Anda di halaman 1dari 26

RESISTENSI ANTIMIKROBA DARI BEBERAPA

BAKTERI PATOGEN ENTERIK YANG BERKAITAN


DENGAN PENYAKIT DIARE
( ANTIMICROBIAL RESISTANCE ENTERIC PATHOGENS OF SOME
BACTERIA ASSOCIATED WITH DIARRHEA DISEASE)

Prof.Dr.Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. Salim,MS, Dr. Meiyanti, SpFK

ABSTRAK

Peningkatan yang cepat dari resistensi antimikroba ini di antara kuman patogenenterik
di negara berkembang menjadi suatu keprihatinan yang besar. Di antara kuman-kuman
yang menyebabkan diare seperti Salmonella spp., Shigella, Campylobacter dan Vibrio
cholerae, masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Sebanyak
150 buah usap dubur diambil dari penderita-penderita diare semua umur tanpa
memandang beratnya penyakit. Dari usap dubur tersebut dapat diisolasi kuman-kuman
enterik patogen yang terdiri dari spesies Shigella (11.4%), Salmonella (6.6%) dan Vibrio
(2.7%). Uji kepekaan dilakukan terhadap 8 jenis antibiotika, yaitu ampisilin (Am),
kloramfenikol (C), tetrasiklin (Te), ko-trimoksazol (SXT), ceftriaxon (CRO),
siprofloksasin (Cip), norfloksasinn (Nor) dan asam nalidiksat (Na). Untuk antibiotika
seperti ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin dan kotrimoksazol spesies Shigella,
menunjukkan derajat resistensi yang cukup tinggi (25%-100%) sedangkan ceftriakson,
siprofloksasin, norfloksasin dan asam nalidiksat tampak masih efektif (resistensinya 0%)
Salmonella non-typhi juga menunjukkan pola resistensi yang hampir sama dengan
Shigella, terutama terhadap ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol dan kotrimoksazol.
Namun untuk S. typhi semua antibiotika masih efektif. Untuk Vibrio, hanya terhadap
ampisilin yang sudah resisten (resistensi 100%), antibiotika yang lain masih efektif.
Dapat disimpulkan bahwa untuk masing-masing patogen enterik perlu ditentukan pola
kepekaan antibiotikanya. Penggunaan antibiotika harus didasarkan pada pemeriksaan
laboratorium yaitu pengujian kepekaan antibiotika.

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
ABSTRACT

Rapid improvement of this antimicrobial resistance among bacteria patogen enterik


in developing countries became a major concern. Among the germs
that cause diarrhea such as Salmonella spp., Shigella, Campylobacter and Vibrio
cholerae, still remains an important public health problem. as much as
150 rectal swabs taken from patients with diarrhea all ages without
looked at severity of the disease. From the rectal swab can be isolated germs
enteric pathogens that consist of Shigella species (11.4%), Salmonella (6.6%) and Vibrio
(2.7%). Sensitivity test carried out on eight types of antibiotics, namely ampicillin (Am),
chloramphenicol (C), tetracycline (Te), co-trimoxazole (SXT), ceftriaxon (CRO),
ciprofloxacin (Cip), norfloksasinn (Nor) and nalidixic acid (Na). for antibiotic
such as ampicillin, chloramphenicol, tetracycline and cotrimoxazole Shigella species,
showed a fairly high degree of resistance (25% -100%) while ceftriakson,
ciprofloxacin, nalidixic acid norfloksasin and appears to be still effective (resistance 0%)
Non-typhi Salmonella also showed resistance patterns similar to Shigella, especially to
ampicillin, tetracycline, chloramphenicol and cotrimoxazole. However, for S. typhi all
antibiotics are still effective. For Vibrio, only that now resistant to ampicillin (resistance
100%), other antibiotics are still effective. It can be concluded that for each of these
enteric pathogens necessary to determine the sensitivity pattern antibiotikanya. The use
of antibiotics should be based on laboratory tests of antibiotic sensitivity testing.

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya resistensi secara berkelanjutan dari mikroorganisme patogenik


terhadap obat-obat lini pertama telah menimbulkan banyak keprihatinan. Kejadian ini
berkaitan dengan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas yang bukan saja
berdampak kepada penderita tetapi juga kepada beban pelayanan kesehatan yang
meningkat sebagai akibat dari bertambahnya intensitas pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan.
Meskipun mekanisme terjadinya resistensi pada organisme telah diketahui
dengan jelas namun termasuk tekanan selektif yang diakibatkan pajanan terhadap
antimikrobial, peranan yang tepat dari penggunaan obat dalam seleksi pada resistensi
antibiotika ini belum seluruhnya dapat dijelaswkan. Meskipun demikian, ada bukti-bukti
yang mendorong agar penggunaan antibiotika harus dilakukan secara hati-hatib pada
pengobatan penyakit baik pada manusia maupun pada hewan ternak dan di lingkungan
pertanian karena dapat memberikan fampak yang bermakna dalam kecepatan terjadinya
resistensi tersebut.
Resistensi antimikroba pada kuman-kuman enterik adalah masalah yang penting
di negara berkembang di mana derajat penyakit diare masih tinggi. Peningkatan yang
cepat dari resistensi antimikroba ini di antara kuman patogen enterik di negara
berkembang menjadi suatu keprihatinan yang besar. Di antara kuman-kuman yang
menyebabkan diare Salmonella spp. masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Meskipun infeksi Salmonella bersifat self-limiting yaitu akan
menyembuh sendiri setelah suatu jangka waktu tanpa pengobatan spesifik, namun akibat
dari penyakit ini dapat bersifat serius dan fatal sehingga diperlukan antibiotika (1,2). Di
samping itu, dari beberapa negara dilaporkan terjadinya peningkatan frekuensi resistensi
dan timbulnya multiresistensi dari kuman-kuman Salmonella (3,4).
Shigellosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan infeksi enterik
akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang termasuk di dalam genus Shigella.

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Sebelum identitas dari etiologi shigellosis ini diketahui, istilah disenteri digunakan untuk
menyatakan suatu penyakit atau keadaan di mana diare yang terjadi disertai adanya tinja
yang mengandung darah dan lendir dengan rasa sakit pada waktu defikasi dan kejang
perut (abdominal cramps).
Shigellosis adalah penyakit yang berkaitan dengan keadaan higiene yang buruk,
kemiskinan dan kondisi penduduk yang padat. Penyakit ini menyebabkan angka
kematian yang tinggi dan juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
malnutrisi serta gangguan pertumbuhan pada anak-anak. Infeksi Shigella mengenai
sekitar 5-15% anak-anak dengan diare dan umumnya mereka menunjukkan gejala-gejala
diare air yang sifatnya ringan sampai sedang sehingga sulit dibedakan dari diare karena
sebab lain seperti rotavirus misalnya. Karena diare yang sifatnya nonspesifik (air) dan
dianggap oleh sebab lain, maka sering sekali penyakit shigellosis ini tidak terdeteksi
karena tidak dilakukan biakan kuman.
Selama beberapa dekade terakhir galur Shigella spp. menunjukkan perubahan
pola kepekaan. Kuman-kuman ini secara progresif menjadi resisten terhadap beberapa
antibiotika yang primer digunakan pada pengobatan diare. Dilaporkannya timbulnya
kembali galur S. dysenteriae setelah selama lebih dari 15 tahun menghilang, tidak
ditemukan dari penderita diare di Indonesia, telah membawa keprihatinan besar (5-7).
Galur ini menunjukkan resistensi terhadap antibiotika konvensional seperti ampisilin,
tetrasiklin, dan ko-trimoksasol (8) tetapi masih sensitive terhadap golongan
fluoroquinolone, akan tetapi penggunaan fluoroquinolone sebagai pengobatan untuk
anak-anak tidak dianjurkan karena efek toksik dari obat ini.
Antibiotika penting untuk pengobatan kolera karena akan mengurangi frekuensi
diare, dan volume tinja yang dieksresi penderita (9,10). Selama lebih dari 30 tahun
tetrasiklin merupakan obat pilihan pertama untuk pengobatan kolera dan hingga saat ini
di Indonesia belum dijumpai jumlah yang berarti dari Vibrio cholerae yang resisten
terhadap antibiotika ini, namun peningkatan frekuensi resistensi terhadap beberapa jenis
antibiotika justeru ditemukan pada V. parahaemolyticus (6).
Tidak banyak rumah sakit di negara berkembang yang melakukan pemeriksaan
laboratorium berupa biakan kuman dan uji kepekaan terhadap penderita diare karena
biaya pemeriksaan yang mahal. Penderita biasanya mendapat pengobatan antibiotika
berdasarkan gejala klinis diare tanpa konfirmasi laboratorium.

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Penggunaan antibiotika dalam pengobatan penyakit diare telah banyak membantu
penderita sehingga pengetahuan mengenai kepekaan antibiotika dari kuman-kuman
enterik sangat diperlukan di dalam meningkatkan upaya penanggulangan penyakit
(11,12).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Penyakit diare masih tetap menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat


yang serius dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi di negara
berkembang

2. Peningkatan resistensi antimikroba di antara kuman patogen enterik


penyebab diare terjadi dengan cepat di negara berkembang

3. Pemberian antibiotika secara empirik kepada penderita diare sering


menyebabkan terjadinya resistensi kuman

4. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat perlu diberikan untuk penyakit


diare yang berat sehingga perlu diketahui pola kepekaan antibiotika kuman-
kuman penyebab diare tersebut

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data terkini mengenai pola
kepekaan antimikrobial dari kuman-kuman enterik sehingga dapat digunakan sebagai
acuan di dalam pengobatan infeksi diare

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kuman-kuman patogen enterik telah banyak menujukkan resistensi terhadap


antibiotika utama yang digunakan di dalam pengobatan penderita-penderita diare dan
infeksi lainnya. Terjadinya resistensi antibiotika lini pertama pada mikroorganisme
secara berkelanjutan dari waktu ke waktu telah menimbulkan keprihatinan yang besar
karena kejadian ini berkaitan dengan meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Masalah resistensi tidak hanya berdampak kepada penderita tetapi juga pada beban
beban pelayanan kesehatan sebagai akibat menjadi bertambahnya pemeriksaan
diagnostic penyakit, masa perawatan yang lebih panjang dan bertambahnya intensitas
serta durasi pengobatan Meskipun mekanisme terjadinya resistensi sering kali sudah
diketahui dan dapat dijelaskan seperti misalnya adanya tekanan selektif (selective
pressure) yangb timbul akibat paparan mikroorganisme terhadap antimikrobial, peranan
yang pasti dari penggunaan obat di dalam peristiwa seleksi pada resistensi belum
seluruhnya dipahami. Meskipun tidak besar tetapi pemakaian antibiotika secara luas pada
pengobatan infeksi ringan ikut berperan di dalam terjadinya resistensi antimikrobial.
Keadaan ini terutama terjadi di negara-negara berkembang di mana penggunaan
antibiotika secara ekstensif telah memicu terjadinya resistensi secara cepat dan luas (7,8).
Pada saat antibiotika untuk pertama kalinya diperkenalkan, hanya ada sedikit
sekali di antara spesies Enterobacteriaceae yang resisten. Sekarang, ada banyak spesies
yang diisolasi baik dari manusia maupun dari hewan yang menunjukkan resistensi. Pola
resistensi ini sangat bergantung kepada masing-masing organisme dan tempat asal
organisme tersebut diisolasi.
Mekanisme resistensi antibiotika dari miroorganisme dan gen-nya berkembang
secara evolutif sejalan dengan perkembangan antibiotika. Meskipun sejak dahulu kala
telah dijumpai resistensi mikroorganisme ini, namun ekspansi dari resistensi ini berjalan
dengan pesat dalam era antibiotika di mana terjadi tekanan selektif (selective pressure)
terhadap mikroorganisme menyebabkan mikroorganisme yang tahan yang tetap akan

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
hidup [5]. Beberapa kuman bersifat resisten secara intrinsik terhadap antibiotika
tertentu, artinya memang sudah sejak awalnya kuman tersebut menunjukkan sifat
ketahanan terhadap antibiotika. Seperti misalnya, kuman-kuman positif-Gram tidak
mempunyai suatu membran luar sehingga secara intrinsik resisten terhadap polimiksin.
Uji kepekaan antibiotika dilakukan terhadap setiap organisme yang menjadi
penyebab atau berperan di dalam proses peradangan di mana pengobatan dengan
antibiotika merupakan suatu keharusan. Uji kepekaan menjadi penting bilamana ada
indikasi bahwa organisme penyebab infeksi merupakan bagian dari kelompok kuman
yang resisten terhadap antibiotika yang umum digunakan dalam pengobatan.
Mekanisme resistensi dapat berupa produksi enzym yang membuat obat menjadi tidak
aktif, adanya perubahan target obat, atau perubahan uptake obat.
Ada beberapa metode uji kepekaan antibiotika untuk Enterobacteriaceae, tetapi
yang paling umum dilakukan adalah cara difusi cakram dan uji kadar hambatan minimal
(KHM) menggunakan dilusi agar (agar dilution) [6,7]. Metode difusi cakram adalah
metode yang rutin dilakukan dalam mikrobiologi klinik dan cara ini didasarkan semata-
mata pada ada atau tidaknya zona hambatan. Dengan menggunakan kuman-kuman
standar, dibuat korelasi antara diameter zona pada difusi cakram dengan hasil konsentrasi
hambatan minimal (minimal inhibition concentration). Dengan cara ini ditentukan a
diameter zona tertentu termasuk dalam kategori “sensitive”, “intermediate” atau
“resistance”
Pada Salmonella spp. multiresistensi antibiotika terjadi di banyak negara dengan variasi
yang berbeda-beda dan keadaan ini merupakan masalah yang serius dan banyak
mendapatkan perhatian (1,9). Antibiotika konvensional seperti ampisilin, kloramfenikol,
dan trimetoprim-sulfametoksazol, merupakan antibiotika pilihan untuk pengobatan
infeksi Salmonella pada era 1980an, namun pada saat ini tidak efektif lagi; 50% dari
galur Salmonella telah menunjukkan resistensi terhadap obat-obat tersebut (1,9,).
Extended-spectrum cephalosporin dan fluoroquinolon diajukan sebagai alternatif untuk
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Salmonella yang multiresisten (1), namun
kemudian dilaporkan timbulnya resistensi terhadap kedua jenis antibiotika tersebut
(1,3,10,11). Situasi yang tidak berbeda juga terlihat pada diare karena infeksi yang
disebabkan oleh Campylobacter dan Shigella spp. Munculnya galur Campylobacter yang
resisten terhadap fluoroquinolon dilaporkan dari banyak tempat dan negara, termasuk

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Indonesia (12-14). Resistensi terhadap fluoroquinolone cenderung meningkat
frekuensinya karena antibiotika ini digunakan baik pada manusia maupun pada hewan.
Perkembangan industri di bidang ternak unggas telah membawa perubahan dari
lingkungan yang menimbulkan dampak yang besar di dalam perkembangan resistensi
antibiotika dari kuman Campylobacter yang kemudian menular dari ternak unggas
tersebut ke manusia. Penggunaan fluooquinolon secara rutin sebagai perangsang
pertumbuhan di dalam industri ternak unggas telah mengubah epidemiologi resistensi
antibiotika pada Campylobacter.
Selama beberapa puluh tahun terakhir Shigella spp. menunjukkan resistensi
secara progresif terhadap antibiotika yang umum digunakan pada penyakit infeksi
(5,12,15). Multiresistensi, terutama yang banyak dijumpai pada S. dysenteriae tipe I,
menjadi masalah yang serius di dalam pengobatan shigellosis. Secara tetap Shigella
menunjukkan peningkatan resistensi terhadap berbagai antibiotika. Dari keempat spesies
Shigella, S. dysenteriae umumnya yang terlebih dahulu mengembangkan resistensi
antibiotika baru kemudian menyusul diikuti spesies lainnya. Jarang sekali kepekaan
antibiotika akan kembali lagi di sebuah daerah jika sudah resistensi dari sebuah galur
kuman. Asam nalidiksat muncul sebagai antibiotika yang efektif untuk shigellosis,
namun tidak beberapa lama kemudian dilaporkan adanya resistensi terhadap antibiotika
ini (15). Oleh Organisasi Kesehatan Dunia fluoroquinolon direkomendasikan untuk
pengobatan shigellosis (16), tetapi antibiotika ini harganya mahal lagipula pada beberapa
tahun terakhir ini telah muncul galur-galur Shigella yang resisten terhadap ciprofloxacin
dan beberapa antibiotika fluoroquinolon yang lain (17).
Manusia merupakan pejamu alamiah dari Shigella. Penyebaran dari organisme ini
umumnya terjadi dari orang-ke-orang (person-to-person) melalui kontak yang terjadi
secara fekal-oral. Penyebaran langsung dari seseorang ke orang lainnya dimungkinkan
karena organisme ini telah dapat menimbulkan infeksi dalam jumlah yang kecil saja.
Sekitar 10 sampai 100 organisme saja telah dapat menimbukan penyakit pada 10-20%
subyek yang non-imun [10]. Transmisi fekal-oral ini umumnya terjadi secara sekunder
setelah kontaminasi awal dari tangan dengan tinja yang mengandung kuman Shigella dan
dipindahkan langsung ke mulut atau ke benda lain yang kemudian melalui orang lain
berpindah ke mulut seseorang yang rentan penyakit. Spesies lalat tertentu, yaitu lalat
domestik (Musca domestica) dapat pula memindahkan kuman ke makanan atau

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
minuman, lebih-lebih pada tempat-tempat di mana keadaan higiene kurang baik. Dengan
demikian berbagai cara transmisi dapat secara efektif menyebabkan terjadinya infeksi
meskipun kuman-kuman Shigella sendiri bukanlah termasuk organisme yang mampu
untuk dapat bertahan hidup lama di luar saluran cerna manusia. Oleh karena pada
dasarnya Shigella tidak memiliki reservoir hewan dan lingkungan (kecuali monyet,
yang mungkin mendapatkan infeksi dari manusia), untuk mengendalikan insidens infeksi
agaknya bukanlah hal yang mustahil
Insidens shigellosis paling tinggi dijumpai pada anak-anak berumur 1-5 tahun ,
kemungkinan karena pada usia ini anak-anak belum mempunyai kekebalan terhadap
infeksi dan higiene perorangannya juga masih belum baik.
Di negara-negara di mana infeksi Shigella endemik, puncak infeksi terjadi pada musim
panas, ketika sumber air untuk mencuci badan, makanan, dan alat-alat dapur, berkurang
atau mengalami kekeringan sehingga terjadi konsentrasi dari kuman.
Di Indonesia, shigellosis menempati urutan pertama dari kuman-kuman patogen
enterik sebagai penyebab diare seperti dilaporkan oleh Oyofo dkk [12]. Spesies Shigela
dijumpai pada sekitar 7% dari penderita-penderita diare bakterial akut, atau 46% dari
seluruh kuman patogen enterik yang diisolasi dari survei yang dilakukan di beberapa
tempat di Indonesia. Juga dilaporkan bahwa puncak infeksi Shigella di Indonesia adalah
pada musim panas dan awal musim hujan.
Meskipun Shigella dapat dijumpai secara luas di seluruh dunia, distribusi dari
keempat spesies Shigella sangat berkaitan erat dengan keadaan sosio-ekonomik suatu
daerah.
Untuk suatu alasan yang tidak dapat dijelaskan, prevalensi dari beberapa spesies Shigella
mengalami perubahan yang signifikan dalam abad terakhir ini dan prevalensi relatif
spesies Shigella menunjukkan variasi geografis. Shigella dysenteriae merupakan spesies
yang predominan pada awal abad ke-20, tetapi setelah perang dunia I, S. dysenteriae
sebagai penyebab utama shigellosis diambil alih peranannya oleh S. flexneri. Tetapi
sekitar 15 tahun kemudian, yaitu setelah perang dunia II, S. flexneri pun juga menghilang
dari negara maju dan diganti oleh S. sonnei sebagai spesies yang predominan. Tetapi
pada saat yang bersamaan, S. flexneri tetap merupakan spesies yang prevalensinya
predominan di negara-negara berkembang. Meskipun demikian, epidemi di daerah-
daerah tropis seringkali disebabkan oleh S. dysenteriae tipe 1.

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Sebagai spesies yang kerap menimbulkan wabah dalam skala yang besar, S. dysenteriae
tipe 1 muncul di Mexico dan Guatemala pada tahun 1969 yang kemudian menjalar
hampir ke seluruh Amerika Tengah dan pada pertengahan tahun 1970an wabah karena
spesies ini terjadi di India, Bangladesh dan Pakistan dan satu dekade kemudian di Afrika
Tengah. Di kedua bagian dunia ini S. dysenteriae tipe 1 tetap menyebabkan masalah,
menjadi endemik dan menyebarkan wabah-wabah kecil ke beberapa daerah di Asia
Tenggara, sedangkan di Afrika, organisme ini perlahan-lahan menyebar ke bagian
selatan dan beberapa tahun yang lalu dapat dijumpai di Afrika Selatan dan menimbulkan
suatu epidemi yang besar [4]. Shigella boydii dijumpai terutama di subkontinen India dan
jarang ditemukan di tempat-tempat lain di dunia.
Distribusi spesies Shigella di Indonesia tidak berbeda dengan di tempat-tempat
lain di daerah Asia Tenggara. Di Indonesia, spesies yang predominan adalah S. flexneri,
disusul S. sonnei, dalam perbandingan sekitar 6:1 [12], sedangkan S. boydii dan S.
dysenteriae sangat jarang ditemukan. Kedua spesies yang terakhir ini bahkan selama 15
tahun terakhir tidak pernah diisolasi lagi dari penderita-penderita diare di Indonesia, baru
pada tahun 1998 untuk pertama kali S. dysenteriae muncul kembali di beberapa tempat
di Indonesia seperti Jakarta, Denpasar, Pontianak, dan Batam [13]. Kemunculannya
kembali menimbulkan banyak keprihatinan karena potensi spesies ini sebagai penyebab
wabah yang berskala besar telah terbukti di beberapa tempat di dunia. Bersamaan dengan
munculnya kembali S. dysenteriae, juga S. boydii mulai ditemukan kembali di Indonesia.
Pada saat ini, angka isolasi di Indonesia untuk kedua jenis spesies Shigella tersebut, S.
dysenteriae dan S. boydii, tidaklah besar yaitu di bawah 1% dari seluruh penderita diare.
Perubahan pola kepekaan antibiotika dari Shigella yang terjadi selama ini,
khususnya di negara berkembang, pada umumnya merupakan fungsi dari penggunaan
yang berlebihan dan penyalah-gunaan antibiotika di dalam pengobatan penyakit infeksi.
Resistensi terhadap asam nalidiksat (100%) pada isolat S. dysenteriae dilaporkan dari
Bangladesh [14], namun di Indonesia resistensi ini tidak dijumpai [12]. Walaupun
demikian data-data dari studi oleh Subekti dkk [13] menunjukkan adanya peningkatan
resistensi dari kuman-kuman Shigella di Indonesia dibandingkan dengan tahun-tahun
yang sebelumnya.
Pada umumnya, semua spesies Shigella dari Indonesia telah menunjukkan
resistensi terhadap antibiotika yang lazim digunakan pada pengobatan diare, seperti

10

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
misalnya ampisilin, trimetoprim-sulfalmetoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin [12].
Pola yang hampir sama juga dijumpai di tempat lain.

Pola resistensi antimikrobial dapat berbeda dari satu daerah ke daerah yang lain
bahkan di satu daerah yang sama tetapi dua tempat yang berbeda. Ini karena terjadinya
penyebaran dari klon antimikrobial-resisten (15). Di dalam kompetisi antara
perkembangan kemajuan dan penemuan antibiotika baru dengan perkembangan
resistensi kuman-kuman, agaknya kuman-luman masih lebih cepat sehingga dikuatirkan
suatu saat tidak ada lagi antibiotika yang efektif untuk pengobatan infeksi bakterial. Oleh
karena itu Badan Kesehatanbn Dunia berulang kali mengajurkan agar pemakaian
antibiotika dilakukan secara berhati-hati, indikatif dan dengan pemilihan yang tepat.
Selain itu Badan tersebut juga menganjurkan agar supaya dilakukan survei secara teratur
untuk memantau perkembangan status resistensi kuman-kuman tersebut serta obat-obat
mana yang masih dapat digumakan secara efektif.
Metode yang berlaku pada saat ini untuk memantau resistensi antoibiotika dapat
dikelompokkan secara, in vivo, in vitro dan metode molekuler. severapa jauh maxing-
masing digunakan tergantung dari pada organisme patogen atau penyakitnya dan fasilitas
yang dimiliki. Metode in vivo atau test efikasi terapeutik adalah standar emas yntuk
memantau resistensi obat antimalaria tetapi tidak digunakan secara rutin untuk patogen
yang lainnya. Meskipun demikian, menghubungkan hasil klinik dari suatu pengobatan
dengan deteksi in vitro resistensi adalah sangat penting untuk mengetahui nilai prediktif
(predictive value) test-test in vitro. Pengujian secara dilusi (dilution methods) adalah
metode uji kepekaan yang baku dan suatu teknik yang sangat dapat diandalkan.
Penentuan kadar hambatan minimal dengan cara dilusi memberikan manfaat dalam
membedakan kuman-kuman yang berada di kategori resisten relatif dan intermediate.
Berbeda dengan cara difusi agar yang lebih banyak dilakukan secara rutin untuk
memberikan tuntunan di dalam pengobatan, metode penentuan kadar hambatan minimal
tidak dikerjakan secara rutin tetapi lebih banyak sebagai acuan untuk menilai ketepatan
sistem uji kepekaan lainnya.
Metode in vitro adalah teknik yang dipilih untuk digunakan memantau resistensi
dari mayoritas patrogen bakterial., namun demikian tidak ada standar tunggal yang
bersifat internasional untuk ini. Metode yang berbeda dipilih oleh masing-masing negara
di berbagai bagian dunia, setidaknya untuk Eropa ada 10 jenis metode test kepekaan

11

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
yang digunakan. Kepastian adanya jaminan mutu yang baku dapat membantu mengatasi
masalah perbedaan metode tersebut. Kepekaan antibiotika juga penting di dalam studi
epidemiologi resistensi obat dan dalam hal penelitian obat-obat antibiotika baru.
Uji kepekaan antibiotika biasanya dilakukan terhadap isolat yang bermakna secara klinis
dan uji ini memberikan hasil berupa gambaran pola kepekaan yang dikenal sebagai
“antibiogram”. Antibiogram penting karena dengan mengenal pola kepekaan antibiotika
suatu kuman, pola ini dapat digunakan untuk pembanding terhadap galur epidemi. Bila
tekanan selektif dari suatu antibiotika di lingkungan berubah, maka pola resistensi dari
galur epidemik (atau endemik) dapat pula mengalami perubahan. Keadaan seperti ini
dapat dijumpai pada beberapa peristiwa wabah yang berlangsung beberapa bulan atau
lebih. Antibiogram merupakan petanda laboratorium (laboratory marker) yang sangat
bermanfaat untuk membandingkan galur-galur kuman dan mengenali masalah
suatu infeksi.
Teknik mutakhir telah memungkinkan perkembangan dari aplikasi metode
molekuler untuk menenmtukan adanya gen resistensi spesifik dari suatu mikroba.
Metode di atas umumnya digunakan secara luas untuk mendeteksi resistensi genotipik
dari virus seperi virus HIV can HBV, dan di masa depan mungkin menjadi dasar dari
sistenm pemantauan resistensi antiviral. Tetapi metode molekuler ini memmerlukan
teknologi tinggi sehingga di dalam lingkungan bakterial aplikasinya masih sangat
terbatas. Metode molekuler telah terbukti bermanfaat untuk identifikasi kuman sampai ke
tingkat famili, genus, spesies, serotipe, dan juga untuk membedakan galur yang
patogenik dari yang non-patogenik. Misalnya tes PCR terhadap gen phoE terbukti
merupakan suatu tes yang sensitif dan spesifik untuk deteksi Escherichia-Shigella.
Namun, perangkat tes molekuler ini masih sulit didapatkan secara komersial.
Umumnya kuman-kuman Enterobacteriaceae tumbuh dengan cepat pada media
lempeng agar dan media yang digunakan untuk identifikasi, namun ada kalanya galur
yang tumbuh lambat dapat dijumpai. Kuman-kuman yang tumbuh lambat ini sering
memberikan hasil pemeriksaan negatif. Jenis masalah lain adalah isolasi kuman dari
penderita yang telah mendapat antibiotika, suatu keadaan yang dikenal sebagai
“pleiotropik” yaitu kuman mempunyai banyak macam (multipel) ekspresi fenotipik,
misalnya yang diperlihatkan oleh Salmonella. Galur Salmonella yang telah terpapar
gentamisin atau bahan kimia (seperti di rumah sakit) menunjukkan reaksi yang atipikal

12

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
pada banyak tes biokimia standar sehingga menyulitkan identifikasinya. Misalnya,
kuman ini kehilangan kemampuannya untuk: (i) membentuk H2S,(ii) mereduksi nitrat
menjadi nitrit, (iii) membentuk gas dari glukosa. Beberapa galur yang atipikal tersebut
dapat menjadi tipikal dan tumbuh lebih baik bila ditanam ulang beberapa kali .

13

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Subyek dan lokasi penelitian. Penelitian dilakukan terhadap semua penderita diare yang
datang berobat pada Puskesmas Mampang, Jakarta Selatan. Sesuai dengan laporan
mengenai frekuensi isolasi mikroorganisme patogen enterik (12), jumlah sampel yang
akan diambil adalah sebesar 200 penderita. Subyek dianggap penderita diare apabila
dilaporkan mereka buang air besar sebanyak 3x atau lebih dalam waktu 24 jam dengan
tinja lembek/cair/berair. Dari subyek akan dikumpulkan data meliputi umur, jenis
kelamin, dan gejala-gejala klinis..

Media. Xylose-lysine-deoxycholate (XLD) MacConkey (MAC), Salmonella-Shigella


(SS), dan thiosulfate citrate bile salts sucrose agar (TCBS) (DIFCO, Becton Dickinson,
Sparks, MD), digunakan dan dibuat berdasarkan metode baku

Informed consent dan informasi penderita. Sebelum dilakukan pengambilan sampel,.


persetujuan (informed consent) untuk ikut serta secara sukarela di dalam penelitian akan
dimintakan kepada penderita atau walinya (dalam hal penderita anaka-anak) dan formulir
informed consent tersebut ditanda tangani. Setelah diperoleh persetujuan, selanjutnya
formulir klinis (kuesioner) diisi dengan lengkap oleh petugas penelitian, informasi
mengenai data pribadi dan penyakit penderita akan dicatat oleh petugas kesehatan yang
ditugaskan untuk hal tersebut. Selanjutnya akan diambil bahan pemeriksaan.

Bahan pemeriksaan dan proses biakan. Usap dubur diperoleh dari penderita diare
yang datang ke Puskesmas Mampang. Sampel diambil tanpa melihat beratnya penyakit
(ringan, sedang atau berat). Usap dubur diambil pada saat penderita datang berobat dan
sebelum diberi pengobatan antibiotika. Diusahakan agar penderita diare diambil usap
duburnya sebelum hari keempat sakit karena bila telah lewat hari keempat, populasi
bakteri akan menurun sehingga mungkin akan diperoleh hasil negatif palsu. Usap dubur
dimasukkan ke dalam media transport Cary Blair dan disimpan di lemari es sampai
dikirmkan ke laboratorium. Transportasi sampel juga dilakukan secara dingin yaitu

14

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
bahan-bahan usap dubur tersebut dimasukkan ke dalam termos. Sesampai di
laboratorium
usap dubur ditanamkan pada lempeng agar MAC, SS, XLD dan TCBS. Lempeng-
lempeng agar diinkubasi pada suhu 370C selama 18-24 jam dalam kondisi aerobik.
Koloni-koloni tersangka yaitu koloni-koloni yang tidak meragi laktosa (non-lactose
fermenting) dipilih untuk diambil dan ditanamkan ke media biokimia untuk identifikasi
dan karakterisasi (9). Uji serologi dilakukan untuk konfirmasi dengan menggunakan
serum-anti spesifik (Difco laboratories, Detroit, MI).
Isolat bakterial kemudian diuji kepekaannya dengan menggunakan metode difusi cakram
sesuai dengan yang dianjurakan oleh National Committee for Clinical Laboratory
Standards (NCCLS)(18,19). Antibiotik yang digunakan di dalam pengujian meliputi
ampisilin, kotrimoksazol, asam nalidiksat, siprofloksasin, seftriakson.

Metode Pengujian difusi cakram.


(a). Buatlah biakan kuman (berumur 24 jam) yang telah murni dan telah diketahui
identitasnya dalam 0.5 ml kaldu brain heart infusion (BHI).
Biakan kaldu dibuat tipis saja.

Inkubasi pada suhu 350C sampai mencapai kekeruhan yang sesuai dengan standar
MacFarland 0.5 (biasanya setelah 2-6 jam). Pada kekeruhan ini jumlah kuman di
biakan kaldu sekitar 1 sampai 2 x 108 CFU/ml (CFU = colony forming unit).
Penyesuaian kekeruhan dilakukan dengan menambahkan larutan NaCl pada biakan
kaldu. Cara lain adalah dengan membuat suspensi kuman dari biakan pada lempeng
agar non-selektif (agar darah) yang berumur 18-24 jam dalam larutan garam faal dan
menyesuaikan kekeruhannya setara dengan standar MacFarland 0.5.

(b). Secara optimal, 15 menit setelah dilakukan penyesuaian kekeruhan, suspensi kuman
di ambil dengan menggunakan kapas lidi steril. Kapas lidi diputar-putar beberapa
kali
dan kemudian ditekankan ke dinding bagian dalam tabung untuk menghilangkan
kelebihan inokulum dari biakan kaldu.

(c). Kapas lidi kemudian ditanamkan ke lempeng agar Mueller-Hinton (ukuran lempeng
petri=100x15 mm) dengan cara mengusapkannya (streak) pada seluruh permukaan

15

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
lempeng agar. Prosedur ini diulang sebanyak 2 x lagi dengan setiap kali memutar
posisi lempeng agar 600 agar supaya seluruh permukaan terinokulasi dengan rata.
Sebagai tahap akhir, seluruh tepi agar juga diusap.
Lempeng agar yang telah ditanami (diinokulasi) dibiarkan selama 5-10 menit, untuk
mengeringkan kelebihan cairan inokulum pada permukaan agar.

(d). Sejumlah cakram antibiotika disiapkan untuk pengujian ini. Cakram-cakram


antibiotika dapat diletakkan satu demi satu di atas agar biakan secara manual atau
dapat juga dengan menggunakan aparatus pembagi (disks dispenser).
Setelah diletakkan di atas agar biakan, cakram-cakram antibiotika ditekan perlahan-
lahan dengan pinset untuk memastikan seluruh permukaan bersentuhan sempurna
dengan permukaan agar yang mengandung biakan kuman. Biasanya 5 buah cakram
diletakkan pada lempeng agar 100 mm atau 12 cakram pada lempeng 150 mm.

(e). Lempeng agar kemudian dibalik dan dalam waktu tidak lebih dari 30 menit di-
inkubasikan secara aerob pada suhu 370C selama 18-24 jam.

(f). Hasil pengujian dibaca dengan mengukur zona hambatan yang diperlihatkan oleh
biakan tersebut.

Hasil pengujian dibaca dengan mengukur zona hambatan yang diperlihatkan oleh biakan
tersebut. Ukuran Αsensitif≅ Αresisten≅ atau Αintermediate≅ disesuaikan dengan standar
yang telah ditetapkan.

Sensitif :
menunjukkan bahwa infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang diuji mungkin
cukup untuk diobati dengan antibiotika dalam dosis yang biasanya dianjurkan.
Intermediate:
organisme mungkin masih dapat dihambat oleh konsentrasi tertentu antibiotika (misalnya
golongan beta-laktam) asalkan dosis yang diberikan lebih tinggi dari biasanya atau
bilamana infeksi mengenai bagian tubuh di mana secara faali antibiotilka yang
bersangkutan tersebut terkonsentrasi (misalnya saluran kemih).

16

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Resisten:
Organisme yang menunjukkan resistensi tidak dihambat oleh konsentrasi antibiotika
dalam tubuh yang dicapai dengan dosis biasa yang dianjurkan.

Penyajian data. data yang diperoleh berupa hasil isolasi (isolat) akan dikumpulkan dan
disajikan dalam bentuk tekstuler dan tabuler. Bentuk penyajian yang sama akan
digunakan untuk hasil uji kepekaan antibiotika.

17

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
BAB. IV

HASIL

Secara keseluruhan telah dapat dikumpulkan sampel usap dubur sebanyak 150
dari penderita-penderita diare semua umur tanpa memandang beratnya openyakit. Dari
usap dubur tersebut dapat diisolasi kuman-kuman enterik patogen yang terdiri dari
spesies Shigella (11.4%), spesies Salmonella (6.6%) dan spesies Vibrio (2.7%). dengan
rincian sebagai berikut (Tabel 1), S. dysenteriae sebanyak 0.7%, S. flexneri 6.7%, S.
sonnei 2.7% dan S. boydii 1.3%. Spesies Salmonella terdiri dari Salmonella non-Typhi
dan S. Typhi. masing-masing %.3% dan 1.3%. Sedangkan sisa isolat yanag diperoleh
adalah dari Vibrio yaitu Vibrio non-O1 sebesar 2.0% dan V. parahaemolyticus sebesar
0.7%. Tidak didapatkan kuman-kuman enterik patogen lain pada pemelitian ini
Uji kepekaan terhadap 8 jenis antibiotika yang digunakan, yaitu masing-masing
ampisilin (Am), kloramfenikol (C), tetrasiklin (Te), ko-trimoksazol (SXT), ceftriaxon
(CRO), siprofloksasin (Cip), norfloksasinn (Nor) dan asam nalidiksat (Na) menunjukkan
varisasi resistensi antara berbagai isolat bakteri tersebut. Untuk antibiotika seperti
ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin dan kotrimoksazol spesies Shigella,menunjukkan
derajat resistensi yang cukup tinggi sedangkan ceftriakson, siprofloksasin, norfloksasin
dan asam nalidiksat tampak masih efektif digunakan pada pengobatan terhadap infeksi
Shigella.
Salmonella non-typhi juga menunjukkan pola resistensi yang tidak berbeda,
namun untuk S. typhi kebanyakan antibiotika masih efektif. Satu-satunya antibiotika dari
kwlompok fluoroquimolon yang menunjukkan penurunan efektivitas adalah asam
nalidiksat. Kuman Salmonella non-Typhi menunjukkan hasil resistensi sebesar 20%.
Untuk Vibrio, hanya terhadap ampisilin yang sudah resisten, antibiotika yang lain masih
efektif. Secara rinci hasil-hasil uji kepekaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

18

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Tabel 1. Uji kepekaan antibiotika dari kuman-kuman enterik yang diisolasi dari penderita
diare (n=150)

Jumlah (%)
positif
Isolat bakteri Jml % Resistensi Antibiotick (%)
Am C Te Sxt Cro Cip Nor Na
Shigella dysenteriae 1 0.70% 0 100 0 100 0 0 0 0
Shigella flexneri 10 6.70% 90 80 90 90 0 0 0 0
Shigella sonnei 4 2.70% 25 25 75 100 0 0 0 0
Sgigella boydii 2 1.30% 0 0 100 100 0 0 0 0

Salmonella spp 8 5.30% 62.5 12.5 62.5 25 0 0 0 20


Salmonella typhi 2 1.30% 0 0 0 0 0 0 0 0

Vibrio spp
V. Non-O1 3 2.00% 100 0 0 0 0 0 0 0
V. parahaemolyticus 1 0.70% 100 0 0 0 0 0 0 0

Catatan: Am = ampisilin; C = kloramfenikol, Te = tetrasiklin, Sxt = Trimetoprim-


sulfametoksazol; Cro = Seftriakson; Cip = Siprofloksasinj; Nor = Norfloksasin; Na = Asam
Nalidiksat

19

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Jenis-jenis antibiotika yang beberapa tahun yang lalu biasa digunakan untuk
pengobatan infeksi Shigellosis dan Salmonellosis sudah tidak bermanfaat karena
kuman-kuman tersebut telah mkenunjukkan resistensi tiunggi
2. Shigella flexneri, yang banyak diisolasi dari penderita diare di negara-negara
berkembang justeru adalah spesies yang paling sulit untuk diberantas dengan
antibiotika konvensi9onal seperti, ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
trimetoprim-sulfametoksazol
3. Golongan fluoroquinolon, meskipun dilaporkan sudah tidak efektif untuk Shigela
tapi pada penelitian ini masih menujukkan efektivitas yang cukup baik
4. Seftriakson berhubung karena pemberiannya secara intravena, untuk diare jarang
menjadi pilihan

Perlu disarankan kepada penderita (dan juga tenaga medis) agar berhati-hati di dalam
penggunaan antibiotika maupun di dalam pemilihannya pada terapi infeksi. Penderita
tidak boleh begitu saja memakai antibiotika tanpa indikasi yang benar. Bagi pada tenaga
medis agar supaya pada setiap infeksi bakterial diberikan antibiotika yang sesuai,
bilamana perlu dengan melakukan uji kepekaan antibiotika.

20

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Chiu C-H, Su L-H, Chu C. Salmonella enterica serotype Choleraesuis:


epidemiology, parhogenesis, clinical disease, and treatment. Clin Microbiol
2004;17:311-22
2. Black RE. Diarrheal diseases. In. Nelson KE, Williams CM, Graham NMH,
editors, Infectious Disease Epidemiology, theory and practice. Aspen
Publication, Maryland. 2001.
3. Orman BE, Pineiro SA, Aeduino S, Galas M, Melano R, Caffer MI, et al.
Evolution of multiresistance in nontyphoid Salmonella serovars from 1984 to
1998 in Argentina. Antimicrob Agents Chemother 2002;46:3963-70
4. Lesmana M, Surjawidjaja JE, Herwana E, Salim OCh, Bukitwetan P.
Distribusi serotipe dan pola resistensi antibiotika dari isolat Salmonella
nontifoid di Jakarta. Univ Med 2006;25:7-14
5. Subekti D, Oyofo BA, Tjaniadi P, Corwin AL, Larasati W, Putri M, et al.
Surveillance of Shigella spp. In Indonesia: the emergence or re-emergence of
S, dysenteriae. Emerg Infect Dis 2001;7:137-40
6. Lesmana M, Subekti D, Simanjuntak CH, Campbell JR, Oyofo BA. Vibrio
parahaemolyticus associated with cholera-like diarrhea among patients in
north Jakarta, Indonesia. Diagn Microbiol Infect Dis 2001;39:71-5
7. Travers K, Barza M. Morbidity of infections caused by aantimicrobial
resistant bacteria. Clin Infect Dis 2002;34 (suppl 3):s131-4
8. Brooks JT, Ochieng JB, Kumar L, Okoth G, Shapiro RL, Wells JG, et al.
Surveillance for bacterial diarrhea and antimicrobial resistance in rural
western Kenya 1997-2003. Clin Infect Dis 2006;43:393-401
9. Chiu CH, Wu TL, Su LH, Chu C, Chia JH, Kuo AJ, et al. The emergence in
Taiwan of fluoroquinolone resistance in Salmonella enterica serotype
Cholerasuis. N Engl J Med 2002;346:413-9

21

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
10. Rabatsky-Her T, Whichard J, Rossiter S, Holland B, Stamey K, Headrick
ML, et al. Multidrug-resistant strains of Salmonella enterica Typhimurium,
United States, 1997-1998. Emerg Infect Dis 2004;10:795-801
11. Hsueh PR, Teng L, Tseng SP, Chang CF, Wan JH, Yan JJ, et al.
Ciprofloxacin-resistant Salmonella enterica Typhimurium and Cholerasuis
from pigs to human, Taiwan. Emerg Infect Dis 2004;10:60-8
12. Oyofo BA, Subekti D, Tjaniadi P, Machpud N, Komalarini S, Setiawan B, et
al. Enteropathogens associated with acute diarrhea in community and hospital
patients in Jakarta, Indonesia. FEMS Immunol Med Microbiol 2002; 34:139-
146
13. Vliegke ER, Jacobs JA, Van Esbroeck M, Koole O, Van Gompel A. Trends
of norfloxacin and erythromycin resistance of Campylobacter jejuni/
Campylobacter coli isolates recovered from international travelers, 1994 to
2006. J Travel Med 2008;15:419-25
14. Babell G, Sato K, Kumita W, Suito R, Ono E, Chida T, et al. Antimicrobial
susceptibility and mechanism of quinolone resistance in Campylobacter
jejuni strains isolated from diarrheal patients in a hospital in Tokyo. J Infect
Chemother 2008;14:342-8
15. Niyogi SK. Shigellosis. J Microbiol 2005;43:133-43
16. WHO. Shigellosis: disease burden, epidemiology and case management.
Wkly Epidemiol Rec 2005;80:94-9
17. Bhattacharya SK, Sur D. An evaluation of current shigellosis treatment.
Expert Opin Pharmacother 2003;4:1315-20
18. National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).
Performance standards for antimicrobial disk susceptibility tests. 6th ed.
Approved Standard M2-A6 Vol. 17, Wayne, Pa: National Committee for
Clinical Laboratory Standards, 1997
19. National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).
Performance standards for antimicrobial susceptibility testing. M100-S11.
Wayne, Pa: National Committee for Clinical Laboratory Standards

22

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Lampiran 1.

STUDI DIARE AKUT DI PUSAT KESEHATAN


MASYARAKAT DI JAKARTA

PERSETUJUAN UNTUK BERPARTISIPASI SECARA SUKARELA

1. Kami mohon anda/anak anda secara sukarela bersedia ikut serta dalam proyek
penelitia berjudul “ RESISTENSI ANTIMIKROBA DARI BEBERAPA
BAKTERI PATOGEN ENTERIK YANG BERKAITAN DENGAN PENYAKIT
DIARE PADA PENDERITA ANAK DAN DEWASA
2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat informasi tentang kuman yang
menyebabkan diare, sehingga berguna dalam mengatur strategi pengobatan dan
pencegahan. Selama ikut serta dalam penelitian ini, kami meminta anda/anak
anda untuk mengikuti prosedur berikut ini: (1) tanya-jawab berkaitan dengan
riwayat penyakit anda/anak anda (2) pengambilan sampel tinja atau usap dubur.
3. Pengambilan sample usap dubur akan dilakukan dengan menggunakan kapas lidi.
yang dimasukkan pada dubur anda/anak anda untuk sedikit bahan tinja.
Pengambilan bahan pemeriksaan ini dapat menimbulkan sedikit rasa tidak
nyaman.
4. Manfaat yang anda/anak anda dapatkan dari partisipasi dalam penelitian ini
adalah mengetahui kuman yang menyebabkan anda/anak anda sakit diare serta
obat antibiotoka yang sesuai untuk penyakitnya. Hasil awal pemeriksaan
laboratorium akan dikirimkan ke dokter dalam waktu 72 jam sehingga dapat
membantu dokter anda dalam mengobati anda/anak anda.
5. Jika terjadi gangguan pada dubur karena pengambilan sampel untuk penelitian
ini, anda/anak anda akan mendapatkan pengobatan secara cuma-cuma
6. .Kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan partisipasi anda/anak anda dalam
penelitian ini dijamin sepenuhnya.
7. Apabila ada pertanyaan mengenai penelitian ini anda dapat menghubungi: Dr.
Oktavianus Ch Salim, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
USAKTI, Jl. Kyai Tapa (Grogol), Jakarta 11440; telp. (021) 5672731
8. Keikutsertaan anda/anak anda dalam penelitian ini sepenuhnya bersifat sukarela.
Anda dapat menghentikan keikutsertaan anda/anak anda kapan saja. Jika
anda/anak anda ingin berhenti, anda/anak anda.tidak akan kehilangan keuntungan
apapun yang menjadi hak anda dalam pengobatan anda/anak anda

Saya mengerti apa yang telah dijelaskan dalam formulir persetujuan ini.
Dengan membubuhkan tanda tangan saya di bawah, saya memberikan persetujuan
saya untuk berpartispasi dalam penelitian ini seperti yang telah dijelaskan kepada
saya.

23

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Atas nama anak laki/anak perempuan saya, saya membubuhkan tanda tangan
saya di bawah ini sebagai tanda persetujuan untuk berpartispasi dalam penelitian ini
seperti yang telah dijelaskan kepada saya.

______________________________________ ______________
Nama & tanda tangan peserta Tanggal

_____________________________________ ______________

Nama & tanda tangan orangtua/wali peserta Tanggal

______________________________________ ______________

Nama dan tanda tangan saksi Tanggal

______________________________________ ______________

Nama dan tanda tangan peneliti Tanggal

24

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
Lampiran 2.

FORMULIR KUESIONER

1. No. Studi:
2. Tanggal Pengambilan sampel .........../......./.......
3. Nama Pasien : .....................................................................................
4. Usia: …… Tahun ……Bulan
5. Jenis kelamin: Laki-laki { }; Perempuan { }
6. Alamat: .........................................................................................

7. Berapa lama mengalami Diare ……. Hari …… Jam


8. Riwayat pengobatan.
Apakah pasien pernah dapat pengobatan ? Y=Ya Tdk= Tidak

Jika ya,

a). apakah antibiotik? Y=Ya ; apa nama antibiotik tersebut…………….

D= Tidak tahu namanya

Tdk= Tidak

9. Gejala:
a. Panas Y=Ya Tdk= Tidak
b. Sakit Perut Y=Ya Tdk= Tidak
c. Mual Y=Ya Tdk= Tidak
d. Muntah Y=Ya Tdk= Tidak
e. Lelah Y=Ya Tdk= Tidak
10. Apakah specimen diambil Y= Ya Tdk=Tidak
a. Usap dubur dalam Cary Blair Agar
b. Tinja dalam 10% formalin
c. Tinja

25

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194
11. Jika sampel tinja diambil, kapan waktunya ?
a. T = Hari ini
b. Y = Kemarin
c. D = Dua hari yang lalu
d. Z = Tidak Jelas/Ragu-ragu
e. X = Tidak ada sampel
12. Apakah specimen diambil pada kunjungan kedua?
a. Y = Ya Tdk = Tidak
13. Apakah specimens diterima: Y = Ya Tdk= Tidak
a. Tinja dalam Cary Blair Agar
b. Tinja dalam 10% formalin
c. Tinja saja
14. Keadaan Tinja :
Berdarah: Y = Ya Tdk= Tidak
Berlendir: Y = Ya Tdk= Tidak
Cair/air: Y = Ya Tdk= Tidak
15. Skala keparahan diare;
Dehidrasi: Y = Ya Tdk = Tidak
Jika ya, a. ringan b. sedang c. berat
Pemberian cairan oral Y = Ya Tdk = Tidak
Pemberian cairan intravena Y = Ya Tdk = Tidak

26

Resistensi Antimikroba Dari Beberapa Bakteri Patogen Enterik Yang Berkaitan Dengan Penyakit Diare
Prof. Dr. Murad Lesmana, Dr. Oktavianus Ch. salim, MS., Dr. Meiyanti, SpFK
Artikel ini di-digitalisasi oleh Perpustakaan-Universitas Trisakti, 2012, telp. 5663232 ext. 8112,8113,8114,8151,8194

Anda mungkin juga menyukai