Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN

TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS


PANGAN UTAMA INDONESIA

DISERTASI

Oleh :

Saktyanu Kristyantoadi Dermoredjo


09/293720/SPN/407

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012

i
ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN
TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PANGAN
UTAMA INDONESIA

Disertasi untuk memperoleh


Derajat Doktor dalam Ilmu Pertanian Minat Ekonomi Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Program Pascasarjana
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Pada tanggal 12 Desember 2012

Oleh :

Saktyanu Kristyantoadi Dermoredjo


09/293720/SPN/407

Lahir
Di Bogor, Jawa Barat

i
216

RINGKASAN

A. Pendahuluan

Perundingan bidang pertanian dalam forum kerjasama multilateral diwadahi

oleh badan dunia World Trade Organization (WTO) dimana badan dunia ini didirikan

karena adanya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), persetujuan setelah

Perang Dunia II untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional. Sejalan

dengan hal tersebut, kerjasama antara negara berdekatan secara regional muncul

dimana-mana seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free

Trade Agreement), EU (Europe Union), MERCOSUR (the Southern Part of South

America), CARICOM (Central America) dan lain-lain.

Keterlibatan masing-masing negara dalam kerjasama, baik multilateral maupun

regional, memiliki kepentingan sendiri-sendiri, begitu pula Indonesia memiliki

kepentingan sendiri dengan kerjasama ASEAN. Indonesia pun turut memperjuangkan

perlindungan komoditas, khususnya komoditas pertanian yang dihasilkannya, baik

melalui WTO ataupun ASEAN. Terlebih-lebih selama beberapa tahun terakhir

menunjukan peningkatan produksi yang cukup signifikan, khususnya beras. Lebih

dari itu yang terpenting adalah terdapatnya prioritas arah pembangunan yang tertuju

pada ketahanan pangan nasional, daerah dan masyarakat.

Dalam kondisi yang seperti di atas, yang menjadi masalah adalah bagaimana

perlindungan yang perlu ditempuh dalam menyikapi perkembangan kompetitif

produksi dunia, terlebih-lebih menghadapi rencana Perdagangan Bebas ASEAN

(AFTA) yang akan terjadi pada tahun 2015. Meningkatnya intensitas kerjasama

regional ini tentu akan memberikan pengaruh terhadap kemudahan arus perdagangan

antar negara-negara ASEAN. Terjadinya penurunan harga akibat produksi dunia yang

melimpah akan mengakibatkan banjir impor (impor surge). Dengan kondisi yang
217

demikian, bila modalitas sudah ditetapkan, tidak ada kewenangan pihak manapun

yang dapat menghalangi kesepakatan yang telah ditetapkan bersama. Dengan

demikian isu utama bagi pertanian secara umum adalah bagaimana kawasan

perdagangan bebas ASEAN ini berdampak positif pada petani.

Kementerian pertanian memiliki peran inti dalam pembangunan pertanian,

namun kalau dilihat dalam konteks yang luas dukungan semua pemangku

(stakeholder) baik itu Kementerian terkait maupun swasta memiliki keterkaitan yang

penting dalam pembangunan pertanian di bidang produksi, pasca panen/pengolahan

hasil, pemasaran atau perdagangan, distribusi dan konsumsi. Dinamika pembangunan

pertanian dalam arti luas tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

masalah luas garapan yang sempit, ketergantungan impor yang semakin meningkat,

dan perubahan iklim. Disisi lain, segala keputusan nasional tidak boleh lepas dari

aturan internasional yaitu aturan GATT yang diwadahi oleh WTO karena kita telah

meratifikasi melalui UU No.7 tahun 1994. Peranan pemerintah, dalam hal ini

Kementerian Pertanian, perlu mengembangkan analisis yang lebih komprehensif,

khususnya dalam melihat dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap

pengembangan komoditas pangan utama. Komoditas pangan utama seperti padi,

jagung dan kedelai tetap menjadi perhatian utama, karena komoditas ini memiliki

peran penting dalam peningkatan nilai tambah maupun penciptaan tenaga kerja.

Sesuai dengan masalah bagaimana kebijakan yang perlu ditempuh dalam

menyikapi perkembangan kompetitif produksi dunia maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut:

(5) Seberapa jauh keragaan negara-negara lingkup ASEAN dalam memberikan

perannya terhadap ketersediaan pangan, terutama beras, jagung dan kedelai


218

(6) Bagaimana dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap perkembangan

perekonomian, produksi pangan utama (padi, jagung dan kedelai) nasional

(7) Apakah perubahan sosial ekonomi di pedesaan searah dengan dampak

perdagangan bebas ASEAN

(8) Sejauh mana prioritas kebijakan terhadap pengembangan produksi padi, jagung

dan kedelai dalam kerangka perdagangan bebas ASEAN.

Sejalan dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut :

(5) Melakukan analisis ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai)

dalam kaitannya dengan produksi pangan, ekonomi pertanian, jumlah penduduk

dan nilai tambah pertanian terhadap GDP.

(6) Melakukan analisis dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap perkembangan

perekonomian, produksi pangan utama (padi, jagung dan kedelai) dan permintaan

faktor produksi : lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya

(7) Melakukan analisis perubahan lahan, produksi dan produktivitas pangan utama

yang terjadi di pedesaan

(8) Melakukan analisis identifikasi prioritas kebijakan terhadap pengembangan

produksi pangan (padi, jagung dan kedelai), pasca panen/pengolahan hasil,

perdagangan, distribusi dan konsumsi.

B. Hipotesis

(1) Ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai) berkaitan positif

dengan perkembangan produksi pangan, ekonomi pertanian, jumlah penduduk dan

nilai tambah pertanian terhadap GDP.


219

(2) Perdagangan bebas ASEAN memiliki dampak positif terhadap :

a) perkembangan perekonomian : kesejahteraan (welfare), pendapatan (income),

dan neraca perdagangan (trade balance)

b) perkembangan produksi (output) pangan utama, dan

c) perkembangan permintaan faktor produksi : lahan (land), tenaga kerja (labor),

modal (capital) dan sumberdaya alam lainnya (natural resource)

(3) Dampak positif akibat implementasi perdagangan bebas ASEAN searah dengan

perubahan lahan, produksi dan produktivitas pangan utama yang terjadi di

pedesaan.

(4) Dalam kerangka perdagangan bebas ASEAN terdapat prioritas kebijakan

menyangkut aspek-aspek produksi, pasca panen/pengolahan hasil, perdagangan,

distribusi dan konsumsi nasional.

C. Metodologi

Masalah pertanian telah lama menjadi perhatian banyak pihak di Indonesia, dan

banyak pemikir-pemikir ekonomi pertanian Indonesia sudah memperhatikan apa

penyebab terpuruknya pertanian Indonesia. Namun tetap saja Indonesia tidak pernah

bisa keluar dari keterbelakangan dan kemiskinannya, sepanjang hal-hal mendasar

tidak dituntaskan terlebih dahulu. Sampai tahun 2004, ketersediaan beberapa

komoditas pangan masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Angka

ketergantungan impor yang relatif tinggi adalah susu 92.38 persen, kedelai 60.98

persen, gula 21.79 persen, jagung 9.14 persen, kacang tanah 7.87 persen dan daging

sapi dan kerbau 4.07 persen, sedangkan yang relatif dapat dicukupi di dalam negeri

dengan rasio ketersediaan impor yang rendah adalah padi (0.77 persen), buah-buahan

(0.47 persen) dan daging ayam (0.21 persen). Perkembangan ketergantungan terus
220

berfluktuasi, tetapi cenderung meningkat. Ketergantungan Indonesia terhadap pangan

sudah sangat mengkhawatirkan karena pada catatan bulan Agustus 2009 impor pangan

menghabiskan devisa lebih dari $US 5 milyar atau senilai Rp. 50 triliun, 5 persen dari

APBN, padahal sebahagian besar produk ini dapat dihasilkan di Indonesia.

Globalisasi telah menjadi label paling penting untuk menjelaskan gejala : pasar

global yang baru, kultur perdagangan, dan aliran informasi dan keuangan

internasional. Terutama dalam bidang ekonomi, terdapatlah sistem ekonomi dunia

yang ditentukan oleh prinsip revolusi industri global. Dengan prinsip baru ini, cara-

cara lama dihancurkan dan sebuah dunia baru dilahirkan. Perdagangan dan modal

telah mengalahkan kekakuan politik dan melahirkan transformasi sosial yang luar

biasa. Akibatnya adalah tidak ada lagi jarak yang memisahkan antara negara kaya dan

negara miskin dari segi kehidupan material. Salah satu solusi untuk mengatasi

perekonomian secara keseluruhan, perlu ada perubahan orientasi dari industri high

technology ke industri pertanian dan dari broad base industry ke domestic resources

industry. Dalam kaitannya tersebut strategi pembangunan pertanian bisa saja tidak

lepas dari garis kebijakan internasional.

Pengambilan keputusan selalu berhubungan dengan kesulitan, konflik, atau

masalah (problem). Menurut kamus Webster : pengambilan keputusan sebagai

tindakan menentukan sesuatu pendapat atau langkah-langkah tindakan. Secara

formal, pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih salah satu cara

atau arah tindakan dari berbagai alternatif yang ada demi tercapainya hasil yang

diinginkan. Definisi ini mengandung unsur : proses, pemilihan dan tujuan.

Penelitian ini diawali dengan menjawab tujuan pertama yaitu melakukan

analisis keterkaitan antara ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai)

dalam kaitannya dengan produksi dan ekonomi pertanian, jumlah penduduk dan nilai
221

tambah pertanian terhadap GDP Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.

Analisis ini menggunakan Analisis Komponen Utama (PCA) untuk

mentransformasikan suatu variabel menjadi variabel baru (yang disebut sebagai

komponen utama atau faktor) yang tidak saling berkorelasi sehingga dapat

menyederahanakan hasil analisis.

Untuk menjawab tujuan ke dua adalah mengkaji dampak perdagangan bebas

ASEAN yaitu dengan menggunakan Model Proyek Analisis Perdagangan Global

(Global Trade Analysis Project/GTAP Modeling). Dalam analisis ini menggunakan


16
GTAP Database Version 7 . Untuk melihat secara ex-ante dampak Kerjasama

ASEAN dengan 6 negara mitra (India, China, Jepang, Korea, Australia dan Selandia

Barudengan 18 simulasi. Di dalam penelitian ini, dilakukan agregasi : (1) Indonesia,

(2) Negara ASEAN Lainnya, (3) Negara mitra AFTA , dan (4) Negara maju atau

negara produsen utama Padi, Jagung dan Kedelai dan melakukan juga agregasi

komoditas-komoditas, yaitu : (1) Padi dan olahannya; (2) Jagung; (3) Kedelai; (4)

Pangan lainnya; (5) Lainnya.

Untuk menjawab tujuan ketiga, dilakukan analisis deskriptif untuk mengkaji

arah perubahan sosial ekonomi di pedesaan, bersumber dari survey PATANAS yang

dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian tahun 1995 sampai

dengan 2010. Perubahan-perubahan yang terjadi di lokasi desa PATANAS menjadi

gambaran yang terjadi di tingkat petani.

Terakhir, untuk menjawab tujuan keempat, dalam melakukan analisis

identifikasi prioritas kebijakan terhadap pengembangan produksi pangan (padi, jagung

dan kedelai) dalam kerangka perdagangan ASEAN dilakukan dengan Analytic

16
Licensed to Masyhuri Masyhuri, Departemen of Agricultural Socioeconomics, Gadjah
Mada University, Multiple Academic User License No. 7.0-2124
222

Hierarchy Process (AHP) sebagai strategi pembangunan dalam menghadapi kondisi

yang terjadi pada petani. Adapun struktur hierarki kebijakan pembangunan pertanian

adalah :

(1) Aktor penentu kebijakan


(2) Kebijakan pembangunan pertanian
(3) Alternatif kebijakan pembangunan pertanian
(4) Kebijakan dampak perdagangan bebas

D. Ketersediaan Pangan Utama Indonesia Dalam Menghadapi Perdagangan


Bebas

Hasil analisis belum menunjukkan korelasi yang kuat antara ketersediaan padi,

jagung dan kedelai dengan produksinya. Walaupun ketersediaan beras sudah

mengarah pada pertumbuhan produksinya namun masih cenderung terjadi percepatan

pertumbuhan produktivitas pertanian yang melambat dan dalam kondisi perdagangan

bebas. Dalam kondisi yang demikian, produk beras Indonesia ini bersaing dengan

komoditas impor. Antara ketersediaan jagung dan pengembangan produksinya tidak

terlihat arahnya, sehingga kecenderungan antara ketersediaan jagung dan

pertumbuhan produksinya masih mencari pola apakah kearah pengembangan produksi

atau melalui impor. Antara pertumbuhan produksi dan ketersediaan kedelai terletak

di area kuadran percepatan pertumbuhan produktivitas pertanian yang meningkat dan

perdagangan bebas, walaupun pertumbuhan produksinya dalam area yang produktif.

E. Dampak Perdagangan Bebas Asean Terhadap Perkembangan


Perekonomian, Produksi Pangan Utama Dan Permintaan Faktor Produksi

Hasil analisis dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap pengembangan

produk pangan Indonesia menunjukkan hanya produksi (output) padi saja yang

mengalami penurunan (negatif) sedangkan kedua komoditas lainnya, komoditas


223

jagung dan kedelai, mengalami peningkatan (positif). Dampak terhadap ASEAN

penurunan terjadi pada komoditas kedelai. Penurunan ini bisa diakibatkan

meningkatnya penanaman tanaman padi dan jagung sehingga menyebabkan tanaman

kedelai mengalami penurunan. Pola tersebut tidak saja terjadi pada indikator output,

namun juga terjadi yang sama pada penggunaan faktor produksi : lahan, tenaga kerja

baik terampil maupun tidak terampil, modal dan sumberdaya alam lainnya. Kondisi

tersebut terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Dengan melakukan penurunan tarif bea masuk impor beras maka terjadi

penurunan harga beras, sehingga permintaan beras menurun. Seiring dengan hal

tersebut, produksi beras juga mengalami penurunan (hukum permintaan dan

penawaran).

Di sisi lain seperti diketahui pada bab sebelumnya bahwa elastisitas harga silang

yang digunakan dalam analisis GTAP tersebut untuk komoditas beras terhadap

jagung dan kedelai adalah negatif yaitu -0.00212 dan -0.00263. Keduanya

menunjukkan antara beras dan jagung serta antara padi dan kedelai adalah

merupakan barang komplementer dimana bila terjadi penurunan harga beras

maka akan terjadi peningkatan permintaan barang komplemennya yaitu jagung

dan kedelai.

Berdasarkan hal tersebut, dengan penurunan harga beras maka akan terjadi

peningkatan permintaan jagung dan kedelai. Dalam keseimbangan harga yang

terjadi maka terjadi pergeseran penawaran jagung dan kedelai dengan asumsi

perubahan penurunan harga yang terjadi untuk komoditas jagung dan kedelai

relatif tidak lebih dari perubahan penurunan beras itu sendiri, karena tarif impor

beras lebih besar dari pada tarif impor jagung dan kedelai. Seiring dengan

penurunan tarif impor beras juga terjadi penurunan tarif impor jagung.
224

Pergeseran penawaran jagung dan kedelai yang mengakibatkan peningkatan

produksi jagung dan kedelai ini. Pergeseran ini diakibatkan peningkatan pada

faktor produksi : lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya.

Penawaran beras bergeser kekiri karena faktor produksi negatif, sehingga

produksi menurun. Asumsi yang digunakan dalam model GTAP ini adalah

penggunaan fungsi produksi Leontief, penggunaan skala pengembalian yang

konstan (constant return to scale; CRS) dan dalam pasar persaingan sempurna.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar . di bawah ini.

S2
Harga
S1

P0 Beras
P1

Barang
Q1 Q0
Harga
S1
S2
P0 Jagung
P1

Barang
Q0 Q 1
Harga
S1 S2

P0 Kedelai
P1

Barang
Q0 Q 1

Dengan pergerakan seperti di atas mengakibatkan net perdagangan negatif,

artinya impor lebih besar dibandingkan ekspor. Dalam kondisi perdagangan bebas

(terbuka) bisa terjadi meningkatnya impor karena ketiga komoditas ini sensitif
225

terhadap harga dimana dalam model GTAP disini elastisitas harga beras, jagung dan

kedelai terhadap impor, masing-masing sebesar -76.06; -33.62; dan -63.04. Dampak

perdagangan bebas ASEAN mengakibatkan impor untuk ketiga komoditas utama

tersebut, namun demikian terjadi peningkatan GDP dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Alokasi kesejahteraan masyarakatnya banyak terjadi di komoditas

padi/beras, karena terjadi pengurangan faktor produksi yang cukup berarti

dibandingkan dengan jagung dan kedelai. Walaupun terjadi peningkatan produksi

untuk kedua komoditas jagung dan kedelai ini, peningkatan faktor produksi kedua

komoditas tersebut akan mengakibatkan pendapatan lebih kecil dibandingkan dengan

perubahan kesejahteraan dari komoditas padi.

F. Perubahan Lahan, Produksi Dan Produktivitas Di Pedesaan

Hasil analisis patanas selama 15 tahun terjadi perubahan KK sekitar 20 persen

sehingga terjadi dinamika pada luas lahan garapan, produksi dan produktivitas.

Seiring dengan peningkatan luas garapan maka terjadi peningkatan produksi namun

tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas. Khusus untuk tahun 2006-2010

terjadi penurunan produksi di semua wilayah. Dalam era perdagangan bebas seperti

sekarang ini pengaruh tersebut sudah terasa pada tingkat petani, namun tidak dapat

dipungkiri terdapat masalah lain yang menyebabkan penurunan tersebut. Perlunya

pengembangan ketiga komoditas padi, jagung, dan kedelai dalam era perdagangan

bebas selain permasalahan lain yang dihadapi, data menunjukkan terjadi peningkatan

biaya input yang akan menekan keuntungan yang mengakibatkan nilai B/C rasio

semakin rendah, yaitu khususnya pada komoditas padi untuk tahun 2010 berkisar

antara 2.43-2.92.
226

G. Prioritas Kebijakan Terhadap Pengembangan Produksi Pangan, Pasca


Panen/Pengolahan Hasil, Perdagangan, Distribusi Dan Konsumsi

Evaluasi alternatif kebijakan yang dihadapi terhadap dampak perdagangan bebas

melalui indikator kesejahteraan masyarakat, pendapatan, neraca perdagangan serta

permintaan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya lainnya)

menunjukkan bahwa pemerintah pusat merupakan aktor yang paling berperan dalam

penentuan kebijakan pembangunan pertanian, kecuali aktor penentu kebijakan

pengembangan kedelai di Luar Jawa dipegang oleh pemerintah Kabupaten.

Kebijakan produksi merupakan kebijakan utama dalam pengembangan produksi

pangan, selanjutnya keempat kebijakan yang lain memberikan hasil yang berbeda

antar komoditas, baik itu di Jawa maupun di Luar Jawa. Secara spesifik, dalam

melakukan alternatif kebijakan utama pada kebijakan produksi berbeda antar

komoditas baik itu di Jawa maupun di Luar Jawa. Pada komoditas padi, dalam

pengembangannya, kebijakan yang diutamakan di Jawa adalah Pemberian Subsidi

Pupuk dan Pengembangan Lahan dan Irigasi, sedangkan di Luar Jawa adalah

kebijakan Pengembangan Lahan dan Irigasi dan Pemberian Subsidi Pupuk. Urutan

yang berbeda antar kedua wilayah ini menunjukkan bahwa Luar Jawa cenderung

melakukan perbaikan/pengembangan lahan dan di Jawa melakukan perbaikan input

produksi. Pada komoditas Jagung memiliki urutan alternatif kebijakan utama yang

sama baik itu di Jawa dan Luar Jawa yaitu Pemberian Subsidi Pupuk, Penyediaan

Sarana Produksi, Inovasi Teknologi dan Intensifikasi Usahatani, dan Pengembangan

Lahan dan Irigasi. Alternatif kebijakan pengembangan untuk komoditas kedelai untuk

di Jawa membutuhkan kebijakan utama yaitu kebijakan Pengembangan Lahan dan

Irigasi, sedangkan untuk di Luar Jawa adalah terkait dengan kebijakan Penyediaan
227

Sarana Produksi, Pemberian Subsidi, Inovasi Teknologi dan Intensifikasi Usahatani,

dan Pengembangan Lahan dan Irigasi.

Alternatif kebijakan utama pada pasca panen/pengolahan hasil pada komoditas

padi di Jawa membutuhkan kebijakan utama yaitu kebijakan Teknologi Pengolahan

sedangkan di Luar Jawa adalah Kebutuhan Modal. Kebijakan pasca

panen/pengolahan hasil komoditas Jagung untuk di Jawa memiliki kecenderungan

relatif sama, kecuali yang agak sedikit unggul adalah kebijakan Kualitas Input. Lebih

dari itu kebijakan tersebut adalah yang paling dibutuhkan dalam alternatif kebijakan

pasca panen/pengolahan hasil di Luar Jawa. Kebijakan pasca panen/pengolahan hasil

komoditas Kedelai, di Jawa yang dominan adalah kebijakan Teknologi Pengolahan

sedangkan di Luar Jawa masih membutuhkan empat kebijakan yaitu kebijakan

Kualitas Input, Teknologi Pengolahan, Kebutuhan Modal dan Pengembangan Jasa

Pengolahan.

Alternatif kebijakan pemasaran untuk komoditas Padi di Jawa dan di Luar Jawa

adalah yang utama kebijakan Standarisasi Mutu. Hal ini juga dialami oleh alternatif

kebijakan pemasaran Jagung di Jawa dan Luar Jawa dan kebijakan pemasaran kedelai

di Luar Jawa, sedangkan kebijakan pemasaran kedelai di Jawa sudah mengarah pada

kebijakan kebutuhan Investasi/Modal dan Informasi Pasar.

Pada aspek kebijakan Distribusi, alternatif utama untuk komoditas padi adalah

kebijakan Pengaturan Anggaran baik itu di Jawa dan Luar Jawa. Jawa memberikan

respon yang cukup signifikan dibandingkan dengan kebijakan lainnya. Kondisi ini

dialami oleh kebijakan distribusi Jagung di Jawa, sedangkan di Luar Jawa masih

melalui Kebijakan Pasar Input. Hal terakhir ini sama juga yang dialami oleh

kebijakan di Jawa dan Luar Jawa.


228

Dalam alternatif kebijakan konsumsi antar daerah cukup berbeda dimana

alternatif kebijakan konsumsi beras/padi di Jawa yang utama adalah kebijakan

kecukupan dan ketersediaan, sedangkan di Luar Jawa adalah kebijakan penyediaan

stok. Untuk komoditas Jagung di Jawa adalah kebijakan Mutu Pangan sedangkan di

Luar Jawa adalah kebijakan Harga Pangan. Alternatif kebijakan konsumsi untuk

komoditas Kedelai di Jawa adalah kebijakan Harga Pangan dan di Luar Jawa adalah

kebijakan Penyediaan Stok.

Dalam kaitannya dengan dampak perdagangan bebas, sebagian besar arahan

kebijakan yang telah dilakukan tertuju pada kesejahteraan masyarakat, kecuali untuk

komoditas jagung di Jawa yaitu kebijakna produksi, pendapatan dan permintaan

modal serta kebijakan pengembangan kedelai di Jawa yaitu produksi dan permintaan

modal, selanjutnya lainnya relatif beragam.

H. Implikasi Kebijakan

Berkaitan dengan terjadinya penurunan output (produksi) komoditas beras

Indonesia dengan penurunan tarif lingkup ASEAN, menunjukkan bahwa Indonesia

masih memerlukan kebijakan yang lebih komprehensif dalam produksi pangan yang

berdaya saing dan berkelanjutan. Elastisitas harga terhadap permintaan impor yang

cukup tinggi (dalam penggunaan penelitian ini) menunjukkan bahwa Indonesia

merupakan pasar yang besar bagi negara-negara produsen pangan. Oleh karena itu,

kebijakan diversifikasi pangan tetap menjadi prioritas dalam pengendalian konsumsi

beras, walaupun kondisi saat ini terjadi indikasi penurunan konsumsi beras per kapita

dari 139 kg/kapita/tahun menjadi 115 kg/kapita/tahun. Di sisi lain, kebijakan terhadap

penggunaan faktor produksi yang lebih efisien sangat penting di masa yang akan

datang mengingat kompetisi penggunaan lahan dan air serta tenaga kerja semakin
229

meningkat. Oleh karena itu akselerasi pengunaan teknologi di tingkat petani tetap

menjadi program utama agar ketersediaan komoditas seiring arahnya dengan

pertumbuhan produksi dalam negeri. Permodalan sangat berperan dalam

pengembangan produk disini, oleh karena itu pihak institusi keuangan baik itu

perbankan maupun lembaga keuangan lainnya yang melekat di pedesaan hendaknya

tetap mendampingi dalam berbagai permasalahan permodalan yang dihadapi oleh

petani.

Terjadinya pola yang kurang menguntungkan bila perdagangan bebas ASEAN

diberlakukan adalah terjadi peningkatan GDP namun terjadi penurunan produksi padi.

Namun dipihak lain mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia masih

menggantungkan sumber pendapatan berasal dari komoditas ini, maka kalau hanya

mengandalkan peningkatan GDP saja akan mengesampingkan pengembangan

produksi padi ini. Sebaliknya bila lebih memprioritaskan peningkatan padi

dibandingkan GDP maka akan terjadi kesulitan dalam pembiayaan negara. Pilihan

yang sulit ini perlu dilakukan secara hati-hati. Penekanan sistem produksi pangan

yang berdaya saing, efisiensi input dan diversifikasi (komoditas bernilai tinggi, produk

olahan dan biomas) merupakan salah satu alternatif kebijakan bagi petani agar diberi

kesempatan dalam pengembangan produksinya, terlebih-lebih komoditas yang

memiliki prospek penciptaan nilai tambah yang lebih baik.

Selain itu, kebijakan lain yang diperlukan adalah penyesuaian kebijakan pola

pengembangan padi, jagung dalan kedelai yang cukup beragam antara Jawa dan Luar

Jawa dimana kebijakan tersebut adalah kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masa

depan khususnya dalam era perdagangan bebas. Kecenderungan untuk mencapai

sasaran kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama, namun tidak diperlengkapi

dengan pendapatan yang memadai. Oleh karena itu kebijakan yang dimulai dari hulu
230

hingga hilir perlu adanya sinkronisasi sehingga pengembangan produk pangan

tersebut dapat sejalan dengan apa yang terjadi di hulu atau di hilir. Tata kelola

kebijakan yang kondusif bagi pengembangan pangan ini tidak lepas dari penekanan

pembagian kewenangan ke pemerintah daerah yang disertai dengan peningkatan

kapasitas mereka.

Secara khusus dalam pengembangan model perdagangan internasional

dibutuhkan keterkaitan sistem yang lebih luas sehingga penggunaan alat analisis yang

lebih relevan dapat digunakan sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang

terarah pada kedaulatan pangan nasional. Sistem tersebut diharapkan dapat

memperkuat produksi dalam negeri seiring dengan perjuangan Indonesia dalam

perundingan ASEAN terhadap komoditas yang masih tetap tidak diberlakukan

pembebasan tarif.
242

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O. 2004. Penerapan Model Penyesuaian Parsial Nerlove Dalam


Proyeksi Produksi Dan Konsumsi Beras. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis. Universitas Udayana. Vol 4, No.1, Februari. 2004

Apridar. 2009. Ekonomi Internasional : Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan


dalam Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta

Al-Harbi, K.M.A. 2001. Application Of The AHP In Project Management.


International Journal of Project Management 19 (2001) 19-27

Altemeier, K. dan T. Bottema. 1991. Agricultural Diversification in Indonesia: Price


Responses and Linkages in the Foodcrop Sector, 1969-1988; an Outlook to
2000. Working Papers No. 11. CGPRT Centre. Bogor

Antara, M. 2000. Orientasi Penelitian Pertanian: Memenuhi Kebutuhan Pangan


Dalam Era Globalisasi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional
“Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional”, 23 Oktober 2000, di Denpasar, Bali-Indonesia, atas
Kerjasama IP2TP Denpasar dengan Puslit Sosek, Badan Litbang Deptanhut.

Azziz, A.A. 2006. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Beras
Dalam Negeri. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak dipublikasikan)

Bank Indonesia. 2008. Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian


Nasional. Biro Riset Ekonom. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan
Moneter. Bank Indonsia. Jakarta

Bell, M., B.R. Larson. and L.E. Westphal. 1984. Assessing the Performance of
Infant Industries. World Bank Staff Working Papers. Number 666. The
World Bank. Washington, D.C.

Boediono. 2009. Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana? : Kumpulan Esai Ekonomi. PT


Gramedia. Jakarta

Bossche, P., D. Natakusumah, dan J.W. Koesnaidi. 2010. Pengantar Hukum WTO
(World Trade Organization). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Brodjonegoro, B.P.S., 1992, AHP. PAU-Studi Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Brotosusilo, A. (tanpa tahun). WTO, Regional And Bilateral Trade Liberalization:It’s


Implication For Indonesia. Universitas Indonesia
http://www.aseanlawassociation.org/9GAdocs/w3_Indonesia.pdf
243

Chacholiades, M. 1981. International Economics. Mc Graw Hill Publising Co

Chao, C.Y., Y.L. Huang and M.Y. Wang. 2006. An application of the Analytic
Hierarchy Process (AHP) for a competence analysis of technology managers
from the manufacturing industry in Taiwan. World Transactions on
Engineering and Technology Education 5(1) : 59-62

Chen, C., B.A. Mc Carl, and C. Chang. 2006. Estimating the Impacts of Government
Interventions in the International Rice Market. Canadian Journal of
Agricultural Economics. Vol 54 : 81-100

Chin, K.S. and S. Chiu. 1999. An Evaluation Of Success Factors Using The AHP To
Implement ISO 14001-Based EMS. International Journal of Quality &
Reliability Management. 16(4) : 341-361

Crovers, F. and A. de Grip. 1997. Explaining Trade in Industrialized Countries by


Country-specific Human Capital Endowments. Economic Modelling 14
(1997) : 395-416

Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S. Swastika, D.M. Arsyad, dan Y. Hilman. 2005.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Darwanto, D. H. dan P.Y. Ratnaningtyas. 2005 Kesejahteraan Petani dan


Peningkatan Ketersediaan Pangan : Sebuah Dilema?. Agro-Ekonomika (edisi
khusus), tahun XXXV, Oktober 2005. Perhimpunan Ekonomi Pertanian
Indonesia (PERHEPI)

Dean, M. K. and G. Wignaraja. 2007. ASEAN+3 or ASEAN+6: Which Way


Forward?. Paper presented at the Conference on Multilateralising
Regionalism Sponsored and organized by WTO – HEI Co-organized by the
Centre for Economic Policy Research (CEPR). Date : 10-12 September 2007.
Geneva, Switzerland

Departemen Pertanian. 2010. Statistik Pertanian 2009. Jakarta

Dermoredjo, S.K. , B. Hutabarat, C. Muslim, Wahida, J. Hestina dan E. M. Lokollo.


2009. Pengembangan Komoditas Pangan Dalam Negeri Sebagai Subsitusi
Impor dan Promosi Ekspor. Makalah Seminar Sinergi Penelitian Pertanian,
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Desember
2009

Devarajan, S. and D. Rodrik. 1989. Trade Liberalization in Developing Countries :


Do Imperfect Competition and Scale Economies Matter?. The American
Economic Review. 79(2) : 283-287

Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006-2009.


Jakarta
244

Dianarafah, D. 1999. Analisis Konsumsi Pangan di Propinsi Jawa Timur. Program


Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Tesis. (Tidak Dipublikasikan)

Dillon, W.R. dan M. Goldstein. 1984. Multivariate Analysis : Methods and


Applications. John Wiley & Sons, Inc. USA
Dua, M. 2008. Filsafat Ekonomi : Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta

Dwisaputra, R., 2007. Kerjasama Perdagangan Regional dalam Kerjasama Perdagangan


Internasional : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta

Erwidodo, Soentoro, M. Syukur, Sumaryanto, S. Pasaribu, E. Suryani, dan Y. Mariza.


1995. Dinamika Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Pedesaan : Metode
Pengambilan Contoh Blok Sensus dan Petani Responden. Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor . (Laporan Akhir Penelitian)

Feenstra, R.C. 1998. Integration of Trade and Disintegration of Production in the


Global Economy. Journal of Economic Perspectives. 12(4) Fall

Firdaus, M., dan Farid, M.A. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk
Manajemen dan Bisnis. IPB Press

Freund, C. 2003. Reciprocity in Free Trade Agreements. AEA meetings in


Washington, the World Bank, the University of Maryland, and the Regional
Integration Network conference in Punta del Este, Uruguay

Gonzales, L.A., F. Kasryno, N.D. Perez and M.W. Rosegrant, 1993. Economic
Incentives and Comparative Advantage in Indonesian. Food Crop Production
Reseacrh Report 93. Intl. Food Polycy Resch Inst. Washington DC.

Hadi, P.U. dan B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi
Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23 (2) : 159-175

Hadi, U.P. dan S. Mardianto. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor
Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal
Agro Ekonomi 22(1) : 46-73

Hakim, D. B., 2004. The Implications of the ASEAN Free Trade Area (AFTA) on
Agricultural Trade (A Recursive Dynamic General Equilibrium Analysis).
Dissertasion. Institut für Agrarökonomie. Georg-August-Universität.
Göttingen. Germany

Haryadi. 2008. Dampak Liberalisasi Perdagangan Pertanian Terhadap Perekonomian


Negara Maju dan Berkembang. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor
245

Harianto. 2001. Pendapatan, Harga, dan Konsumsi Beras dalam Bunga Rampai
Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Badan Bimas Ketahanan
Pangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta

Hertel, T.W. 1997. Global Trade Analysis : Modeling and Applications. Cambridge
University Press. New York

Hertel, T.W. dan Tsigas, M.E. 1997. Structure of GTAP in Global Trade Analysis :
Modeling and Applications. Cambridge University Press. New York

Hoekman, B., Francis Ng, and M. Olarreaga. 2002. Reducing Agricultural Tariffs
versus Domestic Support: What’s More Important for Developing Countries?.
World Bank Policy Research Working Paper 2918, October 2002. New York

Hutabarat, B., M. H. Sawit, D. H. Azahari, S. K. Dermoredjo, F. B. M. Dabukke, dan


Sri Nuryanti. 2009. Prospek Kerjasama Perdagangan Pertanian Indonesia
Dengan Australia Dan Selandia Baru. Laporan Akhir 2009. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor

Hutabarat, B., M. H. Sawit, S. K. Dermoredjo, Wahida, H.J. Purba, dan Sri Nuryanti.
2008. Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China Dan
Kerjasama Afta Dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas
Pertanian Indonesia. Laporan Akhir 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian. Bogor

Hutabarat, B., S.K. Dermoredjo, F.B.M. Dabukke, E.M. Lokollo dan Wahida. 2006.
Analisis Notofikasi dan Kerangka Modalitas Perjanjian Pertanian WTO.
Laporan Akhir Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor

Ibrahim, M.I. Permata, W.A. Wibowo, 2010. Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap
Perdagangan Internasional Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Juli 2010 : 23-74

Irawan, B. 2004. Dinamika Produktivitas dan Kualitas Budidaya Padi Sawah dalam
Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta

Kariyasa, K. dan B. Sinaga. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pasar


Jagung Di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 22(2) : 167-194. Oktober 2004

Kasryno, F. dan E. Pasandaran. 2005. Sekilas Ekonomi Jagung Indonesia: Suatu


Studi di Sentra Utama Produksi Jagung dalam Ekonomi Jagung Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengmbangan Pertanian

Kasryno, F. dan E. Pasandaran. 2004. Reposisi Padi dan Beras dalam Perekonomian
Nasional dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta
246

Kasryno, F., E. Pasandaran, A.M. Fagi. 2005. Dinamika Produksi dan Pembangunan
Sistem Komoditi Jagung Indonesia dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengmbangan Pertanian

Kementerian Perdagangan. 2010. Perkembangan Masyarakat Ekonomi ASEAN.


Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional.
www.asean.org/5187-10.pdf. Diunduh : 16 Juli 2012

Kementerian Pertanian. 2010. Mewujudkan Komitmen Swasembada Pangan Dan


Sumbangan Indonesia Pada “ Feed The World “. Bahan tayang yang
disampaikan pada Seminar Feed The World yang diselenggarakan oleh Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) tanggal 28-29 Januari 2010, di
Jakarta Convention Center (JCC)

Kuncoro, M. 1997. Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah dan Kebijakan. Unit


Penerbitan dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta

Kustiari, R. 2010. Analisis Usahatani Sapi Potong dan Tarif Optimal Untuk Daging
Impor. Jurnal Ekonomi. Universitas Kristen Indonesia. XX (1) : 37-46

Lindert, P. H., dan C.P. Kindleberger. 1998. Ekonomi Internasional. Edisi


Kedelapan. Penerbit Erlangga

Linnan, D.K.. 2003. Multilateral Trade (WTO, Free Trade Area di Tingkat Regional
(AFTA) atau Free Trade Agreement Bilateral. Makalah pada seminar
Indonesia dan Perdagangan Internasional tanggal 24 Juli 2003. Kerjasama
Universitas Indonesia dengan University od South California.

Love, P. and R. Lattimore, 2009. International Trade : Free, Fair and Open?. OECD

Malian, A.H. 2004. Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian


Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 2 No 2 Juni 2004 : 135-156

Marimin dan N. Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam


Manajemen Rantai Pasok. PT Penerbit. IPB Press. Bogor

Masyhuri. 1999. Kebijakan Pembangunan Pertanian. Agro Ekonomi. VI (2) : 71-77

Mc Dougall, R.A., B. Dimaranan, and T.W. Hertel. 1998. Behavioral Parameters. in


Global Trade, Assistance, and Protection, The GTAP Data Base, edited by Mc
Dougall, R.A., A. Elbehri., and T.P. Truong (1998). Center for Global Trade
Analysis. Purdue University.

Mutakin F. dan A. R. Salam. 2009. The Impact Of Asean-China Free Trade


Agreement On Indonesian Trade. Economic Review . No. 218. December
2009.

Nurmanaf, R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pedesaan Dalam


Hubungannya Dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal SOCA Volume
3 November 2005 : 1-21
247

Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanudin. 2005. Perkembangan Teknologi Budai Daya


dan Industri Benih Jagung dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengmbangan Pertanian

Oktaviani, R. dan E. Puspitawati. 2008. Teori, Model dan Aplikasi GTAP di Indonesia.
Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor

__________, E. Puspitawati dan T. Novianti. 2006. Aplikasi Model CGE : Dampak


Ekonomi Penurunan Dukungan Domestik Produk Pertanian Negara Maju dan
Peluangnya Bagi Indonesia. Dalam Teori, Model dan Aplikasi GTAP di
Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor

__________, dan T. Novianti. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya


di Indonesia. Bagian I. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Park, d., I. Park, and G. E. B. Estrada. 2008. Is the ASEAN-Korea Free Trade Area
(AKFTA) an Optimal Free Trade Area?. Working Paper Series On Regional
Economic Integration No. 21. November 2008. Asian Development Bank.
Manila

Prasetyo, H.B. 2008. Analisis Regresi Komponen Utama Untuk Mengatasi Masalah
Multikolinieritas Dalam Analisis Regresi Linier Berganda. Skripsi Program
Studi Matematika. Jurusan Matematika. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jakarta

Pratomo, W. 2007. Teori Kerjasama Perdagangan Internasional. Dalam : Kerjasama


Perdagangan Internasional : Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Bank
Indonesia. Jakarta

Prawironegoro, D. 2010. Ekonomi Politik Globalisasi. Seri 1. Nusantara Consulting.


Jakarta

Purnamasari, R. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Dan


Impor Kedelai Di Indonesia. Program Studi Ekonomi Pertanian Dan
Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak
Dipublikasikan)

Rachman, B. 2003. Dinamika Harga Dan Perdagangan Komoditas Jagung. Jurnal


Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA Volume 1-Februari 2003 : 1-
15

Rachman, H.P.S., S. H. Suhartini dan G.S. Hardono. 2008. Dampak Liberalisasi


Perdagangan Terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional. Pengembangan
Inovasi Pertanian 1(1) : 47-55
248

Rachman, B., Supriyati, dan S. Friyatno. 2005. Ekonomi Kelembagaan Sistem


Usahatani Padi di Indonesia. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis
SOCA 5(2) : 123-128

Rachmawati, M. 1999. Analisis Perdagangan Kedelai di Indonesia. Program Studi


Agribisnis. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak Dipublikasikan)

Rusastra, 1996. Keunggulan Komparatif, Struktur Proteksi, dan Perdagangan


Internasional Kedelai Indonesia. dalam Amang,dkk (Eds). Ekonomi Kedelai
di Indonesia. IPB Press. Bogor.

Saaty, T.L., 1988. Decision-Making for Leaders, the Analytical Hierarchy Process
For Decision in a Complex World. 1st Edn., Univ. of Pittsburgh, Pittsburgh.

Saptana, S. Wahyuni, S.K. Dermoredjo, E. Ariningsih, V. Darwis. 2004. Model


Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Laporan
Akhir 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor

Sawit, M.H. 2007. Liberalisasi Pangan : Ambisi dan Reaksi Dalam Putaran Doha
WTO. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Jakarta

Setiawan, B. Globalisasi Pertanian : Ancaman atas Kedaulatan Bangsa dan


Kesejahteraan Petani. IGJ-Intitute for Global Justice. Jakarta

Simatupang, P., T. Sudaryanto, A. Purwoto and Saptana. 1995. Projection and Policy
Implications of Medium and Long Term Rice Supply and Demand. Research
Report. Center for Agro Socioeconomic Research in collaboration with
International Food Policy Research Institute. Bogor

Simatupang, P. dan I W. Rusastra. 2004. Kebijakan Pembangunan Sistem Agribisnis


Padi dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta

Siregar, M. 2003. Tinjauan Kebijakan Perdagangan Komoditas Kedelai. Jurnal


Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 32 (2) : 138-145

Siregar, M. dan I.W. Rusastra. 2003. Kebijakan Tarif Impor Paha Ayam Dalam
Melindungi Industri Perunggasan Nasional. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian
dan Agribisnis SOCA Volume 2-Juli 2003 : 1-20

Sugema, I. et al. 2011. 5 Anomali Global & 6 Masalah Jangka Menengah. Quarterly
Economic Update. Januari 2011. EC-Think Indonesia. Jakarta.
249

Soekartawi. 2006. Konstruksi Politik Pertanian Di Negara Asia Tenggara:


Pengalaman Empiris Di Filipina, Indonesia, Malaysia Dan Thailand. Makalah
disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional ’Rekonstruksi Politik
Pertanian Indonesia’ yang diselenggarakan oleh PERHEPI di Universitas
Brawijaya Malang, 19 Desember 2006

Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode
Untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Jurusan Statistika. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Skripsi.
(Tidak Dipublikasikan)

Soetanto, H. 2009. Kebijakan Perdagangan Indonesia dan Keikutsetaan Dalam


Kerjasama Ekonomi di Kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Makalah
seminar Trans Asia dalam konteks Asia dan ASEAN Highway : Peluang dan
Tantangan menghadapi Tatanan Global, 1 Juli 2009. Jakarta

Suharso, P. 2010. Model Analisis Kuantitatif TEV. Penerbit Indeks. Jakarta.

Sumaryanto. 2004. Usahatani dan Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi : Studi
Kasus di Persawahan DAS Brantas dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta

Sumaryanto. 2005. Usahatani Jagung di Lahan Sawah Beririgasi: Kasus Daerah


Aliran Sungai Brantas dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian
dan Pengmbangan Pertanian

Susila, W.R. dan E. Munadi. 2007. Penggunaan Analytical Hierarchy Process Untuk
Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian. Informatika Pertanian 16 (2) :
983-998

Tambunan, T. 2007. Pengkajian Kebijakan Investasi Riil di Indonesia. Diunduh


pada tanggal 1 September 2010, web : www:\\kadin-indonesia.or.id

Tabor, S.R., K. Altemeier, B. Adinugroho. 1989. Food Crop Demand in Indonesia: A


System Approach. Bulletin of Indonesian Economics Studies. 66(2):211-215

Teknomo K., H. Siswanto, S.A. Yudhanto. 1999. Penggunaan Metode Analytic


Hierarchy Process Dalam Menganalisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pemilihan Moda Ke Kampus. Dimensi Teknik Sipil 1(1) : 31-39. MARET
1999

Todaro, M. 1998. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jilid 2. Penerbit Erlangga.


Jakarta

United Nations Development Programme. 2010. Global Maize Production,


Environmental Impacts and Sustainable Production Opportunities: A Scoping
Paper.
http://greencommodities.org/attachments/037_UNDP%20GCF%20Maize%20
Scoping%20Paper.pdf (Diunduh, 11 Mei 2012)
250

Valenzuela, E., D. van der Mensbrugghe and K. Anderson. 2008. General


Equilibrium Effects Of Price Distortions On Global Markets, Farm Incomes
And Welfare. Agricultural Distortions Working Paper 73, September 2008.
World Bank.

Widodo, S. 2012. Politik Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Winarno, B. 2009. Pertarungan Negara v.s. Pasar”. Med Press. Yogyakarta

Witoro. 2005. Pembaruan Sistem Pangan Desa : Gagasan Mewujudkan Kedaulatan


Pangan. Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dengan Oxfam GB.
Bogor

World Bank. 2004. Making Indonesia Competitive : Promoting Exports, Managing


Trade. Report No. 30535

Anda mungkin juga menyukai