujuan dari uji ini adalah untuk menentukan kekuatan geser tanah pada
kedalaman tertentu baik dalam kondisi asli maupun remolded. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan alat Vane borer dengan kapasitas
maksimum 20 ton/m sampai pada kedalaman 12 meter. Pembacaan
kekuatan geser dilakukan pada setiap interval kedalaman 0.50 meter.
5. Hydraulic Conductivity Test
Pengujian Hydraulic Conductivity dilakukan dengan menggunakan
metode Auger Hole atau Penetrometer.

Penyelidikan Laboratorium
Analisa laboratorium dari contoh-contoh tanah terganggu dan tidak terganggu
untuk mengetahui karakteristik fisik tanah seperti: berat jenis tanah, kepadatan
curah, kadar air pada semua contoh pengujian oedometer pada kedalaman 2, 4
dan 6 m, ukuran butir dalam tanah gembur (granular), batas Atterberg dalam
tanah kohesif untuk semua contoh tanah, test hidrometer dalam tanah kohesif
untuk beberapa contoh tanah saja, uji UU triaksial dengan pencatatan lengkap
tentang tekanan tekan-rentang (stress strain), tekanan pori, dan perubahan
volume selama pemadatan.

3.2.4. Pekerjaan Survei Tanah

a. Maksud dan Tujuan


Pekerjaan survai tanah ini dimaksudkan untuk mempelajari dan meneliti
potensi dan kemampuan serta kesesuaian lahan dalam rangka upaya
peningkatan usaha pertanian untuk beberapa komoditi terpilih. Hasil dari
survei diharapkan dapat memberikan saran-saran penting yang dapat digunakan
sebagai data masukan utama bagi perencanaan detail peningkatan tata air.

b. Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan survei tanah ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

IV-19
III-19
1. Menginventarisasi sifat, jenis, dan luas tanah beserta penyebarannya.
Pengamatan tanah dilakukan melalui pengeboran dan penggalian
dibeberapa titik terpilih.
2. Pengambilan contoh-contoh tanah untuk dapat dianalisis di laboratorium
guna memperoleh gambaran tingkat kesuburan.
3. Menginventarisasi dan melokalisir masalah tanah yang ada di daerah
survei, seperti misalnya: pirit yang dangkal, kemasamam, kegaraman,
kandungan unsur beracun yang lain, dan masalah gambut (ketebalan dan
tingkat kematangannya).
4. Penggambaran peta penyebaran jenis tanah, ketebalan gambut, kedalam
lapisan pirit, kedalaman muka air tanah, dan genangan, serta klas potensi
kesesuaian lahan dengan skala 1: 20.000
Dari hasil kegiatan tersebut diatas kemudian disusun suatu rekomendasi tata
guna lahan usulan sesuai dengan klas kemampuannya serta saran-saran tentang
cara pemecahan hambatan-hambatan yang ditemukan di daerah survei.

c. Metoda Kerja
Pekerjaan survei tanah ini dititikberatkan pada kegiatan lapangan, sedangkan
pekerjaan laboratorium hanya merupakan kegiatan pendukung. Pada dasarnya
pekerjaan ini meliputi tahap-tahap kegiatan: persiapan, kegiatan lapangan,
analisis laboratorium, analisis dan evaluasi data, pembuatan peta-peta, dan
penyusunan laporan.
1. Persiapan
Tahap persiapan dalam survei tanah meliputi kegiatan-kegiatan:
mempelajari laporan-laporan yang tersedia, menyiapkan peta dan rencana
kerja dan pengadaan bahan-bahan serta peralatan yang diperlukan di
lapangan.
2. Kegiatan Lapangan
Kegiatan lapangan dilakukan dengan menjelajahi seluruh daerah survai
untuk memperoleh informasi tentang jenis dan sifat-sifat tanah, yang
secara sistematis dilakukan dengan pengeboran tanah sedalam 120 cm
untuk tanah mineral, dan pengeboran sampai pada lapisan tanah mineral

IV-20
III-20
untuk tanah gambut tebal (> 120 cm). Penyelidikan tanah mencakup
pengukuran di tapak pada hal-hal berikut:
Ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisi
Kedalam sub lapisan prit dengan memakai metoda oksidasi cepat
(H2O2/ peroksida).
Kedalaman air tanah
Struktur tanah, tekstur, dan derajat kematangan tanah mineral.
Pada daerah-daerah di mana terdapat indikasi faktor-faktor pembatas
seperti misalnya pirit, ketebalan dan tingkat kematangan gambut,
kemasaman tanah, kegaraman dan lain-lain, perlu dilakukan pengamatan
tanah lebih detail (dengan jalan menambah kerapatan pengamatan),
sehingga daerah berkendala tersebut dapat dilokalisir. Secara umum,
kerapatan pengamatan tanah adalah satu titik untuk mewakili 25 Ha.
Semua sifat-sifat tanah dan kendala-kendala yang ditemukan dalam survei
dicatat sesuai dengan pedoman pengamatan tanah yang berlaku.
Untuk mengetahui penyebaran jenis dan tingkat kesuburan tanah perlu
diambil contoh-contoh tanah yang selanjutnya dianalisis dilaboratorium.
Jumlah titik dan lokasi pengambilan contoh tanah tergantung pada luas
penyebaran tanah dan kondisi jenis tanah di daerah yang bersangkutan.
Sebagai pedoman satu titik diambil untuk mewakili 250 Ha, dan untuk
tiap titik diambil contoh tanah sebanyak 2 – 3 lapisan.
Analisis tanah ditujukan terutama untuk mengetahui tekstur tanah, pH,
salinitas (DHL), pirit, bahan organik, dan unsur-unsur lain yang
berpengaruh terhadap kesuburan tanah.

3.2.5. Survei Sosio-Agronomi

a. Maksud dan Tujuan


Maksud dari survei sosio-agronomi adalah untuk meneliti kembali
perkembangan masyarakat di daerah survei dan mengindentifikasi masalah
yang dihadapi, mencari cara pemecahannya serta upaya untuk
meningkatkannya dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

IV-21
III-21
b. Lingkup Pekerjaan
Pekerjaan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1. Mengadakan survei dan Inventarisasi Perkembangan Sosial
Pengumpulan data sekunder untuk mendapatkan gambaran secara
menyeluruh tentang aspek-aspek demografi seperti misalnya jumlah
dan perkembangan penduduk (jumlah jiwa / KK, kelahiran, kematian
dan lain-lain) serta organisasi-organisasi sosial serta masyarakat
petani yang ada.
Keadaan kesehatan masyarakat dan permasalahannya beserta sarana
yang ada.
Perkembangan masyarakat di dalam pendidikan, keagamaan,
kebudayaan, keterampilan petani, kesejahteraan petani beserta sarana
yang tersedia.
Status tanah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau
pemukiman, dan keadaan fasilitas umum yang tersedia.
Mobilitas sosial yang akan menjelaskan tingkat kemajuan daerah
dipandang dari aktivitas penduduknya dalam ikut berpartisipasi
dengan perkembangan di daerah yang lain.
2. Mengadakan Survei dan Inventarisasi Keadaan Agronomi
Dilakukan dengan kuesioner dan pengamatan di lapangan dengan pokok
penelitian tentang hal-hal berikut ini.
Pemanfaatan atas saluran yang ada beserta permasalahannya, serta
campur tangan petani dalam pemeliharaan sistem tata air, masalah
banjir, keasinan dan pengaruhnya terhadap hasil pertanian.
Inventarisasi jenis tanaman dan pola tanam yang diusahakan beserta
produksinya, perkembangan usaha tani, cara bercocok tanam, cara
pengelolaan air serta kemungkinan peningkatannya.
Inventarisasi masalah hama dan penyakit tanaman, pemupukan yang
dilakukan, pemeliharaan tanaman, tenaga kerja di bidang pertanian,
pengolahan hasil serta kemungkinan penggunaan peralatan pertanian.

IV-22
III-22
Memberikan saran-saran tentang kemungkinan penyempurnaan
sistim tata air dan budi daya pertanian yang telah ada, untuk dapat
meningkatkan produksi pertanian sekaligus pendapatan para petani.
Penggambaran peta tata guna tanah sekarang (present land use) dan
tata guna tanah usulan (bersama tim ahli tanah) dengan skala 1:
20.000.
3. Mengadakan Survei dan Inventarisasi Keadaan Sosio-Ekonomi
Masyarakat, yang dilakukan dengan jalan:
Penelitian mengenai lapangan kerja.
Penelitian mengenai luas dan pola usaha tani serta perkembangannya.
Penelitian tentang hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para
petani dalam rangka peningkatan dan perluasan usaha taninya (sosial,
ekonomi dan fisik).
Analisis perkembangan pendapatan petani, pengeluaran keluarga dan
perkembangan investasi usaha tani.
Penelitian tentang benefit cost ratio (BCR) usaha tani dan BCR
proyek serta perhitungan nilai Economic Internal Rate of Return
(EIRR) dari Proyek yang direncanakan.
4. Melakukan Survei Kelembagaan
Survai ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh koordinasi
di tingkat proyek dapat berjalan dan bagaiman peranan dari instansi-
instansi yang terkait serta perkumpulan apa saja yang telah terbentuk
dan berjalan dengan aktif.
Mengadakan survai mengenai perkumpulan-perkumpulan atau
organisasi-organisasi yang formal maupun non formalyang ada di
daerah proyek seperti KUD, Kelompok Tani, PKK, Panitia Irigasi,
Organisasi O & P, memberikan gambaran seberapa jauh organisasi-
organisasi tersebut telah berperan dalam usaha peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Mengindentifikasikan dan meneliti permasalahan yang timbul yang
mengakibatkan organisasi-organisasi tersebut belum dapat berjalan

IV-23
III-23
seperti yang diharapkan, kemudian mencari jalan keluarnya dengan
memberikan saran-saran perbaikan.
c. Metoda Kerja
1. Persiapan
Pada tahap persiapan survai lapangan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan
adalah mempelajari laporan-laporan yang tersedia, penyiapan tenaga dan
rencana kerja, penyiapan formulir wawancara (questionaire) dan bahan-
bahan lain yang diperlukan selama pelaksanaan survei lapangan
2. Survei Lapangan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan survei lapangan
adalah:
Melaksanakan pengumpulan data sekunder yang diperlukan dari
instansi-instansi terkait di daerah seperti kantor-kantor desa yang
bersangkutan.
Mengadakan wawancara dengan penduduk tentang masalah sosial,
pertanian/agronomi, usaha tani, kelembagaan yang ada, lingkungan
dan lain-lain sesuai dengan formulir yang telah dipersiapkan.
Mengadakan pengamatan langsung dilapangan untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya tentang penggunaan lahan, tanaman yang
diusahakan beserta produksinya, usaha tani, keadaan tata air/ saluran,
dan lain-lain.

3.3 Analisis Dan Pengolahan Data

3.3.1. Analisis Topografi

a. Perhitungan
1. Perhitungan data lapangan
Data yang masuk dalam perhitungan adalah data yang telah memenuhi
syarat toleransi pengukuran dan perhitungan sementara (perhitungan
lapangan).

IV-24
III-24
2. Perhitungan data definitif
Perhitungan data ini merupakan perhitungan yang sudah menggunakan
hitungan perataan. Hasil perhitungan perataan yang telah memenuhi syarat
(definitif) inilah yang akan digunakan dalam pekerjaan penggambaran.

b. Penggambaran
Penggambaran yang dilakukan meliputi:
Penggambaran situasi detail skala 1 : 5.000
Penggambaran peta sekitar skala 1: 20.000
Penggambaran situasi rencana tapak bangunan skala 1: 200
Penggambaran trace skala 1: 2000 atau sesuai petunjuk Direksi (jika
diperlukan).
Penggambaran penampang memanjang, dilengkapi situasi skala 1:
2.000 (skala panjang 1: 2.000, skala tinggi 1: 100).
Penggambaran penampang melintang (skala panjang 1: 100, skala tinggi
1: 100)

c. Pekerjaan Pembuatan Laporan


Laporan ditulis secara sistematis, sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan
laporan. Isi laporan ini meliputi:
Keadaan umum daerah survey.
Penjelasan teknis pelaksanaan lapangan.
Personil, peralatan.
Metode pengukuran
Ketelitian tiap jenis pengukuran (toleransi dan hitung perataan)
Daftar koordinat planimetris dan ketinggian benchmark.
Foto-foto dokumentasi selama survey langsung.
Deskripsi Benchmark termasuk foto-foto.
Peta ikhtisar lengkap dengan posisi BM.

3.3.2 Analisis Hidrologi dan Hidrometri

a. Hidrologi
Analisa data hidrologi meliputi :

IV-25
III-25
Pengolahan data klimatologi yang meliputi suhu, kelembaban relatif,
lama penyinaran matahari, kecepatan angin, curah hujan, dan penguapan
(evapotranspirasi). Data yang akan diolah diambil dari tiap stasiun
pencatat iklim yang berada di wilayah terdekat atau yang berada dalam
regime iklim yang sama.
Analisa frekuensi hujan harian ekstrim.
Run off akibat hujan harian ekstrim.
Distribusi frekuensi curah hujan bulanan.
Perhitungan pola neraca air dan lengas tanah.
Perhitungan curah hujan maksimum dengan 1, 3, 5 harian dengan return
periode 2, 5, 10 tahun.

b. Analisa Hidrometri
1. Pengolahan data
Perhitungan kecepatan air rata-rata pada tiap pengukuran.
Perhitungan tinggi muka air rata-rata, pasang tertinggi rata-rata,
surut terendah rata-rata, range (beda tinggi MAT & MAR). Tinggi
muka air ini sudah diikatkan dengan elevasi topografi lahan.
Perhitungan luas dan tinggi genangan.
Perhitungan luas penampang basah pada tiap lokasi pengukuran
kecepatan.
Perhitungan debit aliran tiap perubahan muka air.
Perhitungan besarnya debit hulu.

2. Analisa Laboratorium
Analisa kwalits air untuk pertanian.
Analisa kwalitas air untuk air minum.
Selanjutnya dengan menggunakan standar klasifikasi yang ada dapat
ditetapkan tingkat klas ketersediaan air untuk irigasi dalam proyek.
Dengan data ini selanjutnya dapat disusun suatu program usaha pertanian
dan irigasi yang lebih tepat. Dari data yang telah diolah kemudian dibuat
grafik yang mencakup hubungan antara:

IV-26
III-26
Tinggi muka air dan waktu,
Kecepatan arus dan waktu,
Debit dan waktu,
Pengukuran kedalaman aliran sungai / saluran yang dilakukan pada
waktu pengukuran (telah dihubungkan dengan elevasi lahan),
Intrusi air asin vertikal dan horizontal dari hilir ke hulu (dari Km 0
s/d Km Salinity 0 o/oo),
Levelling patok ke peilschall yang diamati,
Peta lokasi pengukuran,
Peta limpasan akibat air pasang tertinggi.

c. Laporan
Data yang diperoleh dari lapangan (data primer dan data sekunder) dan hasil
analisa dilaboratorium kemudian diolah, dianalisa dan dievaluasi untuk
kemudian disusun dalam bentuk laporan sebagai masukan bagi perencanaan
teknis detail peningkatan tata air.
Laporan berisi antara lain maksud dan tujuan survey, keadaan umum daerah
survei, metode kerja di lapangan dan laboratorium, perhitugan ‘water balance’
dan pola tanam, kebutuhan air tanaman, perhitungan modulus drainasi, tinjauan
kualitas air dan masalahnya, banjir, pengaruh pasang-surut terhadap lahan,
kesimpulan, saran, serta hal lain yang dianggap perlu. Semua data lapangan dan
laboratorium dilampirkan dalam laporan.
Hasil pengolahan data dan penyusunan laporan harus dikonsultasikan dengan
Direksi/ Supervisor yang ditunjuk.

3.3.3. Analisis Mekanika Tanah

a. Pengujian langsung di lapangan


Pengujian langsung di lapangan meliputi pekerjaan sebagai berikut:
Pemboran dan sampling berdasar ASTM D.1452 – 65
Pengujian geser kipas berdasar AASHTO T.223 – 76.

IV-27
III-27
b. Penyelidikan di Laboratorium
Analisis laboratorium ini berguna untuk menentukan kapasitas dukung tanah,
pemadatan standart proctor, prakiraan pemampatan tanah. Prosedur
pemeriksaan laboratorium mengikuti prosedur ASTM yang berlaku yaitu:
1. Pengujian kadar berdasar ASTM D.2216 – 71.
2. Pengujian distribusi ukuran butir tanah berdasar ASTM D.442 – 72.
3. Pengujian berat jenis berdasar ASTM D.854 – 58.
4. Pengujian batas cair berdasar ASTM D. 423 – 66.
5. Pengujian batas surut berdasar ASTM D. 427 – 61.
6. Pengujian batas plastis berdasar ASTM D.424 – 74.
7. Pengujian kepadatan standar berdasar ASTM D.689 – 70.
8. Pengujian konsolidasi berdasar ASTM D.2435 – 70.
9. Pengujian geser langsung berdasar ASTM D.3080 – 72.
10. Pengujian pelulusan tanah berdasar ASTM D.2434 – 65.

Adapun pemeriksaan tanah yang akan dilakukan meliputi :


1. Contoh tanah tidak terganggu (Undisturbed sample)
Penyelidikan contoh tanah tidak terganggu dari pemboran meliputi:
Penyelidikan sifat fisik tanah:
Berat jenis tanah (specific gravity)
Berat volume tanah (volume unit weight)
Ruang pori total
Ruang pori kapiler
Atterberg limits (consistency)
Gradasi butiran (grain size analisys)
Permeabilitas
Penyelidikan sifat mekanis tanah:
Konsolidasi
Pengujian kompresi tiga sumbu (triaxial compression test)
dengan jenis UU test

IV-28
III-28
2. Contoh tanah terganggu (disturbed sample)
Penyelidikan terhadap contoh tanah terganggu meliputi :
Penyelidikan sifat fisik tanah :
Berat jenis tanah
Atterberg limits (consistency)
Gradasi butiran
Penyelidikan sifat fisik tanah mekanis dalam
hubungannya dengan perencanaan tanggul:
Uji permeabilitas
Percobaan pemadatan (compaction test)
Uji konsolidasi (consolidation test)
Uji gaya geser langsung (direct shear test)

c. Laporan
Hasil survey disajikan dalam sebuah laporan yang berisi penjelasan umum,
metoda kerja lapangan dan laboratorium, hasil-hasil yang diperoleh,
pembahasan, kesimpulan, saran serta spesifikasi dan persyaratan teknis dalam
pelaksanaan pembangunan. Laporan ini didiskusikan dan setelah dilakukan
perbaikan akan merupakan lampiran dari Laporan Akhir.

3.3.4. Analisis Tanah

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan lapangan dan analisa laboratorium kemudian
dianalisa dan dievaluasi untuk kemudian disusun dalam bentuk laporan dan peta-peta
sebagi masukan bagi perencanaan teknis detail peningkatan tata air.
Adapun jenis analisa yang akan dilakukan meliputi,
Kadar lengas,
Fosfor tersediakan,
Kalium, Kalsium, Magnesium, Natrium tersediakan,
KPK,
Kadar bahan organik,
Tekstur,
Kadar pirit,
Aluminium tertukarkan,

IV-29
III-29
Daya Hantar Listrik.
Laporan yang akan dibuat berisi tentang maksud dan tujuan survey tanah, keadaan umum
daerah survei, metode kerja di lapangan dan di laboratorium, uraian sifat dan jenis tanah
serta penyebarannya, masalah-masalah tanah yang ditemukan dan kemungkinan
pemecahannya, kesesuaian lahan, dan saran-saran yang perlu disampaikan untuk dapat
memperbaiki keadaan yang ada sekarang. Khususnya yang akan disajikan dalam laporan
adalah:
Peta penyebaran jenis tanah yang mencakup antara lain tanah gambut, tanah
sulfat masam dan lokasi titik-titik pengamatan.
Peta ketebalan gambut (0-20, 20-40, 40-100, 100-200, dan >200 cm)
Peta kedalaman lapisan pirit (0-25, 25-50, 50-100, dan >100 cm)
Peta kedalaman air tanah dan tinggi genangan.
Peta klas kesesuaian lahan.
Peta rekomendasi tata guna tanah usulan (bersama tim ahli agronomi).
Peta-peta tersebut dibuat dengan skala 1:20.000.

3.3.5. Analisis Sosio-Agroekonomi dan Analisis Ekonomi

Suatu analisis usaha tani yang dikaitkan dengan tata nilai sosial ekonomi setempat akan
dilakukan dan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang nilai manfaat proyek
terhadap usaha peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan khususnya masyarakat di
lokasi proyek. Selain itu dalam ukuran skala nasional dapat diinformasikan tingkat
keuntungan pemerintah dalam menginvestasikan dana pembangunan di dalam proyek ini.
Hasil survey yang diharapkan adalah berupa:
Data monografi daerah yang menyatakan data demografi, pendidikan,
keagamaan, kebudayaan dan kesehatan masyarakat.
Data status tanah.
Data usaha tani, jenis tanaman, cara pengolahan tanah dan hasil usaha.
Data kelembagaan yang berhubungan dengan perencanaan dan pengelolaan
usaha tani dan irigasi.
Data tersebut diharapkan dapat diperoleh baik dari data sekunder maupun dari wawancara
dengan daftar isian yang telah direncanakan sehingga memuat semua maksud pengambilan
data. Data tersebut akan dianalisa untuk menentukan :

IV-30
III-30
Perkembangan luas dan pola usaha tani,
Perkembangan pendapatan petani,
Usulan pola tata air,
Hitungan Benefit Cost Ratio usaha tani yang nantinya akan dikaitkan Benefit
Cost Ratio Project dan EIRR.
Usulan organisasi O & P beserta aparat penyuluhannya,
Usulan perkembangan sistem transportasi guna mendukung pemasaran hasil
dan lain sebagainya.

3.4 System Planning

Pekerjaan ini dimaksudkan untuk membuat rencana pengembangan jaringan pengairan.


Dalam pekerjaan ini akan dibuat suatu elevasi tentang tata guna lahan disesuaikan dengan
kualitas tanah, kondisi hidrotopografi dan hidrologinya. Setiap jenis penggunaan lahan
akan memerlukan sistem pemberian dan pembuangan air yang spesifik termasuk hitungan
kebutuhan air dan debit pembuangan. Setelah ditetapkan tata guna lahan dan mengingat
kondisi hidro-topografi kemudian dibuat lay-out jaringan tata airnya.

Pengembangan rawa secara terpadu haruslah melibatkan semua unsur yang nantinya akan
terlibat secara langsung pada tahap implementasi dan operasi. Keterlibatan itu menyangkut
dua hal pokok, yaitu perencanaan tata ruang penggunaan lahan dan penetapan zona
pengelolaan air. Keterlibatan ini hendaklah sudah dimulai sejak tahap perencanaan dalam
memutuskan dua hal pokok tersebut, sehingga pada tahap implementasi dan operasi kelak
tidak lagi terdapat perbedaan pandangan atau keputusan yang akan membingungkan pihak
yang langsung berkepentingan terhadap pemanfaatan lahan dan air, terutama pada para
petani.

Dari hasil survei dan investigasi kondisi lapangan yang meliputi kondisi hidrotopografi,
karakteristik lahan serta potensinya dapat ditentukan zona kesesuaian lahan.

IV-31
III-31
3.5 Desain Model Matematik

Karakteristik daerah rawa pasang-surut mempunyai ciri yang khas dibandingkan dengan
daerah-daerah lainnya.

Karakteristik yang khas ini antara lain:


Topografi yang relatif datar dan mempunyai elevasi rendah.
Luapan yang diakibatkan oleh pasang dari air laut sehingga adanya kenaikan
air sungai sehingga air sungai yang ada dapat masuk ke lahan-lahan pertanian.
Sebagian besar merupakan tanah pyrite.
Kemampuan drainasenya yang rendah.
Sebagian tanah merupakan gambut.
Kondisi airnya yang asam dan mempunyai salinitas yang cukup tinggi
utamanya daerah pesisir pantai.

Dalam perhitungan hidrolis daerah pasang surut ini digunakan metode aliran unsteady
flow.

Ada beberapa metode perhitungan yang dapat digunakan untuk perhitungan aliran
unsteady flow ini, dimana salah satunya adalah metode DUFLOW. Maksud dari
perhitungan ini adalah untuk mendapatkan parameter-parameter yang akan digunakan
untuk perencanaan sistem tata jaringan rawa. Parameter-parameter ini diperoleh dari
keluaran model matematik DUFLOW dengan menggunakan dimensi saluran tertentu.

Parameter-parameter yang dapat dihitung dengan model matematik DUFLOW antara lain:
 Elevasi muka air
 Debit di saluran
 Kecepatan

Dengan menggunakan model matematik DUFLOW ini akan diperoleh parameter-


parameter yang akurat, sehingga dapat dihasilkan perencanaan yang akurat.

IV-32
III-32
3.5.1 Gambaran Umum Tentang Model Matematik DUFLOW

Pengelola air memerlukan suatu manajemen yang dinamis untuk pengaturan air baik untuk
keperluan industri, pertanian, kebutuhan domestik, perikanan, energi air, pemantau kualitas
air serta pengendalian banjir. Oleh karena itu penggunaan model yang dapat menirukan
berbagai kondisi alam yang sesungguhnya menjadi sangat diperlukan agar dapat dicapai
suatu desain serta manajemen air yang optimal.

Dalam bidang manajemen keairan, model ini dapat dipergunakan untuk mensimulasikan
reaksi dari sistim operasi bangunan air serta pembukaan dan penutupan pintu air, sehingga
dapat dioptimalkan pengaturan hariannya.

DUFLOW di desain untuk menangani aplikasi yang sangat luas seperti penjalaran
gelombang pasang surut di muara sungai, gelombang banjir di sungai, operasi sistim
irigasi, drainasi dan sebagainya.

DUFLOW dapat menghasilkan keluaran (output) yang langsung dapat digunakan untuk
proses lebih lanjut, misalnya program kualitas air, angkutan sedimen, instrusi air laut,
aliran air tanah, analisa ekonomi dan desain struktur bangunan air.

Suatu rangkaian elemen tipe dari elemen yang tersedia adalah penampang saluran terbuka
(sungai maupun saluran) dan bangunan pengatur (structures). Sebagai contoh pada kasus
gelombang banjir di sungai, debit banjir dari bagian hulu mengalir ke bawah melalui
bagian sungai yang dipisahkan oleh adanya bendung.

Kondisi batas dapat dipilih sebagai berikut:

Elevasi muka air dan debit tetap atau berubah sebagai fungsi dari waktu atau mengikuti
fungsi fourier.
Aliran masuk atau aliran keluar jaringan saluran dapat diberikan dalam bentuk debit
(fungsi waktu) atau dapat dihitung dari curah hujan menggunakan hubungan hujan aliran
yang sederhana.

IV-33
III-33
Hubungan elevasi debit (lengkung debit) dalam bentuk suatu tabel.

Gesekan oleh angin yang pada beberapa kasus dominan, dapat pula diperhitungkan. Bagan
jaringan saluran yang menunjukkan orientasi dan hubungan antara ruas dan simpul dapat
ditayangkan oleh program bila diperlukan. Hal ini untuk memudahkan pemeriksaan
apabila terjadi kesalahan pemasukan data.

Bentuk penampang saluran yang sederhana dapat dilukiskan hanya dengan beberapa data.
Untuk penampang yang rumit seperti pada sungai alam, lebar aliran/flow width dan lebar
tampungan/storage width, faktor tahanan dan radius hidraulik dapat diberikan sebagai
fungsi dari elevasi air. Dalam DUFLOW dimungkinkan pula untuk menggunakan salah
satu dari rumus gesekan air yaitu rumus Manning atau Chezy.

Ada beberapa jenis bangunan air yang terdapat pada DUFLOW yang dapat dimodelkan
sebagai overflow. Transisi dari berbagai situasi seperti overflow dan underflow, aliran sub
dan superkritis pada berbagai arah akan diperhitungkan secara otomatis oleh DUFLOW.

Dalam periode eksekusi program, tinggi dan lebar dari pintu air dapat dirubah tergantung
dari kondisi perhitungan elevasi muka air pada tempat tertentu dengan mengikuti suatu
prosedur yang telah ditentukan sebelumnya (trigger conditions).

Program DUFLOW terdiri atas tiga Modul yang dikendalikan oleh master menu utama.
Ketiga modul masukan (input module), modul perhitungan (computational module) dan
module keluaran (output module).

Data yang dipersiapkan menggunakan modul masukan disimpan dalam file Network
(NET) dan Boundary (BND) yang berisi semua informasi tentang perhitungan.

Lingkup pekerjaan dari model matematik DUFLOW ini adalah:


 Skematisasi sistem jaringan yang telah ada.
 Pemilihan boundary condition dan initial condition.

IV-34
III-34
 Kalibrasi model.
 Running desain model dengan berbagai alternatif.
 Evaluasi hasil running.
 Rekomendasi sistem tata jaringan berdasarkan pemilihan dari alternatif desain model.

3.5.2 Persamaan Dasar

Pada sub-bab ini akan diberikan gambaran tentang persamaan dasar yang digunakan pada
model matematik DUFLOW dan prosedur numerik untuk mendiskret dan penyelesaian
persamaan-persamaan tersebut.

Adapun perhitungan hidraulik dengan model matematik dapat diuraikan sebagai berikut:

Kriteria hidraulik:
Mengingat pada kawasan pengembangan dilokasi proyek ini pengaruh pasang surut masih
dominan, maka untuk pelaksanaan perhitungan hidrolika perencanaan peningkatan tata
reklamasi rawa ini akan dilakukan dengan model matematik berdasarkan pada program
yang umum digunakan. Model matematis yang diusulkan adalah Duflow. Pada prinsipnya
adalah suatu model aliran yang tidak lunak (unsteady) satu dimensi. Persamaan dasar pada
program ini adalah persamaan hukum kekekalan massa dan momentum sebagai berikut:
Persamaan Massa:

H Q
B =  + 
t x

dan

Q (Qv) H g IQI Q
 +  + g A  +  = b  w2 cos ( - )
t x x C2AR

sedangkan :

IV-35
III-35
Q=VxA

Dimana :
t = Waktu
X = Jarak pengukuran sepanjang saluran
H (x,t) = Elevasi Muka Air diukur terhadap suatu bidang referensi
V (x,t) = Kecepatan rata-rata (rata-rata pada penampang melintang)
Q (x,t) = Debit aliran pada lokasi x pada waktu t
R (x,H) = Jari-jari Hidrolis dari penampang melintang
A (x,H) = Luas area potongan melintang aliran
b (x,H) = Lebar potongan melintang aliran
B (x,H) = Lebar penampang tampungan
g = Percepatan gravitasi
C (x,H) = Koefisien De Chezy
w (t) = Kecepatan angin (dalam derajad)
 (t) = Arah angin (dalam derajad)
 (t) = Arah sumbu saluran dihitung dari arah utara searah jarum jam dari arah
utara
 (x) = Koefisien konversi kecepatan angin
= Faktor koreksi distribusi kecepatan aliran tak seragam didefinisikan:
= A/Q2 x  x (y,z)2 dy dz

dimana integrasi dilakukan untuk seluruh luas penampang A.

Hukum kekekalan massa menyatakan jika elevasi muka air berubah pada suatu lokasi, ini
merupakan hasil dari aliran masuk dikurangi aliran keluar. Persamaan momentum adalah
hasil dari gaya luar dan gaya dalam yang bekerja yaitu gaya seret, angin dan gravitasi.

Dalam penurunan rumus di atas diasumsikan bahwa air merupakan suatu fluida yang
homogen sehingga kerapatan air dianggap tetap. Komponen advective di dalam persamaan
momentum adalah sebagai berikut:

IV-36
III-36
(Qv)

x

dapat diuraikan menjadi:

2QQ Q2A
  -  
A x A2 x

Bagian pertama dari persamaandi atas melukiskan pengaruh perubahan debit sedangkan
bagian kedua melukiskan pengaruh perubahan luas penampang aliran, dikenal dengan
Froude term.

Pada kasus dimana luas penampang berubah secara mendadak, froude term ini akan
menyebabkan ketidak stabilan perhitungan. Diskretisasi persamaan aliran tak langgeng
dalam ruang dan waktu menggunakan skema implisif preisman empat titik.

Pada suatu ruas saluran x, dari simpul xi ke simpul x I+1 dan suatu interval waktu t pada
waktu t = tn ke t n+1 , maka diskretisasi elevasi muka air H dapat disajikan sebagai berikut:

Hin+ = (1-) Hin +  Hin+1 pada simpul Xi dan Waktu t + t

Hni+1/2 = ½(Hni+1+ Hin) diantara simpul Xi dan Xi+1 pada waktu t

Dengan cara yang sama variabel tak bebas yang lain dapat dilakukan diskretisasinya.
Transformasi persamaan diferensial parsial dapat ditulis sebagai suatu sistem persamaan
aljabar dengan mengganti bentuk deferensialnya dengan bentuk beda hingga (finite
diffrence) bentuk terakhir ini merupakan pendekatan dari deferensial pada titik tinaju (x i+1/2
+ t n+) seperti dilukiskan pada gambar berikut:

IV-37
III-37
t

n+1
t

n+

x
n

I I+½ I+1

Persamaan (1) dapat ditrasformasikan kedalam

H i+0.5n+1 - Hi + 0.5n Qi+1n+ - Qi n+


B*i+0.5  +  =0
t x

Q i+1n Q in
Q i+0.5n+1 - Q i + 0.5n g A i+0.5(H i+1n+- H i n+) (  Q i+1n+1 -  Q in+1)
A* i+1 A*I
 +  + 
t x I X1
Q i+0.5n+1 I Q i+0.5n I
g =  bn(W i+0.5n+1)2 Cos(n+1-)
(C2 A R)* i+0.5

Tanda * menyatakan bahwa nilainya didekati pada saat t n+…

Gambar ini adalah tahap kedua dalam waktu dan tempat jika nilai = 0.5. Dan ini dapat
dilihat dalam waktu dan tempat jika nilai massconservative. Pada penerapan lainnya nilai
lebih besar misalnya nilai 0.55 digunakan dalam perhitungan maka hasilnya lebih stabil
(Roache).

IV-38
III-38
Nilai yang ditunjukkan dengan (*) digunakan dalam perhitungan proses iterative.
Sebagai contoh, sebuah gambar dari B adalah:

B* = Bn

Yang ditunjukkan dalam langkah iteration berikut:

B* = 0.5 (Bn+1,*)

Dimana Bn+1,* adalah hasil perhitungan baru dari Bn+1 jadi untuk semua cabang-cabang
saluran dalam jaringan terdapat langkah ke t n+1:

Q n+11 = N11 Hn+11 + N12Hn+11+1 + N13

Q n+11+1 = N12Hn+11 + N22Hn+11+1 + N13

Petunjuk Praktis Penggunaan Model Matematik Duflow

Berikut ini diberikan petunjuk praktis tentang penggunaan model matematik DUFLOW.
Petunjuk ini berlaku untuk memodelkan jaringan saluran terbuka. Untuk memodelkan
suatu kondisi tertentu memerlukan suatu keputusan untuk menentukan:

Daerah tinjauan, meliputi ruang dan waktu


 Kondisi batas alamiah.
 Skematisasi ruas saluran, bangunan dan lain-lain.
 Diskretisasi ruang dan waktu.

Setiap topik akan dibahas secara garis besar sebagai berikut:


DUFLOW adalah model hydro-dynamic, khususnya cocok untuk mensimulasikan
perubahan dari sistim jaringan saluran yang ada. Hasil simulasi dari sistim jaringan saluran

IV-39
III-39
yang sudah ada dapat diverifikasi. Tidak demikian halnya untuk mensimulasikan suatu
saluran baru. Perlu hati-hati apakah data yang digunakan dan telah diverifikasi pada
kondisi hydroulik saluran yang ada juga berlaku untuk saluran yang baru.

Khususnya batas model harus dipilih dengan hati-hati dalam kasus di mana perubahan
terhadap sistim yang ada akan berpengaruh terhadap kondisi batas yang pada gilirannya
mempengaruhi kondisi hydroulik pada daerah tinjauan. Karena kondisi batas yang
digunakan pada saat kondisi saat ini dan kondisi baru adalah sama, hal ini akan
mengakibatkan kesalahan dalam mensimulasikan perubahan yang akan datang, dengan
demikian harus hati-hati agar: Perubahan pada sistim tidak akan mempengaruhi kondisi
batas. Atau kondisi batas tidak akan mempengaruhi kondisi daerah tinjauan.

Sebagai contoh jika suatu bangunan direncanakan akan dibangun di sungai dan diinginkan
untuk meramalkan perubahan elevasi banjir pada suatu lokasi dihilirnya, maka batas hulu
harus dipilih pada lokasi yang cukup jauh dari hulu bangunan sehingga akibat pembuatan
bangunan tidak berpengaruh pada lokasi tersebut. Batas hilir harus ditetapkan jauh di hilir
sehingga suatu gelombang yang dipantulkan/direfleksikan pada lokasi ini akan hilang
pengaruhnya pada lokasi tinjauan. Pemilihan ini dapat diverifikasi dengan melakukan
pemeriksaan pengaruh dari kondisi batas, sebagai contoh untuk kondisi batas hulu,
perhitungan dengan dan tanpa bangunan dapat dibandingkan sedangkan untuk kondisi
batas hilir dua perhitungan dengan lokasi batas hilir yang berbeda dapat dibandingkan.

Setelah lokasi batas model telah ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan tipe
dari kondisi batas (elevasi muka air debit atau hubungan debit dengan muka air) yang akan
digunakan. Pilihan terbaik adalah menggunakan tipe kondisi batas yang kurang sensitif
terhadap perubahan di dalam model. Jadi kondisi batas hulu pada sungai lebih disukai
berupa debit (Q) sedangkan kondisi batas hilir sebaiknya adalah elevasi muka air jika
sungai mengalir menuju danau atau laut, atau hubungan H-Q berdasarkan aliran seragam
jika batas hilir terletak pada suatu lokasi sungai.

IV-40
III-40
Sebagai catatan bahwa ujung buntu (dead end, Q=0 secara permanen) adalah kondisi batas
standard di DUFLOW, dengan demikian untuk kasus tersebut tak perlu dimasukkan
sebagai kondisi batas pada file masukan.
Skematisasi yang sangat rinci pada jaringan saluran yang tak perlu dilakukan mengingat
sifat dari persamaan dasar yang digunakan. Umumnya sedikit perubahan pada penampang
melintang hanya akan mengakibatkan perubahan kecil pada lokasi yang kita tinjau.
Dianjurkan untuk mulai dulu dengan model yang agak kasar guna melakukan pemeriksaan
sensitifitasnya terhadap perubahan yang terjadi pada penampang melintang sebelum
sebelum bekerja dengan model yang lebih teliti. Demikian pula bila terdapat bangunan air
pada jaringan saluran. Sebagai contoh adalah tidak efisien untuk memodelkan setiap
jembatan ataupun bangunan lain sebagai bangunan tersendiri, lebih baik pengaruh
bangunan tadi disimulasikan dengan cara menaikan koefisien hambatan di saluran guna
memperhitungkan hambatan yang ada diakibatkan oleh adanya bangunan tersebut. Hanya
bangunan yang mengakibatkan penyempitan besar pada alur sungai yang perlu dimodelkan
tersendiri.

Untuk interval jarak dan waktu argumen yang sama juga berlaku. Diskripsi yang sangat
rinci sering kali tak diperlukan. Interval jarak ditentukan sedemikian rupa sehingga
perubahan penampang sungai dapat diikuti dan dimodelkan dengan baik. Pedoman lain
adalah bahwa interval jarak diusahakan 1/40 atau lebih kecil dari periode gelombang.
Dianjurkan untuk melakukan analisis sensitifitas untuk melihat pengaruh nilai interval
waktu yang digunakan.

Dalam skematisasi lay-out saluran, simpul-simpul harus ada pada batas jaringan saluran,
percabangan dan pada ujung bangunan (langsung pada ujung hilir dan hulu bangunan).
Pembagian lebih kecil dari pada ruas diperlukan bila suatu ruas lebih panjang dari yang
seharusnya. Pembagian yang lebih rapat diperlukan pada daerah dimana penampang sungai
berubah mendadak. Interval jarak yang tidak sama antara bagian-bagian sungai tidak
menjadi masalah pada tingkat ketelitian hasil yang diperoleh, mengingat modelnya
menggunakan skema implisif dari preissman.

IV-41
III-41
Akhirnya yang perlu ditekankan adalah pengunaan model ini tanpa pengertian yang baik
terhadap fenomena yang terjadi ataupun tanpa adanya suatu verifikasi yang memenuhi
syarat, akan meningkatkan resiko kesalahan dari hasil model.

Tinggi muka air maksimum akan didapat dari hasil simulasi DUFLOW, merupakan tinggi
muka air yang dijinkan di saluran pada saat pasang maksimum sedangkan air minimum
adalah muka air terendah yang direncanakan pada saat surut.

Lebar saluran akan ditetapkan sebagai perbandingan proporsional dari kedalaman


air rencana untuk didapatnya penampang hidrolik saluran yang efektif dan efisien.
Untuk jalan inspeksi sepanjang saluran primer dan antar saluran primer
direncanakan dengan lebar 4 meter. Sedang untuk perkeransan dengan tanah
urugan pilihan selebar 2 meter.

Dalam perhitungan hidrolis saluran dasar saluran direncanakan berdasarkan ketinggian


rata-rata dan minimum pasang surut yang ada, namun dalam penentuannya akan
disimulasikan dalam model matematik. Sedangkan ketetapan-ketetapan lainnya
sebagaimana tampak pada tabel berikut:

Tabel Angka Kemiringan Lereng

No Jenis Saluran/Tanggul Kemiringan Lereng


1:m
1. Saluran Primer 1:1
2. Saluran Sekunder 1 : 1 atau 1 : 5

Tabel Koefisien Kekasaran Saluran

Jenis Saluran n- Manning K- Strickler


Saluran Primer 0.025 40
Saluran Sekunder 0.033 30

3.6 Konsep Desain Dan Desain Rencana

IV-42
III-42
3.6.1. Desain Jaringan Tata Saluran.

Untuk mendesain saluran primer, sekunder dan tersier perlu dipertimbangkan beberapa hal
berikut ini:
Tampang saluran baru akan didesain dengan optimal agar biaya galian tidak
terlalu besar, diusahakan didapat keseimbangan galian dan timbunan serta
metode pelaksanaan yang mudah.
Bentuk yang ada adalah tampang yang sudah stabil sehingga kemiringan dasar
saluran mengikuti yang sudah ada.
Usaha konservasi gambut dan usaha penekanan terungkapnya pirit,
Menjamin kelancaran irigasi dan drainase bagi pola lahan yang diusulkan oleh
Agronomist dan Ahli Tanah dengan mengingat kesesuaian lahan.
Alat utama dalam optimasi desain adalah Model Matematik (perangkat lunak Duflow).
Pada tahap awal tampang saluran dicoba/dicek dengan data hitungan debit rencana
(drainage module dikalikan luas layanan) untuk melihat kemampuan saluran.
Desain awal memakai rumus STRICKLER,
Q = A. K. R2/3 .I1/2
Dengan :
Q = debit (m3/det)
A = luas tampang basah desain (m2)
K = koefisien STRICKLER
R = radius hidrolik desain (m)
I = kemiringan dasar saluran
Penetapan luas tampang basah diusahakan sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran yang
terjadi tidak akan mengerosi bahan dasar saluran (Stable Channel). Dalam tahap ini juga
akan diuji kemungkinan sistem tata air dilengkapi dengan bangunan pintu air atau
bangunan pengendali lainnya. Pintu air maupun bangunan pengendali dimaksudkan untuk:
Melindungi lahan dari bahaya banjir, intrusi air asin,
Menjamin ketersedian air sehingga usaha peningkatan produksi terjamin
Menjamin kesehatan lingkungan.

3.6.2 Desain Bangunan Air

IV-43
III-43
Dalam mendesain bangunan air di daerah rawa pasang surut diperlukan analisis yang teliti
terutama dalam usaha menjamin stabilitas konstruksi. Bangunan tersebut diusahakan untuk
dapat menahan tekanan air yang sering berubah-ubah karena pengaruh pasang surut dan
mempunyai pondasi yang cukup kuat dan sesuai untuk kondisi tanah yang lembek.
Bangunan air akan direncanakan sesuai dengan kebutuhan antara lain:
Sebagai bangunan penahan banjir atau bangunan pengendali air asin
Untuk menjaga muka air di dalam sistem tata saluran agar sesuai dengan
rencana pengelolaan air (water management plan).
Perhitungan yang dilakukan dalam proses desain ini meliputi :
Ukuran bangunan yang diperlukan
Bahan yang dipakai
Kekuatan
Stabilitas
Semua hasil hitungan desain akan ditulis dalam Nota Desain yang dilengkapi dengan:
Gambar detail bangunan air
Jika banyak bangunan air yang sama akan dibuat tabel tipikal bangunan air
disertai dengan dimensinya
Peta lokasi/ posisi bangunan yang direncanakan.

3.6.3. Desain Tanggul

Di beberapa daerah pada lahan pasang surut maupun rawa lebak sering ditemui kenyataan
bahwa dengan reklamasi, lahan akan mengalami penurunan sehingga di beberapa tempat
akan di dapat genangan yang mengganggu kelangsungan hidup petani.
1. Hitungan tinggi muka tanggul dan daerah genangan
Daerah genangan dapat ditentukan dengan membandingkan muka air tinggi
(dari ramalan pasang surut) dengan muka tanah dari peta topografi. Daerah
genangan inipun dapat diungkap dari hasil analisis tanah,
Tanggul dibuat untuk melindungi daerah dari banjir, biasanya tanggul
terletak sepanjang sungai atau saluran dengan freeboard 75 cm dari muka
air pasang tertinggi di waktu musim hujan,

IV-44
III-44
Selain tinggi muka air hasil ramalan, elevasi muka tanggul juga didasarkan
pada “settlement” yang akan terjadi serta beban yang akan terjadi (sebagai
jalan inspeksi).
Ukuran minimum tanggul harus memennuhi kriteria stabilitas (faktor
keamanan/ SF  2).

2. Hitungan stabilitas tanggul


Hitungan stabilitas tanggul dilakukan dengan memakai data mekanika tanah.
Data mekanikan tanah yang diperlukan untuk hitungan stabilitas tanggul
antara lain : sudut gesek alam ( ), kohesi tanah (C), serta kemiringan
tanggul rencana,
Kestabilan tanggul yang dimaksud adalah kestabilan terhadap bahaya
longsor untuk berbagai keadaan (muka air penuh, muka air turun tiba-tiba,
serta keadaan setelah pelaksanaan),
Kestabilan tanggul dihitung dengan salah satu metode (Fellenius atau
Bishop) dengan paket program STABLE2.
Bahan tanggul sedapat mungkin dipakai tanah setempat dengan
mempertimbangkan kemungkinan penurunan muka tanggul (settlement)
dan metoda pemadatan apabila diperlukan.

3.6.4. Perencanaan Tata Letak (Lay out) Prasarana Jalan pertanian

Farm road merupakan jalan utama dalam proses produksi dan pemasaran hasil pertanian.
Pada perencanaan farm road ini akan di buat lay out yang memudahkan petani untuk
melakukan usaha budi daya, membawa pupuk, benih dan hasil panen ke pasar.
Selain sebagai jalan produksi, farm road ini diharapkan dapat dipakai sebagai penunjang
kelancaran proses pemerintahan dan sebagai fasilitas umum petani di lokasi tersebut.

3.7 Penyusunan Manual Operasi Dan Pemeliharaan (O & P)

Manual O & P diperlukan untuk menjamin kelangsungan tata saluran baru. Di dalam
manual O& P tersebut akan disertakan :
Sistem pengelolaan air yang menyangkut operasi dan pemeliharaan saluran dan
konstruksinya serta organisasi pelaksanaannya.

IV-45
III-45
Sistem operasi organisasi O&P.
Analisa Biaya O&P.
BCR peningkatan proyek.

3.8 Penyusunan Dokumen Tender Dan Spesifikasi Teknis

Dokumen tender yang dipakai telah mempunyai format tertentu. Meskipun demikian ada
beberapa hal yang harus disesuaikan dengan proyek ini. Spesifikasi Teknis disusun
berdasar hasil desain yang tentunya mempunyai spesifikasi pelaksanaan tertentu mengingat
keamanan konstruksi dan faktor lain,

IV-46
III-46

Anda mungkin juga menyukai