Anda di halaman 1dari 12

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT DAN KESEHATAN

REPRODUKSI

HUBUNGAN PENDIDIKAN IBU DENGAN STUNTING

Oleh :

DITA OCTAVIANI 2105042

Dosen Pembimbing : Dr. Heryudarini, M.Kes

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES HANG TUAH
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka melengkapi tugas gizi
kesehatan masyarakat dan kesehatan reproduksi. Pada makalah ini saya membahas
mengenai hubungan pendidikan ibu dengan stunting, yang saya susun dari berbagai
sumber dan saya rangkum dalam makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu baik berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan
makalah ini. Saya juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua untuk
dijadikan penunjang dalam perkuliahan gizi kesehatan masyarakat dan kesehatan
reproduksi. Demikianlah yang dapat saya sampaikan, apabila ada kesalahan atau
kekurangan saya mohon maaf. Kritik dan saran masih sangat terbuka supaya makalah
ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya.

Pekanbaru, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3
2.1 Definisi Stunting..................................................................................................3
2.2 Penyebab Stunting................................................................................................4
2.3 Prevalensi Stunting...............................................................................................4
2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting............................5

BAB III PENUTUP.....................................................................................................6


3.1 Kesimpulan...........................................................................................................6
3.2 Saran......................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan sesorang lebih pendek
dibandingkan dengan tinggi badan orang lain yang seusianya 1. Stunting
disebabkan karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang pada periode
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)2.
Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi stunting menjadi
permasalahan kesehatan masyarakat jika prevalensi 20% atau lebih. Diperkirakan
terdapat 162 juta stunting pada tahun 2012. Jika trend berlanjut tanpa upaya
penurunan, diproyeksi akan menjadi 127 juta pada tahun 20253.
Laporan Millennium Development Goals (MDG) di Indonesia tahun 2010
menunjukkan bahwa prevalensi stunting masih tinggi antara 30-40%4.
Membandingkan prevalensi stunting antara studi kesehatan dasar Indonesia
(Riskesdas) cross-sectional tahun 2018 (30,8%)5 dan 2013 (37,2%)6.
Stunting erat kaitannya dengan tingkat pendidikan. Menurut Riskesdas
(2013) menunjukkan bahwa kejadian stunting banyak dipengaruhi oleh
pendapatan dan pendidikan orangtua yang rendah, khususnya ibu. Ibu memiliki
peranan penting dalam mengasuh anak mulai dari pembelian hingga penyajian
makanan. Apabila pendidikan dan pengetahuan ibu tentang gizi rendah akibatnya
ia tidak mampu memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga yang
memenuhi syarat gizi seimbang7.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Soekatri, dkk
(2020), bahwa diantara anak-anak stunting Height for Age Z-score (HAZ < 2
SD), nilai HAZ secara signifikan lebih tinggi pada tingkat pendidikan tinggi ayah
dan ibu. Kemudian untuk Socioeconomic Status (SES), ada kecenderungan nilai
HAZ yang lebih tinggi menuju kelas SES yang lebih tinggi. Namun, ada sedikit

1
penurunan nilai HAZ pada keluarga dengan status tamat SMA dan
Socioeconomic Status (SES) kaya8.
Hasil penelitian yang dilakukan Urke, dkk (2011) menunjukkan bahwa
anak dari ibu yang tidak tamat SD memiliki kemungkinan 4 kali lebih besar
untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak dari ibu yang
berpendidikan tamat SMA atau lebih tinggi. Mungkin yang lebih penting lagi
adalah temuan bahwa anak-anak yang memiliki ibu dengan pendidikan dasar
atau pendidikan menengah tidak tamat memiliki prevalensi stunting 30%,
sedangkan prevalensi stunting pada anak-anak dari ibu dengan pendidikan dasar
atau yang tidak bersekolah adalah 48%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
kesehatan yang besar dikaitkan dengan perbedaan perbedaan pendidikan ibu
yang rendah9. Dari latar belakang di atas maka perlu diketahui hubungan tingkat
pendidikan ibu dengan kejadian stunting.

1.2 Rumusan Masalah


Apa hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting?

1.3 Tujuan
1. Umum
Untuk menambah wawasan tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan
kejadian stunting.
2. Khusus
Untuk melengkapi tugas mata kuliah Gizi Kesmas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Stunting


Stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U
dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran
tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/ severely stunted)10.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat terjadi mulai dari janin masih
dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun3.
Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth
(tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
meningkatnya resiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada pertumbuhan baik
motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up
growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk
mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok
balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila
pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik1,3.
2.2 Penyebab Stunting

Gambar 1. Bagan Unicef

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi,


bukan hanya karena faktor asupan gizi yang buruk pada ibu hamil atau balita
saja. Di Indonesia sudah banyak dilakukan penelitian mengenai faktor resiko
stunting. Resiko stunting dapat dimulai sejak masa konsepsi, yaitu dari faktor
ibu. Ibu yang kurang memiliki pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi sejak
hamil sampai melahirkan berperan besar menimbulkan stunting pada anak yang
dilahirkannya11.

2.3 Prevalensi Stunting


Berdasarkan data WHO tahun 2016, di wilayah Asia Tenggara prevalensi
balita stunting mencapai 33,8%. Pada tahun 2011, Indonesia berada di peringkat
lima dari 81 negara dengan jumlah anak stunting terbesar di dunia yang
mencapai 7.547.000 anak. Indonesia dilaporkan memiliki jumlah anak stunting
yang lebih besar daripada beberapa Negara Afrika, seperti Ethiopia, Republik
Demokratik Kongo, Kenya, Uganda, dan Sudan. Selama tahun 2007-2011,
Indonesia dilaporkan memiliki anak-anak dengan berat badan berlebih yang
masing-masing mencapai 13%, 18%, dan 14%. Pada tahun 2012, angka kematian
anak di bawah lima tahun di Indonesia mencapai 152.00012.
Prevalensi balita stunting di Indonesia masih fluktuatif sejak tahun 2007-
2017. Prevalensi balita stunting di Indonesia pada tahun 2007 adalah 36,8%
tahun 2010 sebesar 35,6%, tahun 2013 sebesar 37,2%, dan tahun 2017 sebesar
29,6%13,14. Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya presentase balita
pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus
ditanggulangi. Dibandingkan beberapa Negara tetangga, prevalensi balita pendek
di Indonesia juga tinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam (23%),
Malaysia (17%), Thailand (16%), dan Singapura (4%)3.
Berdasarkan penelitian Torlesse et al, prevalensi stunting lebih tinggi
diantara anak-anak yang ibunya belum menyelesaikan pendidikan dasar (43,4%)
atau menyelesaikan pendidikan dasar (31,0%) dibandingkan dengan mereka yang
telah menyelesaikan sekolah menengah (23,0%). Odds Ratio kejadian stunting
pada anak secara signifikan lebih besar di antara anak-anak yang ibunya tidak
menyelesaikan pendidikan dasar dibandingkan dengan mereka yang
menyelesaikan sekolah menengah atas (OR 1,67; 95% CI 1,13-2,47%)15.

2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting


Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
yang lebih tinggi, maka akan lebih mudah mneyerap informasi, sehingga dapat
mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup khusunya dalam
kesehatan, sehingga pendidikan ibu yang tinggi akan menerapkan perilaku hidup
sehat dalam keluarga sehingga status gizi pada anak akan baik. Sebaliknya
pendidikan ibu yang rendah, tidak dapat menerapkan perilaku hidup sehat dalam
keluarga sehingga akan mengakibatkan masalah status gizi contohnya stunting
pada balita. Pendidikan ibu tampak lebih kuat hubungannya dengan stunting16.
Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan
sangatlah penting untuk perkembangan anak. Pola pengasuhan anak tidak selalu
sama ditiap keluarga. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor yang mendukungnya
antara lain latar belakang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, jumlah
anak dalam keluarga, dan sebagainya. Perbedaan karakteristik ibu yang
mengakibatkan berbedanya pola pengasuhan yang akan berpengaruh terhadap
status gizi anak. Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa status pendidikan
seorang ibu sangat mennetukan kualitas pengasuhnya. Ibu yang berpendidikan
tinggi tentu akan berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah17. Menurut
Sulastri dalam Kristanto menyebutkan bahwa tingkat pendidikan akan
mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara pemilihan bahan pangan. Orang
yang berpendidikan lebih tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang
lebih baik dalam kualitas dan kuantitas hidangan dibandingkan mereka yang
berpendidikan rendah atau sedang. Makin tinggi tingkat pendidikan makin baik
status gizi anaknya18.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi.
Resiko stunting dapat dimulai sejak masa konsepsi, yaitu dari faktor ibu.
Ibu yang kurang memiliki pengetahuan mengenai kesehatan dan gizi sejak hamil
sampai melahirkan berperan besar menimbulkan stunting pada anak yang
dilahirkannya.
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi pangan melalui cara
pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung
untuk memilih bahan makanan yang lebih baik dalam kualitas dan kuantitas
hidangan dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah atau sedang.

3.2 Saran
Perlu dilakukan intervensi oleh petugas kesehatan dalam meningkatkan
pengetahuan ibu tentang pencegahan stunting, karena pengetahuan tidak hanya
didapat dari pendidikan formal tetapi bias didapat dari pendidikan non formal
seperti penyuluhan, media, dan beberapa sumber informasi yang dapat
meningkatkan pengetahuan ibu khususnya tentang pencegahan stunting.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. (2017).


Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta
2. Husnaniyah D, Yulyanti D, dan Rudiansyah. (2020). Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting. The Indonesian Journal of Health
Science. Vol 12 No. 1.
3. Kementerian Kesehatan RI. (2016). Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. Situasi Balita Pendek. Jakarta.
4. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia. (2010). Diakses
dari: https://www.bappenas.go.id/files/1313/5229/9228/4-report-on-the-
achievement-of-the-millenniumdevelopment-goals-in-indonesia-
2010201011181326210_20110812140730_0.pdf (diakses pada 25 Agustus
2020).
5. Riset Kesehatan Dasar. (2018). Diakses dari: https://www.litbang.kemkes.go.id/
(diakses pada 25 Agustus 2020)
6. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Diakses dari:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202
013.pdf (diakses pada 25 Agustus 2020).
7. Soekirman. (2000). Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
8. Soekatri MYE, Sandjaja S, & Syauqy A. (2020). Sunting Was Associated with
Reported Morbidity, Parental Education and Socioeconomic Status in 0,5-12
Year Old Indonesian Children. Int. J. Environ. Res. Public Health 2020, 17,
6204; doi:10.3390/ijerph17176204.
9. Urke HB, Bull T, & Mittelmark MB. (2011). Socioeconomic Status and Chronic
Child Malnutrition: Wealth and Maternal Education Matter More in the Peruvian
Andes Than Nationally. Nutrition Research 31 (2011) 741-747.
10. Rahmadhita K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya. The Stunting
Problems and Prevention, ijksh Vol. 11 No. 1. pp:225-229.
11. Nirmalasari NO. (2020). Stunting pada Anak: Penyebab dan Faktor Risiko
Stunting di Indonesia. Qawwam: Journal for Gender Mainstreaming Vol. 14
No.1. pp: 19-28.
12. Ohyver M, Moniaga JV, Restika K. Logistic Regression and Growth Nutritional
and Stunting Status: a Review, Procedia Comput sci. Elsevier B.V;2017;116:232-
41.
13. Losong NHF, Adriani M. Perbedaan Kadar Hemoglobin, Asupan Zat Besi, dan
Zinc pada Balita Stunting dan Non Stunting. Amerta Nutr. 2017;1(2): 117-223.
14. Kementerian Kesehatan RI. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2018.
15. Torlesse H, Cronin AA, Sebayang SK, Nandy R. Determinants of Stunting a
Cross-sectional Survey Indicate a Prominent Role for the Water, Sanitation and
Hygiene Sector in Stunting Reduction. BMC Public Health; 2016; 16(1): 1-11.
16. A Wawan dan Dewi M. (2017). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Nuha Medika: Yogyakarta.
17. Anindita P. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
Kecukupan Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6-35
Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. J Kesehatan Masyarakat,
2012;1(2): 617-26.
18. Kristanto B. Review Literatur; Analisis Pengaruh Faktor Risiko Terhadap
Kejadian Stunting pada anak Balita. Kosala. 2017;5(1):71-81.

Anda mungkin juga menyukai