Analisis Dampak Perdagangan Bebas Asean Terhadap Pengembangan Komoditas Pangan Utama Indonesia
Analisis Dampak Perdagangan Bebas Asean Terhadap Pengembangan Komoditas Pangan Utama Indonesia
DISERTASI
Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
i
ANALISIS DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN
TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS PANGAN
UTAMA INDONESIA
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Program Pascasarjana
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
Pada tanggal 12 Desember 2012
Oleh :
Lahir
Di Bogor, Jawa Barat
i
216
RINGKASAN
A. Pendahuluan
oleh badan dunia World Trade Organization (WTO) dimana badan dunia ini didirikan
karena adanya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), persetujuan setelah
dengan hal tersebut, kerjasama antara negara berdekatan secara regional muncul
dimana-mana seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), NAFTA (North America Free
dari itu yang terpenting adalah terdapatnya prioritas arah pembangunan yang tertuju
Dalam kondisi yang seperti di atas, yang menjadi masalah adalah bagaimana
(AFTA) yang akan terjadi pada tahun 2015. Meningkatnya intensitas kerjasama
regional ini tentu akan memberikan pengaruh terhadap kemudahan arus perdagangan
antar negara-negara ASEAN. Terjadinya penurunan harga akibat produksi dunia yang
melimpah akan mengakibatkan banjir impor (impor surge). Dengan kondisi yang
217
demikian, bila modalitas sudah ditetapkan, tidak ada kewenangan pihak manapun
demikian isu utama bagi pertanian secara umum adalah bagaimana kawasan
namun kalau dilihat dalam konteks yang luas dukungan semua pemangku
(stakeholder) baik itu Kementerian terkait maupun swasta memiliki keterkaitan yang
pertanian dalam arti luas tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
masalah luas garapan yang sempit, ketergantungan impor yang semakin meningkat,
dan perubahan iklim. Disisi lain, segala keputusan nasional tidak boleh lepas dari
aturan internasional yaitu aturan GATT yang diwadahi oleh WTO karena kita telah
meratifikasi melalui UU No.7 tahun 1994. Peranan pemerintah, dalam hal ini
jagung dan kedelai tetap menjadi perhatian utama, karena komoditas ini memiliki
peran penting dalam peningkatan nilai tambah maupun penciptaan tenaga kerja.
(8) Sejauh mana prioritas kebijakan terhadap pengembangan produksi padi, jagung
Sejalan dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
(5) Melakukan analisis ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai)
perekonomian, produksi pangan utama (padi, jagung dan kedelai) dan permintaan
faktor produksi : lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya
(7) Melakukan analisis perubahan lahan, produksi dan produktivitas pangan utama
B. Hipotesis
(1) Ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai) berkaitan positif
(3) Dampak positif akibat implementasi perdagangan bebas ASEAN searah dengan
pedesaan.
C. Metodologi
Masalah pertanian telah lama menjadi perhatian banyak pihak di Indonesia, dan
penyebab terpuruknya pertanian Indonesia. Namun tetap saja Indonesia tidak pernah
komoditas pangan masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Angka
ketergantungan impor yang relatif tinggi adalah susu 92.38 persen, kedelai 60.98
persen, gula 21.79 persen, jagung 9.14 persen, kacang tanah 7.87 persen dan daging
sapi dan kerbau 4.07 persen, sedangkan yang relatif dapat dicukupi di dalam negeri
dengan rasio ketersediaan impor yang rendah adalah padi (0.77 persen), buah-buahan
(0.47 persen) dan daging ayam (0.21 persen). Perkembangan ketergantungan terus
220
sudah sangat mengkhawatirkan karena pada catatan bulan Agustus 2009 impor pangan
menghabiskan devisa lebih dari $US 5 milyar atau senilai Rp. 50 triliun, 5 persen dari
Globalisasi telah menjadi label paling penting untuk menjelaskan gejala : pasar
global yang baru, kultur perdagangan, dan aliran informasi dan keuangan
yang ditentukan oleh prinsip revolusi industri global. Dengan prinsip baru ini, cara-
cara lama dihancurkan dan sebuah dunia baru dilahirkan. Perdagangan dan modal
telah mengalahkan kekakuan politik dan melahirkan transformasi sosial yang luar
biasa. Akibatnya adalah tidak ada lagi jarak yang memisahkan antara negara kaya dan
negara miskin dari segi kehidupan material. Salah satu solusi untuk mengatasi
perekonomian secara keseluruhan, perlu ada perubahan orientasi dari industri high
technology ke industri pertanian dan dari broad base industry ke domestic resources
industry. Dalam kaitannya tersebut strategi pembangunan pertanian bisa saja tidak
formal, pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih salah satu cara
atau arah tindakan dari berbagai alternatif yang ada demi tercapainya hasil yang
analisis keterkaitan antara ketersediaan pangan utama (padi/beras, jagung dan kedelai)
dalam kaitannya dengan produksi dan ekonomi pertanian, jumlah penduduk dan nilai
221
komponen utama atau faktor) yang tidak saling berkorelasi sehingga dapat
ASEAN dengan 6 negara mitra (India, China, Jepang, Korea, Australia dan Selandia
(2) Negara ASEAN Lainnya, (3) Negara mitra AFTA , dan (4) Negara maju atau
negara produsen utama Padi, Jagung dan Kedelai dan melakukan juga agregasi
komoditas-komoditas, yaitu : (1) Padi dan olahannya; (2) Jagung; (3) Kedelai; (4)
arah perubahan sosial ekonomi di pedesaan, bersumber dari survey PATANAS yang
dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian tahun 1995 sampai
16
Licensed to Masyhuri Masyhuri, Departemen of Agricultural Socioeconomics, Gadjah
Mada University, Multiple Academic User License No. 7.0-2124
222
yang terjadi pada petani. Adapun struktur hierarki kebijakan pembangunan pertanian
adalah :
Hasil analisis belum menunjukkan korelasi yang kuat antara ketersediaan padi,
bebas. Dalam kondisi yang demikian, produk beras Indonesia ini bersaing dengan
atau melalui impor. Antara pertumbuhan produksi dan ketersediaan kedelai terletak
produk pangan Indonesia menunjukkan hanya produksi (output) padi saja yang
kedelai mengalami penurunan. Pola tersebut tidak saja terjadi pada indikator output,
namun juga terjadi yang sama pada penggunaan faktor produksi : lahan, tenaga kerja
baik terampil maupun tidak terampil, modal dan sumberdaya alam lainnya. Kondisi
Dengan melakukan penurunan tarif bea masuk impor beras maka terjadi
penurunan harga beras, sehingga permintaan beras menurun. Seiring dengan hal
penawaran).
Di sisi lain seperti diketahui pada bab sebelumnya bahwa elastisitas harga silang
yang digunakan dalam analisis GTAP tersebut untuk komoditas beras terhadap
jagung dan kedelai adalah negatif yaitu -0.00212 dan -0.00263. Keduanya
menunjukkan antara beras dan jagung serta antara padi dan kedelai adalah
dan kedelai.
Berdasarkan hal tersebut, dengan penurunan harga beras maka akan terjadi
terjadi maka terjadi pergeseran penawaran jagung dan kedelai dengan asumsi
perubahan penurunan harga yang terjadi untuk komoditas jagung dan kedelai
relatif tidak lebih dari perubahan penurunan beras itu sendiri, karena tarif impor
beras lebih besar dari pada tarif impor jagung dan kedelai. Seiring dengan
penurunan tarif impor beras juga terjadi penurunan tarif impor jagung.
224
produksi jagung dan kedelai ini. Pergeseran ini diakibatkan peningkatan pada
faktor produksi : lahan, tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam lainnya.
produksi menurun. Asumsi yang digunakan dalam model GTAP ini adalah
konstan (constant return to scale; CRS) dan dalam pasar persaingan sempurna.
S2
Harga
S1
P0 Beras
P1
Barang
Q1 Q0
Harga
S1
S2
P0 Jagung
P1
Barang
Q0 Q 1
Harga
S1 S2
P0 Kedelai
P1
Barang
Q0 Q 1
artinya impor lebih besar dibandingkan ekspor. Dalam kondisi perdagangan bebas
(terbuka) bisa terjadi meningkatnya impor karena ketiga komoditas ini sensitif
225
terhadap harga dimana dalam model GTAP disini elastisitas harga beras, jagung dan
kedelai terhadap impor, masing-masing sebesar -76.06; -33.62; dan -63.04. Dampak
untuk kedua komoditas jagung dan kedelai ini, peningkatan faktor produksi kedua
sehingga terjadi dinamika pada luas lahan garapan, produksi dan produktivitas.
Seiring dengan peningkatan luas garapan maka terjadi peningkatan produksi namun
terjadi penurunan produksi di semua wilayah. Dalam era perdagangan bebas seperti
sekarang ini pengaruh tersebut sudah terasa pada tingkat petani, namun tidak dapat
pengembangan ketiga komoditas padi, jagung, dan kedelai dalam era perdagangan
bebas selain permasalahan lain yang dihadapi, data menunjukkan terjadi peningkatan
biaya input yang akan menekan keuntungan yang mengakibatkan nilai B/C rasio
semakin rendah, yaitu khususnya pada komoditas padi untuk tahun 2010 berkisar
antara 2.43-2.92.
226
menunjukkan bahwa pemerintah pusat merupakan aktor yang paling berperan dalam
pangan, selanjutnya keempat kebijakan yang lain memberikan hasil yang berbeda
antar komoditas, baik itu di Jawa maupun di Luar Jawa. Secara spesifik, dalam
komoditas baik itu di Jawa maupun di Luar Jawa. Pada komoditas padi, dalam
Pupuk dan Pengembangan Lahan dan Irigasi, sedangkan di Luar Jawa adalah
kebijakan Pengembangan Lahan dan Irigasi dan Pemberian Subsidi Pupuk. Urutan
yang berbeda antar kedua wilayah ini menunjukkan bahwa Luar Jawa cenderung
produksi. Pada komoditas Jagung memiliki urutan alternatif kebijakan utama yang
sama baik itu di Jawa dan Luar Jawa yaitu Pemberian Subsidi Pupuk, Penyediaan
Lahan dan Irigasi. Alternatif kebijakan pengembangan untuk komoditas kedelai untuk
Irigasi, sedangkan untuk di Luar Jawa adalah terkait dengan kebijakan Penyediaan
227
relatif sama, kecuali yang agak sedikit unggul adalah kebijakan Kualitas Input. Lebih
dari itu kebijakan tersebut adalah yang paling dibutuhkan dalam alternatif kebijakan
Pengolahan.
Alternatif kebijakan pemasaran untuk komoditas Padi di Jawa dan di Luar Jawa
adalah yang utama kebijakan Standarisasi Mutu. Hal ini juga dialami oleh alternatif
kebijakan pemasaran Jagung di Jawa dan Luar Jawa dan kebijakan pemasaran kedelai
di Luar Jawa, sedangkan kebijakan pemasaran kedelai di Jawa sudah mengarah pada
Pada aspek kebijakan Distribusi, alternatif utama untuk komoditas padi adalah
kebijakan Pengaturan Anggaran baik itu di Jawa dan Luar Jawa. Jawa memberikan
respon yang cukup signifikan dibandingkan dengan kebijakan lainnya. Kondisi ini
dialami oleh kebijakan distribusi Jagung di Jawa, sedangkan di Luar Jawa masih
melalui Kebijakan Pasar Input. Hal terakhir ini sama juga yang dialami oleh
stok. Untuk komoditas Jagung di Jawa adalah kebijakan Mutu Pangan sedangkan di
Luar Jawa adalah kebijakan Harga Pangan. Alternatif kebijakan konsumsi untuk
komoditas Kedelai di Jawa adalah kebijakan Harga Pangan dan di Luar Jawa adalah
kebijakan yang telah dilakukan tertuju pada kesejahteraan masyarakat, kecuali untuk
modal serta kebijakan pengembangan kedelai di Jawa yaitu produksi dan permintaan
H. Implikasi Kebijakan
masih memerlukan kebijakan yang lebih komprehensif dalam produksi pangan yang
berdaya saing dan berkelanjutan. Elastisitas harga terhadap permintaan impor yang
merupakan pasar yang besar bagi negara-negara produsen pangan. Oleh karena itu,
beras, walaupun kondisi saat ini terjadi indikasi penurunan konsumsi beras per kapita
dari 139 kg/kapita/tahun menjadi 115 kg/kapita/tahun. Di sisi lain, kebijakan terhadap
penggunaan faktor produksi yang lebih efisien sangat penting di masa yang akan
datang mengingat kompetisi penggunaan lahan dan air serta tenaga kerja semakin
229
meningkat. Oleh karena itu akselerasi pengunaan teknologi di tingkat petani tetap
pengembangan produk disini, oleh karena itu pihak institusi keuangan baik itu
petani.
diberlakukan adalah terjadi peningkatan GDP namun terjadi penurunan produksi padi.
menggantungkan sumber pendapatan berasal dari komoditas ini, maka kalau hanya
dibandingkan GDP maka akan terjadi kesulitan dalam pembiayaan negara. Pilihan
yang sulit ini perlu dilakukan secara hati-hati. Penekanan sistem produksi pangan
yang berdaya saing, efisiensi input dan diversifikasi (komoditas bernilai tinggi, produk
olahan dan biomas) merupakan salah satu alternatif kebijakan bagi petani agar diberi
Selain itu, kebijakan lain yang diperlukan adalah penyesuaian kebijakan pola
pengembangan padi, jagung dalan kedelai yang cukup beragam antara Jawa dan Luar
Jawa dimana kebijakan tersebut adalah kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan masa
dengan pendapatan yang memadai. Oleh karena itu kebijakan yang dimulai dari hulu
230
tersebut dapat sejalan dengan apa yang terjadi di hulu atau di hilir. Tata kelola
kebijakan yang kondusif bagi pengembangan pangan ini tidak lepas dari penekanan
kapasitas mereka.
dibutuhkan keterkaitan sistem yang lebih luas sehingga penggunaan alat analisis yang
lebih relevan dapat digunakan sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang
pembebasan tarif.
242
DAFTAR PUSTAKA
Azziz, A.A. 2006. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Beras
Dalam Negeri. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Skripsi. (Tidak dipublikasikan)
Bell, M., B.R. Larson. and L.E. Westphal. 1984. Assessing the Performance of
Infant Industries. World Bank Staff Working Papers. Number 666. The
World Bank. Washington, D.C.
Bossche, P., D. Natakusumah, dan J.W. Koesnaidi. 2010. Pengantar Hukum WTO
(World Trade Organization). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Chao, C.Y., Y.L. Huang and M.Y. Wang. 2006. An application of the Analytic
Hierarchy Process (AHP) for a competence analysis of technology managers
from the manufacturing industry in Taiwan. World Transactions on
Engineering and Technology Education 5(1) : 59-62
Chen, C., B.A. Mc Carl, and C. Chang. 2006. Estimating the Impacts of Government
Interventions in the International Rice Market. Canadian Journal of
Agricultural Economics. Vol 54 : 81-100
Chin, K.S. and S. Chiu. 1999. An Evaluation Of Success Factors Using The AHP To
Implement ISO 14001-Based EMS. International Journal of Quality &
Reliability Management. 16(4) : 341-361
Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S. Swastika, D.M. Arsyad, dan Y. Hilman. 2005.
Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Badan Litbang
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Firdaus, M., dan Farid, M.A. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih Untuk
Manajemen dan Bisnis. IPB Press
Gonzales, L.A., F. Kasryno, N.D. Perez and M.W. Rosegrant, 1993. Economic
Incentives and Comparative Advantage in Indonesian. Food Crop Production
Reseacrh Report 93. Intl. Food Polycy Resch Inst. Washington DC.
Hadi, P.U. dan B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi
Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 23 (2) : 159-175
Hadi, U.P. dan S. Mardianto. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor
Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal
Agro Ekonomi 22(1) : 46-73
Hakim, D. B., 2004. The Implications of the ASEAN Free Trade Area (AFTA) on
Agricultural Trade (A Recursive Dynamic General Equilibrium Analysis).
Dissertasion. Institut für Agrarökonomie. Georg-August-Universität.
Göttingen. Germany
Harianto. 2001. Pendapatan, Harga, dan Konsumsi Beras dalam Bunga Rampai
Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Badan Bimas Ketahanan
Pangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta
Hertel, T.W. 1997. Global Trade Analysis : Modeling and Applications. Cambridge
University Press. New York
Hertel, T.W. dan Tsigas, M.E. 1997. Structure of GTAP in Global Trade Analysis :
Modeling and Applications. Cambridge University Press. New York
Hoekman, B., Francis Ng, and M. Olarreaga. 2002. Reducing Agricultural Tariffs
versus Domestic Support: What’s More Important for Developing Countries?.
World Bank Policy Research Working Paper 2918, October 2002. New York
Hutabarat, B., M. H. Sawit, S. K. Dermoredjo, Wahida, H.J. Purba, dan Sri Nuryanti.
2008. Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China Dan
Kerjasama Afta Dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas
Pertanian Indonesia. Laporan Akhir 2008. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian. Bogor
Hutabarat, B., S.K. Dermoredjo, F.B.M. Dabukke, E.M. Lokollo dan Wahida. 2006.
Analisis Notofikasi dan Kerangka Modalitas Perjanjian Pertanian WTO.
Laporan Akhir Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Bogor
Ibrahim, M.I. Permata, W.A. Wibowo, 2010. Dampak Pelaksanaan ACFTA Terhadap
Perdagangan Internasional Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Juli 2010 : 23-74
Irawan, B. 2004. Dinamika Produktivitas dan Kualitas Budidaya Padi Sawah dalam
Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta
Kasryno, F. dan E. Pasandaran. 2004. Reposisi Padi dan Beras dalam Perekonomian
Nasional dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta
246
Kasryno, F., E. Pasandaran, A.M. Fagi. 2005. Dinamika Produksi dan Pembangunan
Sistem Komoditi Jagung Indonesia dalam Ekonomi Jagung Indonesia. Badan
Penelitian dan Pengmbangan Pertanian
Kustiari, R. 2010. Analisis Usahatani Sapi Potong dan Tarif Optimal Untuk Daging
Impor. Jurnal Ekonomi. Universitas Kristen Indonesia. XX (1) : 37-46
Linnan, D.K.. 2003. Multilateral Trade (WTO, Free Trade Area di Tingkat Regional
(AFTA) atau Free Trade Agreement Bilateral. Makalah pada seminar
Indonesia dan Perdagangan Internasional tanggal 24 Juli 2003. Kerjasama
Universitas Indonesia dengan University od South California.
Love, P. and R. Lattimore, 2009. International Trade : Free, Fair and Open?. OECD
Oktaviani, R. dan E. Puspitawati. 2008. Teori, Model dan Aplikasi GTAP di Indonesia.
Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor
Park, d., I. Park, and G. E. B. Estrada. 2008. Is the ASEAN-Korea Free Trade Area
(AKFTA) an Optimal Free Trade Area?. Working Paper Series On Regional
Economic Integration No. 21. November 2008. Asian Development Bank.
Manila
Prasetyo, H.B. 2008. Analisis Regresi Komponen Utama Untuk Mengatasi Masalah
Multikolinieritas Dalam Analisis Regresi Linier Berganda. Skripsi Program
Studi Matematika. Jurusan Matematika. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jakarta
Saaty, T.L., 1988. Decision-Making for Leaders, the Analytical Hierarchy Process
For Decision in a Complex World. 1st Edn., Univ. of Pittsburgh, Pittsburgh.
Sawit, M.H. 2007. Liberalisasi Pangan : Ambisi dan Reaksi Dalam Putaran Doha
WTO. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Jakarta
Simatupang, P., T. Sudaryanto, A. Purwoto and Saptana. 1995. Projection and Policy
Implications of Medium and Long Term Rice Supply and Demand. Research
Report. Center for Agro Socioeconomic Research in collaboration with
International Food Policy Research Institute. Bogor
Siregar, M. dan I.W. Rusastra. 2003. Kebijakan Tarif Impor Paha Ayam Dalam
Melindungi Industri Perunggasan Nasional. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian
dan Agribisnis SOCA Volume 2-Juli 2003 : 1-20
Sugema, I. et al. 2011. 5 Anomali Global & 6 Masalah Jangka Menengah. Quarterly
Economic Update. Januari 2011. EC-Think Indonesia. Jakarta.
249
Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu Metode
Untuk Mengatasi Masalah Multikolinearitas. Jurusan Statistika. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran. Skripsi.
(Tidak Dipublikasikan)
Sumaryanto. 2004. Usahatani dan Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi : Studi
Kasus di Persawahan DAS Brantas dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta
Susila, W.R. dan E. Munadi. 2007. Penggunaan Analytical Hierarchy Process Untuk
Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian. Informatika Pertanian 16 (2) :
983-998